TRANSENDENSI DIRI PADA PENCETUS TARI CALENGSAI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Abstrak Transendensi Diri Pada Pencetus Tari Calengsai Oleh : Nia Anggri Noveni 081123062 Dosen Pembimbing: Faizah, S.Psi.,M.Psi Intan Rahmawati, S.Psi.,M.Psi Manusia membentuk budaya agar dapat bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Soemardjan (Hardowiyono, 2008) budaya merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.Wilayah Banyumas terdiri dari etnis Jawa Banyumasan, dan etnis Tionghoa. Namun, keberagaman etnis menimbulkan kesenjangan sosial pada penduduk asli Banyumas, hal ini disebabkan karena perbedaan perlakuan sejak jaman Belanda. Seorang Pamong Budaya di Wilayah Kecamatan Purwokerto Timur membuat tari Calengsai, sebagai bentuk akulturasi budaya. Tari Calengsai terdiri dari Lengger, Calung, dan Barongsai yang merupakan kesenian di Wilayah Banyumas, pembuatan tari Calengsai ini untuk mengurangi konflik antar etnis. Menurut Maslow (Wilcox, 2006) manusia transendensi telah memiliki makna dalam hidup, sehingga memiliki tujuan hidup. Transendensi diri merupakan cabang dari psikologi transpersonal, untuk mencapai transendensi diri salah satu caranya adalah melalui meditasi transendental, mengalami pengalaman puncak, dan juga pengalaman kesadaran. Pada penelitian melihat bagaimana transendensi diri pada pencetus Tari Calengsai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan etnografi untuk melihat makna subjektif dari interpretasi perilaku, baik perilaku yang tampak maupun tidak tampak. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis menggunakan analisis domain, Analisis taksonomi, Analisis komponen, dan analisis tema. Teknik pemeriksa keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi pengumpulan data. Hasil penelitian menyebutkan SR memiliki ciri-ciri manusia transendensi sesuai dengan teori transendensi Maslow. Selain itu juga dalam penelitian menyebutkan bahwa bentuk akulturasi budaya tari Calengsai tidak dapat terjadi apabila wilayah Banyumas masih menjunjung tinggi paham kedaerahan, sehingga bentuk resolusi konflik berupa tari Calengsai yang diciptakan SR untuk mengurangi potensi konflik sosial seperti kesenjangan sosial cukup efektif.
Kata kunci: Pamong budaya, Ciri-ciri manusia transendensi Maslow, Tari Calengsai
SELF TRANSCENDENCE of PIONEER CALENGSAI ‘S DANCE
Humans shape the culture in order to survive and adapt to the environment. Menurut Soemardjan (Hardowiyono, 2008) cultureis result creation, taste, and idea of sociality Banyumas region there are Tionghoa ethnic and Javanese ethnic. However, variety of ethnic make stratification social of population in Banyumas. Cause the differences treatment between ethnic in Banyumas since the Dutch of colonialism. A Civil Culture in Banyumas make Calengsai’s dance a form of acculturation culture. Calengsai dance consists of Lengger, Calung and Lion’s dance which is art in Banyumas Region, manufacture Calengsai dance is to reduce between ethnic conflict. According to Maslow (Wilcox, 2006) of human transcendence has meaning in life, so it has a purpose in life. Transcendence it self is a branch of transpersonal psychology, to achieve self-transcendence one way is through transcendental meditation, peak experiences, and also the experience of consciousness. In studies looking at how to trigger self-transcendence Calengsai Dance. This study used qualitative research methods, with an ethnographic approach to see the opinion of the interpretation of the meaning of behavior, good behavior is visible and invisible. The data collection techniques used observation, interviews, and documentary study. Engineering Analysis using domain analysis, taxonomic analysis, component analysis, and analysis of themes. Data Validity Checker techniques using triangulation techniques of data collection. The study says the SR has the characteristics of human transcendence according to Maslow's theory of transcendence. In addition, the studies say that this form of dance Calengsai acculturation not will happen if population in Banyumas have etnocentrice. Calengsai ‘ dance the form of conflict to reduce the potential for social conflict such as stratification sociality. Calengsai’s dance so far is solution effective to handle the conflict potential.
Keywords: Civil cultural, characteristics of human transcendence Maslow, Dance Calengsai
A.
LATAR BELAKANG Manusia membentuk suatu budaya agar dapat bertahan hidup dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Menurut Soemardjan (Hardowiyono, 2008) budaya merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Manusia diciptakan dalam keterbatasan sehingga untuk dapat bertahan hidup manusia menggunakan akal dan pikirannya sehingga menghasilkan kebudayaan. Salah Satu unsur kebudayaan adalah kesenian, seperti tari tradisional Seorang pamong budaya di Kecamatan Purwokerto Timur yang ingin mempersatukan dua etnis Jawa Banyumas dengan etnis Tionghoa, membentuk akulturasi budaya melalui seni tari tradisional, SR memberi nama tari Calengsai . Tari Calengsai ini memadukan antara calung yang merupakan alat musik khas Banyumas, juga Lengger yang merupakan tarian khas Banyumas, dengan barongsai yang merupakan tarian khas etnis tionghoa. Transendensi diri merupakan kesadaran diri sebagai bagian dari kosmos, lebih dari kebutuhan dan identitas individual, manusia yang transendental adalah manusia yang menempatkan nilai-nilai spiritual pada kedudukan yang sentral, agar manusia dapat menjalani hidup dengan penuh makna, sehingga transendensi dapat memberi arah tujuan hidup manusia. Pada penelitian Sulistyaningsih (2004) tentang transendensi diri pada pengusaha yang mendalami spiritualitas, berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat pengalaman puncak, pengalaman kesadaran, serta proses transendensi.. Proses transendensi pada tiap individu bermacam-macam dan bersifat subjektif. Seorang Pamong Budaya yang mencetuskan ide tentang tari Calengsai dapat disebut juga sebagai inovator dan penemu, hal ini sesuai dengan ciri-ciri manusia transendensi. Peneliti tertarik untuk mempelajari tentang tari Calengsai yang merupakan bentuk akulturasi budaya melalui kesenian tari tradisional, serta peneliti ingin mengetahui alasan pamong budaya yang membuat tari Calengsai dalam segi psikologi transpersonal, dengan
melihat ciri-ciri transendensi yang ada pada pencetus tari Calengsai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kulaitatif dengan pendekatan etnografi. B.
LANDASAN TEORI
1. TRANSENDENSI DIRI 1)
Definisi Transendensi diri merupakan cabang dari psikologi transpersonal, yang mengkaji
tentang manusia yang menjunjung nilai-nilai spiritual sebagai hal yang utama, sebelum menuju transendensi diri manusia mengalami peak experiences atau pengalaman transenden (Prabowo, 2008). Menurut Maslow ada dua tingkatan pada orang-orang yang mengalami aktualisasi diri. Yaitu orang yang benar-benar sehat tapi tidak memiliki transendensi, dan orang yang mengalami pengalaman transendensi yang sangat berpengaruh (Wilcox, 2006). 2)
Ciri-ciri Manusia transendensi
Berikut terdapat ciri-ciri manusia yang telah mengalami transendensi diri menurut Maslow (Wilcox, 2006) : a. Pengalaman puncak dan tinggi dalam aspek kehidupan yang paling penting dan berharga. b. Mereka berbicara dengan bahasa puitis, mistis, ramalan, dan lebih memahami seni, musik, paradoks, ibarat-ibarat atau perumpamaan. c. Mereka mempersepsikan adanya kesucian dalam segala sesuatu dan juga melihat mereka pada level kehidupan praktis. d. Mereka dapat mengenali orang lain dengan baik, mengembangkan keintiman dengan cepat dan saling memahami. e. Mereka lebih peka terhadap keindahan dan usaha memperindah. f. Mereka holistik, melampaui perbedayaan budaya dan geografis.
g. Mereka sinergis, dengan apa yang dilakukan bersifat menguntungkan diri sendiri dan orang lain. h. Mereka mudah mencintai, menginspirasikan kekaguman, saleh dan mudah dipuja. i. Mereka cerdas untuk menjadi inovator dan penemu. j. Mereka mempersepsikan kesucian segala benda hidup. k. Mereka memelihara indera yang kuat akan misteri dan pesona. l. Mereka lebih mudah berdamai dengan hawa nafsu. m. Mereka cenderung menghargai diri sendiri sebagai pembawa atau instrumen, sehingga mudah bagi mereka untuk melampaui ego, tidak mementingkan diri sendiri. 2. KEBUDAYAAN 1)
Definisi Pengertian budaya menurut Koentjaraningrat (2002) yaitu kata kebudayaan dan
culture berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Pengertian Budaya menurut Subadio (Hardowiyono, 2008) adalah segenap hasil manusia untuk memperkembangkan manusia menuju keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia lainnya dan antara manusia dengan alam lingkungannya. 2)
Wujud Kebudayaan Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2002), ada tiga yaitu : a.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Contoh: gagasan warga masyarakat yang tersimpan dalam bentuk seperti arsip.
b.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Contoh: bentuk sistem sosial
c.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Contoh: bangunan candi, kain batik, tarian tradisional
3)
TRANSENDENSI MENURUT PSIKOLOGI KRAMADANGSA Menurut Jatman (1999) pengertian psikologi kramadangsa dalam ajaran dari Ki
Ageng Suryomentaram mengajarkan tentang manusia agar memahami dirinya sendiri. Istilah Kramadangsa merupakan pengganti AKU untuk mempelajari diri sendiri. Ajaran Suryomentaram memiliki tiga ajaran Rasa yaitu: 1.
Rasa pangrasa (materi) adalah rasa yang dihayati dari rasa panca indera, seperti rasa manis, rasa asin.
2.
Rasa rumangsa (makna hidup) adalah rasa yang menyadari, seperti rasa eling,dan rasa cipta.
3.
Rasa sejati (transendensi penuh) adalah rasa yang dapat dirasakan seperti rasa damai dan rasa bebas. Rasa sejati merupakan bentuk manusia transendensi yang sudah menyatu dengan Pencipta, berbeda dengan transendensi diri menurut Maslow yang memperlihatkan ciri-ciri manusia transendensi, sebagai manusia yang telah mencapai makna kehidupan.
4)
KESENIAN TARI BANYUMAS a.
Tari Lengger Menurut Herusatoto (2008) tarian Lengger adalah jenis kesenian tari tradisional yang dipadukan antara tari dengan dialog. Penarinya terdiri dari minimal 2 orang ditambah badhut (pria) yang akan muncul pada pertengahan pertunjukkan. Pengiring tarian Lengger adalah musik calung khas Banyumas. tari Lengger mengandung
nilai-nilai, antara lain: nilai estetika, kepercayaan, perjuangan, kemanusiaan, kejujuran dan nilai-nilai ketaatan kepada leluhur. b.
Calung Banyumasan Seni calung menurut Herusatoto (2008) merupakan salah satu bentuk budaya khas Banyumasan. Seni ini berbentuk alat musik tradisional pentatonik terbuat dari bilah-bilah bambu yang berangkai dalam 3 oktaf, yaitu bilahan oktaf rendah (gedhe), sedang , dan tinggi (kecil. Seni calung berkembang di wilayah Banyumas. Wilayah Banyumas adalah wilayah budaya kulonan yang memilki karaketistik cenderung apa adanya (blaka suta), lugu dan aksen ngapak. Ciri khas ini tercermin pada syair-syair lagu yang dipadu dengan irama musik calung serta senggakan-senggakan yang terkesan vulgar.
c.
Kesenian Barongsai Menurut Kusumo (2009) kesenian barongsai bukan sekedar seni hiburan tetapi memiliki makna spiritual bagi masyarakat tionghoa. Barongsai memiliki gerakan yang energik, ekspresif, menegangkan sekaligus menakjubkan. Pemain barongsai berlatar seni bela diri seperti kungfu dan wushu, karena tarian barongsai menampilkan gerakan akrobatik.
d.
Tari Calengsai Tarian Calengsai menurut Rahayu (2008) merupakan perpaduan antara calung, Lengger dan barongsai, dalam tarian ini dibawakan oleh penari keturunan etnis Jawa Banyumasan, dan etnis Tionghoa. Calung merupakan alat musik instrumental yang terbuat dari bambu yang digunakan sebagai pengiring seni tari, misalnya Lenggeran dan Tari Gambyong. Kesenian tari Calung, Lengger, dan Barongsai yang dipadukan sebagai bentuk akulturasi budaya merupakan gagasan dari Ibu SR yang merupakan praktisi budaya dan kesenian tari. Pengenalan Calengsai kepada pihak-pihak luar
Kabupaten Banyumas sering dilakukan melalui festival seni dan budaya atau undangan untuk sebuah pementasan tarian Calengsai, pengenalan tarian ini terus dilakukan agar tercipta keharmonisan dalam interaksi antaretnis. 4)
TRANSENDENSI DIRI PADA PENCETUS TARI CALENGSAI Berdasarkan penjelasan mengenai definisi diatas, untuk mencegah munculnya konflik di wilayah Banyumas, seorang pamong budaya ingin menggabungkan dua kebudayaan yang berbeda yaitu kebudayaan jawa banyumas, dengan kebudayaan etnis tionghoa melalui kesenian tari tradisional yang SR beri nama Tari Calengsai. Akulturasi budaya melalui kesenian Tari Calengsai dapat membantu menyatukan kebudayaan antar dua etnis. Pamong budaya yang menciptakan tarian ini dapat disebut sebagai inovator. Salah satu ciri manusia yang telah melalui transendensi diri adalah mereka cerdas untuk menjadi inovator dan telah melampui perbedaan. Meditasi adalah salah satu tujuan menuju transendensi diri, pada penelitian Sulistyaningsih (2004) yang meneliti seorang pengusaha tetapi menekuni masalah spiritualitas, pada hasil penelitian menunjukkan adanya gejala transpersonal, seperti pengalaman puncak, transendensi diri. Adanya perbedaan kognitif, konatif, dan afektif antara manusia transendensi diri dengan manusia yang belum mengalami transendensi diri dapat terlihat dari ciri-ciri manusia transendensi diri menurut Maslow. Manusia transendensi yang telah memiliki keseimbangan dalam hidup dapat bermanfaat bagi manusia dan lingkungan sekitar. Transendensi
diri
pada
pencetus
tari
Calengsai
adalah
suatu
proses
pengembangan konsep diri oleh pencetus tari Calengsai baik secara batiniah, lahiriah, dan duniawi melibatkan pencetus dengan kesadaran spiritual sehingga dapat berkembang menjadi pribadi yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat bagi manusia
dan lingkungan, pengembangan konsep diri dalam kesadaran spiritual dapat diobservasi dari perilaku sehari-hari pamong budaya. 5)
KERANGKA PIKIR Pamong Budaya Calengsai M memiliki ciriciri manusia transendensi
Akulturasi Budaya Menciptakan tarian
(Tari Calengsai)
Penemuan Makna Hidup
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Pamong budaya sebagai inovator dalam menciptakan tari Calengsai, oleh karena itu pada pamong budaya terdapat ciri-ciri manusia transendensi. Tujuan dibentuknya tari Calengsai adalah untuk mempersatukan kerukunan antar etnis di wilayah Banyumas. Penelitian ini akan mengkaji tentang bagaimana transendensi diri pada pamong budaya yang memiliki hubungan yang erat dengan penciptaan tari Calengsai.
C.
METODE Metode yang akan digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena dengan menggunakan penelitian kualitatif ini peneliti akan lebih dalam mengetahui tentang kesenian Calengsai, dan mendapatkan data yang dibutuhkan. Fokus Penelitian adalah transendensi diri pada SR seorang pamong budaya yang menjadi pencetus tari Calengsai, dengan karakter subjek penelitian yaitu, menjadi pamong budaya di Kecamatan Purwokerto Timur, dan menjadi Pencetus Tari Calengsai. Peneliti menjadi alat instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data utama. Lokasi penelitian di Kabupaten Banyumas dimana pamong budaya bersedia untuk diambil data untuk kepentingan penelitian Teknik pemilihan subjek dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel dengan cara mengambil subjek sebagai informan bukan berdasarkan strata, random, atau daerah, melainkan berdasarkan atas tujuan penelitian. Melalui teknik
purposive sampling diharapkan informan dapat
memberikan informasi yang lengkap mengenai latar belakang seorang pamong budaya mencetuskan tari Calengsai. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi partisipan. Peneliti terlibat langsung selama proses penelitian yang terkait dengan proses penelitian, dengan bentuk wawancara tidak terstruktur menggunakan bentuk pertanyaan terbuka untuk mengkaji makna subjektif yang dalam. Peneliti menggunakan studi dokumentasi berupa dokumen pribadi seperti autobiografi, dan fotografi subjek, serta dokumen resmi internal seperti pengumuman; hasil notulensi rapat keputusan kegiatan yang dilakukan oleh , juga dokumen eksternal seperti: majalah; koran; dan surat pernyataan proses penelitian. Dokumen resmi dapat memberikan gambaran mengenai aktivitas,
keterlibatan
pada suatu kegiatan dalam lingkungan sosial, selain itu dengan
mengetahui perjalanan karier, serta jabatan yang dimiliki, serta tanggung jawab yang pernah diberikan dapat memberikan gambaran mengenai kepribadian dan karakter subjek Menurut Spradley (Herdiansyah, 2010) dalam penelitian etnografi terdapat 12 langkah yang dapat digunakan dalam menyusun pertanyaan penelitian dengan metode etnografi. Berikut gambar alur maju bertahap menurut Spradley (Marzali,1997):
12.
Menulis etnografi
11. Menemukan tema budaya
Tahap Akhir
10. Membuat analisis komponen 9. Mengajukan pertanyaan kontras 8.
Membuat analisis taksonomik
7
Mengajukan pertanyaan struktural
6.
Membuat analisis domain 5. Melakukan analisis wawancara etnografis
4.
Mengajukan pertanyaan deskriptif
3.
Membuat catatan etnografi
2. Melakukan wawancara terhadap seorang informan 1. Menetapkan seorang informan Gambar 3.1 Alur Maju Bertahap Spradley
Tahap Awal
. Pada penelitian etnografi terdapat empat tahap analisis, yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema : 1.
Analisis domain Analisis domain memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitian atau situasi sosial. Melalui pertanyaan umum dan pertanyaan rinci penelitian menemukan berbagai kategori atau domain tertentu sebagai pijakan penelitian selanjutnya.
2.
Analisis taksonomi yaitu menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internal, dapat dilakukan dengan pengamatan yang lebih berfokus.
3.
Analisis komponensial yaitu mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan antar elemen.
4.
Analisis tema yaitu mencari hubungan diantara domain dan hubungan dengan keseluruhan, yang selanjutnya dinyatakan ke dalam tema-tema sesuai dengan fokus dan sub fokus penelitian.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan trianggulasi metode pengumpulan data, yaitu dengan menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, setelah menggunakan trianggulasi metode pengumpulan data, selanjutnya membandingkan hasil dari tiap metode pengumpulan data, sehingga dapat teruji kredibilitas.
D.
HASIL Hasil wawancara dalam penelitian adalah subjek SR pernah mengalami pengalaman
puncak, sehinggan membuat SR lebih religius. Peran sebagai pamong budaya yang menciptakan banyak tarian baik dari kategori PAUD- Umum, membuat SR menemukan makna hidup Narima Ing Pandum bahwa setelah berusaha, dalam hidup itu harus pasrah terhadap kehendak Tuhan. Menyadari tugas manusia sebagai kalifah bumi, membuat SR menciptakan tari Calengsai untuk menyelaraskan perbedaan, karena menurut SR perbedaan akan indah apabila berjalan bersama-sama. Memahami makna perbedaan ini yang membuat SR dapat melakukan interaksi dengan baik, tanpa memandang perbedaan etnis. Hasil observasi dalam penelitian terlihat sikap SR dalam menyikapi perbedaan, SR membebaskan rekan kerjanya untuk berekspresi, serta SR tidak marah ketika terdapat penari yang memprotes masukan gerakan tari darinya. SR menyikapi perbedaan dengan kelembutan serta dengan mencari solusi alternatif. Hasil Dokumentasi terdapat dalam artikel Djaka Lodang yang menyebutkan kemampuan SR sebagai inovator dapat terlihat seperti menjadi pencetus tari Calengsai, serta SR pernah menerbitkan buku Dolanan Anak PAUD yang mendapat penghargaan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta Pusat. Kemampuan inovasi yang lain adalah kemampuan berinovasi dalam menampilkan karya tari Calengsai, untuk beberapa tempat pementasan, busana yang dikenakan berbeda-beda disesuaikan dengan tema acara.
E.
ANALISIS
1.
Analisis Domain Analisis domain berisi kategori umum tentang transendensi diri pada pamong budaya.
Seperti tabel berikut: Tabel 4.5 Analisis Domain
Domain Pertama
Pencakup (Cover Term) Menjalani lelaku spiritual
Kedua
Kiprah sebagai menciptakan tarian
Ketiga
Ritual dalam tari tradisional
Pakem Mandi Kembang Indhang Meditasi Panembahan
Keempat
Penyampaian pesan tarian salah satunya melalui aksesoris pada tari Calengsai
Sampur Monte Kace Sanggul Jarit
Kelima
Pamong Budaya menemukan makna hidup dan wujud Berinteraksi dengan lingkungan
Nrimo ing pandum Hidup sederhana Menyelami Jiwa
pamong
budaya
Tercakup Ngrowot Mutih Ngebleng Jamu-jamu Dolanan Anak Calengsai Ketoprak
2.
Analisis Taksonomi
Analisis taksonomi berisi tentang kelompok-kelompok domain yang memiliki kesamaan tema dalam satu taksonomi baru, seperti tabel berikut: Tabel 4.7 Analisis Taksonomi Urutan Taksonomi Pertama
Kedua
Diambil dari Domain ke Pertama
Menjalani lelaku spiritual
Tercakup Ngrowot Mutih Ngebleng Pakem Mandi Kembang Indhang Meditasi Panembahan
Ketiga
Ritual dalam tari tradisional
Kedua
Kiprah sebagai pamong budaya menciptakan tarian Penyampaian pesan tarian salah satunya melalui aksesoris pada tari Calengsai
Jamu-jamu Dolanan Anak Calengsai
Penemuan makna hidup
Nrimo ing pandum Hidup sederhana Menyelami Jiwa
Keempat
Ketiga
Cover Term
Kelima
Sampur Monte Kace Sanggul Jarit
Taksonomi (Baru) Bentuk ritual dan proses lelaku spiritual
Tarian yang diciptakan dan pesan tarian yang tersampaikan melalui aksesoris penari
Makna kehidupan dan wujud aplikasinya
3.
Analisis Komponensial Pada analisis komponensial berisi tentang ciri spesifik pada setiap domain, seperti
pada tabel berikut: Tabel 4.8 Analisis Komponensial
Komponen Menjalani lelaku spiritual
Rangkaian Kontras Ngrowot
Dimensi Kontras Bentuk
Sikap/Perilaku
Mutih
Bentuk
Puasa mutih dilakukan setelah puasa ngrowot, yaitu hanya memakan nasi putih sekepal, dan minum air putih satu gelas selama 3 hari
Ngebleng
Bentuk
Ngebleng dilakukan setelah 40 hari puasa ngrowot, dan hari ketiga puasa mutih yaitu tidak melakukan aktivitas apapun, seperti makan, minum, dan tidur
Puasa ngrowot dilakukan oleh SR dengan tidak makan nasi selama 40 hari
Komponen Ritual dalam tari tradisional
Rangkaian Kontras Pakem
Dimensi Kontras Bentuk
Mandi Kembang
Tahapan
Indhang
Bentuk
Sikap/Perilaku Aturan lelaku spiritual berisi syarat dari dukun Lengger Proses ritual sebelum menuju ke panembahan untuk mendapatkan indhang Sejenis pegangan selama pementasan Lengger tradisi
Kiprah sebagai pamong budaya menciptakan tarian
Penyampaian pesan tarian salah satunya melalui aksesoris pada tari Calengsai
Meditasi
Sifat
Panembahan
Cara memperoleh
Jamu-jamu
Tujuan
Menyampaikan pesan kepada penonton, bahwa hidup itu harus sederhana
Dolanan Anak
Sasaran
Anak PAUD, TK dan SD
Calengsai
Tujuan
Menyampaikan pesan persatuan antar etnis di Banyumas
Sampur
Simbol
Warna sampur merah dan putih melambangkan identitas bangsa
Monte
Simbol
Monte bentuk koin, mengandung makna persatuan
Kace
Simbol
Penggambaran perbedaan
Hal-hal yang bersifat supranatural
Pergi ke suatu tempat Untuk mendapatkan indhang
etnis
Komponen
Rangkaian Kontras
Dimensi Kontras
Sikap/Perilaku dengan kace pada penari Calengsai
Pamong Budaya menemukan makna hidup, dan wujud berinteraksi dengan lingkungan
4.
Sanggul
Simbol
Penggambaran perbedaan etnis dengan sanggul pada penari Calengsai
Jarit
Simbol
Budaya Banyumasan
Nrimo ing Implementasi pandum
Pasrah terhadap kehendak Allah, setelah berusaha
Hidup sederhana
Tujuan
Agar manusia tidak serakah
Menyelami Jiwa
Bentuk
Melihat watak seseorang dari sudut pandang yang berbeda
Analisis Tematik Pada analisis tematik berisi tentang kesimpulan dari seluruh rangkaian tahapan
analisis, seperti pada tabel berikut: 1.
Lelaku spiritual dilakukan sesuai dengan keinginan dan tujuan pelaku.
2.
Pada tarian Calengsai terdapat penyampaian pesan tarian salah satunya melalui aksesoris pada tari Calengsai
3.
Setelah menciptakan karya tari, membuat SR menemukan makna hidup sehingga tujuan hidupnya menjadi lebih terarah, dan dapat memberikan manfaat kepada sesama manusia
Makna hidup SR sampaikan lewat gerak tari yang sederhana sesuai dengan kemampuan. Hal ini sesuai dengan Maslow yang memiliki ciri-ciri transendensi untuk membedakan manusia yang telah mengalami transendensi diri dengan manusia yang belum mengalami, transendensi diri memberikan arah tujuan manusia dalam hidup. Berikut terdapat ciri-ciri manusia yang telah mengalami transendensi diri menurut Maslow (Wilcox, 2006) : Tabel 1 Ciri- Ciri Manusia Transendensi Menurut Maslow No 1.
2.
3.
4.
Ciri-ciri transendensi Mengalami puncak
manusia Bentuk Perilaku SR
pengalaman SR menjalani lelaku spiritual berupa puasa mutih, ngrowot, dan ngebleng, dan mengalami pengalaman puncak melihat sosok putih bercahaya didepannya, kemudian sosok itu memegang kepala pundak SR Mereka berbicara dengan SR menggunakan istilah narima bahasa puitis, mistis, ramalan, ing pandum untuk menjelaskan dan lebih memahami seni, makna hidup, SR juga musik, paradoks, ibarat-ibarat menceritakan dengan atau perumpamaan perumpamaan perbedaan kondisi lingkungan dengan menjelaskan perbedaan alam dulu dan sekarang, kiprah sebagai pamong budaya tidak asing dengan penggunaan istilah mistis seperti indhang. Mereka mempersepsikan Bagi SR menciptakan karya tari adanya kesucian dalam segala seperti tari legenda merupakan sesuatu dan juga melihat hal yang sakral, tidak boleh mereka pada level kehidupan sembarangan, ada hal-hal yang praktis harus diperhatikan. Mereka dapat mengenal SR memiliki kebiasaan untuk orang lain dengan baik, menyelami jiwa saat berinteraksi mengembangkan keintiman dengan orang lain. dengan cepat dan saling memahami.
No 5.
6.
7.
Ciri-ciri manusia Bentuk Perilaku SR transendensi Mereka lebih peka terhadap SR yang terbiasa menciptakan keindahan dan usaha karya tari selalu berusaha memperindah. memberikan inovasi, dan mempertimbangkan unsur keindahan, seperti keindahan pakaian, juga keselarasan gerak dan musik Mereka holistik, melampaui SR ingin mempersatukan etnis perbedayaan budaya dan jawa banyumasan dan etnis geografis. tionghoa, agar tercipta makna persatuan dengan saling toleransi dan saling menghormati Mereka sinergis, dengan apa dapat menyesuaikan diri dengan yang dilakukan bersifat perbedaan kepentingan, baik menguntungkan diri sendiri kepentingan pribadi maupun dan orang lain. kepentingan umum.
8.
Mereka mudah mencintai, menginspirasikan kekaguman, saleh dan mudah dipuja.
9.
Mereka cerdas untuk menjadi SR sebagai pamong budaya telah inovator dan penemu. menciptakan banyak karya tari untuk kategori PAUD- Umum
10.
Mereka mempersepsikan SR saat menciptakan tarian kesucian segala benda hidup. dengan tema unsur alam, seperti angin, gunung membuat sosok tersebut terkesan hidup
11.
Mereka memelihara indera yang kuat akan misteri dan pesona. Mereka lebih mudah berdamai dengan hawa nafsu.
12.
ibu-ibu PKK yang terinspirasi setelah mendapatkan pelatihan membuat kace dari SR.
Tebiasa mengolah rasa membuat SR peka dengan melihat sudut pandang yang berbeda. Pendapat SR yang mengatakan manusia hanya menjalani semua sudah diatur oleh Allah membuat SR tidak memiliki keinginan yang berlebihan. Membuat SR tidak memaksakan kehendak dan berdamai dengan hawa nafsu
F.
DISKUSI Tari Calengsai merupakan bentuk akulturasi budaya dengan tujuan untuk
mempersatukan etnis Jawa Banyumasan dan etnis Tionghoa. Tari Calengsai sebagai wujud akulturasi budaya tidak akan dapat terwujud, apabila wilayah Kabupaten Banyumas masih menjunjung tinggi paham etnosentrisme (kedaerahan). Untuk dapat meredam konflik dibutuhkan kepribadian yang berfungsi sepenuhnya, seperti terbuka terhadap berbagai pengalaman, mampu bertahan hidup, menggunakan perasaan terdalam untuk pengambilan keputusan, menikmati hidup yang bebas dari tekanan, serta kreatif yang dapat melakukan adaptasi dengan budaya. Individu yang dapat mengembangkan potensi dengan baik diatas aktualisasi diri, disebut dengan transendensi diri. Transendensi diri adalah kesadaran manusia sebagai bagian dari unsur kehidupan dan menempatkan nilai-nilai spiritual sebagai pusat dari kehidupan. Manusia transendensi diri memiliki tujuan hidup yang lebih terarah. Istilah transendensi diri dalam Psikologi Jawa dikenal dengan Kramadangsa. Memiliki 3 rasa. Yaitu rasa pangrasa, rasa rumangsa, rasa sejati. Rasa pangrasa adalah rasa didalam wujud lahiriah dapat dirasakan dengan panca indera seperti rasa manis, asin. Rasa rumangsa adalah rasa dalam wujud kesadaran seperti rasa eling, rasa cipta yang berhubungan dengan penemuan makna hidup. Rasa Sejati adalah rasa yang dapat dirasakan seperti rasa damai, dan rasa bebas. Wujud penerimaan diri manusia sebagai bagian dari unsur kehidupan adalah pasrah. Pada filsafah hidup jawa dikenal dengan istilah Narima Ing Pandum yaitu kesadaran diri manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, dan menyadari bahwa perbedaan nasib merupakan kehendak Tuhan.
REFERENSI : Anonimous. Kesenian Barongsai.http: thesis.binus.ac.id/eColls/.../Bab1/2010-2-00172ds%20bab%201.pdf diunduh tanggal 15 Mei 2012. Alwisol. 2010. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press. Aryadita Ramadhan, Ahmad. 2011.Tari Pencak Macan (Studi deskriptif kualitatif mengenai makna simbolik dalam pementasan tari pencak macan di Kabupaten Gresik). Skripsi. Tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Azhari, Akyaz. 2004. Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Teraju. Berry, John W.dkk. 1999. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Gramedia. Budi Sulistyawati, Dwiratna. 2008. Tari Bedhaya Ketawang: Kajian makna simbolik gaya busana dan tata rias sakral keraton kasunan Surakarta Hadiningrat. Skripsi. Tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Daniels, Michael. 2001. On Transcendence in Transpersonal Psychology. journal.Transpersonal Psychology Review, Vol. 5, No. 2, 3-11. www.psychicscience.org/Papers/daniels01b.pdf diunduh tanggal 09 Mei 2011. Emzir. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Guruvalah.2008.Pengertian Kebudayaan dan seni. http: guruvalah.20m.com/modul1 _pengertian_kebudayaan_seni. pdfdiunduh tanggal 15 Mei 2012. Hardowiyono. 2008. Pengantar Antropologi. Diktat. Tidak diterbitkan. Malang. Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika. Herusatoto, Budiman. 2008. Banyumas Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak.Yogyakarta: Lkis. Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Yogyakarta: Erlangga. Iskandar. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada. Jatman, Darmanto. 1999. Psikologi Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kusumo, Samuel Jati Jiwo.2009. Kesenian Calengsai Sebagai Alat Negosiasi Budaya Antar Etnis Jawa dan Tionghoa di Kabupaten Banyumas. Skripsi.Tidak diterbitkan. Purwokerto: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman. Masyithoh, Siti. 2011.Transendensi Meditasi. http://siti-masyithoh.blogspot.com diunduh tanggal 15 Mei 2012. Marzali, Amri. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana. Mawar.2008. Middle Rang Theory Pamela G Reed Self Transcendence. http://www.scribd.com/doc/22920809/mawar-TUGAS-MIDDLE-RANGE-THEORYPAMELA-G-REED diunduh tanggal 15 Mei 2012. Michael.2010.Hierarchy of Human Needs: Maslow’s Model of Motivation. http://personalityspirituality.net/articles/the-hierarchy-of-human-needs-maslows-modelof-motivation/ diunduh tanggal 09 Mei 2011. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhid,Abdul.2011. Menemukan Makna Hidup. http://sunan-ampel.ac.id/in/component/ ontent/article/1106-menemukan-makna-hidup.html diunduh tanggal 15 Mei 2012. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Pengertian Tari. http: mgmpseni.wordpress.com/materi- belajar- seni- tari/ semester-1/ kelas vii/ pengertiantari diunduh tanggal 03 April 2011. Rachmatullah, Asep. 2010. Falsafah Hidup Jawa. Jogyakarta: Logung Pustaka. Rahayu. 2008. Kesenian Calengsai (Calung, Lengger, dan Barongsai). Sinopsis. Tidak diterbitkan. Purwokerto. Rahayu,Wina. 2011. Transendensi Meditasi.http://winarahayu12.blogspot.com/ 2011/12/transendensi-meditasi.html diunduh tanggal 15 Mei 2012.
Sulistiyaningsih, Wiwik. 2004. Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup. Journal. Http: Resitory.usu.ac.id/bitstream/123456789/3655/1/psikologiwiwik.pdf diunduh tanggal 01 Mei 2012. Sumandiyo, Hadi. 2005. Sosiologi Tari (Sebuah Pengenalan Awal). Yogyakarta: Pustaka. Supratiknya. 1993. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis). Jogyakarta: Kanisius. Wahyudianto. 2006. Karakteristik Ragam Gerak Dan Tata Rias Busana Tari Ngremo Sebagai Wujud Presentasi Simbolis Sosio Kultural. Journal. Imaji, vol 4, No 2. http:eprints.uny.ac.id/.../KARAKTERISTIKRAGAM_GERAK_DAN_TA... Jenis File: PDF/Adobe Acrobat - Versi HTMLdiunduh tanggal 18 Januari 2012. Wilcox, Lynn. 2006. Personality psychotheraphy. Jogyakarta: IRCiSod. Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.
.