TINJAUAN ATAS PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 DAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PADA BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BPPBAT) KOTA BOGOR
TUGAS AKHIR DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT GUNA MEMPEROLEH SEBUTAN AHLI MADYA AKUNTANSI
OLEH: DIVA ERVINTA ARDIYANTI D3-0314-049
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI SEKOLAH TNGGI ILMU EKONOMI BINANIAGA BOGOR 2017
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BINANIAGA
PENGESAHAN TUGAS AKHIR
JUDUL : TINJAUAN ATAS PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 22 DAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 23 PADA BALAI PENELITIAN
DAN
PENGEMBANGAN
BUDIDAYA
TAWAR (BPPBAT) KOTA BOGOR OLEH
: DIVA ERVINTA ARDIYANTI
NPM
: D3-0314-049
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
YULI ANWAR, SE., M.AK
NURYADI, S. PI
BOGOR, FEBRUARI 2017 KETUA SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BINANIAGA
YULI ANWAR, SE., M.AK
AIR
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh sebutan ahli madya akuntansi. Dalam Laporan Tugas Akhir ini penulis mengangkat judul tentang “Tinjauan Atas Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pengahasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor”. Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu serta mendukung dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir ini. Terimaksih kami ucapkan kepada: 1. ALLAH SWT. yang telah memberikan kelancaran dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir ini. 2. Keluarga penulis khususnya kedua orang tua serta kakak dan adik penulis yang senantiasa memberi do‟a dan dukungannya kepada penulis. 3. Bapak Yuli Anwar, S.E., M. Ak., selaku ketua STIE Binaniaga Bogor dan dosen pembimbing dalam pembuatan laporan tugas akhir. 4. Seluruh staf pengajar STIE Binaniaga yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan maupun pada saat pembuatan laporan tugas akhir.
ii
5. Pimpinan dan seluruh staf pegawai Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor yang telah memberikan izin untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan. 6. Sahabat-sahabat penulis yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. 7. Seluruh teman-teman mahasiswa STIE Binaniaga khususnya teman-teman dari kelas D3-A1 yang selalu mendoakan dan memberi semangat. 8. Pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas akhir ini. Semoga bimbingan serta nasihat yang telah diberikan kepada penulis dapat bermanfaat serta mendapat ridho dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tugas akhir ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah penulis butuhkan. Penulis sangat berharap laporan tugas akhir ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan penulis mengenai perpajakan. Selain itu, kami juga berharap agar laporan tugas akhir ini dapat berguna dan bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga untuk para pembaca lainnya. Bogor, Desember 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI .....................................................................................................iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3 C. Batasan Masalah ............................................................................... 4 D. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5 E. Manfaat Penelitan ............................................................................. 6 F. Metodologi Penelitian ...................................................................... 6 G. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 9 H. Sistematika Penulisan..................................................................... 10 BAB II TINJAUAN DAN PUSTAKA A. Dasar Perpajakan ............................................................................ 12 B. Pajak Penghasilan (PPh)................................................................. 20 C. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 .................................................. 21 D. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 .................................................. 26
iv
E. Institusi Pemerintah ........................................................................ 32 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Institusi ........................................................... 344 B. Perhitungan, Penyetoran dan Pembayaran PPh Pasal 22 pada BPPBAT Kota Bogor ................................................................... 388 C. Perhitungan, Penyetoran dan Pembayaran PPh Pasal 23 pada BPPBAT Kota Bogor ................................................................... 444 D. Kendala Dalam Pelaksanaan Perpajakan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor ....................................................... 49 E. Kesesuaian Penerapan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Berdasarkan Peraturan Perpajakan ................................................. 49 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan................................................................................... 544 B. Saran ............................................................................................. 555 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 566 LAMPIRAN - LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1:
50
Tabel 2:
52
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1: Struktur Organisasi
37
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1:
SSP PPh Pasal 22
Lampiran 2:
SSP PPN atas PPh Pasal 22
Lampiran 3:
SSP PPh Pasal 23
Lampiran 4:
Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
Lampiran 5:
Daftar PPN yang dipungut
Lampiran 6:
Daftar Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Lampiran 7:
SPT Masa PPh Pasal 22
Lampiran 8:
SPT Masa PPN
Lampiran 9:
SPT Masa PPh Pasal 23
Lampiran 10: Bukti Penerimaan SPT Masa PPh Pasal 22 Lampiran 11: Bukti Penerimaan SPT Masa PPN Lampiran 12: Bukti Penerimaan SPT Masa PPh Pasal 23
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dapat tercapai apabila perekonomian Indonesia dalam keadaan baik dan terencana yaitu dengan jalannya pembangunan negara. Dalam
menjalankan
pemerintahan
dan
pembangunan
negara,
pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan adanya berbagai jenis bantuan dana dari luar negeri tidak mencukupi kebutuhan besarnya keperluan dana untuk pembangunan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah menggalakkan sumber penerimaan negara lainnya yaitu pajak. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara paling besar, penting adanya partisipasi masyarakat Indonesia untuk membayar pajak. Untuk menjadikan pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang utama bukan hal yang mudah. Banyak kendala-kendala yang dihadapi baik yang timbul dari masyarakat sebagai Wajib Pajak maupun dari pihak aparat pajak serta peraturan perundang-undangan. Jenis kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia selaku warga Negara Indonesia dalam menggerakan roda perekonomian sekaligus sebagai objek pajak merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis pajak serta berapa besarnya pajak yang dikenakan. Jenis pajak yang
2
memiliki kontribusi cukup besar terhadap penerimaan pajak adalah pajak penghasilan (PPh) yang diperoleh dari penghasilan perseorangan ataupun entitas. Salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Pajak ini dipungut oleh bendaharawan pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu, baik Badan Pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Selain Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adapula Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar adalah sebuah lembaga pemerintah yang bergerak dalam riset perikanan budidaya air tawar yang menghasilkan berbagai ikan unggul dan plasma nutfah ikan air tawar. Salah satu aktivitas lembaga ini adalah melakukan belanja barang dan belanja jasa, pada aktivitas ini institusi selaku pemungut pajak harus memungut pajak atas penghasilan yang didapat oleh rekanan yaitu pajak penghasilan (PPh) pasal 22 atas belanja barang dan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 atas belanja jasa.
3
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pasal 23 merupakan hal yang penting, sama dengan pajak lainnya. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 22 dan pasal 23 wajib melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan atas pembelian barang dan penghasilan lain yang sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perhitungan, penyetoran dan pelaporan
Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 22 dan Pasal 23 khususnya terhadap pembelian barang, dan penghasilan lain yang sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain di Balai Penelitan dan Pengembangan Budidaya air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor. Maka penulis membuat Laporan Tugas Akhir dengan mengambil judul “TINJAUAN
ATAS
PERHITUNGAN,
PENYETORAN
DAN
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 22 DAN PAJAK
PENGHASILAN
(PPH)
PASAL
23
PADA
BALAI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR (BPPBAT) KOTA BOGOR”.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka permasalahan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
4
1. Bagaimana pelaksanaan perhitungan PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor. 2. Bagaimana penyetoran PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor. 3. Bagaimana pelaporan PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor. 4. Kendala apa saja yang timbul dalam perhitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 22 dan pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor.
C.
Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan dengan hanya melakukan tinjauan pelaksanaan perpajakan. Penulis melakukan peninjauan pada perhitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas belanja barang dan Pasal 23 atas belanja jasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor berdasarkan peraturan perpajakan perbendaharaan yang berlaku di sektor pemerintahan. Serta kendala yang timbul dalam kegiatan perpajakan tersebut.
5
D.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai salah satu syarat akademik kelulusan guna mencapai gelar Ahli Madya Akuntansi. 2. Untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas belanja barang dan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 atas belanja jasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawat (BPPBAT) Kota Bogor. 3. Untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas belanja barang dan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 atas belanja jasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawat (BPPBAT) Kota Bogor. 4. Untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas belanja barang dan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 atas belanja jasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawat (BPPBAT) Kota Bogor. 5. Untuk mengetahui kendala yang terjadi dalam pelaksanaan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas belanja barang dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 atas belanja jasa pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawat (BPPBAT) Kota Bogor.
6
E.
Manfaat Penelitan 1. Bagi Penulis Dapat menambah dan memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai perpajakan khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang dilaksanakan dalam sebuah lembaga pemerintahan. 2. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan kewajiaban perpajakan bagi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor yang berperan sebagai pemungut pajak dalam pelaksanaan perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai perpajakan khususnya tentang Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 serta pelaksanaannya dalam lembaga pemerintahan serta kendala yang mungkin terjadi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
F.
Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk melakukan pengumpulan data melalui :
7
1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun Laporan Tugas Akhir ini yaitu berpedoman pada: 1. UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. 2. UU No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 3. Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang penentuan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak. 4. Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atau penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. 5. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-15/PJ/2011 tentang perubahan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER57/PJ/2010 tentang tata cara dan prosedur pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atau penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya. 6. Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1)
8
huruf C angka 2 UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah : a.
Studi Kepustakaan Merupakan tahap awal pelaksanaan peninjauan untuk mencari dan mengumpulkan data referensi melalui buku-buku, jurnal, dan internet yang mempunyai keterkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan Tugas Akhir yaitu pelaksanaan perpajakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.
b.
Studi Lapangan Studi lapangan yang dilakukan adalah mengadakan penelitian langsung ke perusahaan yang menjadi objek peninjauan guna memperoleh data yang dibutuhkan penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir dengan cara observasi langsung.
c.
Wawancara Yaitu teknik pengumpulan data primer dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak-pihak yang terkait di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor mengenai permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan. Penulis melakukan wawancara dengan bagian
9
keuangan terkait pelaksanaan perpajakan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah : a. Data Primer Disebut juga dengan teknik komunikasi langsung atau secara tatap muka dengan sumber data. Dalam hal ini dilakukan dengan cara studi lapangan dan wawancara. Penulis melakukan komunikasi langsung dengan pihak perusahaan untuk mencari data yang dibutuhkan. b. Data Sekunder Dalam penelitian ini data didapat dengan membaca dan mempelajari buku-buku ataupun tulisan ilmiah yang berkaitan dengan masalah pokok dalam penulisan, serta dokumentasi seperti SSP (Surat Setoran Pajak), Daftar Bukti Pemungut PPh pasal 22, Daftar Bukti Pemotong PPh pasal 23, dan SPT Masa (Surat Pemberitahuan) serta Bukti Penerimaan Surat yang diberikan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor.
G.
Tempat dan Waktu Penelitian Dalam rangka pengumpulan data dan informasi sebagai bahan kajian penyusunan tugas akhir, penulis memilih objek penelitian di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor yang beralamat di Jalan Sempur No. 01, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor.
10
Dengan kata lain, penulis melaksanakan magang di tempat tersebut selama 2 bulan. H.
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dan memberikan gambaran tentang penulisan Laporan Tugas Akhir, dengan ini penulis membuat sistematika penulisan. Susunan penulisan ini terdiri dari 4 (empat) Bab yaitu sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan dan diuraikan berbagai teori, keterangan dan asumsi yang digunakan sebagai dasar dan pedoman dalam menganalisis permasalahan. Bab ini diantaranya berisikan tentang pengertian pajak dan pajak penghasilan, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Pengahasilan (PPh) Pasal 23, serta peraturan perpajakan yang berlaku serta pembahasan.
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan dan menjelaskan mengenai gambaran umum Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor serta struktur organisasi. Dan juga
11
pembahasan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 meliputi perhitungan, penyetoran, dan pelaporan berdasarkan peraturan perpajakan perbendaharaan di sektor pemerintahan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memuat tentang pokok permasalahan yang telah dibahas di Bab III secara singkat dan jelas. Bab ini juga memuat saran yang dapat menjadi masukan untuk perusahaan dan pembaca.
BAB II TINJAUAN DAN PUSTAKA
A.
Dasar Perpajakan 1 Definisi Pajak Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga
dapat
dipaksakan,
dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Menurut Undang-undang No. 16 Tahun 2009, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dangan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Beberapa ahli mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat antara lain: Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Resmi (2011:1) dalam bukunya yang berjudul “PERPAJAKAN, Teori dan Kasus, Edisi 6 Buku1”, bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Menurut Feldmann yang dikutip oleh Siti Resmi (2011:1) dalam bukunya yang berjudul “PERPAJAKAN, Teori dan Kasus, Edisi 6 Buku1”, bahwa:
13
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
Menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, yang ditulis oleh Waluyo (2013:2) dalam bukunya yang berjudul “PERPAJAKAN INDONESIA” bahwa: “Pajak adalah adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
2 Ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.
14
3 Fungsi pajak Ada dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksankan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
4 Sistem Pemungutan Pajak Dalam
memungut
pajak
dikenal
dengan
beberapa
sistem
pemunguan pajak yang memberikan kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan). 1. Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
Dalam sistem ini, kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan
15
pemerintah. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak
tergantung pada aparatur perpajakan
(peran dominan ada pada aparatur perpajakan). 2. Self Assesment System Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk: a. Menghitung sendiri pajak yang terutang. b. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang. c. Membayar sendiri pajak yang terutang. d. Melaporkan sendiri pajak yang terutang. e. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya kegiatan pemungutan pajak, banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak). 3. With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang
16
terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.
5 Syarat dan Hambatan Pemungtan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
17
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya. 3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaraan kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Pemungutan Pajak harus Efisien (Syarat Finansil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5. Sistem Pemungutan Pajak harus Sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakn yang baru.
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi: 1. Perlawanan Pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
18
c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik 2. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditunjukkan
kepada
fiskus
dengan
tujuan
untuk
menghindari pajak. Bentuknya antaralain: a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
6 Tarif Pajak Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat berupa angka atau persentase tertentu. Jenis tarif pajak dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu; tarif tetap, tarif proposional (sebanding), tarif progresif (menngkat), dan tarif degresif (menurun). 1. Tarif Tetap Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun besarnya dasar pengenaan pajak. Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea materai. Pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapa pun jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp6.000,oo Bea materai juga dikenakan atas dokumen-dokumen atau surat perjanjian tertentu yang ditetapkan dalam peraturan tentang bea materai.
19
2. Tarif Proposional (Sebanding) Tarif proposional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak maka semakin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan secara proposional atau sebanding. Di Indonesia, tarif proposional diterapkan pada PPN (Tarif 10%), PPh pasal 26 (Tarif 20%), PPh pasal 23 (Tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP Badan Luar Negeri dan BUT (Tarif pasal 17 ayat (1) b atau 28% untuk tahun 2009 dan 25% untuk tahun 2010 dan seterusnya); dan lain-lain. 3. Tarif Progresif (Meningkat) Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak Tarif progresif dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Tarif Progresif-Proposional Yaitu tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap. Tarif progresif-proposional pernah diterapkan di Indonesia untuk menghitung PPh. Tarif ini diberlakukan sejak tahun 1983 sampai dengan tahun 1994 dan diatur dalam Pasal 17 UU No. 7 Tahun 1983.
20
b. Tarif Progresif-Progresif Yaitu tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase tersebut juga semakin meningkat. c. Tarif Progresif-Degresif Yaitu tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut semakin menurun. 4. Tarif Degresif (Menurun) Tarif degresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
B.
Pajak Penghasilan (PPh) 1. Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa; “Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.” (Siti Resmi, 2011:74)
21
Pajak Penghasilan dalam Undang-undang No. 47 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. UndangUndang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. “Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang disebut Wajib Pajak.” (Mardiasmo, 2011)
C.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 1. Dasar Hukum Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 adalah sebagai berikut: 1. UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. 2. UU No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 3. Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
80/PMK.03/2010
tentang
perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang penentuan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak. 4. Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan
22
pembayaran atau penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. 5. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-15/PJ/2011 tentang perubahan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER57/PJ/2010 tentang tata cara dan prosedur pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atau penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
2. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap „menguntungkan‟, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
3. Pemungut Pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Bendahara dan badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian adalah : 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang;
23
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; 3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); 4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS); 5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi: o
Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
o
PT Pertamina (Persero),
o
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),
o
PT Perusahaan Gas Negara (Persero),
o
dll.
24
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya. 7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
4. Pembayaran
yang
Dikecualikan
dari
Pemungutan
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecahpecah) yang meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp 2.000.000,00 tidak termasuk nilai PPN dan/atau PPnBM ; 2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos; 3. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/pinjaman luar negeri. 4. Pembayaran
untuk
pembelian
barang
sehubungan
dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
5. Saat Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) 22 Saat pemungutan PPh Pasal 22 adalah pada setiap pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan, yang dibiayai dari APBN/APBD.
25
6. Tarif Tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yang berlaku dan dipakai oleh bendahara pemerintah atas pembelian barang (belanja barang) adalah: 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang Apabila Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 3% atau (1,5% x 200%). 3% x Harga/Nilai Pembelian Barang atau 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang x 200%
7. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh pasal 22 1. Pembayaran atau penyetoran pajak penghasilan pasal 22 atas penyerahan barang (belanja barang) dilakukan pada hari yang sama saat penyerahan barang. 2. Pelaporan pajak penghasilan pasal 22 atas penyerahan barang (belanja barang) dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
26
D.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 1. Dasar Hukum Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 adalah sebagai berikut: 1. UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. 2. UU No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 3. Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
80/PMK.03/2010
tentang
perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang penentuan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak. 4. Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.
2. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Menurut Direktorat Jenderal Pajak dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
27
Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
3. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Pemotong pajak penghasilan pasal 23 adalah sebagai berikut: 1. Badan Pemerintah. 2. Subjek Pajak Badan dalam Negeri. 3. Penyelenggara Kegiatan. 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT). 5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya. 6. Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak (WP) dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai Pemotong PPh Pasal 23, yaitu : a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas, b. Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan, atas pembayaran berupa sewa.
4. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23 Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 (selanjutnya disebut Wajib Pajak PPh Pasal 23) terdiri atas: 1. Wajib Pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan). 2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
28
5. Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23 Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 (selanjutnya disebut objek PPh pasal 23) sesuai dengan pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu: 1. Dividen, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah dan penghargaan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. 2. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan PP 29 tahun 1996 jo. PP 5 tahun 2002. 3. Pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan
dengan
kesepakatan
untuk
memberikan
hak
menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati. 4. Imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
6. Penghasilan yang Tidak Dikenakan Pajak Penghasilan 23 Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 (bukan objek PPh pasal 23) yaitu:
29
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank. 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease). 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat: a. Berasal dari cadangan laba yang ditahan. b. Bagi Perseroan Terbatas, BUMN & BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. 4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 5. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya. 6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. Badan usaha yang dimaksud adalah perusahaan pembiayaan
yang sudah mendapat ijin Menteri Keuangan;
BUMN/BUMD yang khusus memberikan pembiayaan kepada usaha
30
mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKM) termasuk perseroan terbatas (PT) Permodalan Nasional Madani. Penghasilan yang dimaksud
adalah
imbalan
yang
diberikan
atas
penyaluran
pinjaman/pembiayaan termasuk pembiayaan syariah.
7. Tarif dan Dasar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut: 1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas : a. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. c. Royalti. d. Hadiah dan penghargaan lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 (yang dibayarkan oleh perusahaan, badan, dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan). 2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas : a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa atas tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat fi nal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
31
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. Jadi tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 23 yang berlaku dan dipakai oleh bendahara pemerintah atas imbalan sehubungan dengan jasa lainnya (belanja jasa) adalah: 2% x Jumlah Bruto Apabila Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya atau menjadi 4% atau (2% x 200%). 4% x Jumlah Bruto atau 2% x Jumlah Bruto x 200%
8. Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 1. Pembayaran atau penyetoran pajak penghasilan pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa lainnya (belanja jasa) dilakukan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. 2. Pelaporan pajak penghasilan pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa lainnya (belanja jasa) dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
32
E.
Institusi Pemerintah 1. Pengertian Institusi Pemerintah Institusi pemerintah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan suatu kebutuhan yang karena tugasnya berdasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan melakukan kegiatan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan taraf kehidupan kebahagiaan kesejahteraan masyarakat. 2. Jenis-jenis Institusi Pemerintah Institusi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Institusi formal Institusi formal adalah suatu institusi yang dibentuk oleh pemerintah atau oleh swasta yang mendapat pengukuhan secara resmi serta mempunyai aturan-aturan tertulis/resmi. Institusi formal dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : a. Institusi pemerintah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan suatu kebutuhan yang karena tugasnya berdasarkan
pada
suatu
peraturan
perundang-undangan
melakukan kegiatan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan taraf kehidupan kebahagiaan kesejahteraan masyarakat. Institusi Pemerintah atau Lembaga Pemerintah dibedakan menjadi dua macam, yaitu: o
Lembaga pemerintah yang dipimpin oleh seorang menteri.
o
Lembaga pemerintah yang tidak dipimpin oleh seorang menteri, dan bertanggung jawab langsung kepada presiden (disebut Lembaga Pemerintah Non-Departemen). Contoh :
33
Lembaga
Administrasi
Negara
dan
Lembaga
Ilmu
Pengetahuan Indonesia. b. Institusi swasta adalah institusi yang dibentuk oleh swasta (organisasi swasta) karena adanya motivasi atau dorongan tertentu yang didasarkan atas suatu peraturan perundangundangan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Institusi atau lembaga ini secara sadar dan ikhlas melakukan kegiatan untuk ikut serta memberikan pelayanan masyarakat dalam bidang tertentu sebagai upaya meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Contoh : Yayasan Penderita Anak Cacat, Lembaga Konsumen, Lembaga Bantuan Hukum, Partai Politik. 2. Institusi non-formal Institusi non-formal adalah suatu institusi yang tumbuh dimasyarakat karena masyarakat membutuhkannya sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka. Ciri-cirinya antara lain: a. Tumbuh di dalam masyarakat karena masyarakat membentuknya, sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka. b. Lingkup kerjanya, baik wilayah maupun kegiatannya sangat terbatas. c. Lebih bersifat sosial karena bertujuan meningkatkan kesejahteraan para anggota. d. Pada umumnya tidak mempunyai aturan-aturan formal (Tanpa anggaran dasar/Anggaran rumah tangga).
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Institusi 1. Sejarah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) mulai didirikan pada tanggal 26 Juni 1927 dengan nama “Laboratorium Voor de Binnenvisserij” yang berkedudukan di Bogor. Pada tahun 1946 setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, di Magelang didirikan Laboratorium Perikanan Darat. Sedangkan yang berlokasi di Bogor berada dalam pendudukan Belanda. Setelah penyerahan kedaulatan Indonesia berdasarkan SK Menteri Pertanian pada tanggal 8 September 1951 No.81/UM/51, di Jakarta didirikan Balai Penyelidikan Perikanan Darat. Kemudian pada tahun 1953 Laboratorium Perikanan Darat di Bogor berada di bawah Balai Penyelidikan Perikanan Darat Jakarta. Pada tahun 1961 mengalami perubahan nama dari Laboratorium Perikanan Darat menjadi Lembaga Penelitian Perikanan Darat yang pada waktu itu berada di bawah jawatan Penelitian Departemen Pertanian. Setelah berjalan kurang lebih 36 tahun (1927-1963) maka berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
bulan
Agustus
1964
No.23/Men/Lk/1964 Lembaga Penelitian Perikanan Darat berada di bawah Departemen Perikanan Darat/Laut dan dua tahun kemudian (1966) berdasarkan SK. Menteri Pertanian tanggal 10 Desember 1966 No.Kep.30/12/1966 berada di bawah Direktorat Jendral Perikanan
35
Departemen Pertanian. Balai Penelitian Perikanan Darat di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan pada tahun 1980 dengan surat keputusan menteri No.861/KPTS/Org/12/1980. Pada tanggal 16 Agustus 1984, secara resmi berubah nama menjadi Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Balitkanwar), dan pada tahun 1991 Balitkanwar pindah lokasi kedudukannya di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Selanjutnya sejak tahun 2002, berubah nama menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT).
2. Lokasi Institusi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) jalan Sempur No. 1 Kota Bogor, Jawa Barat yang mempunyai aktivitas menyelenggarakan riset perikanan budidaya air tawar dengan keluaran menghasilkan berbagai ikan unggul dan plasma nutfah ikan air tawar. Lokasi ini termasuk dataran tinggi karena memiliki temperatur suhu 21-27 derajat Celsius dan bercurah hujan tinggi. Lokasi Praktik Kerja Lapang (PKL) ini terletak cukup dekat dengan pemukiman penduduk dan mudah dijangkau dengan alat transportasi. Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air tawar menempati lahan seluas 3 Ha, merupakan area yang digunakan untuk melakukan penelitian-penelitian yang bersifat lapangan (non-lab). Fasilitas yang dimiliki oleh Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar meliputi panti benih (Hatchery), laboratorium basah, Counting Set, Ruang Pembuatan dan Gudang Pakan, Pusat
36
Kegiatan Mahasiswa (Student Center), Guest house, Auditorium, Kantor, Kolam Percobaan dan Koleksi Induk.
3. Profil BPPBAT Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) merupakan lembaga riset atau penelitian yang bergerak dibidang budidaya air tawar. Salah satu aktivitas tersebut meliputi pathologi dan rekayasa aquatik. Riset yang dihasilkan berupa pengembangan budidaya perikanan air tawar baik dalam breading atau pembenihan sampai pembesaran. Hasil riset ini disosialisasikan kepada masyarakat maupun pengusaha dibidang perikanan. Balai ini juga dapat membantu langsung kepada masyarakat untuk memberikan suatu bimbingan teknis sampai pendampingan di masyarakat. Pada prinsipnya balai ini untuk mewujudkan suatu keunggulan komoditas ikan-ikan air tawar yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dan menambah atau menciptakan aktivitas yang memberikan suatu keuntungan dalam usaha perikanan. Visi BPPBAT “Menjadi institusi Penelitian dan Pengembangan yang handal dalam penyediaan ilmu dan pengetahuan serta teknologi perikanan budidaya ikan air tawar pada tahun 2019.” Misi BPPBAT adalah 1. Menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna di bidang budidaya ikan air tawar untuk kesejahteraan masyarakat perikanan.
37
2. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan budidaya ikan air tawar.
4. Struktur Organisasi Struktur
organisasi
merupakan
penyajian
kerangka
yang
menunjukkan seluruh kegiatan untuk pencapaian organisasi, hubungan fungsi-fungsi serta wewenang dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan yang ada dalam fungsi-fungsi tersebut. Adapun struktur organisasi BPPBAT Kota Bogor terdiri dari: STRUKTUR ORGANISASI BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR TAWAR PERMEM KP Nomor: PER.31/MEN/2011 tentang Organisasi dan TataKerja Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar
KEPALA BALAI Prof. Dr. Ir. Brata Pantjara, MP NIP. 196208231989031002
KASUBBAG. TATA USAHA Yulianti, A. Pi., M. Si. NIP. 196807271992032004
KA. URUSAN KEPEGAWAIAN Firman Adji Weko S. NIP. 196006251986031004
KASIE. TATA OPERASIONAL Nurhidayat, M.Si NIP. 197605101999031003
KA. URUSAN KEUANGAN DAN UMUM M. Ridwan NIP. 195907121984031001
KASIE. PELAYANAN TEKNIS DAN SARANA Nuryadi, S. Pi NIP. 197106232003121010
PLT. KASUBSIE. MONITORING DAN EVALUASI
PLT. KASUBSIE. PELAYANAN TEKNIS
Reza Samsudin, S. Pi., M. Si.
Marina Dwi Astuti, SP.
Deisi Heptarina, S. Pi., M. Si.
Rika Ayuni, S. Pi.
NIP. 198101272005021002
NIP. 197903262003122005
NIP. 198303272009122003
NIP. 197906142007012001
KASUBSIE. PROGRAM
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Gambar 1 Struktur Organisasi BPPBAT Kota Bogor
PLT. KASUBSIE. SARANA DAN PRASARANA
38
5. Tujuan dan Fungsi Tujuan pokok BPPBAT adalah melaksanakan kegiata riset strategi perikanan budidaya air tawar. Sedangkan fungi dalam melaksanakan tugas, Balai ini menyelanggarakan fungsinya seperti: 1. Penyusunan program dan kerja sama riset strategis. 2. Pelaksanaan riset strategi perikanan budidaya air tawar dibidang domestik, reproduksi, pemuliaan, dan genetika, bioteknologi, nutrisi, teknologi, pakan, kesehatan ikan, sistem dan teknologi budidaya, lingkungan perikanan budidaya dan toksikologi serta analisis komoditas untuk perkembangan produksi. 3. Invetarisasi, identifikasi serta evaluasi sumber daya dan plasma nutfah ikan perairan budidaya air tawar untuk pemanfaatan, pengelolaan dan pelestariannya. 4. Pengembangan teknologi dan kerjasama BPPBAT. 5. Pemberdayaan sarana dan prasarana BPPBAT. 6. Pelayanan teknik, jasa dan informasi hasil riset. 7. Pengembangan dan pengelolaan jaringan sistem informasi di bidang riset perikanan budidaya air tawar. 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
B.
Perhitungan, Penyetoran dan Pembayaran PPh Pasal 22 pada BPPBAT Kota Bogor 1. Perhitungan PPh Pasal 22 pada BPPBAT Kota Bogor Perhitungan PPh pasal 22 dilakukan oleh bendahara pengeluaran di BPPBAT Kota Bogor berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan
39
barang (belanja barang) oleh rekanan yang pembiayaannya berasal dari APBN/APBD. Dalam hal ini bendahara pengeluaran selaku pemungut pajak bertanggung jawab atas PPh pasal 22, namun demikian bendaharawan tidak memungut PPh pasal 22 diantaranya atas: 1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecahpecah) yang meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp 2.000.000,00 tidak termasuk nilai PPN dan/atau PPnBM. 2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumnas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos. 3. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah/pinjaman luar negeri. 4. Pembayaran
untuk
pembelian
barang
sehubungan
dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tarif yang berlaku dalam pemungutan PPh pasal 22 atas pembelian barang (belanja barang) yang dibiayai oleh APBN/APBD yaitu: 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang Apabila Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya, yaitu: 3% x Harga/Nilai Pembelian Barang
40
atau 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang x 200% BPPBAT melakukan berbagai bentuk kegiatan yang bersangkutan dengan belanja barang dengan pihak rekanan. Dalam suatu kegiatan tersebut BPPBAT bekerjasama dengan rekanan yang tidak memiliki NPWP. Berikut perhitungan tentang pemotongan PPh pasal 22 atas belanja barang yang dilakukan oleh institusi. Belanja barang yang dilakukan institusi adalah untuk memenuhi kebutuhan institusi. Kegiatan tersebut dilakukan dari seorang rekanan yang tidak memiliki NPWP. Perhitungan PPh pasal 22 adalah: Biaya yang dikeluarkan
Rp 3.925.000
DPP (Rp 3.925.000 x 100/110)
Rp 3.568.181
Tarif PPh pasal 22 (DPP x 3%)
Rp
107.045
PPN (DPP x 10%)
Rp
356.818
Keterangan: Dalam kegiatan belanja barang yang dilakukan BPPBAT dengan rekanan, tercantum bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran sejumlah barang adalah sebesar Rp 3.925.000. Karena rekanan tidak memiliki NPWP maka tarif pengenaan PPh Pasal 22 yang dikenakan 100% lebih tinggi yakni 3%. Sebelum menghitung PPh pasal 22 yang dipungut oleh BPPBAT, bendahara harus menghitung DPP terlebih dahulu dengan megalikan biaya yang dikelurkan sebesar Rp 3.925.000 dengan 100/110 dan memproleh hasil DPP yaitu Rp 3.568.181. Setelah itu DPP tersebut dikalikan dengan tarif PPh pasal 22 yaitu 3% (100%
41
lebih tinggi karena rekanan tidak mempunyai NPWP) maka PPh pasal 22 yang dipungut oleh BPPBAT adalah sebesar Rp 107.045. Dan karena pembelian barang lebih dari Rp 1.000.000, BPPBAT juga memungut PPN sebesar 10% dari Rp 3.568.181 (DPP), sehingga PPN yang dipungut oleh BPPBAT sebesar Rp 356.818. Jadi dalam setiap pelaksanaan belanja barang, BPPBAT wajib memungut PPh pasal 22 dan PPN yang didasarkan oleh peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara institusi dikenakan PPh pasal 22, PPh tersebut dipungut pada setiap pelaksanaan pembayaran langsung (LS) oleh bendahara atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari APBN/APBD. Rekanan awalnya melakukan transaksi kebagian administrasi untuk menyetujui apakah termasuk PPh pasal 22 atau bukan. bendahara pajak menerima faktur pajak atau surat pengganti faktur pajak dari bagian administrasi dan melakukan pemeriksaan sejumlah tagihan yang tertera di faktur pajak atau surat penggati faktur pajak. Lalu bendahara mengidenifikasi objek dan tarif pajak. Pemungutan PPh pasal 22 atas penyerahan barang oleh rekanan (belanja barang) dikenakan tarif sebesar 1,5% dari jumlah bruto untuk pihak rekanan yang memiliki NPWP atau tarif 100% lebih tinggi yaitu sebesar 3% untuk pihak rekanan yang tidak memiliki NPWP. Setelah bendahara melakukan perhitungan PPh pasal 22, kemudian bendahara anggaran dan pajak membuat daftar PPh pasal 22 serta
42
membuat Surat Setoran Pajak (SSP) untuk nantinya digunakan dalam penyetoran PPh pasal 22.
3. Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Setelah selesai dilakukan perhitungan dan pemungutan, bendahara wajib menyetorkan seluruh pajak yang telah dipungut oleh institusi. Maka selanjutnya PPh pasal 22 terutang tersebut disetorkan ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi sebagai tempat penyetoran pajak. Dalam hal ini penyetoran dilakukan oleh bendahara pajak melalui bank persepsi. Penyetoran PPh pasal 22 yang dilakukan BPPBAT yaitu dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), yang berfungsi sebagai sarana untuk membayar pajak dan sebagai bukti laporan pembayaran PPh pasal 22. Pada SSP tersebut diisi jumlah PPh pasal 22 yang akan dibayar. SSP tersebut terdiri dari lima lembar yaitu : Lembar 1 : untuk arsip Wajib Pajak (Rekanan) Lembar 2 : untuk KPPN Lembar 3 : untuk KPP sebagai lampiran SPT Masa Bendahara Lembar 4 : untuk kantor penerima pembayaran (Bank Persepsi) Lembar 5 : untuk arsip pemungut (BPPBAT) PPh pasal 22 atas belanja barang yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai APBN/APBD.
43
4. Tata Cara Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 BPPBAT sebagai pemotong pajak wajib melaporkan pajak yang sudah dibayar. Untuk mendapatkan bukti pelaporan, bendahara harus mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa. Fungsi SPT Masa bagi wajib pajak PPh adalah sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Bentuk dari SPT terdapat dua jenis yaitu, SPT kertas yang dapat diambil oleh wajib pajak ke KPP dan SPT online atau e-SPT yang dapat diunduh melalui website Diretorat Jendral Pajak. Dalam hal ini BPPBAT menggunakan SPT kertas yang nantinya dilaporkan ke KPP dengan melampirkan daftar bukti pemotongan PPh pasal 22. Adapun tata cara pelaporan PPh pasal 22 pada BPPBAT adalah sebagai berikut: 1. Setelah menerima kembali SSP dari lembar 3 dan bukti setor dari bank, bendahara pajak menyiapkan SPT masa PPh pasal 22 untuk dilaporkan. 2. Bendahara pajak membuat Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 22 dengan mencetak sendiri sesuai dengan format asli. 3. SPT yang telah dibuat diperiksa kembali, apakah sudah sesuai dengan surat setoran pajak yang sudah dilakukan, kemudian dicetak dan diperiksa oleh bendahara pengeluaran dan ditandatangani. 4. SPT kemudian dilaporkan ke KPP dengan melampirkan daftar bukti pemotongan PPh pasal 22, dan SSP lembar 3 yang telah disahkan oleh Pejabat Bank Persepsi yang berwenang.
44
5. Setelah dilakukan pelaporan, KPP menyerahkan bukti penerimaan surat bahwa BPPBAT telah melaporkan PPh pasal 22. SPT Masa disampaikan ke KPP paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Pada saat batas akhir pelaporan, jika bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
C.
Perhitungan, Penyetoran dan Pembayaran PPh Pasal 23 pada BPPBAT Kota Bogor 1. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Perhitungan pemotongan PPh pasal 23 pada BPPBAT didasarkan dari jenis objek dan tarif pajaknya. Tarif yang berlaku dan dipakai oleh bendahara BPPBAT mengenai perhitungan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa lainnya (belanja jasa) yaitu: 2% x Jumlah Bruto Apabila Wajib Pajak penerima penghasilan (rekanan) tidak memiliki NPWP maka tarifnya 100% lebih tinggi dari tarif sebenarnya, yaitu: 4% x Jumlah Bruto atau 2% x Jumlah Bruto x 200% BPPBAT melakukan berbagai bentuk kegiatan yang bersangkutan dengan belanja jasa dengan pihak rekanan. Dalam suatu kegiatan
45
tersebut BPPBAT bekerjasama dengan rekanan yang tidak memiliki NPWP. Berikut perhitungan tentang pemotongan PPh pasal 23 atas belanja jasa yang dilakukan oleh institusi. Belanja jasa yang dilakukan institusi adalah untuk menganalisis plasma nutfah ikan air tawar yang dilakukan oleh seorang rekanan yang tidak memiliki NPWP. Perhitungan PPh pasal 23 adalah: Biaya yang dikeluarkan
Rp 1.450.000
Tarif PPh pasal 23 (4% x 1.450.000)
Rp
58.000
Keterangan: Dalam kegiatan belanja jasa yang dilakukan BPPBAT dengan rekanan, tercantum bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran sejumlah barang adalah sebesar Rp 1.450.000. Karena rekanan tidak memiliki NPWP maka tarif PPh pasal 23 100% lebih tinggi yakni 4%. Maka perhitungan PPh pasal 23 atas belanja jasa yang dilakukan oleh BPPBAT adalah 4% dikali dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.450.000 sehingga pph pasal 23 yang harus dipotong sebesar Rp 58.000.
2. Tata cara pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 Imbalan yang diberikan kepada rekanan atas pemakaian jasa lainnya yang dilakukan oleh bendahara institusi dikenakan PPh pasal 23, PPh tersebut dipotong pada saat pembayaran dilakukan atau saat disediakan ataupun ketika pembayaran telah jatuh tempo.
46
Rekanan awalnya melakukan transaksi kebagian administrasi untuk menyetujui apakah termasuk PPh pasal 23 atau bukan. Bendahara pajak menerima faktur pajak atau surat pengganti faktur pajak dari bagian administrasi dan melakukan pemeriksaan sejumlah tagihan yang tertera di faktur pajak atau surat penggati faktur pajak. Lalu bendahara pajak mengidenifikasi objek dan tarif pajak. Jika terdapat jasa selain yang telah dipotongan PPh pasal 21 maka jumlah tagihan tersebut langsung dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto untuk pihak rekanan yang memiliki NPWP atau tarif sebsar 4% untuk pihak rekanan yang tidak memiliki NPWP. Setelah bendahara melakukan perhitungan PPh pasal 23, kemudian bendahara anggaran dan pajak membuat daftar PPh pasal 23 serta membuat Surat Setoran Pajak (SSP) untuk nantinya digunakan dalam penyetoran PPh pasal 23.
3. Tata cara penyetoran pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 Setelah selesai dilakukan perhitungan dan pemotongan, bendahara wajib menyetorkan seluruh pajak yang telah dipotong oleh institusi. Maka selanjutnya PPh pasal 23 terutang tersebut disetorkan ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi sebagai tempat penyetoran pajak. Dalam hal ini penyetoran dilakukan oleh bendahara pajak melalui bank persepsi. Penyetoran PPh pasal 23 yang dilakukan BPPBAT yaitu dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), yang berfungsi sebagai sarana
47
untuk membayar pajak dan sebagai bukti laporan pembayaran PPh pasal 23. Pada SSP tersebut diisi jumlah PPh pasal 23 yang akan dibayar. SSP tersebut terdiri dari lima lembar yaitu : Lembar 1 : untuk arsip Wajib Pajak (Rekanan) Lembar 2 : untuk KPPN Lembar 3 : untuk KPP sebagai lampiran SPT Masa Bendahara Lembar 4 : untuk kantor penerima pembayaran (Bank Persepsi) Lembar 5 : untuk arsip pemungut (BPPBAT) Pembayaran/penyetoran PPh pasal 23 dibayarkan selambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir ke bank persepsi. Apabila dalam hal pembayaran/penyetoran jatuh pada hari libur, maka pembayaran atau penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
4. Tata cara pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 BPPBAT sebagai pemotong pajak wajib melaporkan pajak yang sudah dibayar. Untuk mendapatkan bukti pelaporan, bendahara harus mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa. Fungsi SPT Masa bagi wajib pajak PPh adalah sebagai sarana untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Bentuk dari SPT terdapat dua jenis yaitu, SPT kertas yang dapat diambil oleh wajib pajak ke KPP dan SPT online atau e-SPT yang dapat diunduh melalui website Diretorat Jendral Pajak. dalam melaporkan SPT. Dalam hal ini
48
BPPBAT menggunakan SPT kertas yang nantinya dilaporkan ke KPP dengan melampirkan daftar bukti pemotongan PPh pasal 23. Adapun tata cara pelaporan PPh pasal 23 pada BPPBAT adalah sebagai berikut: 1. Setelah menerima kembali SSP dari lembar 3 dan bukti setor dari bank, bendahara pajak menyiapkan SPT masa PPh pasal 23 untuk dilaporkan. 2. Bendahara pajak membuat Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 23 dengan mencetak sendiri sesuai dengan format asli. 3. SPT yang telah dibuat diperiksa kembali, apakah sudah sesuai dengan surat setoran pajak yang sudah dilakukan, kemudian dicetak dan diperiksa oleh bendahara pengeluaran dan ditandatangani. 4. SPT kemudian dilaporkan ke KPP dengan melampirkan daftar bukti pemotongan PPh pasal 23, dan SSP lembar 3 yang telah disahkan oleh Pejabat Bank Persepsi yang berwenang. 5. Setelah dilakukan pelaporan, KPP menyerahkan bukti penerimaan surat bahwa BPPBAT telah melaporkan PPh pasal 23. SPT Masa disampaikan ke KPP paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Pada saat batas akhir pelaporan, jika bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
49
D.
Kendala Dalam Pelaksanaan Perpajakan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor Dari hasil wawancara penulis kepada pihak yang terkait mengenai kendala yang terjadi pada pelakasanaan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 pada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor, dapat diketahui bahwa tidak ada kendala yang terjadi pada saat perhitungan dan pemotongan (pemungutan) yang dilakukan oleh institusi. Tetapi terdapat kendala di Bank Persepsi dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam pelaksanaan penyetoran dan pelaporan. Dijelaskan bahwa sistem dan aplikasi yang digunakan terkadang error dan offline. Sehingga menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 dan pajak penghasilan (PPh) pasal 23.
E.
Kesesuaian Penerapan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Berdasarkan Peraturan Perpajakan Untuk mengetahui kesesuaian penerapan perhitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 dan pasal 23 berdasarkan peraturan perpajakan di Indonesia yang telah diterapkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor dapat dilihat dalam Tabel berikut:
50
Tabel 1 Penerapan PPh Pasal 22 pada BPPBAT Kota Bogor Pelaksanaan
BPPBAT
Peraturan Perpajakan
Perhitungan Memiliki NPWP: Memiliki NPWP: PPh pasal 22 1,5% x Harga/Nilai 1,5% x Harga/Nilai atas belanja Pembelian Barang Pembelian Barang barang Tidak memiliki Tidak memiliki NPWP: NPWP:
Penyetoran PPh pasal 22 atas belanja barang
Keterangan Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010
3% x Harga/Nilai Pembelian Barang
3% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Atau 1,5% x 200% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Atau 1,5% x 200% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Penyetoran PPh pasal 22 dibayarkan pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
Penyetoran PPh pasal 22 dibayarkan pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007
Penyetoran menggunakan formulir SSP
Penyetoran menggunakan formulir SSP
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010
Penyampaian SPT Masa PPh pasal 22 atas belanja barang disampaikan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007
Pelaporan PPh Penyampaian SPT pasal 22 atas Masa PPh pasal 22 belanja barang atas belanja barang disampaikan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
51
Sumber: - UU Nomor 36 Tahun 2008 - Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK. 03/2010 - Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK. 03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007.
Keterangan: Dengan melihat table 1 bahwa BPPBAT dalam perhitungan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 telah sesuai dengan peraturan perpajakan di Indonesia yaitu sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atau penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dalam penyetoran dilakukan dengan baik dan tepat waktu oleh BPPBAT karena telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang penentuan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak serta sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atau penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Sedangkan dalam pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 telah terlaksana dengan baik atau sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang
52
penentuan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
Tabel 2 Penerapan PPh Pasal 23 pada BPPBAT Kota Bogor Pelaksanaan Perhitungan PPh pasal 23 atas belanja barang
BPPBAT
Peraturan Perpajakan
Keterangan
Memiliki NPWP: 2% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Memiliki NPWP: 2% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Tidak memiliki NPWP:
Tidak memiliki NPWP:
4% x Harga/Nilai Pembelian Barang
4% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Atau 2% x 200% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Atau 2% x 200% x Harga/Nilai Pembelian Barang
Penyetoran PPh pasal 23 dibayarkan selambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
Penyetoran PPh pasal 23 dibayarkan selambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007
Pelaporan PPh Penyampaian SPT pasal 23 atas Masa PPh pasal 23 belanja barang atas belanja jasa disampaikan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
Penyampaian SPT Masa PPh pasal 23 atas belanja jasa disampaikan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007
Penyetoran PPh pasal 23 atas belanja barang
Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008
53
Sumber: - UU No. 36 Tahun 2008 - Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK. 03/2008 - Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007
Keterangan: Dalam table 2 dijelaskan bahwa perhitungan pajak peghasilan (PPh) pasal 23 atas belanja jasa yang dilakukan oleh BPPBAT telah sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 pajak pengahasilan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. Sedangkan untuk penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 23 terlaksana dengan baik dan tepat waktu oleh BPPBAT, karena sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 tentang penentuan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajakserta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya mengenai analisis hasil dan pembahasan serta informasi yang diperoleh berdasarkan pengamatan yang dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Objek pajak atau penghasilan yang dikenakan tarif PPh pasal 22 dan pasal 23 pada BPPBAT adalah belanja barang dan belanja jasa, telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dengan UU No. 36 tahun 2008 tentang perpajakan. 2. Perhitungan pemungutan PPh pasal 22 dilakukan dengan cara memberlakukan tarif yang terdapat dalam UU perpajakan dan ketentuan perpajakan yang berlaku yaitu 1,5% dari jumlah bruto bagi pihak rekanan yang memiliki NPWP atau tarif 100% lebih tinggi yaitu 3% dari jumlah bruto bagi rekanan yang tidak memiliki NPWP. 3. Pada perhitungan PPh pasal 23 di BPPBAT telah sesuai dengan UU perpajakan dan ketentuan perpajakan yang berlaku. Tarif yang diberlakukan dalam memotong PPh pasal 23 adalah 2% dari jumlah bruto bagi pihak rekanan yang memiliki NPWP. Pihak rekanan yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari PPh pasal 23 yaitu 4% dari jumlah brutonya. 4. Penyetoran/pembayar PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Dimana BPPBAT
55
telah menyetor PPh pasal 22 atas belanja barang dan PPh pasal 23 atas belanja jasa sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan pemerintah. 5. Pelaporan PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 telah terlaksana dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan. 6. Penerapan PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 pada BPPBAT terdiri dari objek pajak, perhitungan, pemungutan/pemotongan, penyetoran, dan pelaporan telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 7. Kendala yang terjadi hanya terdapat pada saat melakukan penyetoran dan pelaporan di bank persepsi dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) karena sistem ataupun aplikasi yang digunakan terkadang error dan offline. Sedangkan perhitungan dan pemungutan/pemotongan oleh BPPBAT berjalan dengan lancar tidak terdapat kendala.
B.
Saran Saran yang dapat diberikan kepada Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Kota Bogor berdasarkan hasil dan pembahasan yaitu BPPBAT harus tetap mempertahankan prosedur perhitungan, penyetoran dan pelaaporan PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 yang telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
56
DAFTAR PUSTAKA
Aminah,Siti. 2006. Keadaan Umum BPPBAT BOGOR (Online). sitiaminah2006.blogspot.co.id/2016/03/bab-ii-keadaan-umum-bppbatbogor.html?m=1 (diakses 25 Oktober 2016). Hutomo, Sigit. 2009. Pajak Penghasilan-Konsep dan Aplikasi (Edisi Revisi). Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta Pers. Indonesia,Pajak.2010.Pemungutan PPh Pasal 22 Oleh Bendaharawan. http://blogspot.co.id/2010/10/pemungutan-pph-pasal-22-oleh.html?m=1 (diakses tanggal 13 Oktober 2016) Mardiasmo.2011.Perpajakan Edisi Revisi.Yogyakarta:ANDI Pajak,online.2016.Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23).http://www.onlinepajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-23 (diakses tanggal 13 Oktober 2016). Resmi,Siti. 2011. PERPAJAKAN, Teori dan Kasus, Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Republik Indonesia. 2008. UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak pengahasilan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 133. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia. 2009. UU No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 62. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2010 tentang perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010, Nomor 169. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010, Nomor 427. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia. 2011. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER15/PJ/2011 tentang perubahan atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-57/PJ/2010. Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta.
57
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Jakarta. Waluyo.2013. Perpajakan Indonesia, Edisi 11 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
LAMPIRAN - LAMPIRAN