PENDUGAAN NILAI KOMPONEN NERACA ENERGI DI KANOPI HUTAN TANAMAN AGATHIS LORANTHIFOLIA DENGAN MENGGUNAKAN SATELIT OPTIK (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)
TRIA RAKHDIANA YUDIANSYAH
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENDUGAAN NILAI KOMPONEN NERACA ENERGI DI KANOPI HUTAN TANAMAN AGATHIS LORANTHIFOLIA DENGAN MENGGUNAKAN SATELIT OPTIK (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)
TRIA RAKHDIANA YUDIANSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK TRIA RAKHDIANA Y. Pendugaan Nilai Komponen Neraca Energi Di Kanopi Hutan Tanaman Agathis loranthifolia Dengan Menggunakan Satelit Optik (Studi Kasus Hutan Gunung Walat Sukabumi). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO.
Proses penyerapan, pemantulan dan penerusan radiasi pada areal tanaman akan menyebabkan terjadinya perubahan spektrum dari radiasi matahari di puncak, tengah dan dasar tajuk (June, 1993). Selanjutnya Odum (1970) mengemukakan bahwa banyak tanaman yang tumbuh di bawah naungan tanaman lain dimana akan terjadi adanya kualitas spektrum berbeda dengan radiasi surya langsung, sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah radiasi yang diterima oleh permukaan daun dibandingkan dengan daun tersebut menerima radiasi surya langsung. Keadaan ini mempunyai implikasi yang penting untuk tanaman-tanaman yang tumbuh di bawah kanopi tebal seperti : tanaman–tanaman di dasar hutan. Penelitian ini mencoba menerapkan tehnik penginderaan jauh satelit dan menggabungkannya dengan pengambilan data di lapangan yang telah diolah sebelumnya dengan menggunakan software GLA (Gap Light Analyzer) untuk pendugaan nilai radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tanaman. Nilai radiasi netto yang diterima oleh kanopi hutan wilayah kajian sebesar 51 Wm-2, nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh kanopi hutan wilayah kajian sebesar 48 Wm-2. Nilai kisaran hasil perhitungan radiasi yang ditransmisikan dengan menggunakan perangkat lunak GLA adalah sebesar 19% dari radiasi gelombang pendek yang datang. Nilai ini merupakan radiasi langsung yang masuk ke dalam tajuk hutan tanpa terhalang oleh tutupan kanopi. Penentuan nilai radiasi yang ditransmisikan sangat dipengaruhi oleh kualitas foto sehingga diperlukan penggunaan kamera digital yang memiliki lensa dengan ketajaman yang cukup tinggi.
Kata Kunci : Radiasi, Neraca Energi, Gap Light Analyzer
ABSTRACT TRIA RAKHDIANA Y. Value Estimation of Energy Balance Components In Agathis loranthifolia Plantation Forest Canopy Using Satellite Optics (Case Study of Mount Forest Walat Sukabumi). Supervised by IDUNG RISDIYANTO.
The process of absorption, reflection and transmission of radiation at the plant area will cause changes in the spectrum of solar radiation at the top, middle and bottom canopy (June, 1993). Next Odum (1970) suggests that many plants that grow in the shade of other plants which will be the quality of different spectral direct solar radiation, which causes a reduction in the amount of radiation received by the leaf surface compared with those leaves receiving direct solar radiation. This situation has important implications for the plants that grow beneath a thick canopy such as: the plants in the forest floor. This study tries to apply satellite remote sensing techniques and combined with the capture of field data have been processed before by using GLA software (Gap Light Analyzer) to estimate the value of the transmitted radiation by the canopy of plants. Value of net radiation received by the canopy of the forest areas of 51 Wm-2, the value of short-wave radiation reflected by the canopy of the forest areas of 48 Wm-2. The value range of the transmitted radiation calculations using GLA software is for 19% of short-wave radiation coming. This value is the direct radiation into the forest canopy with no obstructed by canopy cover. Determining the value of the transmitted radiation is strongly influenced by the quality of the image so that the required use of digital cameras that have lenses with a high acuity.
Keywords: Radiation, Energy Balance, Gap Light Analyzer
KATA PENGANTAR Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendugaan Nilai Komponen Neraca Energi di Kanopi Hutan Tanaman Agathis loranthifolia Dengan Menggunakan Satelit Optik (Studi Kasus Hutan Gunung Walat Sukabumi)” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains pada departemen Geofisika dan Meteorologi. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Idung Risdiyanto S.Si, M.Sc IT selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 2. Kang Getsa, Robert, dan mas Yanto yang telah sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Rekan – rekan GFM yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan terutama kulu, manto, yudi, bonang, latip, ade dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu disini. 4. Rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada keluarga penulis yang telah memberikan dukungannya baik moril maupun materil yang tidak dapat terbalaskan dengan apapun. Penulis menyadari dalam karya ilmiah ini belum sepenuhnya sempurna sehingga diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2010
Penulis
i
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang dilahirkan di Banjar pada tanggal 24 Maret 1985 dari pasangan Yudi Yudistira dan Isye Setiawati. Penulis lulus pendidikan formal di SDN 03 Banjar pada tahun 1997. Tahun 1997-2000, penulis melanjutkan studi di SLTPN 01 Banjar dan SMA Negeri 01 Banjar pada tahun 2000-2003. Tahun 2003 penulis berhasil masuk ke IPB melalui jalur PMDK. Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan Himpunan Mahasiswa Profesi Geofisika dan Meteorologi (HIMAGRETO).
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL................................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................
vi
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .....................................................................................................
1
1.2
Tujuan Penelitian..................................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Neraca Energi.......................................................................................................
1
2.2
Radiasi Surya Hutan.............................................................................................
2
2.3
Albedo ..................................................................................................................
3
2.4
Teknik Penginderaan Jauh....................................................................................
3
2.5
Citra Satelit Landsat .............................................................................................
3
III.METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat ...............................................................................................
6
3.2
Alat dan bahan .....................................................................................................
6
3.3
Metode Penelitian.................................................................................................
6
3.3.1
Pengolahan Awal Data Citra Satelit .......................................................
6
3.3.2
Klasifikasi Penutupan Lahan..................................................................
6
3.3.3
Estimasi Suhu Permukaan ......................................................................
6
3.3.4
Neraca Energi Permukaan ......................................................................
7
3.3.5
Interaksi Radiasi Dengan Kanopi...........................................................
8
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kondisi Geografis Daerah Kajian ........................................................................
11
4.2
Klasifikasi Penutupan Lahan................................................................................
12
4.3
Suhu Permukaan Wilayah Kajian.........................................................................
12
4.4
Albedo ..................................................................................................................
12
4.5
Radiasi Netto ........................................................................................................
13
4.6
Interaksi Radiasi Dengan Kanopi.........................................................................
13
4.6.1
Rekfleksivitas.........................................................................................
13
4.6.2
Transmisivitas dan Absorbsi ..................................................................
13
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
14
iii
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Diagram alir pengolahan data foto menggunakan GLA...............................................
9
2.
Diagram alir penelitian.................................................................................................
10
3.
Peta penutupan lahan wilayah gunung walat tahun 2007.............................................
11
4.
Diagram persentase refleksivitas, absorbsi dan transmisivitas radiasi .........................
14
iv
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Nilai albedo hasil pengukuran lapangan untuk berbagai penutupan lahan...................
3
2.
Daftar penelitian dengan pendekatan remote sensing ..................................................
4
3.
Karakteristik Kanal Citra Landsat (ETM+)..................................................................
5
4.
Nilai solar spectral irradiance.....................................................................................
8
5.
Parameter perhitungan albedo ......................................................................................
8
6.
Luas wilayah masing-masing penutupan lahan...........................................................
12
7.
Kisaran suhu permukaan ..............................................................................................
12
8.
Kisaran nilai albedo......................................................................................................
13
9.
Nilai komponen radiasi netto .......................................................................................
13
10.
Nilai sifat optikal kanopi ..............................................................................................
14
v
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
Peta sebaran suhu permukaan wilayah gunung walat tahun 2007................................
17
2.
Peta sebaran albedo wilayah gunung walat tahun 2007 ...............................................
18
3.
Peta sebaran radiasi pantul wilayah gunung walat tahun 2007 ....................................
19
4.
Peta sebaran radiasi gelombang panjang wilayah gunung walat tahun 2007 ...............
20
5.
Peta sebaran radiasi netto wilayah gunung walat tahun 2007 ......................................
21
6.
Sebaran titik pengambilan data foto di wilayah kajian tahun 2007..............................
22
7.
Tampilan software GLA tahun 2007............................................................................
23
vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetimbangan radiasi pada vegetasi hutan adalah ρ + τ + α = 1, di mana α adalah proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun, ρ adalah proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang direfleksikan oleh unit indeks luas daun atau kanopi, dan τ adalah proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang ditransmisikan oleh unit indeks luas daun. Besarnya transmisi dan refleksi radiasi surya pada kanopi hutan bergantung pada sudut datang radiasi surya, karakter tegakan pohon, karakter permukaan tanah, dan arsitektur tegakan. Proses penyerapan, pemantulan dan penerusan radiasi pada areal tanaman akan menyebabkan terjadinya perubahan spektrum dari radiasi matahari di puncak, tengah dan dasar tajuk (June, 1993). Selanjutnya Odum (1970) mengemukakan bahwa banyak tanaman yang tumbuh di bawah naungan tanaman lain di mana akan terjadi adanya kualitas spektrum berbeda dengan radiasi surya langsung, sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah radiasi yang diterima oleh permukaan daun dibandingkan dengan daun tersebut menerima radiasi surya langsung. Keadaan ini mempunyai implikasi yang penting untuk tanaman-tanaman yang tumbuh di bawah kanopi tebal seperti: tanaman-tanaman di dasar hutan. Pengukuran radiasi surya yang sampai di permukaan bumi dapat dilakukan secara langsung di lapangan dengan menggunakan berbagai macam alat ukur radiasi surya, seperti misalnya: solarimeter, radiometer sonde, dan lain sebagainya. Cara tersebut mudah dilakukan dalam cakupan area kajian yang tidak terlalu luas, akan tetapi lain halnya apabila dilakukan pada daerah kajian yang memiliki cakupan area yang cukup luas, seperti pada hutan misalnya. Teknik penginderaan jauh memberikan harapan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selain menghemat biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam pengukuran langsung di lapangan, teknik penginderaan jauh juga dapat menyediakan data yang relatif cepat, mudah dan berkelanjutan serta meliputi areal kajian yang luas. Penelitian ini menggunakan teknik penginderaan jauh yang digabungkan dengan pengambilan data di lapangan yang kemudian dianalisis menggunakan software GLA (Gap Light Analyzer) untuk pendugaan nilai radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tanaman.
1.2. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah : • Menduga nilai komponen radiasi pada kanopi hutan Agathis loranthifolia • Menduga nilai radiasi yang ditransmisikan menggunakan citra satelit Landsat ETM+ dan perangkat lunak Gap Light Analyzer (GLA).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Neraca Energi Radiasi netto merupakan selisih antara gelombang pendek dan gelombang panjang yang datang ke permukaan bumi dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang keluar (hilang) dari permukaan bumi. Secara umum neraca energi ditulis sebagai berikut : Rn = Rs in + Rl in – Rs out – Rl out
(1)
Keterangan : Rn : radiasi netto (Wm-2) Rs in : radiasi gelombang pendek yang datang (+ ) (Wm-2) Rl in : radiasi gelombang panjang yang datang (+ ) (Wm-2) Rs out : radiasi gelombang pendek yang keluar (- ) (Wm-2) Rl out : radiasi gelombang panjang yang keluar (- ) (Wm-2) Hukum pergeseran Wien menjelaskan bahwa panjang gelombang suatu benda pada pancaran maksimumnya berbanding terbalik dengan suhu mutlak permukaan tersebut.
λmaks =
2987 Ts
(2)
Keterangan : λmaks : panjang gelombang pada pancaran maksimum (µm) Ts : suhu mutlak permukaan (K) Berdasarkan hukum pergeseran Wien, radiasi matahari pada pancaran maksimum mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih pendek dibandingkan dengan radiasi bumi atau benda langit lainnya. Suhu mutlak permukaan matahari yang relatif tinggi (6000 K) daripada suhu mutlak permukaan bumi (300 K) menyebabkan panjang gelombang radiasi matahari lebih pendek daripada radiasi bumi. Pada persamaan (1) radiasi gelombang
1
pendek merupakan radiasi matahari dan radiasi gelombang panjang merupakan radiasi bumi. Radiasi surya yang datang sebagian akan dipantulkan oleh permukaan (refleksi), sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sisanya akan diteruskan (emisi). Rasio antara radiasi gelombang pendek (radiasi surya) yang dipantulkan permukaan dengan radiasi gelombang pendek yang datang disebut albedo permukaan tersebut. α = Rs out / Rs in
(3)
Keterangan : α : albedo Rs out : radiasi gelombang pendek yang keluar (dipantulkan) (Wm-2) Rs in : radiasi gelombang pendek yang datang (Wm-2) Pada radiasi gelombang panjang, sulit untuk dibedakan antara radiasi yang dipantulkan oleh permukaan dengan radiasi yang dipancarkan oleh permukaan tersebut. Hal ini dikarenakan permukaan juga memancarkan radiasi gelombang panjang. Hukum Stefan-Blotzman menyatakan bahwa setiap benda yang suhu permukaannya lebih dari 0 K (-273 oC) memancarkan radiasi yang besarnya berbanding lurus dengan pangkat empat suhu permukaannya (Handoko, 1993). Jadi radiasi bumi (radiasi gelombang panjang yang keluar) dituliskan sebagai berikut : Rl out = εs . σ . Ts4
(4)
Keterangan : Rl out : radiasi gelombang panjang yang keluar (Wm-2) εs : emisivitas permukaan σ : tetapan Stefan-Blotzman (5,67.10-8 Wm-2 K-4) Ts : suhu permukaan (K) Berdasarkan persamaan (3) dan (4) maka neraca energi dapat dituliskan sebagai berikut (Laymon & Quattrochi, 2000) : Rn = (1- α) Rs + Rl - εs . σ . Ts4
(5)
Radiasi netto bernilai negatif pada malam hari. Hal ini dikarenakan radiasi surya pada malam hari bernilai nol (Handoko, 1993). Jumlah radiasi netto yang diterima oleh suatu permukaan digunakan untuk memanaskan udara (H), memanaskan tanah atau lautan (G), penguapan atau evapotranspirasi (λE) dan
sisanya digunakan untuk fotosintesis (P) serta proses metabolisme makhluk hidup lainnya sangat kecil (sekitar 5%) sehingga besarnya energi untuk fotosintesis dapat diabaikan (Handoko, 1993 ; Khomarudin, 2005). Rn = H ± G ± λE ± ∆P
(6)
Keterangan : Rn : Radiasi Netto (Wm-2) H : Fluks Bahang Terasa (Sensible Heat Flux) (Wm-2) G : Fluks Bahang Tanah (Soil Heat Flux) (Wm-2) λE : Fluks Bahang Penguapan (Latent Heat Flux) (Wm-2) ∆P : fotosintesis (Wm-2) 2.2. Radiasi Surya Hutan Menurut Handoko (1993), permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K akan memancarkan radiasi sebesar 73,5 juta Wm-2 . Radiasi surya yang sampai pada puncak atmosfer tegak lurus terhadap sinar surya adalah 1.35 kWm2 dan disebut tetapan surya (Rosenberg, 1974). Selanjutnya Monteith (1972) memperkirakan besarnya radiasi yang mencapai permukaan tropik pada tengah hari berkisar antara 0.70-1.00 kWm2. Matahari dapat memancarkan radiasi gelombang pendek sedangkan benda di alam yang mempunyai suhu permukaan lebih besar dari 0 Kelvin (atau -273 oC) dapat memancarkan radiasi gelombang panjang yang nilainya berbanding lurus dengan pangkat empat suhu permukaan benda tersebut (Hukum Stefan-Bolzman). Sebagian dari radiasi matahari akan diserap dan dipancarkan lagi dengan gelombang panjang. Hal tersebut menyebabkan adanya neraca energi. Selisih antara gelombang pendek dan gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang hilang disebut radiasi netto. Sebagian dari radiasi gelombang pendek ada yang dipantulkan dan ada juga yang diserap atau diteruskan. Seberapa besar energi pantulannya tergantung pada albedo (α) permukaannya. Radiasi surya yang sampai di permukaan kanopi tanaman ± 85% akan diserap dan kurang dari 10% akan dipantulkan. Sedangkan bagian yang tidak diintersepsi akan diteruskan atau ditransmisikan ke bagian bawah kanopi sebesar 5%. Penerimaan radiasi surya pada areal vegetasi hutan berkaitan erat dengan
2
pengaruh perubahan musim serta tingkat keragaman jenis vegetasi hutan tersebut. Dalam suatu vegetasi, bila indeks pantulan yang terjadi adalah (ρ), indeks transmisi (τ), dan indeks absorbsi (α), maka keseimbangan radiasi yang terjadi adalah sebagai berikut (Impron, 1999) : ρ + τ + α = 100%
(7)
2.3. Albedo Albedo yaitu nisbah antara radiasi pantulan dan radiasi datang (Risdiyanto & Rini, 1999). Nilai albedo untuk vegetasi sangat beragam . Keragaman nilai albedo pada vegetasi tersebut dapat disebabkan oleh tipe vegetasi, warna vegetasi, geometri kanopi, kandungan kelembaban, persen permukaan yang tertutup oleh vegetasi, ukuran dan luas daun, dan tahap (fase) pertumbuhan tanaman. Selain itu, nilai albedo juga sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut datang matahari dan panjang gelombang (Geiger et al., 1961). Nilai Albedo berbeda-beda untuk permukaan yang berbeda. Berikut adalah tabel nilai albedo hasil pengukuran lapangan untuk beberapa penutupan lahan: Tabel 1. Nilai Albedo hasil pengukuran lapangan untuk berbagai penutupan lahan Surface Albedo Soil 0.05 - 0.40 Sand 0.18 - 0.25 Grass 0.16 - 0.26 Agriculture crops 0.18 - 0.25 Tundra 0.18 - 0.25 Diciduous Forest 0.15 – 0.20 Coniferous forest 0.05 – 0.15 Water 0.10 – 1.00 Snow 0.40 – 0.95 Bare cement plaster 0.10 – 0.35 Sumber : Oke (1998) dalam Sinaga (2009)
2.4. Teknik Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (inderaja) atau remote sensing didefinisikan sebagai teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat objek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara fisik tidak bersinggungan langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji (American Society of photogrammetry, 1983 dalam Feliggi, 2007) Menurut Barus (2000), ciri utama penginderaan jauh adalah kemampuannya
menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam jumlah yang relatif besar. Data penginderaan jauh biasanya dalam bentuk suatu gambar (image) yang menggambarkan suatu obyek atau fenomena, contohnya : foto udara, citra satelit. Estimasi dan pengukuran berbasis data satelit dapat diartikan sebagai pengukuran energi yang dipantulkan dan atau diemisikan oleh material permukaan seperti vegetasi, batuan dan air pada kisaran panjang gelombang tertentu dalam spektrum elektromagnetik (Stefanov & Netzband, 2004). Satelit menerima spektrum elektromagnetik ini dalam beberapa kanal sesuai karakteristik satelit tersebut. Setiap satelit mempunyai jumlah kanal dan kisaran panjang gelombang yang berbeda-beda. Menurut fungsinya satelit inderaja dibedakan menjadi satelit sumber alam dan satelit lingkungan-cuaca. Satelit yang termasuk sumber alam diantaranya adalah SPOT dan LANDSAT, sedangkan satelit lingkungan dan cuaca diantaranya METEOR dan COSMOS (USSER), TIROS-N dan NOAA-N(USA). Metode remote sensing telah banyak digunakan dalam berbagai bidang keilmuan. Berikut adalah beberapa penelitian dengan menggunakan pendekatan remote sensing yang disajikan dalam tabel berikut. 2.5. Citra Satelit Landsat Satelit Landsat merupakan satelit yang digunakan untuk memantau sumber daya yang ada di bumi. Satelit ini merupakan hasil kerja sama antara National Aeronautics and Space Administration (NASA) dengan Department of Interior United State pada pertengahan tahun 1960-an. Landsat sebelumnya bernama Earth Resources Technology Satellite (ERTS1) yang diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 dengan tujuan memberikan gambaran secara menyeluruh tentang permukaan bumi. Satelit Landsat melewati daerah yang sama setiap 16 hari sekali dengan waktu 103 menit untuk melakukan satu putaran mengelilingi bumi serta memiliki ketinggian orbit pada 705 km. Orbit Landsat melalui 9° Kutub Selatan dan Kutub Utara. Satelit Landsat 7 diluncurkan dari Vandenburg Air Force Base pada tanggal 15 April 1999 dengan wahana Delta II. Satelit mengorbit pada ketinggian 705 km, sun synchronous, dan memetakan bumi dengan siklus pengulangan 16 hari sekali. Sensornya merupakan instrumen “single nadir-pointing”, disebut Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+). Komunikasi
3
melalui S-Band digunakan untuk mengendalikan satelit dan X-Band digunakan untuk data downlink. Meskipun orbit satelit Landsat 7 melewati tempat yang sama setiap 16 hari pada waktu yang sama, perubahan elevasi matahari dapat menyebabkan variasi iluminasi sehingga mempengaruhi citra yang diperoleh. Perubahan ini terutama disebabkan oleh perubahan musiman posisi utara-selatan matahari relatif terhadap bumi. Sistem Landsat-7 dirancang untuk bekerja 7 band atau kanal energi pantulan (band 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8) dan satu band energi emisi (band 6). Sensor ETM+ bekerja pada 3 resolusi, yaitu 30 meter untuk band 1-5, dan 7; 60 meter untuk band 6; dan 15 meter untuk band
8. Data ETM+ yang dikalibrasi dengan baik dapat diolah untuk mengubah energi surya yang dikumpulkan oleh sensor menjadi nilai radiance. Radiance (radiansi) adalah flux energi (terutama dalam bentuk energi irradian atau energi datang) tiap sudut energi yang meninggalkan satu unit luasan permukaan pada arah tertentu. Radiansi berhubungan dengan kecerahan (brightness) pada arah tertentu menuju sensor, dan sering dirancukan dengan reflektansi (reflectance), yang merupakan rasio energi yang dipantulkan dengan energi datang. Sementara radiansi merupakan energi yang diukur oleh sensor dan agak dipengaruhi oleh reflektansi.
Tabel 2. Beberapa daftar penelitian dengan pendekatan remote sensing Peneliti Judul/tema Metode Spatially distributed watershed Menduga Ts dan menurunakan nilai indeks mapping and modelling : Assefa M vegetasi yang digunakan untuk thermal mapsand and Melesse et al membedakan kelas penutup lahan dan vegetation indices to enhanced menggambarkan lapisan antara lahan basah (2003) land cover and surface dan tubuh air. microclimate. Mengkaji hubungan antara perubahan Erna Sri Kajian perubahan distribusi penutup lahan terhadap perubahan Adiningsih et spasial suhu udara akibat distribusi suhu udara permukaan dengan al (2001) perubahan penutup lahan. menurunkan dari citra satelit Landsat dan data suhu dari 6 stasiun meteorologi. Pendugaan suhu udara dan fluks bahang terasa dengan Menduga besarnya nilai Fluks Bahang Tri Wahyudi metode diffusitas thermal Terasa dalam kaitannya dengan perbedaan (2005) menggunakan citra satelit suhu udara pada masing-masing Landsat (studi kasus penggunaan lahan. Kabupaten Gresik). Noor Laily Adhyani (2005)
Hubungan penggunaan lahan terhadap suhu udara sebagai indikator kenyamanan Kota Cibinong.
Menduga suhu udara dan kelembaban udara dengan estimasi suhu permukaan dari data citra Landsat dan mnegtahui karakter suhu udara dibeberapa penggunaan lahan.
Erwin Hermawan (2005)
Analisis perubahan komponen neraca energi permukaan, distribusi urban heat islan (UHI) dan THI (Temperature Humidity Index) akibat perubahan penutup lahan dengan menggunakan citra Landsat TM/ETM+ (studi kasus Bandung Tahun 1991 dan 2001)
Mengestimasi suhu permukaan, komponen neraca energi, suhu udara, kelembaban dan THI dengan menggunakan citra Landsat TM/ETM+ dan menganalisis pengaruh perubahan penutup lahan terhadap distribusi neraca energi serta implikasinya terhadap Urban Heat Island dan tingkat kenyamanan di daerah Bandung Tahun 1991 dan 2001.
Sumber : TEEAL - IPB
4
Tabel 3. Karakteristik Spektral Kanal Pada Citra Landsat Enchanched Thematic Mapper (ETM+) Kanal Wavelength Warna Resolusi Karakterisktik (µm) (m) 1 0.45-0.52 Biru-hijau 30 Untuk peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. 2
0.52-0.60
Hijau
30
Untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil. Merupakan saluran untuk memisahkan vegetasi, berada pada salah satu bagian penyerapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakkan vegetasi dan bukan vegetasi. Digunakan untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk pemetaan garis pantai
3
0.63-0.69
Merah
30
4
0.76-0.90
Infra merah dekat
30
5
1.55-1.75
Infra merah tengah I
30
6
10.40-12.5
Termal infra merah
60
7
2.08-2.35
Infra merah tengah II
30
Merupakan saluran penting untuk menentukan jenis vegetasi, kondisi kelembaban tanah, kandungan air pada tanaman, dan penetrasi awan tipis. Digunakan untuk pemetaan termal dan merupakan saluran inframerah termal yang bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas. Untuk pemisah formasi batuan.
8
0.5-0.9
Pankromatik
15
Digunakan untuk pemetaan planimetrik.
Sumber : Lillesand & Kiefer (1997)
5
III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Oktober 2009 di Laboratorium Meteorologi Departemen Meteorologi dan Geofisika IPB dan pengambilan data di Hutan Gunung Walat Sukabumi. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data diantaranya: 1. Perangkat lunak Er Mapper 7. 2.
Perangkat lunak GLA (Gap Light Analyzer).
3.
Perangkat lunak Arc View GIS 3.3.
4.
Perangkat lunak Ms. Office 2007.
5.
Seperangkat komputer dan printer.
6.
Kamera digital.
7.
GPS (Global Positioning System)
Bahan – bahan yang digunakan antara lain : 1.
Data citra Landsat 5 Path/Row 122/065, tanggal akuisisi 26 September 2007 (sumber : BTICBIOTROP)
2.
Peta administrasi Jawa-Barat (sumber : Bakosurtanal)
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pengolahan Awal Data Citra Satelit Pemrosesan awal citra satelit dilakukan sebelum analisis spasial dan atribut, yaitu untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari suatu data citra. Proses pengolahan data citra satelit diawali dengan koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan dengan tujuan untuk mengoreksi kesalahan yang disebabkan oleh pengaruh detektor satelit atau karena pengaruh gangguan atmosfer (Jensen, 1986), sedangkan koreksi geometrik digunakan untuk menyetarakan posisi (koordinat) dari citra Landsat dengan peta topografi (Danoedoro, 1996). Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan analisis titik control medan (ground control point / GCP) yang dapat dikenali pada citra satelit dan peta acuan (Lillesand & Kiefer,1997). Syarat penentuan GCP antara lain tersebar merata di seluruh citra dan relatif permanen dalam kurun waktu
pendek. Tahap selanjutnya adalah croping citra sesuai dengan daerah yang dikaji. 3.3.2. Klasifikasi Penutup Lahan Pada penelitian ini, proses klasifikasi penutup lahan menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Pada prinsipnya, teknik klasifikasi adalah pengunaan informasi spektral atau menggunakan informasi spasial dari suatu citra dalam rangka membagi citra menjadi beberapa kelas yang berbeda dan mempunyai arti terhadap obyeknya (Dewanti & M. Dimyati, 1998). Sistem pengklasifikasian ini lebih banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel dan membaginya ke sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai DN (Digital Number) pada citra. Sistem klasifikasi tak terbimbing ini digunakan terutama untuk kenampakan liputan lahan yang sangat kompleks, yang sulit dibedakan bila diklasifikasikan dengan metode klasifikasi terbimbing (Dewanti & M.Dimyati, 1998). Metode ini sangat bermanfaat dan efisien dalam menyajikan ruang yang relatif homogen. Metode klasifikasi ini menggunakan band 1, 2 dan 3. Penggunaan band tersebut berdasarkan daerah spektrum yaitu pada band 1 dengan daerah spektrum warna biru (0.450.52µm) yang baik untuk pemetaan perairan pantai dan untuk membedakan vegetasi dan tanah, band 2 dengan daerah spektrum warna hijau (0.52-0.60µm), berguna untuk meningkatkan puncak pantulan vegetasi, penilaian kesuburan dan untuk inventarisasi tanaman. Sedangkan band 3 dengan daerah spektrum warna merah (0.63-0.69µm) yang baik untuk menampilkan jalan dan tanah kosong, untuk menunjukkan kekontrasan antara daerah bervegetasi dan non vegetasi dan untuk pemisahan spesies tumbuhan. 3.3.3. Estimasi Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. Untuk vegetasi, suhu permukaan dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan. Untuk mengestimasi suhu permukaan dari citra satelit Landsat ETM+ digunakan band 6 yang memiliki panjang gelombang 10.4012.50 µm yang juga memiliki fungsi sebagai band thermal infrared. Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai suhu permukaan adalah sebagai berikut :
6
Konversi nilai digital number ke dalam nilai spectral radiance Suhu kecerahan dihitung dengan menggunakan nilai spectral radiance yang diperoleh dari nilai digital number (USGS, 2002), persamaannya adalah : o
LMAX λ − LMIN λ QCALMAX − QCALMIN
Lλ =
x
(8)
(QCAL-QCALMIN)+LMINλ Dimana : Lλ
= Spectral radiance pada kanal ke i (Wm-2 sr-1 µm-1) QCAL = Nilai digital number kanal ke i LMIN = Nilai minimum spectral radiance kanal ke i LMAX = Nilai maksimum spectral radiance kanal ke i QCALMIN = Minimum pixel value QCALMAX= Maksimum pixel value (255) Konversi nilai spectral radiance ke dalam brightness temperature (TB) Untuk menghitung nilai suhu permukaan pada data satelit Landsat sebelumnya harus diketahui dulu nilai suhu kecerahan dengan persamaan sebagai berikut (USGS, 2002) : (9) K2
o
TB =
K ln 1 + 1 L λ
Dengan K1= 666.09 Wm-2sr-1µm-1 dan K2 = 1282.71K untuk Landsat ETM+ sedangkan untuk Landsat TM, K1= 607,76 Wm-2sr-1 µm-1 dan K2 = 1260.56K. Di dalam software Er-Mapper formula yang digunakan untuk menduga brightness temperature (TB) didasarkan pada persamaan (8) dan (9) di atas, ekspresi formulanya adalah (USGS, 2002): TB = (1282.71/log(1+K1)/(17.04/255) *i1)))-273.15 (10) Koreksi Emisivitas Untuk mendapatkan suhu permukaan dari citra Landsat ETM+, perlu dikoreksi dengan emisivitas benda melalui persamaan (Weng, 2001): o
Ts (koreksi) =
Ts λT 1+ s ∂
ln ε
(11)
Dimana : Ts = Suhu permukaan yang terkoreksi (K) λ = Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 µ m) ∂ = hc / σ (1.438 x 10-2 mK) h = Konstanta planck (6.26x10-34 Jsec) c = Kecepatan cahaya (2.998x108 m sec-1) ε = Emisivitas objek σ = Konstanta Stefan-Boltzman 3.3.4. Neraca Energi Permukaan Dari beberapa komponen neraca energi diantaranya ; albedo, radiasi netto, fluks pemanasan permukaan (G), fluks pemanasan udara (H), fluks pemanasan laten (λE), dan fluks radiasi untuk fotosintesis tumbuhan, pada penelitian ini hanya mengkaji pada komponen radiasi netto karena komponen tersebut yang dibutuhkan untuk menduga nilai radiasi yang ditransmisikan. o Radiasi gelombang pendek dan albedo Albedo adalah perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Energi yang dipantulkan oleh suatu permukaan memiliki panjang gelombang yang pendek, sehingga sensor yang digunakan untuk menghitung albedo adalah sensor yang menerima panjang gelombang pendek. Persamaan untuk menghitung albedo dari Landsat ETM+ menurut USGS (2002) adalah:
αi =
π . L λ .d 2 ESUN
λ
.Cos θ
(12)
Dimana : αi = Albedo setiap kanal Lλ = Spectral radiance tiap kanal d = Jarak astronomi matahari ke bumi ESUNλ = Rata-rata nilai solar spectral irradiance θ = Sudut zenith matahari Spectral irradiance tiap kanal diperoleh dengan persamaan sebagai berikut (Khomarudin, 2005); Kanal 1 : low gain ; Lλ = 1.176DN – 6.2 high gain ; Lλ= 0.775DN – 6.2 Kanal 2 : low gain ; Lλ = 1.205DN – 6.4 high gain; Lλ = 0.796DN – 6.4 Kanal 3 : low gain ; Lλ = 0.939DN – 5 high gain; Lλ = 0.619DN – 5
7
Penentuan low atau high dapat diperoleh dari keterangan pada data satelit Landsat ETM+, sedangkan nilai rata-rata solar spectral irradiance dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Rata-rata nilai solar spectral irradiance Kanal Wm-2µm-1 1 1969,000 2 1840,000 3 1551,000 4 1044,000 5 225,700 6 82,070 7 1368,000 Sumber: USGS (2002)
Tabel 5. Parameter perhitungan albedo Parameter Band 1 Sudut 58o32’ Elevasi Matahari Irradiasi 1969 Matahari Jarak bumi 1.03368 ke matahari Sumber : USGS (2002)
Band 2 -58o32’
Band 3 58o32’
1840
1551
1.03368
1.03368
tersebut menyatakan laju perpindahan energi (watt) yang terekam oleh sensor per m-2 luas permukaan, untuk satu steradian (sudut tiga dimensi dari sebuah titik di permukaan bumi ke sensor satelit) per unit panjang gelombang dalam satu kali pengukuran. Agar nilai energi radiasi surya hasil estimasi penginderaan jauh bisa dilakukan perhitungan lebih lanjut dengan parameter lainnya, maka harus dilakukan konversi dari Wm-2 steradian-1µm-1 menjadi satuan energi Wm-2. Untuk mengembalikan nilai menjadi radiasi yang tidak tergantung pada sifat lengkung permukaan bumi, maka nilai radiasi merupakan fungsi dari nilai irradians yang terbebas dari besaran arah. Fungsi perhitungan adalah integral terhadap dΩ yang menghasilkan persamaan berikut (Hermawan, 2005) : E = πd2
Dimana : π = 3.14 d2 = Jarak matahari dan bumi dalam satuan astronomi Radiasi Gelombang Panjang Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh permukaan bumi dapat diturunkan dari persamaan Stefan-Boltzman dimana ε = emisivitas, σ = tetapan Stefanblotzman (5.67x10-8 Wm-2 K-4) dan Ts merupakan suhu permukaan objek (K). o
Untuk mendapatkan nilai d2 perlu diketahui JD (julian day) artinya jumlah hari dalam satu tahun yang dihitung dari tanggal 1 Januari sampai tanggal akuisisi data citra satelit pada tahun yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan (USGS, 2002) :
↑
d2 = (1-0.01674.Cos(0.9856(JD-4)))2
(13)
Apabila nilai albedo dan jumlah energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan telah diestimasi dari data satelit, maka besarnya radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan dapat diperoleh dengan persamaan (USGS, 2002) :
Rs ↓ =
Rs ↑
α
(14)
Konversi Satuan Satuan energi radiasi surya yang digunakan adalah Wm-2. Satuan tersebut menggambarkan satuan radiasi surya sesaat yang direkam sensor satelit landsat dalam waktu sesaat. Namun satuan untuk total energi radiasi gelombang pendek hasil estimasi dengan penginderaan jauh masih dinyatakan dalam satuan Wm-2 steradian-1 µm-1. Satuan o
(15)
RL = εσTs
4
(16)
Radiasi gelombang panjang yang datang sangat kecil bila dibandingkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Data yang dipakai pada penelitian ini tidak memiliki penutupan awan, sehingga besarnya radiasi matahari yang diemisikan dari awan sangat kecil. Nilai radiasi gelombang panjang pada penelitian ini hanya diambil nilai radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi. 3.3.5. Interaksi Radiasi Dengan Kanopi Interaksi radiasi matahari dengan kanopi hutan terdiri dari transmisivitas kanopi, refleksivitas kanopi, dan absorbsivitas kanopi. Refleksivitas (ρ) Untuk mendapatkan besarnya nilai energi yang direfleksikan kanopi, pada penelitian ini diasumsikan bahwa nilai energi yang direfleksikan dari permukaan suatu objek
o
8
diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Dimana besarnya nilai energi radiasi yang direfleksikan ekivalen dengan energi radiasi surya gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek dalam hal ini kanopi hutan.
Registrasi Foto
Transmisivitas (τ) dan Absorbsi (α) Nilai absorbsi dapat diperoleh dari pendekatan dasar hukum kekekalan energi (Impron, 1999) :
Thresholding Foto
ρ + τ + α = 100%
Calculating
o
(17)
Pendugaan nilai transmisivitas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GLA (Gap Light Analyzer). Perangkat lunak ini mengasumsikan bahwa ketika posisi matahari terhalang oleh kanopi maka nilai radiasi langsung tidak diperhitungkan, dan ketika tidak terhalang oleh kanopi maka nilai radiasi langsung sama dengan diatas kanopi (Frazer et al., 1999). Cahaya baur dan yang dipantulkan tidak diperhitungkan oleh perangkat lunak ini. Berdasarkan asumsi diatas, GLA ini merubah warna dari sebuah foto menjadi hanya hitam dan putih saja agar dapat mengidentifikasi tiap piksel dari sebuah foto sebelum melakukan perhitungan besarnya persentase cahaya yang ditransmisikan oleh kanopi tanaman. Data yang diperlukan berupa foto berikut koordinatnya yang diambil langsung di daerah kajian. Pengambilan data foto dilakukan dengan cara mengambil foto kanopi dari lantai hutan tegak lurus ke arah kanopi. Pengambilan data foto kanopi hutan dilakukan secara random, dengan jarak tiap titik kurang lebih 30 meter. Sebaran tiap titik foto yang diambil di wilayah kajian ditampilkan pada Lampiran 6. Langkah kerja pengolahan data menggunakan perangkat lunak ini dijelaskan dalam diagram berikut ini.
Persentase radiasi transmisi Gambar 1. Diagram alir pengolahan data foto menggunakan GLA.
9
Foto Kanopi
Data Citra LANDSATTM/ETM
Koreksi Geometrik
Registrasi Foto
Tresholding Foto
Klasifikasi Penutup Lahan
Kanal 1, 2 dan 3
Spectral Radiance (Lλ)
Croping Wilayah Kajian
Albedo (α)
Kanal 6
Spectral Radiance (Lλ)
Calculating Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan
Persentase Radiasi Transmisi
Suhu Permukaan (Ts)
Radiasi gelombang pendek yang datang
Radiasi gelombang panjang yang dipantulkan.
Radiasi Transmisi Hasil GLA
Radiasi Netto (Rn)
Gambar 2. Diagram alir penelitian.
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Daerah Kajian Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPWG) seluas 359 Ha terletak di koordinat geografis 60o 53'35''- 60o 55'10'' Lintang Selatan dan 106o 47'50'' – 106o 51'30'' Bujur Timur. Secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa-Barat. Desa-desa yang terletak dan berdekatan dengan HPGW adalah Desa Batununggal dan Sekarwangi (di bagian Utara), Desa Cicantayan, Desa Cijati (di bagian Timur), Desa Hegarmanah (di bagian Selatan) dan Desa Hegarmanah (di bagian Barat). Hutan Pendidikan Gunung Walat dibagi ke dalam 3 blok yaitu: Blok Cikatomas (120 Ha) terletak di bagian Timur, blok Cimenyan (125 Ha) terletak di bagian Barat dan Blok Tengkalak/Seusepan (114 Ha) di bagian Tengah dan Selatan. Hutan Gunung Walat pada mulanya berupa lahan kosong dan sejak tahun 1951 dilakukan penanaman dengan jenis tanaman Agathis lorantifolia.
Pada tahun 1973 penutupan lahan telah mencapai 53%, dan pada tahun 1980 telah mencapai 100%. Tegakan HPGW terdiri dari Agathis lorantifolia, Pinus mercusii, Swietenia macrophylla, Dalbergia latifolia, Schima wallichii, Gliricidae sp, Altingia excelsa, Paraserianthes falcataria, Shorea sp, dan Acacia mangium. Pada Tahun 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan potensial termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Jumlah tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi hutan tanaman berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 1984 adalah sebanyak 10.855 m3 kayu Agathis lorantifolia (Damar), 9.471 m3 kayu Pinus mercusii (Pinus), 464 m3 Schima wallichii (puspa), 132 m3 Paraserianthes falcataria (sengon) dan 88 m3 kayu Swietenia macrophylla (mahoni). Tanaman Damar dan Pinus mercusii telah menghasilkan getah kopal dan getah pinus yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. (www.fahutan.ipb.ac.id/HPGW.html)
Gambar 3. Peta penutupan lahan wilayah Gunung Walat tahun 2007.
11
4.2. Klasifikasi Penutupan Lahan Hasil klasifikasi penutupan lahan untuk wilayah kajian dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: • Vegetasi yang terdiri dari hutan dan ladang/semak belukar; • Non vegetasi yang terdiri dari lahan terbangun (pemukiman penduduk) dan lahan terbuka. Dari hasil klasifikasi citra, badan air tidak terklasifikasikan dikarenakan pada daerah kajian memang tidak terdapat daerah genangan air yang luas. Berdasarkan hasil klasifikasi ini, wilayah kajian difokuskan pada tipe penutup lahan hutan khususnya wilayah gunung walat, yaitu seluas 359 Ha dari luas total keseluruhan 2874,6 Ha seperti ditampilkan pada Gambar 3. Luas masingmasing tipe penutupan lahan disajikan pada Tabel 6. Luasan tersebut tidak sepenuhnya menunjukkan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hasil luasan pada masing-masing penutup lahan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan perhitungan seperti faktor error secara spasial ketika proses klasifikasi penutup lahan sehingga perlu dilakukan ground check ke lapangan. Tabel 6. Luas penutupan lahan
wilayah
Penutup Lahan
masing-masing
Luas Wilayah (ha)
Hutan
2874,6
Ladang/semak belukar
5180,9
Pemukiman dan lahan terbuka
4668,4
4.3. Suhu Permukaan Wilayah Kajian Berdasarkan hasil yang didapat dari pengolahan citra Landsat ETM+ yang diakuisisi pada 26 September 2007, suhu permukaan untuk penutup lahan vegetasi berupa hutan mempunyai kisaran suhu permukaan 16 oC sampai 22 oC, sedangkan untuk ladang/semak belukar mempunyai kisaran suhu permukaan 19 oC sampai 25 oC. Penutup lahan non vegetasi seperti pemukiman penduduk dan lahan terbuka mempunyai kisaran suhu permukaan 26 oC sampai 38 oC. Adanya perbedaan suhu permukaan tiap jenis penutupan lahan ini disebabkan oleh perbedaan kapasitas panas masing-masing benda. Menurut Geiger (1961), jika suatu benda berkapasitas panas besar maka
perubahan suhu yang dihasilkan rendah. Sebaliknya jika suatu benda berkapasitas panas kecil maka perubahan suhu yang dihasilkan tinggi. Kapasitas panas tiap permukaan lahan ditentukan oleh sifat fisik dari masing-masing jenis penutup lahan. Sifat fisik tersebut adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal pada suatu penutup lahan. Peta sebaran suhu permukaan masingmasing penutupan lahan wilayah kajian disajikan pada Lampiran 1. Tabel 7. Kisaran suhu permukaan masingmasing penutupan lahan Penutup Lahan
Kisaran Suhu Permukaan (oC)
Hutan
16 - 22
Ladang/semak belukar
19 - 25
Pemukiman dan lahan terbuka
26 – 38
4.4. Albedo Albedo adalah perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Dalam penelitian ini kisaran nilai albedo diperoleh dari hasil estimasi band 1, 2 dan 3 citra Landsat ETM+ dengan parameter sudut elevasi matahari, nilai irradiasi matahari dan jarak bumi dengan matahari dalam satuan astronomi dengan menggunakan persamaan (12). Berdasarkan hasil estimasi tersebut didapatkan nilai albedo seperti pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukan bahwa secara umum tipe penutup lahan non vegetasi mempunya nilai albedo yang rata-rata lebih tinggi daripada tipe penutup lahan bervegetasi. Hal ini disebabkan lebih banyaknya radiasi gelombang pendek yang dipantulkan kembali oleh tipe penutup lahan non vegetasi dibandingkan dengan penutup lahan bervegetasi. Semakin tinggi nilai albedo suatu permukaan menunjukan semakin besarnya kemampuan permukaan tersebut memantulkan kembali energi radiasi surya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai albedo yang didapatkan berada pada selang atau mendekati nilai albedo hasil pengukuran lapangan menurut Oke (1998), seperti ditunjukan pada Tabel 1. Peta sebaran nilai albedo terdapat dalam Lampiran 2.
12
Tabel 8. Nilai kisaran albedo masing-masing penutupan lahan Kisaran Albedo
Penutup Lahan Hutan Ladang/semak belukar
0.08 – 0.15 0.09 – 0.16
Pemukiman dan lahan terbuka
0.1 – 0.45
4.5. Radiasi Netto Nilai radiasi gelombang pendek (Rs) yang diterima dan yang dipantulkan permukaan bumi didapat dari perhitungan dengan menggunakan persamaan (14). Input yang digunakan untuk persamaan tersebut adalah radiasi dengan panjang gelombang antara 0,45 µm sampai 0,69 µm (band 1,2 dan 3). Sementara itu nilai radiasi gelombang panjang didapatkan dari hasil analisis band thermal dengan kisaran panjang gelombang 10 µm sampai 12 µm (band 6). Besarnya nilai Rs diperoleh dari selisih antara gelombang pendek yang diterima dan gelombang pendek yang dipantulkan. Nilai radiasi gelombang panjang (Rl) pada penelitian ini hanya diambil nilai radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi. Hal ini dikarenakan nilai radiasi gelombang panjang yang datang sangat kecil bila dibandingkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Besarnya radiasi netto (Rn) diperoleh dari selisih antara radiasi gelombang pendek dengan radiasi gelombang panjang. Peta sebaran komponen radiasi netto ditampilkan pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Perbedaan penerimaan radiasi netto pada setiap tipe penutup lahan dipengaruhi oleh albedo, suhu permukaan, radiasi gelombang pendek dan radiasi gelombang panjang. Tabel 9.Nilai komponen radiasi netto masingmasing penutupan lahan Penutupan Lahan
Komponen Rn (Wm-2) Rs in
Rs out
Rl out
Rn
Hutan
525
48
426
51
Ladang/
525
54
429
42
525
60
388
77
semak belukar Pemukiman dan lahan terbuka
4.6. Interaksi Radiasi dengan Kanopi Nilai sifat optikal kanopi terdiri dari nilai refleksivitas kanopi, absorbsivitas kanopi, dan transmisivitas kanopi. 4.6.1 Refleksivitas (ρ) Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai energi yang direfleksikan dari permukaan suatu objek diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Besarnya nilai energi radiasi yang direfleksikan ekivalen dengan energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek dalam hal ini kanopi hutan. Berdasarkan hasil analisis data citra pada penelitian ini, didapatkan nilai radiasi yang dipantulkan kanopi hutan di wilayah kajian sebesar 48 Wm-2 atau 9% dari total radiasi gelombang pendek yang datang. Peta sebaran nilai radiasi yang dipantulkan disajikan dalam Lampiran 3. 4.6.2. Transmisivitas (τ) dan Absorbsi (α) Nilai kisaran transmisi radiasi yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak GLA yaitu sebesar 19%. Nilai ini merupakan radiasi langsung yang masuk ke dalam tajuk hutan tanpa terhalang oleh tutupan kanopi. Berdasarkan pendekatan hukum kekekalan energi, nilai radiasi yang diabsorbsi dan dipantulkan oleh hutan di wilayah kajian adalah berturut-turut 72% dan 9%. Hasil persentase tersebut digunakan untuk menghitung sifat optikal kanopi dari total radiasi gelombang pendek yang datang (525 Wm-2) seperti ditunjukan pada Tabel 10. Besarnya nilai absorbsi yang didapatkan yaitu sebesar 377 Wm-2 merupakan nilai sesaat pada waktu pengambilan data citra yang digunakan pada penelitian ini. Sedangkan angka 100 Wm-2 menunjukan besarnya nilai transmisivitas berdasarkan hasil perhitungan dengan GLA. Nilai radiasi yang ditransmisikan kanopi hutan di wilayah kajian menunjukan bahwa cukup tersedianya radiasi surya yang sampai di lantai hutan. Oleh karena itu pemanfaatan lahan di bawah kanopi hutan dapat dilakukan lebih optimal, misalnya dengan menanami tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi selain tanaman damar itu sendiri. Beberapa contoh tanaman tersebut di antaranya tebu, umbiumbian dan padi gogo. Namun demikian terdapat beberapa kekurangan dalam menentukan nilai radiasi yang ditransmisikan dengan menggunakan perangkat lunak GLA. Hal ini disebabkan oleh
13
penggunaan kamera digital yang kurang memadai sehingga kualitas foto yang dihasilkan kurang memililki detail yang cukup baik. Akibatnya, pada proses tresholding, yaitu proses ketika perangkat lunak GLA mengubah warna foto menjadi warna hitam dan putih, cahaya baur di antara kanopi akan terbaca sebagai daerah yang tidak tertutup kanopi. Diagram persentase besarnya radiasi surya yang dipantulkan, diabsorbsi dan ditransmisikan disajikan pada Gambar 4. Tabel 10. Nilai sifat optikal kanopi hutan Agathis loranthifolia wilayah gunung walat Sifat optikal kanopi Refleksivitas (ρ)
Absorbsi (α)
Nilai sifat optikal kanopi Wm-2 % 48 9
377
Transmisivitas (τ)
100
Total
525
72
19
Keterangan Nilai radiasi pantul berdasarkan perhitungan dari data satelit Nilai radiasi yang diabsorbsi berdasarkan perhitungan dari data satelit dan GLA Nilai radiasi transmisi berdasarkan perhitungan GLA
100
ρ τ α 72% 9%
19%
Gambar 4. Persentase refleksivitas, absorbsi dan transmisivitas radiasi pada kanopi hutan Agathis loranthifolia wilayah Gunung Walat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Nilai radiasi netto yang diterima oleh kanopi hutan wilayah kajian sebesar 51 Wm-2, nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh kanopi hutan wilayah kajian sebesar 48 Wm-2. Semakin besar nilai suhu permukaan dan albedo pada suatu penutupan lahan maka semakin kecil nilai radiasi nettonya. Nilai kisaran hasil perhitungan radiasi yang ditransmisikan dengan menggunakan perangkat lunak GLA adalah sebesar 19% dari radiasi gelombang pendek yang datang. Nilai ini merupakan radiasi langsung yang masuk ke dalam tajuk hutan tanpa terhalang oleh tutupan kanopi. Penentuan nilai radiasi yang ditransmisikan dengan perangkat lunak GLA sangat dipengaruhi oleh kualitas foto untuk mengurangi tingkat error pada saat proses tresholding sehingga diperlukan penggunaan kamera digital yang memiliki lensa dengan ketajaman yang cukup tinggi.
VI. DAFTAR PUSTAKA American Society of Photogrammetry. 1983. Manual of Remote Sensing. Editor : R.N. Colwell. Washington DC. Barus, B. Wiradisastra, U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB : Bogor. Danoedoro, P, 1996. Pengolahan Citra Digital. Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Dimyati, R.D. dan Dimyati, M. 1998. Remote Sensing dan Sistem Informasi Geografis untuk Perencanaan. Penerbit Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Feliggi, F.G. 2007. Identifikasi Indikator Kekeringan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh. Skripsi Departemen Geofisika Dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan. Frazer, G.W., Canham, C.D., Lertzman, K.P., 1999. Gap Light Analyzer (GLA), Version 2.0: Imaging Software to Extract Canopy Structure and Gap Light
14
Transmission Indices from True-color Fisheye Photographs, Users Manual and Program Documentation. Copyright 1999: Simon Fraser University/Institute of Ecosystem Studies, Burnaby, BC/ Millbrook/NY. Geiger, R., Robert H. Aaron, Paul T. 1961. The Climate Near The Ground. Ed ke-5. Cambridge : Harvard University Press. Handoko. 1993. Radiasi surya. In: Handoko(eds), Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya.Bogor.Pp:25-36 Hermawan, E. 2005. Analisis Perubahan Komponen Neraca Energi Permukaan, Distribusi Urban Heat Island Dan THI (Temperature Heat Index) Akibat Perubahan Penutupan Lahan Dengan Menggunakan Landsat TM/ETM+ (Studi Kasus Bandung Tahun 1991 dan 2001). Skripsi Departemen Geofisika Dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan. Impron. 1999. Neraca Radiasi Tanaman. Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat Dalam Bidang Agrometeorologi. Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor. Jensen, JR, 1986. Introductory Digital Image Processing, Printice-Hall. Jensen, J. 2000. Remote Sensing of The Environtment : An Earth Resource Perspective. Prentice Hall. New Jersey. June,
T.1993. Ekofisiologi Tanaman. Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur Dalam Bidang Agrometeorologi. Bogor 26 Juli – 7 Agustus 1993. Bogor.
Khomarudin, M. R.2005. Pendugaan Evapotranspirasi Skala Regional Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Kieffer, L. 1997. Remote sensing and Image Interpretation. Jhon Wiley & Sons Inc.New York.
Laymon, C.A; Quattrochi, D.A. 2000. Estimating Spatiall Distributed Surface Fluxes in A Semi-Arid Great Basin Desert Using Landsat TM Thermal Data. Editor : Quattrochi, D.A; Luvall, J.C. Thermal Remote Sensing in Land Surface Processes. CRC Press. Monteith, J.L. 1972. Solar Radiation and Productivity in Tropical Ecosystems Journal of Applied Ecology. Vol.9.Page 747-776. Odum, H. T., Briscoe G. A., and Briscoes C. B. 1970. Fallout radioactivity of epiphytes. In Odum, H. T. (ed.). A tropical rainforest : A study of irradiation and ecology at EL Verde, Puerto Rico. Atomic Energy Commission, Washington D.C. Risdiyanto, I., Hidayati, R. 1999. Iklim Mikro. Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat Dalam Bidang Agrometeorologi. Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor. Rosenberg, N.J., B.L. Blad., S.B. Verma. 1983. Microclimate : The Biological Environment. N.Y. Jhon Wiley & Son. Sinaga, R. H. 2009. Pendugaan Nilai Radiasi Di Tutupan Lahan Hutan Dengan Aplikasi Remote Sensing. Skripsi Departemen Geofisika Dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor. Tidak Dipublikasikan. Stefanov, W.L. Netzband, M. 2004. Remote Sensing Applications in Urban Environments. Consortium for the Study of Rapidly Urbanizing Region. USGS.2002. Landsat7 Science Data Users Handbook. http://ltpwww.gsfc.nasa.gov/IAS/handbo ok/handbook_html/chapter111.html. Weng, Q. 2001. A remote sensing – GIS evaluation of urban expansion and its impact on surface temperature in the Zhujiang Delta, China. Int. J. Remote sensing . Vol 22. No. 10 : 1999-2014 www.fahutan.ipb.ac.id/HPGW.html
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1. Peta Sebaran Suhu Permukaan Wilayah Gunung Walat Tahun 2007
17
Lampiran 2. Peta Sebaran Albedo Wilayah Gunung Walat Tahun 2007
18
Lampiran 3. Peta Sebaran Radiasi Pantul Wilayah Gunung Walat Tahun 2007
19
Lampiran 4. Peta Sebaran Radiasi Gelombang Panjang Wilayah Gunung Walat Tahun 2007
20
Lampiran 5. Peta Sebaran Radiasi Netto Wilayah Gunung Walat Tahun 2007
21
Lampiran 6. Sebaran Titik Pengambilan Data Foto Di Wilayah Kajian
22
Lampiran 7. Tampilan Software GLA
23