ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN GUGUS KENDALI MUTU (GKM) DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI
Oleh MUNAWAR HOLIL H24060428
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN MUNAWAR HOLIL. H24060428. Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Di bawah bimbingan PRAMONO D. FEWIDARTO PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah perusahaan yang memproduksi minuman ringan dan biskuit yang merupakan member dari Garuda Food Group. PT. Triteguh Manunggal Sejati dituntut untuk senantiasa meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanannya. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan salah satu implementasi Total Quality Management (TQM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati, mengetahui efektivitas proses dan hasil pelaksanaan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati, dan Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas kinerja GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Penelitian dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati di Gunung Putri, Bogor. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survei, dengan analisa statistik yaitu uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, analisis faktor, dan statistik deskriptif dengan bantuan SPSS Versi 17.0. Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di TRMS terdiri dari empat tahap yaitu : (1) sosialisasi, (2) pembuatan struktur, (3) pelaksanaan, dan (4) pembudayaan. Aktivitas konvensi diadakan setiap enam bulan sekali. terdapat tiga macam konvensi yaitu konvensi lokal, Tudung Innosummit, dan Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN). Indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari delapan faktor yaitu : komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas. Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen puncak, kepemimpinan dan fasilitas dengan nilai rotation matrix masing-masing sebesar 0,891, 0,792, dan 0,670.Perbandingan antara sebelum dan sesudah GKM berdasarkan persepsi responden dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa terjadi perubahan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan GKM berkaitan dengan efisiensi, kinerja mutu produk, produktivitas tenaga kerja dan penurunan produk / material reject. Ini berarti kegiatan GKM di perusahaan dinyatakan efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan
ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN GUGUS KENDALI MUTU (GKM) DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh : MUNAWAR HOLIL H24060428
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati
Nama
: Munawar Holil
NIM
: H24060428
Menyetujui Pembimbing,
(Ir. Pramono D. Fewidarto, MS) NIP 1958 0202 1984 03 1003
Mengetahui Ketua Departemen :
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP 1961 0123 1986 01 1002
Tanggal Lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 16 Juni 1988. Penulis adalah putra ke 4 dari 6 bersaudara dari ayah
Muhammad Rosyidin dan ibu Een.
Sebelum menjadi mahasiswa, penulis menghabiskan pendidikan di SDN 4 Nagarajati pada tahun 1994, dilanjutkan ke MTSN Nagarapageuh pada tahun 2000, dan dilanjutkan ke MAN 2 Bogor pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Manajemen sebagai angkatan ke empat puluh tiga. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Kegiatan organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain menjadi ketua ROHIS Departemen Manajemen, menjadi ketua departemen PSDM Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB, menjadi staff Administrasi dan Keuangan DPM FEM IPB, dan menjadi staff Eksternal SES-C IPB. Prestasi yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa antara lain menjadi juara I MTQ Mahasiswa IPB tahun 2007 dan 2009, finalis MTQ mahasiswa tingkat Nasional di Universitas Sriwijaya dan Universitas Malikussaleh tahun 2007 dan 2009, Juara 3 Agribusiness Debate in English Competition tahun 2009, Finalis Case Competition tingkat nasional di Universitas Parahyangan tahun 2009, mendapatkan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) dari DIKTI tahu 2010, dan lolos program GO Entrepreneur Perum Pegadaian tahun 2010.
iii
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam. Atas berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini berguna bagi PT. Triteguh Manunggal Sejati untuk mengetahui efektivitas penerapan GKM di perusahaan. Penentuan indikator penentu keberhasilan gugus dan analisis perbandingan persepsi aktivis GKM sebelum dan sesudah GKM memberikan gambaran komprehensif bagi perusahaan dalam evaluasi efektivitas penerapan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sarandan kritik yang membangun tentunya sangat dinantikan oleh penulis. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, April 2011
Penulis
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH Selama penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati”, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung penulisan skripsi ini, antara lain : 1. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan arahan, bimbingan, saran yang sangat bermanfaat, dan dukungan serta motivasi yang kuat kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini dengan baik. 2. Prof. Dr. Ir. W.H Limbong, MS dan Dr. Ir. Muhamad Syamsun, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini dapat lebih baik. 2. Ibunda tercinta yang telah memberikan spirit dan do’a serta kakak-kakak dan adik tersayang (teh Engkoy, A Aef, A Enjen, Ela, Dede, mang Amat, mih Nunung, Fadli, Lia) yang senantiasa memberikan inspirasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Syifa Ummissa’adah, SPd yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini. 4. Bapak Agus Sumitro sebagai pembimbing dalam penelitian di lapangan atas bimbingan danarahan yang telah diberikan, Mbak Lina, Mbak Nesya dan mas Agus Dwi yang senantiasa memberikan masukan kepada penulis selama penelitian, Bapak Sulthoni Taufiq selaku Kadept. HRS dan Bapak Prayitno selaku People Development atas kemudahan dan izin penelitiannya, Bapak Ahmad Rifa’i yang telah dengan setia mengantar penulis memasuki area produksi, dan seluruh staf bagian Produksi atas bantuan dan kesediaan waktunya dalam memberikan informasi kepada penulis. 5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. 6. Rekan-rekan seperjuangan di PPSDMS angkatan 4 yang telah memberikan semangat juang dan semangat kebersamaan bersama penulis baik dalam suka maupun duka.
v
vi
7. Teman-teman Manajemen 43 yang selalu ceria dan selalu bersemangat dalam menjalani perkuliahan. 8. Semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT. membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan.
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
1 3 4 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
6
2.1. Definisi Kualitas ................................................................................... 2.2. Dimensi Kualitas .................................................................................. 2.3. Total Quality Management (TQM) ...................................................... 2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) ................... 2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan TQM ............................................ 2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) .................................... 2.4.1. Definisi GKM ............................................................................ 2.4.2. Struktur GKM ............................................................................ 2.4.3. Mekanisme Kerja GKM ............................................................. 2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus ............................................................ 2.5. Analisis Faktor ...................................................................................... 2.5.1. Model Analisis Faktor ................................................................ 2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO) ....................................................... 2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel) ................................ 2.6. Penelitian Terdahulu .............................................................................
6 8 9 10 12 12 12 14 15 17 17 18 19 20 20
III. METODE PENELITIAN .......................................................................
24
3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 3.2. Tahapan penelitian ................................................................................ 3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 3.4. Jumlah dan Sumber Data ...................................................................... 3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel .................................... 3.6. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 3.7. Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
24 26 28 28 28 28 29
vii
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
31
4.1. Profil Perusahaan .................................................................................. 4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan .................................... 4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ........................................................... 4.1.3. Struktur Organisasi .................................................................... 4.1.4. Proses Produksi di Divisi Minuman Ringan .............................. 4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. TMS .................................. 4.2.1. Sejarah Pembentukan GKM di PT. TMS ................................... 4.2.2. GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.................................... 4.2.3. Proses Pembentukan dan Pelaksanaan GKM di PT. TMS......... 4.2.4. Aktivitas Konvensi ..................................................................... 4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM ....................................................... 4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner .......................... 4.3.2. Karakteristik Responden ............................................................ 4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden .................... 4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM ......................... 4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM Terhadap Kinerja Karyawan......... 4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. TMS ................................... 4.3.7. Implikasi Manajerial ..................................................................
31 31 32 33 35 37 37 38 39 44 46 46 47 48 50 55 57 66
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
68
1. Kesimpulan ................................................................................................. 2. Saran ...........................................................................................................
68 68
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
70
LAMPIRAN ....................................................................................................
72
viii
ix
DAFTAR TABEL No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Halaman Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati ....................................... Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lama masa kerja ........................... Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM ......................... Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM.............................. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM.............................. Nilai ekstraksi dari setiap variabel ............................................................. Nilai faktor loading dari setiap faktor ........................................................ Distribusi setiap variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor ....... Dampak pelaksanaan GKM terhadap kinerja karyawan ............................ Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir (sebelum GKM)..................... Data pemakaian lakban sesudah dilakukan perbaikan (setelah GKM) ...... Data rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap pergantian seal.......... Kondisi QCDSME sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM .................... Data dus rusak di Bulan Mei 2008 .............................................................
ix
39 48 49 50 50 51 53 54 56 58 59 60 62 63
x
DAFTAR GAMBAR No 1 2 3 4 5 6
Halaman Kerangka pemikiran konseptual ................................................................. Diagram alur penelitian .............................................................................. Alur proses poduksi minuman ringan ....................................................... Waktu down time penggantian seal pada mesin filling 3 ........................... Pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM .................................... Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM...................
x
25 27 37 61 64 65
xi
DAFTAR LAMPIRAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Halaman Kuesioner Penelitian .................................................................................. Pedoman pertanyaan wawancara dengan fasilitator .................................. Struktur organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati ................................... Jumlah tenaga kerja di setiap departemen .................................................. Bentuk pembudayaan di PT. TMS dengan menampilkan GKM berprestasi ........................................................................................ Pocket guidance bagi aktivis GKM di PT. TMS ....................................... Taman SGA sebagai tempat aktivis gugus melakukan pertemuan Dan perkembangan GKM di PT. TMS ...................................................... Salah satu komiten manajemen terhadap pelaksanaan GKM di perusahaan .............................................................................................. Daftar GKM berprestasi pada konvensi lokal dan nasional ....................... Pengolahan dan analisis data ...................................................................... Hasil uji validitas indikator penentu keberhasilan GKM ........................... Hasil uji reliabilitas indikator penentu keberhasilan GKM........................ Identitas Responden berdasarkan indikator penilaian keberhasilan GKM ..................................................... Nilai total variance explained pada analisis faktor .................................... Diagram Ishikawa (fishbone diagram) penyebab waste lakban tinggi....................................................................
xi
72 78 79 84 85 86 87 88 89 90 91 93 96 95 99
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis yang terjadi saat ini memberi dampak serius terhadap persaingan dalam industri manufaktur. Kondisi ini membuat persaingan untuk menguasai pasar semakin ketat, sehingga perusahaan-perusahaan dalam industri ini perlu melakukan berbagai upaya untuk bisa bersaing dan bertahan dalam arus kompetisi yang ketat di pasar. Salah satu strategi untuk menghadapi persaingan tersebut adalah dengan menghasilkan produk-produk berkualitas supaya bisa diterima oleh konsumen. Kualitas adalah hal yang sangat penting bagi konsumen dalam menentukan barang dan jasa mana yang menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhannya. Kualitas suatu produk dikatakan baik apabila produknya memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Bilaluaran (output) dari proses produksi sesuai dengan spesifikasi, maka proses tersebut dikatakan memiliki kemampuan(capable). Menciptakan produk berkualitas berarti menciptakan suatu proses kerja dalam perusahaan yang menjamin dihasilkannya suatu produk yang sesuai dengan standar kualitas tertentu. Upaya peningkatan kualitas antara lain adalah dengan memperbaiki rancangan, standardan prosedur kerja sedemikian rupa, sehingga jumlah produk cacat dapat ditekan sekecil mungkin. PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman ringan dan biskuit. Dalam upaya peningkatan kualitas produk dan kualitas sumber daya manusia di perusahaan, PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok-kelompok mutu (quality circle). PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok kelompok mutu menjadi dua bagian, yaitu Cross Functional Team (CFT) dan Small Group Activities (SGA).
Cross Functional Team (CFT) yaitu
penyelesaian berdasarkan perbaikan dalam inovasi dan kinerja silang dalam tim yang menghasilkan kunci penyelesaian bisnis yang efektif. Sedangkan
2
Small Group Activities (SGA) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah sekelompok kecil karyawan dari unit kerja yang sama dan bekerja sama melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bidang pekerjaan masingmasing. Tujuan diberlakukannya Gugus Kendali Mutu
di PT. Triteguh
Manunggal Sejati adalah untuk melatih berfikir secara sistematis, menanamkan mentalitas dasar utama yaitu speak by data, kemampuan menyusun prioritas, PDCA (plan, do, check and action), memberi kesempatan pada setiap karyawan untuk bekerja sama, menumbuhkan partisipasi dari setiap karyawan, serta meningkatkan kualitas produk. Di dalam GKM, karyawan dituntut untuk melakukan peningkatan dan perbaikan kerja dengan berpedoman pada delapan langkah pemecahan masalah. Kedelapan langkah kerja tersebut adalah mengidentifikasi masalah dan penetapan target, mencari akar masalah, pengujian hipotesa, rencana perbaikan, pelaksanaan dan pengendalian perbaikan, evaluasi pelaporan tindakan perbaikan, standarisasi dan penyusunan rencana selanjutnya. Pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas produk. Gugus Kendali Mutu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Gugus Kendali Mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas karyawan. Dengan dibentuknya Gugus Kendali Mutu akan memberikan kesempatan kepada semua komponen dalam perusahaan untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kualitas. Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati dimulai pada tahun 2007. Pada tahun 2010, jumlah kelompok GKM di perusahaan ini sudah mencapai 45 kelompok yang tersebar di semua departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Kelompok GKM yang paling banyak terdapat di Departemen Produksi Minuman Ringan (beverages) sebanyak 14 kelompok. Awal mula pembentukan GKM di PT. Triteguh
3
Manunggal Sejati memang hanya di Departemen Produksi Minuman Ringan, sehingga pada perkembangannya, GKM di departemen ini memiliki kelompok GKM lebih banyak dan lebih aktif dalam mengikuti konvensi GKM. Penerapan Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati diharapkan dapat mendorong karyawan untuk menggunakan kemampuan kreatif dalam menyelesaikan masalah pekerjaannya. Dengan adanya kesempatan untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan tersebut, maka dapat mendorong karyawan untuk menaruh perhatian dan memiliki rasa bangga terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, pelaksanaan GKM yang optimal diharapkan mampu mewujudkan harapan perusahaan untuk mampu memecahkan masalah mutu dan melakukan tindakan perbaikan sehingga target mutu dapat dicapai. Pada era tahun 90-an, pemerintah (Departemen Perindustrian) mendorong dunia usaha untuk meningkatkan mutu dan produktivitasnya dengan pembentukan GKM di perusahaan masing-masing. Khusus kepada BUMN diwajibkan untuk membentuk GKM, menyelenggarakan konvensi di tingkat perusahaan, wilayah maupun nasional. Pembentukan GKM di perusahaan dengan demikian tidak didasarkan pada kesadaran dan komitmen untuk peningkatan mutu dan produktivitas. Partisipasi anggota hanya karena tekanan manajemen, meniru-niru, konvensi oriented (ber GKM hanya untuk berlomba) atau alasan lain. Untuk itu, perlu dikaji efektivitas implementasi GKM berdasarkan indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dan efektivitas hasil dari kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati. 1.2. Rumusan Masalah Salah satu aspek untuk mencapai keunggulan mutu yangberkelanjutan adalah dengan menerapkan konsep Gugus Kendali Mutu (GKM). Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah salah satu alat untuk mencapai keunggulan mutu yang berkelanjutan, karena mendorong karyawan untuk mencari dan memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Hal ini menjadi cara yang sangat efektif meningkatkan partisipasi karyawan dalam kualitas produk.
peningkatan
4
Implementasi GKM dalam perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, karena adanya kendala baik secara internal maupun eksternal sehingga pelaksanaannya tidak optimal. PT. Triteguh Manunggal Sejati sudah menerapkan GKM di perusahaan selama tiga tahun. Sampai pertengahan tahun 2010 perusahaan belum melakukan evaluasi terhadap efektivitas GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Berdasarkan permasalahan tersebut, makayang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas implementasi GKM dengan menggunakan indikator-indikator penentu keberhasilan gugus dan efektivitas hasil (kinerja) GKM yang terkait dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk
di PT.
Triteguh Manunggal Sejati? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) yang ada di PT. Triteguh Manunggal Sejati. 2. Menganalisis efektivitas proses GKM menggunakan indikator penentu keberhasilan gugus, dan efektivitashasil GKM menggunakan indikator efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT. Triteguh Manunggal Sejati. 3. Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1) Bagi perusahaan, sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pengembangan Gugus Kendali Mutu yang ada. Dengan mengetahui efektivitas GKM dalam peningkatan kinerja perusahaan dapat menjadikannya sebagai bahan evaluasi terhadap konsep GKM. 2) Bagi masyarakat umum, sebagai media informasi ilmiah serta bahan penelitian selanjutnya.
5
1.5. Ruang Lingkup Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejatiyang menjadi topik dalam penelitian. Penelitian hanya dilakukan di Departemen ProduksiMinuman Ringan (G1) saja, yang terdiri dari 14 GKM yang dilakukan pada bulan Juli – September 2010. Efektivitas dalam penelitian ini adalah efektivitas proses Gugus Kendali Mutu dan Efektivitas hasil GKM. Efektivitas proses gugus dapat diketahui dengan mengetahui implementasi gugus kendali mutu di perusahaan dan mengetahui indikator-indikator penentu keberhasilan GKM berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan yaitu komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM dan fasilitas. Efektivitas hasil GKM dihitung dengan menggunakan perbandingan penilaian responden pada kondisi sebelum dan sesudah mengikuti GKM yang berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk, dan penurunan produk atau material reject.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kualitas Kata kualitas memiliki definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi yang konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti : performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (Garpersz, 2003). Menurut Juran dalam Nasution (2004), kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Penggunaan kecocokan ini didasarkan atas lima karakteristik utama berikut : a. Teknologi,yaitu kekuatan atau daya tahan. b. Psikologis, yaitu cita rasa atau status. c. Waktu, yaitu kehandalan. d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan. e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur. Feigenbaum (1996), mendefinisikan kualitassebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi ekspektasi pelanggan. Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas menurut Feigenbaum adalah 9M berikut: 1. Market (Pasar) 2. Money (Uang) 3. Management (Manajemen) 4. Men (Manusia) 5. Motivation (Motivasi) 6. Materials (Bahan) 7. Machine and Mechanization (Mesin dan Mekanisasi) 8. Modern Information Method (Metode Informasi Modern) 9. Mounting Product Requirment (Persyaratan Proses Produksi)
7
Scherkenbach dalam Ariani (2002), menyatakan bahwa kualitas ditentukan oleh pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan organisasi atau perusahaan adalah mengetahui dan menyetujui apa yang diinginkan oleh pelanggan (kebutuhan pelanggan). Langkah kedua adalah suatu organisasi harus memproduksi tepat dengan apa yang diinginkan pelanggan, dengan biaya yang serendah mungkin. Ibrahim (2000), mengemukakan bahwa kualitas berdasarkan sifat produk dapat ditinjau dari dua perspektif yang berbeda, yaitu dari perspektif konsumen dan produsen. Pada umumnya konsumen mendefinisikan kualitas produk atau jasa menurut penilaian pribadi yang bersifat subjektif dan abstrak. Akibatnya penilaian antara satu konsumen dengan konsumen lainnya akan berbeda. Sebaliknya dari perspektif produsen, pengertian kualitas dilihat dari klasifikasi produk secara fisik maupun kimiawi yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar kualitas produk tertentu. Goetsch dan Davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2004). Nasution (2004) menjelaskan konsep kualitas dari dua sudut, yaitu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut manajemen operasional, kualitas produk merupakan suatu kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan mutu produk pesaing. Dilihat dari sudut manajemen pemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur utama dalam bauran pemasaran (marketing mix) yakni produk, harga, promosi, dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar perusahaan.
8
Kualitas merupakan indikator efisiensi dari sistem ekonomi yang produktif, dimana pada sistem yang efisien memungkinkan diproduksi barang dan jasa yang dapat diterima dengan harga yang ekonomis. Output yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi mutu, sementara biaya diperoleh melalui optimisasi alokasi sumber daya. Disisi lain, kualitasjuga menghasilkan efisiensi proses dan mampu mengindikasi performa yang baik. 2.2. Dimensi Kualitas Sifat khas kualitas suatu produk yang handal bersifat multidimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen melalui berbagai cara. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung sesuai dengan kebutuhan konsumen dan harus ada ukuran yang bersifat kualitatif, sehingga terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk walaupun satu sama lain bervariasi tingkat spesifikasinya. Garvin dalam Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa dimensi kualitas untuk industri manufaktur terdiri dari : a. Performance,
yaitu
aspek
fungsional
dari
produk
dan
merupakan
karakterisktik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk. b. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi perusahaan. c. Reliability, yaitu kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. d. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Durability, berkaitan dengan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk tersebut. f. Servicebility, yaitu kemudahan produk jika akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen tersebut.
9
g. Aesthetics, merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. h. Perceived quality, bersifat subjektif yang berkaitan dengan perasaan dalam mengkonsumsi produk. Dimensi kualitas pada industri jasa (Garvin dalam Ariani,2002) terdiri dari : a. Communication, yaitu komunikasi antara penerima jasa dengan pemberi jasa. b. Credibility, yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa. c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan. d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pemberi jasa terhadap keluhan dan harapan pemakai jasa. e. Tangibles, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan standar yang dapat diukur. f. Reliability, yaitu konsistensi pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa dalam memenuhi janji para penerima jasa. g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerima jasa. h. Competence, yaitu kemampuan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa. i. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan atau penerima jasa. j. Courtesy, yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan dalam hubungan personil. Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui sejauh mana kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, maka ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya (Yamit, 2004). 2.3. Total Quality Management Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa pada dasarnya Total Quality Management (TQM) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau
10
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Sedangkan Nasution (2004) berpendapat bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terusmenerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya. Hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kali di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di beberapa perusahaan di Jepang. Dua orang pakar yang merupakan ahli TQM, baik di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W. Edward Demming dan Joseph M. Juran (Prawirosentono, 2004). The Demming Wheel mencakup beberapa tahapan dalam mencapai kemajuan, yaitu Plan, Do, Check, Action (PDCA). Juran mempunyai gagasan bahwa pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas mutu produk melalui trilogi mutu, yaitu : (1) perencanaan mutu (quality planning), (2) monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality), (3) memperbaiki mutu (quality improvement). Philip Crosby berasumsi bahwa ada pertukaran (trade off) antara mutu barang yang berkualitas dengan biaya lebih rendah (Nasution, 2004). 2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) Prawirosentono (2004) mengungkapkan tentang delapan prinsip utama dari Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau TQM, yakni sebagai berikut : 1. Tanggung jawab utama manajemen puncak 2. Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis konsumen. 3. Desain proses produksi dan metode kerja harus jelas untuk mencapai kesesuaian mutu produk (conformance quality product). 4. Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang lebih baik. 5. Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal pembuatan komponen.
11
6. Temukan masalah secara tepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify problem quickly and corrected immediately). 7. Organisasi harus berusaha keras melaksanakan perbaikan mutu produk secara terus-menerus. 8. Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan TQM. Hensler and Brunell dalam Nasution (2004) mengemukakan bahwa ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu : 1. Kepuasan pelanggan Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan pula oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dilayani dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktifitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan yang diperoleh pelanggan. 2. Respek terhadap setiap orang Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas khusus. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan. 3. Manajemen berdasarkan fakta Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya adalah bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan. Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber
12
daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan berkesinambungan Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus plan-do-check-act-analyze (PDCAA), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. 2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan Total Quality Management (TQM) Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menyebabkan penghalang bagi perusahaan dalam menerapkan TQM adalah sebagai berikut : (1) kesenjangan komitmen manajemen puncak, (2) salah memfokuskan perhatian, (3) tidak tersedianya karyawan yang memadai dan mendukung, (4) hanya mengandalkan pelatihan semata, (5) harapan memperoleh sesaat, bukan hasil jangka panjang, (6) memaksa mengadopsi suatu metode padahal tidak cocok (Prawirosentono, 2004). 2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) 2.4.1. Definisi GKM Ishikawa (1992) mendefinisikan GKM sebagai suatu kelompok kecil yang melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara suka rela dalam tempat kerja yang sama. Kelompok kecil ini melaksanakan kendali mutu secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dan perbaikan dalam tempat kerja, dengan memanfaatkan teknik-teknik pengendalian yang melibatkan partisipasi seluruh anggota. Menurut Japanese Union of Scientist Engineers (1991), GKM adalah suatu kelompok kecil yang secara sukarela mengadakan kegiatan pengendalian mutu di dalam tempat kerja mereka sendiri. Tiap anggota kelompok kecil ini berpartisipasi
13
sepenuhnya secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu menyeluruh perusahaan, mengembangkan diri serta pengembangan bersama, pengendalian dan perbaikan di tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik pengendalian mutu. Chandra et al. (1991) mendefinisikan GKM sebagai sekelompok orang dari wilayah kerja yang sama, datang bersama secara sukarela untuk mengidentifikasi permasalahan dalam wilayah kerja mereka, menganalisis, dan mencari solusinya. Gugus tersebut mengajukan solusi pada manajemen dan melaksanakannya setelah disetujui. Tinjauan ulang dan tindakan lanjut dari pelaksanaan solusi juga merupakan tanggung jawab dari gugus. Pada dasarnya Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui penumbuhan partisipasi karyawan. GKM merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kretifitas di antara karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bersifat proaktif, tidak menunggu bergerak jika persoalan timbul dan tidak menghentikan kegiatannya jika suatu persoalan telah ditemukan dan dipacahkan. Artinya adalah GKM harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi. Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan pekerjaan. Walaupun demikian, GKM merupakan pendekatan yang membina manusia, bukannya pendekatan penggunaan manusia (Crocker et al., 2004). Jepang dan Amerika Serikat merupakan negara yang menerapkan GKM dan mencapai hasil yang sangat baik. Di Jepang, keberhasilan ini bermula pada suatu kejadian di tahun 1950, yaitu ketika Japanese Union of Scientist and Engineers (JUSE) mengundang Demming, seorang pakar manajemen mutu dari Amerika Serikat, untuk berbicara di depan para ahli industri yang saat itu tengah mencari jalan keluar dalam menghadapi krisis ekonomi dan sosial Jepang akibat perang.
14
2.4.2. Struktur GKM Crocker at al. (2004) mengemukakan bahwa struktur Gugus Kendali Mutu terdiri dari beberapa bagian diantaranya : 1. Panitia Pengarah Anggota panitia pengarah dipilih dari berbagai departemen dan tingkat. Paling sedikit dari manajemen senior, manajemen menengah, satu dari sarikat buruh, staf pengawas tingkat pertama, inti operasi, staf pendukung dan personalia struktur teknis. Kelompok ini tidak terlibat dalam kegiatan sehari-hari tetapi menentukan pedoman umum. Tanggung jawab panitia pengarah meliputi : a. Membuat kebijaksanaan umum mengenai struktur dan proses gugus. b. Menentukan saluran pelaporan. Mencakup pedoman-pedoman pembuatan risalah rapat, publisitas dan kesempatan untuk melaporkan penemuan dan rekomendasi bagi bidang fungsional dan meminta perhatian manajemen senior. c. Menentukan jumlah gugus yang sesuai untuk persoalan. Jika hanya satu gugus yang bekerja, sejumlah besar tekanan untuk mencapai keberhasilan ditujukan pada anggota gugus tersebut. d. Menentukan metode pemilihan dan keanggotaan akhir gugus kendali. e. Menentukan apakah gugus akan mengadakan pertemuan dalam jam kerja atau di luar jam kerja. f. Menentukan bagaimana saran pekerja dapat diminta dan dilaksanakan. g. Membuat pedoman sistem balas jasa yang sesuai dengan perbaikan yang diperoleh dari usaha Gugus Kendali Mutu. 2. Fasilitator Jika terdapat lebih dari satu Gugus Kendali Mutu, diperlukan seseorang untuk mengkoordinir dan memperlancar kegiatan gugus dan menjalankan peranan dalam gugus. Tugas dan peranan dari fasilitator adalah menghadiri sebagian pertemuan
yang diadakan oleh setiap gugus
yang ada, secara aktif
mempromosikan Gugus Kendali Mutu, mengatur kunjungan ke pabrik lain dan pembicara tamu untuk berbicara di depan GKM di pangkalan dasarnya, mengkoordinasi kegiatan semua gugus, membantu gugus membuat laporan dan presentasi, dan memberikan dukungan serta bantuan jika diperlukan.
15
3. Pemimpin Gugus Sama seperti koordinator merupakan orang kunci dalam gerakan gugus kendali mutu dalam perusahaan, para pemimpin gugus merupakan orang penting dalam setiap gugus. Para pemimpin biasanya merupakan para pengawas lini pertama. Dalam peranan tersebut, mereka telah mempelajari bagaimana menjadi atasan dan bagaimana menghasilkan barang. Para pemimpin gugus mempunyai tanggung jawab pada anggota kelompok untuk menjaga supaya lingkungan menunjang kelancaran pekerjaan. Yang menjadi kunci dalam hal ini adalah kadar saling percaya dan sistem, metode dan filsafat kerja, termasuk yang menyangkut rantai komando, kebutuhan informasi dan jalur pada informasi tersebut, kesediaan untuk menerima gagasan, kesempatan untuk promosi, keluwesan, perencanaan, pengambilan keputusan dan pengawasan. 4. Anggota Gugus Anggota Gugus Kendali Mutu terdiri dari sukarelawan. Keanggotaan berkisar dari tiga sampai dua puluh orang. Biasanya tujuh sampai sepuluh merupakan jumlah yang ideal. Jika keanggotaan terlalu kecil, tidak banyak gagasan yang dikemukakan, dan jika anggota terlalu besar sebagian orang merasa tidak diperhatikan sehingga tidak memberikan sumbangan dengan sebaik-baiknya. Salah seorang anggota gugus biasanya menjadi pemimpin. Pemimpin dapat ditunjuk siapa saja. Biasanya yang menjadi pemimpin adalah pengawas lini pertama yang telah memperoleh latihan dalam teknik memimpin pertemuan, memberikan semangat pada orang lain untuk berpartisipasi, menguasai teknik sumbang saran dan orang yang tidak gila kekuasaan. 2.4.3. Mekanisme Kerja GKM GKM menangani berbagai macam masalah dan melalui beberapa tahapan. Masalah tersebut satu demi satu ditangani melalui tahap yang berkelanjutan, yakni pengumpulan masalah, analisis masalah, pemecahan masalah, presentasi manajemen, implementasi, peninjauan ulang dan tindak lanjut (Chandra et al., 1991).
16
1. Pengumpulan Masalah Tugas pertama dari anggota gugus pada pertemuan pertama adalah mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka prioritas diberikan pada setiap masalah sesuai dengan kriteria yang telah disusun, misalnya manfaat potensial dan tingkat kepentingan. Pengumpulan masalah adalah aktivitas yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam menemukan masalah, adala beberapa metode yang dilakukan menurut Crockeret al. (2004) diantaranya sumbang saran, pendekatan Gordon, teknik kotak hitam, sistem sintetik, metode buku catatan kolektif, pertemuan Philip 66. 2. Pemilihan Masalah Anggota gugus memilih salah satu dari sekumpulan masalah sesuai dengan prioritas. Setiap orang boleh mengajukan masalah pada gugus, namun prioritas diputuskan oleh gugus. Dalam memilih masalah biasanya digunakan pendekatan trisula (Crockeret al., 2004). Pendekatan ini meliputi : (1) singkirkan semua masalah yang tidak berhubungan dengan tujuan unit, (2) singkirkan masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria operasi yang telah ditentukan oleh gugus, (3) menggunakan teknik Delphi yang telah direvisi untuk menentukan persoalan yang paling unik. 3. Analisis Masalah Setiap masalah memiliki dampak. Sangatlah penting untuk mengidentifikasi penyebab mendasar sebelum memikirkan langkah perbaikan. Selama tahap ini gugus bertukar pikiran untuk menemukan hubungan sebab akibat. Ada dua metode utama untuk membuat analisis sebab akibat : diagram sebab-akibat (diagram Ishikawa atau Fishbone), dan analisis proses atau diagram arus. 4. Pemecahan Masalah Kondisi lingkungan yang sesuai dan proses berfikir grup dikombinasikan dengan keahlian di tempat kerja menghasilkan pemecahan masalah yang cocok. Seringkali alternatif pemecahan masalah sangat beragam sehingga harus dipilih solusi optimum. Secara umum, pemecah masalah yang paling baik adalah orang yang terlibat dalam tempat kerja itu sendiri, dan solusi yang diberikan adalah yang paling layak.
17
5. Presentasi Manajemen Pemecahan masalah dipresentasikan di depan pihak manajemen perusahaan. Anggota gugus memberikan presentasi sekitar 20 menit, menyoroti pengamatan utama yang telah dilakukan dan manfaat dari rekomendasi yang diberikan. Presentasi ini merupakan puncak dari usaha gugus yang menggambarkan kebanggan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan yang dihadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat kuat. Selain membantu anggota GKM untuk menjual ide-idenya pada manajemen, presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi anggota gugus potensial. 6. Implementasi, Peninjauan Ulang, dan Tindak Lanjut Anggota gugus membuat jadwal pelaksanaan makalah yang telah dibuat setelah mendapatkan persetujuan dari manajemen perusahaan. Mereka juga meninjau ulang hasil yang diperoleh dari proyek ini dan mengambil tindak lanjut jika diperlukan, hal ini merupakan bentuk tanggung jawab gugus yang berkelanjutan. 2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus Penilaian gugus memerlukan tiga jenis pengukuran (indikator), yaitu : (1) ukuran produktivitas objektif, (2) ukuran sikap subjektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi, dan (3) analisi proses intern yang berlangsung dalam gugus (Crocker et al., 2004). Pengukuran produktivitas mencakup mutu, scrap, kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana, peralatan, keamanan kerja dan kecelakaan, perawatan dan waktu kosong. Sikap dan pergaulan meliputi kepercayaan timbal-balik, komunikasi, hubungan atasan-bawahan, bolos kerja, keluhan kerja, penggunaan keterampilan, keanggotaan gugus, kepuasan pribadi, jenis dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses gugus meliputi struktur, pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan. Pengukuran jenis kedua yaitu sikap subjektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari pertanyaan mengenai gugus dan latihan, proses gugus, efektivitas gugus, sikap atau perasaan terhadap gugus dan organisasi dan pertanyaan mengenai identitas responden.
18
2.5. Analisis Faktor Analisis
faktor
adalah
suatu
teknik
untuk
menganalisis
tentang
kesalingtergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti (Suliyanto, 2005). Menurut Maholtra dalam Suliyanto (2005), analisis faktor merupakan salah satu bentuk analisis multivariat yang tujuan umumnya untuk menemukan satu atau beberapa variabel atau konsep yang diyakini sebagai sumber yang melandasi seperangkat variabel nyata. Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan untuk 1.) Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum (yaitu model faktor yang paling parsimoni) yang mempunyai penjelasan terbaik atau menghubungkan korelasi diantara variabel indikator. 2.) Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi, solusi faktor yang paling masuk akal. 3.) Estimasi bentuk dan struktur loading, communality dan varian unik dari indikator. 4.) Intrepretasi dari faktor umum. 5.) Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor (Sharma, 1994). 2.5.1. Model Analisis Faktor Suliyanto (2005), mengelompokkan model analisis faktor menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1. Principal Components Analysis Principal Components Analysis merupakan model dalam analisis faktor yang bertujuan untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan dihasilkan. Model Principal Components Analysis dapat dirumuskan sebagai berikut : Fm = ℓm1 + ℓm1X1 + ......ℓmpXp Syarat, m ≤ p Jika ditulis dalam bentuk matriks adalah : F = ℓX, dimana : F = faktor principal components (unobservable) X= variabel yang diteliti (observable) ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading)
19
Model Principal Components Analysis secara sederhana dapat dinyatakan bahwa semakin besar bobot suatu variabel terhadap faktor, semakin erat pula hubungan variabel tersebut terhadap faktor yang terbentuk, demikian pula sebaliknya. Kontribusi suatu variabel akan lebih besar terhadap faktor yang terbentuk dibandingkan dengan kontribusi variabel tersebut terhadap faktor lain. 2. Common Factors Common factors merupakan model dalam analisis faktor yang bertujuan untuk mengetahui struktur dari variabel yang diteliti. Model common factors dapat dirumuskan sebagai berikut : Xp = ℓp1F1 + ℓp2F2 + ......ℓpmFm + εm Syarat, m ≤ p Jika ditulis dalam bentuk matriks maka : X = ℓF + ε, dimana : F = common factors (unobservable) X= variabel yang ditelitu (observable) ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading) ε = specific factor Model common factors memberikan gambaran bahwa variabel Xp memberikan kontribusi terhadap faktor F1 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp1 dan terhadap faktor F2 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp2 dan juga terhadap faktor lain yang tidak diteliti. 2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO) Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut : Hipotesis Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan
20
Statistik uji : p
p
r KMO =
i 1 j 1
p
p
r i 1 j 1
2 ij
2 ij
p
....................................................(1)
p
a i 1 j 1
2 ij
i = 1, 2, 3, ..., p dan j = 1, 2, ..., p rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka terima Ho sehingga dapat disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan. 2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel) Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas. Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan hipotesis sebagai berikut: H0 : ρ = I H1 : ρ ≠ I Statistik Uji :
1 p rik , k = 1, 2,...,p p 1 i 1 2 r rik ........................................................................................... p( p 1) i k
rk
ˆ
( p 1) 2 1 (1 r ) 2 p ( p 2)(1 r ) 2
(2)
.
Dengan :
r k = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R (matrik korelasi) r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal
Daerah penolakan : Tolak H0 jika
T
p 2 (n 1) ˆ ( r r ) (r k r ) 2 2 ( p 1) ( p 2) / 2; 2 ik (1 r ) ik k 1
.......................... .......................... .......................... .........
(3)
21
Variabel-variabel yang saling berkorelasi berarti terdapat hubungan antar variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama metode analisis komponen utama dan analisis faktor. 2.6. Penelitian Terdahulu Pratiwi (2006) mengkaji efektivitas peran Gugus Kendali Mutu (GKM) dalam peningkatan kinerja perusahaan di PT. Pertamina unit pengolahan IV Cilacap dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah mengetahui implementasi GKM di PT. Pertamina UP IV, mengidentifikasi indikator kinerja perusahaan yang terkait dengan mutu serta mengukur korelasi efektivitas GKM dengan kinerja PT. Pertamina UP IV yang meliputi kinerja mutu dan produktivitas. Implementasi GKM di Pertamina terdiri dari empat tahap yaitu : (1) persiapan, pengenalan, dan sosialisasi, (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3) pelaksanaan, (4) pembudayaan. Indikator kinerja perusahaan tertuang dalam Key Performance Indicator (KPI) general manager yang terdiri dari 10 kriteria berdasarkan empat aspek balance scorecard. Indikator mutu yang berkontribusi terhadap kinerja perusahaan, yaitu kepemimpinan, fokus pelanggan dan pasar, fokus pada SDM, manajemen proses, dan hasil-hasil usaha. Hasil analisis regresi berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap peningkatan kinerja perusahaan di PT. Pertamina UP IV Cilacap, karena koefisien determinasi maksimal dari berbagai model yang telah dicoba sangatlah kecil, yaitu 22,2 persen terhadap kinerja mutu dan 33,3 persen terhadap produktivitas. Dari berbagai macam alternatif fungsi regresi yang digunakan, terdapat kesamaan faktor yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Kusumawati (1997) mengkaji implementasi GKM pada perusahaan agroindustri teh di PT. Gunung Mas, PTPN VIII, Kabupaten Bogor dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tahap-tahap pembentukan dan pengimplementasian GKM, permasalahan yang dihadapi, kinerja, dan manfaat GKM di perkebunan Gunung Mas. Permasalahan yang ada berturut-turut adalah masalah pengembangan GKM dengan subkriteria masalah berupa dukungan, penghargaan, dan GKM khusus, masalah pembentukan GKM dengan subkriteria masalah faktor alam, pokok-pokok kegiatan GKM, metode dan
22
teknik, serta penilaian. Masalah penerapan dengan subkriteria masalah konsep dasar GKM, kesiapan manajemen, motivasi kerja, dan mekanisme pembentukan. Kinerja GKM terbaik terdapat di bagian teeknik, kemudian pengolahan, tanaman, dan administrasi. Secara keseluruhan unsur GKM yang mempunyai kinerja terbaik berturut-turut adalah unsur pengendalian, perbaikan, standar, teknik, partisipasi, dan pengembangan. Suryawati (2001) mengkaji efektivitas GKM terhadap mutu dan produktivitas karyawan dalam mengimplementasi ISO 9000 pada PT. ISM Bogasari Flour Mile dengan pendekatan studi kasus. Penelitian bertujuan untuk mengkaji kegiatan dan efektivitas penerapan TQM melalui GKM terhadap mutu dan produktivitas karyawan di PT. ISM Bogasari Flour Mile. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survai dengan mengambil contoh dari populasi dengan kuesioner sebagai alat dalam pengumpulan data primer. Uji korelasi rank spearman dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor- faktor pendukung keberhasilan GKM dengan efektivitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor pendukung keberhasilan GKM yaitu komitmen manajemen puncak, motivasi, pendidikan dan pelatihan, ISO 9000, fasilitas, partisipasi, kepemimpinan, komunikasi, kekompakan, tujuan GKM, teknik kendali mutu berhubungan nyata dengan efektivitasnya baik efisiensi, produktivitas kerja dan kepuasan kerja. Efektivitas GKM berpengaruh terhadap peningkatan mutu dan produktivitas karyawan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan produk cacat selama proses produksi. Dewi (1993) mengkaji efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan XII. Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor penyusun efektivitas GKM dan mengetahui keterkaitan antara faktor-faktor penentu efektivitas GKM pada masing-masing lokasi penelitian, serta memberikan saran bagi pengembangan GKM bagi PT. Perkebunan XII. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden yaitu anggota GKM di tiga lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survai, dengan analisis statistik uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, korelasi rank spearman dan regresi linier berganda.
23
Hasil uji kesahihan menurut pretest adalah adanya perbaikan kuisioner dengan nilai reliabilitas 0,889. Hasil korelasi rank spearman menunjukkan bahwa dari sembilan variabel yang ditetapkan, tujuh variabel berpengaruh nyata terhadap aktivitas GKM, yaitu kepemimpinan fasilitator, kepemimpinan ketua GKM, partisipasi, struktur tugas, fasilitas, dan dukungan manajemen. Sedangkan keanggotaan dan kekompakkan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas GKM. Selanjutnya dari regresi linier berganda didapatkan empat faktor yang dominan terhadap kondisi GKM di PTP XII, yaitu kepemimpinan fasilitator, tujuan GKM, partisipasi, dan dukungan manajemen. Tingkat efektivitas ketiga lokasi penelitian hampir sama, hal ini disebabkan oleh faktor dominan berupa kepemimpinan fasilitator, pemahaman terhadap tujuan GKM dan partisipasi.
24
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Persaingan usaha dalam industri manufaktur
semakin ketat. Hal
inimembuat perusahaan-perusahaan melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan dalam persaingan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adalah dengan membentuk gugus kendali mutu dalam perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas implementasi gugus kendali mutu yang dilakukan oleh perusahaan, dalam hal ini mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh manunggal sejati dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus meliputi intensitas pertemuan gugus, pelaksanaan perbaikan dalam bidang kerja masing-masing, coaching and conseling, pembuatan risalah dan konvensi yang dilakukan oleh gugus. Untuk melihat efektivitas GKM perlu diketahui indikator yang paling berpengaruh terhadap efektivitas GKM dari faktor-faktor yang telah ditentukan. Indikatorindikator yang mempengaruhi efektivitas GKM diantaranya adalah komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas. Penilaian
efektivitas hasil kerja gugus dilakukan dilakukan dengan
mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap kondisi sebelum dan sesudah mengikuti GKM serta hasil akhir dari kegiatan gugus berdasarkan data - data yang berhubungan dengan efisiensi, produk atau material cacat, dan produktivitas. Tentunya gugus yang efektif adalah yang bisa melakukan perubahan kearah yang positif
berkaitan dengan kemampuan meminimalkan
biaya produksi, meningkatkan produktivitas karyawan, menurunkan produk cacat, sehingga meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya terjadi peningkatan daya saing bagi perusahaan.
25
Persaingan Industri Manufaktur
PT. Triteguh Manunggal Sejati
Indikator Proses : Pertemuan gugus Pelatihan GKM Pemecahan
Gugus Kendali Mutu
masalah Coaching and Conseling Konvensi Gugus
Indikator Penentu Keberhasilan: Komitmen Manajemen Puncak Tujuan GKM Pendidikan dan pelatihan Komunikasi Partisipasi Seven Tools Kepemimpinan Fasilitas
Peningkatan Efektivitas Hasil GKM
Output
Proses Produksi
Penurunan Jumlah Cacat
Penurunan biaya
Peningkatan kualitas
Peningkatan Efisiensi
Peningkatan daya saing perusahaan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
26
3.2. Tahapan Penelitian Penelitian dimulai dengan menetapkan tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas penerapan gugus kendali mutu di perusahaan. Kemudian melakukan studi pustaka sebagai landasan berfikir ilmiah berupa kegiatan mencari literaturliteratur atau hasil penelitian terdahulu dalam memecahkan masalah yang diteliti. Setelah itu mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi gugus. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus diantaranya adalah mengadakan pertemuan gugus, pendidikan dan pelatihan bagi anggota gugus, pemecahan masalah gugus, coaching and conseling dan aktivitas konvensi. Hal ini untuk mengetahui efektivitas penerapan gugus kendali mutu yang dilakukan oleh perusahaan. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada anggota gugus untuk mengetahui indikator penentu keberhasilan kinerja gugus.
Indikator-indikator penentu
keberhasilan yang diuji dalam kuesioner tersebut diantaranya adalah komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas (Imae, 1997).
Selain itu diperlukan data-data hasil GKM sebelumnya untuk
membandingkan persepsi responden dengan hasil dari kegiatan GKM sebenarnya. Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 dan menggunakan perhitungan analisis faktor untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap efektivitas gugus. Perhitungan yang berkaitan dengan penilaian responden sebelum dan sesudah mengikuti GKM dilakukan dengan statistika deskriptif. Perhitungan analisis deskriptif dengan menggunakan modus dengan melihat angka yang paling banyak muncul pada setiap variabel sebelum dan sesudah GKM. Dengan demikian, dapat diketahui perubahan yang terjadi dari hasil perbandingan tersebut. Hasil dari pembahasan mengenai analisis perbandingan tersebut akan direkomendasikan kepada perusahaan untuk diterapkan dalam kegiatan bisnis perusahaan dan menjadi masukan bagi perusahaan dalam pelaksanaan GKM di PT. TMS. Tahapan penelitian digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut :
27
Mulai
Penentuan Tujuan Penelitian
Studi pustaka
Penentuan Teknik Pengumpulan data
Perancangan kuesioner
Pengolahan dan analisis data
Tabulasi data
Pengujian data dan penyebaran kuesioner
Perhitungan analisis faktor
Ok? ??K
Valid?
Tidak
Ya Ya
Pengumpulan data profil perusahaan, wawancara fasilitator dan supervisor produksi, data hasil kegiatan GKM
Perhitungan statistika deskriptif Ya pembahasan
Cukup?
Model analisis statistik lain
Penarikan Kesimpulan
Saran
Selesai
Gambar 2. Diagram Alir Tahap Penelitian
Valid?
Tidak k
28
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Juli hingga September 2010. Lokasi penelitian bertempat di salah satu cabang PT. Garuda Food Putra Putri Jaya yaitu PT. Triteguh Manunggal Sejati yang berlokasi di Gunung Putri, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, mengingat PT. TMS telah menerapkan Gugus Kendali Mutu sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas produk dan mendorong partisipasi karyawan, dan bersedia dijadikan objek penelitian. 3.4. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian. Untuk lebih jelasnya, jenis data dan sumber data dapat dilihat pada Lampiran 10. 3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel Penentuan contoh (sampling) dalam penelitian ini menggunakan metode quota sampling, yaitu metode pengumpulan sampel dimana responden dipilih secara sengaja dan distratifikasikan secara proporsional. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 responden yang merupakan aktivis GKM di Departemen Minuman Ringan. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada jumlah total aktivis GKM di Departemen Minuman Ringan. Di Departemen Minuman Ringan terdapat 15 kelompok GKM yang terdiri dari 4-7 orang setiap kelompoknya dengan total aktivis GKM sebanyak 80 orang. Dari setiap GKM diambil dua orang aktivis sebagai responden, dan dengan demikian total aktivis GKM yang menjadi responden sebanyak 30 orang. 3.6. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan aktivis GKM, fasilitator dan supervisor produksi di Departemen Produksi Minuman Ringan.
Pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan
29
terbuka maupun tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang diberikan dengan memberikan kebebasan jawaban dari responden, sedangkan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disediakan alternatif jawabannya. Pengumpulan data primer secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 10. Pengujian data kuesioner dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak digunakan. Untuk menguji tingkat validitas kuesioner digunakan tingkat korelasi product moment Pearson. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi hasil pengukuran yang dilakukan. Uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien internal dari Cronbach Alpha. Data sekunder diperoleh dari data perusahaan berupa profil perusahaan, struktur organisasi, data prestasi GKM di produksi minuman ringan dan risalahrisalah hasil kinerja GKM di Departemen Produksi Minuman Ringan. Selain itu, data sekunder diperoleh melalui studi pustaka,
internet, buku dan penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian. 3.7. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh adalah data kuantitatif berupa hasil kinerja GKM berkaitan dengan efisiensi, produk cacat dan data kualitatif berupa penilaian responden yang disajikan dalam bentuk kuesioner. Data kuantitatif diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Data kualitatif diolah
dengan menggunakan software SPSS dan dianalisis melalui
analisis statistik, yaitu analisis faktor. Selain analisis faktor digunakan juga statistik deskriptif yakni dengan menggunakan tabulasi dan modus. Penilaian
responden
terkait
dengan
kuesioner
indikator
penentu
keberhasilan GKM dilakukan dengan menggunakan skala likert yaitu skala 1 sampai dengan 5 berdasarkan tingkat kepentingan atau persetujuan, yaitu : 1 : sangat tidak setuju 2 : tidak setuju 3 : netral 4 : setuju 5 : sangat setuju
30
Perhitungan indikator penentu keberhasilan GKM dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Sedangkan kuesioner efektivitas hasil GKM juga dilakukan dengan menggunakan skala likert berdasarkan tingkat kepentingan, yaitu : -2 : sangat buruk -1 : buruk 0 : tidak ada perubahan +1 : lebih baik +2 : sangat baik Perhitungan efektivitas hasil GKM dilakukan dengan statistika deskriptif berupa modus, yaitu dengan melihat nilai yang paling banyak muncul untuk mengetahui perubahan sebelum dan sesudah GKM.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Perusahaan 4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan PT GarudaFood Putra Putri Jaya berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT. Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan tahun 1979 di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkosentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat dengan sebutan Kacang Garuda. Seiring dengan kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT. Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi kacang atom, kacang telur, dan kacang madu.Untuk memperkokoh basis di Industri makanan ringan, tahun 1997 perusahaan memasuki pasar biskuit melalui PT. Garuda Food Jaya. Meskipun di tengah krisis ekonomi, merek biskuit Danza dan Gery berhasil melakukan penetrasi pasar, untuk tahap I (karena keterbatasan kapasitas), ke sejumlah pasar wafer stick di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada Mei 1998, PT. Garuda Food Putra Putri Jaya mengakuisisi PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) yang memproduksi produk jelly Okky dan produk minuman Keffy. PT. Triteguh Manunggal sejati adalah produsen minuman jelly yang didirikan pada tahun 1974 di Kalideres. Selain produk-produk jelly sangat digemari oleh konsumen, produk-produk jelly ini mendapatkan beberapa penghargaan sehingga membuat PT. Garuda Food Putra Putri Jaya dikenal sebagai produsen produk jelly yang bagus. Pada tahun 2002, Okky Jelly Sedot dan Okky jelly Serat menjadi market leader dalam pasar produk jelly. Pada tahun 2003, produk baru dari jelly yaitu Okky Jelly Drink diluncurkan ke pasaran. Dengan kemunculan produk ini membuat PT. Garuda Food Putra Putri Jaya menjadi terkenal di industri minuman dan di pasar minuman
32
ringan. PT. Garuda Food Putra Putri Jaya selalu mencoba untuk mengembangkan produk-produk lain. Sebagai hasilnya, Okky Bollo Drink di produksi pada tahun 2005. Penghargaan pertama yang diraih oleh PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah mendapatkan Top Brand for Kids untuk Okky Jelly. Sebulan kemudian yakni pada Juli 2004, PT. Triteguh Manunggal Sejati meraih penghargaan Indonesian Best Brand Award (IBBA) untuk produk Okky Jelly. Pada tahun 2007, perusahan meraih penghargaan Top Brand Award untuk Okky Jelly Drink. Saat ini PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) memiliki empat pabrik, diantaranya adalah PT. L yang berlokasi di Pekan Baru, PT. J di Gresik, PT. F di Keroncong dan PT. G di Gunung Putri. PT. G sebelumnya berlokasi di Cikupa, dan kemudian di pindahkan ke Gunung Putri pada September 2009. Saat ini PT. Triteguh Manunggal Sejati memproduksi Okky Jelly Drink rasa Blackcurrant dan Guava, Keffy rasa jeruk dan Mountea rasa Apple, Guava dan Blackcurrent. 4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan Visi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah menjadi salah satu perusahaan terbaik dalam industri makanan dan minuman dalam aspek keuntungan, penjualan, dan kepuasan konsumen dengan bekerja secara kreatif dan inovatif. Dalam mendukung visi, PT. Triteguh Manunggal Sejati
juga
mempunyai misi. Misi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah : 1. Memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan makanan dan minuman dengan kualitas tinggi dan produk-produk konsumsi dengan pelayanan yang berkualitas. 2. Membentuk komunitas karyawan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan mengembangkan quality for life, lingkungan pekerjaan, dan aktivitas para pekerja. 3. Menciptakan keuntungan jangka panjang secara berkelanjutan dalam hubungan antara perusahaan dan mitra kerja. 4. Meningkatkan nilai tambah bagi para stakeholder dengan menunjukkan etika bisnis dan manajemen perusahaan yang baik. Aktivitas yang dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati selalu merujuk pada visi dan misi perusahaan. Selain itu, di PT. Triteguh Manunggal Sejati terdapat pilosofi yang menjadi dasar dari visi perusahaan. Pilosofi perusahaan
33
adalah Damai dan Dinamis. Pilosofi ini berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan, etika bisnis, persatuan melalui kaharmonisan, cepat dan unggul dalam inovasi, dan bekerja secara cerdas dalam budaya pembelajaran. Disamping pilosofi perusahaan, semangat pendiri yaitu Sukses itu Lahir dari Kejujuran, Keuletan, dan Ketekunan yang diiringi Doa juga menjadi pendekatan dasar dari visi perusahaan. Dalam proses kerjanya, setiap karyawan harus berlandaskan kepada Tudung Basic mentality, yaitu : 1. Bersyukur atas anugerah Tuhan (be grateful to God) 2. Semangat untuk sukses (winning spirit) 3. Pelayanan kepada stakeholders(service to stakeholders) 4. Berfikir kreatif dan inovatif (craeative and innovative thinking) 5. Perbaikan berkesinambungan (continuous improvement/ kaizen) 4.1.3. Struktur Organisasi Struktur organisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati plant G Gunung Putri di pimpin oleh seorang kepala BU (Business Unit). Kepala BU bertanggungjawab dalam menyusun rencana, mengontrol kegiatan-kegiatan dalam setiap aktivitas manufaktur, dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh unit bisnis. Kepala BU juga harus memimpin, mengkoordinasi, dan mengamati pekerjaan dari staff, pekerja dan karyawan di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Selanjutnya kepala BU harus mampu mengambil keputusan dalam mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Kepala BU dibantu oleh beberapa kepala departemen dalam BU yang membawahi masing-masing departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati terdiri dari Departemen PDCA (plan, do, check, action), Departemen FA (finance and accounting), Departemen Pengadaan bahan baku, Departemen Produksi, Departemen QA (quality assurance), Departemen QC (quality control), Departemen Pengembangan Formula dan Produk, Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan Logistik, Departemen Teknik dan Departemen Sumber Daya Manusia (HRS). Di setiap departemen, di bawah kepala departemen terdapat kepala seksi, group team leader, team leader, dan operator.
34
1. Departemen PDCA (plan, do, check, action) a) Memfasilitasi, memonitor, dan mengevaluasi setiap rencana dan implementasi dari program dan sistem dalam pabrik. b) Melaksanakan perbaikan manajemen 2. Departemen FA (finance and accounting) a) Mengurus seluruh aktivitas keuangan dalam perusahaan. b) Membuat laporan keuangan harian, bulanan, dan tahunan
dalam
perusahaan. 3. Departemen Pengadaan a) Melakukan seleksi, negosiasi, dan komunikasi dengan pemasok. b) Menyiapkan bahan baku berdasarkan spesifikasi dan jumlah yang diminta. 4. Departemen Produksi a) Memimpin dan memonitor semua aktivitas yang terjadi dalam produksi untuk mencapai target produksi. b) Membuat tindakan perbaikan berkelanjutan. 5. Departeman Pengawasan dan Pengendalian Kualitas (QAQC) a) Membuat, menguji, dan mengevaluasi sistem yang dijalankan dan hubungannya dengan keamanan produk dan regulasi produk tentang jaminan kualitas dari barang yang selesai diproduksi. b) Mengontrol kualitas produk mulai dari bahan baku produk, proses produksi sampai penyimpanan dan pengiriman produk akhir. 6. Departemen Pengembangan Formula dan Produk a) Meningkatkan kualitas produk. b) Bertanggungjawab dalam program penentuan skala produk baru dan penurunan biaya. c) Mengatur legalisasi dan sertifikasi halal. 7. Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan Logistik a) Mengontrol bahan baku dan persediaan kemasan. b) Membuat rencana produksi mingguan. c) Mengontrol
ketersediaan
pengirimannya.
dari
persediaan
barang
akhir
sampai
35
8. Departemen Teknik a) Memastikan bahwa semua mesin dalam keadaan baik dan dapat dioperasikan dengan baik. b) Melakukan pemeriksaan terhadap mesin-mesin secara rutin. 9.
Departemen Sumber Daya Manusia (HRS) a) Personal Development (PDv) 1) Mengumpulkan informasi mengenai pelatihan dan mengatur pelatihan karyawan. 2) Mencatat data karyawan yang telah mengikuti pelatihan dalam catatan pelatihan karyawan. b) Personnel and General Affairs (PGA) 1) Membuat laporan gaji. 2) Merekrut dan memilih sumber daya manusia yang potensial. 3) Menyarankan penerimaan, penempatan, mutasi, rotasi, dan pengeluaran karyawan.
4.1.4. Proses Produksi Divisi Minuman Ringan (Beverages) Proses produksi bermula dari proses pemasakan, dan proses pemasakan ini merupakan proses pencampuran semua bahan mentah dengan air dan pemanasan. Bahan mentah seperti jelly, pemanis, pengawet, pewarna, cloudifier, asam dan flavor ditambahkan secara bertahap dengan air yang telah diolah di fasilitas water treatment.
Keseluruhan bahan diaduk sampai homogen dan juga dipanaskan
hingga mencapai suhu 81°C. Proses pencampuran dan pemasakan ini dilakukan di jacket tank masak. Setelah melalui proses pemasakan, proses dilanjutkan ke tahap filling dan sealing. Proses filling merupakan proses pemasukan hasil adonan yang telah disiapkan dari pemasakan ke cup-cup yang sudah disiapkan. Setelah cup-cup diisi dilakukan proses sealing yang bertujuan untuk menutup cup dan isinya dengan seal, sehingga isi tidak tumpah. Proses sealing harus kuat sehingga terhindar dari kebocoran dan menjaga kualitas produk di dalam cup. Setelah tahap filling dan sealing, masuk ke tahap pasteurisasi. Mikroorganisme merupakan faktor yang dapat menurunkan kualitas dari produk sehingga diperlukan suatu tindakan untuk meminimalkan penurunan kualitas
36
tersebut. Setelah proses pasteurisasi dilakukan maka selanjutnya dilakukan proses cooling atau pendinginan dengan memasukkan produk dari bak panas ke dalam bak dingin. Sirkulasi pendinginan dilakukan dengan mesin cooling tower dengan syarat suhu maksimal pendinginan sebesar 30°C.
Produk didinginkan dengan
waktu sekitar 5 menit dan suhu akhir internal jelly sekitar 37°C. Proses pendinginan ini harus dilakukan secara sempurna untuk mengantisipasi kemungkinan sineresis gel akibat asam yang terdapat pada produk jelly. Produk-produk yang telah melalui proses pasteurisasi akan diteruskan untuk memasuki proses packaging. Produk dipindahkan dari area pasteurisasi ke area pengemasan dengan menggunakan keranjang yang digerakkan secara manual oleh operator di atas roller conveyor. Kemudian produk diletakkan di atas belt conveyor untuk diperiksa kualitasnya oleh petugas quality control, alat yang mendukung proses pengecekan kualitas ini adalah penggunaan lampu berwarna putih untuk mendukung serta mempermudah proses pengecekan kualitas produk. Selanjutnya produk akan berada di line packing yang dilengkapi dengan lampu, conveyor yang digunakan adalah dari jenis belt yang bebahan dasar karet, kecepatan dari conveyor pada line packing ini dapat disesuaikan. Pengemasan dilakukan secara manual oleh sepuluh orang. Posisi orang tersebut adalah berbaris dengan formasi bersebrangan di dua sisi, jadi di setiap satu sisi line packing terdapat lima orang.
Pengemas tersebut kemudian
mengemas produk sesuai standar termasuk letak sedotan dan partisi pada kardus. Hasil kemasan yang telah selesai diletakkan di conveyor yang terletak di bagian bawah conveyor produk. Jadi pada line packing terdapat dua lajur conveyor, bagian atas untuk produk jadi sedangkan bagian bawah untuk produk yang telah dikemas.
Hasil pengemasan ini selanjutnya akan dilaminasi secara otomatis
dengan mesin carton sealer. Diagram alur produksi secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 3.
37
Air proses Bahan bakutambahan
Proses Pemasakan
Gelling Agent (karagenan, locust bean gum, dan konjac gum)
Holding Tank
Nata mentah
Proses Filling dan Sealing
Pemasakan Nata
Pemberian Kode Produksi
Nata masak
Pasteurisasi Cooling Drying Packing Finish Goods Transfer ke FGW
Gambar 3. Alur Proses Produksi Minuman Ringan (Sumber : PT. TMS, 2010) 4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) 4.2.1. Sejarah Pembentukan Gugus Kendali Mutu di PT. TMS Berawal dari kesadaran untuk selalu menjaga dan meningkatkan kualitas produk, maka pada tahun 2007 PT. TMS menerapkan Gugus Kendali Mutu (GKM) dan Suggestion System (SS) pada manajemen tingkat bawah. Gugus kendali mutu merupakan bentuk implementasi dari Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Diharapkan dengan kegiatan GKM semakin tumbuh partisipasi dari setiap karyawan dalam peningkatan kualitas produk serta terciptanya budaya perusahaan yang baik dan sehat.
Di PT. TMS, GKM lebih dikenal dengan
sebutan Small Group Activities (SGA). Sasaran dari kegiatan ini adalah memecahkan masalah yang terkait dengan bidang kerjanya masing-masing serta menumbuhkan pasrtisipasi dari setiap karyawan akan pentingnya mutu dalam setiap kegiatannya.
38
Kegiatan GKM di PT. TMS mulai diadakan pada tahun 2007 dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas produk, meningkatkan partisipasi dari setiap karyawan, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan karyawan, serta mencari alternatif-alternatif dan memunculkan ide-ide baru dari setiap karyawan untuk meningkatkan dan memperbaiki proses kerjanya masing-masing. Anggota GKM terdiri dari operator, leader, team leader dan kepala departemen. Setiap GKM terdiri dari 4-7 orang yang berasal dari bidang pekerjaan yang sama. Pertemuan dilakukan selama 2 jam setiap minggu dengan jadwal pertemuan yang telah disepakati terlebih dahulu dengan fasilitator. Pertemuan dilakukan di taman SGA yang berupa ruangan khusus tempat GKM melakukan pertemuan. Setiap GKM dibimbing oleh seorang fasilitator dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang sekertaris yang bertugas untuk mencatat hasil pertemuan dan menyusun risalah GKM. Kegiatan GKM di PT. TMS tidak hanya dilakukan di Departemen Produksi saja, tetapi sudah diterapkan di departemen-departemen lainnya. Hal ini dilakukan mengingat masalah yang terjadi di tempat kerja bukan hanya di bagian produksi saja , tetapi masalah juga terjadi di bagian lainnya dan perlu dilakukan pemecahan masalah melalui kegiatan GKM.
Kegiatan GKM di PT. TMS
berdasarkan pada filosofi sukarela dari setiap karyawan. Asas sukarela bukan berarti tidak ada dukungan penuh dari pihak manajemen, manajemen mendukung penuh kegiatan GKM dengan memberikan reward
kepada GKM yang aktif
dalam bentuk parkir khusus, pemberian menu makanan tambahan, studi banding ke perusahaan lain yang menerapkan GKM, dan pemberian fasilitas lainnya yang membuat keberadaan karyawan sebagai anggota GKM merasa dihargai. Memang, penerapan GKM di perusahaan belum sepenuhnya diikuti oleh semua karyawan karena tingkat pemahaman dan partisipasi dari karyawan. Dan perlu diakui dan dipahami bahwa untuk menerapkan satu konsep baru , harus ada kepercayaan diri dari karyawan terhadap konsep tersebut. 4.2.2.GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati Karyawan PT. TMS yang menjadi aktivis GKM tahun 2010 berjumlah 245 orang. Jumlah ini lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, terbukti dengan terjadinya peningkatan jumlah Gugus di PT. TMS. Pada tahun 2010, terdapat 45
39
GKM di PT. TMS. Tiga GKM dari Departemen HRS (Human Resource Service), empat GKM dari Departemen Teknik, satu GKM dari Departemen Procurement, tiga GKM dari Departemen PDCA (Plan, Do, Check, Action), dua GKM dari Departemen PPIC, satu GKM dari Departemen FA (Finance and Accounting), sepuluh GKM dari Departemen Produksi biskuit, tiga GKM dari Departemen PDF (Formula), empat GKM dari Departemen QA/QC (Quality Assurance and Quality Control), dan empat belas GKM dari Departemen Produksi Beverages. Tabel 1. Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati No.
Departemen
GKM
Jumlah Karyawan (orang)
Kelompok
Orang
1.
Produksi Beverage
117
14
82
2.
Produksi Biskuit
156
10
56
3.
Human Resource
17
3
14
4.
Teknik
55
4
18
5.
QA/QC
42
4
21
6.
PDCA
19
3
12
7.
formula (PDF)
40
3
18
8.
PPIC
17
2
12
9.
Finance
16
1
9
10.
Procurement
7
1
5
Sumber : PT. Triteguh Manunggal Sejati (2010) 4.2.3.Proses Pembentukan dan pelaksanaan GKM di PT. TMS Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS terdiri dari empat tahap yaitu sosialisasi, pembuatan struktur, pelaksanaan dan pembudayaan. 1. Sosialisasi Proses sosialisasi merupakan langkah awal dari pihak manajemen untuk memberikan informasi kepada karyawan mengenai pembentukan GKM di perusahaan. Untuk meningkatkan semangat karyawan yang lain, maka ada beberapa GKM yang dimunculkan sebagai percontohan. Dari percontohan itu akhirnya semakin banyak karyawan yang turut serta dalam kegiatan GKM. Pelatihan GKM terdiri dari pelatihan bagi manajemen pabrik, fasilitator, ketua, dan anggota GKM. Pelatihan bagi fasilitator agar fasilitator dapat membimbing
40
dan mengarahkan kegiatan gugus. Pelatihan bagi Ketua GKM agar dapat mengkoordinasikan dan mengefektifkan jalannya kegiatan GKM, dan pelatihan bagi anggota GKM, agar anggota GKM mengetahui konsep GKM dan teknikteknik yang sering digunakan. 2. Pembuatan struktur Setelah dilakukan sosialisasi menyeluruh kepada karyawan, kemudian dilakukan pembuatan struktur GKM. Struktur GKM terdiri dari fasilitator, ketua, sekretaris dan anggota. Fasilitator adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan gugus di suatu departemen, dan berperan sebagai pembimbing, katalisator, pelatih, dan penghubung dengan sponsor. Khusus di bagian produksi minuman ringan, terdapat dua orang fasilitator yaitu satu orang di line manual dan satu orang di line robotik. Ketua gugus adalah
seseorang yang bertanggung jawab untuk
mengefektifkan gugus dan mempunyai tugas yaitu : mengatur pertemuan gugus, memastikan agar pertemuan sesuai dengan tujuan gugus, mendorong keterlibatan anggota, menciptakan koordinasi dan keselarasan antar anggota gugus, membantu anggota gugus, dan membangun komunikasi yang efektif antar anggota. Sedangkan notulis adalah seseorang yang bertanggung jawab atas pencatatan hasil-hasil yang dibicarakan selama gugus berlangsung dengan membuat ringkasan hasil pertemuan dan menyusun risalah. 3. Pelaksanaan Pelaksanaan GKM diawali dengan memilih pimpinan GKM. Selanjutnya, dilakukan identifikasi masalah di tempat kerja, kemudian mengevaluasi dan memilih tema yang sederhana dan periode penyelesaian singkat. Pertemuan secara berkala juga diselenggarakan untuk memecahkan masalah dengan teknik-teknik yang ada. Pertemuan dilaksanakan di ruangan khusus yang diberi nama taman GKM atau taman SGA. Biasanya tidak hanya satu GKM yang mengadakan pertemuan di taman SGA setiap harinya, 2 sampai 4 kelompok GKM mengadakan pertemuan setiap harinya. Pertemuan dilakukan dengan membahas setiap langkah dari delapan langkah pemecahan masalah dengan menggunakan seven tools di setiap
41
langkahnya.Dalam pertemuan anggota gugus, kehadiran fasilitator sangat penting, karena tugas fasilitator sebagai pembimbing dan pemberi arahan bagi gugus. Hasil pertemuan gugus kemudian dibuat risalah oleh notulis yang akan dievaluasi dievaluasi dan dipresentasikan ke manajemen. Sebagai salah satu bentuk komitmen manajemen puncak bagi gugus, sebelum diadakan konvensi dilakukan proses coaching and controling (C&C) oleh manajemen. C&C adalah proses evaluasi dan bimbingan dari manajemen bagi gugus yang akan mengikuti konvensi tingkat lokal. Dari proses C&C diharapkan setiap anggota gugus mampu melakukan presentasi ketika konvensi dan kematangan dari risalah yang telah dibuat sebelumnya. Dalam hal administrasi, kelompok GKM yang terbentuk harus didaftarkan pada Komite Koordinator, demikian pula tema yang dipilih juga didaftarkan. Rencana kegiatan GKM dibuat dan setiap pertemuan harus dibuat notulen dan salinannya untuk kemudian diberikan pada fasilitator untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. Perkembangan GKM dilaporkan oleh fasilitator secara berkala kepada koordinator. Proses pelaksanaan GKM di PT. TMS dilakukan dengan menggunakan delapan langkah pemecahan masalah dan tujuh alat kendali mutu (seven tools). Delapan langkah pemecahan masalah yang dimaksud antara lain sebagai berikut : 1) Identifikasi masalah dan penetapan target Langkah awal yang dilakukan oleh kelompok gugus di PT. TMS adalah melakukan brainstorming masalah dengan cara menggali masalah yang ada melalui pola pengumpulan pendapat atau ide dengan partisipasi dari seluruh peserta. Setelah brainstorming kemudian melakukan pemisahan masalah yang sifatnya berbenturan dengan kebijakan perusahaan, gosip, atau keluhan yang sifatnya perorangan. Kemudian dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan tolak ukur yang sama dengan melihat kinerja sebelumnya. Prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan diagram pareto sehingga diketahui masalah terbesar dan kemudian dijadikan sebagai tema GKM. Tema yang dipilih kemudian diinformasikan dan meminta persetujuan atas tema yang diambil kepada fasilitator.
42
Penetapan target gugus didasarkan pada konsep SMART (specific, measurable, achievable, realistic, and timeline). Setelah itu dilakukan analisis QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale, and environment) dengan menganalisis dan menguraikan secara singkat akibat dan pengaruh dari masalah prioritas, ditinjau dari faktor quality, cost, delivery, safety, morale, and environment melalui tampilan data angka maupun definisi logis untuk bahan evaluasi serta perbandingan antara kondisi sebelum dan sesudah dilakukan. 2) Menganalisis akar penyebab Proses mencari akar penyebab dilakukan dengan menganalisis faktorfaktor yang berkaitan dengan akar permasalahan. Caranya adalah dengan mendetailkan penyebab dengan bertanya lima kali why/ mengapa dan melakukan uji logika atau uji kembali hubungan sebab akibatnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik untuk melihat hubungan antar sebab dan akibat secara lebih akurat. 3) Analisis pengujian hipotesa Pengujian hipotesa terhadap akar penyebab dominan hasil analisis sebabakibat dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data-data lapangan yang kemudian dirangkum ke dalam tabel, grafik maupun diagram untun melihat urutan masing-masing skala prioritas penyebab melalui diagram pareto penyebab. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh setiap gugus di PT. TMS adalah menentukan indikator dan standar, membagi tanggung jawab pencarian data masing-masing indikator penyebab dan periode pengambilan data, merekap dan melakukan normalisasi serta memvisualkan dalam bentuk pareto. 4) Merencanakan perbaikan Rencana perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode 5W-2H (what, why, when, where, who, how, how much) : menjelaskan perbaikan yang akan dilakukan, kenapa solusi itu yang dipilih,bagaimana melakukannya, kapan mulai dilaksanakan perbaikan tersebut, dimana perbaikan tersebut dilakukan, siapa
penanggungjawab
pelaksanaan
perbaikan
tersebut
(PIC),
dan
menjelaskan jika ada rencana pengeluaran biaya untuk pelaksanaan perbaikan.
43
5) Pelaksanaan perbaikan dan pelaporan tindakan Pelaksanaan perbaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada langkah ke empat. Penulisan laporan pelaksanaan perbaikan berpedoman pada 4W-2H. Pedoman 4W-2H menjelaskan secara jelas bagaimana solusi itu dilaksanakan, bagaimana hasil perbaikannya, waktu pelaksanaan perbaikan dan waktu berakhirnya, lokasi perbaikan dilakukan, orang yang bertanggungjawab dalam perbaikan, dan jika ada biaya pengeluaran riil dalam pelaksanaan. 6) Evaluasi hasil dan dampak Ketentuan keberhasilan proyek GKM dapat diukur melalui perbandingan antara target dan kinerja, perbandingan antara pareto awal dan akhir, laporan perkembangan data dari awal sampai akhir, laporan analisis QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale and environment) dan analisis perubahan proses kerja dengan standar operasional. 7) Penetapan standarisasi Standarisasi diperlukan untuk mencegah timbulnya kembali masalah yang sama untuk meningkatkan standar yang ada. Penetapan standarisasi dilakukan meliputi standar proses dalam bentuk narasi dan flowchart, standar hasil yang harus dicapai untuk masing-masing proses, standar peralatan yang harus dipakai, dan standar safety tools yang harus dipakai. 8) Pelaksanaan standarisasi dan menetapkan rencana berikutnya Rencana berikutnya dirumuskan dengan meneliti hasil yang telah diperoleh dan mengikuti prioritas masalah berikutnya atau dengan menentukan permasalahan yang baru. Pelakasanaannya dengan cara mengambil data dan diagram pareto setelah perbaikan untuk menentukan proyek / tema perbaikan berikutnya. Tujuh alat kendali mutu yang digunakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah : 1) Lembar
periksa
(check
sheet).
Manfaat
check
sheet
adalah
untuk
mempermudah dalam pengumpulan data. 2) Pemisahan masalah (stratifikasi). Manfaatnya adalah menunjukkan dengan terperinci faktor-faktor dan karakteristik mutu.
44
3) Diagram penyebaran data (histogram). Manfaatnya adalah mengetahui penyebaran data, alat pengendalian proses, dan mempermudah dalam melihat dan menginterpretasi data. 4) Diagram prioritas (diagram pareto). 5) Diagram sebab-akibat (fish bone diagram). Manfaatnya adalah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik mutu (sebab dan akibat). 6) Diagram pencar (scatter diagram). Manfaatnya adalah menentukan korelasi antara faktor-faktor yang akan mempengaruhi karakteristik mutu. 7) Peta kendali (control chart). Manfaatnya adalah menunjukkan batas minimum dan batas maksimum daerah pengendalian. 4. Pembudayaan GKM Berdasarkan
wawancara
dengan
fasilitator
GKM,
proses
GKM
memerlukan waktu yang tidak instan, karena GKM bukan proses yang selesai begitu saja setelah suatu masalah selesai dilaksanakan oleh aktivis GKM , tetapi proses pembudayaan dalam organisasi. Adanya kegiatan GKM diharapkan dapat meningkatkan rasa kepedulian dan rasa memiliki dari para pekerja terhadap perusahaan, karena kegiatan GKM memacu ide-ide perbaikan di lingkungan kerja karyawan. Kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati diharapkan menjadi sebuah budaya bagi karyawan. Jika GKM sudah membudaya dan menjadi suatu kebutuhan, maka akan terjadi peningkatan kualitas produk yang signifikan, semangat kebersamaan dalam bekerja, dan komunikasi efektif antara karyawan dengan pihak manajemen.
Beberapa hal yang dilakukan
dalam membudayakan GKM adalah melalui menyediakan taman GKM, spanduk dan baliho bergambar GKM yang berprestasi di konvensi lokal maupun nasional, coaching and controlling dari pihak manajemen, dan lainlain. 4.2.4. Aktivitas Konvensi Penilaian perkembangan kegiatan GKM dapat terlihat saat konvensi. Pelaksanaan konvensi merupakan salah satu bukti komitmen manajemen. Dengan demikian, anggota GKM merasa diperhatikan oleh pihak manajemen dan adanya penghargaan saat konvensi juga dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan
45
kinerjanya dan berbuat lebih baik bagi perusahaan. Konvensi adalah perlombaan antar kelompok GKM, Cross Function Team (CFT), dan Suggestion System (SS) dimana setiap kelompok mempresentasikan masalah yang telah mereka selesaikan didepan kelompok lain, pimpinan, dan dewan juri. Terdapat tigamacam konvensi di PT. TMS, yaitu konvensi lokal, Tudung Innosummit, dan temu karya mutu dan produktivitas nasional (TKMPN). Konvensi lokal diadakan oleh GKM di PT. TMS sebelum Tudung Innosummit diadakan, dengan tujuan mendapatkan kelompok GKM terbaik untuk mewakili PT. TMS ke Tudung Innosummit. Tudung Innosummit adalah konvensi yang diikuti oleh seluruh perusahaan cabang yang berada dibawah kendali Tudung group, diantaranya Garuda Food Group dan SNS Group. Konvensi dilakukan setiap 6 bulan sekali. Konvensi terdiri dari konvensi proses dan konvensi hasil. Konvensi proses dilakukan untuk melihat sejauh mana kemajuan dari setiap GKM. GKM yang bisa ikut konvensi adalah GKM yang sudah melewati langkah 4. Jadi, GKM yang masih langkah 1-3 tidak bisa mengikuti konvensi proses. Konvensi hasil dilakukan untuk melihat hasil akhir dari kegiatan GKM. Pada tahun 2007 PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk satu GKM dan mengikuti konvensi lokal yang diadakan di Cipanas, Cianjur. Seiring dengan berkembangnya waktu, pada tahun 2008 ada 9 GKM yang mengikuti konvensi di tingkat lokal yang diadakan di Citra Raya, Tangerang. Dari 9 GKM yang mengikuti konvensi lokal maka terpilih satu GKM yang memperoleh predikat Gold di tingkat lokal yaitu GKM Improri dan terpilih untuk mewakili PT. TMS ke Tudung Innosummit yang diadakan di Hotel Merkuri, Ancol. Dalam konvensi Tudung Innosumit maka GKM Improri, yakni wakil dari PT. TMS memperoleh predikat Gold dan berhak untuk mewakili Tudung Group dalam konvensi tingkat nasional. Konvensi tingkat nasional adalah konvensi yang diikuti oleh perusahaanperusahaan di Indonesia yang menerapkan GKM dalam perusahaan mereka. Dalam konvensi tersebut GKM Improri memperoleh predikat Silver. Pada tahun 2009, terdapat 7 GKM yang mengikuti konvensi tingkat lokal yang diadakan di Wisma Kinasih, Depok.
GKM Formasi memperoleh predikat Gold dalam
46
Konvensi tersebut dan sebagai wakil PT. TMS ke Konvensi Tudung innosummit . dalam konvensi Tudung Innosummit, GKM Formasi memperoleh predikat Silver, dan tidak bisa mewakili Tudung ke konvensi nasional karena hanya predikat Gold yang bisa mengikuti konvensi nasional. 4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM 4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaanpertanyaan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus product moment. Validitas ini diuji pada 30 responden yang merupakan aktivis GKM dari Departemen Produksi Minuman Ringandengan menggunakan metode penarikan sampel quota sampling. Kondisi karyawan di Depertemen Produksi PT. TMS yang sudah jenuh oleh kuesioner lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, kesibukan kerja lapangan bagi karyawan produksi dan keterbatasan waktu penelitian menjadi bahan pertimbangan dalam penyebaran kuesioner. Kuesioner juga dibuat sedemikian rupa agar mudah dipahami dengan menyederhanakan pilihan jawaban menjadi 5, yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk netral, 4 untuk setuju, dan 5 untuk sangat setuju. Sebelumnya, pilihan jawaban untuk 8 variabel berbeda-beda. Untuk mengetahui karakteristik GKM, diberikan juga pertanyaan terbuka mengenai identitas responden. Uji validitas pada kuesioner digunakanuntuk menghitung korelasi antara tiap poin pertanyaan (atribut) dengan total poinnya. Dalam uji validitas, pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai-p atau Sig.(2-tailed) lebih kecil daripada alpha (5%). Pada kuesioner bagian 2 dan bagian 3, atribut A3 dan B2, memiliki nilai Sig.(2-tailed) > alpha (5%) sehingga atribut tersebut tidak valid, sedangkan atribut lain valid. Atribut yang tidak valid tersebut tidak digunakan untuk analisis selanjutnya. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi terhadap hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai dengan kondisi sesungguhnya, karena instrumen tersebut cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak bersifat
47
tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alfha Coefficient. Dalam uji reliabilitas, kuisioner dinyatakan reliabel apabila nilai Cronbach Alfha Coefficient lebih dari 0,6. Pada kuesioner yang diuji diperoleh nilai Cronbach Alfha Coefficient diatas 0,6, sehingga kuesioner dikatakan reliabel. 4.3.2. Karakteristik Responden Respoden yang menjadi objek penelitian adalah aktivis GKM di Departemen Produksi Minuman Ringan yang berjumlah 14 kelompok GKM. Penilaian terhadap karakteristik responden dalam penelitian didasarkan pada indikator-indikator penilaian efektivitas hasil dari GKM dengan melihat persepsi responden sebelum dan sesudah mengikuti GKM. Karakteristik responden dalam hal ini dibedakan berdasarkan pendidikan, lama di GKM dan masa kerja. Berdasarkan pendidikan aktivis GKM, dari enam belas indikator penilaian tentang efektivitas hasil dari GKM menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen responden berpendidikan SMA merasakan terjadi perubahan yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian efektivitas GKM. Begitu pula dengan responden berpendidikan perguruan tinggi yang merasakan terjadi perubahan yang lebih baik dan sangat baik setelah mengikuti GKM.
Pada
indikator penilaian kemampuan penyelesaian pekerjaandan kemampuan mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan, sebanyak 50 persen responden berpendidikan perguruan tinggi merasakan tidak terjadi perubahan sebelum dan sesudah mengikuti GKM. Hal ini karena sebelum mengikuti GKM pun setiap karyawan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan mencapai hasil maksimal dalam bekerja. Mayoritas respoden yang sudah mengikuti GKM 1-3 tahun yang menilai terjadi peningkatan kearah yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian efektivitas setelah mereka mengikuti GKM. Hal ini dapat diketahui dari persentase respoden yang menjawab terjadi perubahan lebih baik (+1) dan perubahan sangat baik (+2). Sedangkan mayoritas respoden yang mengikuti GKM kurang dari satu tahun memberikan penilaian dengan persentase kurang dari 50 persen dari setiap indikator penilaian. Hal ini karena penyelesaian masalah dalam GKM biasanya selesai minimal sembilan bulan, sehingga dapat
48
dimaklumi bagi responden yang baru mengikuti GKM kurang dari satu tahun. Berdasarkan lama kerja responden di perusahaan, menunjukkan bahwa respoden yang sudah bekerja antara 1-3 tahun merasakan terjadi peningkatan kearah yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian efektivitas
setelah mereka mengikuti
GKM
setelah mereka mengikuti
GKM.Begitu pula dengan responden yang sudah bekerja lebih dari tiga tahun merasakan perubahan kearah yang lebih baik setelah mengikuti GKM. Penjelasan mengenai karakteristik responden berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian efektivitas GKM dapat dilihat pada Lampiran 13. 4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden a. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Masa Kerja dan Lama di GKM Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan masa kerja menunjukkan bahwa dari 21 orang aktivis GKM yang sudah bekerja antara 1-3 yang paling aktif adalah yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun, yaitu sebesar 42,9 persen. Walaupun demikian, tingkat ketidakaktifan aktivis GKM yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun cukup tingggi yakni sebesar 23,8 persen. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan semangat aktivis gugus dalam mengikuti GKM dengan optimal. Oleh karena itu, peran ketua gugus dan fasilitator sangat penting untuk memotivasi kembali anggotanya. Sebaliknya, dari Sembilan orang aktivis GKM yang sudah bekerja lebih dari tiga tahun menunjukkan bahwa 100 persen aktif dalam kegiatan gugus. Hal ini karena mereka sudah mendapatkan tanggung jawab lebih dalam gugus yaitu menjadi ketua atau sekretaris. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan masa kerja untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya masa bekerja Masa Kerja Keaktifan 1-3 Tahun A (%) 28,6 < tahun TA (%) 4,8 A (%) 42,9 1-3 tahun TA (%) 23,8 Total (%) 100 Keterangan : A : Aktif ; TA : Tidak Aktif Lama di GKM
> 3 Tahun 0 0 100 0 100
49
b. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Lama di GKM dan Masa Kerja Persentase tingkat keaktifan aktivis gugus berdasarkan lama di GKM memperlihatkan bahwa aktivis GKM yang paling aktif adalah yang mengikuti GKM kurang dari satu tahun dengan masa kerja 1-3 tahun yaitu sebesar 86 persen. Keingintahuan lebih dalam tentang GKM dan keinginan akan pengakuan dari manajemen menjadi motivasi tersendiri bagi aktivis untuk berpartisipasi aktif dalam GKM. Sedangkan tingkat keaktifan gugus yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun memiliki persentase yang sama pada masa kerja 1-3 tahun dan lebih dari tiga tahun yaitu sebesar 39 persen. Masih adanya anggota GKM yang mengalami kejenuhan dalam mengikuti GKM menjadi alasan terjadinya penurunan keaktifan pada pada anggota gugus. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan lama di GKM untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM Lama di GKM Keaktifan < 1Tahun A (%) 86 1-3 tahun TA (%) 14 A (%) 0 > 3 tahun TA (%) 0 Total (%) 100 Keterangan : A : Aktif ; TA ; Tidak Aktif Masa Kerja
1-3 Tahun 39 22 39 0 100
c. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Posisi dan Lama di GKM Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan posisi di GKM menunjukkan bahwa jika dilihat dari sisi ketua, yang paling aktif adalah yang sudah mengikuti GKM lebih dari satu tahun yaitu sebesar 71,4 persen. Pengalaman yang sudah cukup matang dalam GKM serta sadar bahwa GKM penting bagi perusahaan menjadi alasan bagi ketua GKM untuk berperan aktif dalam mencapai keberhasilan GKM. Sedangkan jika dilihat dari sisi anggota, aktivis GKM yang sudah mengikuti GKM lebih dari satu tahun lebih aktif daripada aktivis yang mengikuti GKM kurang dari satu tahun. Hal ini karena mayoritas anggota dengan lama di GKM lebih dari satu tahun sudah merasakan manfaat GKM bagi mereka. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan posisi di GKM untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
50
Tabel 4. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM Posisi di GKM Keaktifan Ketua A (%) 14,3 < 1 tahun TA (%) 0 A (%) 71,4 1-3 tahun TA (%) 14,3 Total (%) 100 Keterangan : A : Aktif ; TA ; Tidak Aktif Lama di GKM
Anggota 22 4 57 17 100
d. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan pendidikan dan posisi di GKM Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa anggota lebih aktif daripada ketua untuk aktivis GKM berpendidikan SMA. Kesamaan level pendidikan antara anggota GKM dengan ketua menyebabkan anggota lebih banyak mendominasi dalam penyelesaian masalah gugus, sehingga ketua gugus merasa rendah diri dan akhirnya kurang aktif dalam kegiatan GKM. Sedangkan responden berpendidikan perguruan tinggi menunjukkan bahwa 100 persen ketua GKM aktif dalam kegiatan GKM. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin aktif dalam kegiatan GKM baik sebagai ketua maupun non ketua (sekretaris dan anggota). Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan pendidikan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan riwayat pendidikan Pendidikan Keaktifan SMA A (%) 8 Ketua TA (%) 4 A (%) 69 Non Ketua TA (%) 19 Total (%) 100 Keterangan : A : Aktif ; TA : Tidak Aktif Posisi
Perguruan Tinggi 100 0 0 0 100
4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM Analisis mengenai efektivitas proses gugus dilihat berdasarkan indikatorindikator penentu keberhasilan gugus, diantaranya komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools,
51
kepemimpinan dan fasilitas. Dari ke delapan faktor pendukung tersebut akan dianalisis faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap efektivitas proses GKM. Tahap pertama dalam analisis faktor adalah menilai mana saja variabel yang dianggap layak untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan KMO and Bartlett’s test. Hasil pengujian KMO menunjukkan bahwa angka KMO adalah 0,596 (lebih besar dari 0,5). Sedangkan Barttlet Test menguji adanya korelasi antar variabel. Karena nilai Sig. 0,000 (kurang dari0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi antar variabel. Karena nilai KMO berada diantara 0,5 sampai 1 dan terdapat korelasi antar variabel, berarti analisis faktor dapat dilakukan. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi terhadap sekumpulan atribut yang ada sehingga terbentuk satu faktor atau lebih. Pada tahap ini digunakan analisis communalities, total variance explained serta component matrix. Nilai yang terbentuk pada analisis communalities menjelaskan seberapa besar suatu atribut dapat
dijelaskan
oleh
faktor
yang
terbentuk.
Semakin
besar
nilai
communalitiessebuah atribut, makin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Nilai initial pada communalities merupakan varian sebelum dilakukan ekstraksi. Semua nilai initial bernilai 1 yang berarti bahwa sebelum dilakukan ekstraksi variabel tersebut 100 persen membentuk faktor. Sedangkan nilai ekstraksi menggambarkan besarnya persentase varian suatu variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Tabel 6. Nilai ekstraksi dari setiap variabel No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel Komitmen Manajemen Puncak Tujuan GKM Pendidikan dan Pelatihan Komunikasi Partisipasi Seven Tools Kepemimpinan Fasilitas
Varian Sebelum Eksraksi 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Nilai Ekstraksi 0,808 0,764 0,582 0,632 0,713 0,733 0,631 0,645
52
Nilai ekstraksi dari setiap indikator pada Tabel 6 dapat dijelaskan sebagai berikut : a.
Variabel kepemimpinan manajemen puncak memilikinilai ekstraksi sebesar 0,808 atau 80,8 persen varian dari variabel kepemimpinan manajemen puncak dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
b. Variabel tujuan GKM memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,764 atau 76,4 persen varian dari variabel tujuan GKM dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. c. Variabel pendidikan dan pelatihan memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,582 atau 58,2 persen varians dari variabel pendidikan dan pelatihan dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. d. Variabel komunikasi memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,632 atau 63,2 persen varians dari variabel komunikasi dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. e. Variabel partisipasi memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,713 atau 71,3 persen varians dari variabel partisipasi dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. f. Variabel seven tools memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,733 atau 73,3 persen varians dari variabel seven tools dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. g. Variabel kepemimpinan memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,631 atau sekitar 63,1 persen varians dari variabel kepemimpinan dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. h. Variabel fasilitas memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,645 atau sekitar 54,5 persen varians dari variabel fasilitas dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Total variance menjelaskan keragaman variabel yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor yang terbentuk. Pemilihan jumlah faktor yang diambil ditentukan dari nilai keragaman ini. Dengan menetapkan faktor yang diambil adalah yang memiliki nilai eigenvalue lebih besar dari 1 diperoleh tiga faktor, yaitu faktor 1, faktor 2, dan faktor 3. Faktor 1 dengan nilai eigenvalue sebesar 2,82 mampu menerangkan 35,28 persen keragaman semua variabel. Sedangkan faktor 2 dengan nilai eigenvalue sebesar 1,35 mampu menerangkan 16,90 persen keragaman semua variabel. Kedua faktor tersebut mampu menerangkan keragaman data sebesar 52,18 persen. Faktor 3 dengan nilai eigenvalue sebesar 1,33 mampu menerangkan 16,64 persen keragaman semua variabel. Ketiga faktor tersebut mampu menerangkan keragaman data sebesar 68,82 persen.
53
Susunan eigenvalues selalu diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil, dengan kriteria bahwa angka eigenvalues di bawah satu tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Dari tabel total variance (lihat Lampiran 14) terlihat bahwa hanya tiga faktor yang terbentuk, karena dengan dua faktor, angka eigenvalues diatas satu (yaitu 2,82 dan 1,35), dengan satu faktor angka eigenvalues juga masih diatas satu (yaitu 1,33). Namun ada lima faktor yang angka eigenvalues dibawah satu, sehingga proses pemfaktoran seharusnya berhenti pada tiga faktor saja. Setelah diketahui bahwa tiga faktor yang mampu menjelaskan keragaman variabel, maka dapat diketahui distribusi kedelapan variabel berdasarkan nilai faktor loding pada analisis Component Matrix yang dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai faktor loadingdari setiap faktor No 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel Komitmen Manajemen Puncak Tujuan GKM Pendidikan dan Pelatihan Komunikasi Partisipasi Seven Tools Kepemimpinan Fasilitas
Nilai Faktor loading Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 0,658 0,457 -0,408 0,652 -0,268 0,516 0,643 -0,269 -0,311 0,246 0,408 0,636 0,402 -0,613 -0,418 0,631 -0,414 0,404 0,583 0,483 -0,240 0,770 0,225 0,036
Angka-angka yang ada pada Tabel 7 merupakan faktor loading yang menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor 1, faktor 2 atau faktor 3. Proses penentuan variabel yang akan masuk ke dalam salah satu faktor dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris. Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan faktor satu sebesar 0,658 (kuat karena diatas 0,5), korelasi variabel komitmen manajemen puncak dengan faktor 2 sebesar 0,457 (lemah karena di bawah 0,5), dan korelasi variabel komitmen manajemen puncak dengan faktor 3 sebesar -0,408 (lemah karena di bawah 0,5 dan hubungannya terbalik). Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan ketiga faktor berlaku pula dengan ke tujuh variabel lainnya yang menunjukkan korelasi dengan ketiga faktor yang terbentuk. Jika angka faktor loading diatas 0,5 maka berkorelasi kuat dengan faktor yang terbentuk, begitu pula sebaliknya. Karena
54
tidak ada korelasi yang jelas akan dimasukkan ke dalam faktor 1, 2 atau 3, maka perlu dilakukan proses rotasi (rotation) yang dapat dilihat pada Tabel 8. 4
Tabel 8. Distribusi variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor No
Variabel
Nilai faktor loading Faktor 1
Faktor 2
Faktor 3
1
Komitmen Manajemen Puncak
0,891
-0,007
0,116
2
Tujuan GKM
0,114
0,866
0,001
3
Pendidikan dan Pelatihan
0,409
0,327
0,555
4
Komunikasi
0,188
0,414
0,652
5
Partisipasi
0,070
0,233
0,808
6
Seven Tools
0,053
0,837
0,174
7
Kepemimpinan
0,792
0,041
-0,033
8
Fasilitas
0,670
0,443
0,008
Hasil proses rotasi menunjukkan bahwa variabel komitmen manajemen puncak, kepemimpinan, dan fasilitas merupakan anggota faktor 1 karena korelasinya kuat dengan faktor 1, dan lemah dengan faktor lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh angka faktor loading pada ketiga variabel diatas 0,5. Variabel tujuan GKM dan Seven tools adalah anggota dari faktor 2 karena korelasinya kuat dengan faktor 2 dan lemah dengan faktor lainnya . Sedangkan variabel pendidikan dan pelatihan, komunikasi dan partisipasi berkorelasi kuat dengan faktor 3 dan lemah dengan faktor lainnya karena angka faktor loading diatas 0,5. Hasil analisis faktor pada proses rotasi menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang menjadi indikator efektivitas, dimana faktor 1 dinamakan faktor dukungan terdiri dari variabel komitmen manajemen puncak, kepemimpinan dan fasilitas. Faktor 2 dinamakan faktor teknik pemecahan masalah terdiri dari variabel tujuan GKM dan seven tools, sedangkan faktor 3 dinamakan faktor hubungan internal terdiri dari variable pendidikan dan pelatihan, komunikasi dan partisipasi. Faktor 1 menjelaskan keragaman data terbesar sehingga faktor paling berpengaruh sebagai indikator efektivitas. Oleh karena itu, variabel yang tergabung dalam faktor 1 juga merupakan variabel yang paling berpengaruh sebagai indikator efektivitas proses. Sehingga variabel komitmen manajemen
55
puncak, kepemimpinan dan fasilitas paling berpengaruh terhadap keberhasilan GKM. 4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM terhadap Kinerja Karyawan Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan modus dari setiap variabel yang menjadi butir pertanyaan kepada responden, maka dapat diketahui perbandingan sebelum dan sesudah GKM serta perubahan yang terjadi. Secara umum dari 16 butir pertanyaan yang diberikan dapat diketahui bahwa terjadi perubahan yang lebih baik setelah mengikuti kegiatan GKM yang berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk dan produk reject. Penilaian terhadap persepsi responden dilakukan dengan menggunakan skala likert -2 sampai +2. Skala -2 menunjukkan sangat tidak baik, skala -1 menunjukkan tidak baik, skala 0 menunjukkan tidak ada perubahan, skala +1 menunjukkan baik, dan skala +2 menunjukkan sangat baik. Contoh dalam tabel pada pertanyaan kemampuan menekan biaya produksi selama produksi, sebelum GKM dari ke 30 responden angka yang sering muncul adalah skala -1. Ini menunjukkan bahwa sebelum ikut dalam kegiatan GKM, kemampuan menekan biaya produksi selama produksi berjalan tidak baik. Setelah mengikuti kegiatan GKM skala yang paling banyak muncul adalah +2.Ini menunjukkan bahwa setelah berpartisipasi dalam kegiatan GKM kemampuan karyawan dalam menekan biaya produksi meningkat sangat. Jadi perubahan yang terjadi adalah terjadi peningkatan kemampuan karyawan dalam menekan biaya produksi. Aktivis GKM menilai terjadi perubahan yang lebih baik daripada sebelum mereka mengikuti GKM terkait dengan kemampuan kerja, kemampuan melakukan penghematan kerja, penurunan biaya produksi, prosedur kerja, dan kemampuan menurunkan waste pada produk. Dalam tabel bisa diketahui hanya ada dua variabel yang tidak mengalami perubahan sebelum dan setelah GKM yaitu kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan usaha mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan. Hal ini karena tanpa adanya GKM pun karyawan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan berusaha untuk mencapai hasil maksimal dalam bekerja.
56
Tabel 9. Dampak Pelaksanaan GKM terhadap Kinerja Karyawan Sebelum Sesudah No Indikator Penilaian Perubahan GKM GKM 1 Kemampuan menekan biaya Meningkat -1 +1 produksi selama produksi sangat tinggi 2 Percepatan pekerjaan tanpa Meningkat mengurangi mutu produk yang 0 +1 lebih tinggi dihasilkan 3 Kemampuan melakukan Meningkat penghematan tanpa pengulangan -1 +2 sangat tinggi kerja 4 Peningkatan efisiensi sumber Meningkat 0 +1 daya lebih tinggi 5 Pencapaian target kerja sesuai Tidak terjadi +1 +1 dengan standar perubahan 6 Peningkatan kemampuan kerja Meningkat 0 +1 lebih tinggi 7 Penyederhanaan prosedur kerja Meningkat -1 +1 sangat tinggi 8 Penurunan tingkat kecelakaan Meningkat -1 kerja +2 sangat tinggi 9 Kemampuan menyelesaikan Tidak terjadi +1 +1 pekerjaan dengan baik perubahan 10 Usaha dalam mencapai hasil Tidak terjadi +1 +1 maksimal dalam pekerjaan perubahan 11 Kesesuaian produk yang Meningkat dihasilkan dengan standar mutu +1 +2 lebih tinggi yang ditetapkan 12 Kontinuitas perbaikan terhadap Meningkat 0 +1 mutu produk lebih tinggi 13 Proses penyerahan produk ke Meningkat -1 +1 proses selanjutnya sangat tinggi 14 Penurunan produk / material Meningkat -1 +1 rusak (tidak layak) sangat tinggi 15 Penurunan kerusakan pada Meningkat -1 +1 kemasan produk yang dihasilkan sangat tinggi 16 Penurunan potensi produk Meningkat 0 +2 terbuang percuma (waste) sangat tinggi Catatan : Perhitungan menggunakan modus Perhitungan pada tabel tersebut menjelaskan hasil penilaian ke - 30 aktivis GKM tentang persepsi mereka mengenai kemampuan meningkatkan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk, dan penurunan produk cacat. Pada tabel tersebut terlihat bahwa setelah mengikuti GKM secara keseluruhan terjadi perubahan sangat baik pada setiap indikator penilaian yang digunakan.
57
Mayoritas responden menilai bahwa ada perubahan ke arah yang lebih baik terkait dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja, kinerja mutu produk dan penurunan material atau produk reject. Hanya pada indikator pencapaian target kerja sesuai standar, kemampuan penyelesaian pekerjaan dengan baik dan usaha dalam mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan yang tidak mengalami perubahan penilaian responden. Hal ini karena semua responden menganggap bahwa sebelum mengikuti GKM pun mereka selalu berusahan untuk mencapai hasil maksimal dalam bekerja dan mencapai target produksi yang telah ditetapkan perusahaan. 4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati 1. Efisiensi Efisiensi yang diukur dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya seperti material, waktu, dan tenaga yang kemudian dikonversikan ke dalam biaya. Salah satu tujuan perbaikan mutu adalah memastikan bahwa produk yang diproduksi memenuhi kebutuhan pelanggan dengan
biaya
minimum.
Pengurangan-pengurangan
biaya
sebagai
hasil
pemecahan masalah dalam GKM di produksi GI (minuman ringan) adalah sebagai berikut : a. GKM Baru Pasti Kelompok GKM di Departemen Produksi G1 (minuman ringan) adalah GKM Baru Pasti pada bagian pengepakan (packaging) yang berupaya untuk menurunkan waste pemakaian lakban dari 10,8 persen menjadi 5,7 persen. Terjadinya pemborosan diduga dari banyaknya lakban yang terbuang percuma pada saat pengepakan produk ke dalam dus sehingga biaya waste pemakaian lakban sebesar Rp. 7.725.434 per bulan.
58
Tabel 10. Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir pada tahun 2007(sebelum GKM) Tahun 2007 Keterangan Satuan Total Oktober November Desember Realisasi Dus 1.063.265 1.314.440 731.040 3.108.745 produksi Jumlah pakai lakban konversi lakban Jumlah Pakai dus Selisih Kapasitas roll lakban Kapasitas standar roll lakban Selisih/waste Persen waste roll Harga Lakban Waste costlakban
Roll
1.152
1.343
822
3.317
Dus
1.195.776
1.394.034
853.236
3.443.046
Dus
1.063.265
1.314.440
731.040
3.108.745
Dus Dus/roll
132.511 923
79.594 979
122.196 889
334.301 937
Dus/roll
1.038
1.038
1.038
1.038
Dus/roll %
115 11,079
59 6
149 14
101 0,1
49.500 2.826
49.500 7.089
49.500 4.806
Rupiah/roll 49.500 Rupiah/roll 5.485
Berdasarkan diagram ishikawa (lihat Lampiran 15), maka diperoleh beberapa faktor yang paling mempengaruhi tingginya waste pada lakban dan kemudian dilakukan beberapa perbaikan dari masalah yang ada sebagai berikut : a) Tidak ada kontrol visual hasil panjang lakban. Perbaikan yang dilakukan adalah dengan membuat komunikasi permintaan ke bagian procurement, mensosialisasikan titik visual kontrol hasil panjang lakban ke operator carton sealer b) Tidak ada standar pengaturan mesin carton sealer. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan studi banding ke pabrik PT. F di keroncong, melakukan uji coba posisi dudukan, cutting pada jarak yang berbeda, menentukan posisi dudukan cutting yang optimal, membuat standar posisi dudukan, cutting.
59
c) Tidak ada konversi perhitungan lakban sisa. Langkah yang dilakukan adalah dengan membuat formulasi konversi panjang lakban, mensosialisasikan kepada admin produksi d) Tidak ada WI operasional carton sealer. Langkah yang dilakukan dengan membuat WI operasional carton sealer , mensosialisasikan WI ke operator carton sealer. e) Tidak ada riwayat preventive maintainance carton sealer. Langkah yang dilakukan dengan mengusulkan ke Departemen Teknik untuk membuat riwayat preventive maintainance mesin carton sealer baru. Setelah dilakukan perbaikan, terjadi penurunan waste pemakaian lakban dari 10,8 persen menjadi 3,80 persen. sehingga dari segi biaya maka biaya waste pemakaian lakban turun menjadi Rp 2.718.208 per bulan. Selain itu dari segi keamanan dengan adanya WI (work in) Pengoperasian carton sealer, operator mengetahui cara penggantian lakban yang aman dan karyawan peduli saat terjadi pemborosan lakban dan dapat melakukan tindakan preventif dengan segera. Tabel 11. Data pemakaian lakban setelah dilakukan perbaikan (setelah GKM) Keterangan Realisasi produksi Jumlah pakai lakban konversi lakban Jumlah Pakai dus Selisih Kapasitas roll lakban Kapasitas standar roll Selisih/waste Persen waste roll Harga Lakban Waste cost lakban Penghematan
Dus
Tahun 2008 Juli Agustus 1.455.520 1.388.545
2.844.065
Roll
1.458
1.389
2.847
Dus
1.513.404
1.441.782
Dus
1.455.520
1.388.545
Dus Dus/roll
57.884 998
53.237 1.000
Dus/roll
1.038
1.038
Dus/roll %
40 0,04
38 0,04
Satuan
Total
1.038
Rupiah/roll 49.500 Rupiah/roll 1.893
49.500 1.828
49.500
Rupiah
4.137.026
4.192.036
4.247.047
60
b. GKM Improri Kelompok GKM pada produksi G1 (minuman ringan) bagian proses di mesin filling adalah GKM Improri yang mengambil tema dalam GKM nya yaitu Menurunkan down time penggantian seal pada mesin. filling 3 dari rata - rata 2,2 menit/proses menjadi 1,6 menit. Penetapan target penggantian seal menjadi 1,6 menit adalah berdasarkan data analisis waktu penggantian seal terbaik pada mesin. filling 3. Tabel 12. Data rata - rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap penggantian seal No. Step activity Rata-rata 1. Stop mesin 10 2. Potong seal 24 3. Buka baut ragum 14 4. Ambil/ angkat seal 7 5. Buka plastic selongsong seal 4 6. Ambil/ angkat seal 7 7. Masukkan seal ke as seal 14 8. Kunci / kencangkan ragum seal 12 9. Buka isolasi seal 7 10. Tarik seal ke permukaan mould 13 11. Pengaturan seal 12 12. Press manual seal 6 13. Start / running mesin 4 Total 133 detik / 2,2 menit Berdasarkan masalah tersebut kemudian direncanakan pemecahan masalah yang difokuskan pada mesin filling ke 3 untuk menurunkan down time proses. Selanjutnya diidentifikasi akar penyebab masalahnya dan melalui diagram ishikawa dapat dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut : a)
Standar jumlah alat/kunci yang dipakai belum ada, maka dibuat standar pengadaan kunci / tools per shift dan
melakukan sosialisasi mekanisme
penggunaan dan perawatan terhadap kunci/tools. Sehingga penggunaan kunci / tools sudah terstandar (mekanisme jelas). b) Belum ada alat bantu untuk pengangkatan seal, maka dibuat desain troli, material PB, dan melakukan pengerjaan.
61
c) Helper kurang sosialisasi / belum mendapat pelatihan WI (work in), maka koordinasi dengan Personal Development untuk penjadwalan dan membuka kelas pelatihan. d) Ada 13 langkah dalam penggantian seal, maka dibuat desain As roll seal double track, sehingga waktu penggantian seal dari 2,2 menit dengan 13 langkah penggantian menjadi 5 langkah pergantian dengan waktu penggantian selama 0,67 menit. Hasil tindakan perbaikan yang dilakukan oleh GKM Improri dapat diketahui dari perbandingan target GKM dengan kinerja aktual yang telah dilakukan oleh anggota GKM dan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Waktu down timepenggantian sealpada mesin filling 3 Berdasarkan grafik diatas maka bisa dilihat setelah dilakukan perbaikan oleh GKM maka down time proses penggantian seal mengalami penurunan dari 2,2 menit menjadi 0,76 menit bahkan melebihi target yang telah ditetapkan yakni 1,6 menit. Sehingga aktivitas GKM improri adalah efektif karena terjadi perubahan yang signifikan pada proses penggantian seal. Berdasarkan hasil analisis QCDSME (quality,cost, delivery, safety, morale,environment) dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah GKM pada Tabel 13.
dapat
62
Tabel 13. Kondisi QCDSME *) sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM Keterangan Q (Quality )
Sebelum GKM Down time 2.2 menit / ganti seal
Sesudah GKM Down time 0.67 menit / ganti seal
C (Cost)
Rupiah yang hilang akibat down timesebesar Rp. 19.456.800 / bulan
Rupiah yang hilang akibat down time sebesar Rp. 5.925.480 / bulan
D (Delivery)
Unbalancing pada proses selanjutnya pada saat penghentian mesin
Line balancing tetap terjaga
S (Safety)
Terlalu lama pada proses ganti seal berpotensi produk tidak standar
Produk tetap terjaga sesuai standar
M (Morale)
Belum ada kepedulian pada persoalan yang terlihat kecil
Lebih peduli terhadap persoalan yang sepintas terlihat kecil
Keterangan : *)Terkait dengan down time Berdasarkan Tabel 13, maka dari segi kualitas (quality), down time mengalami penurunan sebesar 1,53 menit per ganti seal. Sehingga biaya yang hilang akibat down time juga mengalami penurunan sebesar Rp. 13.531.320 / bulan. Dari aspek keamanan setelah dilakukan perbaikan, produk tetap terjaga sesuai dengan standar yang ditentukan, karena sudah ada kepedulian dari karyawan terhadap persoalan yang terlihat kecil.
2. Penurunan produk / material Reject a. GKM Packer Berdasarkan analisis QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale and environment), ditemukan bahwa pada faktor kualitas ditemukan dus penyok dan terkelupas sebanyak 0,28 persen selama sebulan. Jika diakumulasikan ke dalam biaya maka uang yang terbuang saat produksi berjumlah Rp. 2.064.480,00/ bulan. Dalam proses pengiriman barang akhir dalam dus maka terjadinya pengerjaan ulang (repack dus rusak) pada pelakbanan, sehingga menghambat pengiriman 45 detik/dus. Dari kerusakan dus yang terjadi ketika barang dimasukkan ke dalam dus diindikasikan produk mudah terkontaminasi. Kerusakan yang terjadi akibat
63
kelalaian karyawan karena tidak ada rasa memiliki terhadap material (dus ditaruh sembarangan dan dibanting saat proses). Tabel 14. Data dus rusak di Bulan Mei 2008 No
Bahan Baku
Jumlah Dus Reject (buah)
1
Dus JDO-1
289
2
Dus JDO-3
245
3
Dus JDO-7
321
4
Dus JDO-9
85
5
Dus KFT
30
6
Dus MT-A
146
7
Dus MT-B
202
8
Dus MT-G
166
9
Dus FFL
80
10
Total
1.564
11
Total pemakaian Dus
564.513
12
Total pakai + Reject
566.077
Identifikasi penyebab tingginya kerusakan pada dus dilakukan oleh GKM dengan menggunakan diagram ishikawa dan diperoleh tiga faktor penyebab yaitu faktor manusia, mesin, dan metode. Faktor manusia diantaranya adalah belum ada training sikap kerja, tidak ada sosialisasi kerugian dus rusak, dan mapping activity belum dibuat dan disosialisasikan. Faktor mesin diantaranya tombol on-off conveyor tidak spontan, gravity conveyor kurang panjang dan gravity terpisah. Sedangkan faktor metode diantaranya belum ada standar penempatan sedotan, dan belum ada sistem jemput bola. Dari masalah-masalah yang ada maka dilakukan tindakan perbaikan diantaranya adalah: a) Dengan melaksanakan pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan sehingga dapat dibuat mapping activity b) Membuat papan komunikasi untuk dus cacat (rupiah / bulan) sehingga karyawan mengetahui perhitungan dus rusak.
64
c) Mengganti tombol on-off konveyor dengan terlebih dahulu melakukan koordinasi pelaksanaan WO (work out) ke teknik sehingga tombol langsung berhenti. d) Menambah gravity dengan memodifikasi gravity roller sehingga pergerakan pelakbanan dus semakin mudah. e) Melakukan revisi WI (work in) proses packing ke dalam dus sehingga posisi sedotan tidak mengganggu pelipatan dus. f) Melakukan sosialisasi dengan ditempel pada papan komunikasi dan pelatihan sehingga operator lakban tidak lagi menunggu dus menumpuk di konveyor. Hasil perbaikan GKM memperlihatkan bahwa mapping activity bisa lebih terarah, personil mengetahui kerugian dus rusak dengan dibuatnya papan komunikasi, personil mempunyai multiskill, dus lancar, gravity diganti roller ball, peletakan sedotan disamping dus sehingga dus berjalan lancar. Hasil GKM berhasil dengan menurunnya dus rusak dari 0,28 persen menjadi 0,20 persen. Dus rusak yang sebelumnya berjumlah 1564 dus menurun menjadi 505 dus. Penurunan dus rusak dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pencapaian dus Rejectsebelum dan sesudah GKM
65
Gambar 6. Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM Berdasarkan perbandingan antara persepsi responden yang menjadi aktivis GKM dengan data hasil kinerja aktivis GKM maka GKM di perusahaan sudah efektif. Dikatakan efektif karena berdasarkan persepsi responden terjadi perubahan ke arah yang lebih baik setelah mengikuti GKM berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk dan penurunan produk yang tidak layak. Sama halnya dengan hasil kinerja aktual dari aktivis GKM yang mengalami peningkatan dalam meminimalisasi biaya produksi, kemampuan anggota GKM dalam bekerja, serta penurunan produk reject . Tidak menutup kemungkinan bahwa peningkatan (improvement) dalam perusahaan tidak hanya hasil dari proses GKM, tetapi ada faktor-faktor lain selain GKM. Hasil wawancara dengan team leader, supervisor produksi, dan fasilitator GKM menunjukkan bahwa peningkatan volume produksi tidak disebabkan secara langsung oleh adanya GKM. Volume maupun spesifikasi produksi sudah ditentukan dalam rencana produksi oleh bagian produksi. Selain itu, perbaikan dalam produksi didukung oleh Suggestion System(SS), Cross Function Technique (CFT), dan operasional dalam perusahaan. Tapi yang terpenting adalah semua itu mempunyai semangat perbaikan dalam perusahaan. Walaupun demikian, kegiatan GKM menyumbangkan pemecahan masalah dan perbaikan yang signifikan bagi peningkatan kualitas produk, meningkatkan efisiensi produksi, dan meningkatkan partisipasi dan semangat karyawan.
66
4.3.7. Implikasi Manajerial 1. Perusahaan perlu meningkatkan partisipasi karyawan yang belum mengikuti GKM sehingga dengan semakin banyaknya karyawan yang terlibat dalam kegiatan GKM maka keuntungan bagi perusahaan. peningkatan partisipasi dari karyawan bisa dilakukan dengan membentuk tim khusus yang berperan dalam memberikan dorongan kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam kegiatan GKM. 2. Berdasarkan wawancara dengan fasilitator GKM di Departemen Produksi Minuman Ringan, jumlah fasilitator dalam produksi minuman ringan sangat kurang sehingga fasilitator tidak bisa bekerja secara optimal dalam membina, dan membimbing dan melakukan koordinasi dengan aktivis GKM. Oleh karena itu, perlu penambahan fasilitator dalam Departemen Produksi Minuman Ringan. 3. Komunikasi antara anggota gugus dengan fasilitator perlu ditingkatkan untuk menjalin kerjasama yang baik dalam memecahkan masalah gugus. Dengan demikian terjadi komunikasi yang baik antara karyawan sehingga pihak manajemen
dengan atasan
mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi
dalam operasional tingkat bawah melalui pelaporan perkembangan GKM dan bisa dilakukan antisipasi segera. 4. Dalam mendukung keberhasilan GKM diperlukan kepemimpinan efektif yang bisa menggerakkan orang-orang dalam perusahaan kearah minat yang sama dalam organisasi dalam hal ini berkaitan dengan GKM. Disinilah peran fasilitator dan ketua GKM dalam membina dan memotivasi anggotanya sehingga GKM bisa berjalan dengan efektif dan sesuai dengan Strategic Improvement (SI) perusahaan. Peningkatan peran fasilitator dilakukan dengan pelatihan yang cukup berkaitan dengan tugasnya sebagai fasilitator. Bagi anggota perlu diberikan pelatihan mengenai TQM dan GKM bagi yang belum diberikan pelatihan. 5. Pada dasarnya GKM bukanlah proses yang selesai begitu saja setelah aktivitas GKM selesai, tetapi proses GKM dalam perusahaan adalah proses pembudayaan. Perusahaan harus mampu membuat GKM menjadi sebuah budaya dalam organisasi. Jika sudah menjadi budaya maka GKM bukan lagi
67
sebagai sebuah keharusan tetapi menjadi kebutuhan bagi karyawan, bisa meningkatkan semangat kebersamaan dalam bekerja, dan komunikasi efektif antara karyawan dengan pihak manajemen.
68
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS dimulai sejak tahun 2007. GKM di PT. TMS dikenal dengan Small Group Activities (SGA). Selain GKM, terdapat juga Suggestion System (SS) dan Cross Function Team(CFT). Ketiganya sama-sama bertujuan meningkatkan perbaikan dalam perusahaan. Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS terdiri dari empat tahap yaitu sosialisasi, pembuatan struktur, pelaksanaan dan pembudayaan. 2. Indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari delapan faktor yaitu : komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas. Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen puncak, kepemimpinan dan fasilitas. 3. Perbandingan penilaian responden antara sebelum dan sesudah mengikuti GKM dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa kegiatan GKM di PT. TMS dinyatakan efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan. 4. Rekomendasi bagi perusahaan untuk mendorong efektivitas proses dan hasil GKM diantaranya adalah komitmen manajemen puncak perlu ditingkatkan, kepemimpinan efektif yang bisa mengoptimalkan GKM, serta kontinuitas dan partisipasi aktif dari karyawan dalam mengikuti GKM.
B. Saran 1. Konvensi merupakan salah satu cara untuk menilai kinerja gugus. Dalam hal ini pihak manajemen harus semakin mendorong aktivis gugus untuk bekerja lebih cepat dan lebih baik, sehingga akan semakin banyak kelompok GKM yang bisa mengikuti konvensi baik di tingkat lokal maupun nasional.
69
2. Manajemen perlu memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai dan merata bagi seluruh aktivis GKM, sehingga setiap anggota GKM bisa melakukan pemecahan masalah dengan baik. 3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas proses dan hasil GKM dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis dalam pendekatan Structural Equation Modelling (SEM), mengingat dalam penelitian ini hanya menggunakan Exploratory Factor Analysis.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, DW. 2002. Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Depdiknas : Jakarta. Chandra. D, at al. 1991. Quality Circles Growing Big Through Small Groups. Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Crocker. O, at al. 2004. Gugus Kendali Mutu Pedoman, Partisipasi, dan Produktivitas (terjemahan). Bumi Aksara : Jakarta Desminda. 2007. Analisis Pengaruh Gugus Kendali Mutu Terhadap Peningkatan Produktivitas Karyawan (studi kasus : PT. Good Year Indonesia, Tbk.). Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dewi, N.K. 1993. Kajian Efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan XII. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Feigenbaum, A.V. 1996. Kendali Mutu Terpadu (terjemahan). Erlangga : Jakarta Foster, T. 2001. Managing Quality. An Integrative Approach. Upper Saddle : Prentice Hall. Gaspersz,V. 2003. Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Goetsch, D.L. and S. Davis. 1994. Introduction to Total Quality. Prentice Hall International, Inc. New Jersey. Ibrahim, B. 2000. Total Quality Management. Djambatan : Jakarta. Imae, M. 1997. Gemba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada Manajemen (terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Ishikawa, K. 1992. What is Total Quality Control. Prentice Hall International, Inc. New Jersey. Kusumawati, E. 1997. Kajian Implementasi Gugus Kendali Mutu pada Perusahaan Agroindustri Teh (Studi Kasus di PT Gunung Mas, PTPNVIII, Kabupaten Bogor). Skripsi pada Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nasution, M.N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia : Jakarta. Pratiwi, D.R. 2006. Mempelajari efektivitas peran gugus kendali mutu dalam peningkatan kinerja perusahaan (studi kasus : PT. Pertamina Unit
71
pengolahan IV Cilacap). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor. Prawirosentono, S. 2004. Manajemen Pengendalian Mutu. Bumi Aksara : Jakarta. Quality Control Circle Headquarters, JUSE. Gugus Kendali Mutu. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sharma, S. 1994. Applied Multivariate Techniques. Erlangga : Jakarta Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia : Bogor Suryawati, S.H. 2001. Efektivitas Gugus Kendali Mutu terhadap Mutu dan Produktivitas Karyawan dalam Mengimplementasi ISO 9000 (Studi kasus : PT. ISM Bogasari Flour Mills). Tesis pada Magister Sains Program Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Yamit, Z. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama. Ekonisia : Yogyakarta.
72
LAMPIRAN
73
72
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN EFEKTIVITAS PENERAPAN GUGUS KENDALI MUTU PADA PERUSAHAAN
PETUNJUK UMUM Yth. Bapak/Ibu aktivis GKM karyawan PT. Triteguh Manunggal Sejati Kami memahami bahwa waktu Bapak/Ibu sangat terbatas dan berharga. Walaupun demikian kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat membantu penelitian kami dengan mengisi kuesioner ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi gugus kendali mutu dan efektivitas dari gugus kendali mutu berdasarkan indikator-indikator yang mendukungnya. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen dalam mengelola sumber daya manusia, khususnya dalam pengelolaan GKM dan sebagai bahan evaluasi konsep GKM yang telah ada perusahaan. Untuk dapat menjawab kuesioner ini dengan baik, Bapak/Ibu dimohon untuk dapat mengikuti langkah-langkah di bawah ini : 1. Lihatlah secara sepintas seluruh kuesioner. Bapak/Ibu akan mendapatkan kuesioner yang terdiri dari 2 lembar termasuk 1 halaman petunjuk. 2. Bacalah petunjuk khusus pada setiap awal kuesioner sebelum mulai menjawab. 3. Jawablah semua pertanyaan dari setiap bagian sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu alami dan rasakan sebenarnya. 4. Jawaban anda akan dijamin kerahasiannya dan sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap karir anda. Untuk itu kami mohon kejururan anda dalam mengisi kuesioner ini. 5. Pastikan Bapak/Ibu telah menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner ini.
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner
73
Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN I (IDENTITAS RESPONDEN) Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sesuai petunjuk dengan jawaban yang sesuai. No. kuesioner
:
(tidak perlu
diisi) Jenis Kelamin
:
Laki-Laki
Perempuan
Status
:
Menikah
Belum menikah
Pendidikan
:
SD
SMP
SMA
Perguruan
Tinggi Usia
:
Tahun
Masa Kerja
:
Tahun
Bidang pekerjaan
:
Nama GKM
:
Posisi di GKM
:
Tujuan mengikuti GKM : Kondisi GKM
:
Aktif
Tidak aktif
Jumlah anggota GKM
:
Orang
Telah mengikuti GKM selama
:
Bulan
Pendapatan
: a. Rp. 0 – Rp. 1000.000 b. Rp.1.000.000 – Rp. 2.000.000 c. > Rp. 2.000.000
BAGIAN II (EFEKTIVITAS PROSES DALAM KEGIATAN GUGUS) Berilah tanda check list (√) 1. Sangat tidak setuju (STS) 2. Tidak Setuju (TS) 3. Netral (N)
4. Setuju (S) 5. Sangat Setuju (SS)
74
Lanjutan Lampiran 1. No. Komitmen Manajemen Puncak STS 1. Pihak manajemen mempunyai kebijakan mutu di perusahaan 2. Saya mengetahui kebijakan mutu perusahaan 3. Pihak manajemen puncak memonitor kegiatan GKM secara rutin 4. Pihak manajemen terlibat aktif dalam kegiatan GKM 5. Saya mengetahui slogan kebijakan mutu tersebut dari manajemen No. Tujuan GKM STS 6. Tujuan GKM telah saya pahami dengan jelas 7. Tujuan GKM yang diketahui selama ini sesuai dengan tujuan saya bekerja 8. Dengan adanya GKM, kebaradaan saya sebagai karyawan ikut dihargai 9. Kegiatan GKM yang saya ikuti telah menyumbangkan pemecahan masalah bagi perusahaan 10. Penilaian kinerja gugus selalu dilakukan dengan baik dan benar No. Pendididikan dan pelatihan STS 11. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu pendorong keberhasilan GKM 12. Dengan pendidikan dan pelatihan pekerjaan menjadi lebih cepat dan efektif 13. Teknik pelatihan yang diadakan oleh perusahaan sudah memenuhi standar 14. Saya mendapatkan latihan pemahaman manajemen mutu terpadu 15. Saya mendapatkan latihan presentasi 16. Saya mendapatkan latihan dalam pengambilan keputusan, penentuan sasaran dan memimpin pertemuan 17. Frekuensi pelatihan yang dilakukan perusahaan sudah rutin dilakukan 18. Saya diberikan panduan mengenai konsep pemecahan masalah dalam GKM saya No. Komunikasi STS 19. Saya mendapatkan kesempatan berbicara dua arah dengan aktivis GKM yang lain 20. Kerjasama terjalin dengan baik antar sesama kelompok GKM 21. Siapapun boleh memimin pertemuan kelompok 22. Pembagian tugas dilakukan dengan jelas
TS
N
S
SS
TS
N
S
SS
TS
N
S
SS
TS
N
S
SS
75
Lanjutan Lampiran 1. No. Partisipasi STS TS 23. Saya selalu berusaha aktif mengemukakan pendapat setiap pertemuan GKM 24. Saya selalu mengikuti kegiatan pertemuan dan aktivitas GKM sampai selesai 25. Saya ikut berpartisipasi mengikuti konvensi gugus yang diadakan oleh perusahaan 26. Saya selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah kelompok gugus saya tanpa harus dipaksa No. Seven tools (teknik kendali mutu) STS TS 27. Saya mengerti penggunaan 7 alat teknik kendali mutu 28. Saya menerapkan alat kendali mutu dalam kegiatan GKM saya 29. Saya menerapkan teknik kendali mutu untuk mengarah pada perbaikan kinerja produksi 30. Dengan menerapkan teknik kendali mutu, saya bisa mengatasi masalah terkait dengan GKM saya. 31. Saya mengetahui dan bisa menerapkan 8 langkah pemecahan masalah dalam pengendalian mutu No. Kepemimpinan STB TB 32. Bagaimana fasilitator memberikan konsultasi kepada anda selaku anggota GKM 33. Bagaimana kepemimpinan dari ketua GKM anda 34. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam mengkoordinasikan kelompok GKM 35. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam memberikan umpan balik terhadap hasil diskusi GKM anda 36. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam membina kelompok GKM anda 37. Bagaimana kemampuan ketua GKM dalam membina anggotanya 38. Bagaimana pendampingan fasilitator dalam mendampingi pertemuan GKM anda 39. Bagaimana usaha ketua GKM dalam menanamkan tanggung jawab kepada anggotanya 40. Bagaimana fasilitator dalam membuat jadwal pertemuan rutin dari anggota GKM Ket: STB : sangat tidak baik ; TB: tidak baik ; N: Netral ; B: Baik ; SB: sangat baik
N
S
SS
N
S
SS
N
B
SB
76
Lanjutan Lampiran 1. No. Fasilitas STS 41. Ruang (tempat pertemuan, pertemuan khusus, alat-alat) yang disediakan oleh perusahaan untuk kegiatan GKM dalam kondisi baik 42. Perusahaan memberikan kemudahan dalam mendapatkan fasilitas penunjang GKM 43. Fasilitator bersungguh-sungguh dalam menyediakan fasilitas yang diperlukan GKM 44. Fasilitas khusus yang disediakan untuk saya selaku anggota GKM cukup baik Jika setuju, apa fasilitas yang diberikan kepada anda:
TS
N
S
SS
77
Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN III (EFEKTIVITAS HASIL DARI GKM ) No. 1 2 3 4 5
Indikator Penilaian Kemampuan menekan biaya produksi selama produksi Percepatan pekerjaan tanpa mengurangi mutu produk yang dihasilkan Kemampuan melakukan penghematan tanpa pengulangan kerja Peningkatan efisiensi sumber daya
6
Pencapaian target kerja sesuai dengan standar Peningkatan kemampuan kerja
7
Penyederhanaan prosedur kerja
8
Penurunan tingkat kecelakaan kerja
9
Kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik 10 Kemampuan dalam mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan 11 Kesesuaian produk yang dihasilkan dengan standar mutu yang ditetapkan 12 Kontinuitas perbaikan terhadap mutu produk 13 Proses penyerahan produk ke proses selanjutnya 14 Penurunan produk / material rusak (tidak layak) 15 Penurunan kerusakan pada kemasan produk yang dihasilkan 16 Penurunan potensi produk terbuang percuma (waste) Catatan : Skala yang digunakan : -2 : Sangat buruk +1 : Lebih baik -1 : Buruk+2 : Sangat baik 0 : Tidak Ada Perubahan
Sebelum GKM
Sesudah GKM
78
Lampiran 2. Pedoman Pertanyaan wawancara dengan Fasilitator PEDOMAN WAWANCARA DENGAN FASILITATOR GKM 1.
Apakah kebijakan mutu perusahaan dapat dimengerti dengan jelas dan dapat dilakukan?
2.
Apakah ada kendala dalam menterjemahkan kebijakan mutu tersebut melalui pekerjaan sehari-hari? Jika ada, berupa apa?
3.
Apakah kebijakan mutu tersebut selalu dikomunikasikan kepada karyawan? Bagaimana caranya?
4.
Bisakan Bapak ceritakan sejarah pembentukan GKM di perusahaan ini ?
5.
Bagaimana aktivitas kerja di bagian anda?
6.
Masalah seperti apa yang dihadapi dalam departemen yang Bapak pimpin? Dan bagaimana GKM mengatasinya?
7.
Bagaimana komitmen pimpinan perusahaan (pimpinan puncak, menengah terhadap kegiatan GKM?
8.
Apakah perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan terutama yang berkaitan dengan GKM ? apakah ada manfaatnya?
9.
Dapatkah Bapak menceritakan tentang sistem penghargaan dan pengakuan dalam kegiatan GKM ?
10. Menurut Bapak, sejauh mana kekompakan antar tiap anggota dalam berinteraksi dan kerjasama mereka, di dalam kelompok GKM yang Bapak fasilitasi? 11. Sejauh mana peran Bapak sebagai fasilitator dalam kegiatan-kegiatan GKM perusahaan ini? Apakah ada kendala-kendalanya? Bila ada berupa apa? 12. Semenjak dibentuknya GKM, ada perubahan di dalam operasional perusahaan?
79
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati A. Departemen Sumber Daya Manusia
B. Departemen Finance Accounting
80
Lanjutan Lampiran 3. C. Departemen PDCA
D. Departemen Procurement
81
Lanjutan Lampiran 3. E. Departemen Product Development
F. Departemen Perencanaan Produksi
82
Lanjutan Lampiran 3 G. Departemen Pengawasan Kualitas
H. Departemen Teknik
83
Lanjutan Lampiran 3. I. Departemen Produksi line Auto
J. Produksi line Manual
84
Lampiran 4. Jumlah Tenaga Kerja di Setiap Departemen A. Karyawan di Departemen Minuman Ringan (G1) NUMBER OF EMPLOYEES DEPT
GENDER
EMPLOYEE STATUS
Awal Bulan
Out
In
Akhir Bulan
Wanita
Pria
Contract
Permanent
Probation
Produksi
119
2
-
117
36
81
90
27
-
Finance Controller
14
-
-
14
9
5
4
10
-
Human Resources
16
-
1
17
3
14
4
13
-
Technic
39
-
5
44
-
44
23
21
-
PPIC & Logistik
16
-
1
17
3
14
5
12
-
QA
32
1
-
31
12
19
14
17
-
Purchasing
7
-
-
7
2
5
2
5
-
Formula
26
-
-
26
4
22
15
11
-
PDCA
14
-
3
17
7
10
13
4
-
Factory Manager
1
-
-
1
-
1
-
1
-
284
3
10
291
76
215
170
121
0
Total
B. Karyawan di Departemen Biskuit (G2) NUMBER OF EMPLOYEES DEPT
GENDER
EMPLOYEE STATUS
Awal Bulan
Out
In
Akhir Bulan
Female
Male
Contract
Permanent
Probation
158
3
1
156
66
90
148
8
-
Finance Controller
2
-
-
2
1
1
1
1
-
Human Resources
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Technic
9
-
2
11
-
11
4
7
-
PPIC & Logistik
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
-
-
11
2
9
7
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Formula
14
-
-
14
-
14
10
4
-
PDCA
2
-
-
2
1
1
1
1
-
Factory Manager
-
-
-
-
-
-
-
-
-
196
3
3
196
70
126
171
25
0
Produksi
QA Purchasing
Total
85
Lampiran 5. Salah Satu Bentuk Pembudayaan GKM di PT. TMS dengan menampilkan GKM Berprestasi
86
Lampiran 6. Pocket Guidance bagi Aktivis Gugus Kendali Mutu di PT. TMS
87
Lampiran 7. Taman SGA sebagai tempat Aktivis Gugus melakukan pertemuan dan Perkembangan setiap GKM
88
Lampiran 8. Salah satu komitmen Manajemen terhadap pelaksanaan GKM di Perusahaan
89
Lampiran 9. Daftar GKM yang berprestasi dalam konvensi lokal dan nasional No. Nama
Prestasi
GKM 1
Kenanga
Jenis
Tema GKM
Tahun
Menurunkan downtime
2008
Prestasi Silver, 1st
Nasional
convention
proses cleaning sanitizer dari 59 menit menjadi 34 menit
2
Gerinda
Gold, 1st
Tudung
Menurunkan pemakaian
convention
Innosumit
BBM dari 0,017 l/kg
2008
menjadi 0,014 liter/kg 3
Gupidi
Silver, 2nd
Tudung
Menurunkan biaya
convention
Innosumit
pemakaian reagent untuk
2009
pengujian proses water treatment menjadi Rp. 46.500/ bulan 4
Formasi
Gold, 2nd
Tudung
Menurunkan loss
convention
Innosumit
aspartam dari 316 gr/shift
2009
menjadi 109,72 gr/ shift 5
Improri
Silver prize
Nasional
Menurunkan downtime
TKMPN
penggantian seal dari
XIII dan
rata-rata 2,2 menit/
Internationa
proses menjadi 1,6 menit
l quality &
/ proses
2009
produktivity convention 6
Pansus
Best
Lokal
Menurunkan waste
presentation
sedotan dari rata-rata
, 3rd
2,66% per bulan menjadi
convention
1,00% per bulan
Sumber : PT. Triteguh Manunggal Sejati (2010
2010
90
Lampiran 10. Pengolahan dan Analisis Data
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan Data
Dokumen dari manajemen
Wawancara dengan fasilitator, ketua Gugus Observasi langsung Studi literatur
Analisis Deskriptif
Mendapatkan gambaran mengenai kegiatan-kegiatan gugus dengan melihat secara langsung kegiatan gugus sehingga bisa mendapatkan kesimpulan mengenai efektivitas proses gugus
Hasil analisis
kuesioner Observasi langsung Wawancara
Validitas dan reliabilitas, analisis faktor, statistika deskriptif.
Mengetahui faktor terpenting yang menentukan efektivitas gugus dengan melihat variabel-variabel yang sudah ada . kemudian bisa membandingkan antara persepsi dengan hasil nyata GKM.
Data yang Dibutuhkan
Sumber Data
Mempelajari implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) yang ada di perusahaan.
Organisasi Gugus Pertemuan Gugus Pelatihan yang dilakukan gugus Klinik gugus Konvensi gugus
Mengidentifi kasi dan menganalisis efektivitas dari kinerja GKM di perusahaan.
Persepsi dari seluruh Responden yang merupakan anggota GKM Informasi dari fasilitator Data hasil GKM yang berhubungan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja produk dan produk /material rijek
Tujuan
Hasil yang Diharapkan
91
Lampiran 11. Hasil Uji Validitas Indikator Penentu Keberhasilan GKM Komitmen Manajemen Puncak Correlations A1 Total
A2 *
A3
A5
.206
.452
*
Total
.683
**
Pearson Correlation
.452
Sig. (2-tailed)
.012
.000
.274
.012
.000
30
30
30
30
30
N
.725
A4
**
1
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tujuan GKM Correlations B1 Total
Pearson Correlation
B2 .216
.003 30
.519
Sig. (2-tailed)
B3
**
N
B4
B5
Total
**
.267
.251
.000
.153
.000
30
30
30
30
.663
.769
**
1
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pendidikan dan Pelatihan Correlations C1 Total
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
C2
.547
**
.476
C3 **
.585
C4 **
.804
C5 **
.680
C6 **
C7
.662
**
C8
.480
**
Total
.491
**
.002
.008
.001
.000
.000
.000
.007
.006
30
30
30
30
30
30
30
30
1
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Komunikasi Correlations D1 Total
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
D2 .545
**
D3 .839
**
D4 .438
*
Total .604
**
.002
.000
.015
.000
30
30
30
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1
30
92
Lanjutan Lampiran 11. Partisipasi Correlations E1 Total
Pearson Correlation
E2
.708
Sig. (2-tailed)
**
E3
.551
**
E4
.502
**
Total .794
**
.000
.002
.005
.000
30
30
30
30
N
1 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Seven Tools (teknik kendali mutu) Correlations F1 Total
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
F2
.825
**
F3
.728
**
F4
.612
**
F5
.388
*
Total
.683
**
.000
.000
.000
.034
.000
30
30
30
30
30
N
1 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Kepemimpinan Correlations G1 Total
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
G2
.803
**
.636
G3 **
.691
G4 **
.702
G5 **
.715
G6 **
.765
G7 **
.575
G8 **
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.001
30
30
30
30
30
30
30
.804
G9 **
Total
.576 **
1
.000 .001 30
30
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Fasilitas Correlations H1 Total
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
H2
.855
**
H3
.751
**
H4
.775
**
Total
.780
**
.000
.000
.000
.000
30
30
30
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1 30
93
Lampiran 12. Nilai Uji Reliabilitas Reliabilitas Total Case Processing Summary
Reliability Statistics
N
Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .726
Cases
a
Excluded
N of Items .871
Valid
Total
45
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliabilitas Komitmen Manajemen Puncak Case Processing Summary
Reliability Statistics
N
Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .682
Cases
Valid a
Excluded
N of Items .629
Total
6
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliabilitas Tujuan GKM Reliability Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .666
Cases
a
Excluded
N of Items .604
Valid
6
Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
94
Lanjutan Lampiran 12. Reliabilitas Pendidikan dan Pelatihan Reliability Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items
Cases
Valid
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a
.743
Excluded
N of Items .818
Total
9
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliabilitas Komunikasi Reliability Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items
Cases
Valid a
.723
Excluded
N of Items .718
Total
5
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliabilitas Partisipasi Reliability Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .744
Cases
a
Excluded
N of Items .756
Valid
5
Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
95
Lanjutan Lampiran 12. Reliabilitas Seven Tools Reliability Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .762
Cases
%
Valid a
Excluded
N of Items .801
Total
6
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliabilitas Kepemimpinan Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Reliability
Cases
Valid
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
Based on a
Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .769
Excluded N of Items
.901
Total
10
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliabilitas Fasilitas Reliability Statistics
Case Processing Summary
Cronbach's
N
Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items
Cases
Valid a
.812
Excluded
N of Items .889
5
Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
96
Lampiran 13. Identitas Responden berdasarkan indikator penilaian keberhasilan GKM Indikator penilaian Kemampuan menekan biaya produksi selama produksi Percepatan pekerjaan tanpa mengurangi mutu produk yang dihasilkan Kemampuan melakukan penghematan tanpa pengulangan kerja Peningkatan efisiensi sumber daya Pencapaian target kerja sesuai dengan standar Peningkatan kemampuan kerja Penyederhanaan prosedur kerja Penurunan tingkat kecelakaan kerja Kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik Kemampuan dalam mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan Kesesuaian produk yang dihasilkan dengan standar mutu yang ditetapkan Kontinuitas perbaikan terhadap mutu produk Proses penyerahan produk ke proses selanjutnya
Skala 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2
Pendidikan SMA PT 10% 43% 30% 3% 53% 30% 17% 20% 50% 7% 50% 30% 27% 47% 13% 17% 37% 33% 7% 50% 30% 20% 27% 43% 30% 40% 17% 27% 40% 17% 13% 53% 20% 23% 43% 20% 10% 33% 43%
0% 10% 3% 0% 7% 7% 3% 3% 7% 0% 10% 3% 0% 10% 3% 0% 10% 3% 0% 7% 7% 3% 3% 3% 7% 7% 0% 7% 7% 0% 0% 10% 3% 3% 3% 7% 3% 7% 3%
Lama di GKM < 1 tahun 1-3 tahun 3% 3% 17% 0% 13% 10% 10% 0% 13% 0% 13% 7% 7% 10% 7% 3% 10% 10% 0% 10% 13% 3% 3% 17% 7% 17% 0% 7% 17% 0% 3% 13% 7% 10% 10% 3% 0% 3% 20%
7% 50% 20% 3% 47% 27% 10% 23% 43% 7% 47% 27% 20% 47% 10% 13% 37% 27% 7% 47% 23% 17% 27% 33% 30% 30% 17% 30% 30% 17% 10% 50% 17% 17% 37% 23% 13% 37% 27%
Masa Kerja 1-3 Tahun >3 Tahun 10% 33% 27% 3% 43% 23% 20% 10% 40% 3% 50% 17% 20% 43% 10% 17% 33% 17% 7% 37% 23% 10% 17% 40% 27% 33% 10% 27% 33% 10% 10% 47% 13% 17% 33% 20% 10% 33% 27%
0% 20% 10% 0% 17% 13% 0% 13% 17% 3% 10% 20% 7% 10% 10% 0% 17% 17% 0% 20% 13% 7% 13% 13% 10% 13% 7% 10% 13% 7% 3% 17% 10% 10% 13% 7% 3% 7% 20%
97
Lanjutan Lampiran 13. Indikator penilaian Penurunan produk / material rusak (tidak layak) Penurunan kerusakan pada kemasan produk yang dihasilkan Penurunan potensi produk terbuang percuma (waste)
Skala 0 +1 +2 0 +1 +2 0 +1 +2
Pendidikan SMA PT 10% 0% 40% 10% 37% 3% 10% 0% 50% 13% 27% 0% 3% 0% 27% 0% 57% 13%
Lama di GKM < 1 tahun 1-3 tahun 7% 3% 10% 40% 7% 33% 0% 7% 13% 50% 10% 20% 0% 3% 0% 27% 20% 50%
Masa Kerja 1-3 Tahun >3 Tahun 7% 3% 40% 10% 23% 17% 7% 3% 43% 17% 20% 10% 3% 0% 17% 10% 50% 20%
98
Lampiran 14. Nilai Total Variance Explained pada Analisis Faktor Initial Eigenvalues Component 1 2 3 4 5 6 7 8
Total 2.823 1.352 1.331 .705 .613 .596 .363 .217
Extraction Sums of Squared Loadings
% of Cumulative Variance % Total 35.285 16.903 16.640 8.814 7.664 7.444 4.537 2.712
35.285 2.823 52.187 1.352 68.828 1.331 77.642 85.306 92.751 97.288 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
% of Cumulative Variance % 35.285 16.903 16.640
35.285 52.187 68.828
Rotation Sums of Squared Loadings Total 2.094 1.981 1.432
% of Cumulative Variance % 26.170 24.759 17.898
26.170 50.929 68.828
99
Lampiran 15. Diagram Ishikawa (fishbone diagram