TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS LINK TRANMISI MICROWAVE (LINE OF SIGHT) PADA SIARAN LANGSUNG (LIVE) TELEVISI ANTARA SENAYAN – RCTI JAKARTA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu ( S1 )
Disusun Oleh :
Nama N.I.M Jurusan Peminatan Pembimbing
: Syamsudin : 01401 - 060 : Teknik Elektro : Telekomunikasi : Ir. AY. Syauki, MBAT
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama
: SYAMSUDIN
Nim
: 01401-060
Fakultas
: Teknologi Industri
Jurusan
: Teknik Elektro
Judul Skripsi
: Analisa Kualitas Link Transmisi Microwave (Line of Sight) Pada Siaran Langsung (Live) Televisi Antara Senayan – RCTI
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata dikemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Jakarta, Januari 2008 Penulis,
SYAMSUDIN
LEMBAR PENGESAHAAN
ANALISA KUALITAS LINK TRANSMISI MICROWAVE (LINE OF SIGHT) PADA SIARAN LANGSUNG (LIVE) TELEVISI ANTARA SENAYAN – RCTI JAKARTA
Disusun Oleh :
Nama N.I.M Jurusan Peminatan
: SYAMSUDIN : 01401-060 : Teknik Elektro : Telekomunikasi
Menyutujui,
Pembimbing
Koordinator TA
(Ir. A.Y. Syauki, MBAT)
(Ir. Yudhi Gunardi, MT) Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Elektro
( Ir. Budi Yanto Husodo, MSC )
ABSTRAK
Gelombang Mikro adalah gelombang elektromagnetik dengan band frekuensi antara 3 Ghz – 30 Ghz, hal ini berarti mulai dari frekuensi diatas daerah UHF dan biasa disebut daerah microwave, karena itu hubungan komunikasi yang menggunakan gelombang pembawa yang berada pada daerah frekuensi disebut komunikasi microwave. Pada komunikasi microwave untuk jarak 40 km pada daerah datar diperlukan setasiun pengulang (repeater), sebab karakter gelombang microwave mendekati sifat- sifat cahaya sehingga komunikasi microwave harus line of sight (LOS). Dengan kata lain komunikasi microwave disebut juga komunikasi terrestrial. Dalam tugas akhir ini akan diuraikan mengenai kualitas link transmisi microwave pada siaran langsung (live) antara Senayan – RCTI Jakarta yang meliputi penggambaran secara skematis, sistem transmisi dan perhitungan transmisi microwave. Analisis kualitas link untuk transmisi microwave meliputi penetapan parameter-parameter transmisi dan perhitungan kualitas link yang dibutuhkan untuk implementasi sistem transmisi microwave disuatu stasiun TV Broadcast. Hasil perhitungan link mendasari pemilihan peralatan transmisi microwave yang sesuai dengan pesyaratan teknis yang dibutuhkan untuk implementasi sistem transmisi microwave.
ABSTRAC
Microwave is electromagnetic wave with frequency band between 3 Ghz 30 Ghz, matter this means strarting from frequency above area of UHF and habit referred
by area of microwave, in consequence communications link using
carrier wave residing in frequency area referred by communications of microwave. Communications of microwave for distance 40 km at area level off to be needed by repeater station refeter, because character waving microwave. coming near the nature of- nature of light so that communications of microwave link have to sight. Equally communications of microwave referred also communications of terrestrial. In this final duty will be elaborated to regarding the quality of transmission link of microwave at direct broadcast ( live) between Senayan - RCTI Jakarta covering depiction by skematis, transmission system and calculation of transmission of microwave. Analysis is quality of link for the transmission of microwave cover stipulating of transmission parameters and calculation of quality of link required for the system implementation of transmission of microwave at station of TV Broadcast. Result of calculation of link constitute election of equipments of transmission of microwave matching with technical condition which required for the system implementation of transmission of microwave.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga Saya diberikan kesehatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Penyusunan tugas akhir
beserta laporan ini penulis lakukan untuk
memenuhi syarat kelulusan program stara satu (S1) pada Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Elektro, Peminatan Telekomunikasi di Universitas Mercu Buana. Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Analisa Kualitas Link Transmisi Microwave (Line of Sight) Pada Siaran Langsung (Live) Televisi Antara Senayan – RCTI Jakarta ”. Di dalam pelaksanaan hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini penulis telah mendapat banyak bantuan pemikiran serta dorongan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih yang besar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua dan kakak-kakak saya yang telah memberikan doa dan dorogan baik moril maupun materil. 2. Bapak Ir. Ahmad Yanuar Syauki, M.B.A.T, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 3. Bapak Ir. Budi Yanto Husodo, Msc, selaku Ketua jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknologi Industri Universitas Mercu Buana. 4. Bapak Ir. Yudhi Gunardi, MT, selaku Koordinator Tugas Akhir 5. Ibu Putri Indah Astuti selaku staff Human Resources Departemen (HRD) yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan data di PT.RCTI 6. Bapak Suwanto, Selaku Kepala Departemen Technical outside broadcast (TOB) 7. Bapak Bondan Gumuli, Selaku kepala teknik dan penanggung jawab RF Link, sebagai pembimbing penulis yang banyak memberikan bimbingan kepada penulis selama mengambil data di PT. RCTI 8. Bapak Zainal Abidin, Mukti, Fahmi, Yustinus, Dani, Ari Nugraha selaku staff RF Link yang banyak membantu penulis untuk memperkenalkan Microwave. 9. Bapak Marsun, Bapak Anto, selaku karyawan di stasiun televisi sekaligus senior penulis di kampus yang selalu memberikan masukan dan saran kepada penulis. 10. Nurhasana, yang telah membantu dan memberikan dorongan serta semangat kepada penulis, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. 11. Costar Simatupang, ST. selaku rekan dalam pelaksanaan pengambilan data di PT. RCTI atas kerja samanya dan kekompakannya. 12. Rekan – rekan mahasiswa Elektro angkatan 2001 (M.Rusli, Nurdin, Ariyadi, Andri, Andi, Ahmad Bahmid, Ageng Triyadi, Dedi, Hery, Oca, A-Bruce, Jawe, Pardianto. ST, Eko, Iyos, Ibenk, Ginting, Bangun, Bayu,
Bambang Hidayat, dll ) yang selalu memberikan dukungan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan pembuatan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas, sehingga apa yang tersusun dalam laporan tugas akhir ini masih banyak kekurangan baik dari segi pembahasan maupun dalam penyusunan materi. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, terutama untuk diri pribadi penulis maupun untuk siapa saja dimasa mendatang.
Jakarta, Januari 2008 Penulis,
Syamsudin
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN ....................................................
ii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN .....................................................
iii
ABSTRAKSI ................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................
1
1.2 Maksud dan Tujuan ...........................................................
3
1.3 Batasan Masalah ................................................................
3
1.4 Metode Penulisan ...............................................................
4
1.5 Sistematika Penulisan ........................................................
4
LANDASAN TEORI ..................................................................
6
2.1 Teori Propagasi Gelombang ..............................................
6
2.2 Gangguan Propagasi ..........................................................
9
2.2.1 Refleksi .....................................................................
9
2.2.2 Refraksi .....................................................................
11
2.2.3 Fading .......................................................................
13
BAB III
2.2.3.1 Diversitas ...................................................
14
2.3 Derau (Noise) ....................................................................
16
2.3.1 Derau Termal (Thermal noise) .................................
17
2.3.2 Nouse Figure .............................................................
18
2.3.3 Intermodulasi Noise ..................................................
19
2.3.4 Impulse Noise ...........................................................
20
2.4 Teori modulasi ...................................................................
20
2.4.1 Modulasi Amplitude (AM) .......................................
20
2.4.2 Modulasi Frekuensi (FM) .........................................
23
2.5 Teori Antena ......................................................................
24
SISTEM TRANSMISI MICROWAVE (LINE OF SIGHT) ......
26
3.1 Path Profile (Profil Jalur) ...................................................
26
3.2 Faktor K .............................................................................
28
3.3 Daerah Fresnell ..................................................................
30
3.4 Macam – macam Redaman ................................................
31
3.4.1 Free Space Loss (rugi-rugi antariksa) .......................
32
3.4.2 Pengaruh Redaman hujan .........................................
32
3.5 Gain Antena Parabolik .......................................................
35
3.6 Pembawa Terhadap Rapat Derau .......................................
36
3.7 Receiver Input Power ........................................................
38
3.8 Kualitas Link .....................................................................
39
3.9 Peralatan Microwave .........................................................
40
3.9.1 Transmitter ................................................................
42
3.9.2 Receiver ....................................................................
42
3.10 Alur Siaran Langsung ........................................................
46
ANALISA KUALITAS LINK ...................................................
47
4.1 Parameter Sistem Hop Pertama .........................................
47
4.1.1 Parameter Transmitter ..............................................
47
4.1.2 Parameter Receiver ...................................................
48
4.2 Perhitungan Hop Pada Kualitas Pertama ...........................
49
4.3 Parameter Sistem Hop Kedua ............................................
51
4.3.1 Parameter Tranmitter ................................................
51
4.3.2 Parameter Receiver ...................................................
52
4.4 Perhitungan Kualitas Pada Hop Kedua ..............................
53
4.5 Perhitungan Kualitas Pada Hop Pertama dan Hop Kedua .
58
4.5.1 Perhitungan Hop Pada Kondisi Cerah ......................
58
4.5.2 Perhitungan Hop Pada Kondisi Hujan ......................
59
BAB V KESIMPULAN ...............................................................................
63
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1 Tipe Propagasi Gelombang Radio ............................................
7
Gambar 2.2 Peristiwa Refleksi Gelombang ..................................................
10
Gambar 2.3 Peristiwa Refraksi .....................................................................
11
Gamabar 2.4 Peristiwa Duct .........................................................................
12
Gambar 2.5 Sistem Diversitas Ruang ...........................................................
15
Gambar 2.6 Sistem Diversitas Frekuensi ......................................................
15
Gamabar 2.7 Gelombang Termodulasi Amplitudo ......................................
21
Gambar 2.8 Prinsip Kerja Modulasi Amplitudo ...........................................
22
Gambar 2.9 Gelombang Temodulasi Frekuensi ...........................................
23
Gambar 2.10 Sifat Pancaran Antena .............................................................
24
Gmabar 3.1 Contoh Path Profile ...................................................................
26
Gambar 3.2 Memindahkan Data Contour kedalam Sketsa ...........................
27
Gambar 3.3 Kelengkungan Bumi .................................................................
29
Gambar 3.4 Daerah Fresnell .........................................................................
31
Gamabar 3.5 Dearah Curah Hujan di kawasan Asia ....................................
34
Gambar 3.6 Diagram Alir dari pemancar (Tx) ke penerima (Rx) ................
36
Gambar 3.7 Sisrem Microwave Single Hop .................................................
40
Gambar 3.8 IF Repeating Transmission Tanpa Monitor Autput ..................
41
Gambar 3.9 Radiolink Repeater (IF Heterodyne repeater) ...........................
41
Gambar 3.10 Perangkat Microwave .............................................................
45
Gambar 3.11 Alur Siaran Langsung Antara Senayan – RCTI Jakarta ........
46
Gambar 4.1 Sketsa Path Profile Microwave Antara Senayan – RCTI Jakarta ............................................................................
55
Gambar 4.2 Grafik Analisis Perhitungan Pada C/N untuk Kondisi Cerah ...
62
Gambar 4.3 garafik Analisis Perhitungan Pada S/N untuk Kondisi Cerah ..
62
DAFTAR TABEL
Hal Tabel. 3.1 Variasi Faktor K ............................................................................. 30 Tabel 3.2 Daerah Iklim Hujan – Intensitas Curah Hujan (mm/jam) ............... 35 Tabel 3.3 Data Microwave Link Pada Transmitter ......................................... 43 Tabel 3.4 Data Microwave Link Pada Receiver .............................................. 44 Tabel 4.1 Data Perhitungan Pada Daya 0.4W – 1,6W Untuk Kondisi Cerah . 61 Tabel 4.2 Data Perhitungan Pada Daya 0,4W – 1,6W Untuk Kondisi Hujan . 61
DAFTAR SINGKATAN
RF
= Radio Frequency
IF
= Intermediate Frequency
LOS
= Line of Sight
TOB = Technical Outside Broadcast Tx
= Transmitter
Rx
= Receiver
SHF
= Super High Frequency
VLF
= Very Low Frequency
LF
= Low Frequency
MF
= Midle frequency
HF
= High frequency
VHF = Very Hight Frequency UHF
= Ultra Hight Freguency
S/N
= Signal to Noise Ratio
C/N
= Carrier to Noise Ratio
LFS
= Loss Free Space
dB
= Decibel
NF
= Noise Figure
AM
= Amplitudo Modulation
FM
= Frequency Modulation
CCITT = Consultative Comitte of International Telegraph and Telephony
TASO = Television Allocation Study Organization TH
= Transmitter RF Head
TC
= Transmitter Control Unit
RH
= Receiver RF Head
RC
= Receiver Control Unit
AGC = Automatic Gain Control RCTI = Rajawali Citra Televisi Indonesia TVRI = Televisi Republik Indonesia JCC
= Jakarta Convension Center
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan tujuan dari komunikasi adalah penyampaian informasi dari satu sumber ke satu atau lebih penerima secara cepat dan tepat, dengan menggunakan berbagai cara penyampaian informasi tersebut. Berdasarkan cara penyampaian dikenal berbagai bentuk komunikasi, yaitu : a). Komunikasi dari satu titik ketitik lain (poin to point), dengan cara penyampaian ini informasi dari sumber hanya diberikan kepada satu penerima saja. b). Komunikasi dengan cara broadcasting (siaran), yaitu dari satu titik kesegala penerima yang diinginkan. Dengan beberapa pertimbangan teknis dan terutama ekonomis, untuk tujuan komunikasi pada jarak yang jauh, akan lebih efisien apabila menggunakan udara bebas sebagai media transmisinya. Hal ini dimungkinkan karena gelombang radio/RF (radio frekuensi) akan diradiasikan oleh antena sebagai matching device antara sistem pemancar dan udara bebas dalam betuk radiasi gelombang elektromagnetik. Gelombang ini merambat atau berpropagasi melalui udara dari antena pemancar ke antena penerima yang jaraknya bisa mencapai beberapa kilometer, bahkan ratusan sampai ribuan kilometer.
Gelombang radio pada hakikatnya akan merambat dalam angkasa kesegala arah, disekitar antenanya. Namun karena angkasa dibumi tidak bebas seratus persen, maka perambatan ini akan dipengaruhi oleh keadaan atmosfer yang dilewati dan bahkan keadaan permukaan bumipun akan mempengaruhi perambatan tersebut, terutama untuk lintasan mendatar dekat permukaan bumi. Perambatan gelombang radio dapat dibagi dalam 3 jenis lintasan, yaitu : 1. Mengikuti garis pandang (line of sight/LOS) 2. Melewati hamburan tropo (troposcatter) 3. Dibelokkan oleh pemantulan ionosfer. Dalam penulisan tugas akhir ini dibahas mengenai sistem transmisi microwave (line of sight). Komunikasi line of sight (komunikasi tampak langsung) adalah suatu cara komunikasi atau pengiriman informasi (data, gambar, suara) dimana antena pemancar dengan antena penerima saling berhadapan langsung, dengan syarat antara antena penerima dan antena pemancar tersebut tidak ada halangan (gedung, pohon, gunung). Oleh karena itu biasanya alat komunikasi line of sight (microwave link) diletakkan ditempat – tempat tinggi. Sistem line of sight di PT. RCTI menggunakan transmitter tipe FR7G3-Z1 dan receiver tipe FR7G-Z1. Didalam dunia pertelevisian, komunikasi line of sight ini digunakan pada sistem penyiaran untuk siaran langsung. Sistem ini sering digunakan oleh stasiun-stasiun televisi karena sangat cepat dan bagus dalam kualitas dan performance dalam penyiaran. Analisis kualitas link dengan melakukan perhitungan pada parameternya dalam performance sistem untuk mendapatkan sebuah nilai kualitas yang
dipersyaratkan. Persyaratan performance untuk analog biasanya dihubungkan dengan besar perbandingan antara sinyal terhadap derau (noise) pada penerima (S/N)-nya.
1.2 Maksud Dan Tujuan Tugas akhir ini mempunyai maksud dan tujuan untuk memahami konsep dasar sistem transmisi radio microwave serta menganalisis link pada tranmisi radio microwave untuk siran langsung (live) televisi di RCTI. Dlam hal ini khususnya untuk mengetahui performance dari peralatan microwave merk Hitachi buatan jepang dalam sistem antara dua tempat yang dipancarkan langsung dari transmitter tipe FR7G3-Z1 di Senayan dan diterima di receiver tipe FR7G-Z1 pada tower areal PT. RCTI Stasiun Pusat Jakarta, melalui suatu repeater microwave di gedung TVRI.
1.3 Batasan Masalah Ruang lingkup pembahasan ini difokuskan pada perhitungan sistem line of sight mengenai kulitas (performance) sinyal informasi yang diterima di receiver. Untuk melaksanakan proses penelitian dan analisis dilakukan di PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia, Jl. Raya Pejuangan – Kebon jeruk di departemen TOB (Technical outside broadcast). Dalam penelitian ini dianalisis mengenai kualitas link transmisi microwave (line of sight) pada siaran langsung (live) televisi antara Senayan – RCTI Jakarta.
Perhitungan
kualitas
link
diantaranya
mencari
koreksi
akibat
kelengkungan bumi, jari-jari fresnell (γfm), free space loss,(LdB), noise receiver (N), loss total (LT), carrier to noise ratio (C/N) dan signal to noise ratio (S/N).
1.4 Metode Penelitian Langkah-langkah dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Studi lapangan, dilakukan dengan observasi langsung pada proses siaran langsung dilokasi, dan data-data yang diperoleh dari PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia yang berkaitan dengan analisis kualitas link transmisi microwave (line of sight). 2. Studi literatur, mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan sistem transmisi microwave, berupa buku, diktat seminar dan sumber internet yang menunjang.
1.5 Sistematika Penulisan Penulisan tugas akhir ini terdiri atas 5 (lima) bab yang diuraikan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, maksud dan tujuan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Berisikan tentang teori propagarasi gelombang radio, gangguan propgasi, teori modulasi dan teori antena.
BAB III
SISTEM TRANSMISI MICROWAVE (LINE OF SIGHT) Pada bab ini berisikan tentang pembahasan mengenai sistem transmisi microwave (line of sight) untuk melakukan perhitungan yaitu berupa path profile, factor k,daerah fresnell, macam-macam redaman, gain antena parabolic, pembawa terhadap rapat derau, receiver input power, kualitas link dan peralatan microwave.
BAB IV
ANALISIS KUALITAS LINK Pada bab ini berisikan mengenai analisi kualitas link transmisi microwave ( line of sight) untuk siaran lagsung (live) televise antara Senayan – RCTI Jakarta melaui, suatu repeater microwave.
BAB V
KESIMPULAN Pada bab ini berisikan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan tentang analisis kualitas link transmisi microwave pada siaran langsung (live) televisi antara Senayan – RCTI Jakarta.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Teori Propagasi Gelombang Untuk mentransmisikan sinyal informasi dari satu tempat ke tempat lain dapat dilakukan melalui beberapa media, baik media fisik, yang berupa kabel (cabel) maupun media non fisik (bukan kabel), yang lebih dikenal dengan wireless, seperti halnya udara bebas. Propagasi gelombang radio merupakan proses merambatnya gelombang elektromagnetik yang membawa sinyal informasi dari transmitter ke receiver, Antena pada pemancar didesain agar mampu memencarkan gelombang radio melalui medium udara atau ruang bebas dengan baik, sebaliknya antena pada penerima didesain agar mampu menangkap gelombang elektromagnetik yang dipancarkan tersebut sebanyak-banyaknya secara efektif. Gelombang radio yang dipancarkan melalui udara akan merambat dalam angkasa kesegala arah, disekitar antena kenyataan ini dapat menyebabkan perambatan dari gelombang radio. Menjadi tidak teratur dan tidak dapat diduga kualitasnya. Halangan gedung yang tinggi dan obstacle lainnya serta redaman hujan dan pengaruh buruk dari sinar matahari merupakan pengaruh yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal. Masing-masing gelombang radio dalam klasifikasi memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan sifat perambatan dan besarnya frekuensi, hal ini pula yang menentukan bidang aplikasi masing-masing frekuensi tersebut digunakan.
Berdasarkan cara perambatannya, sistem propagasi gelombang radio dibagi menjadi 3 macam, yaitu Gelombang Permukaan Bumi (Ground wave), Gelombang Langit (sky wave), dan Gelombang Ruang (space wave), dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Tipe Propagasi Gelombang Radio Pada propagasi gelombang permukaan bumi ( ground wave).energi gelombang radio meninggalkan antena pemancar dan mengikuti bentuk atau kurva dari permukaan bumi dalam semua arah (omnidirectional). Sifat merambat melalui permukaan bumi ini dikarenakan pengaruh dari gaya gravitasi bumi. Dapat dikatakan bahwa jarak yang ditempuh sepanjang permukaan bumi tergantung pada daya yang dipancarkan oleh pemancar. Umumnya gelombang ini
dapat merambat dengan jauh. Kekuatan daya pancar dari setiap pemanar dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mencakup keseluruhan daerah dari pelayanan siaran tertentu. Pada
propagasi
gelombang
langit
(sky
wave)
dimana
sistem
komunikasinya menggunakan pantulan ionosfer, gelombang permukaan bumi diserap atau berkurang dengan cepat, tetapi disamping itu juga terjadi radiasi keatas sampai mencapai ionosfer, yang kira-kira 60 km- 300 km diatas permukaan bumi. Dalam ionosfer, gas-gas yang ada mengalami radiasi ultraviolet dari matahari, dengan kata lain komunikasi ini sangat dipengaruhi oleh musim da cuaca. Sedangkan komunikasi gelombang ruang hampa (space wave), memanfaatkan arah rambatan dengan garis lurus dari antena transmitter ke antenna
receiver
melui
ruang
bebas
tanpa
ada
halangan
diantara
dikeduanya.Aplikasi dari komunikasi ini banyak dipergunakan untuk komunikasi microwave sebagai sistem line of sight (LOS). Sistem komunikasi satelit digolongkan dalam space wave ini, juga sistem troposcatter yang menggunakan lapisan troposfer sebagai media penghambur gelombang elektromagnetik. Sistem microwave umumnya menggunakan frekuensi Super High Frequency (SHF) yaitu range frekuensi antara 3 GHz-30 GHz. Pada frekuensi ini energi gelombang radio dipancarkan melalui ruang bebas secara garis lurus, sebagaimana energi cahaya. Dengan menggunakan antena yang diarahkan, yaitu “parabolic reflector” atau “dish”, sinyal energi dapat diarahakan langsung ke horizon , sehingga menghasilkan suatu lintasan perambatan yang sesuai dengan garis pandang mata (line of sight).
2.2 Gangguan Propagasi Propagasi menggunakan medium ruang bebas rentan terhadap gangguan sehingga untuk merencanakan sistem yang menggunakan ruang bebas ini harus benar-benar memperhitungkan efek yang mengganggu tersebut. Gangguan yang terjadi dalam propagasi gelombang radio berupa pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi) dan fading. 2.2.1 Refleksi Gelombang radio yang sangat pendek (frekuensi tinggi) biasanya difokuskan oleh sebuah reflector yang terbuat dari logam berbentuk parabolic. Dengan demikian, reflector berfungsi mengumpulkan semua energi kedalam suatu sorotan sempit yang dapat diarahkan seperti sorotan cahaya dari sebuah lampu. Pemusatan energi oleh reflector ini akan memberikan dorongan jangkauan yang lebih jauh dibandingkan dengan antena yang memancarkan sinyal kesegala arah. Dengan demikian, kemampuan reflector gelombang radio sangat diperlukan agar dapat terpusat seperti suatu sorotan. Pemantulan seperti ini juga merupakan sumber utama dari perubahan sinyal yang diterima, yang terjadi pada saat gelombang radio mengenai permukaan air atau permukaan benda lainnya. Dalam keadaan ini, pancaran gelombang yang diterima di antena penerima terdiri atas dua macam perambatan gelombang, yaitu berupa gelombang langsung (directed wave) dari antena pemancar, dan gelombang pantul (reflected wave). jika kedua gelombang ini mencapai antena penerima, maka saat sampainya kedua gelombang tersebut akan terlambat satu sama lain, sehingga sedikit banyak akan
mengurangi kekuatan sinyal yang diterima, dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Peristiwa Refleksi Gelombang Propagasi sinyal bergantung pada panjangnya lintasan gelombang yang dipantulkan terhadap lintasan gelombang langsung, yang pertama sampai pada penerima,sefase atau berlainan fase dengan gelombang lain tadi. Walaupun keadaan permukaan sangat rata, kedua gelombang itu sebenarnya tidak akan sefase sampai pada penerima. Gelombang pantul mungkin saja agak terlambat sampainya dari pada yang lain,sehingga menyebabkan suatu gangguan yang sangat besar bagi kekuatan sinyal yang diterima. Kerugian tersebut sangat terasa bila permukaan pemantul itu adalah air yang tenag, tanah yang lembab atau lapisan udara panas yang tipis yang terletak diatas permukaan gurun tandus pada siang hari. Perubahan kualitas bias udara yang dilewati kedua gelombang diatas menyebabkan bergesernya titik pantul. Hal ini mengakibatkan perubahan besar pada kualias sinyal yang diterima.
2.2.2 Refraksi Pembiasan (refraksi) terjadi karena gelombang radio menjalar dengan kecepatan yang berbeda pada media yang berlainan. Ini disebabkan karena ketidakhomogenan partikel-partikel udara dalam ruang bebas. Seperti diketahui bahwa ruang bebas merupakan sarana transfer gelombang elektromagnetik. Dalam hampa udara kecepatan gelombang elektromagnetik adalah sebesar 3.108 meter per detik. Dalam media jenis lain, bagaimanapun juga gelombang radio lewat dari udara yang padat ke udara yang lebih renggang akan menyebabkan arahnya berubah, dapat diliat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Peristiwa Refraksi Ketika bagian gelombang yang lebih atas memasuki udara yang lebih renggang, gelombang itu mulai mengalir lebih cepat dari pada bagian lapisan yang lebih bawah,meskipun bagian gelombang masih berada pada lapisan udara yang padat. Perubahan kepadatan lapisan udara diatas bumi menyebabkan
gelombang radio dekat permukaan bumi menjalar lebih lambat dari pada dipermukaan yang lebih atas.akibat perbedaan kecepatan ialah terjadinya pembengkokkan arah penjalaran gelombang. Dalam keadaan tertentu, atmosfer berlapis-lapis, dengan batas antara lapisannya mempunyai kerapatan (density) yang berlainan pula. Hal ini menyebabkan lintasan gelombang radio berbengkok pada lapisan pertama, dan kemudian naik sehingga gelombang seakan-akan masuk kedalam suatu lapisan udara, seperti halnya penjalaran gelombang mikro dalam wave giide. Keadaan seperti ini disebut duct (celah). Celah tersebut terbentuk oleh lapisan atmosfer bumi. Duct ini cenderung menyebabkan gelombang radio menjalar mengikuti lengkungan permukaan bumi. Adanya celah ini dapat menambah atau mengurangi kekuatan sinyal yang diterima.Hal itu bergantung duct tersebut menuntun gelombang kearah antena atau menjauhkan dari antena penerima yang ditujuhnya.
Ganbar 2.4 Peristiwa Duct
2.2.3 Fading Ketika suatu level yang diteima bervariasi dari level perhitungan ruang bebas yang diberikan dari ujung transmitter output, ada sinyal yang hilang yang disebut sebagai fading.cara untuk menghilangkan atau mengurangi fading pada receiver yaitu dengan rangkaian Automatic gain Control (AGC). Fading merupakan suatu mekanisme peristiwa propagasi yang melibatkan pemantulan, pembiasan, penghamburan, redaman fokus dan penyebab lainnya.fading adalah peristiwa merosotnya daya sinyal gelombang elektromagnetik yang diterima di receiver. Setelah perambatan sinyal yang sangat jauh dari antena pemancar. Ini disebabkan karena perubahan kondisi suatu lapisan udara yang dipengaruhi oleh berbagai macam peristiwa atmosfer selama dalam perjalanan gelombang itu, juga karena adanya pusaran angina badai yang mempengaruhinya. Fading biasanya semakin besar ketika mendekati horizon radio dan dalam daerah bayang-bayang serta cenderung mengecil melewati daerah yang lebih terang. Demikian pula pengaruh feding akan bertambah besar dengan semakin tingginya frekuensi yang digunakan. Terjadinya fading jelas mengurangi mutu penyampaian informasi, bahkan kadang-kadang bisa terputus sama sekali dalam beberapa detik yang biasa disebut outage. Fading ada dua macam yaitu power fading dan multipath fading. Multipath fading adalah tipe fading yang disebabkan akibat adanya interferensi diantara gelombang langsung dan gelombang lain, biasanya gelombang pantulan. Pemantulan ini bisa terjadi dari permukaan tanah atau dari lapisan atmosfer. Interferensi pada jalur langsung dapat juga terjadi yang disebabkan oleh lapisan permukaan dari kuatnya indeks bias. Tipe fading banyak dipengaruhi oleh
frekuensi, jarak lintasan serta kondisi lokasi. Ini sering terjadi pada malam hari dalam proses yang sangat cepat. Ini disebabkan oleh tidak sefasenya energi yang dipantulkan atau dibiaskan dengan energi langsung (direct) sampai antena penerima. Power fading dicirikan oleh adanya penurunan dalam level sinyal untuk jangka waktu yang cukup lama. Peristiwa difraksi bisa berlangsung untuk beberapa jam dengan redaman 20-30 dB. Teknik untuk mengatasi masalah fading adalah dengan melakukan diversitas (diversity), yaitu menyediakan jalur untuk pentransmisian sinyal. 2.2.3.1 Diversitas Dalam sistem microwave ada dua tipe diversitas yang biasa digunakan dalam mengatasi keburukan kualitas penerima. Tipe tersebut adalah diversitas ruang (space diversity) dan diversitas frekuensi (frequency diversity). Pada diversitas ruang, digunakan dua atau lebih antena penerima untuk menerima dari pemancar. Antena-antena ini biasanya dipasang
terpisah secra vertical pada
tower yang sama, untuk menampung lintasan langsung dari pemancar. Terhadap sinyal yang merambat secara vertical dalam jalur microwave, kemungkinan terjadi fading secara simultan tidak besar. Biasanya akan terdapat sinyal yang cukup kuat pada suatu penerima. Minimal satu pemancar dan dua penerima dengan antena yang terpisah letaknya diperluakan pada tiap terminal sistem diversitas ruang. Namun untuk proteksi terhadap kemungkinan adanya kerusakan perangkat, diperlukan pula satu pemancar yang stand-by. Sistem diversitas ruang ini menggunakan hanya satu jenis frekuensi.
Gambar 2.5 Sistem Diversitas Ruang Diversitas frekuensi merupakan jenis sistem yang menggunakan dua atau lebih frekuensi dalam satu jalur microwave. Sistem ini digunakan dengan dasar pertimbangan bahwa multipath fading terjadi pada frekuensi tertentu saja. Dalam sistem ini digunakan beberapa jenis frekuensi yang berbeda, sehingga kemungkinan gangguan fading tudak akan terjadi secara serentak pada frekuensi yang berbeda tersebut. Penerimaan diversitas jenis ini memerlukan dua atau lebih pemancar, masing-masing beroprasi pada frekuensi yang berbeda, serta dua atau lebih penerima. Umumnya sistem ini menggunakan antena yang sama. Sistem yang banyak menggunakan peralatan seperti ini dianggap dapat memberikan peningkatan kehandalan dalam kualitas penerimaan. Seperti diversitas ruang, sinyal yang cukup kuat akan terdapat pada salah satu penerima saja.
Gambar 2.6 Sistem Diversitas Frekuensi
2.3 Derau (Noise) Derau (Noise) adalah suatu gangguan atau sinyal yang tidak dikehendaki kemunculannya dalam sistem telekomunikasi. Dalam sistem transmisi, perencanaan link-nya
terutama ditujukan langsung untuk memelihara
perbandingan nilai S/N (signal to noise ratio). Suatu sistem yang ideal, jika sinyal yang diterima persis sam dengan sinyal yang dikirimkan, tidak ada perubahan dan tidak ada penambahan. Penampilan (performance) Suatu sistem komunikasi diukur dari kesamaan antara sinyal yang diterima dan sinyal yang dikirimkan, serta ketidak tergantungan penerimaan dari faktor-faktor lain. Secara umum, kehadiran derau dalam
sistem komunikasi ada yang
berasal dari dalam sistem, yang disebut internal noise dan yang berasal dari luar sistem, yang disebut external noise. Contoh dari internal noise yaitu derau yang disebabkan oleh tata letak komponen terutama pada transformator terjadi karena effect magnit, sedangkan komponen aktif tidak menimbulkan noise, salah satu jenis dari internal noise adalah thermal noise, yang diakibatkan adalah panas kondultor karena adanya aliran arus listrik. External noise terjadi diakibatkan sumber-sumber lain diluar rangkaian elektreonik sistem pemancar dan penerima sinyal. Yaitu yang timbul karena perubaha atmosfer melalui lapisan atmosfer.Noise ini sangat mempengaruhi keadaan propagasi gelombang radio, karena intensitasnya berubah-ubah terhadap
frekuensi, waktu, keadaan geografis, keadaan udara dan lain sebagainya.ada jenis noise yang disebut cosmic noise yaitu noise yang disebabkan oleh gangguan yang berasal dari luar bum. Gangguan ini amat terasa pada pesawat penerima radio bila frekuensinya diatas 20 MHz. Intensitas noise ini berubah dari waktu ke waktu, berubah dengan semakin tingginya frekuensi. 2.3.1 Derau termal (Termal Noise) Sistem pengulangan (refeater) baik pada gelombang mikro maupun pada sistem penyaluran dengan kawat, akan membangkitkan derau termal. Thermal noise dibangkitkan karena adanya aliran listrik, karena elektron- elektron menumbuk molekul-molekul dalam konduktor. Jika temperatur konduktor tersebut naik, noise juga akan naik karena molekul-molekul tersebut bergerak lebih cepat yang mengakibatkan lebih banyaknya tumbukan yang terjadi. Besar daya noise yang dibangkitkan sebanding dengan temperatur konduktor, yang dinyatakan dengan : Pn = kTB (watt)................................................................................(2.1)1 Dengan :
Pn = daya termal noise (W) k = konstanta Boltzmen = 1,38 x 10-23 J/K B = lebar bidang frekuensi / bandwidth (Hz)
T = temperatur (derau Kelvin = K Mengingat tiap pengulangan menimbulkan derau yang demikian, maka derau akan meningkan juga sesuai dengan banyaknya pengulangan.
1
Haryadi, Hartono. Diktat Dasar Telekomunikasi. Jakarta.
2.3.2 Noise Figure Noise Figure merupakan salah satu cara untuk menyatakan internal noise yang menimbulkan suatu sistem. Noise figure umumnya dipakai untuk menentukan kadar derau suatu penerima. Noise figure didefinisikan sebagai perbandingan sinyal dan derau yang dihasilkan ( antara S/N input dengan S/N output ).
Si
So
G
No
Ni (S/N)in
Secara matematis ditulis, NF =
……………………………… (2.2) (S/N)out
(S/N)in Dalam satuan dB : NF = log
dB …………………………… (2.3) (S/N)out
Untuk penerima ideal faktor deraunya adalah satu, atau nol dalam satuan decibel karena diasumsikan peralatan tidak menimbulkan noise. Si
So = G . Si RX
No
G
Si / Ni Sehingga NF =
Ni = G . Ni
Si / Ni =
So / No Dalam decibel, NF = 10 log 1 = 0 dB
=1 G . Si / G . No
Daya noise untuk penerima ini adalah, N = 10 log NFKTB dBW (NF = 1 ) maka, N = 10 log KTB dBW …………………………………………………...( 2.4 )2 Sedangkan untuk penerima tidak ideal faktor deraunya lebih dari satu, atau lebih dari nol dalam satuan decibel, karena peralatan menimbulkan noise.
Si
So = G . Si RX
No
G
Ni = G . ( Ni + Ng )
Ng Dimana Ng adalah noise yang ditimbulkan oleh peralatan Rx.
Si / Ni Sehingga NF =
Si / Ni =
So / No
Ni + Ng =
G .Si / G. ( Ni + Ng )
…( 2.5 ) Ni
Ng Dalam dB, NF = 10 log ( 1 +
) dB ……………………………… ( 2.6 ) Ni
Daya noise penerima tidak ideal adalah , N = 10 log NFKTB dBW ……….( 2.7 ) 2.3.3
Intermodulasi noise Intermodulasi noise adalah salah satu akibat dari ketidaklinieran tanggapan
komponen atau perangkat terhadap frekuensi yang berbeda-beda, misalnya redaman atau penguatan dengan frekuensi yang berbeda, juga kecepatan rambatan gelombang pada suatu jalur transmisi tidak akan sama jika frekuensinya berbeda,
2
Haryadi, Hartono. Diktat Dasar Telekomunikasi. Jakarta.
yang mengakibatkan perubahan bentuk sinyal intermodulasi terjadi ketika dua atau lebih sinyal bergeak bersamaan atau tercampur. Misalnya jika terkirim dua sinyal dengan frekuensi f1 dan f2 maka akan timbul sinyal baru dengan masing-masing frekuensi f1 ± f2, 2f1 ± f2, 2f1 ± 2f2, 3f1 ± 2f2 dan seterusnya. 2.3.4 Impulse noise Noise ini bertambah besar dengan semakin meningkatnya arus informasi. Tidak sepertihalnya thermal noise, impulse noise, muncu lsecara sporadis ( kadang timbul, kemudian lenyap dengan sendirinya ), dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Noise ini terjadi atas serpihan-serpihan impulse yang berasal dari beberapa sebab. Sebagian timbul karena peristiwa alamiah, misalnya karena penyinaran (lighting), peristiwa letupan di matahari, atau gangguan listrik lainnya. Noise ini bepengaruh hebat pada pengiriman informasi yang berupa data, karena dapat menyebabkan pulsa data yang diterima akan terputus-putus sehingga data yang terkirim kemungkinan telah berubah. 2.4 Teori Modulasi Modulasi merupakan suatu teknik menumpangkan sinyal informasi pada sinyal pembawanya. Dalam teori moduasi analog dikenal dua macam teknik modulasi yaitu modulasi amplitudo (AM ) dan modulasi frekuensi ( FM ) 2.4.1
Modulasi Amplitudo ( AM ) Modulasi amplitudo merupakan suatu teknik menumpangkan sinyal
informasi pada amplitudo dari sinyal carrier (pembawa) atau proses pengubahan amplitudo gelombang pembawa sinusoidal oleh amplitudo sinyal pemodulasi, dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Gelombang Termodulasi Amplitudo
Gelombang pembawa yang belum dimodulasi mempunyai harga puncak yang konstan
dan frekuensi yang lebih tinggi dari pada frekuensi sinyal
pemodulasi. Ketika diberikan sinyal pemodulasi, maka harga puncak gelombang pembawa akan berubah- ubah sesuai dengan harga sesaat dari amplitudo sinyal pemodulasi. Akibatnya bentuk gelombang sebelah luar atau sampul (envelope) hargaharga puncak gelombang pembawa termodulasi akan sama dengan bentuk gelombang sinyal pemodulasi. Dapat dikatakan bahwa gelombang sinyal pemodulasi telah menumpang pada gelombang pembawa. Dengan analisis matematis dapat ditunjukkan bahwa jika suatu gelombang pembawa sinusoidal
dengan frekuensi fc Hz dimodulasi amplitudo oleh sinyal pemodulasi pula dengan frekuensi fm Hz, maka gelombang pembawa termodulasi akan mengandung tiga komponen frekuensi pembawa fc
Hz, penjumlahan dari frekuensi sinyal
pembawa dan frekuensi sinyal pemodulasi ( fc + fm ) Hz dan selisih sinyal pembawa dan frekuensi sinyal pemodulasi ( fc – fm ) Hz, seperti ditunjukan pada gambar 2.8 dibawah ini.
Gambar 2.8 Prinsip Kerja Modulasi Amplitudo Dua dari frekuensi-frekuensi tersebut adalah frekuensi baru yang dihasilkan oleh proses modulasi amplitudo yang disebut sebagai sideband ( frekuensi sisi ). Jumlah frekuensi sinyal pembawa dan frekuensi sinyal pemodulasi disebut Upper Side Band
(frekuensi sisi atas), sedangkan
selisihnya disebut sebagai Lower Side Band (frekuensi sisi bawah). Lebar pita gelombang pembawa yang dimodulasi adalah (fc + fm) – (fc – fm) = 2 fm, yaitu dua kali frekuensi sinyal pemodulasi.
2.4.2
Modulasi frekuensi (FM) Modulasi frekuensi merupakan suatu teknik penumpangan sinyal
informasi pada frekuensi dari sinyal carriernya. Sinyal pemodulasi akan mengubah frekuensi sinyal pembawa. Bila sinyal pemodulasi mempunyai bentuk gelombang sinusoidal, maka frekuensi gelombang termodulasi akan berubah secara sinusoidal pula, seperti tampak pada gambar 2.9 dibawah ini.
Gambar 2.9 Gelombang Termodulasi Frekuensi
2.5
Teori Antena Antena adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi
gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara kemedia kabel. karena merupakan perangkat perantara antara media kabel dan udara, maka antena harus mempunyai sifat sebagai penyesuai (match) dengan media kabel pencatunya. Untuk band frekuensi Very Low Frekuensi (VLF), Low Frkuensi (LF) dan Middle Frekuensi (MF) biasanya menggunakan antena Quarterwave atau Halfwave yang banyak digunakan untuk broadcast radio dengan sifat pancaran dari antena jenis ini adalah omnidirectional (memancarkan daya yang sama kesegala arah). Untuk band frekuensi High frekuensi (HF) umumnya banyak menggunakan antena Dipole atau antena Rhombic yang sifat pancarannya directional (memancarkan lebih kuat kearah tertentu saja). Sedangkan untuk band frekuensi Very High Frekuensi (VHF), Ultra High Frekuensi (UHF) dan Super High Frekuensi (SHF) umumnya menggunakan antena Yagi, Dipole Array atau parabolic.
Gambar 2.10 Sifat Pancaran Antena
Untuk komunikasi microwave yang bekerja pada frekuensi Super High Frekuensi (SHF) antena yang digunakan adalah jenis parabolic antena, karena sifat dari antena ini pada frekuensi tersebut adalah high directivity (mempunyai sifat keterarahan yang tinggi pada arah tertentu).
BAB III SISTEM TRANSMISI GELOMBANG MICROWAVE (LINE OF SIGHT)
Sistem gelombang microwave (line of sight) dalam komunikasi bergerak sering terjadi melalui jalur yang tidak beraturan, untuk mengestimasi besarnya nilai redaman lintasan sinyal perlu diperhatikan pula berbagai profil jalur yang dilaluinya dalam melakukan perhitungan suatu sistem line of sight harus mengetahui besaran dan parameter-parameter apa saja yang diperlukan dalam perhitungan agar keakuratan hitungan dapat tercapai.
3.1
Path Profile (Profil Jalur) Path Profile merupakan suatu profil jalur yang menunjukkan ketinggian
tempat yang diukur dari permukaan laut. Sedangkan suatu kelengkungan tertutup yang merupakan tempat kedudukan titik-titik dengan ketinggian yang sama disebut contour.
Gambar 3.1. Contoh Path Profile
Keterangan : Δ adalah tanda gunung Ketinggian diukur dari permukaan laut (m) Perhitungan Path Profile ini sangat penting karena dari sini dapat diketahui atau tidaknya lintasan propagasi line of sight serta berapa ketinggian obstaclenya. Dengan tersedianya path propfile dapat dibuatkan contour jalur line of sight kedalam sketsa.
Gambar 3.2 : Memindahkan Data Contour kedalam Sketsa
3.2
Faktor K Lintasan propagasi berkas gelombang radio selalu mengalami pembiasan
atau pembengkokan (curved) karena pengaruh refraksi (pembiasan) oleh atmosfer yang paling bawah. Keadaan ini, tergantung pada kondisi atmosfer pada suatu daerah, yang akhirnya bisa diketahui indeks refraksi atmosfer di daerah itu. Karena adanya indek refraksi yang berbeda-beda ini, maka bisa diperkirakan kelengkungan lintasan propagasi di atas permukaan bumi. Akibatnya, kalau dipandang bahwa propagasi gelombang langsung merupakan line of sight, maka radius bumi seakan-akan berbeda dengan radius bumi sesungguhnya (actual earth radius). Sebagai gantinya, dalam penggambaran radius bumi dibuat radius ekuivalen (equivalent earth radius), dengan tujuan sekali lagi agar lintasan propagasi gelombang radio dapat digambarkan secara lurus. Parameter yang menyatakan perbandingan antara radius bumi ekuivalen (equivalent earth radius) dengan bumi sesungguhnya (actual earth radius). Disebut denga faktor kelengkungan K. Dalam sistem komunikasi line of sight perlu memperhitungkan faktor kelengkungan (factor k), sehingga propagasi dalam ruang bebas terbatas dengan jarak yang diakibatkan oleh bentuk bumi tersebut. Umumnya jarak maksimum yang diperkenankan adalah sekitar 60 km, akan tetapi sebenarnya sangat bergantung pada ketinggian tower dari transmitter tersebut akan ditempatkan.
Gambar 3.3. kelengkungan bumi Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung harga koreksi karena ketinggian adalah : 0,078d1. d2 h=
…………...…………...……………………………. (3.1) k
keterangan : h = harga koreksi ketinggian karena pengaruh kelengkungan bumi k = faktor kelengkungan dan untuk keadaan normal k = ko = 4/3 = 1,33 (h dalam meter , d1 dan d2 dalam kilometer). Harga k berubah sesuai dengan daerahnya dan umumnya mengecil apabila didaerah tersebut pada ketinggian yang rendah membesar untuk ketinggian yang lebih tinggi. Meskipun untuk daerah yang sama, k akan tergantung pada keadaan meteorologi. Jika k lebih dari 1, sorotan sinar akan dibengkokkan terhadap bumi yang pada dasarnya juga memungkinkan untuk memperpendek tower antena. Tetapi jika k kurang dari 1, sorotan sinar melengkung keatas yang artinya harus meninggalkan antena. Jika harga k adalah 1, maka sorotan akan berbentuk garis lurus sesuai dengan sifat line of sight. Sifat sorotan ini dikarenakan atmosfer yang homogen tidak ada pembiasan. Arah sorotan lintasan gelombang akan sama
dengan arah kelengkungan bumi yang sebenarnya jika k = ∞, sehingga gelombang yang dipancarkan secara horizontal akan dipropagasikan sepanjang permukaan bumi. Sebenarnya nilai k yang banyak adalah nilai normal 4/3 atau 1,33. seperti pada tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Variasi Faktor K
3.3
Daerah Fresnell Daerah fresnell merupakan daerah khayal antara pemancar dengan penerima
yang berbentuk elips yang merupakan tempat kedudukan dan titik-titik pantul yang menyebabkanm perbedaan antara lintasan langsung dari lintasan tidak langsumg,untuk sistem transmisi microwave (line of sight) daerah fresnell ini harus diperhatikan agar tidak terganggu oleh penghalang (obstacle). Jika daerah fresnell ini terhalang obstacle maka akan berpengaruh pada penurunan level
sinyal dipenerima. Untuk menggambarkan daerah fresnell cukup dengan menentukan dua harga jari-jari pada dua titik antara transmitter dan receiver. d1.d2 Jari-jari fresnell (γF) dirumuskan sebagai : γF (m) = 17,3 √
…..(3.2) f.d
Sedangkan jari-jari maksimum (γFM) adalah adalah : γFM (m) = 15,8 √ λ.d ….(3.3) Keterangan : γF
= Jari-jari freshnell (m)
γFm
= Jari-jari maksimum fresnell (m)
d1.d2
= Jarak dari pemancar / penerima kejalur obstacle
d
= Total panjang jalur (km)
f
= Frekuensi sinyal (GHz)
γF
γFm d2
d1
Rx
Tx ½d
½d
Gambar 3.4. Daerah Fresnell
3.4
Macam-macam Redaman Komunikasi dalam propagasi ruang bebas banyak sekali redaman-
redaman yang terjadi yang harus diperhatikan karena redaman-redaman tersebut
sedikit banyak akan memberikan pengaruh buruk terhadap penurunan level sinyal penerima setelah melalui perambatannya.
3.4.1
Free Space Loss (rugi-rugi antariksa) Dalam komunikasi line of sight, antara pemancar dan penerima terjadi
free space loss (redaman ruang bebas) yang besarnya tergantung pada jarak antara pemancar dan penerima tersebut serta frekuensi pancarnya. Secara matematis dapat dirumuskan : 1. Untuk frekuensi pancar dalam MHz LFS (dB) = 32,44 + 20 log d + 20 log f……………………………(3,4) Keterangan : LFS = Redaman ruang bebas (dB) d
= Jarak antara pemancar (Km)
f
= Frekuensi pancar (MHz)
2. Untuk frekuensi pancar dalam GHz LFS (dB) = 92,44 + 20 log d + 20 l0g f …………………………...(3,5) Keterangan : LFS = Redaman ruang bebas (dB) d = Jarak antara pemancar dengan penerima (Km) f = Frekuensi pancar (GHz)
3.4.2
Pengaruh Redaman hujan Pada jalur propagasi yang dilalui hujan maka sinyal akan diredam karena
daya absorbsi dalam media dielektrik yang dipresentasikan oleh air. Disini juga ada redaman gelombang transmisi langsung karena penghamburan ini biasanya relatif lebih kecil daripada redaman absorbsi. Teori redaman dan penghamburan oleh hujan berdasarkan perhitungan yang dipresentasikan redaman dan
penghamburan sebuah tetes hujan tunggal. Perhitungan ini adalah untuk kasus sebuah tetes butiran bulat dari air yang memiliki jarak tidak lebi dari λo/10. Persamaan yang digunakan relative sederhana dalam hubungan dengan redaman spesifik terhadap kecepatan hujan, frekuensi dan suhu : A = a Rb dB/km .……………………………………………………....(3.6) Dimana R adalah kecepatan curah hujan dalam mm/jam,sedangkan a dan b konstanta yang bergantung pada frekuensi dan temperatur dari hujan. Rumus empirik untuk konstanta a dan b adalah : a = Gaf Ea
f dalam GHz
Ket : Ga = 6,39 x 10 -5
Ea = 2,03
f < 2,9 GHz
Ga = 4,21 x 10 -5
Ea = 2,42
2,9 GHz ≤ f ≤ 54 GHz
Ga = 4,09 x 10 -2
Ea = 0,699
54 GHz ≤ f ≤ 180 GHz
Ga = 3,38
Ea = - 0,151
180 GHz < f
b = Gbf Eb Ket :
f dalam GHz
Gb = 0,851
Eb = 0,158
f < 8,5 GHz
Gb = 1,41
Eb = - 0,0779
8,5 GHz ≤ f < 25 GHz
Gb = 2,63
Eb = - 0, 272
25 GHz ≤ f < 164 GHz
Gb = 0,616
Eb = 0,0126
f ≥ 164 GHz
Untuk kecepatan curah hujan R dapat dilihat tipe curah hujan kawasan Indonesia melalui suatu peta yang memberikan suatu klasifikasi.
Dalam gambar 3.5 dilihat bahwa daerah Indonesia diklasifikasikan dalam daerah yang ditandai dengan hurup P.
Gambar 3.5 Daerah Curah Hujan di Kawasan Asia
Penggolongan daerah curah hujan tersebut dapat diliahat pada tabel 3.2 dibawah ini. Tabel 3.2. Daerah Iklim Hujan – Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
3.5 Gain Antena Parabolik Penguatan (gain) antena baik untuk antena transmitter (GTx) maupun receiver (GRx) yang berbentuk parabolic yang dirumuskan sebagai : G = GTX = GRX = 20,4 = 10 log η + 20 log D + 20 log f ..………………(3.7) Dengan G = Gain Antena (dBi) D = Diameter Antena η = Efisiensi Antena f = Frekuensi (GHz)
3.6 Pembawa Terhadap Rapat Derau Tinjau diagram air dari pemancar (Tx) kepenerima (Rx) pada jarak d seperti gambar 3.6 berikut. Pt
Gt
Gr
Pr
L Tx
d
Rx
Gambar 3.6. Diagaram Alir dari pemancar (Tx) ke Penerima (Rx) Misalkan daya pembawa yang dikirimkan oleh pihak pemancar lawan adalah Pt, gain dari antena pemancar Gt, dan gain dari antena penerima Gr, maka daya yang diterima pada pesawat penerima adalah : Pr = Pt.Gr.Gr/L ...……………………….……………………………(3.8) Dalam hal ini L adalah redaman propagasi dari gelombang radio dari stasiun pemancar ke stasiun penerima. Pada sistem penerima FM, derau termis meningkat hampir berbanding terbalik dengan daya gelombang pembawa pada input penerima. Perbandingan derau termis (Nt) dan sinyal (Sig) tiap kanal didalam seksi pengulang adalah : Nt
NF.K.T.B.L
fp2
Pt.Gt.Gr
S2
= Sig atau
..…………………………………………………..(3.9)
Sig
S =
Ni
Pt.Gt.Gr
Δf 2
NF.K.T.B.L
fp2
Pt.Gt.Gr
Δf 2
= N
=
………………………………………(3.10) NF.K.T.L
S
C =
N
No
2
B. fp
Δf 2 .……………………………….. ……………………(3.11) 2 t B.fp
Dalam hal ini fp memperlihatkan frekuensi maksimum dari kanal yang dimaksudkan (Hz) dan Δf adalah deviasi (penyimpangan) frekuensi yang sebabkan oleh level test tone dari kanal (Hz-rms). Sedangkan untuk rumus pembawa rapat derau adalah : C
Pt.Gt.Gr =
No
…….…………………………………………………(3.12) NF.K.T.L Untuk pembawa terhadap rapat derau pada komunikasi radio dengan
menggunakan sebuah refeater, maka pembawa terhadap rapat derau total adalah : C
1 = 10 log
No
.……..(3.13)
t
1
1 +
10
(C / No) 1 / 10
10 (C/No)2 / 10
Disini (C/No)1 adalah pembawa terhadap rapat derau di penerima
repeater dari pemencar di OB-Van dan (C/No)2 yang digunakan gabungan antara hop 1 dan hop 2, yaitu C/No total.
3.7 Receiver Input Power Setelah melalui proses perambatan dari treansmitter, maka daya sinyal yang diterima pada receiver (receiver input power) atau juga disebut receiver signal
level (S) dapat diketahui dengan melakukan perhitungan dari persamaan : Pin (dBm) = Pout + GTx + GRx - LT
.………………………………………………………..(3.14)
Dimana, Pin = Receiver Input Power (dBm) Pout = Output Power Transmitter (dB) GTx,GRx = Gain Antena Transmitter Receiver (dB) LT = Loss Total (dB)
Loss Total adalah jumlah seluruh redaman yang terjadi dari ujung pentransmisian hingga ujung penerima termasuk didalamnya redaman obstacle, redaman feeder line, redaman akibat hujan, redaman kabut dan awan, redaman gas serta redaman ruang bebas itu sendiri. Untuk mendapatkan nilai receiver
input power dengan menarik sebuah garis melalui grafik yang diberikan sebagai sebuah fungsi jarak (terlampir). Penggunaan diameter antena (ф) dapat dipilih satu diantara tiga macam jenis diameter,yaitu 0,3, 0,6, 0,9 meter. Begitu pula dengan daya transmit yang digunakan, yaitu tediri dari 1 watt dan 5 watt. Pemilihan diameter antena dan daya ini disesuaikan dengan kondisi yang terjadi, pada penggunaan diameter antena 0,6 dan daya 1 watt receiver input power yang dihasilkan bernilai kecil, maka dapat melakukan perbaikan dengan cara mengganti penggunaan diameter antena dengan diameter antena yang lebih besar atau menaikan daya pancarnya menjadi 5 watt atau bahkan mungkin melakukan keduanya.
3.8 Kualitas Link Teknis sistem transmisi akan lebih sering berhubungan dengan signal-to-nois
ratio daripada kriteria yang lain ketika membuat suatu sistem telekomunakasi dalam hubungannya dengan kualitas link dari sistem tersebut. Rasio sinyal terhadap derau (Signal-to-noise ratio) dinyatakan dalam decibel (dB) yaitu jumlah level sinyal berbanding dengan derau (noise). Persyaratan minimum signal-to-noise ratio menurut rekomendasi CCITT (Consultative Committe of International Telegraph and telephony) adalah : Suara 30 dB Video 45 dB Data 15 dB Kualitas suatu link yang diterapkan untuk link analog biasa diterapkan dalam S/N dan pada digital dalam BER terhadap Eb/No. Tipikal untuk link analog (video) besarnya S/N yang dipersyaratkan adalah : SERVICE
S/N (dB)
Direct to Home
40 - 45
Rebroadcast
52 – 54
Sedangkan
TASO
(Television
Allocation
Study
Organization)
mengklasifikasikan rating dari kualitas gambar untuk televise secaa lebih spesifik lagi, yaitu : 1. Excellent (no perceptible snow) ≥ 45 dB 2. Fine (snow just perceptible) 35 - ≤ 45 dB 3. Passable (snow definitely perceptible but no objectionable) 29 - ≤ 35 dB
4. Margin (snow somewhat objectible) ≤ dB
3.9
Peralatan Microwave Peralatan microwave untuk sistem siaran langsung televisi terdiri dari
bagian Transmitter dan Receiver. Adapun bagian Transmitter terdiri dari 2 bagian yaitu Transmitter RF Head (TH) dan bagian Transmitter Control Unit (TC). Pada bagian Receiver juga memiliki 2 bagian yaitu Receiver RF Head (RH) dan Receiver Control Unit (RC). Gambar 3.7 dan 3.8 adalah gambaran mengenai sistem peralatan Microwave dalam sistem transmisi standar atau single hop da IF
Trough – repeating transmission (double hop). 1. Sistem transmisi standar ( single hop)
Gambar 3.7. Sistem Microwave Single Hop
2. IF Trough – repeating transmission (double hop)
Gambar 3.8. IF Repeating Transmission tanpa monitor output Dalam blok diagram radio link repeater digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.9. Radiolink repeater (IF Heterodyne repeater) Dimana : FIN = input frequency to receiver
FOUT = output frequency to transmitter FLOR = frequency of the receiver local oscillator FLOT = frequency of the transmitter local oscillator TWT = traveling wave tube
3.9.1 Transmitter Transmitter Controh Unit (TC) berfungsi sebagai tempat pengontrolan utama. Disini terjadi proses modulasi sinyal audio dan video, kemudian sinyal modulasi tersebut digabungkan dengan sinyal Intermediate Frequency (IF) untuk kemudian ditransmisikan ke Transmitter RF Head (TH). Transmitter Control unit (TC) disupply oleh tegangan 220 V AC atau 12 V DC.
Transmitter RF Head berfungsi sebagai kepala tempat dimana sinyal informasi dipancarkan ke Receiver RF Head (RH). Sinyal yang dipancakan dari TH ini sudah bukan sinyal IF sebesar 70 MHz lagi tetapi sinyal RF frekuensi tinggi 7 GHz. Sinyal informasi yang dikirim untuk aplikasi siaran langsung televisi berupa audio dan video. Pada tabel 3.3 dapat dilihat data microwave link
transmitter dan diagram blok transmitter dapat dilihat lampiran 2. 3.9.2
Receiver Receiver RF Head (RH) berfungsi sebagai dudukan atau kepala penerima
sinyal informasi yang dipancarkan dari transmitter RF Head (TH). Sinyal yang diterima disini adalah masih berupa sinyal RF frekuensi tinggi 7 GHz yang dipancarkan dari Transmitter RF Head (TH).
Receicer Control Unit (RC) berfungsi sebagai pengontrol utama penerima setelah sinyal diterima oleh Receiver RF Head (RH). Tetapi frekuensinya bukan RF lagi tetapi sudah IF frekuensi sebesar 70 MHz. Pada bagian transmitter RF
Head (TH) dan Receiver RF Head (RH) dalam aplikasinya dilengkapi dengan tripod, parabolic dish antena serta feedhorn. Pada tabel 3.4 dapat dilihat data microwave link pada receiver dan diagram blok receiver terdapat lampiran 3.
Tabel 3.3 Data Microwave Link pada Transmitter
Tabel 3.4 Data Microwave Link Pada Receiver
5
4
2 3
1
Gambar 3.10. Perangkat Microwave Keteranagan : 1. Tripod, berfungsi sebagai tempat pijakan RF Head. 2. Pan-Tilt Head, berfungsi sebagaipenggerak perputaran untuk mencari sudut elevasi yang diinginkan. 3. Parabolic Antena Reflector atau biasa disebut “Dish”, berfungsi untuk mementulkan atau menangkap sinyal yang di transmisikan. 4. Feedhorn (Radiator Primer), berfungsi sebagai radiator (meradiasikan) sinyal frekuensi. 5. Transmitter RF Head (TH) atau Receiver RF Head (RH)
3.10. Alur Siaran Lngsung Dalam penggambaran siaran langsung (live) televisi, yaitu dari lokasi pengambilan gambar pada hop pertama dipancarkan di gedung JCC (Jakarta
Convention Center) dan diterima gedung TVRI sebagai repeate sedangkan hop kedua dipancarkan dari gedung TVRI untuk kemudian diterima di receiver yang ditempatkan diatas tower pada areal PT. RCTI Stasiun Pusat Kebon Jeruk Jakarta, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.11. Alur Siaran Langsung Antara Senayan – RCTI Jakarta
BAB IV ANALISA KUALITAS LINK
Pada studi kasus hitung lintasan sistem komunikasi microwave ini dilakukan analisis perhitungan performance (kualitas) pada suatu acara siaran langsung (live) di RCTI. Disini sistem yang digunakan adalah double hop dengan
hop pertama dipancarkan dari JCC (Jakatra Convention Center) dan diterima gedung TVRI sebagai repeater sedangkan hop kedua dipancarkan dari TVRI untuk kemudian diterima di receiver yang ditempatkan diatas tower pada areal PT. RCTI Stasiun Pusat Kebon Jeruk Jakarta, seperti terlihat pada gambar peta lampiran 1. Pemilihan double hop ini ditunjukan untuk menghindari terhalangnya daerah fresnell dalam garis line of sight oleh obstacle yang berupa bangunanbangunan tinggi yang melintas sepanjang jalur. Untuk mempermudah pembahasan dibagi masing-masing hop menjadi dua parameter, yaitu parameter
transmitter dan parameter receiver.
4.1 Parameter Sistem Hop Pertama 4.1.1 Parameter transmitter Dari tabel (3.3) didapat data :
Ketinggian tempat (kontur) Gedung JCC = 1 m
Ketinggian penempatan antena Transmitter = 10 m
Panjang feeder line = 94,66 m
Redaman feeder line = 0,078 dB/km
Kanal yang digunakan kanal 1 = (fRF = 6,850 GHz), Tipe kabel koksial yang digunakan adalah RG-5B/U frekuensi 100 MHz konvensi feet kedalam satuan meter (1 feet = 0,305 meter)
Daya pancar = 1 watt
Gain antena dapat dihitung dari persamaan (3.7)
G = GTX = GRX = 20,4 + 10 log תּ+ 20 log D + 20 log f = 20,4 + 10 log 0,4 + 20 log 0,6 + 20 log 6,850 = 20,4 + (-3,97) + (-4,43) + (16,71) = 28,71 dBi Disini diameter antena D yang digunakan baik untuk pemancar maupun penerima adalah 0,6m (lampiran 4) dan panjang gelombang λ = c / f = 3.108 / 6,850.106 = 0,0437 m
4.1.2 Parameter receiver Dari tabel (3.4) didapat data:
Ketinggian tempat lokasi (kontur) receiver = 1 m
Ketinggian penempatan antena receiver = 25 m
Panjang feeder line = 94,66 m
Redaman feeder line = 0,078 dB/m
Gain antena = 28,71 dBi
Temperatur (T) = 17o C
Bandwidth RF = 28 MHz
Konstanta Boltzman = 1,38 x 10-23 joule / oK
Noise figure (Faktor Derau)=3,5 dB
Diketahu jarak antara Gedung JCC dengan gedung TVRI adalah 500 m (peta terlampir). Frekuensi pancar yang digunakan adalah 6,850 GHz dan factor derau k= 4/3. Perhitungan jarak pada peta : Skala peta yang digunakan adalah 1 : 15.000, yang artinya jarak 1 cm pada peta mewakili 150 m jarak sebenarnya. Jarak yang terukur pada peta adalah 3,4 cm, maka jarak sebenarnya adalah 3,4 x 150 ≈ 500 m = 0,5 km.
4.2 Perhitungan Hop Pada Kualitas Pertama Langkah pertama yang harus digunakan adalah menghitung harga koreksi kelengkungan bumi (h). tetapi untuk kasus ini tidak perlu diperhitungkan karena jarak antara transmitter dan receiver relatif dekat yaitu 0,5 km sehingga permukaan bumi dalam lintasan tersebut masih flat (rata) dan tidak mengganggu daerah fresnell. Hal yang harus dilakukan adalah menentukan jari-jari fresnell maksimumnya, yaitu dari persamaan (3.3) didapat :
γ Fm =15,8 λ.d = 15,8 0,0437 x0,5 = 2,33 m Dimana, λ = panjang gelombang (m) d = total panjang jalur (km) Untuk menghitung LFS dari persamaan (3,5) didapat : LFS = Free Space Loss (LdB) = 92,44 + 20 log d + 20 log f = 92,44 + 20 log 0,5 (km) + 20 log 6,850 (GHz)
= 92,44 + (-6,02) + 16,71 = 103,13 dB Dari persamaan (2.7) didapat : Daya Noise Receiver = 10 log NFKTB = 3,5 + 10 log K + 10 log T + 10 log B = 3,5 + 10 log 1,38 x 10-23 + 10 log 290 + 10 log 28 x 106 = 3,5 + 10 (-22,86) + 10 (2,46) + 10 (7,44) = 3,5 + (-228,6) + 24,6 + 74,4 = -96,1 dBm LT (Loss Total) = Free Space Loss + (Redaman Feeder Line Transmitter) + (Redaman Feeder Line Receiver) + Redaman Obstacle. LT = LFS + al .TX + al .RX + Ld = 103,13 + (0,078 dB/m x 94,66 m) + (0,078 dB/m x 94,66 m) + 0 = 103,13 + 7,38 + 7,38 = 117,89 dB Akan tetapi pada transmisi microwave line of sight untuk televisi khususnya pada peralatan Transmitter tipe FR7G3-Z1 dan Receiver tipe FR7GZ1 ini, redaman yang disebabkan oleh kabel koaksial telah diperbaiki (Feeder Loss Improvement) oleh repeater dalam peralatan sehingga redaman kabel koaksial tersebut dapat diabaikan dalam perhitungan. Jadi persamaan loss Total menjadi hanya dua varibel yaitu free Space Loss dan Redaman Obstacle ( tidak ada obstacle dalam lintasan, Ld = 0). LT
= LdB + Ld = 103,13 dB + 0 = 103,13 dB
Daya Output Pout = 1 W 1W Maka Pout = 10 log
= 10 log 1 = 0 dBW atau 1 watt 1W = 10 log 1x 103 = 30 dBm
= 10 log 1 mW
Untuk menghitung C/No pada kondisi cerah dari pesamaan (3.12) didapat : C
Pt1.Gt1.Gr1 =
No
NF. K.T.L
disini L =LT = 103.13 dB
Dalam satuan dB (C/No)1 = 10 log Pt1 + Gt1 + Gr1 – NF – 10 log K – 10 log T - LT = 10 log 1 + 28,71 + 28,71 - 3,5 – 10 log 1,38 x10-23 – 10 log 290 – 103,13 = 154,78 dBHz
4.3 Parameter Sistem Hop Kedua 4.3.1
Parameter transmitter Dari tabel (3.3) didapat data :
Ketinggian tempat lokasi (kontur) transmitter = 1m
Ketinggian penempatan antena transmitter = 25 m
Panjang feeder line = 98,28 m
Redaman feeder line = 0,078 dB/km
Kanal yang digunakan kanal 10 = 6,598 GHz (=fGHz)
Daya pncar =1 watt
Gain antena dapat dihitung dari persamaan (3.7)
G = GTX = GRX = 20,4 + 10 log η (m) + 20 log D (m) + 20 log f (GHz) = 20,4 + 10 log 0,4 + 20 log 0,6 + 20 log 6,598 = 20,4 + (-3,97) + (-4,43) + (16,38) = 28,38 dBi Dimana diameter antena D yang digunakan baik untuk pemancar maupun penerima adalah 0,6 m (terlampir) dan panjang gelombang λ = c / f = 3.108 / 6,598.106 = 0.045 m
4.3.2
Parameter receiver Dari tabel (3.4) didapat data
Ketinggian tempat lokasi (kontur) receiver = 7 m
Ketinggian penempatan antena receiver = 65 m
Panjang feeder line = 98,28 dBi
Redaman feeder line = 0,078 dB/m
Gain antena = 28,38 dBi
Temperatur (T) = 17 C
Bandwidth RF = 28 MHz
Konstanta Boltzman = 1,38 x 10-23 joule / oK
Noise Figure (Faktor Derau) = 3,5 dB
o
Diketahui jarak antara gedung TVRI dengan RCTI Stasiun Pusat Jakarta 4,5 km (peta terdapat lampiran 1). Frekuensi pancar yang digunakan adalah 6,598 GHz dan factor derau k = 4/3.
Perhitungan jarak pada peta : Skala peta yang digunakan adalah 1 : 15.000, yang artinya jarak 1 cm pada peta mewakili 150 m pada jarak sebenarnya. Jarak yang terukur pada peta adalah 30 cm, maka jarak sebenarnya adalah 30 x 150 ≈ 4,5 km.
4.4 Perhitungan Kualitas Pada Hop Kedua Langkah keduanya yang harus dilakukan adalh menghitung harga koreksi kelengkungan bumi (h). untuk memeksimalkan perhitungan maka harga koreksi akibat kelengkungan tersebut harus dihitung pada tiap titik dengan menggunakan persamaan (3.1), yaitu : 0,078.d1.d2 h0 =
0,078.0.4,5 =
k 0,078.d1.d2 h1 =
=0m 1,33 0,078.0,5.3,5
= k 0,078.d1.d2
h2 =
= 0,10 m 1,33 0,078.1,5.2,5
= k 0,078.d1.d2
h3 =
= 0,21 m 1,33 0,078.2,5.1,5
= k 0,078.d1.d2
h4 =
= 0,21 m 1,33 0,078.3,5.0,5
= k 0,078.d1.d2
h5 =
= 0,10 m 1,33 0,078.4,5.0
= k
=0m 1,33
selanjutnya harus ditentukan jari-jari fresnell (γF) pada setiap titik dan juga jarijari fresnell maksimumnya (γFM) : f = frekuensi sinyal (GHz) = 6,598 d1 = jarak dari pemancar ke jalur obstacle (km) d2 = jarak dari jalur obstacle ke penerima (km) d = total panjang jalur (km) Dari persamaan (3.2) didapat :
γF0 = 17,3
d 1 .d 2 = 17,3 f .d
0 x 4 ,5 6 , 598 x 4 , 5
=0m
γF1 = 17,3
d 1 .d 2 = 17,3 f .d
0 ,5 x 3,5 6 , 598 x 4 , 5 = 4,20 m
γF2 = 17,3
d 1.d 2 f .d = 17,3
1, 5 x 2 , 5 6 , 598 x 4 , 4 = 6,14 m
γFM = 15,8
λ .d
γF3 = 17,3
d 1. d 2 f . d = 17,3
2,5 x1,5 6,598 x 4,5 = 6,14 m
γF4 = 17,3
d 1.d 2 f .d = 17,3
3,5 x1,5 6,598x 4,5 = 4,20 m
γF5 = 17,3
d 1.d 2 f .d
4,5 x 0 6 , 598 x 4 , 5 = 0 m
= 15,8
= 17,3
0 , 045 x 4 , 5 = 7,11 m
Dari hasil perhitngan tersebut, maka dapat menggambarkan sketsa path profile antara kedua tempat tersebut, seperti terlihat pada gambar 4.1.
Untuk menghitung LFS dari persamaan (3.5) didapat : LFS = Free Space Loss (LdB) = 92,44 + 20 log d + 20 log f = 92,44 + 20 log 4,5 (km) + 20 log 6,598 (GHz) = 92,44 + (13,06) + (16,38) = 121,89 dB Dari persamaan (2.13) didapat : Daya Noise Receiver =10 log NFKTB = 3,5 + 10 log K + 10 log T + 10 log B = 3,5 +10 log 1,38 x 1023 + 10 log 290 + 10 log 28 x 106 = 3,5 + 10 (-22,86) + 10 (2,46) + 10 (7,44) = 3,5 + (-228,6)+ 24,6 + 74,4 = -126,1 dBW = -96,1 dBm LT (Loss Total) = Free Spaca Loss + (Redaman Feeder Line Transmitter) + (Redaman Feeder line Receiver) + Redaman Obstacle LT = LFS + al. TX + al. RX + Ld = 121,89 + (0,078 dB/m x 98,28 m) + (0,078 dB/m x 98,28 m) + 0 = 121,89 + 7,66 + 7,6 = 137,21 dB Akan tetapi pada transmisi microwave line of sight untuk televisi khususnya pada perlatan Transmitter tipe FR7G3 - Z1 dan Receiver tipe FR7G – Z1 ini, redaman yang disebabkan oleh kabel koaksial telah diperbaiki (Feeder loss Improvement) oleh repeater
dalam peralatan sehingga redaman kabel koaksial tersebut dapat diabaikan dalam perhitungan. Jadi persamaan Loss Total menjadi hanya dua variabel yaitu Free Space Loss dan Redaman Obstacle ( tidak ada obstacle dalam lintasan, Ld = 0). LT
= LdB + Ld = 121,80 dB + 0 = 121,89 dB
Daya Output Pout = 1W 1W Maka Pout = 10 log
= 10 log 1 = 0 dBW atau 1 watt 1W = 10 log 1 x 103 = 30 dBm
= 10 log 1 mW
Untuk menghitung C/No pada kondisi cerah dari persamaan (3.12) didapat : C
Pt2.Gt2.Gr2 =
No
NF. K.T.L
disini L = LT = 121,89 dB
Dalam satuan dB : (C/No)2 = 10 log Pt2 + Gt2 + Gr2 – NF – 10 log K – 10 log T - LT = 10 log 1 + 28,38 + 28,38 - 3,5 – 10 log 1,38 x 10-23 – 10 log 290 – 121,89 = 135,35 dBHz.
4.5
Perhitungan Kualitas Pada Hop Pertama dan Hop Kedua
4.5.1
Perhitungan hop pada kondisi cerah Dari persamaan (3.13) didapat : ⎡
⎛C ⎞ ⎢ ⎜ ⎟ = 10 log ⎢ ⎝ No ⎠t ⎢
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
1
1 1 + ⎢⎣ 10 ( C / No )1 / 10 10 ( C / No ) 2 / 10
⎡ ⎢ 1 = 10 log ⎢ 1 1 ⎢ + (135 , 27 ) / 10 (154 , 78 ) / 10 ⎢⎣ 10 10
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
⎡ ⎢ = 10 log ⎢ ⎢ ⎣⎢ 10
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦⎥
1 1 ( 15 , 478 )
+
1 10
= 135,30 dBHz Dari persamaan (3.11) S
Δf 2
C =
N
No
t B. fp2 Δf 2
C =
+ 10 log No
t
1 .
fp2
B
(10 .106)2
1
(8.106)2
28.106
= (135,30) + 10 log
= 135,30 + (- 72,53) = 62,77 dB
( 13 , 527 )
4.5.2
Perhitungan hop pada kondisi hujan Akan tetapi nilai S/N yang telah didapat tersebut dalam keadaan ideal
(kondisi cerah) tanpa dikurangi dengan redaman-redaman yang ada seperti redaman hujan, redaman kabut serta redaman atmosfer. Dari redaman-redaman tersebut hanyalah redaman hujan yang meredam secara signifikan, sedangkan untuk redaman kabut dan redaman gas atmosfer tidak berpengaruh dan cenderung dapat diabaikan. Maka untuk mendapatkan hasil yang maksimal, redaman hujan ini harus dihitung melalui persamaan (3.9), yaitu : A = a Rb dB/km Dimana, a = GafEa ( untuk frekuensi 7 GHz,Ga = 4,21 x 10-5; Ea = 2,42) b = GafEb ( untuk frekuensi 7 GHz, Ga= 0,851 ; Eb = 0,158) R = kecepatan curah hujan (mm/jam) a = (4,21 x 10-5) (7)2,42 = 4,67 x 10-3
Maka,
b = (0,851) (7)0,158 = 1,157 A = (4,67 x 10-3) (65)1,157
didapat
= 0,58 dB/km Jadi total redaman akibat hujan sepanjang jalur pada hop 1 adalah sebesar 0,58 x 0,5 km = 0,29 dB sedangkan untuk hop2 adalah sebesar 0,58 x 4,5 km = 2,61 dB. Maka dapat dihitung untuk kondisi hujan pada hop 1 didapat (C/No)1 = 154,78 dBHz – 0,29 dB = 154,49 dBHz dan untuk hop 2 didapat (C/No)2 = 135,35 dBHz - 2,61 dB = 132,74 dBHz. Jadi untuk (C/N)t dan (S/N) pada kondisi hujan dapat dihitung sebagai berikut :
Dari perhitungan (3.13) didapat :
⎡ ⎢ 1 ⎛C ⎞ ⎜ ⎟ = 10 log ⎢ 1 1 ⎝ No ⎠t ⎢ + ( C / No ) 1 / 10 ( C / No ) 2 / 10 10 ⎣⎢ 10 ⎡ ⎢ = 10 log ⎢ ⎢ ⎣⎢ 10
1 1 ( 154 , 49 ) / 10
⎡ ⎢ = 10 log ⎢ ⎢ ⎢⎣ 10
+
1 10
( 132 , 74 ) / 10
1 1 ( 15 , 449 )
+
1 10
( 13 , 274 )
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦⎥ ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦⎥
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
= 132,71 dBHz Dari persamaan (3.11) didapat :
S ⎛C⎞ ⎟ = ⎜ N ⎝ No⎠t
Δf 2 2 B. f P
⎛C⎞ ⎟ + 10 log ⎝ No ⎠t
= ⎜
⎛ Δf 2 1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ f 2 .B⎟ ⎝ P ⎠
⎛ (10.106 ) 2 1 ⎞ ⎟ . = (132,71) + 10 log ⎜⎜ 6 2 6 ⎟ ⎝ (8.10 ) 28.10 ⎠ = 132,71 + (-72,53) = 60,18 dB Sehingga besarnya S/N setelah mengalami redaman hujan adalah = 60,18 dB. Walaupun redaman hujan dimasukkan dalam perhitungan, terlihat bahwa
kualitas S/N masih berada diatas nilai persyaratan TASO (Television Allocation Study Organization) atau masih diatas exellent (sangat baik) sebesar 45 dB. Dari analisis perhitungan pada daya 0.4W, 0.6W, 0.8W, 1,0W, 1.2W, 1.4W, 1.6Wmaka dapat dilihat data perbandingan untuk kondisi cerah dan kondisi hujan pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 : Data perbandingan pada Daya 0.4W – 1.6W untuk Kondisi Cerah Daya 0.4 W 0.6 W 0.8 W 1.0 W 1.2 W 1.4 W 1.6 W
(C/No)1 150,81 dBHz 152,57 dBHz 153,82 dBHz 154,78 dBHz 155,57 dBHz 156,24 dBHz 156,82 dBHz
(C/No)2 131,32 dBHz 133,08 dBHz 134,33 dBHz 135,35 dBHz 136,08 dBHz 136,75 dBHz 137,33 dBHz
(C/No)t 131,27 dBHz 133,03 dBHz 134,28 dBHz 135,30 dBHz 136,03 dBHz 136,70 dBHz 137,28 dBHz
S/N 58,74 dB 59,5 dB 61,75 dB 62,77 dB 63,5 dB 64,17 dB 64,75 dB
Tabel 4.2 : Data Perbandingan pada Daya 0,4W - 1,6W untuk Kondisi Hujan Daya 0.4 W 0.6 W 0.8 W 1.0 W 1.2 W 1.4 W 1.6 W
(C/No)1 150,52 dBHz 152,28 dBHz 153,53 dBHz 154,49 dBHz 155,28 dBHz 155,95 dBHz 156,53 dBHz
(C/No)2 128,71 dBHz 130,74 dBHz 131,72 dBHz 132,74 dBHz 133,43 dBHz 134,14 dBHz 134,72 dBHz
(C/No)t 128,68 dBHz 130,70 dBHz 131,69 dBHz 132,71 dBHz 133,40 dBHz 134,11 dBHz 134,69 dBHz
S/N 56,15 dB 58,17 dB 59,16 dB 60,18 dB 60,87 dB 61,58 dB 62,16 dB
Dari analisis perhitungan pada daya 0.4W, 0.6W, 0.8W, 1.0W, 1.2W, 1.4W, 1.6W maka dapat dibuatkan suatu grafik C/N dan S/N dalam kondisi cerah sebagai berikut :
Gambar 4.2 : Grafik Analisis Perhitungan pada C/N untuk kondisi cerah
Gambar 4.3 : Grafik Analisis Perhitungan pada S/N untuk kondisi cerah
BAB V KESIMPULAN
Pada pembahasan dari bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai analisis kualitas link sistem transmisi microwave (line of sight) pada siaran langsung (live) antara Senayan – RCTI Jakata, yaitu : 1. Harga koreksi kelengkungan bumi pada hop pertama tidak perlu diperhitungkan karena jarak antara transmitter dan receiver relatif dekat yaitu 0,5 km sehingga permukaan bumi dalam lintasan masih flat (rata) dan tidak mengganggu daerah fresnell, jari-jari fresnell maksimumnya (γFm) = 2,33m. 2. Untuk menghitung harga koreksi akibat kelengkungan bumi pada hop kedua, harus dihitung pada tiap titik yang dalam penggambaran radius bumi dibuat radius ekuivalen dengan tujuan agar lintasan propagasi gelombang radio dapat digambarkan secara lurus. Sedangkan untuk jari-jari fresnell ditentukan pada setiap titik dan jari-jari fresnell maksimumnya (γFm) pada hop kedua didapat = 7,11 m. 3. Pada analisis perhitungan kualitas link pada hop pertama menggunakan frekuensi 6,850 (GHz) dan pada hop kedua menggunkan frekuensi 6,598 (GHz) yaitu dengan daya 1 watt didapat nilai S/N (62,77 dB) yang berada diatas harga standar yang dipersyaratkan oleh CCITT (45 dB), bahkan dalam kondisi jalur propagasi pada saat hujan untuk persentasi waktu 0,1, yaitu (60,18 dB) masih diatas persyaratan standar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bartlett, Eugene R. Cable Television Technology an Propagation. Singapore. Published by Mc Graw – Hill, Inc. 1990. 2. Collin, Robert E.Antennas and Radiowave Propagation. Singapore. Published by Mc Graw – Hill, Inc. 1985. 3. Haryadi, Hartono. Diktat Dasar Telekomunikasi. Jakarta. Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 4. Freeman, Roger L.Telekommunication Tranmission Hand Book Third Edition. United State of America. Published by John Wiley & Sons. 1991. 5. http://www.lingjiecable.com.17 Juli 2007. 6. Suhana Ir. Shigeki Shoji.Buku Pegangan Teknik Telekomunikasi. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.1981. 7. Synthesized Portable Microwave Link FR7G3-Z1 Recommended Spare Units Operation Manual PT. Rajawali Citra Televi Indonesia. Tokyo. Hitachi, Ltd.1994.
Gambar 4.1 : Sketsa Path Profille Microwave Antara Gedung TVRI – RCTI Jakarta