TUGAS AKHIR STUDI APLIKASI GUGUS KENDALI MUTU UNTUK MENURUNKAN DEFECT AIR POCKET CENTER ARMREST IMV DI PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Meraih Gelar Sarjana Teknik Industri Jenjang Pendidikan Strata Satu (S1)
Diajukan Oleh : NAMA : GESANG PURYANTO NIM : 41605120065 PROGRAM STUDI : TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA
2008
i
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Gesang Puryanto
N.I.M
: 41605120065
Jurusan
: Teknik Industri
Fakultas
: Teknologi Industri
Judul Skripsi : Studi Aplikasi Gugus Kendali Mutu Untuk Menurunkan Defect Air Pocket Center Armrest IMV Di PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya, kecuali pada bagian tertentu yang telah disebutkan sumbernya. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Jakarta, Agustus 2008 Penulis,
Gesang Puryanto
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa laporan Tugas Akhir, dari mahasiswa tersebut :
Nama
:
Gesang Puryanto
NIM
:
41605120065
Jurusan
:
Teknik Industri
Fakultas
:
Teknologi Industri
Judul
:
“ Studi Aplikasi Gugus Kendali Mutu Untuk Menurunkan Defect Air Pocket Center Armrest IMV Di PT. IRC NOAC INDONESIA PU-DIVISION ”
Jakarta, Agustus 2008 Telah Diperiksa dan Disetujui Sebagai Bahan Laporan Tugas Akhir Pembimbing
(Ir. M. Kholil, MT)
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa laporan Tugas Akhir, dari mahasiswa tersebut :
Nama
:
Gesang Puryanto
NIM
:
41605120065
Jurusan
:
Teknik Industri
Fakultas
:
Teknologi Industri
Judul
:
“ Studi Aplikasi Gugus Kendali Mutu Untuk Menurunkan Defect Air Pocket Center Armrest IMV Di PT. IRC NOAC INDONESIA PU-DIVISION ”
Jakarta, Agustus 2008 Telah Diperiksa dan Disahkan Sebagai Bahan Laporan Tugas Akhir Koordinator TA/Ketua Program Studi
(Ir. M. Kholil, MT)
iv
MOTTO “ Kepunyaan-Nya lah Kerajaan Langit dan Bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan semua urusan “ ( QS. Al Hadiid. : 5 )
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orangorang yang berilmu beberapa derajat.” ( QS. 58 : 11 )
“ Bacalah! Dan Rabbmu Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena . Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al ’Alaq : 3 – 5 )
“Berani gagal jauh lebih baik dari pada tidak pernah gagal karena tidak pernah berbuat”
Kupersembahkan Khusus untuk kedua Orangtuaku, Keluarga dan semua pihak yang mendukung semua ini.
v
ABSTRAKSI Gugus Kendali Mutu ( GKM ) secara definitif diartikan sebagai tim pemecah persoalan atau sekelompok pekerja dari unit kerja yang sama secara sukarela, beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang yang melakukan pertemuan secara berkala dan berkesinambungan untuk melakukan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah melalui kegiatan identifikasi, memilih dan menganalisis berbagai persoalan. Aktivitas Gugus Kendali Mutu ini akan diaplikasikan di sebuah perusahaan di PT. IRC INOAC INDONESIA PUDIVISION dalam rangka menurunkan defect Air Pocket Center Armrest IMV. Untuk menyelesaikan masalah itu, maka digunakan teori sumbang saran, 8 steps, 7 tools, PDCA, SMART dan lain lain, sehingga diharapkan akan menurunkan terjandinya defect tersebut dan menurunkan biaya rework serta meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan. Data diambil dari laporan produksi bulanan dari bulan Januari sampai Maret 2007 sebagai analisa oleh sebuah tim GKM. Setelah didapat data, maka dilakukan penganalisaan terhadap penyebab-penyebab utama yang dapat menyebabkan defect Air Pocket Center Armrest IMV. Pada step ke 5, dapat diketahui bagaimana cara mengatasi defect Air Pocket Center Armrest IMV sehingga dapat menurunkan biaya rework serta meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan. Pada step ke 7, nantinya didapatkan sebuah evaluasi hasil atas kegiatan GKM dengan menurunkan presentasi defect Air Pocket dari 27,35 % menjadi 2,28 %.
Kata Kunci = Produktivitas, Gugus Kendali Mutu, Defect.
vi
ABSTRACT Quality Control Circle (QCC) definitively is interpreted as a team of problem solver or a group of worker from same job unit voluntarily, have member from 3 up to 20 people who conduct the continual and periodical meeting to do the appliance conduct the quality and process the trouble-shooting of through activity identify, chosening and analysing various problem. Quality Control Circle Activity will be applicated in a company at PT. IRC INOAC INDONESIA PUDIVISION in order to degrading Air Pocket Defect on Center Armrest IMV. To finish that problem, used a brain-storming theory, 8 steps, 7 tools, PDCA, SMART etc, so that expected will degrade the defect and degrade the expense rework and also improve the quality and company productivity. The data taken away from a production monthly report from January until March 2007 as analysis by a QCC team. After got a data, hence conducted by analysing to the root cause which can cause the Air Pocket Defect on Center Armrest IMV. At step to 5, knowable how to overcome Air Pocket Defect on Center Armrest IMV so that can degrade the expense rework and also improve the quality and company productivity. At step to 7, later got a evaluation the result of QCC activity by degrading Air Pocket Defect on Center Armrest IMV presentation from 27,35 % becoming 2,28 %. Key words : Productivity, Quality Control Circle, Defect.
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai jenjang Sarjana Teknik Industri di Universitas Mercu Buana. Di dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengalaman berharga serta petunjuk yang telah diberikan oleh Bapak Pembimbing, untuk itu dengan segala kerendahan serta ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Ir. Yenon Osra, MT. selaku Direktur program PKSM. 2. Bapak Ir. M. Kholil, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Industri sekaligus pembimbing yang telah membantu di dalam penulisan Tugas Akhir ini. 3. Seluruh Staff Pengajar Teknik Industri, yang selama ini telah memberikan sumbangsihnya dalam pendidikan dan bimbingan dengan tulus dan sepenuh hati. 4. Orang tua yang selalu memberikan doa, perhatian dan dorongan serta kasih sayang sepenuhnya. 5. Rekan-rekan anggota GKM Quality Engineering dan seluruh Staff PT. IRC INOAC INDONESIA PU DIVISION yang telah membantu penyusunan tugas akhir ini dan membantu kelancaran aktivitas GKM.
viii
6. Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan, semangat serta sumbangan pikiran dalam penyusunan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, namun demikian semoga penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Harapan kami semoga Allah SWT menerima hasil tugas akhir ini sebagai amal ibadah kami yang bermanfaat bagi perusahaan maupun pembaca.
Jakarta, Agustus 2008
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv MOTTO ............................................................................................................... v ABSTRAKSI ...................................................................................................... vi ABSTRAKSI ( English) ................................................................................... vii KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................6 1.4 Batasan Masalah ....................................................................................7 1.5 Metodologi Pengumpulan Data .............................................................8 I.6 Sistematika Penulisan .............................................................................9 BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................12 2.1 Tahap-tahap Improvement ...................................................................12
x
2.1.1 Tahap Dasar ...................................................................................12 2.1.2 Tahap Pengembangan (Productivity Improvement Process) .........13 2.1.3 Tahap Program Pengembangan / Pelaksanaan...............................14 2.1.4 Tahap Pengintegrasian ...................................................................15 2.2 Total Quality Control (TQC) ...............................................................16 2.3 Gugus Kendali Mutu (GKM) ...............................................................18 2.4 Sumbang Saran (Brainstorming) ........................................................20 2.5 7 (Tujuh) Alat Bantu Kendali Mutu / 7 Tools .....................................22 2.5.1 Checksheet .....................................................................................22 2.5.2 Stratifikasi ......................................................................................24 2.5.3 Diagram Pareto ..............................................................................26 2.5.3.1 Diagram Pareto dengan Phenomena .....................................27 2.5.3.2 Diagram Pareto dengan Penyebab ........................................27 2.5.4 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)..................................28 2.5.5 Histogram ......................................................................................29 2.5.6 Scatter Diagram .............................................................................29 2.5.7 Control Charts ................................................................................30 2.6 Delapan Langkah PDCA (DELTA PDCA) .........................................32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................42 3.1 Tahap Identifikasi Awal Penelitian ......................................................42 3.1.1 Latar Belakang Permasalahan ........................................................43 3.1.2 Perumusan Masalah .......................................................................45
xi
3.1.3 Penentuan Tujuan...........................................................................45 3.1.4 Studi Pustaka ..................................................................................45 3.2 Tahap Penentuan Tema dan Judul .......................................................46 3.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data ...................................................47 3.3.1 Menentukan Penyebab Utama .......................................................47 3.3.2 Menentukan Penyebab Masalah.....................................................48 3.4 Tahap Usulan Perbaikan dan Perbaikan ..............................................49 3.4.1 Membuat Rencana Perbaikan dan Menentukan Target .................49 3.4.2 Melaksanakan Rencana Perbaikan ................................................51 3.5 Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut ......................................................52 3.5.1 Meneliti Hasil.................................................................................52 3.5.2 Membuat Standar Baru ..................................................................53 3.5.3 Membuat Rencana Selanjutnya......................................................54 3.6 Kesimpulan dan Saran .........................................................................55 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ..............................56 4.1 Pengumpulan Data ...............................................................................56 4.1.1 Data Primer ....................................................................................58 4.1.2 Data Sekunder ................................................................................62 4.2 Mencari Penyebab Utama ....................................................................70 4.3 Mencari Penyebab Masalah .................................................................73 4.4 Membuat Rencana Perbaikan dan Menentukan Target .......................75 4.5 Melaksanakan Rencana Perbaikan .......................................................79
xii
BAB V ANALISA PEMBAHASAN .................................................................85 5.1 Meneliti Hasil.......................................................................................85 5.2 Membuat Standard Baru ......................................................................90 5.3 Membuat Rencana Selanjutnya ............................................................92 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................95 6.1 Kesimpulan ..........................................................................................95 6.2 Saran ....................................................................................................97 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Defect Produksi Automotive Bulan Januari ~ Maret 2007 ....... 57 Tabel 4.1.1.1 Data Laporan Produksi Line HR II Bulan Januari 2007 .............. 59 Tabel 4.1.1.2 Data Laporan Produksi Line HR II Bulan Februari 2007 ............ 60 Tabel 4.1.1.3 Data Laporan Produksi Line HR II Bulan Maret 2007 ................ 61 Tabel 4.1.2.1 Data Defect Produksi Line HR II Bulan Januari ~ Maret 2007 ... 62 Tabel 4.1.2.2 Rekapitulasi Jenis Repair Bulan Januari~Maret 2007 ...................64 Tabel 4.1.2.3 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Januari 2007 ............... 65 Tabel 4.1.2.4 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Februari 2007 ............. 66 Tabel 4.1.2.5 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Maret 2007 ................. 67 Tabel 4.1.2.6 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Januari~Maret 2007 ... 68 Tabel 4.1.2.7 Data Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari~Maret 2007 .... 69 Tabel 4.2 Analisa Kondisi Yang Ada ................................................................ 72 Tabel 4.3 Stratifikasi Penyebab Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Mei 2007 ......... 74 Tabel 4.4 Rencana Perbaikan ............................................................................. 78 Tabel 4.5 Pelaksanaan Rencana Perbaikan ........................................................ 80 Tabel 5.1.1 Data Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari Sampai Juli 2007 ............................................................................ 87 Tabel 5.1.2 Data Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Sebelum dan Sesudah GKM ................................................................................ 87 Tabel 5.1.3 Stratifikasi Defect C/A IMV Sesudah GKM ( Juli 2007 ) .............. 89 Tabel 5.2 Standarisasi ........................................................................................ 91 xiv
Tabel 5.3.1 Stratifikasi Defect C/A IMV Bulan Juli 2007 ................................ 93 Tabel 5.3.2 Rencana Aktivitas Gugus Tahun 2008 ........................................... 94
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Proses pembuatan Center Armrest IMV ........................................... 4 Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian ................................................... 44 Gambar 4.3 Fishbone Diagram Defect Air Pocket C/A IMV ............................ 74
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Defect Produksi Automotive Bulan Januari~Maret 2007 ................ 57 Grafik 4.1.2.1 Defect Produksi Line HR II Bulan Januari ~ Maret 2007 .......... 62 Grafik 4.1.2.2 Pareto Defect C/A IMV Bulan Januari 2007 .............................. 65 Grafik 4.1.2.3 Pareto Defect C/A IMV Bulan Februari 2007 ...............................66 Grafik 4.1.2.4 Pareto Defect C/A IMV Bulan Maret 2007 ................................ 67 Grafik 4.1.2.5 Pareto Rata-rata Defect C/A IMV Bulan Januari ~ Maret 2007........... 68 Grafik 4.1.2.6 Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari ~ Maret 2007 Dan Target . 69
Gambar 4.3 Fishbone Diagram Defect Air Pocket C/A IMV ............................ 74 Grafik 4.3 Pareto Penyebab Dominan Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Mei 2007 . 74
Grafik 5.1.1 Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari Sampai Juli 2007 ........................................................................... 87 Grafik 5.1.2 Data Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Sebelum dan Sesudah GKM ........................................................................ 87 Grafik 5.1.3 Pareto Defect C/A IMV Sesudah GKM ( Juli 2007) ..................... 89 Grafik 5.3.1 Pareto Defect C/A IMV Sesudah GKM ........................................ 93
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION merupakan salah satu anak perusahaan PT. GAJAH TUNGGAL tbk yang memproduksi part-part interior dan eksterior automotive. Beberapa customer utama perusahaan ini adalah Toyota Astra Motor, Astra Daihatsu Motor, Indomobil Suzuki International, Honda Prospect Motor, Nissan, Mitsubishi, Hyundai, Kia, Opel dan lain-lain. Sebagai perusahaan yang telah berhasil meraih sertifikat ISO 9000, ISO 14001 dan ISO TS 14949 dituntut untuk dapat menghasilkan produk sesuai spesifikasi customer dengan kualitas yang telah diakui dunia. Toyota sebagai customer utama PT. IRC INOAC INDONESIA PUDIVISION telah mencanangkan “ Global Quality Project “ dengan pilot project-nya yaitu IMV ( International Innovative Multipurpose Vehicle ) dimana salah satu project IMV ini adalah Kijang Innova. Sebagai kendaraan tipe MPV ( Multipurpose Vehicle ) Kijang Innova telah berhasil meraih Market Leader untuk pasar Indonesia serta berhasil diekspor ke beberapa negara di dunia antara lain Thailand, Malaysia, Philipina, Vietnam, Timur Tengah serta Taiwan.
2
Salah satu part interior Kijang Innova yang diproduksi di PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION adalah Center Armrest, dimana produk ini berfungsi sebagai sandaran tangan untuk penumpang baris kedua. Sejak diproduksinya Kijang Innova, Center Armrest IMV ini adalah salah satu produk yang memiliki rejection ratio yang tinggi sampai saat ini, dengan defect tertinggi yaitu terjadi Air Pocket atau udara yang terjebak selama proses moulding. Defect ini menyebabkan keropos
pada part sehingga setelah
diassembling dengan cover akan bergelombang. Berdasarkan masalah di atas penulis mencoba berinisiatif mengambil tema “Menurunkan Defect Air Pocket Center Armrest IMV melalui GKM“ agar target perusahaan dapat tercapai yaitu rejection ratio produk ini turun. Disamping itu program Gugus Kendali Mutu merupakan salah satu program dari perusahaan yang dikonvensikan setiap tahun di PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION.
1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas timbul suatu permasalahan yaitu bagaimana cara menurunkan defect Air Pocket Center Armrest IMV agar target kualitas dan produktivitas perusahaan tercapai, karena defect ini akan menambah biaya rework sehingga secara otomatis akan mengurangi keuntungan perusahaan. Dari data laporan produksi bulan Januari sampai Maret 2007 defect Air Pocket Center Armrest IMV rata-rata mencapai 27,35 % sedangkan target yang ditetapkan perusahaan sebesar 5 %.
3
Proses moulding Center Armrest IMV ini, memerkukan waktu ± 5 menit. Mould Center Armrest IMV diletakkan pada rel konveyor yang berputar secara terus-menerus secara perlahan sehingga melalui beberapa proses yaitu pasang frame, pouring, oven, demoulding, press, trimming, final inspeksi, packing dan storage. Penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut : 1. Pasang frame Proses ini adalah proses memasang frame Center Armrest IMV ke dalam mould. Frame ini terbuat dari pelat baja yang berfungsi sebagai rangka agar kuat menopang tangan dan dapat di assembling dengan seat assy sehingga dapat digerakkan naik dan turun. Armrest turun jika untuk sandaran tangan dan naik jika untuk sandaran badan. 2. Pouring Proses pouring adalah proses penyemprotan material kedalam mould yang dilakukan oleh robot melalui head dengan komposisi yang telah ditentukan dan disetting secara komputerisasi. Robot ini mempunyai dua buah head yang dilalui oleh material yang berbeda. Komposisi material yang berbeda ini dapat menghasilkan sifat kekerasan yang pada part sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
4
Flow Proses Produksi Center Armrest IMV 3
M/C OVEN
4 2
1
5
Pouring
Demoulding Pasang Frame
10
Spray
9
7
6
8
Storage
Packing
OK
Final Inspection
Trimming
Press
NG
NG
Waste
OK
Repair
Proses yang akan diimprove
11
Gambar 1.2 Proses pembuatan Center Armrest IMV
3. Oven Material yang telah masuk kedalam mould bawah, kemudian ditutup oleh mould atas secara otomatis karena diatur oleh rangkaian control pneomatik. Mould atas dan mould bawah disatukan oleh dua buah engsel sehingga mould atas dapat bergerak ± 150º. Setelah mold atas menutup kemudian masuk ke dalam mesin oven. Proses ini menyebabkan material di dalam
5
mould akan mengembang dan memenuhi seluruh rongga mould dan menutupi frame. 4. Demoulding Setelah melalui mesin oven, mould atas akan terbuka secara otomatis dan selanjutnya part diambil dari mould oleh operator secara manual. Proses ini adalah proses demoulding. 5. Spray Setelah Center Armrest IMV diambil dari mould, kemudian mould disemprot dengan Release Agent dengan tujuan agar part hasil cetakan mould tidak lengket / menempel pada mould. 6. Press Center Armrest IMV yang dihasilkan dari proses moulding, kemudian dipress dengan kekuatan silinder pneomatik dengan tujuan agar udara yang terdapat dalam pori-pori bisa keluar. 7. Trimming Yaitu proses pemotongan burry oleh operator secara manual dengan cutter, burry ini sengaja dibentuk didalam mould agar material secara penuh mengisi seluruh ruang didalam mould sehingga jika ada material yang lebih akan mengisi bagian tepi mould yang nantinya akan menjadi burry. 8. Final inspeksi Setelah proses trimming, proses selanjutnya adalah final inspeksi yaitu mengecek part dari berbagai macam defect. Jika OK selanjutnya melalui proses packing, jika NG maka perlu proses repair.
6
9. Packing Center Armrest IMV setelah dicek oleh inspector kemudian di packing dengan quantity sesuai standar. 10. Storage Adalah proses penyimpanan finish goods di warehouse sebelum proses delivery ke customer. 11. Repair Jika part NG maka di perbaiki dengan cara ditambal dengan material yang sama kemudian digerinda agar contour tetap standar. Dari berbagai proses di atas, penulis akan mencoba menganalisa proses mana yang paling dominan menyebabkan terjadinya Air Pocket pada Center Armrest IMV dan menanggulangi penyebab tersebut melalui Gugus Kendali Mutu.
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis dan mengidentifikasi penyebab defect Air Pocket Center Armrest IMV. 2. Menurunkan defect Air Pocket dengan cara menanggulangi faktor penyebab defect tersebut sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas. 3. Meningkatkan produktivitas perusahaan dengan menurunkan rejection ratio.
7
4. Menurunkan
biaya
rework
sehingga
menambah
keuntungan
perusahaan. 5. Mengimplementasikan metode Gugus Kendali Mutu yang telah penulis dapatkan selama menuntut ilmu di UMB dilingkungan di mana penulis bekerja.
1.4 Batasan Masalah Dalam penelitian ini ruang lingkup permasalahannya akan dibatasi berdasarkan beberapa kriteria antara lain : a. Batasan Waktu Batasan waktu yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah dari bulan Januari sampai dengan Juni 2007. b. Metode Analisis Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah : a)
7 Tools ( checksheet, grafik, paretto diagram, fish bone diagram, histogram, scatter diagram, control chart ).
b) 8 Steps ( menentukan tema, menetapkan target, analisa kondisi
yang
penanggulangan,
ada,
analisa
sebab
penanggulangan,
akibat, evaluasi
rencana hasil,
standarisasi dan tindak lanjut ). c)
QCDSMPE (Quality, Cost, Delivery, Savety, Morality, Productivity, Environment).
d) PDCA ( Plan, Do, Check, Action )
8
e)
SMART
(
Specific,
Measureable,
Achieveable,
Reasonable, Time base ). f)
5 W + 2 H ( What, Why, Where, When, Who, How, How much)
c. Periode Data Periode data yang dipakai sebagai bahan analisa adalah data laporan produksi bulan Januari sampai dengan Maret 2007.
1.5 Metodologi Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data yang diperlukan
untuk dijadikan sebagai
bahan pertimbangan
dan
perhitungan, yaitu dengan cara : a) Kepustakaan Merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari literature berupa buku-buku referensi yang berkaitan dengan permasalahan khususnya cara-cara penerapan TQC dalam hal ini GKM dengan menggunakan 8 steps dan 7 tools dan metode lain yang berkaitan dengan GKM. b) Observasi ( pengamatan ) Yaitu dengan mengamati langsung kegiatan yang berhubungan dengan penerapan TQC melalui GKM di line produksi PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION. Di sini dapat diperoleh dua buah jenis data, yaitu:
9
1. Data primer : merupakan data yang didapat penulis melalui
partisipasi
aktif
dalam
meneliti
terhadap
permasalahan yang ada, dalam hal ini penanggulangan defect Air Pocket Center Armrest IMV. 2. Data sekunder : merupakan data-data yang penulis peroleh melalui analisa dan data olahan dari data primer dalam bentuk table, grafik, histogram dan lain-lain. c) Wawancara Yaitu dengan cara melakukan tanya jawab dengan pihak terkait yaitu departemen produksi dalam aktivitas GKM.
1.6 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran umum yang sistematis dan dapat memperjelas isi dari laporan, maka penulis membagi laporan ini dalam enam bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bagian. Penjelasan singkat mengenai masing-masing bab adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metodologi pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
10
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dijelaskan tentang teori yang digunakan sebagai landasan atau pedoman untuk membahas atau menganalisa masalahmasalah yang dihadapi sebagai kerangka berpikir yaitu GKM dengan alat-alat bantunya antara lain 8 steps, 7 tools, SMART, PDCA serta 5W+2H.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan diuraikan dalam bentuk tahapan studi yang dilakukan mulai dari identifikasi awal penelitian, pendefinisian, pengukuran, analisis serta tahapan usulan perbaikan dan improvement, yang akhirnya ditutup dengan suatu kesimpulan dan saran.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi pengumpulan data-data perusahaan baik data primer maupun data sekunder, dan pengolahan data yang diproses dengan menggunakan teori-teori yang ada.
BAB V ANALISA PEMBAHASAN Bab
ini
berisi
analisa
terhadap
data-data
yang
ada
pengolahannya, tahap-tahap improvement, serta evaluasi hasil.
serta
11
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan mengenai penerapan GKM yang tertera pada pengolahan data dan analisa permasalahan, serta saran-saran yang kiranya dapat dijadikan masukkan bagi perusahaan.
12
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam struktur manajemen, dikenal istilah Improvisasi Produktivitas yang terintegrasi atau Integrated Productivity Improvement, yang mempunyai makna bahwa segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi baik itu barang, jasa ataupun informasi selalu berkaitan dengan tahap-tahap improvement. Tahap-tahap ini merupakan sendi utama yang bersifat essensial dan inovatif untuk mencapai penyempurnaan tempat kerja dimana perkembangannya harus selalu dimonitor dan ditingkatkan, diantaranya :
2.1 Tahap-tahap Improvement 2.1.1 Tahap Dasar Merupakan tahapan awal yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan system improvement. Cara yang ditempuh menggunakan metode 5 S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Seitsuke) atau 5 R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) yang tergolong sebagai cara Goodhose Keeping, dimana menuntut perubahan beberapa pola tindakan seperti :
13
1. Pola Pikir dari MBO (Management By Objective) yang melihat dari sisi result hasilnya saja menjadi MBP (Management By Process) yang lebih mengutamakan proses. 2. Pola Kerja yang menuntut untuk selalu memperbaiki proses pelaksanaan untuk mencapai hasil yang optimal. 3. Pola Belajar yang memperhatikan segala aktivitas mulai dari target akhir terlebih dahulu. 4. Pola Tindakan (Perilaku) yang bersifat proaktif (adanya motivasi dalam mencari informasi) dalam menghadapi permasalahan yang ada.
2.1.2 Tahap Pengembangan (Productivity Improvement Process) Merupakan tahapan awal / fasa pertama dalam melakukan system improvement yang bersifat optimal berdasarkan pola SS (Suggestion
System)
dimana
sifatnya
penerangan/penjelasan,
sumbang saran, ataupun mengusulkan sesuatu yang diajukan langsung keatasan untuk diberikan kesempatan, jika berhasil akan diberikan penghargaan. Metode yang biasa digunakan mengikuti prinsip Kaizen (perbaikan yang berkesinambungan), Aplikasi Teknik Industri (Practical Industrial Engineering) dan QC Tools yang meliputi 7 Tools (Checksheet, Control Chart, Fishbone Diagram, dan lain-lain), 7 New Tools (Afinitas Diagram, Matrix Diagram, Tree Diagram, dan
14
sebagainya) dan penggunaan dari 8 Steps atau 7 Steps dalam continuous improvement.
2.1.3 Tahap Program Pengembangan / Pelaksanaan Adalah tahapan pelaksanaan system improvement inti dimana penggunaan program Total Quality Management (TQM) yang menuntut penggunaan Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) secara terintegrasi. Adapun yang tergolong dalam TQM, yaitu : 1. TQC (Total Quality Control), merupakan aplikasi dari prinsipprinsip kualitas dari seluruh bagian perusahaan, termasuk perhatian terhadap kepuasan pelanggan antar unit kerja, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan luar. Bagian-bagian dari TQC antara lain, GKM (Gugus Kendali Mutu), PKM (Proyek Kendali Mutu), dan SGA (Small Group Activity). 2. JIT (Just in Time), merupakan suatu metode pengendalian persediaan yang bertujuan untuk menghindari adanya pemborosan dalam produksi dimana prinsipnya bahwa bahan yang diperlukan harus tersedia saat diperlukan, dalam memproses tepat waktu, mengirim produk ke pelanggan harus tepat waktu sehingga menghasilkan inventory yang minimal. 3. TPM (Total Productive Maintenance), merupakan suatu metode pengendalian kualitas dengan cara melakukan optimasi perawatan
15
mesin-mesin produksi dalam manufaktur/industri agar objective yang berupa zero defect, zero breakdown, dan zero accident dapat tercapai.
2.1.4 Tahap Pengintegrasian Merupakan tahap akhir dari system improvement yang mengacu pada budaya perusahaan (Corporate Culture) dimana didalamnya terdapat berbagai kebijakan-kebijakan dan peraturanperaturan perusahaan yang terbentuk akibat adanya integrasi dari tahap-tahap sebelumnya. Tahap/fasa terakhir ini harus mampu meraih sistem produktivitas yang tinggi dengan memperhatikan 6 aspek penting, yaitu QCDSMPE, antara lain : 1. Quality produk yang dihasilkan harus tinggi sesuai dengan keinginan pelanggan dengan tingkat reject yang kecil. 2. Cost terhadap porduk bersifat kompetitif sehingga dapat dihasilkan harga produk yang dapat bersaing di pasar. 3. Delivery produk harus disampaikan kepada pelanggan sesuai waktu yang telah ditetapkan. 4. Safety, bermakna bahwa segala system proses kerja harus memperhatikan kecelakaan kerja.
keselamatan
kerja
sehingga
tidak
terjadi
16
5. Morale, bermakna bahwa semua karyawan haruslah mempunyai moral kerja yang baik sehingga dapat bekerja sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 6. Productivity dari produk maupun karyawan harus tinggi agar output yang dihasilkan dapat mencapai atau melebihi target, baik secara kuantitas maupun kualitas. 7. Environment, bermakna bahwa sisa-sisa produksi yang tidak terpakai dan dibuang (waste) serta limbah industri yang dihasilkan harus ramah lingkungan serta dikelola dengan baik sehingga kebersihan dan kelestarian lingkunagan dapat terjaga. Segala polusi dan pencemaran harus memenuhi standar ISO 14001.
2.2 Total Quality Control (TQC) Merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip kualitas dari seluruh bagian perusahaan, termasuk perhatian terhadap kepuasan pelanggan antar unit kerja, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan luar. TQC melakukan pendekatan kualitas menyeluruh melalui penekanan pencegahan kerusakan dan mengacu peran semua unit organisasi, yang melibatkan tidak hanya pada departemen tertentu saja seperti Departemen QC, melainkan melibatkan seluruh unsur-unsur manajemen baik itu man, machine, method, money, material, dan informasi. Pencegahan bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh satu departemen, akan tetapi pencegahan
17
menuntut perhatian akan hubungannya dengan pemasok, pelatihan, rekayasa, kebutuhan pelanggan dan pembuatan produk. Unit aktivitas yang tergolong dalam bagian dari Total Quality Control (TQC), terbagi menjadi 3 macam, yaitu : 1) Small Group Activity (SGA) Adalah sekelompok orang yang terdiri dari atasan dan bawahan, dapat bersifat cross functional / lintas sektoral yang bersama-sama melakukan system improvement dengan tujuan mensukseskan objektif dalam tahun berjalan. SGA biasanya diaplikasikan untuk kalangan middle manajemen ke atas, bersifat formal, dan berpedoman untuk meneruskan visi menuju misi, misi menuju goal dan berakhir tercapainya objektif yang diinginkan. 2) Proyek Kendali Mutu (PKM) Adalah sekelompok orang yang terdiri dari antar departemen bersama-sama ikut dalam memutar roda Deming PDCA dimana dilakukan antar tempat kerja yang berjumlah 5 – 12 orang, bertujuan untuk meningkatkan produktivitas antar lintas departemen/lintas sektoral. PKM biasa dilakukan oleh level supervisor ke atas (manajemen tingkat bawah sampai top manajemen). 3) Gugus Kendali Mutu (GKM) Gugus Kendali Mutu ( GKM ) secara definitif diartikan sebagai tim pemecah persoalan atau sekelompak pekerja dari unit kerja yang sama secara sukarela, beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang yang
18
melakukan pertemuan secara berkala dan berkesinambungan untuk melakukan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah melalui kegiatan identifikasi, memilih dan menganalisis berbagai persoalan dengan tujuan memperbaiki produktivitas dan efisiensi di tempat kerja. Biasanya GKM dilakukan oleh level operator, bukan oleh level manajemen. Ketiga kegiatan di atas dapat dilakukan di perusahaan baik yang bergerak dibidang jasa maupun non jasa.
2.3 Gugus Kendali Mutu (GKM) Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa GKM merupakan sebagai tim pemecah persoalan atau sekelompak pekerja dari unit kerja yang sama secara sukarela, beranggotakan 3 sampai dengan 20 orang yang melakukan pertemuan secara berkala dan berkesinambungan untuk melakukan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah melalui kegiatan identifikasi, memilih dan menganalisis berbagai persoalan dengan tujuan memperbaiki produktivitas dan efisiensi di tempat kerja. Biasanya GKM dilakukan oleh level operator, bukan oleh level manajemen dan terdapat seseorang yang berfungsi sebagai fasilitator. Fungsi fasilitator terbagi menjadi 4 (empat ) macam, diantaranya : 1) Peran membina, maksudnya fasilitator dibutuhkan sebagai Pembina teknis pemecahan masalah dan membina kerjasama team.
19
2) Peran penggerak, maksudnya membantu dalam penyusunan program, tidak memutuskan serta berusaha meningkatkan produktivitas dan mutu kerja sebagai staff. 3) Peran agen perubahan, maksudnya fasilitator diposisikan agar dapat menyesuaikan diri sebagai pemimpin atau karyawan dan harus berorientasi pada budaya mutu dan organisasi. 4) Peran staff ahli, maksudnya fasilitator harus mempunyai keahlian dalam policy deployment / penurunan objective ke level bawah dan dalam problem solving / cara pemecahan masalah. Adapun azas-azas umum yang perlu diperhatikan dalam menerapkan kegiatan GKM, antara lain : a. Azas informalitas karena GKM bersifat informal. Maksudnya, GKM dilakukan diluar jam kerja dan diberi upah/gaji sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. b. Azas keterlibatan total. Azas memadukan sumber daya manusia (SDM) dan Non SDM secara seimbang dengan memperhatikan synergic decision making. Hal ini dilakukan mengingat manusia sebagai sumber daya dan pengelola sumber daya. c. Azas belajar bersama-sama secara berkesinambungan dengan memutar roda Deming PDCA. d. Azas kegunaan karena keberhasilan pemecahan permasalahan yang dapat diukur dari kegunaan praktisnya.
20
e. Azas keterbukaan untuk mencapai tujuan bersama baik bersifat dari bawah ke atas (bottom up), dari atas ke bawah (top down) ataupun lintas fungsional dan structural. f. Azas loyalitas pada organisasi. Dalam melakukan GKM ada dua alternatif cara penting yang harus diketahui terlebih dahulu, yaitu menggunakan cara-cara statistik yang ditampilkan melalui 8 Steps ataupun 7 Steps. Pada prinsipnya, kedua cara tersebut sama, hanya pada 7 Steps terjadi penggabungan pada langkah 4 dan 5 menjadi satu langkah berikut adanya penekanan terhadap permasalahan yang terjadi. Alat bantu yang digunakan yaitu QC Tools dengan sarana bantu berupa metode brainstorming (sumbang saran), 7 Tools dan 8 Steps.
2.4 Sumbang Saran (Brainstorming) Sumbang saran merupakan cara pengumpulan pendapat atau ide dengan partisipasi dari seluruh peserta yang hadir. Melalui sumbang saran diharapkan akan diperoleh masukan/input sebanyak mungkin dan juga hasil/pemikiran/ide yang terbaik. Melaksanakan proses sumbang saran harus dilandaskan pada usaha untuk menerapkan pola pikir kreatif, yakni mencoba menghubungkan bendabenda, gagasan-gagasan atau objek-objek yang sebelumnya tidak berkaitan, sehingga ide-ide dapat keluar dengan banyak. Tetapi, ada prasyarat yang harus dipatuhi agar pola pikir kreatif ini dapat diterapkan, yaitu dengan
21
menyadari adanya ganjalan-ganjalan mental yang dapat menghambat proses kreativitas dan mencoba menghilangkannya. Disamping menghilangkan hambatan-hambatan tersebut, agar proses sumbang saran dapat berjalan dengan lancar, harus diperhatikan ketentuan di bawah ini, yaitu : 1) Pengumpulan ide atau pendapat dilakukan secara berputar. 2) Satu orang satu ide setiap putaran. 3) Ide baru dikemukakan setelah sampai pada gilirannya. 4) Kalau belum ada ide dapat mengucap “pass” atau “lewat”. 5) Selama sumbang saran berlangsung tidak diperkenankan memberi komentar atau mengkritik pendapat yang masuk. 6) Semua ide yang masuk dicatat. Sedangkan prosedur sumbang saran adalah sebagai berikut : a. Menulis ide-ide yang terkumpul. b. Menomori ide-ide tersebut. c. Menjaga ide-ide tersebut supaya impersonal. d. Memberi kesempatan dan menyambut agar timbul ide-ide aneh. e. Memelihara agar suasana tetap gembira, bebas, serius tapi santai dan tidak monoton. f.
Berpegang pada pedoman pokok yaitu berpikir secara kreatif.
Syarat-syarat sumbang saran meliputi : a. Jumlah peserta enam sampai dengan dua puluh orang yang ideal yaitu enam sampai dua belas orang.
22
b. Tidak perlu mempunyai pengalaman sebelumnya. c. Kedudukan anggota kelompok harus benar-benar sama. d. Menghindari adanya peninjau. e. Pemimpin harus mendorong partisipasi aktif dari setiap anggota.
2.5 7 (Tujuh) Alat Bantu Kendali Mutu / 7 Tools 2.5.1 Checksheet Falsafah berdasar dari alat Quality Control (QC) adalah “berpikir apa saja berdasar atas fakta”. Sebaliknya jangan memulai suatu kegiatan perbaikan kerja berdasarkan “ini mungkin”. Melakukan suatu kegiatan sebaiknya berdasarkan atas fakta dan data. Dengan kata lain, lakukan perbaikan kerja dengan fakta yang jelas. Cara yang tepat dan efektif dalam menangani permasalahan kualitas yaitu meneliti penyebab kerusakan yang kronis tersebut dengan data yang faktual. Persyaratan utama dalam melakukan perbaikan yaitu dengan mengumpulkan data yang tepat dan tidak berlebihan yang merupakan suatu pendekatan ilmiah untuk memecahkan masalah. Jika masalah ditemukan, maka harus ditentukan data-data yang digunakan, baik itu data lama ataupun mengumpulkan kembali data yang baru berbagai data terdahulu sebaiknya dipelajari dan diuji untuk mengetahui validitasnya, sebelum diseleksi untuk dianalisa. Di tempat kerja, checksheet dapat digunakan untuk bermacam-macam jenis pengumpulan data. Misal, pemeriksaan jumlah yang mengalami kegagalan, pemeriksaan mesin,
23
neraca penjualan, pemakaian telepon dan sebagainya. Contoh ini menunjukkan bahwa bermacam hal yang dibutuhkan untuk diteliti dalam tempat kerja dapat dinyatakan dalam sebuah checksheet. Checksheet adalah alat untuk klasifikasi data dengan cara menyederhanakannya dengan memberikan tanda untuk dibaca dan bukan untuk ditulis dan merupakan lembar periksa yang berbentuk formulir isian dimana item yang diperiksa sudah tertera didalamnya. Secara teori, pengumpulan dan pencatatan data nampaknya mudah, tetapi pada kenyataannya sulit. Agar tidak terjadi kesalahan dalam
penulisannya
diusahakan
membuat
checksheet
dengan
menggunakan tanda dan simbol yang sederhana dan menyusunnya secara
otomatis
tanpa
perlu
menyalin
kembali.
Kata
Check
(pemeriksaan) mempunyai beberapa penjelasan kandungan isinya, yaitu : Check melibatkan urutan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Mengamati semua hal yang diperlukan untuk dilaporkan di tempat kerja. 2) Menguraikan kondisi normal dan abnormal. 3) Mencatat data yang diperlukan dan meneruskan informasi yang dibutuhkan ke tempat yang sesuai. 4) Dalam kondisi yang sangat abnormal, dapat melakukan identifikasi penyebabnya, dan menetapkan suatu “tindak perbaikan” untuk mencegah terulang kembali.
24
Hal-hal penting untuk Check yang lebih baik adalah : 1) Menguraikan maksud dari pemeriksaan. 2) Menggunakan metode 5W + 2H untuk pemeriksaan. 3) Memahami proses pengumpulan data, perhitungan dan system penggunaan dengan informasi melalui prosedur check yang mudah dan analisa yang sesuai. 4) Menetapkan “tindak perbaikan” dari check dengan memberikan semua tanggung jawab yang berkaitan kepada pihak yang bersangkutan. Tujuan check dapat dikelompokkan menurut tempat kerja, sebagai berikut : a. Untuk pengendalian operasi harian. b. Untuk studi kasus. c. Untuk maksud pencatatan.
2.5.2 Stratifikasi Definisi stratifikasi menurut Japan Industrial Standard Comitte ( JIS Z 8101 ) dalam pengertian pengendalian mutu adalah : Catatan : Stratifikasi yang baik adalah dimana sebanyak mungkin data
yang seragam dikelompokkan ke
dalam sebuah strata dan dimana terdapat perbedaan yang jelas diantara strata.
25
Stratifikasi dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dimana penerapannya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki hidup manusia, seperti : a. Dalam
suatu
proses
analisa beberapa
penyebab,
untuk
mengurangi cacat. b. Dalam suatu proses identifikasi beberapa penyebab untuk penyebaran data yang lebar seperti “twin peak histogram” atau untuk melokalisasi data di luar batas spesifikasi. c. Dalam suatu proses identifikasi beberapa penyebab, untuk perubahan situasi seperti penambahan dan penurunan jumlah penjualan atau persediaan. d. Dalam suatu proses pengambilan keputusan prioritas yang akan diambil untuk sebuah kecelakaan. Stratifikasi dapat digunakan terhadap berbagai macam unsur yang dapat dikelompokkan misalnya, menurut orang, mesin jenis produk dan sebagainya. Contoh : Variasi dalam ukuran pembuatan suatu peralatan oleh operator atau mesin, atau sejumlah kegagalan dari jalur produksi atau proses berbeda. Dalam hal ini, kita dapat menyusun stratifikasi apa saja, namun mudah dikelompokkan menjadi 4M, yaitu Manusia, Mesin, Material, Metode. a. Manusia Operator, seksi, shift, jenis kelamin, lama bekerja di perusahaan.
26
b. Mesin atau Alat Jenis mesin, tua atau baru, jenis ayakan, dan sebagainya. c. Material Asal
barang,
bagian
kelompok,
pemasok,
vendor,
dan
sebagainya. d. Metode Kondisi operasi : temperature, tekanan, kecepatan, metode operasi dan sebagainya. Waktu : pagi-siang-malam, segera setelah kerja dimulai, tepat sebelum kerja berakhir, bulan ,musim, sebelum atau sesudah mesin diatur dan sebagainya. Pemeriksaan, pengukuran : pemeriksaan, tempat pemeriksa, metode pemeriksaan, tempat pengukuran, metode pengukuran dan sebagainya. e. Lain-lain Cuaca, temperature, kelembaban, dan sebagainya.
2.5.3 Diagram Pareto Masalah mutu nampak dalam bentuk kerugian (item-item kerusakan dan biaya). Penting sekali dijelaskan contoh distribusinya. Kebanyakan kerugian disebabkan jenis cacat yang sangat sedikit, dan cacat ini dapat disebabkan oleh sejumlah penyebab yang sangat kecil. Jika penyebab cacat Vital Few dikenali, maka dapat mengeliminasi
27
hampir semua kerugian dengan memusatkan pada penyebeb masalah dan membiarkan cacat Trivial Many. Dengan menggunakan diagram Pareto, jenis masalah sejenis dapat segera dipecahkan secara efisien. Sebuah diagram Pareto adalah suatu metode identifikasi “Vital Few” dan mempunyai dua tipe, yaitu :
2.5.3.1 Diagram Pareto dengan Phenomena Ini adalah sebuah diagram berkenaan dengan hasil yang baik dikehendaki, dan digunakan untuk menemukan apa masalah utamanya. 1. Kualitas : Cacat, kesalahan, kegagalan, keluhan, barang yang dikembalikan, perbaikan. 2. Biaya
: Jumlah kerugian, pengeluaran.
3. Delivery : Kekurangan persediaan, pembatalan pembayaran, penangguhan penyerahan. 4. Safety
: Kecelakaan, kesalahan, kehancuran.
2.5.3.2 Diagram Pareto dengan Penyebab Ini adalah diagram yang berkenaan dengan penyebab dalam proses dan digunakan untuk menemukan apa penyebab utama masalahnya. 1. Operator : Shift, group, usia, pengalaman, keahlian, individual, operator.
28
2. Mesin
: Mesin, peralatan, perkakas, organisasi, model,
instrument. 3. Material : Manufaktur, pabrik, lot, jenis. 4. Metode : Kondisi, order, pengaturan, cara kerja.
2.5.4 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) Keluaran (output) hasil proses dapat ditandai oleh beberapa macam faktor, dan hubungan sebab akibatnya dapat ditemukan diantara faktor-faktor tersebut dapat menetapkan struktur atau suatu kelipatan hubungan sebab akibat dengan mengamatinya secara sistematis. Akan sangat sulit memecahkan masalah yang rumit tanpa mempertimbangkan struktur tersebut karena terdiri dari suatu rantai sebab akibat dan surat diagram sebab akibat. Cause and effect diagram : a diagram which shows the relations between a quality charactheristic and factors. Sekarang penggunaan diagram fishbone bukan hanya untuk perlakuan karakteristik mutu produk saja, tetapi juga dalam bidang lainnya dan telah digunakan diseluruh dunia. Membuat diagram sebab akibat yang berguna bukan tugas yang mudah. Dapat dikatakan bahwa siapa yang berhasil dalam memecahkan masalah pengendalian mutu diagram sebab akibat yang berguna.
29
2.5.5 Histogram Histogram adalah suatu rangkaian berbentuk empat persegi panjang yang sebanding dalam lebar rentang nilai di dalam suatu kelas dan sebanding dalam tinggi ke jumlah item yang terletak di dalam kelas. Keuntungan histogram diantaranya : 1) Bentuk persegi panjang menunjukkan tiap kelas tersendiri dalam distribusinya. 2) Area setiap persegi panjang menunjukkan proporsi jumlah total observasi yang terjadi dalam kelas.
2.5.6 Scatter Diagram Diagram Scatter adalah suatu diagram yang menunjukkan adanya hubungan dua variabel yang saling terkait satu sama lain. Dua variablevariabel tersebut adalah : 1. Suatu karakteristik mutu dan faktor yang mempengaruhinya. 2. Dua karakteristik mutu yang mempengaruhinya. Dalam penerapannya, diagram Scatter menggunakan analisa korelasi dan analisa regresi untuk memahami hubungan antara dua variabel secara kuantitatif sehingga nilainya dapat diketahui dengan jelas.
30
2.5.7 Control Charts Merupakan suatu diagram yang mengeliminasi variasi yang tidak normal dimana disebabkan oleh assignable cause dan chance cause. Peta kendali terdiri dari garis tengah, sepasang garis kendali yang terletak di atas dan di bawah garis tengah dimana nilai-nilai karakteristiknya di-plot pada peta yang menunjukkan keadaan suatu proses. Jika semua nilai yang di-plot dalam batas kendali tanpa suatu kecenderungan tertentu, prosesnya dianggap dalam keadaan terkendali. Tetapi, jika terletak di luar batas kendali atau menunjukkan suatu bentuk aneh (tidak biasanya), prosesnya dinilai tidak terkendali. Kualitas suatu produk yang dibuat dalam suatu proses disertai oleh variasi yang tak terelakkan, dimana dibagi kedalam dua tipe, yaitu : 1) Chance Cause : Variasi yang tidak dapat dihindari dan tidak terelakkan terjadi dalam proses, meskipun operasinya dikerjakan dengan bahan baku dan metode yang telah distandarisasi. 2) Assignable Cause : Variasi yang berarti adanya faktor penting yang perlu diselidiki, bersifat dapat dihindari dan tidak boleh diabaikan. Ada dua tipe peta kendali, yaitu untuk nilai kontinyu (peta untuk nilai rata-rata “x” dan range “R” serta peta untuk nilai yang diukur “x” dan lainnya untuk nilai discrete, peta untuk jumlah satuan kerusakan “pn”, fraksi kerusakan “p”, jumlah cacat “c”, dan jumlah cacat per unit “u”.
31
a.
Nilai Kontinyu 1) Peta x-R : Peta yang digunakan untuk mengendalikan dan menganalisa suatu proses menggunakan nilai kontinyu mutu produk seperti, berat atau konsentrasi dimana diberikan sejumlah besar informasi pada prosesnya. Aplikasi peta tersebut biasanya digabungkan bersama untuk mengendalikan variasi dalam suatu sub kelompok. 2) Peta x : Peta yang menggunakan data-data yang diperoleh pada suatu interval yang lama atau sub kelompok data yang tidak efektif dimana “Rs” sebagai data berurutan digunakan untuk menghitung batas kendalinya.
b.
Nilai Discrete 1) Peta pn, p : Peta yang digunakan bilamana karakteristik mutu ditunjukkan oleh sejumlah satuan kerusakan atau fraksi kerusakan. Peta pn untuk ukuran contoh yang tetap, sedangkan peta p untuk ukuran contoh yang tidak beraturan. 2) Peta c, u : Peta yang dipakai untuk mengendalikan dan menganalisa suatu proses karena cacat suatu produk, seperti goresan pada plat logam, jumlah kerusakan solderan bagian dalam seperangkat TV atau anyaman tenun yang tidak rata. Peta c digunakan untuk suatu produk yang berukuran tetap, sedangkan peta u digunakan untuk suatu produk yang tidak beraturan.
32
2.6 Delapan Langkah PDCA (DELTA PDCA)
Langkah 1 : Menentukan Tema dan Judul A. Menentukan Prioritas Masalah Tahap paling awal dari kegiatan perencanaan ini dimulai dengan : 1) Mencoba mengamati dengan seksama dan mendalam bidang/sektor pekerjaan yang dihadapi saat ini untuk kemudian merangkai prosedur darimana pekerjaan tersebut dimulai sampai dengan siapakah pelanggan atau proses berikutnya. 2) Mengumpulkan data atau melakukan pengamatan di lapangan, apakah terdapat penyimpangan dari prosedur yang ada atau mungkin ada keluhan dari pelanggan/proses berikutnya, atau bahkan mungkin menyadari ada hal-hal yang dirasakan peningkatan mutu. 3) Berdasarkan hasil pengumpulam data dan pengamatan tersebut, membuat stratifikasi (pemilahan) masalah. 4) Sesudah masalah dipilah-pilah, menentukan masalah yang ingin diatasi dengan membuat perbandingan antara masalah-masalah tersebut. Perbandingan yang dianut haruslah menggunakan dasar pembanding
yang berimbang dan
masuk
akal.
Kemudian
menggunakan alat-alat Bantu yang dapat menjelaskan mengapa masalah tertentu mendapat prioritas untuk diatasi. Contoh alat yang digunakan antara lain Pareto Diagram dan Scatter Diagram.
33
5) Menyebutkan alasan terhadap masalah yang dipilih. Adapun hal-hal yang mempengaruhi penentuan prioritas masalah ini antara lain : a.
Tingkat kesulitan untuk penanggulangan.
b.
Hubungannya dengan target/rencana perusahaan.
c.
Waktu penyelesaian.
d.
Hasil yang diharapkan.
e.
Tingkat pemahaman dan pengetahuan.
f.
Tingkat kepentingan atau emergensi.
B. Merumuskan Tema dan Judul Tema adalah suatu kalimat berupa pernyataan yang menunjukkan “Tujuan Akhir” dari upaya mengatasi masalah yang telah diprioritaskan. Oleh sebab itu, tema biasanya diawali dengan adanya penggunaan kata kerja. Judul adalah suatu kalimat bagian dari tema yang secara spesifik menunjukkan “area” yang akan diperbaiki atau ditingkatkan mutunya (improvement
system
approach).
Biasanya
judul
juga
dengan
penggunaan kata kerja. Pembuatan judul dimaksudkan untuk mempersempit ruang lingkup (scope) dari permasalahan yang bertujuan untuk mempermudah dalam mencari dan menganalisis faktor penyebab. Dalam menjalankan aktivitas GKM, masih terdapat prinsip yang harus diperhatikan dalam menentukan tema yaitu SMART. Adapun makna dari SMART adalah sebagai berikut :
34
1. Specific yaitu tema yang dipilih tidak terlalu umum sebab nantinya akan susah dalam menganalisa penyebabnya dan menentukan tindakan pemecahannya. 2. Measureable yaitu memilih tema yang didukung oleh data yang akurat, agar bisa terukur dengan jelas keberhasilan dari improvement yang dilakukan. 3. Achievable, pilih tema yang sekiranya dapat di improve yang dapat dicapai sesuai dengan kemampuan gugus. 4. Reasonable, berikan alasan yang tepat, kenapa memilih tema “A” bukan tema “B” atau tema-tema yang lain. 5. Time base, pilih tema yang tindakan perbaikannya mungkin untuk dilakukan dalam batas waktu yang telah ditentukan ( tidak butuh waktu yang berlarut-larut ).
Langkah 2 : Menentukan Penyebab Utama Setelah memilih penyebab
yang dianggap dominan, langkah
selanjutnya yaitu berusaha mengetahui sejauh mana korelasi antara sebab dengan akibat tersebut, atau sejauh mana penyebab-penyebab itu memang berpengaruh terhadap timbulnya masalah. Atau dengan kata lain, peyebabpenyebab tersebut harus diuji kebenarannya.
35
Jadi, bila pada langkah sebelumnya, dalam menentukan faktor-faktor penyebab yang berpengaruh masih didasarkan pada dugaan (hipotesa) semata, maka pada langkah ini menguji apakah dugaan itu memang sesuai dengan kenyataan. Proses
pengujian
hipotesa
dapat
dimulai
dengan
melakukan
pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengambil data atau sample, sebagai bahan dasar pengujian hipotesa. System pengujian dapat menggunakan alat Bantu berupa Checksheet, Scatter Diagram, dan lain-lain. Berdasarkan data hasil pengujian hipotesa tersebut, dapat dibuat “Pareto” penyebab yang paling utama (dominan). Penyebab yang paling utama ini yang akan menjadi dasar penyusunan rencana perbaikan.
Langkah 3 : Mencari Penyebab Masalah Suatu tahap untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diduga dapat mejadi penyebab timbulnya masalah. Masalah tersebut adalah hal yang akan diatasi sesuai dengan judul yang telah ditetapkan pada langkah 1. biasanya
digunakan
alat
Bantu
berupa
Fishbone
Diagram
untuk
menggambarkan hubungan sebab-akibat atau alat lain yang dirasakan lebih cocok bila pola hubungan sebab-akibat dari masalah tersebut sangat kompleks. Dalam mencari penyebab perlu diperhatikan keterlibatan semua anggota GKM dalam menjalankan sumbang saran dapat dilihat dari selain banyaknya ide/saran, juga ditentukan oleh banyaknya jumlah cabang tulang
36
ikan pada Fishbone Diagram yang dibuat. Semakin banyak cabang, semakin tajam pula analisa pencarian penyebab tersebut. Dalam hal ini dapat berpedoman pada pola 4M dan 1E (Machine, Method, Man, Material, dan Environment). Meskipun demikian, tidak semua unsur tersebut harus dipilih sebagai penyebab jika memang dianggap tidak cukup dominan.
Langkah 4 : Membuat Rencana Perbaikan dan Menentukan Target Setelah prioritas masalah, tema dan judul dan penyebab utama telah ditentukan, maka tahap akhir dari perencanaan (Plan) adalah membuat rencana perbaikan dan menetapkan target. Untuk membuat rencana perbaikan biasanya menggunakan alat Bantu “5W + 2H”, diantaranya adalah a.
WHY? Berisi alasan yang menyatakan : Mengapa rencana perbaikan perlu dilakukan terhadap penyebab utama.
b.
WHAT? Berisi : Apa rencan perbaikan yang diusulkan untuk mencapai kondisi yang diinginkan pada item di atas.
c.
WHERE? Menunjukkan : Dimana lokasi yang tepat untuk melaksanakan rencana perbaikan.
d.
WHEN? Menunjukkan
:
Alokasi
waktu
menghasilkan suatu perbaikan.
yang
diperkirakan
dapat
37
e.
WHO? Menunjukkan : Penanggung jawab terhadap pelaksanaan perbaikan termasuk mengumpulkan data dan membuat laporan kemajuan perbaikan.
f.
HOW? Berisi : Bagaimana metode (cara) untuk memperbaiki factor penyebab
g.
HOW MUCH? Berisi : Berapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan langkah perbaikan dari awal sampai akhir.
Penetapan target dimaksudkan untuk menetapkan secara jelas sasaran yang hendak dituju sehingga pada saat membuat standar hasil tidak mengalami kesulitan dalam menentukan perameternya. Adapun pedoman penetapan target meliputi : 1) Target yang diperoleh dengan cara membuat perkiraan secara matematis terhadap kemungkinan yang dapat dicapai jika tiap-tiap penyebab utama diatasi. 2) Target juga dapat ditetapkan berdasarkan prestasi terbaik yang pernah diraih oleh GKM yang bersangkutan. 3) Membuat target harus berlandaskan pada prestasi yang pernah dicapai oleh GKM lain yang mempunyai proses kerja yang sama.
38
4) Target dapat ditentukan dengan melihat kondisi prestasi yang pernah dicapai oleh perusahaan lain (yang dianggap pesaing) untuk proses kerja yang sama. Target dapat dinyatakan dalam bentuk persentase atau satuan/ukuran tertentu sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan.
Langkah 5 : Melaksanakan Rencana Perbaikan Langkah ini menerapkan suatu system yang dikenal sebagai “Trial and Error” dimana dilakukan terlebih dahulu uji coba perbaikan beberapa kali. Dengan demikian bukan hal yang mustahil apabila pada saat pelaksanaannya terjadi error karena banyaknya uji coba yang dilakukan yang tentunya tidak akan selalu berjalan mulus. Langkah-langkah yang harus diperhatikan disini antara lain : 1) Melaksanakan rencana perbaikan bersama-sama sesuai dengan rencana yang telah disusun. 2) Melakukan percobaan berulang-ulang bahkan dapat meninjau kembali rencana yang sudah disusun karena belum tentu rencana yang telah ditulis sesuai dengan pelaksanaannya. 3) Melakukan pengamatan dan mengumpulkan data serta mencatat hal-hal yang terjadi selama pelaksanaan. 4) Catatan pelaksanaan dapat dituangkan dalam bentuk gambar teknis, log sheet dan lain-lain untuk memudahkan analisa.
39
Langkah 6 : Meneliti Hasil Merupakan tahapan untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana pelaksanaan perbaikan/peningkatan mutu ini membawa hasil yang biasanya dilakukan rencana perbaikan dengan sesudah dilaksanakan perbaikan. Berbagai alat Bantu dapat dipakai untuk dapat membuktikan perbedaannya dengan syarat alat Bantu tersebut haruslah konsisten dan seefisien mungkin. Apabila hasil yang dicapai tidak memenuhi target, maka jalan terbaik adalah meninjau kembali rencana perbaikan. Kemungkinan untuk merevisi rencana perbaikan dapat dilakukan yaitu dengan mengulang kembali ke langkah empat dan lima sampai menghasilkan target yang diharapkan.
Langkah 7 : Membuat Standar Baru Penetapan standarisasi sangat penting dan diperlukan dengan maksud untuk memelihara kegiatan perbaikan secara konsisten pada suatu tingkat atau level tertentu. Standar yang dibuat, bukan saja bermanfaat bagi GKM yang bersangkutan, tetapi juga sangat bermanfaat bagi semua orang atau siapapun yang melaksanakan pekerjaan sejenis. Dengan demikian, standarisasi akan menuntut dua macam kegiatan yaitu menentukan standar dan memelihara standar. Apabila GKM berbicara tentang 4M dan 1E (Machine, Method, Man, Material, dan Environment) dilangkah 2, maka faktor-faktor tersebut menjadi awal pembuatan standar.
40
Setiap pelaksana (dalam hal ini anggota GKM) harus selalu memantau standar yang dibuat dengan maksud supaya dapat mengetahui hasil perbaikan atau peningkatan mutu telah diterapkan dengan benar. Standar prosedur dan standar hasil perlu dirumuskan karena bila standar prosedur dipatuhi dan dilaksanakan dengan benar dan konsisten, maka standar hasil adalah kepastian yang akan diperoleh. Standar prosedur dapat dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan (Standard Operation Procedure / SOP) dan standar hasil dijabarkan dalam bentuk unjuk kerja (Performance). Pada langkah 7 berlaku juga istilah Pendokumentasian standar sudah teruji dan diakui sehingga standar hasil tersebut bukan lagi standar bagi anggota GKM yang bersangkutan saja, akan tetapi menjadi standar kelompok kerja. Langkah 8 : Membuat Rencana Selanjutnya Pada prinsipnya langkah 8 ini merupakan suatu kegiatan “ACTION” pada PDCA. Dikatakan Action karena suatu hasil perbaikan di langkah “CHECK” (6) harus ditindaklanjuti. Dua hal yang mendasari statemen di atas, yaitu pertama, apabila hasil perbaikan ternyata tidak memenuhi sasaran, dalam arti tidak meningkatkan mutu, maka tindak lanjutnya adalah kembali ke langkah sebelumnya. Kedua, apabila ternyata hasil perbaikan telah memenuhi sasaran, maka action selanjutnya ialah mencegah agar masalah lama tidak terulang lagi dengan cara membakukan cara kerja baru
41
(standarisasi)
sekaligus
merancang
rencana
perbaikan
berikutnya
(Continuous Improvement). Menyusun rencana berikutnya dapat dilakukan melalui proses yang sama dengan langkah pertama (Planning). Pengalaman melaksanakan proyek peningkatan mutu sebelumnya sangat bermanfaat dalam membuat rencana berikutnya. Cara terbaik membuat proyek baru ini adalah dari hasil perbaikan di langkah 6, terutama bila ternyata gambaran diagram pareto masih menunjukkan balok-balok yang cukup tinggi, maka permasalahan ini masih relevan untuk diangkat sebagai alternatif tema baru.
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan diuraikan dalam bentuk tahapan studi yang dilakukan mulai dari identifikasi awal penelitian, pendefinisian, pengukuran, analisis serta tahapan usulan perbaikan dan improvement, yang akhirnya ditutup dengan suatu kesimpulan dan saran. Deskripsi dilengkapi dengan penyajian flowchart yang disajikan pada gambar 3.1 untuk memudahkan dalam melihat tahapan penelitian.
3.1 Tahap Identifikasi Awal Penelitian Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah Gugus Kendali Mutu. Dalam studi pendahuluan yang telah dilakukan, didapatkan suatu kenyataan bahwa metode Gugus Kendali Mutu yang diterapkan pertama kali oleh negara Jepang pada tahun 1962 – hingga saat ini - dapat diterima dan dikembangkan secara luas oleh dunia industri. Konsep Gugus Kendali Mutu ini menawarkan penyelesaian menyeluruh terhadap perbaikan manajemen kualitas yang ada di perusahaan tidak hanya ditinjau dari satu sisi kualitas proses dan produk, tetapi juga dari aspek keinginan customer akan suatu produk, sistem pengukuran kualitas yang digunakan perusahaan hingga pada sistem pengendalian proses
43
untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya penyebab-penyebab kecacatan yang tidak terduga.
3.1.1
Latar Belakang Permasalahan Tahapan pertama adalah identifikasi latar belakang permasalahan yang
dilakukan pada dua hal utama, yaitu identifikasi penentuan tema penelitian dan identifikasi penentuan tempat penelitian beserta permasalahan yang terjadi yang sesuai dengan tema penelitian yang telah diambil. Objek pada penelitian ini adalah PT. IRC INOAC INDONESIA PU DIVISION, sebuah pabrik manufaktur yang memproduksi part-part automotive. Pemilihan tempat penelitian ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa pabrik automotive, merupakan pabrik yang ditinjau dari sisi teknologi cukup berkembang dengan pesat, sehingga sangat dibutuhkan suatu teknik pengendalian produksi dengan metode Gugus Kendali Mutu dengan melakukan continuous improvement. Dengan adanya perkembangan teknologi yang pesat ini, maka sistem perbaikan manajemen kualitas akan sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas agar dapat survive di tengah persaingan pasar. Hal lain yang mendorong peneliti melakukan penelitian di tempat ini adalah bahwa perusahaan secara efektif dan efisien belum dapat memenuhi filosofi yang dipunyai perusahaan itu sendiri, yaitu “Produk unggulan untuk kepuasan pelanggan”. Hal ini diperkuat dengan kenyataan dari identifikasi awal penelitian di departemen Produksi bahwa defect Air Pocket Center Armrest IMV sangat tinggi tanpa ada penyelesaian pemecahan yang
44
Flow Chart Metodologi Penelitian Latar belakang permasalahan Perumusan masalah
Tahap identifikasi awal penelitian
Penentuan tujuan Studi Pustaka
Tahap penentuan tema
Tahap analisis dan interpretasi data
Menentukan tema dan judul
Menentukan penyebab utama
Mencari penyebab masalah
Membuat rencana perbaikan dan Menentukan target
Tahap usulan perbaikan dan perbaikan
Melaksanakan rencana perbaikan
Meneliti hasil
Tahap evaluasi dan tindak lanjut
Membuat standard baru Membuat rencana selanjutnya
Kesimpulan dan saran
Kesimpulan dan saran
Gambar 3.1 Flowchart metodologi penelitian terpercaya, sehingga walaupun kualitas produk akhirnya dapat memenuhi spesifikasi, tetapi rejection ratio sangat tinggi dan berdampak pada tingkat produktivitas yang rendah.
45
3.1.2
Perumusan Masalah Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini berdasarkan keadaan yang
terjadi pada departemen Produksi PT. IRC INOAC INDONESIA PU DIVISION. Rumusan masalah disini ingin memperjelas kondisi permasalahan yang terjadi tersebut, apakah diakibatkan oleh manusia, material, metoda, mesin, atau lingkungan.
3.1.3
Penentuan Tujuan Tujuan penelitian merupakan perluasan atau penjabaran dari permasalahan
yang telah dirumuskan. Tujuan penelitian juga merupakan hasil-hasil atau tindakan yang ingin dicapai atau dilakukan pada sebuah penelitian. Pada penelitian ini, tujuan diarahkan pada langkah-langkah yang dilakukan untuk dapat menjawab perumusan masalah, serta memberikan usulan perbaikan terhadap masalah yang terjadi.
3.1.4
Studi Pustaka Studi pustaka dalam penelitian ini berfungsi sebagai penunjang atau
pedoman studi lapangan yang dilakukan. Studi pustaka mempunyai fungsi yang sangat penting karena dalam kegiatan tersebut dapat digunakan sebagai panduan untuk mendapatkan informasi terhadap studi lapangan yang dilakukan. Secara umum studi pustaka diarahkan pada pendalaman konsep Gugus Kendali Mutu. Hal ini penting dilakukan untuk dapat menggunakan tools secara tepat sesuai dengan kondisi yang terjadi. Pustaka yang dieksplorasi terdiri dari
46
berbagai media, antara lain buku pedoman Gugus Kendali Mutu, jurnal-jurnal terkait, informasi melalui website tentang Gugus Kendali Mutu, serta artikelartikel yang juga diperoleh secara online.
3.2 Tahap Penentuan Tema dan Judul Tema adalah suatu kalimat berupa pernyataan yang menunjukkan “Tujuan Akhir” dari upaya mengatasi masalah yang telah diprioritaskan. Oleh sebab itu, tema biasanya diawali dengan adanya penggunaan kata kerja. Judul adalah suatu kalimat bagian dari tema yang secara spesifik menunjukkan “area” yang akan diperbaiki atau ditingkatkan
mutunya
(improvement system approach). Biasanya judul juga dengan penggunaan kata kerja. Pembuatan judul dimaksudkan untuk mempersempit ruang lingkup (scope) dari permasalahan yang bertujuan untuk mempermudah dalam mencari dan menganalisis faktor penyebab. Dalam menjalankan aktivitas GKM, masih terdapat prinsip yang harus diperhatikan dalam menentukan tema yaitu SMART. Adapun makna dari SMART adalah sebagai berikut : 1. Specific yaitu tema yang dipilih tidak terlalu umum sebab nantinya akan susah dalam menganalisa penyebabnya dan menentukan tindakan pemecahannya.
47
2. Measureable yaitu memilih tema yang didukung oleh data yang akurat, agar bisa terukur dengan jelas keberhasilan dari improvement yang dilakukan. 3. Achievable, pilih tema yang sekiranya dapat di improve yang dapat dicapai sesuai dengan kemampuan gugus. 4. Reasonable, berikan alasan yang tepat, kenapa memilih tema “A” bukan tema “B” atau tema-tema yang lain. 5. Time base, pilih tema yang tindakan perbaikannya mungkin untuk dilakukan dalam batas waktu yang telah ditentukan ( tidak butuh waktu yang berlarut-larut ).
3.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data Tahap ini berisi pengumpulan data-data perusahaan baik data primer maupun data sekunder, dan pengolahan data yang diproses dengan menggunakan teori-teori yang ada yang terdiri dari : menentukan penyebab utama dan mencari penyebab masalah.
3.3.1
Menentukan Penyebab Utama Setelah memilih penyebab yang dianggap dominan, langkah selanjutnya
yaitu berusaha mengetahui sejauh mana korelasi antara sebab dengan akibat tersebut, atau sejauh mana penyebab-penyebab itu memang berpengaruh terhadap
48
timbulnya masalah. Atau dengan kata lain, peyebab-penyebab tersebut harus diuji kebenarannya. Jadi, bila pada langkah sebelumnya, dalam menentukan faktor-faktor penyebab yang berpengaruh masih didasarkan pada dugaan (hipotesa) semata, maka pada langkah ini menguji apakah dugaan itu memang sesuai dengan kenyataan. Proses pengujian hipotesa dapat dimulai dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengambil data atau sample, sebagai bahan dasar pengujian hipotesa. System pengujian dapat menggunakan alat Bantu berupa Checksheet, Scatter Diagram, dan lain-lain. Berdasarkan data hasil pengujian hipotesa tersebut, dapat dibuat “Pareto” penyebab yang paling utama (dominan). Penyebab yang paling utama ini yang akan menjadi dasar penyusunan rencana perbaikan.
3.3.2
Mencari Penyebab Masalah Suatu tahap untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diduga dapat
mejadi penyebab timbulnya masalah. Masalah tersebut adalah hal yang akan diatasi sesuai dengan judul yang telah ditetapkan pada langkah 1. biasanya digunakan alat Bantu berupa Fishbone Diagram untuk menggambarkan hubungan sebab-akibat atau alat lain yang dirasakan lebih cocok bila pola hubungan sebabakibat dari masalah tersebut sangat kompleks. Dalam mencari penyebab perlu diperhatikan keterlibatan semua anggota GKM dalam menjalankan sumbang saran dapat dilihat dari selain banyaknya
49
ide/saran, juga ditentukan oleh banyaknya jumlah cabang tulang ikan pada Fishbone Diagram yang dibuat. Semakin banyak cabang, semakin tajam pula analisa pencarian penyebab tersebut. Dalam hal ini dapat berpedoman pada pola 4M dan 1E (Machine, Method, Man, Material, dan Environment). Meskipun demikian, tidak semua unsur tersebut harus dipilih sebagai penyebab jika memang dianggap tidak cukup dominant.
3.4 Tahap Usulan Perbaikan dan Perbaikan Tahap ini berisi tentang berbagai usulan perbaikan dan pelaksanaannya. Masing-masing anggota GKM berhak secara aktif mengajukan usulan-usulan perbaikan berdasarkan hasil analisa penyebab timbulnya masalah serta melaksanakan rencana perbaikan tersebut yang dibantu oleh departemen terkait.
3.4.1
Membuat Rencana Perbaikan dan Menentukan Target Setelah prioritas masalah, tema dan judul dan penyebab utama telah
ditentukan, maka tahap akhir dari perencanaan (Plan) adalah membuat rencana perbaikan dan menetapkan target. Untuk membuat rencana perbaikan biasanya menggunakan alat Bantu “5W + 2H”, diantaranya adalah : a) WHY? Berisi alasan yang menyatakan : Mengapa rencana perbaikan perlu dilakukan terhadap penyebab utama.
50
b) WHAT? Berisi : Apa rencan perbaikan yang diusulkan untuk mencapai kondisi yang diinginkan pada item di atas. c) WHERE? Menunjukkan : Dimana lokasi yang tepat untuk melaksanakan rencana perbaikan. d) WHEN? Menunjukkan
:
Alokasi
waktu
yang
diperkirakan
dapat
menghasilkan suatu perbaikan. e) WHO? Menunjukkan : Penanggung jawab terhadap pelaksanaan perbaikan termasuk mengumpulkan data dan membuat laporan kemajuan perbaikan. f) HOW? Berisi : Bagaimana metode (cara) untuk memperbaiki factor penyebab g) HOW MUCH? Berisi : Berapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan langkah perbaikan dari awal sampai akhir. Penetapan target dimaksudkan untuk menetapkan secara jelas sasaran yang hendak dituju sehingga pada saat membuat standar hasil tidak mengalami kesulitan dalam menentukan perameternya. Adapun pedoman penetapan target meliputi :
51
1) Target yang diperoleh dengan cara membuat perkiraan secara matematis terhadap kemungkinan yang dapat dicapai jika tiap-tiap penyebab utama diatasi. 2) Target juga dapat ditetapkan berdasarkan prestasi terbaik yang pernah diraih oleh GKM yang bersangkutan. 3) Membuat target harus berlandaskan pada prestasi yang pernah dicapai oleh GKM lain yang mempunyai proses kerja yang sama. 4) Target dapat ditentukan dengan melihat kondisi prestasi yang pernah dicapai oleh perusahaan lain (yang dianggap pesaing) untuk proses kerja yang sama. Target dapat dinyatakan dalam bentuk persentase atau satuan/ukuran tertentu sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan.
3.4.2
Melaksanakan Rencana Perbaikan Langkah ini menerapkan suatu system yang dikenal sebagai “Trial and
Error” dimana dilakukan terlebih dahulu uji coba perbaikan beberapa kali. Dengan demikian bukan hal yang mustahil apabila pada saat pelaksanaannya terjadi error karena banyaknya uji coba yang dilakukan yang tentunya tidak akan selalu berjalan mulus. Langkah-langkah yang harus diperhatikan disini antara lain : 1) Melaksanakan rencana perbaikan bersama-sama sesuai dengan rencana yang telah disusun.
52
2) Melakukan percobaan berulang-ulang bahkan dapat meninjau kembali rencana yang sudah disusun karena belum tentu rencana yang telah ditulis sesuai dengan pelaksanaannya. 3) Melakukan pengamatan dan mengumpulkan data serta mencatat hal-hal yang terjadi selama pelaksanaan. 4) Catatan pelaksanaan dapat dituangkan dalam bentuk gambar teknis, log sheet dan lain-lain untuk memudahkan analisa.
3.5 Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut Tahap ini merupakan evaluasi dari keseluruhan aktivitas GKM dari awal hingga akhir. Dari tahap ini dapat diketahui hasil dari aktivitas yang dijalankan oleh gugus, dan dapat ditentukan standar-standar baru dalam rangka mencegah terjadinya defect Air Pocket Center Armrest IMV serta langkah –langkah apa yang harus direncanakan untuk periode selanjutnya.
3.5.1
Meneliti Hasil Merupakan tahapan untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana
pelaksanaan perbaikan/peningkatan mutu ini membawa hasil yang biasanya dilakukan rencana perbaikan dengan sesudah dilaksanakan perbaikan. Berbagai alat Bantu dapat dipakai untuk dapat membuktikan perbedaannya dengan syarat alat Bantu tersebut haruslah konsisten dan seefisien mungkin. Apabila hasil yang dicapai tidak memenuhi target, maka jalan terbaik adalah meninjau kembali rencana perbaikan. Kemungkinan untuk merevisi
53
rencana perbaikan dapat dilakukan yaitu dengan mengulang kembali ke langkah empat dan lima sampai menghasilkan target yang diharapkan.
3.5.2
Membuat Standard Baru Penetapan standarisasi sangat penting dan diperlukan dengan maksud
untuk memelihara kegiatan perbaikan secara konsisten pada suatu tingkat atau level tertentu. Standar yang dibuat, bukan saja bermanfaat bagi GKM yang bersangkutan, tetapi juga sangat bermanfaat bagi semua orang atau siapapun yang melaksanakan pekerjaan sejenis. Dengan demikian, standarisasi akan menuntut dua macam kegiatan yaitu menentukan standar dan memelihara standar. Apabila GKM berbicara tentang 4M dan 1E (Machine, Method, Man, Material, dan Environment) dilangkah 2, maka faktor-faktor tersebut menjadi awal pembuatan standar. Setiap pelaksana (dalam hal ini anggota GKM) harus selalu memantau standar yang dibuat dengan maksud supaya dapat mengetahui hasil perbaikan atau peningkatan mutu telah diterapkan dengan benar. Standar prosedur dan standar hasil perlu dirumuskan karena bila standar prosedur dipatuhi dan dilaksanakan dengan benar dan konsisten, maka standar hasil adalah kepastian yang akan diperoleh. Standar prosedur dapat dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan (Standard Operation Procedure / SOP) dan standar hasil dijabarkan dalam bentuk unjuk kerja (Performance).
54
Pada langkah 7 berlaku juga istilah Pendokumentasian standar sudah teruji dan diakui sehingga standar hasil tersebut bukan lagi standar bagi anggota GKM yang bersangkutan saja, akan tetapi menjadi standar kelompok kerja.
3.5.3
Membuat Rencana Selanjutnya Pada prinsipnya langkah 8 ini merupakan suatu kegiatan “ACTION” pada
PDCA. Dikatakan Action karena suatu hasil perbaikan di langkah “CHECK” (6) harus ditindaklanjuti. Dua hal yang mendasari statemen di atas, yaitu pertama, apabila hasil perbaikan ternyata tidak memenuhi sasaran, dalam arti tidak meningkatkan mutu, maka tindak lanjutnya adalah kembali ke langkah sebelumnya. Kedua, apabila ternyata hasil perbaikan telah memenuhi sasaran, maka action selanjutnya ialah mencegah agar masalah lama tidak terulang lagi dengan cara membakukan cara kerja baru (standarisasi) sekaligus merancang rencana perbaikan berikutnya (Continuous Improvement). Menyusun rencana berikutnya dapat dilakukan melalui proses yang sama dengan langkah pertama (Planning). Pengalaman melaksanakan proyek peningkatan mutu sebelumnya sangat bermanfaat dalam membuat rencana berikutnya. Cara terbaik membuat proyek baru ini adalah dari hasil perbaikan di langkah 6, terutama bila ternyata gambaran diagram pareto masih menunjukkan balok-balok yang cukup tinggi, maka permasalahan ini masih relevan untuk diangkat sebagai alternatif tema baru.
55
3.6 Kesimpulan dan Saran Merupakan tahapan terakhir dari penelitian yang berisi kesimpulan secara keseluruhan terhadap hasil penelitian yang dilengkapi dengan saran-saran perbaikan untuk pengembangan penelitian yang mungkin akan dilakukan pada masa yang akan datang.
56
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Data merupakan sumber inspirasi dalam melakukan langkah-langkah perbaikan, dimana data tersebut harus diolah dengan teori yang ada yaitu 7 ( tujuh ) alat bantu kendali mutu. Data di sini diperoleh dari laporan produksi di line HR-II PT. IRC INOAC INDONESIA PU-DIVISION yang berbentuk data primer maupun sekunder. Dalam pembahasan BAB IV ini akan mengikuti metodologi penelitian yang telah ditentukan dalam bab sebelumnya, yaitu meliputi : Menentukan tema dan judul, Menentukan penyebab utama, Mencari penyebab masalah, Membuat rencana perbaikan, dan menentukan target, dan Melaksanakan rencana perbaikan.
4.1
Pengumpulan Data Pengumpulan data ini diperoleh dari laporan harian yang mencatat semua
hasil produksi, seperti : jenis part yang diproduksi, jumlah produksi, dan jumlah defect dari bulan Januari sampai Maret 2007. Data berikut diambil khusus dari line HR-II dimana di line tersebut Center Armrest IMV diproduksi.
57
Tabel 4.1 Data Defect Produksi Automotive Bulan Januari ~ Maret 2007
Grafik 4.1 Defect Produksi Automotive Bulan Januari ~ Maret 2007
58
Langkah pertama yang penulis ambil dan olah adalah data yang memiliki tingkat defect yang tinggi di line produksi automotive PT. IRC INOAC INDONESIA PU DIVISION seperti data dalam table 4.1 di atas. Jumlah line produksi automotive ada 7 (tujuh) line yaitu : line HR II, HR III, HR V, Blow moulding, Vacuum, Injection, dan Interior. Menurut data dalam grafik 4.1 line HR II merupakan line yang bermasalah dimana memiliki tingkat defect tertinggi yakni mencapai 53.69 %. Dari data ini penulis bersama team GKM bermaksud untuk menindaklanjuti melalui tindakan improvement.
4.1.1 Data Primer Merupakan data yang diambil atau dikumpulkan sendiri oleh penulis dari suatu organisasi langsung melalui obyeknya. Dalam hal ini data dikumpulkan atau diambil selama 3 periode di line HR II, antara bulan Januari sampai Maret 2007 yang ditunjukkan dalam table 4.1.1.1 sampai dengan 4.1.1.3 di bawah ini. Dari data laporan produksi di bawah dapat dilihat bahwa item Center Armrest IMV memiliki tingkat repair dan defect tertinggi selama periode bulan Januari sampai Maret 2007, sehingga menarik perhatian dari pihak manajemen untuk segera diambil tindakan improvement melalui GKM.
59
Tabel 4.1.1.1 Data Laporan Produksi Line HR II Bulan Januari 2007
60
Tabel 4.1.1.2 Data Laporan Produksi Line HR II Bulan Februari 2007
61
Tabel 4.1.1.3 Data Laporan Produksi Line HR II Bulan Maret 2007
62
4.1.2 Data Sekunder Merupakan data-data yang penulis peroleh melalui analisa dan data olahan dari data primer dalam bentuk table, grafik, histogram dan lainlain. Tabel 4.1.2.1 Data Defect Produksi Line HR II Bulan Januari ~ Maret 2007
Grafik 4.1.2.1 Defect Produksi Line HR II Bulan Januari ~ Maret 2007
Tabel 4.1.2.1 di atas adalah hasil breakdown dari data laporan produksi bulan Januari sampai Maret 2007 atau kesimpulan dari table 4.1.1.1 sampai 4.1.1.3. Dalam table di atas adalah item-item part yang
63
diproduksi di line HR II dan dapat diketahui bahwa item Center Armrest IMV menduduki peringkat tertinggi untuk masalah defect sebesar 46.12 % dari total item yang ada di line HR II. Aktivitas selanjutnya adalah meneliti apa yang sebenarnya terjadi pada Center Armrest IMV dalam hal ini defect apa saja yang ada pada part tersebut sehingga menjadi sorotan manajemen karena memiliki tingkat defect tertinggi. Penulis kembali mengambil data primer dari Line HR II yaitu data Rekapitulasi Repair dari bulan Januari sampai Maret 2007 seperti dalam table 4.1.2.2 di bawah ini. Ada 7 (tujuh) jenis defect yang sering terjadi untuk item yang diproduksi di line HR II yaitu : air pocket, keropos, pinggir keras, keriput, material tidak sampai, lembek dan lainlain. Dari table 4.1.2.2 juga dapat diketahui jumlah defect untuk setiap item part menurut rank-nya, dimana defect Air Pocket pada Center Armrest IMV menduduki peringkat tertinggi. Ini menjadi penyebab kenapa penulis akan mengambil tema ini bagaimana cara menurunkan defect Air Pocket pada Center Armrest IMV agar produktivitas dari line HR II meningkat dan biaya yang diakibatkan oleh repair defect tersebut menjadi turun sesuai target manajemen.
64
Tabel 4.1.2.2 Rekapitulasi Jenis Repair Bulan Januari ~ Maret 2007 Line HR II
65
Dari table 4.1.2.2 selanjutnya penulis breakdown lagi menjadi stratifikasi Jenis Defect C/A IMV dari bulan Januari sampai Maret 2007 seperti ditunjukkan dalam table 4.1.2.3 sampai table 4.1.2.5 di bawah ini. Dari diagram paretto di bawah ini juga bisa dilihat bahwa defect tertinggi pada C/A IMV adalah Air Pocket.
Tabel 4.1.2.3 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Januari 2007
Grafik 4.1.2.2 Pareto Defect C/A IMV Bulan Januari 2007
Selanjutnya adalah stratifikasi dan pareto Jenis Defect C/A IMV bulan Februari 2007 seperti ditunjukkan dalam table 4.1.2.4 di bawah ini.
66
Dari diagram paretto di bawah ini juga bisa dilihat bahwa defect tertinggi pada C/A IMV adalah Air Pocket.
Tabel 4.1.2.4 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Februari 2007
Grafik 4.1.2.3 Pareto Defect C/A IMV Bulan Februari 2007
Selanjutnya adalah stratifikasi dan pareto Jenis Defect C/A IMV bulan Maret 2007 seperti ditunjukkan dalam table 4.1.2.5 di bawah ini. Dari diagram paretto di bawah ini juga bisa dilihat bahwa defect tertinggi pada C/A IMV adalah Air Pocket.
67
Tabel 4.1.2.5 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Maret 2007
Grafik 4.1.2.4 Pareto Defect C/A IMV Bulan Maret 2007
Selanjutnya adalah stratifikasi dan pareto Jenis Defect C/A IMV bulan Januari sampai Maret 2007 seperti ditunjukkan dalam table 4.1.2.6 di bawah ini. Dari diagram paretto di bawah ini juga bisa dilihat bahwa defect tertinggi pada C/A IMV adalah Air Pocket.
68
Tabel 4.1.2.6 Stratifikasi Jenis Defect C/A IMV Bulan Januari ~ Maret 2007
Grafik 4.1.2.5 Pareto Rata-rata Defect C/A IMV Bulan Januari ~ Maret 2007
Selanjutnya penulis mengolah data dari table 4.1.1.1 sampai 4.1.1.3 dan dari data pada table 4.1.2.6 menjadi sebuah table Data Defect Air Pocket C/A IMV bulan Januari sampai Maret seperti ditunjukkan dalam table 4.1.2.7. Dari data yang telah dikumpulkan penulis menentukan sebuah target defect Air Pocket pada C/A IMV turun menjadi 2.28 %.
69
Tabel 4.1.2.7 Data Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari ~ Maret 2007
Grafik 4.1.2.6 Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari ~ Maret 2007 Dan Target
Dari data primer dan data sekunder yang telah diolah di atas maka dapat diambil suatu tema “ Menurunkan Defect Air Pocket Center Armrest IMV di Line HR II “. Karena berdasarkan table 4.1.2.6 defect Air Pocket pada Center Armrest IMV merupakan masalah defect yang tertinggi yang harus segera dicari solusinya. Dalam menentukan tema ini, penulis menggunakan metode SMART yaitu : 1. Spesific
: Defect Air Pocket C/A IMV turun
2. Measureble : % Defect Rata-rata 27.30 % turun menjadi 2.28 % 3. Achievable : Penurunan defect sebesar 91.66 %
70
4. Reasonable : Menanggulangi % defect Air Pocket C/A IMV yang tinggi 5. Time Base
: Periode analisa dari bulan Januari sampai dengan Juli
2007 Dalam menetapkan target di atas berdasarkan beberapa alasan yaitu : 1. Target dari pihak Manajemen 2. Defect Air Pocket C/A IMV merupakan defect tertinggi 3. Menurunkan proses repair di Line HR II 4. Kesepakatan dan kemampuan Gugus Target yang telah ditetapkan tersebut dapat dilihat pada analisa grafik 4.1.2.6.
4.2
Mencari Penyebab Utama Setelah memilih penyebab yang dianggap dominan, langkah selanjutnya
yaitu berusaha mengetahui sejauh mana korelasi antara sebab dengan akibat tersebut, atau sejauh mana penyebab-penyebab itu memang berpengaruh terhadap timbulnya masalah. Atau dengan kata lain, penyebab-penyebab tersebut harus diuji kebenarannya. Jadi, bila pada langkah sebelumnya, dalam menentukan faktor-faktor penyebab yang berpengaruh masih didasarkan pada dugaan (hipotesa) semata, maka pada langkah ini menguji apakah dugaan itu memang sesuai dengan kenyataan. Proses pengujian hipotesa dapat dimulai dengan melakukan pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengambil data atau sample, sebagai bahan
71
dasar pengujian hipotesa. System pengujian dapat menggunakan alat Bantu berupa Checksheet, Scatter Diagram, dan lain-lain. Berdasarkan data hasil pengujian hipotesa tersebut, dapat dibuat “Pareto” penyebab yang paling utama (dominan). Penyebab yang paling utama ini yang akan menjadi dasar penyusunan rencana perbaikan. Untuk mencari penyebab utama dilakukan analisa terhadap kondisi yang ada di Line HR II dengan cara melukan pengamatan dan trial. Analisa kondisi yang ada ini dapat dilihat pada table 4.2 di bawah ini, dimana dalam melakukan analisa ada 5 (lima) factor yang berpengaruh terhadap terjadinya defect Air Pocket C/A IMV yaitu : Metoda, Material, Mesin, Manusia, dan Lingkungan. Berdasarkan table 4.2 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa factor penyebab utama terjadinya defect Air Pocket pada C/A IMV adalah factor Metoda dan Material.
72
73
4.3
Mencari Penyebab Masalah Suatu tahap untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang diduga dapat
mejadi penyebab timbulnya masalah. Masalah tersebut adalah hal yang akan diatasi sesuai dengan judul yang telah ditetapkan pada langkah 1. biasanya digunakan alat Bantu berupa Fishbone Diagram untuk menggambarkan hubungan sebab-akibat atau alat lain yang dirasakan lebih cocok bila pola hubungan sebabakibat dari masalah tersebut sangat kompleks. Dalam mencari penyebab perlu diperhatikan keterlibatan semua anggota GKM dalam menjalankan sumbang saran dapat dilihat dari selain banyaknya ide/saran, juga ditentukan oleh banyaknya jumlah cabang tulang ikan pada Fishbone Diagram yang dibuat. Semakin banyak cabang, semakin tajam pula analisa pencarian penyebab tersebut. Dalam hal ini dapat berpedoman pada pola 4M dan 1E (Machine, Method, Man, Material, dan Environment). Meskipun demikian, tidak semua unsur tersebut harus dipilih sebagai penyebab jika memang dianggap tidak cukup dominant. Telah diketahui dari table 4.2 bahwa factor dominan yang berpengaruh terhadap terjadinya defect adalah Metode dan Material. Kedua factor ini kemudian dianalisa kembali dengan bantuan Fishbone Diagram dengan tujuan untuk mengetahui akar masalah yang harus di segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan produktivitas produksi. Analisa dengan Fishbone Diagram dapat di lihat berikut di bawah ini yang disertai kelengkapan data hasil trial di lapangan pada table 4.3.
74
Gambar 4.3 Fishbone Diagram Defect Air Pocket C/A IMV Table 4.3 Stratifikasi Penyebab Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Mei 2007
Grafik 4.3 Pareto Penyebab Dominan Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Mei 2007
75
Dari Fishbone Diagram di atas dapat di ketahui bahwa ada 4 (empat) akar masalah yang berpengaruh langsung terhadap terjadinya defect Air Pocket C/A IMV yaitu: 1. Kemiringan mould belum sesuai dengan kemiringan part. 2. Sealing mould kurang rapat. 3. Tidak ada stopper dogu. 4. Posisi mould M1,M2 dan M3 berbeda.
4. 4 Membuat Rencana Perbaikan dan Menentukan Target Setelah prioritas masalah, tema dan judul dan penyebab utama telah ditentukan, maka tahap akhir dari perencanaan (Plan) adalah membuat rencana perbaikan
dan
menetapkan
target.
Untuk
membuat
rencana perbaikan
menggunakan alat Bantu “5W + 2H”, diantaranya adalah : a) WHY? Berisi alasan yang menyatakan : Mengapa rencana perbaikan perlu dilakukan terhadap penyebab utama. b) WHAT? Berisi : Apa rencana perbaikan yang diusulkan untuk mencapai kondisi yang diinginkan pada item di atas. c) WHERE? Menunjukkan : Dimana lokasi yang tepat untuk melaksanakan rencana perbaikan.
76
d) WHEN? Menunjukkan
:
Alokasi
waktu
yang
diperkirakan
dapat
menghasilkan suatu perbaikan. e) WHO? Menunjukkan : Penanggung jawab terhadap pelaksanaan perbaikan termasuk mengumpulkan data dan membuat laporan kemajuan perbaikan. f) HOW? Berisi : Bagaimana metode (cara) untuk memperbaiki factor penyebab g) HOW MUCH? Berisi : Berapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan langkah perbaikan dari awal sampai akhir. Penetapan target dimaksudkan untuk menetapkan secara jelas sasaran yang hendak dituju sehingga pada saat membuat standar hasil tidak mengalami kesulitan dalam menentukan perameternya. Adapun pedoman penetapan target meliputi : 1) Target yang diperoleh dengan cara membuat perkiraan secara matematis terhadap kemungkinan yang dapat dicapai jika tiap-tiap penyebab utama diatasi. 2) Target juga dapat ditetapkan berdasarkan prestasi terbaik yang pernah diraih oleh GKM yang bersangkutan.
77
3) Membuat target harus berlandaskan pada prestasi yang pernah dicapai oleh GKM lain yang mempunyai proses kerja yang sama. 4) Target dapat ditentukan dengan melihat kondisi prestasi yang pernah dicapai oleh perusahaan lain (yang dianggap pesaing) untuk proses kerja yang sama. Target dapat dinyatakan dalam bentuk persentase atau satuan/ukuran tertentu sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan. Tabel 4.4 berikut ini merupakan rencana perbaikan yang akan diambil oleh Gugus dengan menggunakan alat Bantu 5W + 2H.
Sedangkan target yang ditetapkan oleh
penulis untuk setiap akar penyebab terjadinya defect Air Pocket pada Center Armrest IMV menurut table 4.4 adalah sebagai berikut : 1. Defect yang disebabkan oleh kemiringan mould tidak sesuai dengan kemiringan part targetnya adalah 0.96 %. 2. Defect yang disebabkan karena tidak adanya stopper setting dogu targetnya adalah 0.48 %. 3. Defect yang disebabkan karena posisi mould berbeda antara mould 1, mould 2 dan mould 3 targetnya adalah 0.16 %. 4. Defect yang disebabkan karena sealing mould kurang rapat targetnya adalah 0.68%.
78
Tabel 4. 4
79
4. 5 Melaksanakan Rencana Perbaikan Langkah ini menerapkan suatu system yang dikenal sebagai “Trial and Error” dimana dilakukan terlebih dahulu uji coba perbaikan beberapa kali. Dengan demikian bukan hal yang mustahil apabila pada saat pelaksanaannya terjadi error karena banyaknya uji coba yang dilakukan yang tentunya tidak akan selalu berjalan mulus. Langkah-langkah yang harus diperhatikan disini antara lain : 1) Melaksanakan rencana perbaikan bersama-sama sesuai dengan rencana yang telah disusun. 2) Melakukan percobaan berulang-ulang bahkan dapat meninjau kembali rencana yang sudah disusun karena belum tentu rencana yang telah ditulis sesuai dengan pelaksanaannya. 3) Melakukan pengamatan dan mengumpulkan data serta mencatat hal-hal yang terjadi selama pelaksanaan. 4) Catatan pelaksanaan dapat dituangkan dalam bentuk gambar teknis, log sheet dan lain-lain untuk memudahkan analisa. Dalam melaksanakan rencana perbaikan ini, masing-masing penyebab terjadinya masalah dalam fishbone diagram dicari solusinya dengan cara PDCA. PDCA ini bisa dilakukan lebih dari satu kali dengan tujuan agar sasaran yang ingin dicapai benar-benar terwujud. Detail pelaksanaan rencana perbaikan ini dibahas dalam table 4.5 di bawah ini.
80
Tabel 4. 5
81
82
83
Menurut table 4.5 di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua factor yang di tindak yakni factor Metoda dan Material. Segala aktifitas tersebut melalui proses trial and error dengan lebih dari satu PDCA. Kesimpulan dari pelaksanaan rencana perbaikan tersebut adalah sebagai berikut : a.
Faktor Metoda 1. Kemiringan mould disesuaikan dengan kemiringan part dengan cara posisi mould M1 dibuat miring 7º, dan mould M2 dan M3 dibuat miring 4º. Kondisi ini setelah diadakan trial berhasil menghilangkan defect Air Pocket. Improvement ini menghabiskan dana sebesar Rp. 26.480,-. 2. Membuat stopper dan melakukan setting stopper dogu dengan cara melakukan setting dogu pada mould M1 pada jarak 335 mm, sedangkan M2 pada jarak 131 mm, dan M3 pada jarak 206 mm. Setelah dievaluasi hasil setting ini berhasil menurunkan defect Air Pocket. Improvement ini menghabiskan dana sebesar Rp. 53.583,-. 3. Posisi mould M2 dan M3 disamakan dengan M1. Aktivitas ini tidak mungkin dilakukan karena carry mould ukurannya sudah standard yaitu panjangnya 900 mm, sedangkan panjang mould 540 mm. Sehingga mould M2 dan M3 tidak mungkin posisinya dibuat memanjang seperti mould M1.
84
b.
Faktor Material Yaitu dengan melakukan sealing ulang mould dengan tujuan agar burry yang ditimbulkan tidak terlalu tebal. Improvement ini menghabiskan dana sebesar Rp. 31.672,-.
85
BAB V ANALISA PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas analisa hasil yang diperoleh oleh Gugus dalam aktivitas improvement yang telah dilakukan. Tahap ini merupakan evaluasi dari keseluruhan aktivitas GKM dari awal hingga akhir. Dari tahap ini dapat diketahui hasil dari aktivitas yang dijalankan oleh gugus, dan dapat ditentukan standarstandar baru dalam rangka mencegah terjadinya defect Air Pocket Center Armrest IMV serta langkah –langkah apa yang harus direncanakan untuk periode selanjutnya.
5.1
Meneliti Hasil Merupakan tahapan untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana
pelaksanaan perbaikan/peningkatan mutu ini membawa hasil yang biasanya dilakukan rencana perbaikan dengan sesudah dilaksanakan perbaikan. Berbagai alat Bantu dapat dipakai untuk dapat membuktikan perbedaannya dengan syarat alat Bantu tersebut haruslah konsisten dan seefisien mungkin. Apabila hasil yang dicapai tidak memenuhi target, maka jalan terbaik adalah meninjau kembali rencana perbaikan. Kemungkinan untuk merevisi
86
rencana perbaikan dapat dilakukan yaitu dengan mengulang kembali ke langkah empat dan lima sampai menghasilkan target yang diharapkan. Dari table 5.1.1 dapat dilihat dengan jelas bahwa langkah-langkah perbaikan telah berhasil. Ini bisa diketahui dari penurunan defect Air Pocket C/A IMV turun di bulan Juli 2007 yaitu menjadi 1.78 %. Hasil yang telah dicapai ini melebihi target yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu sebesar 2.28 %. Ini menunjukkan keberhasilan Gugus dalam mencari solusi terbaik demi menurunkan biaya repair akibat tingginya tingkat reject akibat defect Air Pocket C/A IMV. Keberhasilan ini tidak lepas dari hasil kerjasama team yang baik di dalam Gugus dimana peran setiap individu sangatlah penting dalam menyumbangkan ide dan saran-saran improvement. Ide-ide seperti ini akan seslalu diperlukan oleh Gugus secara khusus dan oleh manajemen secara umum dalam rangka melakukan aktivitas Continuous Improvement dalam segala hal demi tercapainya visi dan misi perusahaan. Dari table 5.1.2 dapat dilihat juga bahwa langkah-langkah improvement yang diambil, tidak hanya telah berhasil menurunkan defect Air Pocket tetapi juga telah berhasil menurunkan defect-defect yang lain seperti : keriput, pinggir keras, material tidak sampai, dan lembek. Ini bisa dilihat dari defect yang terjadi di bulan Juli 2007. Penurunan defect Air Pocket C/A IMV ini dapat dilihat juga pada diagram pareto grafik 5.1.3 dimana jumlah produksi dibulan Juli sebanyak 1289 pcs dan terdapat defect Air Pocket sebanyak 23 pcs. Ini adalah suatu angka yang cukup berhasil dibandingkan defect yang terjadi dari bulan Januari sampai dengan
87
Maret 2007 dimana jumlah produksi rata-rata 1733 dan terdapat jumlah defect Air Pocket sebanyak 474 pcs. Tabel 5.1.1 Data Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari Sampai Juli 2007
Grafik 5.1.1 Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Bulan Januari Sampai Juli 2007
Tabel 5.1.2 Data Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Sebelum dan Sesudah GKM
Grafik 5.1.2 Data Perbandingan Defect Air Pocket C/A IMV Sebelum dan Sesudah GKM
88
Keberhasilan ini berpengaruh terhadap faktor Quality, Cost, Delivery, Morality dan Productivity sebagai berikut : • Quality
: menurunkan angka repair sebesar 93.48 %, dan quality meningkat sebesar 25.52 %.
• Cost
: menghemat biaya repair, dengan perhitungan sebagai berikut : Telah diketahui dari COPQ (harga repair) = Rp. 1.350,68 / pcs Rp. 1.350,68 x (jumlah repair Jan s/d Juni 2007 – repair Juli 2007) Rp. 1.350,68 x ( 2506 – 23 ) = Rp. 3.353.738,44 Rp. 3.353.738,44 – ( biaya improvement ) Rp. 3.353.738,44 – Rp. 111.735 = Rp. 3.242.003,44 atau Rp. 540.333,91 / bulan.
• Delivery
: Distribusi Finish Good ke Warehouse lebih cepat. Sebelum GKM = 360 menit, setelah GKM = 180 menit.
Sebelum GKM :
Setelah GKM :
Prod/hari = 80 pcs
Prod/hari = 80 pcs
Putaran mould = 4.5 menit
Putaran mould = 4.5
menit Waktu = ( 80 x 4.5 ) = 360`
Waktu=( 80 x 4.5 )/2 = 180`
89
(Jika hanya M1 yang dipakai)
(Jika M2&M3 yang dipakai)
• Morality
: Operator bekerja lebih nyaman dan tenang karena bekerja dengan cycle time yang ada dapat dengan mudah mencapai target produksi, karena tidak lagi terbebani tingkat repair yang tinggi.
• Productivity : Produktivitas tenaga kerja pada bulan Juni sebesar 261.5 pcs/bulan/orang, pada bulan Juli meningkat menjadi 316.5 pcs/bulan/orang jika terdapat empat orang operator. Tabel 5.1.3 Stratifikasi Defect C/A IMV Sesudah GKM ( Juli 2007 )
Grafik 5.1.3 Pareto Defect C/A IMV Sesudah GKM ( Juli 2007 )
90
5.2
Membuat Standard Baru Penetapan standarisasi sangat penting dan diperlukan dengan maksud
untuk memelihara kegiatan perbaikan secara konsisten pada suatu tingkat atau level tertentu. Standar yang dibuat, bukan saja bermanfaat bagi GKM yang bersangkutan, tetapi juga sangat bermanfaat bagi semua orang atau siapapun yang melaksanakan pekerjaan sejenis. Dengan demikian, standarisasi akan menuntut dua macam kegiatan yaitu menentukan standar dan memelihara standar. Apabila GKM berbicara tentang 4M dan 1E (Machine, Method, Man, Material, dan Environment) dilangkah 2, maka faktor-faktor tersebut menjadi awal pembuatan standar. Setiap pelaksana (dalam hal ini anggota GKM) harus selalu memantau standar yang dibuat dengan maksud supaya dapat mengetahui hasil perbaikan atau peningkatan mutu telah diterapkan dengan benar. Standar prosedur dan standar hasil perlu dirumuskan karena bila standar prosedur dipatuhi dan dilaksanakan dengan benar dan konsisten, maka standar hasil adalah kepastian yang akan diperoleh. Standar prosedur dapat dijabarkan dalam bentuk prosedur pelaksanaan (Standard Operation Procedure / SOP) dan standar hasil dijabarkan dalam bentuk unjuk kerja (Performance). Pada langkah 7 berlaku juga istilah Pendokumentasian standar sudah teruji dan diakui sehingga standar hasil tersebut bukan lagi standar bagi anggota GKM yang bersangkutan saja, akan tetapi menjadi standar kelompok kerja. Standard baru ini dijelaskan pada table 5.2.
91
Tabel 5.2 Standarisasi
92
5.3 Membuat Rencana Selanjutnya Pada prinsipnya langkah 8 ini merupakan suatu kegiatan “ACTION” pada PDCA. Dikatakan Action karena suatu hasil perbaikan di langkah “CHECK” (6) harus ditindaklanjuti. Dua hal yang mendasari statemen di atas, yaitu pertama, apabila hasil perbaikan ternyata tidak memenuhi sasaran, dalam arti tidak meningkatkan mutu, maka tindak lanjutnya adalah kembali ke langkah sebelumnya. Kedua, apabila ternyata hasil perbaikan telah memenuhi sasaran, maka action selanjutnya ialah mencegah agar masalah lama tidak terulang lagi dengan cara membakukan cara kerja baru (standarisasi) sekaligus merancang rencana perbaikan berikutnya (Continuous Improvement). Menyusun rencana berikutnya dapat dilakukan melalui proses yang sama dengan langkah pertama (Planning). Pengalaman melaksanakan proyek peningkatan mutu sebelumnya sangat bermanfaat dalam membuat rencana berikutnya. Cara terbaik membuat proyek baru ini adalah dari hasil perbaikan di langkah 6, terutama bila ternyata gambaran diagram pareto masih menunjukkan balok-balok yang cukup tinggi, maka permasalahan ini masih relevan untuk diangkat sebagai alternatif tema baru. Berdasarkan table 5.3.1 dapat dilihat bahwa kondisi defect di bulan Juli 2007 yang tertinggi adalah defect keropos, oleh karena itu aktivitas Gugus selanjutnya adalah dengan mengambil Tema “ Menurunkan Defect Keropos Pada Center Armrest IMV Di Line HR II “. Selanjutnya pada table 5.3.2 merupakan detail aktivias Gugus periode tahun 2008.
93
Tabel 5.3.1 Stratifikasi Defect C/A IMV Bulan Juli 2007
Grafik 5.3.1 Pareto Defect C/A IMV Sesudah GKM
94
Tabel 5.3.2 Rencana Aktivitas Gugus Tahun 2008
Table 5.3.2 di atas merupakan detail aktivitas Gugus ditahun berikutnya dimana mangambil tema “MENURUNKAN DEFECT KEROPOS PADA CENTER ARMREST IMV DI LINE HR II”. Tema ini sesuai dengan kesepakatan Gugus dengan alasan defect keropos merupakan defect tertinggi pada bulan Juli 2007.
95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilakukan analisa pengolahan data, maka dapat dibuat suatu kesimpulan dan saran yang dapat membantu dalam melakukan penyempurnaan kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang telah dilakukan oleh Gugus Quality Engineering di Departemen Porduksi khususnya Line HR II dimana Center Armrest IMV diproduksi. Kegiatan GKM dilakukan dengan maksud mengurangi tingginya reject akibat Defect Air Pocket pada Center Armrest IMV dengan cara melakukan improvement di area yang dominan menyebabkan Defect tersebut. Dari pembahasan dalam bab sebelumnya bisa dilihat bahwa kegiatan Gugus telah membuahkan hasil yang cukup baik, yang tidak lepas dari hasil kerjasama yang baik diantara anggota Gugus dan seluruh pihak yang telah membantu kegiatan improvement ini.
6.1
Kesimpulan Kegiatan GKM yang telah dilakukan sudah sesuai dengan prosedur dimana keberhasilan yang diperoleh telah melampaui target yang telah direncanakan. Kemudian kegiatan yang telah dilakukan juga telah berhasil
96
menurunkan terjadinya defect selain Air Pocket dalam hal ini defect keriput, material tidak sampai, dan lembek juga turun. Pada pengolahan data khususnya pada langkah ke-6 yaitu evaluasi hasil, dapat diketahui beberapa perubahan yang cukup signifikan, antara lain: 1. Grafik pada grafik 5.1.1 memperlihatkan adanya penurunan defect Air Pocket sebelum GKM, selama GKM, dan sesudah GKM dimana telah berhasil mencapai target defect turun menjadi 1.78 %. Hasil yang dicapai ini lebih kecil dibandingkan target yang ditetapkan yakni sebesar 2.28 %. 2. Berhasil meningkatkan factor Quality : menurunkan angka repair sebesar 93.48 %, dan quality meningkat sebesar 25.52 %. 3. Berhasil menurunkan factor Cost : yaitu berhasil menghemat biaya repair sebesar Rp. 540.333,91 / bulan. Penghematan biaya tersebut sudah dikurangi biaya improvement (nett cost). 4. Berhasil meningkatkan factor Delivery : Distribusi Finish Good ke Warehouse lebih cepat. Sebelum GKM = 360 menit, setelah GKM = 180 menit. 5. Berhasil meningkatkan factor Morality : Operator bekerja lebih nyaman dan tenang karena bekerja dengan cycle time yang ada dapat dengan mudah mencapai target produksi, karena tidak lagi terbebani tingkat repair yang tinggi.
97
6. Berhasil meningkatkan factor Productivity : Produktivitas tenaga kerja pada bulan Juni sebesar 261.5 pcs/bulan/orang, pada bulan Juli meningkat menjadi 316.5 pcs/bulan/orang jika tedapat empat orang operator. Adanya penetapan standard prosedur pada langkah ke ke-7 dilakukan dengan maksud sebagai penuntun bagi pelaksana agar disiplin dalam penerapan tata cara kerja baru tetap terpelihara.
6.2
Saran 1. Agar kegiatan produksi lancar, perlu diatur kembali penjadwalan atas perawatan mesin produksi, tidak hanya pada mould saja, tetapi untuk semua alat yang ikut dalam kegiatan produksi. Kegiatan pemeriksaan terhadap mesin secara rutin juga perlu ditingkatkan lagi agar permasalahan yang akan timbul terhadap produk dapat segera terdeteksi dan diambil tindakan pencegahannya. 2. Demikian juga untuk factor metoda, agar standard yang telah ditetapkan melalui kegiatan GKM dapat dipelihara dan terus dijalankan dan perlu pengawasan dari atasan maupun manajemen. 3. Disisi lain diperlukan juga peningkatan system pengawasan mutu melalui program TQC secara menyeluruh. Karena menurut hasil pengawasan penulis, TQC yang ada di perusahaan hanya sebatas konsentrasi terhadap produk yang dihasilkan, disisi lain pihak SDM sendiri kurang mendapat perhatian yang serius, karena SDM merupakan
98
factor yang cukup penting didalam pelaksanaan TQC itu sendiri, misalnya : dengan mengadakan On The Training untuk meningkatkan skill operator, pendidikan dan latihan metoda-metoda baru ( Jishuken, JIT, Junbiki ) dan lain-lain, dimana metoda-metoda baru tersebut telah penulis lihat penerapannya di Customer dan menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam kegiatan manufactur.
99
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardjosoedarmo. Suwarso, “ Perhimpunan Manajemen Indonesia “, ( Indonesia Quality Management ), Gramedia, Yogyakarta 1995. 2. Imai Masaaki, “ Kaizen “ Kunci Jepang Dalam Persaingan “, PPM Zero Management no. 138, Erlangga, Cetakan ke-4, April 1996. 3. Nasution M.N.” Manajemen Mutu Terpadu “ ( Total Quality Management ), P.T. Ghalia Indonesia, 1994. 4. Amin Wijaya, “ Manajemen Mutu Terpadu “, Rineka Cipta, Cetakan ke-1, Mei 1993. 5. Juse, “ Gugus Kendali Mutu “, P.T. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta 1993. 6. Marbun B.N, Henryanto Eko, “ Pengendalian Mutu Terpadu ( TQC ) “, Seri Manajemen No. 110, P.T. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta 1993.