PEMBERIAN CANALIT REPOSITION TREATMENT (CRT) TERHADAP PENURUNAN GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN VERTIGO DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGAYAR
DISUSUN OLEH
HELMIN TRIA NIM.P.11020
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
PEMBERIAN CANALIT REPOSITION TREATMENT (CRT) TERHADAP PENURUNAN GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN VERTIGO DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGAYAR Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
HELMIN TRIA NIM.P.11020
PROGRAM STUDI DIIIKEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUN .............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ......................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ....................................................................
5
BAB II TINJAUAN TEORI A. Vertigo ......................................................................................
6
B. Canalit Reposition Treatment (CRT) ........................................
17
BAB III LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ..........................................................................
20
B. Pengkajian ...............................................................................
20
C. Rumusan Masalah Keperawatan ..............................................
26
D. Perencanaan Keperawatan ........................................................
26
E. Implementasi Keperawatan ......................................................
28
F. Evaluasi Keperawatan ..............................................................
29
BAB 1V PEMBAHASAN A. Pengkajian ...............................................................................
30
B. Rumusan Masalah ....................................................................
32
C. Perencanaan Keperawatan ........................................................
34
D. Implementasi Keperawatan ......................................................
37
vii
E. Evaluasi Keperawatan ..............................................................
38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..............................................................................
41
B. Saran ........................................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Gambar 2.1 Tehnik Senam Vertigo ..........................................................
18
2.
Gambar 3.1 Genogram ..............................................................................
22
ix
DAFTAR LAMPIRAN
-
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
-
Lampiran 2 Log Book
-
Lampiran 3 Format Pendelegasian Pasien
-
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
-
Lampiran 5 Lembar Konsultasi
-
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan
x
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut Rustinah (2008) dalam Sumarliyah (2011), vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita berputar, bergerak atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo adalah ilusi gerak atau yang menyatakan halusinasi gerak. Penderita merasa dan melihat sekelilingnya berputar meskipun sebenarnya tetap diam atau
merasa dirinya berputar
meskipun juga sebenarnya tidak (Yatim, 2004). Menurut Yastroki (2009) dalam Sumarliyah (2011), vertigo dapat berlangsung hanya beberapa saat atau berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Lebih dari 2 juta orang pertahun
mengunjungi
dokter
karena
vertigo
dengan
gangguan
keseimbangan. Angka kejadian di sebuah klinik vertigo di London, Inggris ditemukan sebanyak 17% kasus BPPV dari semua keluhan vertigo (Edward, 2010). Menurut Widiantoro (2010) dalam Sumarliyah (2011), tahun 2009 di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang berumur 75 tahun. Tahun 2010 sejumlah 50% dari usia 40-50 tahun mengalami vertigo dan juga merupakan keluhan nomor tiga sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek umum. Pada umumnya vertigo ditemukan sebesar 4-7 % dari keseluruhan populasi dan hanya 15 %
1
2
yang diperiksakan kedokter. Menurut Miralzadiza (2008) dalam Sumarliyah (2011), kejadian vertigo di poliklinik saraf Rumah Sakit Khodijah Sepanjang ini menempati sisi keempat setelah nyeri kepala dan stroke, serta menempati posisi ketiga di bangsal rawat inap. Jumlah pasien vertigo tahun 2010 pada bulan September adalah 18 orang dan pada bulan Oktober adalah 22 orang serta pada bulan November adalah 18 orang dan pada bulan Desember adalah 20 orang. Menurut Widiantopanco (2010) dalam Sumarliyah (2011), penyebab gangguan keseimbangan pada pasien vertigo dapat merupakan suatu kondisi anatomis yang jelas atau reaksi fisiologis sederhana terhadap kejadian hidup yang tidak menyenangkan. Menurut Miralzadia (2008) dalam Sumarliyah (2011), ada berapa situasi dan kondisi yang melatarbelakangi terjadinya vertigo adalah hanya suatu kondisi yang tidak begitu berarti tetapi pada waktu yang lain dapat merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Sayangnya menemukan penyebab masalah keseimbangan dapat sangat melelahkan dan membuat frustasi. Sebagai contoh, hampir semua masalah apapun pada sistem apapun dalam tubuh dapat menyebabkan kondisi pusing atau gangguan keseimbangan. Adapun orientasi kita terdapat ruang dan keseimbangan atau equilibrium diukur oleh 3 sistem sensori yaitu sistem penglihatan visual, sistem keseimbangan telinga dalam vestibular dan sistem sensori umum meliputi sensor gerakan, tekanan dan posisi pada sendi, otak serta kulit. Menurut Rahmad (2010) dalam Sumarliyah (2011), otak memproses data-data dan menggunakan informasi untuk penilaian yang cepat terhadap
3
kepala, badan, sendi dan mata. Ketika tiga sistem sensoris dan otak berfungsi dengan baik, hasil akhirnya adalah sistem keseimbangan yang sehat. Ketika sistem keseimbangan tidak berfungsi, maka dapat menyusuri masalah kembali pada suatu gangguan dari salah satu dari ketiga sistem sensoris atau memproses data (otak). Masalah-masalah dari tiap-tiap area tersebut berhubungan dengan sistem-sistem sensoris atau otak. Fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau tidak fisiologis atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan maka proses pengolahan informasi akan terganggu akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom, disamping itu respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri atau berjalan dan gejala lainnya. Penangan vertigo antara lain yaitu pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) yaitu senam untuk keseimbangan klien. Senam ini dilakukan ketika di waktu jeda vertigo muncul. Senam ini dilakukan kira-kira 3 kali dalam sehari untuk mengembalikan keseimbangan klien. Pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) pada klien dengan vertigo dapat berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan klien. Pada pasien sebelum diberikan senam vertigo mempunyai keseimbangan tubuh yang kurang dibandingkan pada pasien sesudah dilakukan senam Canalit Reposition Treatment (CRT) sehingga diambil kesimpulan terjadi sebuah perbaikan keseimbangan tubuh klien setelah diberikan tindakan Canalit Reposition Treatment (CRT) (Sumarliyah, 2010).
4
Berdasarkan pengkajian pada Ny. S dengan vertigo di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar dengan pusing, kepala berputar dan penglihatan kabur penulis tertarik untuk memberikan latihan Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap penurunan gangguan keseimbangan pada klien. Oleh sebab itu, penulis mengambil judul dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah adalah “Pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap penurunan gangguan keseimbangan pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan vertigo di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar.”
B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum Melaporkan pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap penurunan gangguan keseimbangan pada asuhan keperawatan Ny. S dengan vertigo di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar.
2.
Tujuan pasien Khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien vertigo.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan vertigo.
c.
Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan vertigo.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan vertigo.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan vertigo.
5
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap penurunan gangguan keseimbangan pada asuhan keperawatan Ny. S dengan vertigo.
C. Manfaat Penulisan 1.
Bagi Penulis Mengaplikasikan hasil penelitian dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien vertigo dengan gangguan keseimbangan.
2.
Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan referensi bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan kualitas Asuhan Keperawatan dengan pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) untuk menurunkan gangguan keseimbangan pada pasien vertigo sehingga bisa meningkatkan pengembangan dalam ilmu pengetahuan.
3.
Bagi Rumah Sakit Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di Rumah Sakit khususnya pada pemberian asuhan keperawatan pada pasien vertigo.
BAB II LANDASAN TEORI A. Vertigo 1. Definisi Vertigo berasal dari bahasa yunani yang artinya vertere yang artinya memutar. Penamaan tersebut sesuai dengan sensasi yang di rasakan oleh orang yang mengalaminya, bahwa sekeliling atau lingkungan mereka terasa berputar, padahal badan mereka tidak bergerak (Gandi, 2012). Vertigo adalah ilusi gerak, ada yang mengatakan halusinasi
gerak. Penderita
merasa
dan melihat
sekelilingnya berputar meskipun sebenarnya tetap diam atau merasa dirinya berputar meskipun juga sebenarnya tidak (Yatim, 2004). Vertigo juga merupakan setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh penderita atau obyek–obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan sistem keseimbangan ( Joesoef, 2007). 2. Klasifikasi Vertigo dapat terjadi karena adanya gangguan keseimbangan baik perifer pada telinga maupun otak. Ada dua tipe vertigo sesuai dengan penyebabnya yaitu (Gandhi, 2012) : a.
Vertigo perifer terjadi apabila terdapat masalah pada telinga bagian dalam yang mengendalikan keseimbangan, yaitu labirin vestibular atau saluran setengah lingkaran (semicircular canals) atausaraf vestibular (vestibular nerve) yang menghubungkan
6
7
telinga ke otak. Vestibular adalah alat keseimbangan, yang bereseptor sensorisnya berada di dalam telingan. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis (semicircular canals), utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari system sensoris ini disebut dengan sistem kecepatan perubahan sudut. Vertigo yang berhubungan dengan telinga bagian dalam dapat disebabkan oleh benign positional vertigo atau disebut juga benign paroxysmal positional vertigo. b.
Vertigo sentral terjadi apabila terdapat masalah di dalam otak, terutama dalam batang otak atau belakang otak (cerebellum). Vertigo yang berhubungan dengan batang otak dikarenakan adanya
penyakit
pembuluh
darah,
obat-obatan
(seperti
antikonvulsan, aspirin), konsumsi alcohol, migraine, multiple sclerosis (penyakit yang menyerang sistem saraf pusat) dan walau jarang terjadi, kondisi kejang dapat memicu vertigo. 3.
Etiologi Penyebab vertigo dibagi berdasarkan jenis vertigo yaitu: a.
Vertigo jenis perifer ini dapat disebabkan karena adanya neurolotisvestibuler, vertigo posisional benigna (jinak), penyakit meniere, trauma, fisiologis (seperti mabuk kendaraan), obat-obatan dan tumor di fossa posterior dasar tengkorak (misalnya neuroma akustik). Jenis benign positional vertigo adalah suatu keadaan ketika vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 detik
8
(Yatim, 2004). Gangguan ini diakibatkan perubahan posisi kepala biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau menoleh ke belakang (Gandhi, 2012). b.
Vertigo sentral ini dapat disebabkan karena adanya stroke batangotak, TIA vertebrobasiler, kanker, migrainbasiler, trauma, perdarahan di otak kecil, infark batang otak atau cerebellum dan degenerasi spinoserebellar (Yatim, 2004).
4.
Tanda dan Gejala Tanda dan gejala utama pada vertigo adalah sensasi pada tubuh atau ruangan yang terasa bergerak atau berputar. Tanda dan gejala lainnya dari vertigo antara lain kesulitan untuk menelan, penglihatan ganda, masalah pada gerakan mata, kelumpuhan di daerah wajah, bicara tak jelas dan tungkai terasa lemah. Pada beberapa orang, sensasi berputar dapat memicu mual dan muntah (Gandhi, 2012), serta klien mengeluhkan nyeri kepala pada pagi hari, muntah dan kadang gangguan penglihatan khasnya adalah pandangan visual kabur (Ginsberg, 2007). Adapun tanda dan gejala lainnya adalah gangguan keseimbangan, rasa tidak stabil, disorientasi ruangan, rasa mual dan muntah, biasanya gejala ini lebih dominan pada vertigo perifer (Syahrir, 2008).
5.
Patofisiologi Setiap orang tinggal di ruangan dan mampu berorientasi terhadap sekitarnya berkat adanya informasi–informasi yang datang dari indra. Peranan penting indra pada orientasi ruangan adalah sistem vestibular
9
(statokinetik), sistem penglihatan (visual atau optik) dan rasa dalam (proprioseptik) (Joesoef, 2007). Ada yang menambah lagi satu indra yaitu, rasa raba (taktil). Indra-indra tersebut di atas membentuk satu unit fungsional yang bertugas mengadakan orientasi terhadap ruangan atau satu unit yang berfungsi mengatur keseimbangan atau ekuilibrium (Joesoef, 2007). Unit ini memerlukan normalitas fungsi fisiologi indra-indra tersebut sehingga informasi yang di tangkap dari sekitarnya adalah proporsional dan adekuat. Informasi ini dari sisi kanan dan kiri masingmasing indera dipertukarkan dan diproses lebih lanjut di dalam oleh suatu unit memproses sentral dan selanjutnya proses yang berlangsung di dalam sistem saraf pusat akan bekerja secaa reflektorik (Joesoef, 2007). Apabila segalanya berjalan dengan normal, hasil akhir akan yang di dapat ialah timbulnya adaptasi tonus otot-otot, yaitu otot mata menyesuaikan diri, menyesuaikan lapangan pandang (visual field) agar banyangan benda yang dilihat selalu berada di bintik terang mata bilamana kepala dalam keadaan bergerak, otot ekstremitas menyesuaikan diri mempertahankan keseimbangan tubuh bila tubuh bergerak atau berdiri (Joesoef, 2007). Tetapi bila oleh sesuatu sebab terjadi hal-hal yang menyimpang, maka unit pemroses sentral tidak lagi dapat memproses informasiinformasi secara wajar atau biasa, melainkan menempuh jalan luar biasa. Hasil akhir yang didapat selain ketidaksempurnaan adaptasi otot-otot
10
tersebut di atas bisa memberikan tanda atau peringatan kegawatan. Tanda ini dapat dalam bentuk yang disadari ataupun yang tidak disadari oleh penderita (Joesoef, 2007). 6.
Pemeriksaan Pada vertigo ada beberapa cara pemeriksaan fisik antara lain yaitu, mencari adanya stabismus, bila ada keluhan diploma perlu diperiksa dengan kaca Maddox, mencari adanya nistagmus, pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh, manuver hallpikeialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo atau nistagmus posisional paroksismal oleh karena itu untuk menjangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan posisi secara cepat, tes gerak halus mata,
tes
nistagmus
optokinetik,
pemeriksaan
dengan
E.N.G
(elektronistagmografi) (Joesoef, 2007). Pemeriksaan keseimbangan vertigo antara lain seperti berdiri (tegak, berjalan, berjalan di atas jari kaki, berjalan di atas tumit dan berjalan secara tandem), duduk (di kursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup). Pada pemeriksaan pendengaran vertigo minimal diperiksa dengan garputala untuk membedakan tuli konduksi ataukah persepsi, test fistula (Joesoef, 2007). 7.
Pengobatan Pengobatan farmakologis yaitu pengobatan dengan obat seperti antihipertensi, tranquilizer, antidepresan, sedative dapat menimbulkan efek samping berupa vertigo serta gangguan keseimbangan (Joesoef,
11
2006). Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan (Purnamasari, 2007). Adapun pengobatan selain farmakologi yaitu pengobatan tanpa obat (non farmakologi). Pengobatan non farmakologi untuk gangguan keseimbangan (pada telinga), yaitu rehabilitasi/fisioterapi dalam hal ini latihan gerakan kepala dan badan. Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT)/Epley manouver, Rolling/Barbeque maneuver, Semont Liberatory maneuver dan Brand-Darroff exercise. Beberapa latihan ini terkadang memerlukan seseorang untuk membantunya tetapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri (Jurnal/pengobatan gangguan keseimbangan (vertigo) penyakit telinga hidung tenggorok) (Darminto, 2008). Pengobatan non farmakologi ini atau senam keseimbangan Canalit Reposition Treatment (CRT) merupakan latihan gerak tubuh dengan kepala leher mata dalam posisi tetap. Mata dan kepala bergerak
12
mengikuti obyek penglihatan yang bergerak. Latihan dengan alat sejenis pembangkit nistagmus (Joesoef, 2007). 8.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Vertigo Asuhan keperawatan adalah tindakan yang beruntut yang dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah klien dengan membuat perencanaan untuk mengatasinya melaksanakan rencana itu atau menugaskan orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilanya secara efektif terhadap masalah yang diatasinya tersebut (Setiadi, 2012). Pemeriksaan penderita dengan vertigo diantaranya yaitu (Joesoef, 2007) : a.
Pengkajian : 1)
Anamnesis : a)
Suruh penderita melukiskan keluhannya dengan katakatanya sendiri apa yang ia maksudkan dengan pusing tersebut.
b) Anamnesis khusus mengenai vertigo meliputi yang pertama adakah kekhususan sifat vertigo yang timbul, keparahan vertigonya seperti rasa tidak enak di kepala, rasa gerakan palsu dari tubuh, kecenderungan untuk jatuh,
yang
kedua
intensitas
timbulnya
vertigo
bersangkutan dengan perjalanan waktu, bagaimana vertigo itu mulai timbul dan bagaimana ia berakhir, yang ketiga
pengaruh
lingkungan
atau
situasi
seperti
13
perubahan posisi tubuh dan kepala menyebabkan timbulnya serangan yang keempat keluhan dari telinga seperti rasa tertutupnya telinga, penekanan pada telinga, adakah gejala tuli. c)
Anamnesis umum yaitu anamnesis untuk menilai bentuk kepribadian, keluhan-keluhan lain seperti gangguan penglihatan, disatria, gangguan pergerakan.
d) Anamnesis intoksikasi atau pemakaian obat-obatan seperti
streptomisin
antikonvulsan,
atau
gentamisin
dehidrostreptomisin, atau
garamisin,
anti
hipertensi, kanamisin, penenang, neomisin, alcohol, fenilbutason atau salisilat, kinin, asam etakrinik, tembakau. 2)
Pemeriksaan Fisik: a) Mencari adanya strabismus, bila ada keluhan diplopia perlu diperiksa
dengan kaca
Maddox.
Menurut
Lumbantobing (2004) gangguan motorik bola mata jenis
perifer
umumnya
mengakibatkan
diplopia
(penglihatan kembar atau penglihatan ganda). b) Mencari adanya nistagmus seperti nistagmus pendular (nistagmus yang tidak mempunyai fase cepat atau fase lambat), nistagmus vertical yang murni (nistagmus itu gerakannya ke atas dank e bawah), nistagmus rotaroti
14
yang murni (gerakannya berputar), gerakan nistagmoid (gerakan bola mata yang bukan nistagmus sebenarnya tetapi mirip dengan nistagmus), nistagmus tatapan yang murni (nistagmus yang berubah arahnya bila arah lirikan mata berubah. c) Pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh seperti mencari kemungkinan adanya posisi tertentu yang membangkitkan nistagmus atau vertigo, tes baring terlentang, baring miring ke kiri, ke kanan dan tes baring terlentang dengan kepala menggantung. d) Manuver hallpike ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo atau nistagmus posisional paroksismal oleh karena itu untuk menjangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan posisi secara cepat. e) Tes nistagmus optokinetik. f)
Pemeriksaan dengan E.N.G (Elektronistagmografi).
g) Pemeriksaan pendengaran yaitu minimal diperiksa dengan garputala untuk membedakan tuli konduksi ataukah persepsi, tes fistula. 3)
Pemeriksaan keseimbangan dapat dengan berdiri tegak, berjalan,berjalan di atas jari kaki, berjalan di atas tumit.
15
Dengan duduk di kursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup: a) Bila ada kelemahan otot terjadi penurunan lengan dan kaki. b) Bila ada gangguan proprioseptif terjadi kenaikan lengan atau kaki. b. Diagnosa Keperawatan Vertigo yang muncul (Nanda NIC-NOC, 2013) : 1)
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2)
Defisit pengetahuan tentang penyakit pengobatan dan perawatan berhubungan dengan kurangnya
paparan
informasi 3)
Resiko
jatuh
berhubungan
dengan
gangguan
keseimbangan. c. Intervensi Keperawatan (Nanda NIC-NOC, 2013) : 1). Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tujuan diberikan tindakan keperawatan yaitu dengan kriteria hasil, mampu
mengontrol
nyeri,
melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.Intervensi keperawatan adalah dengan observasi nyeri secara komprehensif, observasi reaksi non verbal, kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri, kolaborasi dengan
16
dokter pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi adanya nyeri, monitor tanda-tanda vital. 2). Defisit pengetahuan tentang penyakit pengobatan dan perawatan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi Tujuan diberikan tindakan keperawatan yaitu dengan kriteria hasil, pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, pasien dan keluarga mampu menjelaskan kelmbali apa yang dijelaskan perawat atau tim kesehatan. Tindakan keperawatan yaitu berikan pengetahuan tentang proses penyakit yang spesifik, jelaskan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit. 3). Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan. Tujuan diberikan tindakan keperawatan yaitu dengan kriteria hasil
pada
pasien
keseimbangan
kemampuan
untuk
mempertahankan ekuilibrium, gerakan pasien terkoordinasi, pemberian asuhan untuk meminimalkan factor resiko yang dapat memicu jatuh dilingkungan pasien, tidak ada kejadian jatuh. Tindakan pada intervensi ini dengan nengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam tempat tidur pasien, mengidentifikasi perilaku dan factor yang mempengaruhi resiko jatuh,
17
mengidentifikasi
karakteristik
lingkungan
yang
dapat
meningkatkan potensi untuk jatuh
B. Canalit Reposition Treatment (CRT) 1. Definisi menurut Eplay (1979) dalam Joesoef 2006 Canalit Reposition Treatment (CRT) ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo atau nistagmus posisional paroksimal oleh karena itu untuk menjangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan posisi secara cepat. 2. Teknik Canalit Reposition Treatment (CRT) Teknik Canalit Reposition Treatment (CRT) adalah caranya L vibrator diletakkkan pada daerah mastoid telinga yang diduga ada kelainan. Pasien berbaring terlentang dengan kepala agak hiperekstensi, lalu kepala diputar kearah telinga tersebut sampai muka menghadap ke lantai dengan sudut 45°, pertahankan posisi tersebut selam 15 menit atau sampai nistagmus menghilang. Kemudian kepala dan badan diputar ke arah berlawanan sampai muka menghadap kelantai dengan sudut 45°, pertahankan selama 15 detik. Selanjutnya pasien duduk dengan kepala menunduk selama 15-30 detik, sementara itu vibrasi dilakukan terus pada mastoid. Pemeriksaan keseimbangan seperti berdiri tegak, berjalan di atas tumit dan berjalan secara tandem. Dengan duduk di kursi dan angkat
18
kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup. Pemeriksaan pendengaran meminimalkan diperiksa dengan garputala untuk membedakan tuli konduksi ataukah persepsi, test fistula (Joesoef, 2006).
Gambar 2.1 Teknik Senam Vertigo
3. Pengaruh Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap gangguan keseimbangan Pada pasien vertigo sebelum dilakukan senam vertigo mempunyai keseimbangan tubuh sedang sampai mempunyai keseimbangan tubuh kurang. Pada keseimbangan tubuh pada pasien vertigo sesudah dilakukan senam vertigo dapat memperbaiki fungsi alat keseimbangan tubuh baik perifer
19
maupun sentral dan dapat memaksimalkan kerja dari ketiga sistem sensori sehingga menghasilkan keseimbangan tubuh baik. Dengan melakukan senam vertigo seseorang akan dapat menetralisir adanya rangsang gerak yang aneh dan berlebihan sehingga akan mengurangi terjadinya kekambuhan (Joesoef, 2006).
BAB III LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang laporan asuhan keperawatan Ny.S dengan vertigo di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar.Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Identitas Klien Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 April 2014 jam 08.50 WIB, didapatkan hasil identitas klien, bernama Ny. S, umur 60 tahun, agama Islam dengan pendidikan sekolah dasar, pekerjaan ibu rumah tangga dan alamat Wonorejo RT 03 RW 13 Alastuo Karangayar, tanggal masuk rumah sakit pada tanggal 10April 2014 dan diagnosa medis yaitu vertigo. Penanggung jawab terhadap Ny. S adalah Tn. S, umur 63 tahun, pendidikan sekolah dasar, pekerjaan petani, alamat Wonorejo RT 03 RW 13 dan hubungan dengan klien adalah suami. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesa atau pengkajian yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada klien dan alloanamnesa atau pengkajian dengan melihat berdasarkan data dalam status klien dan dari keluarga. Riwayat kesehatan klien ketika dilakukan pengkajian keluhan utama yang dirasakan klien adalah pusing berputar pada kepala. Pada riwayat kesehatan sekarang klien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar bersama keluarga pada tanggal 10 april 2014 pada pukul 08.50
20
21
WIB dengan keluhan kepala pusing berputar pada bagian kanan dan perut nyeri serta batuk. Pasien mengatakan keluhan tersebut dirasakan kurang lebih 1 hari yang lalu.Kemudian pasien oleh keluarganya dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar. Saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di dapatkan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36°C, nadi 64 kali permenit, serta pernafasan 26 kali per menit. Pasien di Istalasi Gawat Darurat mendapatkan terapi infuse RL 20 tetes permenit serta injeksi pragesol 500mg/8jam, injeksi ranitidine 25mg/12 jam, cefotaxim 500mg/12jam, betahistin 3x6 mg dan ambroxol 3x30mg. Riwayat penyakit dahulu, klien mengatakan 10 tahun yang lalu, pasien mengalami penyakit yang sama yaitu vertigo adapun riwayat penyakit keluarga didapatkan data yaitu keluarga klien tidak mempunyai riwayat Diabetes Militus, hipertensi dan tidak mempunyai riwayat alergi obat serta tidak mempunyai riwayat alergi makanan. Kebiasaan yang klien lakukan setiap pagi adalah minum teh. Saat ini klien tinggal satu rumah dengan anakanaknya dan dengan suaminya.
22
Genogram:
Gambar 3.1 Genogram
Keterangan: : Laki-laki meninggal : Laki-laki : Perempuan mati : Perempuan : Perempuan pasien : Tinggal satu rumah
Pola pengkajian primer dari pengkajian yang penulis lakukan pada airway yaitu pada jalan nafas tidak ada secret dan benda asing pada jalan nafas. Pengkajian breathing saat inspirasi dan ekspirasi vesikuler dan tidak ada otot bantu pernafasan, respirasi 26 kali per menit. Pemeriksaan inspeksi dada terlihat simetris, tidak ada jejas, warna kulit sawo matang, tidak ada otot bantu pernafasan. Palpasi dada vocal fremitus antara kanan
23
dan kiri sama, ekspansi paru-paru antara kanan dan kiri sama. Perkusi paru-paru terdengar hipersonor pada saluran pernafasan bagian atas. Auskultasi paru-paru terdengar suara ronchi. Pengkajian circulation didapatkan data yaitu tekanan darah 130/80mmHg, nadi 64 kali per menit, capilary refill kurang dari 2 detik perabaan akral hangat serta mukosa bibir lembab. Pengkajian disability didapatkan data kesadaran pasien pada saat di lakukan pengkajian klien tampak sadar penuh atau composmentis, GCS E4M5V6, turgor kulit baik. Pengkajian exsposure didapatkan data yaitu tidak ada jejas atau luka dan suhu pasien normal 36oC. Pola pengkajian sekunder pengkajian sign and symptom didapatkan data pasien mengatakan pada provoking incident nyeri pada kepala sampai berputar-putar, quality of pain nyeri berputar-putar seperti dipukul, region pada kepala bagian kanan, scale skala nyeri 8, time nyeri terasa saat aktifitas, saat bergerak atau melakukan gerakan. Pengkajian alergi, pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat dan tidak mempunyai alergi terhadap makanan. Pengkajian medication,
pasien
mengatakan tidak mengkonsumsi obat-obatan dalam bentuk apa pun. Pengkajian past illness atau penyakit sebelumnya, pasien mengatakan satu hari yang lalu mengalami pusing berputar disertai mual. Pengkajian last meal pasien mengatakan terakhir makan tadi sore jam 18.30 WIB dengan menu nasi sayur dengan tempe dan teh hangat. Pengkajian event, didapatkan data pasien di bawa ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD
24
Karanganyar pada pukul 08.50 WIB, sebelum dibawa ke Instalasi Gawat Darurat pasien mengalami kepala pusing berputar pada bagian kanan disertai mual lalu keluarga membawa ke Instalasi Gawat Darurat. Hasil pemeriksaan fisik pada pengkajian fisik klien didapatkan data bahwa keadaan umum klien composmentis. Bentuk kepala mesocephal, tidak ada cidera, rambut hitam ada uban. Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat serumen, pendengaran baik, terdapat penekanan pada telinga. Bentuk mata simetris kanan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, penglihatan kabur. Lubang hidung simetris dan tidak terdapat polip. Mulut bersih, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis dan tidak ada tonsillitis. Pada leher tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada nyeri tekan di daerah leher, dan pasien mengatakan saat menggerakkan lehernya pusing bertambah. Pada pemeriksaan paru-paru inspeksi: bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, tidak ada jejas, warna kulit sawo matang, tidak ada otot bantu pernafasan, palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama, tidak ada pembesaran paru-paru, tidak ada nyeri tekan pada dada, perkusi: sonor, auskultasi: vesikuler. Pada pemeriksaan jantung: inspeksi ictus cordis tidak tampak tidak ada pembesaran, palpasi ictus cordis teraba di ICS IV dan V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung S1-S2 tunggal, regular, tidak ada bunyi tambahan. Pemeriksaan abdomen : inspeksi perut datar, umbilikus bersih, tidak terdapat distensi abdomen, auskultasi bising usus 12 kali per menit, palpasi terdapat nyeri tekan, perkusi timpani. Pada
25
genetalia keadaan genetalia bersih, rectum tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ekstermitas atas tidak ada luka maupun edema dan pada ekstremitas bawah terdapat ciri sejak lahir, tidak ada edema dan perabaan akral hangat. Pemeriksaan penunjang laboratorium tanggal 10 April 2014 didapatkan hasil yaitu Hemoglobin 12,1% (normal 12,00 -16,00); Hematokrit 40,00% (normal 37,00-47,00); Lekosit 10,6/mm (normal 510); Trombosit 324mm (normal 150-300); Eritrosit 467juta/ul (normal 400-500); MPV 7,5fl (normal 6,5-12,00); PDW 8,3 (normal 9,00-17,00); P-LCR 9,6% (normal 0,108-0,282); MCV 89,7Fl (normal 82,0-92,0); MCH 25,9pg (normal 27,0-31,0); MCHC 30,3% (normal 32,0-37,0); Neutrofil 64,3% (normal50,0-70,0); Limfosit 32,7% (normal 25,0-40,0); Limfosit 3,5 ribu/ul (normal 1,25-4,0); GDS 114mg/100ml (normal 70150). Terapi yang didapatkan pada Ny. S adalah infus RL 20 tetes permenit,dengan rasional untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi. Ranitidine 25mg/ml per 12jam, dengan rasional untuk tukak lambung duodenum akut. Pragesol 500mg/8jam, dengan rasional untuk nyeri akut dan kronik pasca
kecelakaan pasca oprasi.
Ondansentron 500mg, dengan rasional untuk mual, muntah, migraine, nefritis kronis, gastro enterologi, pemeriksaan alat cerna, pediatric. Cefotaxim 500mg/12jam, dengan rasional untuk infeksi sauran nafas bawah, saluran kemih, ginekologi. Betahistin 3x1 (3x6mg), dengan
26
rasional untuk vertigo, pusing, dan gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau gejala Meniere dan vertigo perifer. C. Perumusan Masalah Keperawatan Hasil pengkajian dan observasi diatas penulis merumuskan masalah utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dengan alasan karena merupakan keluhan yang dirasakan pasien dan harus segera ditangani. Data subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri pada kepala sampai berputar seperti dipukul dengan skala 8, nyeri terasa saat pasien aktifitas atau saat bergerak. Data objektif yang didapat pada pasien adalah ekspresi wajah meringis, pasien tampak menutup matanya agar pusingnya hilang dan nyeri timbul saat melakukan gerakan dengan tekanan darah 130/80mmHg, respirasi 26 kali per menit, nadi 64 kali per menit dan suhu 36°C. Diagnosa keperawatan kedua pada Ny. S yaitu resiko jatuh berhubungan dengan
gangguan
keseimbangan.
Data
yang
menunjang
diagnosa
keperawatan tersebut adalah data subjektif yaitu Ny. S mengatakan bahwa kepala seperti berputar-putar pada bagian kanan. Data objektif yang didapatkan adalah Ny. S terlihat memegangi kepalanya tidak bisa mengekstensikan kepalanya, klien mengatakan pandangan kabur, usia 50 klien berdiagnosis vertigo. D. Perencanaan Keperawatan Penulis melakukan intervensi keperawatan berdasarkan ONEC, O (Observation), N (Nursing), E (Education), C (Colaboration) yaitu observasi vital sign dan kaji status pernapasan klien dengan rasional untuk mengetahui
27
penyebab dan penanganan. Pada diagnosa yang pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam nyeri teratasi, tekanan darah dalam batas normal (120/80mmHg), pasien mengatakan nyeri berkurang sampai hilang dengan kriteria hasil, mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Pada intervensi, observasi skala nyeri pasien dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri pasien, berikan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri, ajarkan senam keseimbangan vertigo dengan rasional untuk menurunkan gangguan keseimbanga, kolaborasi pemberian analgesic dengan rasional untuk mengurangi nyeri. Pada intervensi diagnosa keperawatan yang kedua adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil, keseimbangan
kemampuan untuk mempertahankan
ekuilibrium, gerakan terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, tidak ada kejadian jatuh, pengetahuan keselamatan fisik. Pada intervensi, observasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap resiko jatuh dengan rasional untuk mengurangi resiko jatuh, ciptakan lingkungan yang aman atau hindari lantai yang licin dengan rasional untuk mencegah terjadi cidera, pantau cara berjalan saat mobilisasi dengan rasional untuk melihat keseimbangan berjalan, ajarkan pasien untuk meminimalkan cidera dengan rasional untuk mengurangi cidera, kolaborasi dengan fisioterapi dengan pemberian senam rasional untuk keseimbangan tubuh.
28
E. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan pertama yang dilakukan pada tanggal 10 April 2014, jam 08.50 WIB, melakukan vital sign dan mengkaji keluhan pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan mau untuk pemeriksaan tanda-tanda vital dan mau untuk dikaji keluhan, data objektif
tekanan darah 130/80mmHg, nadi 64x permenit, respirasi 26x
permenit dan suhu 36°C. Pada jam 08.55 mengajarkan nafas dalam dengan respon subjektif pasien lebih nyaman dan data objektif paien tampak kooperatif melakukan nafas dalam. Pada jam 09.00 WIB memasang infus dengan respon subjektif pasien mengatakan mau untuk di infus dan data objektif infus RL terpasang ditangan kiri pasien. Pada jam 09.20 WIB mengkaji skala nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri kepala berputar, nyeri seperti dipukul, nyeri saat melakukan gerakan dan data objektif pasien pasien menunjukkan skala nyeri 8, pasien terlihat wajah meringis, pasien tampak memegangi kepalanya. Implementasi yang kedua pada jam 10.00 WIB yaitu menganjurkan pasien untuk bedrest pada masa akut dengan respon subjektif pasien mengatakan nyaman saat bedrest dan data objektif pasien tampak berbaring di tempat tidur. Pada jam 13.00 WIB yaitu mengajarkan pada pasien tentang senam keseimbangan vertigo dengan respon subjektif
pasien mengatakan
pandangan sudah tidak kabur dan data objektif adalah pasien kooperatif, pasien mengikuti apa yang telah diajarkan.
29
F. Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada hari kamis tanggal 10 April 2014 pada jam 14.00 WIB dengan metode SOAP yang hasilnya adalah pada diagnosa pertama respon subjektif yaitu P (Provocate) pasien mengatakan nyeri pada kepala, Q (Quality) nyeri berputar-putar seperti dipukul, R (Region) nyeri dirasakan pada bagian kepala sebelah kanan, S (Scale) dengan skala nyeri 6, T (Time) nyeri terasa saat aktifitas atau saat melakukan gerakan. Respon objektif ekspresi wajah pasien tampak meringis, menutup matanya agar pusing hilang dan nyeri timbul saat melakukan gerakan atau aktifitas serta didapatkan pemeriksaan tekanan darah 130/80mmHg, nadi 68x per menit, respirasi 24x per menit, suhu 36°C. Hasil analisa masalah pada Ny. S teratasi sebagian.Tindakan keperawatan dilanjutkan yaitu kaji nyeri PQSRT secara komprehensif, observasi keadaan umum dan vital sign, memberikan injeksi sesuai terapi. Hasil evaluasi diagnosa yang kedua adalah pada jam 14.00 WIB pada respon subyektif adalah pasien mengatakan nyeri berputar-putar dan pandangan kabur, respon obyektif
pasien terlihat memegangi kepalanya,
pasien terlihat tidur di tempat tidur, hasil analisa masalah keperawatan resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan resiko teratasi sebagian. Tindakan keperawatan dilanjutkan yaitu berikan senam keseimbangan vertigo.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini akan menulis tentang asuhan keperawatan Ny. S dengan vertigo di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi,
implementasi
dan
evaluasi.
Pembahasan
ini
memfokuskan pada analisa pemberian senam Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap penurunan gangguan keseimbangan pada Tn. S dengan vertigo. Pembahasan ini membahas tentang kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil penelitian dengan kasus. A. Pengkajian Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang relevan dan continue tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan dan masalah klien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memproses informasi tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (Potter&Perry, 2006). Saat dilakukan pengkajian keluhan utama yang dirasakan klien adalah pusing berputar pada kepala bagian kanan. Pada pasien vertigo menimbulkan gejala umumnya penderita yang mengeluhkan dirinya bergerak berputar, tubuh seperti tertarik atau terdorong (Yatim, 2004). Dari teori di atas pada kasus Ny. S mengalami pusing berputar. Riwayat kesehatan sekarang klien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar bersama keluarga pada
30
31
tanggal 10 april 2014 pada pukul 08.50 WIB dengan keluhan pusing berputar, mual dan perut nyeri serta batuk. Pasien mengatakan keluhan tersebut dirasakan kurang lebih 1 hari yang lalu. Kemudian pasien oleh keluarganya dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar. Teori terkait tanda dan gejala lain selain keluhan utama vertigo adalah sensasi pada tubuh atau ruangan yang terasa bergerak atau berputar, penglihatan ganda dan sensasi berputar dapat memicu mual dan muntah (Gandhi, 2012), seperti keluhan pada Ny. S yaitu mengatakan mual. Riwayat penyakit dahulu, klien mengatakan 10 tahun yang lalu, pasien mengalami penyakit yang sama yaitu vertigo. Hal ini berdasarkan teori sering dijumpai serangan vertigo bisa menghilang beberapa minggu ataupun bisa sampai kumat kumatan jadi kronis (Sjahrir, 2008). Pola pengkajian sekunder sign and symptom didapatkan data pasien mengatakan pada pencetus nyeri pada kepala sampai berputar-putar, quality nyeri berputar-putar seperti dipukul, region pada kepala, scale skala nyeri 8, time nyeri terasa saat aktifitas, saat bergerak atau melakukan gerakan. Menurut buku Yatim (2004) gerakan vertigo umumnya berputar, dirinya bergerak,tubuh seperti tertarik atau terdorong, terdapat gangguan pada sistem saraf pusat. Hasil pemeriksaan fisik pada pengkajian fisik klien didapatkan data bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat serumen, pendengaran baik, terdapat penekanan pada telinga. Menurut Joesoef (2007) anamnesis khusus mengenai vertigo terdapat keluhan dari telinga rasa tertutup dan penekanan pada telinga. Bentuk mata simetris kanan kiri, konjungtiva tidak
32
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, bola mata terlihat berputar-putar. Menurut Yatim (2004) penderita vertigo merasa lingkungannya berputar atau dirinya berputar terhadap lingkungan, umumnya terjadi karena gangguan vestibuler kadang-kadang disertai nistagmus (bola mata bergerak-gerak ke samping) juga menyebutkan vertigo sebagai suatu kelainan perasaan dimana penderita merasa berputar-putar dan hilang keseimbangan, lingkungan, bisa jadi hanya perasaan penderita dan mungkin juga lingkungan yang berputar mengelilingi dirinya. Pada pemeriksaan kepala didapatkan data kepala terasa pusing saat digerakkan. Menurut Sjahrir (2008) vertigo jenis ini dicetuskan terjadinya perubahan posisi kepala terutama saat berbaring pada sisi telinga yang sakit berada dibawah. Vertigo berlangsung beberapa detik paling lama 1 menit kemudian pulih kembali apabila pasien mempertahankan posisi menghindarkan posisi pemicu. B. PerumusanMasalah Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial atau proses kehidupan. Tujuannya adalah mengarahkan rencana asuhan keperawatan untuk membantu klien dan keluarga beradaptasi terhadap penyakit dan menghilangkan masalah keperawatan kesehatan (Potter&Perry, 2006). Masalah keperawatan yang ditegakkkan penulis diagnosa yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Alasan prioritas diagnosa keperawatan pertama nyeri karena pada teori Hirarki
33
Maslow jika nyeri tidak ditangani terlebih dahulu maka akan menyebabkan fisiologis lainnya. Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa, awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan (NANDA, 2010). Penulis memprioritaskan masalah nyeri akut dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subjektif antara lain klien mengatakan nyeri kepala sampai berputar sebelah kanan dengan skala 8, dirasakan saat beraktivitas. Batasan karakteristik nyeri akut sendiri menurut yaitu perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, perubahan selera makan berjaga-jaga atau perilaku melindungi daerah yang nyeri, dilatasi pupil, focus pada diri sendiri, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal (NANDA, 2010). Penulis mengangkat nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, karena saat dilakukan pengkajian didapatkan didapatkan data subjektif pasien mengatakan pada provoking incident nyeri pada kepala sampai berputar-putar, quality of pain nyeri berputar-putar seperti dipukul, region pada kepala, scale skala nyeri 8, time nyeri terasa saat aktifitas, saat bergerak atau melakukan gerakan. Data objektif yang didapat pada pasien adalah ekspresi wajah meringis, pasien tampak menutup matanya agar
34
pusingnya hilang dan nyeri timbul saat melakukan gerakan dengan tekanan darah 130/80mmHg, respirasi 26 kali per menit, nadi 64 kali permenit dan suhu 36°C. Adapun diagnosa prioritas yang kedua adalah berhubungan dengan
resiko jatuh
gangguan keseimbangan. Resiko jatuh adalah
peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat menyababkan bahaya (NANDA, 2011). Penulis mencantumkan masalah resiko jatuh dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subjektif antara lain klien mengatakan kepala pusing sampai berputar-putar pada bagian kanan dan latihan dibantu oleh keluarga. Data obyektif diperoleh klien terlihat memegangi kepalanya, tidak bisa mengekstensikan kepala, pandangan kabur dan pada usia 50 klien berdiagnosa vertigo. Batasan karakteristik gangguan keseimbangan menyebabkan jatuh karena keadaan terjadinya gangguan otak akibat gangguan vaskuler atau komponen oksigen atau glukosa darah secara difus atau sistemik, biasanya dengan keluhan utama, perasaan tidak stabil, gliyer, mau jatuh dan kesadaran menurun sesaat 5-30 detik (Joesoef, 2006).
C. Perencanaan Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan. (Dermawan, 2012).
35
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, spesifik, measurable, acceptance, rasional dan timing. Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnose keperawatan (Dermawan, 2012): Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan diagnosa keperawatan NIC dan kriteria hasil NOC adalah lakukan pengkajian nyeri PQRST secara komprehensif, rasionalnya mengetahui kualitas nyeri yang dirasakan pasien. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan, rasionalnya mengetahui berapa besar skala nyeri pasien. Kurangi faktor presipitasi penyebab nyeri, rasionalnya mengurangi nyeri yang dirasakan. Kaji keadaan umum dan vital sign, rasionalnya mengetahui status kesehatan. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi (teknik relaksasi pernafasan diafragma), rasionalnya mengalihkan nyeri yang dirasakan pasien. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik, rasionalnya dengan kolaborasi dapat mengurangi nyeri dengan farmakologi. Intervensi keperawatan berdasarkan yang pertama menurut NANDA 2013 nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Tujuan diberikan tindakan keperawatan yaitu dengan kriteria hasil, mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. Tindakan pada intervensi ini dengan observasi nyeri secara komprehensif, observasi reaksi nonverbal, kaji kultur yang mempengaruhi respon
36
nyeri,kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi adanya nyeri, monitor tanda-tanda vital. Intervensi keperawatan yang kedua resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan. Tujuan diberikan tindakan keperawatan yaitu dengan kriteria hasil pada pasien keseimbangan kemampuan untuk mempertahankan ekuilibrium, gerakan pasien terkoordinasi, pemberian asuhan untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh dilingkungan pasien, tidak ada kejadian jatuh. Tindakan pada intervensi ini dengan identifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam tempat tidur pasien, identifikasi perilaku dan factor yang mempengaruhi resiko jatuh, identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk jatuh. Pada kasus Ny. S penulis akan melakukan rencana pemberian senam canalit reposition treatment (CRT) guna untuk memperbaiki keseimbangan klien (Joesoef, 2007). Pada intervensi diagnosa keperawatan yang kedua adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil, keseimbangan
kemampuan untuk mempertahankan
ekuilibrium, gerakan terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, tidak ada kejadian jatuh, pengetahuan keselamatan fisik. Pada intervensi, observasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap resiko jatuh dengan rasional untuk mengurangi resiko jatuh, ciptakan lingkungan yang aman atau hindari lantai yang licin dengan rasional untuk mencegah terjadi cidera, pantau cara berjalan saat mobilisasi dengan rasional untuk melihat keseimbangan
37
berjalan, ajarkan pasien untuk meminimalkan cidera dengan rasional untuk mengurangi cidera, kolaborasi dengan fisioterapi dengan pemberian senam rasional untuk keseimbangan tubuh.
D. Implementasi Keperawatan Implementasi
adalah
serangkaian
pelaksanaan
rencana
tindakan keperawatan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan (Potter & Perry, 2005). Penulis melakukan tindakan keperawatan pada diagnosa yang pertama selama satu hari sesuai rencana yang telah disusun sebelumnya untuk mengatasi masalah nyeri klien. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan adalah mengobservasi vital sign (nadi, suhu, respirasi, suhu) dan mengkaji keluhan klien, hal ini untuk memantau kondisi klien. Mengajarkan nafas dalam hal ini untuk mengurangi nyeri. Memasang infus RL dan mengkaji skala nyeri PQRST klien. Penulis melakukan tindakan sesuai dengan kriteria hasil mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.Intervensi keperawatan adalah dengan observasi nyeri secara komprehensif, observasi reaksi non verbal, kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri, kolaborasi dengan dokter pemberian
38
analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi adanya nyeri, monitor tanda-tanda vital. Pada
tindakan
keperawatan
yang
kedua
yaitu
resiko
jatuh
berhubungan dengan gangguan keseimbangan. Tindakan yang penulis lakukan adalah menganjurkan klien untuk bedrest pada masa akut dengan respon subjektif pasien mengatakan merasa nyaman saat bedrest dan data objektif pasien tampak berbaring di tempat tidur. Hal ini guna untuk keamanan pribadi klien. Mengajarkan kepada klien tentang senam keseimbangan vertigo dengan respon subjektif
pasien mengatakan
penglihatan sudah tidak kabur dan data objektif adalah pasien kooperatif, pasien mengikuti apa yang telah diajarkan. guna untuk mengatasi gangguan keseimbangan klien dan tidak terjadi resiko jatuh (Sumarliyah, 2011). Setelah diberikan tindakan senam vertigo Ny. S mengalami perbaikan keseimbangan tubuh. Pemberian terapi non farmakologis relative praktis dan efisien, karena terapi non farmakologi salah satu jenis pengobatan atau penyembuhan dengan cara pemberian senam keseimbangan yaitu Canalit Reposition Treatment (CRT) untuk keseimbangan (Sjahrir, 2008).
E. Evaluasi Keperawatan Tahap yang terakhir dalam proses keperawatan yaitu evaluasi tindakan. Dimana evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi setiap kemajuan dan pemulihan
39
klien. Evaluasi merupakan aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatn harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah (Potter&Perry, 2005). Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil atau perbuatan dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai (Dermawan, 2012). Tujuan dari evaluasi
antara lain adalah untuk menentukan
perkembangan kesehatan klien, untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan, untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan, mendapatkan umpan balik, sebagai tanggungjawab
dan
tanggung
gugat
dalam
pelaksanaan
pelayanan
keperawatan (Dermawan, 2012). Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP, subjective, objective, analisa, planning. (Dermawan, 2012). Pembahasan dari evaluasi yang meliputi subjektif, objektif, analisa dan rencana evaluasi dilakukan pada hari Kamis tanggal 10 April 2014 pada jam 14.00 WIB dengan metode SOAP adapun hasilnya pada masalah diagnosa pertama pasien mengatakan nyeri pada kepala sampai berputar-putar pada bagian kanan seperti dipukul dengan skala nyeri 8, nyeri terasa saat aktifitas atau saat melakukan gerakan. Ekspresi wajah pasien tampak meringis dan menutup matanya agar pusing hilang dan didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 68x permenit, respirasi 24x permenit, suhu 36°C,
40
masalah keperawatan belum teratasi, lanjutkan intervensi memberikan injeksi analgetik sesuai terapi. Hasil evaluasi diagnosa yang kedua adalah pada jam 14.00 WIB pasien mengatakan nyeri berputar-putar pada bagian kanan, pasien terlihat memegangi kepalanya, masalah keperawatan teratasi sebagian dan lanjutkan intervensi dengan berikan senam Canalit Reposition Treatment (CRT) 3kali dalam sehari, pasang penghalang tempat tidur. Hal ini karena senam vertigo ini dilakukan tiga kali dalam sehari jadi belum dilakukan senam selajutnya Evaluasi analisa pemberian tindakan Canalit Reposition Treatment (CRT) pada pasien setelah dilakukan dan sebelum dilakukan adalah sebelum dilakukan senam vertigo klien mempunyai keseimbangan yang kurang dengan ditandai klien masih menutup matanya. Sesudah dilakukan tindakan senam vertigo pasien mengalami perbaikan keseimbangan tubuh dengan ditandai klien dapat membuka matanya dan tampak rileks.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian,
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan Vertigo di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangayar serta mengaplikasikan hasil penelitian sebelumnya terkait dengan pemberian tindakan Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap penurunan gangguan keseimbangan klien maka dapat ditarik kesimpulan : 1.
Pengkajian Hasil pengkajian yang didapat untuk diagnosa yang pertama yaitu nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis. Data subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri pada kepala sampai berputar seperti dipukul dengan skala 8, nyeri terasa saat pasien aktifitas atau saat bergerak. Data objektif yang didapat pada pasien adalah ekspresi wajah meringis, pasien tampak menutup matanya agar pusingnya hilang dan nyeri timbul saat melakukan gerakan dengan tekanan darah 130/80mmHg, respirasi 26x per menit, nadi 64x permenit dan suhu 36°C. Hasil pengkajian yang didapat untuk diagnosa yang kedua yaitu Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan. Data yang menunjang diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif, yaitu Ny. S mengatakan bahwa kepala seperti berputar-putar. Data objektif
41
42
yang didapatkan adalah Ny. S terlihat memegangi kepalanya dan menutup matanya supaya nyeri berkurang. 2.
Diagnosa Keperawatan yang Muncul Penulis mengambil prioritas diagnosa keperawatan pada Ny. S yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dan resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan.
3.
Intervensi Keperawatan Diagnosa yang pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam nyeri teratasi dengan kritria hasil skala nyeri 2-0, tekanan darah dalam batas normal, pasien mengatakan nyeri berkurang sampai hilang. Pada intervensi, observasi skala nyeri pasien, ajarkan senam keseimbangan vertigo, kolaborasi pemberian analgesic. Pada intervensi diagnosa keperawatan yang kedua adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil kemampuan untuk mempertahankan ekuilibrium, kemampuan otot untuk bekerja sama secara volunter untuk melakukan gerakan yang bertujuan, tindakan individu atau pemberian asuhan untuk meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh di lingkungan individu, tingkat pencegahan jatuh. Pada intervensi, observasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap resiko jatuh, ciptakan lingkungan yang aman atau hindari lantai yang licin, pantau cara berjalan saat mobilisasi, ajarkan pasien untuk meminimalkan cidera, kolaborasi dengan fisioterapi
43
4.
Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan pertama yang dilakukan pada tanggal 10 April 2014, jam 08.50 WIB, melakukan vital sign dan mengkaji keluhan pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan mau untuk pemeriksaan tanda-tanda vital dan mau utuk dikaji keluhan. Data objektif tekanan darah 130/80mmHg, nadi 64x permenit, respirasi 26x permenit dan suhu 36°C. Pada jam 09.00 WIB diagnosa yang pertama yaitu memasang infus dengan respon subyektif pasien mengatakan mau untuk di infus dan data objektif infus RL terpasang ditangan kiri pasien. Pada jam 09.20 WIB diagnosa yang pertama mengkaji skala nyeri pasien dengan respon subjektif pasien mengatakan nyeri kepala berputar, nyeri seperti dipukul dengan skala nyeri 8, nyeri saat melakukan gerakan dan data objektif pasien tampak ekspresi wajah meringis, pasien tampak menutup matanya agar pusingnya hilang. Implementasi yang kedua pada jam 10.00 WIB yaitu menganjurkan pasien untuk bedrest pada masa akut dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia untuk bedrest dan data objektif pasien tampak berbaring di tempat tidur. Dan pada jam 13.00WIB diagnosa yang kedua yaitu mengajarkan pada pasien tentang senam keseimbangan vertigo dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan senam keseimbangan vertigo dan data objektif adalah pasien kooperatif, pasien mengikuti apa yang telah diajarkan.
44
5.
Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada hari kamis tanggal 10 April 2014 pada jam 14.00 WIB dengan metode SOAP yang hasilnya adalah pada diagnosa pertama respon subjektif yaitu P (Provocate) pasien mengatakan nyeri pada kepala, Q (Quality) nyeri berputar-putar seperti dipukul, R (Region) nyeri dirasakan pada bagian kepala, S (Scale) dengan skala nyeri 6, T (Time) nyeri terasa saat aktifitas atau saat melakukan gerakan. Respon objektif ekspresi wajah pasien tampak meringis, menutup matanya agar pusing hilang, dan nyeri timbul saat melakukan gerakan atau aktifitas serta didapatkan pemeriksaan tekanan darah 130/80mmHg, nadi 68x permenit, respirasi 24x permenit, suhu 36°C. Hasil analisa masalah pada Ny.S teratasi sebagian. Tindakan keperawatan dilanjutkan yaitu kaji nyeri PQSRT secara komprehensif, observasi KU dan vital sign, memberikan injeksi sesuai terapi. Hasil evaluasi diagnosa yang kedua adalah pada jam 14.00 WIB pada respon subjektif adalah pasien mengatakan nyeri berputar-putar, respon objektif masalah
pasien terlihat memegangi kepalanya, hasil analisa
keperawatan
teratasi
sebagian.
Tindakan
keperawatan
dilanjutkan yaitu memberikan senam keseimbangan vertigo dan ajarkan relaksasi nafas dalam.
45
6.
Analisa hasil pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) Analisa hasil pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) terhadap gangguan keseimbangan sebelum dilakukan senam Canalit Reposition Treatment (CRT) pasien tampak pusing masih berputar, dilihat dari ekspresi wajah pasien tampak memejamkan matanya untuk mengurangi pusing atau untuk menyetabilkan keseimbangan pasien. Sesudah dilakukan Canalit Reposition Treatment (CRT) pasien tampak lebih nyaman, ekspresi wajah rileks dan dapat melihat sekelilingnya dengan mata kosong. Jadi setelah diberikan tindakan senam vertigo mengalami perbaikan keseimbangan tubuh atau dengan masalah teratasi sebagian.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan vertigo, penulis akan memberikan usulan dam masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain : 1.
Bagi Penulis Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien vertigo diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan tentang cara pemberian Canalit Reposition Treatment (CRT) pada penderita vertigo.
46
2.
Bagi Institusi Pendidikan Hendaknya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebuh berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.
3.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan
rumah
sakit
dapat
memberikan
pelayanan
dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan memberikan Canalit Reposition Treatment (CRT) pada pasien vertigo.
DAFTAR PUSTAKA Brashers,
Valentina.
2008.
Aplikasi
Klinis
Patofisiologi.Penerbit
Buku
Kedokteran EGC: Jakarta Darminto
Atmo.
2008.
Pentakit
Telinga
Hidung
Tenggorok
(THT).
http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguankeseimbangan-vertigo/ . Diakses tanggal 9April 2014. Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. Gosyen Publishing: Yogyakarta. Edward & Rosa. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign Paroxysmal Positional
Vertigo
Kanalis
Horizontal.
http://repository.unand.ac.id/17573/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaa n_Benign_Paroxysmal_Positional_Vertigo_Kanalis_Horizontal.pdf. Diakses tanggal 15 april 2014. Gandhi, Widya. 2012. Berteman Dengan Migrain. Katalog Dalam Terbitan: Jogyakarta. Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Penerbit Erlangga: Jakarta. Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Informasi Spesialite Obat: Iso Indonesia. Volume 46, 2011-2012. ISFI: Jakarta. Joesoef & Kusumastuti. 2006. Neuoro-Otologi Klinis Vertigo. Airlangga University Press: Surabaya. Joesoef. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Lumbantobing. 2004. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Nanda NIC-NOC. 2013. Diagnosa Keperawatan Nanda. 2009. Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta. Buku Kedokteran: EGC Purnamasari. 2007. Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(Bppv)
http://www.google.com/search?oe=UTF-
8&gfns=1&q=DIAGNOSIS+DAN+TATALAKSANA+BENIGN+P AROXYSMAL+POSITIONAL+VERTIGO+%28BPPV%29&hl=id &sa=X&as_q=&spell=1&ei=LftqU52EBMLm8AWYh4LgCA&ved =0CBoQBSgA. Diakses tanggal 15 april 2014. Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktis Teori dan Praktis.Graha Ilmu. Yogyakarta. Sidharta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat: Jakarta. Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala & Vertigo. Pustaka Cendekia Press: Yogyakarta. Sumarliyah, dkk. 2011. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Pasien Vertigo Di Rs Siti Khodijah Sepanjang.
http://apps.um-
surabaya.ac.id/jurnal/files/disk1/3/umsurabaya-1912-enisumarli-1341-jurnalp-g.pdf . Diakses tanggal 3April 2014. Yatim, Faisal. 2004. Sakit Kepala, Migrain, dan Vertigo. Pustaka Populer Obor: Jakarta.