II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umur tanaman relatif pendek, hanya 90 – 180 hari. Spesies Solanum tuberosum L. Mempunyai banyak varietas. Umur tanaman kentang bervariasi menurut varietasnya. Kentang varietas genjah berumur 90 – 120 hari, varietas medium berumur 120 – 150 hari, dan varietas dalam berumur 150 – 180 hari. Berikut ini merupakan klasifikasi ilmiah kentang (Setiadi 2009). Kerajaan/Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta/Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida/Dicotyledonae (berkeping dua)
Subkelas
: Asteridae
Ordo
: Solanales/Tubiflorae (berumbi)
Famili
: Solanaceae (berbunga terompet)
Genus
: Solanum (daun mahkota berletakan satu sama lain)
Seksi
: Petota
Spesies
: Solanum tuberosum Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi sekitar 78 persen. Setiap
100 gram kentang mengandung kalori 374 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram, karbohidrat 85,6 gram, kalsium 20 mg, forsor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg. Berdasarkan nilai kandungan gizi tersebut, kentang merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh (Samadi 2007). Tanaman kentang dapat tumbuh baik di dataran tinggi atau pegunungan dengan tingkat ketinggian 1.000 – 1.300 meter di atas permukaan laut (dpl) (Samadi 2007). Apabila tumbuh di dataran rendah (di bawah 500 m dpl), tanaman kentang sulit membentuk umbi. Jika terbentuk, umbinya akan berukuran sangat kecil, kecuali di daerah yang mempunyai suhu malam hari dingin (20 oC).
Sementara itu, jika ditanam di atas ketinggian 2.000 m dpl, tanaman akan lambat membentuk umbi4. Tanaman kentang umumnya dapat tumbuh pada segala jenis tanah, namun tidak semuanya dapat memberikan hasil yang baik. Kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan kentang adalah berstruktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, subur, mudah mengikat air, dan memiliki solum tanah dalam dengan pH tanah 5,0 – 7,0. Suhu rata-rata harian yang optimal bagi pertumbuhan kentang adalah 18 – 21 oC dengan tingkat kelembapan udara sekitar 80 – 90 persen. Selain itu curah hujan yang sesuai untuk membudidayakan kentang adalah 1.500 mm per tahun (Samadi 2007). Kondisi topografi yang mendukung usahatani kentang, tidak serta merta dapat meningkatkan produktivitas kentang yang dihasilkan. Beberapa kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya usahatani kentang adalah rendahnya kualitas bibit yang digunakan, produktivitas rendah, teknik bercocok tanam yang kurang baik khususnya pemupukan kurang tepat, baik dosis maupun waktunya, dan keadaan lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta 2004). Menurut Samadi (2007), kentang dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan warna umbinya, yaitu: 1) Kentang putih, yaitu jenis kentang dengan warna kulit dan daging umbi putih, misalnya varietas Atlantic, Marita, Donata, dan lainnya. 2) Kentang kuning, yaitu jenis kentang yang umbi dan kulitnya berwarna kuning, misalnya varietas Granola, Cipanas, Cosima, dan lainnya. 3) Kentang merah, yaitu kentang dengan warna kulit dan daging umbi merah, misalnya varietas Desiree dan Arka. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor:
81/Kpts/SR.120/3/20055, kentang varietas Granola merupakan varietas unggul dengan karakteristik produktivitas tinggi, yaitu dapat mencapai 38–50 ton/ha, memiliki bentuk umbi bulat lonjong, warna daging umbi kuning, dan mata umbi 4
5
Pusat Penyuluh Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. http:// cybex.deptan.go.id/penyuluhan/syarat-tumbuh-tanaman-kentang [diakses pada 27 Juni 2012] Peraturan Perundang-undangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2005. Pelepasan Kentang Granola Kembang Sebagai Varietas Unggul http:// perundangan.deptan.go.id/k_menteri.php?awal=600&page=31 [diakses pada 15 Juli 2012]
11
dangkal. Selain keunggulan tersebut, varietas Granola juga tahan terhadap penyakit kentang. Apabila daya serang suatu penyakit terhadap varietas kentang lain 30%, pada varietas Granola hanya 10%. Umur panen normal 90 hari, meskipun umur 80 hari sudah bisa dipanen. Kentang varietas Atlantic merupakan varietas yang diintroduksi oleh Amerika Serikat dan dirilis di Victoria tahun 1986. Kentang varietas ini dikembangkan di Florida dari persilangan antara varietas Wauseon dan Lenape6. Karakteristik kentang ini yaitu memiliki umur 100 hari, tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm, tahan terhadap nematoda, kualitas umbi baik, dan memiliki kadar pati tinggi (Kholis 2011). Selain itu, kentang varietas Atlantic memiliki produktivitas yang tinggi, kulit umbi putih kekuningan, daging umbi putih, mata umbi dangkal, bentuk umbi bulat, kadar air rendah, dan tidak mengalami perubahan setelah diproses (Khumaida 1994, diacu dalam Widyastuti 1996). Teknologi budidaya kentang industri (processing) seperti varietas Atlantic sedikit berbeda dengan kentang sayur seperti varietas Granola. Hal tersebut dikarenakan tanaman kentang industri seperti varietas Atlantic lebih tinggi, kanopi daun lebih besar, stolon lebih panjang dan tertanam di bawah tanah, umur panen lebih lama, serta rentan terhadap bakteri layu dan busuk daun. Perbedaan tersebut menuntut teknologi budidaya yang berbeda, yaitu jarak tanam lebih lebar, penanaman lebih dalam, dosis pupuk lebih tinggi, dan pengendalian busuk daun dan bakteri lebih intensif (Effendie 2002). 2.2. Budidaya Kentang Teknik budidaya kentang baik kentang industri (varietas Atlantic) maupun kentang sayur (varietas Granola) dimulai dari pembibitan hingga pemanenan. Pada proses pembibitan kentang perlu diperhatikan cara mempersiapkan dan memperhitungkan kebutuhan benih yang baik. Persiapan benih dilakukan berdasarkan kriteria tertentu agar diperoleh benih yang berkualitas baik. Benih yang berkualitas baik akan dapat berproduksi tinggi dan memberikan keuntungan yang besar. Kebutuhan benih kentang per hektar adalah 1.300 kg – 1.700 kg (Samadi 2007). 6
Departement of Primary Industries. 2010. Potato Varieties. http://www.dpi.vic.gov.au /agriculture/horticulture/vegetables/potatoes/potato-varieties [diakses pada 29 Juni 2012]
12
Tahap selanjutnya adalah persiapan lahan dengan mengolah tanah sampai gembur dengan kedalaman 30 – 40 cm. Kondisi tanah yang gembur sangat membantu perkembangan akar tanaman dan pembesaran umbi. Kemudian, dibiarkan selama dua minggu agar terkena sinar matahari. Tanah yang sudah diolah dibuat bedengan dan saluran irigasi. Bedengan merupakan tanah yang dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah dan berguna untuk pertumbuhan umbi kentang. Setelah bedengan siap, mulai dilakukan pemupukan dasar yang dapat menyediakan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman secara optimal oleh benih kentang yang baru ditanam. Pada pemupukan dasar harus mengacu pada empat tepat, yaitu tepat dosis, cara, waktu, dan jenis. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik (kimia). Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang yang sudah jadi (matang) karena jika pupuk kandang belum jadi hal tersebut akan menghambat pertumbuhan tanaman. Dosis pupuk kandang yang digunakan sebanyak 15 – 20 ton/ha kotoran ayam atau 20 – 30 ton/ha kotoran sapi. Pupuk kandang sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah, menambah bahan organik tanah, dan mengikat tanah (Samadi 2007). Cara pemberian pupuk kandang adalah dengan menaburkan pupuk kandang dalam larikan pada bedengan yang kemudian ditutup dengan tanah pada setiap bedengan. Selang beberapa hari setelah pemberian pupuk organik, perlu diberikan pupuk anorganik (kimia), seperti pupuk ZA (mengandung 21 persen unsur Nitrogen), Urea (mengandung 46 persen Nitrogen), TSP (mengandung 36 persen unsur Fosfat), KCl (mengandung 60 persen unsur Kalium). Dosis yang digunakan yaitu, 200 kg/ha unsur Nitrogen, 150 – 200 kg/ha unsur Fosfat (P2O5), dan 150 – 200 kg/ha unsur Kalium (K2O)7. Dengan demikian, apabila dikonversikan ke dalam penggunaan pupuk tunggal, dosis anjuran per hektar pupuk Urea/ZA sebesar 440/950 kg, SP-36 sebesar 500 kg, dan KCl sebesar 200 kg. Dosis tersebut serupa dengan dosis anjuran Samadi (2007). Penggunaan pupuk dasar anorganik dengan cara menaburkan campuran pupuk kimia di antara lubang tanam yang telah disiapkan ataupun dalam larikan dengan jarak tanam yang telah
7
Widodo M. 2011. Pemupukan Kentang. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/ pemupukankentang [diakses pada 12 September 2012]
13
ditetapkan (Samadi 2007). Samadi (2007) menjelaskan hasil yang baik dari tanaman budidaya tidak lepas dari teknik penanaman yang sesuai yang meliputi pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam, dan cara menanam. Waktu tanam yang tepat berdasarkan kondisi lingkungan dan faktor biotik pada tanaman kentang adalah pada musim kemarau, tepatnya akhir musim hujan. Tanaman kentang yang ditanam pada musim hujan memiliki risiko gagal panen yang tinggi. Namun, apabila diimbangi dengan perawatan yang lebih intensif, produksi masih cukup baik. Jarak tanam yang digunakan adalah 80 cm x 40 cm untuk kentang industri atau 70 cm x 30 cm untuk kentang sayur. Cara menanam yang baik dengan meletakan umbi secara mendatar dengan tunas menghadap ke atas. Penanaman benih tidak boleh terlalu dalam karena hasilnya akan rendah. Tanaman yang kurang baik pertumbuhannya, harus diganti dengan tanaman yang baru (disulam). Tanaman pengganti ini sama besar dan seragam pertumbuhannya dengan tanaman lain di kebun produksi. Penyulaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. Perawatan tanaman diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhannya normal dan tetap sehat. Kegiatan pemeliharaan tanaman kentang meliputi pemupukan susulan, pengairan, penyiangan, dan pembumbunan. Kentang membutuhkan pupuk kimiadalam jumlah yang tepat agar diperoleh hasil yang tinggi. Jenis pupuk yang digunakan dalam pemupukan susulan adalah jenis pupuk majemuk. Waktu pemberian pemupukan susulan adalah ketika tanaman berumur 25 – 30 HST. Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 300 kg per hektar8. Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan dan kelebihan air karena dapat berpengaruh buruk terhadap hasil umbi kentang. Pemberian air yang cukup, membantu menstabilkan kelembapan tanah sebagai pelarut pupuk dalam tanah, sehigga pertumbuhan dan perkembangan tanaman lebih optimal. Gulma atau rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman kentang akan menjadi pesaing dalam kebutuhan air, sinar matahari, unsur hara, dan lain-lain bagi tanaman pokok. Selain itu, terkadang gulma menjadi inang bagi hama dan penyakit sehingga dapat menjalar ke tanaman kentang dan kemudian dapat 8
Ibid. Hlm 13
14
mengurangi produksi umbi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegitan penyiangan agar
produksinya
dapat
mencapai
produktivitas
potensialnya.
Kegiatan
penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan perbaikan selokan maupun pembumbunan permukaan bedengan. Penyiangan sebaiknya dilakukan 2 – 3 hari sebelum pemupukan susulan, agar pupuk kimia yang diberikan terserap oleh tanaman kentang. Kegiatan pembumbunan bedengan
dapat merangsang
pembentukan akar baru, melindungi umbi kentang dari sinar matahari karena dapat
menimbulkan
racun
solanin,
membantu
pembesaran
umbi,
dan
memperkokoh berdirinya batang tanaman kentang (Samadi 2007). Hama dan penyakit merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang mendatangkan kerugian karena dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas kentang yang dihasilkan. Penyakit yang umumnya menyerang tanaman kentang menurut Andarwati (2011) adalah hama trip, kutu daun, lalat, orongorong, ulat, dan cacing emas (Nematoda Sista Kuning). Sementara itu, penyakit yang umumnya menyerang adalah busuk daun (Phytopthora infestans), layu bakteri (Pseudomonas), busuk umbi, dan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus yang umumnya ditemukan pada tanaman kentang menurut Sofiari (2009) adalah virus daun menggulung (PLRV) dengan gejala daunnya menggulung sampai bagian bawah daunnya terlihat. Pada tanaman kentang, virus merupakan kendala utama karena kentang pada umumnya diperbanyak secara vegetatif, sehingga virus sering kali terbawa oleh bibit. Semakin sering bibit digunakan, maka akumulasi virus akan semakin banyak. Virus pada tanaman kentang selain dibawa oleh bibit juga dapat ditularkan oleh vektor dan secara mekanik (Hooker 1982). Mutu umbi kentang dapat menurun, apabila penanganan panen tidak dilakukan dengan teknik yang benar. Pada dasarnya penanganan panen yang benar memperhatikan dua hal pokok, yaitu umur tanaman dan teknik memanen. Mutu umbi akan rendah bila dipanen pada umur yang kurang sesuai. Jika dipanen terlalu muda, umbi kentang yang diperoleh ukurannya belum optimal dan umbi kentang masih mengandung racun solanin yang cukup tinggi dan dapat membahayakan kesehatan konsumen. Sebaliknya, umbi kentang yang dipanen terlalu tua, umumnya sudah mengeras dan retak-retak, sehingga kurang enak apabila
15
dikonsumsi. Kentang varietas Granola dapat dipanen pada umur 80 – 90 hari dan kentang varietas Atlantic dapat dipanen pada umur 90 – 105 hari (Samadi 2007). 2.3. Kajian Penelitian Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani memberikan manfaat bagi petani. Apriyanto (2005), Hakim (2002), Erika (1999), dan Rivai (1982) menganalisis usahatani dengan melihat dari sisi pendapatan usahatani yang dihitung berdasarkan hasil penerimaan total dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan. Kemudian, dalam mengetahui tingkat kelayakan usahatani menggunakan analisis R/C rasio. Hakim (2002) membandingkan diversifikasi usaha agribisnis kentang sayur dengan kentang olahan dalam satu perusahaan dan menunjukkan bahwa usahatani kentang olahan keuntungannya lebih tinggi daripada kentang sayur dengan selisih sebesar Rp 5.450.600,00 per musim tanam per hektar. Begitupun dengan nilai R/C yang diperoleh kentang olahan lebih besar 0,06 daripada kentang sayur. Walaupun dilakukan dalam satu perusahaan, selisih nilai R/C tersebut relatif tidak berbeda signifikan antara kentang olahan dengan kentang sayur. Hal tersebut dikarenakan harga jual kentang olahan telah ditetapkan berdasarkan kontrak dengan PT Indofood Fritolay Makmur yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga kentang sayur di pasaran. Berdasarkan penelitian Erika 1999, besarnya luas lahan kentang mempengaruhi pendapatan petani responden. Semakin besar luas lahan yang digunakan, maka pendapatannya pun semakin besar. Berdasarkan nilai R/C, usahatani luas lebih efisien daripada usahtani sedang dan usahatani sempit. Walaupun demikian, nilai R/C diperoleh untuk usahatani sempit, sedang, dan luas masing-masing besarnya lebih besar dari satu, sehingga usahatani kentang layak untuk diusahakan dalam berbagai ukuran luas lahan. Status lahan yang digunakan petani kentang juga turut mempengaruhi pendapatan dan nilai R/C yang diperoleh (Apriyanto 2005). Pendapatan petani status lahan milik lebih rendah dibandingkan dengan petani status lahan sewa. Hal tersebut dikarenakan petani status lahan milik sendiri kurang maksimal dalam mengelola usahatani kentang. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan tenaga kerja dalam keluarga petani status lahan milik lebih sedikit dibandingkan petani dengan
16
status lahan sewa, sehingga pengelolaan usahatani kentang menjadi kurang efektif karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga kurang memiliki keterampilan Status lahan sewa memiliki R/C rasio yang lebih besar dari satu, sementara penguasaan lahan milik pribadi memiliki R/C kurang dari satu. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan petani dengan status lahan milik menggunakan input yang lebih besar dibandingkan petani dengan status lahan sewa. 2.4. Kajian Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Model fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan model digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Hal ini dikarenakan nilai koefisien regresi yang terdapat pada model tersebut mempresentasikan elastisitas dari setiap faktor produksi yang digunakan sehingga lebih mudah dalam mempresentasikan pengaruhnya pada output atau hasil produksi (Nurmala 2011, Siregar 2011, Damanah 2008, dan Suryana 2007). Penggunaan model fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Peranan dari peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah tidak bebas (Y) dapat diketahui dengan menggunakan uji F, sedangkan untuk menguji peranan peubah bebas secara tersendiri dengan menganggap peubah lainnya tetap (ceteris paribus) digunakan uji t (Rivai 1982, Pratiwi 2011, dan Puspitasari 2011). Kelayakan model tersebut diuji berdasarkan asumsi OLS yang meliputi uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji otokorelasi (Pratiwi 2011 dan Puspitasari 2011) Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani kentang yaitu luas lahan, bibit, kandang, pupuk kimia, fungisida, insektisida, dan tenaga kerja (Erika 1999). Namun, Andarwati (2011) menguraikan penggunaan pupuk kimia berdasarkan unsur yang terkandung pada pupuk kimia. Sementara itu, Rivai (1982) menggunakan variabel dummy keadaan lahan dan musim tanam untuk mempertajam analisis faktor produksi yang mempengaruhi produksi kentang. Penggunaan faktor produksi di setiap lokasi, waktu, maupun lingkup penelitian mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi kentang. Hal tersebut dapat dilihat dari faktor produksi kentang di Kabupaten Karo yang terdiri dari luas lahan, bibit, pupuk kimia, pupuk kandang, fungisida, insektisida, dan
17
tenaga kerja. Namun, dari ketujuh faktor tersebut yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi kentang adalah fungisida, insektisida, tenaga kerja, dan luas lahan (Erika 1999). Hal yang sama juga dilakukan oleh Andarwati (2011) di Dataran Tinggi Dieng yang menjadi salah satu sentra kentang nasional, faktor produksi yang digunakan adalah benih, pupuk organik, unsur N, unsur P, unsur K, unsur S, fungisida, insektisida, dan tenaga kerja. Namun, dari kesembilan faktor produksi tersebut hanya benih dan pupuk organik yang secara nyata dapat meningkatkan produktivitas kentang. Hal tersebu dikarenakan kedua faktor produksi tersebut masih di bawah dosis anjuran yang disarankan, sehingga penambahan kedua faktor tersebut masih memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas. 2.5. Kajian Penelitian Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming) Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan salah satu bentuk relasi kemitraan yang ada. Sistem pertanian kontrak adalah sistem produksi dan pemasaran berskala menengah dimana terjadi pembagian beban risiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani dimana hal ini dilakukan dengan tujuan mengurangi biaya transaksi (Patrick et al. 2004). Patrick et al. (2004) memaparkan keikutsertaan petani yang tergabung dalam pertanian kontrak pada kasus PT Pertani dengan menyediakan benih padi di Bali dipengaruhi oleh status kepemilikan tanah beririgasi dan keanggotan mereka dalam subak (sistem pengelolaan pengairan sawah yang dikelola kelompok di Bali). PT Pertani dapat memilih petani-petani dari daerah manapun di Bali yang memiliki kepentingan yang sama. Faktor-faktor yang berperan penting bagi petani agar memiliki akses terhadap suatu kontrak adalah peranan pekaseh (termasuk kepala desa), jarak, dan kemudahan mencapai lokasi serta pengalaman dalam bekerjasama dengan pemerintah dan agribisnis. Manfaat sistem pertanian kontrak dirasakan bagi kedua belah pihak, yaitu petani mitra dan perusahaan mitra. Manfaat yang dirasakan petani kentang dalam sistem pertanian kontrak PT Indofood Fritolay Makmur di Jawa Barat, yaitu adanya bantuan ketersediaan benih dan harga jual yang tetap sehingga petani tidak khawatir terhadap fluktuasi harga yang terjadi (Saptana et al. 2006). Sementara itu, manfaat sistem kontrak bagi perusahaan adalah ketersediaan bahan baku
18
produksi dan kualitas produksi yang dapat diperoleh secara konsisten (Iqbal 2008). Petani yang melakukan kemitraan seharusnya mempunyai pendapatan yang lebih besar daripada petani yang tidak melakukan pertanian kontrak. Hal ini dikarenakan adanya transfer informasi, teknologi, modal, atau sumberdaya lain sehingga usahatani yang dilakukan dapat lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat dilihat pada petani semangka yang melakukan kemitraan, pendapatan atas biaya total lebih besar dibandingkan dengan petani non mitra (Damayanti 2009). Hal ini disebabkan karena harga jual semangka petani mitra lebih besar dibandingkan dengan harga jual semangka petani non mitra. Keuntungan petani mitra ini juga disebabkan karena harga jual semangka petani mitra tidak terkena fluktuasi harga jual di pasaran. Selain itu, nilai R/C atas biaya total petani mitra relatif lebih besar dibandingkan petani nonmitra. Penelitian Deshinta (2006) mengenai kemitraan yang dilakukan oleh PT Sierad Produce dengan peternak ayam broiler di Kabupaten Sukabumi mengemukakan hal yang berbeda terhadap pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian tersebut menggunakan uji t dan didapat hasil bahwa kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak. Walaupun demikian, peternak memperoleh banyak manfaat dari keikutsertaan di dalam kemitraan seperti bantuan modal, bimbingan dan penyuluhan serta pemasaran hasil. Meskipun telah melakukan sistem pertanian kontrak, namun terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani yang tergabung dalam pertanian kontrak terkait dengan teknis budidaya dalam penelitian Saptana et al. (2006). Hal tersebut di antaranya, kurang tersedia bibit hortikultura berkualitas, belum tersedia paket teknologis komoditas hortikultura yang bersifat spesifik lokasi, cuaca buruk, tingginya tingkat organisme pengganggu tanaman, sistem panen dan penanganan pascapanen belum prima, sumberdaya manusia petani dan aparat (PPL) belum menguasai
sepenuhnya
teknologi
budidaya
komoditas
hortikultura,
dan
infrastruktur pertanian yang kurang memadai terutama jalan desa, jalan usahatani, dan jaringan irigasi.
19
Permasalahan sistem pertanian kontrak juga dialami pada bidang peternakan dimana banyak peternak yang belum mampu menghasilkan produk yang diinginkan perusahaan. Peternak tidak mampu mengembalikan pinjaman input dan kredit akibat kegagalan produksi, deduksi finansial atau tidak adanya jaminan harga dari pihak industri pengolahan dan tidak jarang melanggar kontrak dengan menjual hasil produksi pada pesaing perusahaan sponsor. Selain itu, pertanian kontrak lebih berminat terhadap peternak berskala besar sehingga dengan demikian peternak kecil kurang dilibatkan dalam prosis pengembangan lebih lanjut. Pada posisi perusahaan, perusahaan sulit mempertahankan dan mengawasi kualitas peterrnak karna jumlah peternak kecil yang beigtu banyak, sehingga kehadiran dari lembaga-lembaga pelengkap sangat penting sebagai mediasi antara peternak dengan perusahaan (Daryanto 2012). Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Patrick et al. (2004) yang tidak menemukan bukti-bukti adanya ketentuan kontrak yang merugikan. Hal tersebut dikarenakan kontrak merupakan bentuk utama dari diversifikasi untuk petani kecil karena risiko dari rendahnya produksi dan risiko harga ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan memberikan pedoman untuk produksi dan kemungkinan sangat kecil bagi petani kontrak untuk dapat dengan mudah memperoleh tingkat keahlian yang diperlukan tanpa ikut serta dalam kontrak. 2.6. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini memiliki kesamaan dengan beberapa penelitian terdahulu dalam hal komoditas yang diteliti dan metode penelitian yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, sehingga penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi pada penelitian yang dilakukan. Sementara itu, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan varietas kentang yang digunakan pada penelitian ini, yaitu varietas Granola dan Atlantic yang belum pernah dianalisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedua varietas itu secara bersamaan. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
20