“TRADISI SLAMETAN WETON” Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Wawasan Budaya Nusantara (MKK00102) Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam
Disusun oleh : HARI SETIAWAN NIM. 14148121
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan Makalah tentang kebudayaan tradisional di Indonesia khususnya di daerah Magetan, Jawa Timur. Selain itu makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Wawasan Budaya Nusantara. Proses pembuatan makalah ini juga tidak lepas dari dukungan, masukan, serta kritikan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, perlu kami sampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn, selaku Dosen Pengampu mata kuliah Wawasan Budaya Nusantara 2. Ibu Sainem dan Ibu Sumarni, selaku Nara Sumber dalam pembuatan makalah ini Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kritik dan saran sangat diharapkan sebagai upaya yang lebih baik. Akhir kata, terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu tenaga, pikiran dan do’a, semoga Allah SWT menerimanya sebagai amal kebaikan.
Surakarta, 25 November 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3 C. Tujuan ................................................................................................ 3 D. Tinjauan Teori .................................................................................... 3 E. Metode Penelitian .............................................................................. 6 II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Wujud Budaya Ide/Konsep ............................................................... 8 B. Wujud Budaya Tindakan/Aktivitas.................................................... 12 C. Wujud Budaya Artefak ...................................................................... 15 III. PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 18 B. Saran .................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta Kabupaten Magetan ................................................................. 1 Gambar 2 Kukusan dan tumpeng ..................................................................... 13 Gambar 3 Bothok, pelas dan sayuran ............................................................... 14 Gambar 4 Pembacaan Do’a .............................................................................. 15 Gambar 5 Proses makan Jenang Pethak .......................................................... 16 Gambar 6 Tumpeng dan sayuran ...................................................................... 17 Gambar 7 Jenang Pethak dan Jenang Abrit..................................................... 18 Gambar 8 Narasumber ..................................................................................... 21 Gambar 9 Narasumber ..................................................................................... 21 Gambar 10 Foto dengan Narasumber ................................................................ 24
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dipenuhi oleh kekayaan, baik alam maupun budaya. Budaya melekat erat dengan tradisi, dimana tradisi setiap suku sangat beragam. Salah satu tradisi suku di Indonesia adalah tradisi Jawa. Jawa dikenal sebagai pulau yang penuh kesantunan dan kelembutan. Setiap dari kebudayaan pasti memiliki keunikannya tersendiri, begitu halnya dengan tradisi Jawa. Keunikannya dapat dilihat mulai dari kepercayaan masyarakat, bahasa, kesenian, dan tradisinya. Dalam segala tindakannya biasanya tidak lepas dari mengikuti tradisi atau kebiasaan yang dianut oleh para leluhurnya, karena masyarakat Jawa dikenal selalu menjunjung tinggi setiap tradisi dan adat istiadat yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka.
Gambar 1. Peta Kabupaten Magetan Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/magetan/ina/map.html
Menurut Koentjaraningrat (1984:3) daerah asal orang Jawa adalah Pulau Jawa, yaitu suatu pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km, dan lebarnya 500 km bila diukur dari ujung-ujungnya yang terjauh. Letaknya di tepi sebelah selatan kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah selatan garis khatulistiwa. Pulau ini hanya merupakan tujuh persen dari 1
2
seluruh daratan kepulauan Indonesia. Pulau Jawa merupakan daerah gunung berapi yang memiliki sejumlah besar gunung berapi, baik yang masih bekerja maupun yang tidak, dengan ketinggian antara 1.500 hingga 3.500 meter di atas permukaan laut. Masyarakat Jawa yang bertempat tinggal di Pulau Jawa ini secara turun temurun menggunakan Bahasa Jawa dengan berbagai ragam dialeknya. Salah satunya adalah masyarakat yang bertempat tinggal di kaki Gunung Lawu, tepatnya berada di daerah Alastuwo, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Beragam budaya berdasarkan tradisi masyarakat Jawa mulai dari manusia itu lahir sampai datang hari kematiannya masih bisa kita jumpai di daerah ini, satu diantara beberapa tradisi tersebut adalah budaya Slametan Weton. Menurut Koentjaraningrat (dalam Muhammad Tawab, 2014:16) Kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya yang dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Oleh karena itu tanpa proses belajar, kita tidak mungkin mengerti maksud dan tujuan kebudayaan generasi sebelumnya. Itulah mengapa kita sebagai generasi muda harus semangat untuk belajar apalagi mengenai budaya, agar kita mengerti maksud dan tujuan dari kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Hal yang membuat saya tertarik untuk menggali informasi lebih mendalam mengenai budaya Slametan Weton ini adalah karena tradisi ini khususnya di daerah Magetan sudah mulai jarang dilakukan oleh masyarakat Jawa sendiri. Selain itu tradisi ini merupakan tradisi yang unik karena hampir mirip dengan ulang tahun, akan tetapi yang membedakannya adalah Slametan Weton dilakukan berdasarkan pada kalender Jawa, dimana dalam satu bulan terdapat 35 hari atau orang Jawa biasa menyebutnya selapan.
3
B. Rumusan Masalah Penulisan makalah ini untuk mengetahui wujud budaya pada tradisi Slametan Weton, dengan rumusan masalah sebagai berikut: -
Bagaimana wujud budaya konsep/ide pada tradisi Slametan Weton?
-
Bagaimana wujud budaya tindakan/kegiatan pada tradisi Slametan Weton?
-
Bagaimana wujud budaya artefak/fisik pada tradisi Slametan Weton?
C. Tujuan Tujuan merupakan segala sesuatu yang ingin dicapai dalam setiap bentuk kegiatan apapun. Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Mendeskripsikan wujud budaya ide/konsep pada tradisi Slametan Weton. b. Mendeskripsikan wujud budaya tindakan/kegiatn pada tradisi Slametan Weton. c. Mendeskripsikan wujud budaya artefak/fisik pada tradisi Slametan Weton.
D. Tinjauan Teori 1. Pengertian Slametan Tradisi slametan sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Jawa. Mereka sering mengadakan slametan dalam waktu-waktu yang mereka anggap penting. Bagi orang jawa, kehidupan ini penuh dengan upacara-upacara sejak masih di dalam kandungan ibunya, lahir, kanakkanak, remaja, dewasa, bahkan sampai kematiannya. Tradisi tersebut dilalukan dari jaman Hindu sampai sekarang. Namun disisi lain, tradsisi selametan dapat juga meningkatkan kekeluargaan tiap-tiap anggota satu dengan anggota lainnya. Menurut Koentjaraningrat (1984:344) Slametan atau Wilujengan adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang Jawa pada umumnya dan penganut
4
Agami Jawi khususnya. Suatu upacara slametan biasanya diadakan di rumah suatu keluarga, dan dihadiri oleh anggota-anggota keluarga (dan rumah-tangga) yang pria, dengan beberapa tamu (kebanyakan juga pria), yaitu biasanya tetangga-tetangga terdekat dan kenalan-kenalan yang tinggal tidak terlalu jauh, kerabat-kerabat yang tinggal tidak terlalu jauh, kerabat-kerabat yang tinggal di kota atau dusun yang sama, dan ada kalanya juga teman-teman akrab yang mungkin tinggal agak jauh. Menurut Andrew Beatty (dalam M.Yusuf Wibisono, 2013:8) Slametan adalah jantungnya agama Jawa. Diperkuat lagi oleh Clifford Geertz (dalam M.Yusuf Wibisono, 2013:8), bahwa di sentral sistem agama Jawa, terdapat suatu upacara keagamaan yang sederhana, formal, jauh dari keramaian dan dramatis, itulah yang dinamakan slametan. Slametan secara sederhana dimaknai sebagai suatu upacara makan-makan (manganan) yang terdiri atas sesajen, makanan simbolik, sambutan resmi, dan doa-doa atau mantera. Dengan demikian, slametan dalam tradisi Jawa merupakan aktifitas ritual yang selalu mendapatkan tempat utama dalam kehidupan masyarakatnya. Sehingga ada istilah tertentu bagi masyarakat Jawa yang sering meninggalkan tradisi slametan, yaitu “ora njawani”, artinya perilaku yang tidak sesuai dengan budaya Jawa sejati.
2. Jenis-jenis Slametan Slametan yang biasa dilakukan oleh orang Jawa, merupakan adat yang tidak bisa dilepaskan dengan akar sejarah kepercayaan-kepercayaan yang pernah dianut oleh orang Jawa. Di masa sekarang ini tradisi slametan masih dilakukan di kalangan masyarakat dan sudah di anggap sebagai bagian dari proses kehidupan. Slametan selain sebagai suatu tradisi juga akan menimbulkan adanya rasa kebersamaan dan saling menghormati antara anggota keluarga. Menurut Siti Fatimah (2013) Tradisi ini di percaya untuk
5
mendapatkan berkah, selamat dan terhindar dari cobaan yang berat, mendoakan orang yang meninggal, sebagai rasa syukur, kehidupan masyarakat aman dan tenteram, terjaga dari mala petaka dan juga berfungsi sebagai (tolak bala). Berikut ini adalah jenis-jenisnya: a. Slametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang. Jenis Slametan ini meliputi : hamil tujuh bulan, kelahiran, potong rambut pertama, sunat, kematian. b. Slametan yang bertalian dengan bersih desa. Jenis Slametan ini meliputi : upacara sebelum penggarapan tanah pertanian, dan setelah panen padi. c. Slametan yang berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan besar Islam. d. Slametan yang berkaitan dengan peristiwa khusus. Jenis Slametan ini meliputi : perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh dari sakit (kaul), dan lain-lain.
3. Pengertian Slametan Weton Begitu banyaknya macam-macam tradisi slametan yang ada di masyarakat Jawa tentunya mempunyai tujuannya masing-masing misalnya ucapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. Kegiatan slametan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di masyarakat Jawa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Weton adalah hari lahir seseorang dengan pasarannya (Legi, Paing, Pon, Wage, Kliwon). Weton berasal dari kata wetu yang berarti lahir atau keluar yang mendapat akhiran "an" sehingga berubah menjadi kata benda. Selain itu weton dapat diartikan sebagai gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan ke dunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi atau lainnya. Menurut Suryo S. Negoro, Weton atau wetonan adalah peringatan hari lahir setiap 35 hari sekali. Untuk orang Jawa tradisonal sangat
6
penting untuk mengetahui weton, sesuai dengan kalender Jawa. Dengan mengetahui tanggal, bulan dan tahun kelahiran menurut kalender Masehi, bisa diketahui weton seseorang. Hari kelahiran menurut kalender Jawa atau weton terjadi setiap selapan hari. Slametan Weton ini dilakukan sesudah jam enam sore, karena hari Jawa mengikuti kalender sistem rembulan. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, sehingga menggunakan
metode
penelitian
deskriptif
kualitatif
dan
teknik
pengumpulan datanya bersifat langsung. Menurut Prof. Parsudi Suparlan (dalam Hamid Patilima, 2007:2) Pendekatan kualitatif seringkali juga dinamakan sebagai pendekatan yang humanistik, karena di dalam pendekatan ini cara pandang, cara hidup, selera ataupun ungkapan emosi dan keyakinan dari warga masyarakat yang diteliti sesuai dengan masalah yang diteliti, juga termasuk data yang harus dikumpulkan. Slametan weton adalah salah satu wujud budaya yang memiliki nilai - nilai yang luhur. Penelitian ini mencoba untuk menelusuri dan menggali tentang tradisi slametan weton melalui informasi yang didapatkan dari proses penelitian yang telah dilakukan. 2. Objek Kajian a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sumber data dimana penelitian ini dilaksanakan. Subjek pada penelitian ini adalah warga yang tinggal di Kabupaten Magetan yang masih melaksanakan tradisi Slametan Weton.
7
1. - Nama
: Sainem
- Usia
: 72 Tahun
- Jenis Kelamin
: Perempuan
- Tempat Tinggal
: Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab. Magetan, Jawa Timur
- Pekerjaan
2. - Nama
: Petani
: Sumarni
- Usia
: 36 Tahun
- Jenis Kelamin
: Perempuan
- Tempat Tinggal
: Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab. Magetan, Jawa Timur
- Pekerjaan
: Petani
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah sebuah tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa yakni tradisi Slametan Weton yang lebih tepatnya masih dilakukan oleh masyarakat Desa Gondang. c. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Gondang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 02 Desember 2015. 2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam Penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara.
8
a. Observasi Teknik ini ini dilakukan dengan cara mengamati baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian. Observasi digunakan untuk menyajikan gambaran natural di lapangan serta menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi, serta rekaman gambar. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara mendatangi lokasi secara langsung. Alat bantu yang diperlukan untuk menunjang kelancaran proses observasi antara lain : Kamera foto (handphone), buku catatan dan bolpoint.
b. Wawancara Interview (wawancara) merupakan bentuk perbincangan antara seseorang sebagai peneliti dan orang lainnya sebagai narasumber. Wawancara dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara secara mendalam dan terbuka dengan bahan wawancara yang sudah dipersiapkan serta direncanakan. Wawancara dilakukan langsung dengan narasumber untuk memperoleh data lisan berupa tulisan.
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Wujud Budaya Ide/Konsep 1. Fungsi dan Tujuan Slametan Weton Masyarakat Jawa memiliki kekayaan budaya yang beragam dan selalu menjunjung tinggi tradisi maupun adat istiadat yang ada. Setiap tradisi memiliki suatu tujuan maupun maksud tertentu. Sebagaimana pula dengan slametan, menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015): “Slametan iki kanggo dongakne wong sing di ton;i ben slamet, waras, pinter lan opo wae sing dilakoni iso lancar” Slametan Weton ini bertujuan untuk mendo’akan seseorang yang diperingati hari kelahirannya agar diberi keselamatan, kesehatan, kepintaran dan apapun yang dilakukannya bisa berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. Secara garis besar tujuan slametan ini adalah untuk menciptakan keadaan yang sejahtera, aman, dan bebas dari gangguan makhluk yang tampak maupun yang halus, sehingga tercipta suatu keadaan yang disebut slamet. 2. Do’a Pada masyarakat Jawa do’a ini di bacakan dalam bahasa Jawa atau hampir sama dengan niat dan keinginan yang ingin mereka peroleh ketika melakukan Slametan Weton. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) do’a atau niat yang dibacakan adalah sebagai berikut:
9
10
“Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane kabul slamet” Semua orang yang ada atau mengikuti Slametan Weton sebagai saksinya, bahwa pembuatan jenang putih dan
jenang merah ini karena untuk
memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti tumpeng, bothok pelas dan jenang ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan Erna agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan. Ketika do’a ini dibacakan oleh salah satu anggota keluarga yang tertua, maka anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang dibacakan tersebut dengan jawaban nggeh atau secara sederhana adalah mengucapkan amin.
3. Kepercayaan Masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi yang tetap terjaga. Mereka menganggap tradisi nenek moyang adalah warisan yang sangat bernilai dan harus tetap dipertahankan. Menurut Budiono Heru sutoto (dalam Siti Fatimah, 2013) mengatakan bahwa suku bangsa Jawa pada zaman purba mempunyai pandangan hidup Animisme, suatu kepercayaan adanya roh atau jiwa pada semua benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan juga manusia sendiri.
11
Menurut
Koentjaraningrat
(1984:355)
Orang
Jawa
masih
mengadakan suatu upacara yang penting, yaitu yang diadakan pada waktu seorang bayi berumur 35 hari. Upacara nyelapani (dari kata selapan = tigapuluh lima) jatuh pada hari weton yang pertama, yaitu kombinasi dari suatu hari tertentu dalam pekan lima hari dan suatu hari tertentu dalam pekan tujuh hari, yang berulang setiap 35 hari. bagi orang Jawa weton itu kelak akan sangat penting untuk mengadakan perhitungan, antara lain untuk menentukan tanggal pernikahan dari hari-hari penting lainnya, tetapi juga dalam hal aktivitas ilmu ghaib. Menurut orang Jawa, seseorang yang sering dibuatkan slametan weton secara rutin sesuai waktunya, biasanya hidupnya lebih terkendali, lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan ceroboh, dan jarang sekali mengalami sial. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015): “Kabeh wong iku duweni wetone dhewe-dhewe lan kudu di ton’i, nak ora di ton’i wong iku bakal loro” Setiap orang itu mempunyai weton sendiri-sendiri dan mereka harus memperingatinya dengan melaksanakan slametan weton, karena jika tidak orang tersebut pasti akan sakit. Biasanya ini terjadi ketika seseorang lupa melakukan slametan weton untuk dirinya sendiri. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) juga mengatakan bahwa: “Yen wong iku loro amergo wes kelalen ora di ton’i, sekaren kembang kerah macan ono ning gone lah mendem ari-arine” Apabila seseorang itu sakit akibat lupa tidak melaksanakan slametan weton, maka salah satu anggota keluarga harus nyekar dengan kembang kerah macan di tempat ari-ari orang yang sakit itu dikubur. Kembang kerah macan ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga kenanga.
12
4. Filosofi Tradisi Jawa yang banyak berkembang saat ini sebenarnya merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang dengan segala kepercayaannya yang begitu kental. Mungkin bagi orang yang kurang terbiasa mengenal, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang kalem atau lemah lembut, dan dianggap terlalu mengutamakan tata krama dibandingkan dengan hal lainnya. Akan tetapi tata krama merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) mengatakan bahwa: “Wong jowo kwi mesti slametan, pasang sajen wes awit biyen. Kabeh di slameti, brokohan, sepasaran, selapanan, neloni, slametan wong mati. kanggo donga jaluk slamet marang sing Kuasa, uripe ben ayem lan tentrem” Orang Jawa melakukan tradisi slametan, pasang sesaji sudah dari jaman dahulu. Semuanya di slameti mulai dari brokohan, sepasaran, selapanan, neloni, slametan untuk orang yang meninggal dan lain sebagainya. Semua itu untuk mendo’akan dan meminta keselamatan kepada Yang Maha Kuasa agar hidupnya aman dan damai. Menurut Suseno (dalam Sony Sukmawan) Dalam Slametan terungkap nilai-nilai yang dirasakan paling mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan, ketetanggaan, dan kerukunan. Pencapaian nilainilai ini menjadi gambaran pencapaian kehidupan yang ideal bagi masyarakat Jawa. “Sampun nggih derek-derek kula Sedaya, ingkang sepuh miwah ingkang enem, ingkang ageng miwah ingkang alit, ingkang samar miwah ingkang gaib:
13
Baiklah saudara-saudaraku semua, tua maupun yang muda, besar maupun yang kecil, yang tersamar maupun yang gaib. Menurut Yudi Setiyadi (2014) Weton memperkirakan kepribadian, sifat dan nasib seseorang. Meski tidak bersifat mutlak, weton digunakan sebagai pengingat bagi orang Jawa untuk berhati-hati dalam menjalani hidup. Filosofi hidup eling lan waspada (ingat dan selalu waspada) menjadi unsur penting dalam pemahaman tentang weton dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa.
B. Wujud Budaya Tindakan/Aktivitas 1. Menyiapkan Bahan Memasak nasi untuk dibuat tumpeng, banyaknya beras yang dimasak dikira-kira saja mencukupi untuk minimal 1 keluarga. Menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015): Setelah nasi matang lalu dicetak menggunakan kukusan agar berbentuk kerucut seperti tumpeng, tapi sebelumnya dilapisi dulu dengan daun pisang agar nasi tidak menempel pada kukusan dan mengeluarkannya dari cetakanpun mudah.
Gambar 2. Kukusan dan tumpeng (Foto: Hari Setiawan, 2015)
14
Bahan lainnya yang dibutuhkan adalah sayuran. Sayuran yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari kacang panjang, kangkung, kubis, kecambah/tauge yang panjang, bayam, dll. Sayuran ini akan di buat keleman atau kulupan yang dimasak dengan cara direbus sampai matang hanya dengan air saja tetapi jangan sampai terlalu matang. Agar tidak terlalu matang atau teksturnya menjadi terlalu lembek, maka setelah diangkat langsung disiram dengan air dingin biasa, sehingga sayuran masih tampak hijau segar tetapi sudah matang. Kemudian membuat sambal kambil atau kelapa sebagai pasangannya.
Gambar 3. Bothok, pelas dan sayuran (Foto: Hari Setiawan, 2015)
Selanjutnya adalah membuat bothok dan pelas. Bothok ini dibuat dari tempe yang di potong-potong membentuk balok kecil-kecil lalu dicampur dengan daun brambang yang telah di iris-iris terlebih dahulu. Tidak lupa juga ditambahkan garam yang telah dihaluskan sebelumnya. Setelah selesai semuanya dibungkus dengan daun pisang lalu di masak. Untuk pelas dibuat dari kedelai yang ditumbuk halus, ditambahi garam lalu di bungkus seperti bothok dan di masak. Bahan terakhir adalah Jenang, menurut Sumarni (Wawancara, 2 Desember 2015):
15
Jenang yang dimaksud adalah dua buah nasi putih yang dibuat membentuk sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring dimana yang satu dibiarkan nasi putih polos dan yang satunya diberi tambahan gula merah diatasnya. Orang Jawa biasa menyebutnya sebagai jenang merah dan jenang putih. Setelah selesai tumpeng diletakkan dalam sebuah wadah, bisa berupa tampah atau leseran kemudian dikelilingi oleh sayuran dan bothok pelas. 2. Prosesi Tahapan pertama dari proses pelaksanaan Slametan Weton ini adalah orang yang paling tua di dalam keluarga biasanya kakek atau nenek akan membacakan niat atau do’a dalam bahasa jawa atau orang Jawa biasa menyebutnya
ngujupne.
Pembacaan
niat
ini
berisi
permintaan
perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, agar orang yang diperingati weton atau hari lahirnya diberi kesehatan lahir dan batin.
Gambar 4. Pembacaan Do’a (Foto: Hari Setiawan, 2015)
Tahap kedua adalah makan secara bersama-sama dengan anggota keluarga, menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):
16
“wong sing di ton’i kudu mangan jenang pethak supaya diparingi akas kewarasan saking Gusti sing kuasa” Sebelum makan bersama orang yang dibuatkan slametan weton harus memakan jenang putih agar diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Baru kemudian setelah itu semua anggota keluarga makan secara bersama-sama.
Gambar 5. Proses makan Jenang Pethak (Foto: Hari Setiawan, 2015)
C. Wujud Budaya Artefak 1. Makanan Wajib Setiap tradisi slametan khususnya bagi masyarakat Jawa akan menggunakan makanan-makanan maupun sesaji yang dibuat sebagai salah satu unsur dalam melakukan slametan. Begitu pula dengan slametan weton terdapat dua jenis makanan yang harus ada yaitu :
17
a. Tumpeng Bagi orang Jawa tumpeng merupakan suatu hal yang sakral. Hampir semua slametan pada masyarakat Jawa menggunakan tumpeng. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015): “tumpeng kwi dadi puser’e, keleman karo bothok pelase ditata muteri tumpeng kanggo njaluk pitulungane sing kuasa sing gae urip” Nasi tumpeng putih yang melambangkan sebagai pusat dari semua energi dan di sekeliling tumpeng ini terdapat sayuran dan bothok pelas yang memenuhi atau melingkari tumpeng. Sayuran ini melambangkan harapan untuk mendapat pitulungan (pertolongan) Tuhan, selain itu agar do’a yang dipanjatkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki, panjang umur, dan panjang akal atau pintar.
Gambar 6. Tumpeng dan sayuran (Foto: Hari Setiawan, 2015)
18
b. Jenang Bahan kedua yang digunakan adalah dua buah jenang merah dan putih. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) bahwa: “jenange iku ono loro, siji diarani jenang pethak utowo lanang, lan sijine jenang abrit utowo wedok” Jenang terdiri dari dua, pertama jenang pethak atau putih yang melambangkan seorang laki-laki, sementara jenang abrit atau merah yang melambangkan seorang perempuan. Hal ini juga mengingatkan akan proses kelahiran kita yaitu menyatunya bapak dan ibu yang dilambangkan dalam bentuk jenang putih (bapak) dan merah (ibu).
Gambar 7. Jenang Pethak dan Jenang Abrit (Foto: Hari Setiawan, 2015)
Begitu pula menurut Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat (1980:37) bahwa : “jenang abang, yaiku beras kajenang digulani jawa, (gula klapa). Jenang putih, yaiku beras kajenang disanteni” Jenang merah adalah beras yang dibuat bubur lalu diberi gula merah atau gula Jawa sedangkan jenang putih adalah beras yang dibuat bubur dan diberi santan.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Keanekaragaman tradisi dan budaya bangsa Indonesia, terutama tradisi dan budaya Jawa bila dipelajari lebih mendalam merupakan sumber pengetahuan yang tak ternilai harganya karena mengandung nilai-nilai yang sangat penting dalam kehidupan. Orang Jawa percaya setiap weton memiliki karakteristik yang berbeda dan tradisi ini sudah ada sejak masa-masa sangat lampau dan didasarkan oleh kepercayaan masyarakat Jawa. Tradisi Slametan Weton yang dilakukan oleh masyarakat Jawa juga tidak hanya sekedar Slametan biasa, namun mengandung maksud dan tujuan tertentu. Seperti wujud rasa syukur atas segala rahmat, meminta perlindungan, kesehatan dan keselamatan kepada Yang Maha Kuasa.
B. Saran Pelajaran yang dapat dipetik dari masyarakat Jawa sangatlah banyak, baik melalui tradisi, budaya maupun cara hidup mereka sehari-hari. Salah satunya yakni bahwa melalui tradisi Slametan Weton kita akan mengingat bahwa manusia harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Meneruskan apa yang telah diajarkan nenek moyang adalah suatu upaya yang dapat kita lakukan sebagai generasi muda karena tradisi, seni dan budaya adalah warisan berharga yang patut dilestarikan.
19
DAFTAR ACUAN
Buku : Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1984 Kangjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa, 1980 Hamid Patilimai, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007 Skripsi : Muhammad Tawab, Pemikiran K.H. Muhammad Sholikhin Tentang Tradisi Selamatan, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014 Disertasi : M.Yusuf Wibisono, Keberagaman Masyarakat Pesisir: Studi Perilaku Keagamaan Masyarakat Pesisir Patimban Kecamatan Pusaka Negara Kabupaten Subang Jawa Barat, Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 2013
Makalah : Siti Fatimah, Kebudayaan Selamatan Untuk Meningkatkan Kekeluargaan Di Lingkungan Masyarakat, Surabaya: Universitas Airlangga Fakultas Sains Dan Teknologi, 2013 Sony Sukmawan, Kosmo(eko)logi Jawa Dalam Sastra Lisan, UM Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia
20
21
Internet : Weton diakses dari http://jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article& id=9&Itemid=8&lang=id pada tanggal 10 Desember 2015 Jam 15:50 Bubur Merah Putih Untuk Selamatan Weton diakses dari http://www.7jiwanusantara.com/2014/07/bubur-merah-putih-selamatanweton.html pada tanggal 10 Desember 2015 Jam 14:54 Mengenal Ilmu Astrologi Jawa diakses dari http://ensiklo.com/2014/08/mengenal-ilmu-astrologi-jawa/ pada tanggal 19 Desember 2015 Jam 10:15 Tradisi Jawa diakses dari http://www.anneahira.com/tradisi-jawa.html pada tanggal 19 Desember 2015 Jam 10:34 Nara Sumber :
Nama
: Sainem
Usia
: 72 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Petani
Tempat Tinggal
: Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab. Magetan, Jawa Timur
Gambar 8. Narasumber (Foto: Hari Setiawan, 2015)
Nama
: Sumarni
Usia
: 36 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Petani
Tempat Tinggal
: Ds. Gondang, Kec. Poncol, Kab. Magetan, Jawa Timur
Gambar 9. Narasumber (Foto: Hari Setiawan, 2015)
LAMPIRAN A. Transkrip Wawancara 1. Apa nama dari tradisi ini ? Tradisi ini biasa disebut orang Jawa sebagai Slametan Weton.
2. Apa yang dimaksud dengan Slametan Weton ? Slametan untuk memperingati hari lahir setiap orang berdasarkan wuku dan hari pasarannya.
3. Apa tujuan dilaksanakannya Slametan Weton ? Slametan Weton ini bertujuan untuk mendo’akan seseorang yang diperingati hari kelahirannya agar diberi keselamatan, kesehatan, kepintaran dan apapun yang dilakukannya bisa berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun. 4. Bagaimana do’a yang dibacakan ? Do’a dibacakan dalam bahasa jawa yang berbunyi “Semua orang yang ada atau mengikuti Slametan Weton sebagai saksinya, bahwa pembuatan jenang putih dan jenang merah ini karena untuk memperingati hari lahirnya (nama orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti tumpeng, bothok pelas dan jenang ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan (nama orang yang diperingati hari lahirnya) agar pintar, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan.
5. Apa yang terjadi jika Slametan Weton tidak dilakukan ? Orang yang tidak di peringati hari lahirnya atau karena kelupaan maka orang tersebut akan sakit.
22
23
6. Apa yang harus dilakukan jika orang itu sakit ? Apabila seseorang sakit akibat lupa tidak melaksanakan slametan weton, maka salah satu anggota keluarga harus nyekar dengan kembang kerah macan di tempat ari-ari orang yang sakit itu dikubur. Kembang kerah macan ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga kenanga.
7. Apakah ada aturan tertentu dalam Slametan Weton ? Tidak ada, hanya saja sebelum makan bersama, orang yang dibuatkan slametan weton harus memakan jenang putih agar diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Baru kemudian setelah itu semua anggota keluarga makan secara bersama-sama. 8. Bagaimana proses Slametan Weton ? Diawali dengan pembuatan tumpeng, bothok, pelas dan sayuran. Baru setelah semua siap dabacakan do’a terlebih dahulu sebelum dimakan atau orang Jawa biasa menyebutnya dengan ngujupne slametan
9. Bagaimana proses pembuatan tumpeng ? Setelah nasi matang lalu dicetak menggunakan kukusan agar berbentuk kerucut seperti tumpeng, tapi sebelumnya dilapisi dulu dengan daun pisang agar nasi tidak menempel pada kukusan dan mengeluarkannya dari cetakanpun mudah. 10. Apa makna dari Tumpeng, bothok pelas dan sayuran ? Nasi tumpeng putih yang melambangkan sebagai pusat dari semua energi dan di sekeliling tumpeng ini terdapat sayuran dan bothok pelas yang memenuhi atau melingkari tumpeng. Sayuran ini melambangkan harapan untuk mendapat pitulungan (pertolongan) Tuhan, selain itu agar do’a yang dipanjatkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki, panjang umur, dan panjang akal atau pintar.
24
11. Apa yang dimaksud dengan Jenang ? Jenang yang dimaksud adalah dua buah nasi putih yang dibuat membentuk sebuah gundukan dan di taruh dalam sebuah piring dimana yang satu dibiarkan nasi putih polos dan yang satunya diberi tambahan gula merah diatasnya. 12. Apa makna dari Jenang merah dan putih ? Pertama jenang pethak atau putih yang melambangkan seorang laki-laki, sementara jenang abrit atau merah yang melambangkan seorang perempuan. Dimana kedua jenang ini akan mengingatkan bahwa kita ada di dunia ini karena kedua orang tua kita.
B. Foto dengan Narasumber
Gambar 10. Foto dengan Narasumber (Foto: Hari Setiawan, 2015)