TRADISI PERKAWINAN BAWAH UMUR DI KELURAHAN PAMENANG KEC. PAMENANG KAB. MERANGIN JAMBI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: SYORAYA NURJANNAH NIM : 1110044100079
Oleh:
SYORAYA NURJANNAH NIM : 1110044100079
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436/2015
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan skripsi ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu pesyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan (plagiarisme) dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Maret 2015
Syoraya Nurjannah
iv
ABSTRAK
Syoraya Nurjannah Tradisi Perkawinan Bawah Umur di Kelurahan Pamenang Kec. Pamenang Kab.Merangin Jambi
Perkawinan adalah sunnatullah yang akan dilalui setiap orang dalam proses perjalanan hidup. Untuk melanjutkan kejenjang perkawinan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, kesiapan fisik dan kesiapan menta. Kesiapan fisik seseorang dilihat dari kemampuan ekonomi, sedangkan kesiapan mental dilihat dari faktor usia. Akan timbul permasalahan jika perkawinan dilakukan di usia yang sangat muda yaitu, perkawinan dibawah umur yang dilakukan oleh masyarakat kelurahan Pamenang. Perkawinan bawah umur tidak hanya berasal dari kalangan masyarakat ekonomi lemah, tetapi juga dari kalangan masyarakat mapan. Adanya pelaku perkawinan bawah umur khususnya tempat penelitian penulis yaitu, kelurahan Pamenang, Merangin Jambi. Berhubungan dengan hal ini, maka Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menetukan batas usia minimal perkawinan, dalam pasal 15 ayat 1 menegaskan bahwa: untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur, yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya 16 tahun. Akan tetapi perkawinan bawah umur yang terjadi dikelurahan Pamenang dianggap belum mampu dan tidak cakap untuk bertindak. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, bagaimana bentuk perkawinan bawah umur di kelurahan Pamenang ?, apa penyebab perkawinan bawah umur ?, apakah dampak terhadap perkawinan bawah umur ?, dan bagaimana pandangan masyarakat kelurahan pamenang terhadap perkawinan bawah umur. Jenis penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif. Adapun sumber data primernya yaitu, data utama atau pokok dalam penelitian ini, yang diperoleh melalui wawancara terhadap pelaku perkawinan bawah umur pada masyarakat kelurahan Pamenang. Dalam penelitian ini peneliti wawancara langsung kepada pelaku perkawinan dini di kelurahan Pamenang. Adapun yang menjadi data sekunder dalam
penelitian ini adalah data-data yang diperoleh untuk memperkuat landasan teori yang bersumber dari Undang-undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dan referensi terkait seperti kitab-kitab, buku-buku, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan perkawinan bawah umur. Hasil penelitian dalam skripsi ini, ada dua bentuk perkawinan bawah umur yaitu, tercatat di KUA setempat dan tidak tercatat, meskipun dengan cara memanipulasi (penambahan) usia. Yang menjadi penyebab maraknya perkawinan bawah umur dikarenakan pendidikan yang rendah dan pergaulan bebas. Sedangkan dampak yang dirasakan pelaku tidak mendapatkan ake kelahiran anaknya, cerai di usia muda, dan tidak mencapai keharmonisan dalam rumah tangga. Adapun pandangan pelaku terhadap perkawinan bawah umur yaitu mayoritas dari mereka umur bukan suatu patokan seseorang untuk menikah bagi yang siap lahir dan jika belum siap untuk menikah sebaiknya dihindarkan.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya terutama dalam menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam yang taat akan ajarannya hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Syaiful Bahri dan Ibunda Hj. Saudah Yahya yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya dari penulis. Penulis menyadari tidak akan dapat menyelasaikan skripsi ini tanpa adanya bantuan dari orang-orang yang ada disekitar penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saefudin Jahar, M.A, P.hd, selaku Dekan Fakultas Syaria’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Kamarusdiana, S.Ag, MH dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag,
selaku
Ketua dan sekretaris Program Studi Akhwal Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah banyak membantu penulis selama masih kuliah.
v
3. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing karena berkat bimbingan beliau yang telah mencurahkan tenaga, pikiran, perhatian dan kesabaran,
serta
meluangkan
waktunya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. 4. Kepada Dra. Hj. Maskufah, MA, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu mensuport, membimbing dan memotivasi penulis selama kuliah. 5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus Ikhlas, semoga ilmu yang diajarkan bermanfaat serta menjadi keberkahan penulis dalam mengarungi samudra kehidupan. 6. Segenap staf
Karyawan Akademik, Perpustakaan Utama UIN dan
Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan kemudahan penulis dalam mencari referensi. 7. Terima kasih kepada Bapak Marzuki Idrus S.Ag (Pakcik) dan Ibu Rosidah S.pdi (Ibu), yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. 8. Kakak tercinta Syilvia Nurfitri serta adik-adik Syahri, Syuhada dan Satria yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 9. Teman-teman seperjuangan Peradilan Agama B angkatan 2010, terutama Erliyanti Lubis, Ema Pratiwi, Abiyati Atnan, Aulia Fitrotunnisa,
vi
Futichatus samiah, Gita Dwi A, Sahro Batubara, Ratih dan teman-teman semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Demikianlah ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga Allah Swt membalas dan melipat gandakan jasa dan kebaikan semuanya. Akhir kata, dengan kerendahan hati semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan tugas akhir ini banyak kekurangan dan kealfaan. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Jakarta, 25 Maret 2015
Syoraya Nurjanah
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN .................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................v DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................5 D. Metodologi Penelitian ...................................................................6 E. Review Studi Terdahulu ...............................................................8 F. Sistematika Penulisan .................................................................10
BAB II
: KAJIAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan ...............................................................12 B. Hukum Perkawinan.....................................................................15 C. Rukun dan Syarat Perkawinan ....................................................17 D. Tujuan Perkawinan .....................................................................23 E. Batas Minimal Umur Kawin Menurut Fuqaha ...........................26 F. Batas Minimal Umur Kawin Menurut Perundang-undangan di Indonesia .....................................................................................30
BAB III
: KONDISI OBYEKTIF KELURAHAN PAMENANG A. Keadaan Geografis Kelurahan Pamenang ..................................37 B. Keadaan Demografis Kelurahan Pamenang ...............................38 C. Keadaan Sosiologis Kelurahan Pamenang .................................41 D. Praktik Perkawinan di Kelurahan Pamenang..............................43
BAB IV
: TRADISI PERKAWINAN BAWAH UMUR DI KELURAHAN PAMENANG A. Gambaran Perkawinan Bawah Umur di Kelurahan Pamenang ..50 1. Pelaksanaan Perkawinan Bawah Umur ................................61 2. Faktor-faktor Terjadinya Perkawinan Bawah umur .............64 3. Dampak Perkawinan Bawah Umur.......................................67 4. Pandangan Masyarakat Tentang Perkawinan Bawah Umur .....................................................................................68
viii
BAB V
: PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................72 B. Saran ...........................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia dengan segala fitrah yang beraneka ragam, begitupula perubahan zaman semakin berkembang pesat dalam segala hal dalam kehidupan manusia. Fenomena ini menimbulkan begitu kompleksnya tingkah laku manusia yang bermacam-macam, bahkan diantaranya mencakup aktifitas yang menyentuh nilai-nilai agama akan kebolehannya untuk dilakukan atau harus ditinggalkan.Sebagai mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia dibekali dengan keinginan untuk melakukan perkawinan, karena perkawinan itu salah satu faktor untuk menjaga keberlangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi. Perkawinan seperti disebutkan pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal (1) bab I adalah: “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pengertian dan tujuan perkawinan dinyatakan pada pasal 2 yang menyatakan bahwa perkawinan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholiizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah kepada Allah SWT.Jadi tujuan perkawinan adalah untuk terciptanya keluarga
1
2
yang sejahtera selamanya dan bukan untuk waktu yang singkat.Lebih jelasnya disebutkan dalam pasal 3 yang menjelaskan tujuan perkawinan yaitu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Undang-undang perkawinan Indonesia menjelaskan bahwa apabila seorang akan melaksanakan perkawinan harus lebih masak jiwa raganya. Kemasakan jiwa raga ini ditentukan oleh umur seseorang, dimana keadaan fisik/jasmani sudah mencapai taraf kematangan. 1 Faktor kematangan seseorang dan batas usia sangat diperlukan bila seseorang akan memasuki jenjang perkawinan, supaya berhasil dalam membina rumah tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan tanggung jawab yang penuh. Dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa : 1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu melengkapi, agar masing-masing dapat
mengembangkan
kepribadiannya
untuk
mencapai
kesejahteraan spiritual dan material. 2. Calon suami istri harus telah siap jiwa dan raganya untuk melangsungkan
perkawinan
agar
dapat
mewujudkan
tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan calon suami istri yang masih usia muda. 1
M. Daud Ali dan Habibah Daud,Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Grafika Persada, 1995), hal.87.
3
Perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, yaitu batasan umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran menjadi lebih tinggi jika dihubungkan dengan batas umur yang lebih tinggi.Sehubungan dengan itu, maka Undang-undang perkawinan ini menentukan batas umur minimum bisa melangsungkan perkawinan bagi pria yaitu berumur 19 tahun dan bagi wanita berumur 16 tahun. Meskipun Undang-undang Perkawinan di Indonesia sudah mengatur batas umur minimum untuk bisa melangsungkan perkawinan, namun di tengah-tengah masyarakat masih banyak dijumpai orang yang melakukan perkawinan bawah umur diantaranya adalah di Kelurahan PamenangKec. Pamenang Kab. Merangin, Jambi. Data dari kantor Kelurahan Pamenang menunjukkan bahwa pelaku perkawinan bawah umur ini tercatat sejumlah30 pasangan. 2 Pelaku perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang tersebut tidak hanya berasal dari kalangan masyarakat ekonomi lemah, tetapi juga dari kalangan masyarakat mapan.Oleh karena banyaknya pelaku perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang, penulis menilai bahwa permasalahan tersebut cukup menarik dan layak untuk diteliti dan dikaji dalam sebuah skripsi yang berjudul “TRADISI PERKAWINAN BAWAH UMUR DI KELURAHAN PAMENANG KEC. PAMENANG KAB. MERANGIN, JAMBI”. 2
Muzer Ali, Staff Kelurahan Pamenang, 20 Januari 2015
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Pembahasan mengenai perkawinan sangatlah luas.Oleh karena itu, untuk memperjelas penulisan ini penulis membatasi pembahasan hanya pada persoalan tradisi perkawinan bawah umur yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Pamenang Kec.Pamenang. Yang dimaksud bawah umur dalam penelitian ini pasangan yang menikah di bawah usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanitawanita.
2.
Perumusan Masalah Dalam Undang-undang Perkawinan batas minimal umur kawin bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16 tahun kecuali adanya dispensasi nikah dari Pengadilan Agama.Namum dalam realita yang ada di masyarakat banyak yang telah melakukan perkawinan bawah umur tanpa adanya dispensasi nikah. Hal inilah yang menyebabkan penulis hendak menulis skripsi ini. Adapun rumusan masalah dapat dirinci dalam bentuk pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang Kec. Pamenang? b. Apa latar belakang maraknya perkawinan di bawah umur di Kelurahan Pamenang? c. Apa dampak negatif terhadap rumah tangga yang dibina?
5
d. Bagaimana pandangan masyarakat Kelurahan Pamenang Kec. Pamenang terhadap tradisi perkawinan bawah umur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Untuk mengetahui bentuk perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang. b. Untuk mengetahui penyebab perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang. c. Untuk mengetahui dampak dari perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang. d. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Kelurahan Pamenang tentang tradisi perkawinan bawah umur.
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat utama dalam penelitian ini bagi penulis adalah untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Manfaat lain dari penelitian ini bagi penulis adalah untuk lebih memahami tentang tradisi perkawinan yang ada di Kelurahan Pamenang, sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pembaca dan para ahli hukum.
6
c. Manfaat untuk warga masyarakat pamenang adalah untuk mengetahui lebihjelas tentang aturan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 agar dapat mengurangi terjadinya perkawinan bawah umur.
D. Metode Penelitian dan Pedoman Penulisan 1. Metode dan Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang menggabungkan antara penelitian hukum normative dengan penelitian hukum empiris. Penelitian normative atau penelitian kepustakaan adalah penelitian menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Sedangkan penelitian empiris atau lapangan adalah penelitian menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau masyarakat berupa wawancara dengan objek terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Pendekatan dalam penulisan ini diaplikasikan model pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasil data deskriptif analisis, artinya metode yang yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan dilapangan berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang atau pelaku yang diamati. 3 2. Sumber Data a. Data Primer
3
Lexy Maelong J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Karya, 2002), Cet. Ke-1, h.3
7
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang bersangkutan.Untuk memperoleh data yang valid peneliti melakukan interview mendalam dengan para pihak yang bersangkutan, yaitu pelaku perkawinan bawah umur dan tokoh masyarakat Kelurahan Pamenang. b. Data Sekunder Adapun data sekunder yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dan
referensi terkait seperti kitab-kitab, buku-buku, dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. 3. Pengumpulan Data 1. Wawancara yaitu dialog secara pribadi dan mendalam yang dilakukan dengan para pihak pelaku perkawinan bawah umur dan tokoh masyarakat setempat tentang tradisi perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang.Pemilihan sample yang akan diwawancarai adalah dengan cara acak (random sampling)sebanyak 15 pelaku perkawinan bawah umur. Sedangkan untuk tokoh masyarakat yang diwawancarai diwakili oleh Tokoh Desa, Tokoh Agama, dan Tokoh Adat. 2. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data di lapangan yang dilakukan dengan cara membaca, mencatat, merangkum dan menganalisis. Data-
8
data yang terkait dengan penelitian yang diperoleh dari perundangundangan, buku-buku dan literature-literature lainnya. 4. Analisis Data Dalam penganalisa data, menggunakan tekhnik deskriptif analisis yaitu teknis analisa dimana penulis menjabarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan kemudian menganalisa dengan berpedoman pada sumber data tertulis yang didapat dari kepustakaan 4. Sedangkan dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengacu kepada buku “Pedoman Penelitian Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
E. Review Kepustakaan Review kepustakaan berfungsi untuk mengetahui apakah hal yang akan diteliti tersebut sudah pernah diteliti sebelumnya atau belum sama sekali. Oleh karena itu, untuk menjaga keorisinian penelitian ini, penulis telah melakukan review kepustakaan terlebih dahulu. Adapun review kepustakaan yang telah dilakukan oleh penulis antara lain: 1. Pernikahan Dini Penyebab Putusnya Pendidikan (Studi kasus Desa Cibitung Wetan Kec. Pamijahan Kab. Bogor), Fakultas Syari’ah dan Hukum, oleh Ahmad Fauzi Syahputra, Tahun 2012. Peneliti ini menggunakan metode kualitatif. Hasil temuan dalam skripsi ini, pelaku perkawinan dini di desa cibitung hampir seluruhnya hanya 4
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, PT: Sinar Grafika, 2009), h. 175
9
lulusan Sekolah Dasar (SD) bahkan ada juga di antara mereka yang tidak lulus. Perkawinan dini bisa menyebabkan putusnya pendidikan, selain itu putusnya pendidikan disebabkan oleh adanya pandangan dan pola fikir masyarakat untuk tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. 2. Pernikahan Dini Menurut Perspektif Pelaku Pada Masyarakat Desa Kertaraharja Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi Dan Solusi Hukumnya, Fakultas Syari’ah dan Hukum, oleh Astrian Widiyantri, Tahun 2012. Metode penelitiannya kualitatif. Hasil temuan dalam skripsi ini, para
orang tua di desa Kertaraharja
berpandangan bahwa wanita bertugas melayani suami dan anakanak, serta menghabiskan banyak waktu didapur, sehingga melanjutkan pendidikan tidak bermanfaat bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan pendidikan karena penghasilan orang tua yang rendah maka mereka lebih memilih nikah di usia muda. Skripsi-skripsi tersebut di atas memang memaparkan gambaran umum tentang perkawinan dini, namun inti dari skripsi tersebut berbeda dengan yang peneliti lakukan. Peneliti akan lebih fokus mengungkap bagaimana bentuk, apa faktor pelaku, dan bagaimana dampak dari perkawinan bawah umur yang terjadi di Kelurahan Pamenang, yang mana perkawinan bawah umur itu bukan hal yang asing di kalangan masyarakat karena sudah menjadi hal yang wajar di lakukannya perkawinan bawah umur sejak zaman dahulu sampai sekarang.
10
F. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membaginya ke dalam lima bab, yaitu: Bab I
: Berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah mengenai pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan pedoman penulisan, review kepustakaan, dan sistematika penulisan.
Bab II
: Menjelaskan kajian teoritis tentang perkawinan yang meliputi pengertian dan dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, tujuan dan hikmah perkawinan, batas minimal umur kawin menurut fuqaha dan menurut perundang-undangan di Indonesia.
Bab III : Kondisi obyektif Kelurahan Pamenang meliputi keadaan geografis
Kelurahan
Pamenang,
keadaan
demografis
KelurahanPamenang, keadaan sosiologi Kelurahan Pamenang dan praktik perkawinan di Kelurahan Pamenang. Bab IV
: Menjelaskan tentang Tradisi Perkawinan Bawah Umur di Kelurahan Pamenang yang mencakup pelaksanaan perkawinan bawah umur, faktor-faktor terjadinya perkawinan bawah umur, dampak terhadap rumah tangga yang dibina dan pandangan masyarakat tentang perkawinan bawah umur.
Bab V
: Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan Secara etimologi, nikah atau ziwaj dalam bahasa arab artinya adalah mendekap atau berkumpul. Sedangkan secara terminology, nikah adalah akad atau kesepakatan yang ditentukan oleh syara’ yang bertujuan agar seorang lakilaki memiliki keleluasaan untuk bersenang-senang dengan seorang wanita dan menghalalkan seorang wanita untuk bersenang-senang dengan seorang lakilaki. Menurut syara’, nikah adalah akad antara calon suami istri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami istri.5Akad nikah adalah artinya perjanjian untuk mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki.6Selain itu, menurut pengertian fuqoha, perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau ziwaj yang semakna keduanya.7 Sedangkan menurut golongan Malikiyah, nikah adalah akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha’, bersenang-senang dan menikmati yang ada pada diri wanita yang boleh nikah dengannya.8
5
Asmin, Status Perkawinan antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal.28. 6 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1974), hal. 63. 7 Zakiah Drjat, Ilmu Fiqih Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bakti, 1995), hal. 37. 8 Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), hal. 3.
11
12
Adapun pengertian (ta’rif) perkawinan menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam adalah perkawinan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqaan ghaalizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan
ibadah.Maksudnya
melakukan
perbuatan
ibadah
berarti
melaksanakan ajaran Agama.Perkawinan salah satu hukum yang dapat dilaksanakan oleh mukallaf yang memenuhi syarat. Menurut istilah Hukum Islam, terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah:
9
Artinya: “Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki denganperempuan dan menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki”.
Menurut Hanafiyah, kawin adalah akad yang memberi faedah untuk melakukan mut’ah secara sengaja, artinya kehalalan seorang laki-laki untuk beristimta’ dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi sahnya perkawinan tersebut secara syar’i.Selain itu, menurut Hanabilah kawin adalah akad yang menggunakan lafaz nikah yang bermakna tazwij dengan maksud mengambil manfaat untuk bersenang-senang.10 Golongan Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa kata nikah itu berarti akad dalam arti yang sebenarnya (hakiki), dapat berarti juga untuk hubungan
9
Abdur Rahman Al Ghazaly, Fiqih Munakat, (Bogor : Kencana, 2003), hal. 7-8. Abdurrahman al-Jaziri,Kitab „ala madzahib al-Arba‟ah, (t.tp: Dar Ihya al-Turas alArabi, 1986), Juz IV, hal.3. 10
13
kelamin, namun dalam arti sebenarnya (arti majazi). Penggunaan kata untuk bukan arti sebenarnya itu memerlukan penjelasan di luar kata itu sendiri. Ulama golongan Syafi’iyah ini memberikan definisi sebagaimana disebutkan di atas melihat kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul sedangkan sebelum akad tersebut berlangsung di antara keduanya tidak boleh bergaul.11 Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsyiyyah, mendefinisikan nikah sebagai akad yang menimbulkan akibat hukum berupa halalnya melakukan persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, saling tolong
menolong,
serta
menimbulkan
hak
dan
kewajiban
diantara
keduanya.12Dengan redaksi yang berbeda, imam Taqiyyudin di dalam Kifayat al-Akhyar mendefinisikan nikah sebagai, ibarat tentang akad yang masyhur yang terdiri dari rukun dan syarat, serta yang dimaksud dengan akad adalah alwat’ (bersetubuh).13 Definisi yang diberikan oleh ulama-ulama fikih di atas bernuansa biologis.Nikah dilihat hanya sebagai akad yang menyebabkan kehalalan melakukan persetubuhan.Hal ini semakin tegas karena menurut al-Azhari makna asal kata nikah bagi orang Arab adalah al-wat‟ (persetubuhan).14 11
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 37. 12 Muhammad Abu Zahrah, al-Ahwal al-Syakhsyiyyah, (Qohirah: Dar al-Fikr al-Arabi, 1957), hal. 19. 13 Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifaratul Akhyar Juz II, (Jakarta: Dar al- Kutub al-Islamiyah, 2004), hal. 35. 14 Amir Nuruddin dan Azhari akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hal. 39-40.
14
Menurut perspektifFikih yang mana telah dijelaskan oleh Wahbab al Zuhaily, mengenai perkawinan adalah akad yang membolehkan terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, atau melakukan wathi’, dan berkumpul selama tersebut bukan wanita yang diharamkan baik sebab keturunan atau sepersusuan.15 Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah : “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengertian perkawinan terdapat lima unsur didalamnya adalah sebagai berikut : a. Ikatan lahir bathin b. Antara seorang pria dengan seorang wanita c. Sebagai suami istri d. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. e. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan bahwa ikatan suami istri berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, perkawinan merupakan perikatan yang suci. Perikatan tidak dapat melepaskan dari Agama yang dianut suami istri.Hidup bersama suami istri dalam perkawinan tidak semata-mata untuk tertibnya hubungan seksual tetap pada pasangan suami istri tetapi dapat membentuk rumah tangga yang bahagia, rukun, aman serta harmonis antara suami istri. 15
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989), hal.29.
15
B. Hukum Perkawinan Hukum
melakukan
perkawinan
menurut
jumhur
ulama
bahwa
perkawinan itu hukumnya adalah sunnah. Golongan Zhahiriyah berpendapat perkawinan itu hukumnya wajib. Ulama Malikiyyah Mutaakhirin berpendapat bahwa perkawinan itu wajib bagi sebagian orang, sunnah untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan orang yang lain.16 Selain itu, menurut al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan perkawinan, hukum kawin berlaku untuk hukumhukum syara’ yang lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnah (mandub) dan mubah.17 Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah, di samping ada yang sunnah, wajib, haram dan makruh.18 Terlepas dari pendapat para imam mazhab, berdasarkan nash-nash baik Al-Qur’an maupun Sunnah (Al-Hadist) Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun, kalau dilihat
dari
segi
kondisi
orang
yang
melaksanakan
serta
tujuan
melaksanakannya. Maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunnah, haram, makruh ataupun mubah. 1. Melakukan Perkawinan yang hukumnya wajib Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin, maka hukum perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib. Hal ini 16
Ibnu Rusyd, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid,(Beirut:Dar al-Fikr,t.th), jilid II, hal.2. 17 Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh „ala al-madzahib al-Arba‟ah, (Mesir: Dar alIrsyad, t.th), jilid VII, hal.4. 18 Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh „ala al-madzahib al-Arba‟ah, hal.6.
16
didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang.19 2. Melakukan Perkawinan yang hukumnya sunnah Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukumnya adalah sunnah.Sekalipun demikian perkawinan adalah lebih baik baginya, karena Rosulullah melarang hidup sendirian tanpa kawin. 3. Melakukan perkawinan yang hukumnya haram Bagi orang yang tidak mempunyai kemauan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melakukan kewajiban-kewajiban rumah tangga. Sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantar dirinya dan istrinya, maka hukumnya adalah haram. 4. Melakukan perkawinan yang hukumnya makruh. Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir dari perbuatan zina sekiranya tidak kawin.20Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri yang baik. 5. Melakukan perkawinan yang hukumya mubah Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak dikhawatir akan berbuat zina dan apabila 19
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 18-19. Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 21.
20
17
melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan pnghambatan untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan kawin, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemauan untuk melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.
C. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan Rukun adalah sesuatu yang harus ada, yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu.Sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah dan tidak sahnya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkain pekerjaan itu, selain itu sah adalah suatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat. Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Adapun rukun dan syarat sahnya perkawinan antara lain sebagai berikut: 1. Calon suami, syarat-syaratnya: a. Beragama Islam b. Laki-laki c. Jelas orangnya
18
d. Dapat memberikan persetujuan e. Tidak terdapat halangan perkawinan 2. Calon istri, syarat-syarat: a. Beragama, meskipun Yahudi atau Nasrani b. Perempuan c. Jelas orangya d. Dapat dimintai persetujuannya e. Tidak terdapat halangan perkawinan 3. Wali nikah, syarat-syarat: a. Laki-laki b. Dewasa c. Mempunyai hak perwalian d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.21 4. Saksi nikah, syarat-syarat: a. Minimal dua orang lai-laki b. Hadir dalam ijab qabul c. Dapat mengerti maksud akad d. Islam dewasa. 5. Ijab qabul, syarat-syarat: a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut 21
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal.62-63.
19
d. Antara ijab dan qabul bersambungan e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya f. Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umroh g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.22 Sedangkansyarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 meliputi: a. Syarat-syarat materiil 1). Syarat-syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut: a) Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai. Arti persetujuan yaitu tidak seorangpun dapat memaksa calon mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, tanpa persetujuan kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga. b) Usia calon mempelai laki-laki sekurang-kurangnya harus sudah 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah berumur 16 tahun. c) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.23
22
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal.63. 23 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-undang No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 22-24.
20
2). Syarat materiil secara khusus, yaitu: a) Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur dalam Undangundang No. 1 Tahun 1974 pasal 8, pasal 9, pasal 10, larangan perkawinan antara dua orang yaitu: 1. Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas. 2. Hubungan darah garis keturunan ke samping. 3. Hubungan semenda. 4. Hubungan susuan. 5. Hubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi. 6. Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang berlaku dilarang kawin. 7. Telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masingmasing agama dan kepercayaan tidak menentukan lain. b) Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun. Yang berhak memberi izin nikah, yaitu: 1. Orang tua dari kedua belah pihak calon mempelai. 2. Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. 3. Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau keduaduanya dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya
21
maka izin diperoleh dari wali yang memelihara calon mempelai dan keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 4. Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) serta seorang atau lebih diantara orang-orang tidak ada menyatakan pendapatnya, Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang hendak melangsungkan perkawinan bertindak memberi izin perkawinan. Pemberian izin dari pengadilan diberikan kepada atas permintaan pihak yang hendak melakukan perkawinan dan setelah lebih dulu pengadilan mendengar sendiri orang yang disebut dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat (2), (3) dan (4).24 b. Syarat-syarat formil 1). Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada pegawai pencatat perkawinan yang harus dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan dilaksanakan secara lisan atau tulisan oleh calon mempelai atau orang tuanya, dimana pemberitahuan tersebut memuatnama, agama / kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila
24
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-undang No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 25.
22
salah seorang atau keduanya telah kawin disebutkan juga nama istri atau suami terdahulu. 2). Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan, yaitu pengumuman tentang pemberitahuan oleh pegawai pencatat perkawinan apabila ia telah cukup meneliti apakah syarat-syarat perkawinan sudah dilengkapi dan apakahtidak terdapat halangan perkawinan.pengumuman dilakukan dengan formulir khusus untuk itu, ditempelkan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum serta telah ditanda tangani oleh pegawai pencatat nikah. Pengumuman memuat data pribadi calon mempelai dan orang tua calon mempelai serta hari, tanggal, jam dan tempat akan dilangsungkan perkawinan. 3). Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing, pelaksanaan perkawinan dilaksanakan setelah hari ke 10 sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh pegawai pencatat nikah. Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan dilaksanakan dihadapan pegawai pencatat nikah dan dihadiri oleh dua orang saksi. 4). Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan dilakukan sejak pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dan berakhir sesaat
sesudah
dilangsungkan
perkawinan
yaitu
pada
saat
aktaperkawinan selesai ditanda tangani oleh kedua mempelai, kedua saksi, dan pegawai pencatat nikah yang menghadiri perkawinan dan wali
23
nikah. Dengan penandatangan akta perkawinan telah tercatat secara resmi.
D. Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagian, yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan.Dalam pada itu manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada Khaliq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi, yakni manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kejadiannya,
Allah
SWT
mengatur
hidup
manusia
dengan
aturan
perkawinan.25Adapun tujuan perkawinan antara lain sebagai berikut: 1. Mendapatkan keturunan Naluri manusia cenderung untuk mempunyai keturunan yang sah, keabsahan anak keturunan yang diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat, Negara dan kebenaran keyakinan agama Islam memberikan jalan untuk itu.Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup bahagia dunia dan
25
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 22.
24
akhirat.Kebahagian dunia dan akhirat itu dicapai dengan hidup berbakti kepada
Allah
SWT
secara
sendiri-sendiri,
berkeluarga
dan
bermasyarakat.Kehidupan keluarga bahagia, umunya antara lain ditentukan oleh kehadiran anak-anak yang merupakan buah hati dan belahan jiwa. Banyak orang yang hidup berumah tangga kandas karena tidak mendapat karunia anak. Sebagai mana yang tercantum dalam surat Al-Furqoan ayat 74 berbunyi:
Artinya: “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),…(Q.S. Al-Furqan/25/74). 2. Memenuhi
hajat
manusia
untuk
menyalurkan
syahwatnya
dan
menumpahkan kasih sayangnya. Manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai keinginan untuk berhubungan antara pria dan wanita, sebagaimana firman Allah SWT pada surah Al-Baqarah ayat 187 yang menyatakan:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…(Q.S. Al-Baqarah:187).
Di samping perkawinan itu untuk pengaturan naluri seksual juga untuk menyalurkan cinta kasih sayang dikalangan pria dan wanita secara harmonis dan bertanggung jawab. Namun, penyaluran cinta dan kasih sayang yang di luar perkawinan tidak akan menghasilkan keharmonisan dan
25
tanggung jawab yang layak, karena didasarkan atas kebebasan yang tidak terikat oleh satu norma.26 3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. Orang-orang
yang
tidak
melakukan
penyalurannya
dengan
perkawinan akan mengalami ketidak wajaran dan dapat menimbulkan kerusakan, baik kerusakan diri sendiri ataupun orang lain bahkan masyarakat, karena manusia mempunyai nafsu sedangkan nafsu itu cenderung untuk mengajak kepada perbuatan yang tidak baik. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 53:
Artinya: “….sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan… (Q.S. Yusuf :53). 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal. 5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang. Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan ketentraman hidup. Ketenangan dan ketentraman untuk mencapai kebahagian, yang mana dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan ketentraman anggota keluarga dalam keluarganya.Ketenangan dan ketentraman keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan yang harmonis antara suami istri dalam satu rumah tangga. 26
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 28.
26
Selain itu, Allah menjadikan keluarga yang dibina dengan perkawinan antara suami istri dalam membentuk keluarga dan ketentraman serta mengembangkan cinta dan kasih sayang sesama warganya. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21, yakni:
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. Ar-Ruum :21). E. Batas Minimal Umur Kawin Menurut Fuqoha Batas usia perkawinan memang tidak dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih memperbolehkan kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih kecil.Kebolehan tersebut karna tidak ada ayat AlQur’an yang secara jelas dan terarah menyebutkan batas usia perkawinan dan tidak pula ada hadits yang secara langsung menyebutkan batas usia, bahkan Nabi sendiri mengawini Siti Aisyah pada saat umurnya 6 tahun dan menggaulinya setelah umur 9 tahun.27 Akan tetapi menurut mayoritas ahli fiqih sepakat jika batasan baligh itu ditentukan dengan hitungan tahun maka batasan usia minimal dalam perkawinan adalah 15 tahun, sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat batas usia tersebut adalah 17/ 18 tahun.28
27
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlusunnah dan Negara-negara Islam, hal. 66 28 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan, hal.90
27
Meskipun secara terang-terangan tidak ada petunjuk Al-Qur’an atau hadits nabi tentang batas usia perkawinan, namun ada ayat Al-Qur’an dan begitu pula ada hadits Nabi secara tidak langsung mengisyaratkan batas usia tertentu. Adapun Al-Qur’an adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 6:
Artinya: “ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya ‟‟. Dari ayat ini dipahami bahwa kawin itu mempunyai batas umur dan batas umur itu, maksudnya sudah baligh. Agama Islam tidak menetapkan dengan tegas batas umur dari seseorang yang telah sanggup kawin.Al-Qur’an dan hadits hanyalah menetapkan dengan isyarat-isyarat dan tanda-tanda saja. Terserah kepada kaum muslim untuk menetapkan batas umur yang sebaiknya untuk kawin sesuai dengan isyarat atau tanda yang telah ditentukan itu, dan disesuaikan pula dengan keadaan setempat dimana hukum itu akan diundang-undangkan.29 Para ulama menentukan batas umur itu dengan dalil “maslahah mursalah’’, artinya dengan ditetapkan umur minimal bagi calon mempelai agar telah matang jiwa dan raganya.Dengan kematangan jiwa dan raga, diharapkan mendapatkan kebaikan/maslahat.30
29 30
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, hal 12 Narson Haroen, Ushul Fiqih I, (Jakarta: PT Logos Ilmu, 1997), hal 123
28
Hadits nabi menjelaskan bahwa yang diperintah kawin ialah orang-orang yang telah berumur sedemikian rupa, sehingga sanggup melakukan hubungan suami istri, memperoleh keturunan, berdasarkan hadits:
Artinya: “Dari Abdullah bin Mas‟ud ra ia berkata: telah berkata kepada kami Rosulullah saw: “ Hai sekalian pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah sanggup melaksanakan kehidupan suami istri, maka hendaklah ia kawin. Maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (mata) dan memelihara faraj.Dan barang siapa di antara yang tidak sanggup, hendaklah berpuasa.Maka puasa itu adalah perisai baginya‟‟. (H.R. Jamaah Ulama Hadits) “Asy-Syabaab’’ berarti orang yang berumur antara 25 dan 31 tahun, seperti umur Nabi Muhammad saw, ketika ia kawin dengan Khodijah ra, yaitu umur 25 tahun. “Asy-Syabaab’’ itulah yang diperintahkan kawin oleh Rosulullah SAW. Hadist di atas dapat dijadikan dasar oleh pemerintah untuk menetapkan umur yang paling tepat untuk melaksanakan perkawinan, sehingga perkawinan itu mencapai tujuannya.31 Para ahli fiqih sepakat bahwa dibolehkan bapak atau kakek mengawinkan anak-anak atau cucu-cucu mereka yang belum dewasa tanpa minta izin kepada yang bersangkutan terlebih dahulu. Pendapat ini didasarkan kepada perkawinan Rosulullah SAW dengan Aisyah ra yang waktu itu Aisyah belum baligh. Mazhab Syafi’i menganjurkan sebaiknya bapak atau kakek tidak mengawinkan
31
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987) hal. 40-41
29
anak-anak atau cucu-cucu mereka yang tidak mukallaf.32 Menurut Imam Syafi’I hanya bapak dan kakeklah yang boleh mengawinkan anak-anak dan cucu-cucu yang tidak mukallaf, sedang Imam Hanafi membolehkan semua wali semua wali mengawinkan orang-orang yang di bawah perwaliannya yang tidak mukallaf, karena anak kecil itu di bolehkan memilih apakah perkawinannya itu di teruskan atau tidak setelah mereka mukallaf. Menurut Imam Abu Hazm bapak tidak boleh mengawinkan anak yang belum baligh (belum dewasa). Sekalipun pernah terjadi antara Aisyah r.a. dengan Rosulullah, tetapi ini merupakan kekhususan bagi Rosulullah saw. Pendapat Ibnu Hazm ini sesuai dengan salah satu tujuan perkawinan, yaitu melanjutkan keturunan.33 Selanjutnya mengenai perkawinan Rosulullah SAW dengan Aisyah, Ibnu Syubramah berpendapat bahwa itu merupakan hal yang tidak bisa dijadikah hujjah (alasan), karena perkawinan tersebut merupakan pengecualian atau suatu kekhususan bagi Nabi sendiri yang tidak di berlakukan bagi umatnya. Perkawinan orang-orang yang belum dewasa tidak akan menghasilkan keturunan yang baik. Apabila perkawinan dilaksanakan oleh orang-orang yang belum dewasa, maka perkawinan itu tidak akan mencapai tujuannya, yakni keturunan yang baik. Berbeda pendapat Imam Syafi’i yang dimaksud dengan
32
Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rosulullah SAW Poligami Dalam Islam Vs Monogami Barat, h.10 33 Mustafa As-Syiba’iy, Wanita Di Antara Hukum Islam dan Perundang-undangan, hal. 83
30
wanita “ wanita dewasa’’ ialah wanita yang pernah kawin, sedangkan menurut Imam Hanafi ialah wanita yang telah baligh.34
F. Batas Minimal Umur Kawin Menurut Perundang-undangan di Indonesia Batas usia perkawinan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Undang-undangan Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Adapun menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 7 menyebutkan bahwa: a. Perkawinan diizinkan jika para pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Kemudian di pertegas lagi dalam pasal 15 ayat 1 KHI (Kompilasi Hukum Islam) dengan rumusan sebagai berikut: 1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telai mencapai umur yang di tetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurangkurangnya berumur 16 tahun. Selain dua pasal di atas, ada pasal lain dalam Undang-undang Perkawinan yang mengatur masalah batasan usia perkawinan calon mempelai, yaitu pada Bab II pasal 6 ayat (2) yang menegaskan bahwa: 2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari Orang Tua. 34
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlusunnah dan Negara-negara Islam, hal. 133
31
Dalam
Undang-undang
Perkawinan
terdapat
Asas-asas
yang
mengharuskan setiap pasangan yang akan melangsungkan perkawinan harus adanya kematangan dari calon mempelai, sesuai dengan Asas-asas dalam Undang-undang Perkawinan yaitu: a. Asas sukarela b. Asas partisipasi keluarga c. Asas perceraian di persulit d. Asas poligami dibatasi dengan ketat e. Asas kematangan calon mempelai f. Asas memperbaiki derajat kaum wanita g. Asas legalitas h. Asas (prinsip) selektivitas35 Dan apabila di sederhanakan, asas perkawinan itu menggandung pengertian bahwa: a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. b. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing. c. Asas monogamy. d. Calon suami dan istri harus dewasa jiwa raganya. e. Mempersulit perceraian. f. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.36
35
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pradana Media Group), cet ke 2, hal 6
32
Dalam hal ini, masalah usia perkawinan berkaitan erat dengan asas pada point yang keempat yakni “calon suami dan istri
harus matang jiwa dan
raganya”. Penjelasannya adalah bahwa calon suami istri harus matang jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan yang mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian.37Kematangan yang dimaksud adalah kematang umur perkawinan, kematangan berfikir dan bertindak. Prinsip tersebutpun erat kaitannya dengan masalah kependudukan. Karna dengan adanya pembatasan usia perkawinan bagi wanita maka diharapkan laju kelahiran dapat ditekan semaksimal mungkin. Ternyata bahwa batas usia yang rendah bagi wanita mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Dengan demikian program Keluarga Berencana dapat berjalan seiring dengan Undangundang perkawinan ini.38 Sehubungan dengan kedua hal tersebut, maka perkawinan bawah umur di larang keras dan harus di cegah pelaksanaannya. Adapun perkawinan bawah umur sesuai dengan Instruksi Mendagri No.27 Tahun 1983 tentang usia perkawinan dalam rangka melindungi program kependudukan dan keluarga berencana menjelaskan definisi tentang: “Perkawinan bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pada usia di bawah 16 tahun bagi wanita dan di bawah 19 tahun untuk pria.” 36
Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004),
hal 173 37
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media Kencana, Agustus 2007), cet ke 2, hal.26 38 DEPAG, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (DEPAG: Dirjen BIMAS Islam dan Penyelenggaraan Haji, Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), hal.3
33
Penyimpangan dari batas umur minimal perkawinan ini harus mendapat dispensasi terlebih dahulu dari Pengadilan Agama.Pengajuan dispensasi dapat diajukan oleh orang tua atau wali dari calon mempelai yang belum mencapai umur untuk melangsungkan perkawinan. Antara kedua calon mempelai harus ada kerelaan yang mutlak untuk melangsung perkawinan yang mereka harapkan.Mereka harus mempunyai suatu kesadaran dan keinginan bersama secara ikhlas untuk mengadakan akad sesuai dengan hukum agama dan kepercayaannya.39 Permohonan dispensasi perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum pemohon.Dispensasi dari Pengadilan diberikan karena memang benar-benar adanya keadaan memaksa (darurat) sehingga perkawinan harus segera dilangsungkan walaupun calon mempelai berada dibawah umur, misalnya wanita hamil sebelum perkawinan dilangsungkan/hamil diluar nikah. Dalam hal demikian, KUA selaku lembaga pencatatan perkawinan harus mengawinkan calon mempelai yang berada dalam keadaan tersebut. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan dispensasi kawin, antara lain: 1. Surat permohonan. 2. Fotocopy akta kawin orang tua sebagai pemohon yang bermaterai. 3. Surat pemberitahuan penolakan perkawinan dari KUA karena belum cukup umur.
39
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam, hal 7
34
4. Fotocopy akta kelahiran calon mempelai laki-laki dan perempuan atau fotocopy ijazah yang sah dan bermaterai. Proses pengajuan permohonan perkara dispensasi kawin dilakukan secara tertulis dan dapat pula dilakukan secara lisan bagi yang tidak bisa baca tulis atau bagi yang tidak memiliki keahlian untuk membuatnya secara tetulis. Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama, pemohon menuju ke Meja I yang akan menaksir besarnya panjar biaya perkara yang dituangkan dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan mencukupi biaya pemeriksaan perkara sampai selesai dan diputuskan.Biaya tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan materai, biaya pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa dan biaya sumpah, biaya pemeriksaan setempat dan tindakan lain hakim, biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah Pengadilan.40 Pemohon membayar panjar biaya perkara di Meja Kasir yang akan menerima
dan
mencatatnya
kemudian
menandatangani
SKUM
yang
diserahkan kembali kepada pemohon. Selanjutnya, berkas perkara dan kelengkapannya didaftarkan ke Meja II yang akan mencatat kedalam Register Induk Perkara dan memberi nomor perkara sesuai nomor yang diberikan di kasir, berkas perkara diserahkan ke Wakil Panitera untuk disampaikan ke Ketua Pengadilan yang akan menunjuk Majlis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara.
40
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal.10
35
Penetapan Hari Sidang dilakukan oleh Majelis Hakim dipimpin oleh Ketua Majelis dengan mempelajari berkas perkara dan menetapkan hari, tanggal serta jam kapan perkara untuk pertama kalinya disidang dan memerintahkan untuk memanggil pihak-pihak disertai dengan pemberitahuan bahwa mereka dapat mempersiapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang akan diajukan dalam persidangan. Sebelum persidangan akan dilakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang berperkara, pemanggilan disampaikan langsung kepada pribadi yang dipanggil
ditempat
tinggalnya.
Penyampaian
relaas
(Berita
Acara
Pemanggilan) kepada pihak harus dilakukan secara resmi dan patut, ditandatangani oleh jurusita/jurusita pengganti dan orang yang menerima panggilan. Semua proses pemeriksaan perkara dicatat dalam Berita Acara Persidangan. Pada hari sidang yang telah ditetapkan,pemohon seta calon suaminya hadir secara pribadi di persidangan. Mereka
memberikan keterangan dan
penjelasan secukupnya dipersidangan. Selanjutnya Majelis Hakim memberikan penjelasan hal-hal yang berkenaan dengan Dispensasi Nikah, mengingat usia pemohon belum mencapai 16 Tahun, namun pemohon dan calon suaminya tetap berkehendak untuk kawin, selanjutnya dibacakanlah permohonan pemohon. Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya, pemohon mengajukan surat-surat bukti tertulis berupa: foto copy bermaterai, akta kelahiran atas nama pemohon dan surat pemberitahuan penolokan melangsungkan perkawinan yang
36
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA), selain bukti tertulispemohon menghadirkan dua orang saksi di persidangan. Setelah para saksi dihadirkan, kemudian pemohon menyatakan telah cukup memberikan keterangan dan alat bukti, selanjutnya pemohon berkesimpulan tetap dengan permohonannya dan memohon supaya Majelis Hakim segera menjatuhkan penetapannya. Setelah memeriksa dalam persidang dan berkeyakinan bahwa terdapat hal-hal yang memungkinkan untuk memberikan dispensasi nikah dengan suatu penetapan.Maka Pengadilan Agama yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tingkat pertama menjatuhkan penetapan dalam perkara permohonan dispensasi nikah yang diajukan oleh pemohon. Dalam hal ini pihak-pihak berkepentingan tidak dibenarkan membantu melaksanakan perkawinan bawah umur, pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi dengan peraturan yang berlaku. Tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera dengan mewujudkan suasana rukun dan damai dalam rumah tangga yang selalu mendapat hidayah dan taufik dari Allah SWT.Oleh karena itu agar tujuan yang diharapkan dapat terlaksana, maka kematangan calon mempelai sangat diharapkan.Kematangan dimaksud adalah kemantangan umur perkawinan, kematangan dalam berfikir dan bertindak sehingga tujuan perkawinan dapat terlaksana dengan baik.
BAB III KONDISI OBYEKTIF KELURAHAN PAMENANG
A. Keadaan Geografis Kelurahan Pamenang Kelurahan Pamenang sebagai salah satu bagian unit kerja organisasi yang merupakan perangkat kecamatan Pamenang, memiliki ciri dan karakteristik sebagai Desa menjadi Kelurahan baik dilihat dari perspektif territorial, kehidupan, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dimana Kelurahan Pamenang merupakan salah satu Desa dibawah pemerintahan Kabupaten Merangin. Luas wilayah administrative Kelurahan Pamenang meliputi 331 Ha, terdiri dari luas pemukiman 221 Ha dan luas kuburan 10 Ha. Jumlah penduduk tahun 2013 sebanyak 6019 jiwa terdiri dari laki-laki 3044 dan perempuan 2975 dan terdapat 450 kk 41. Dan secara administrative batas-batas wilayah Kelurahan Pamenang sebagai berikut: a.
Sebelah utara berbatasan dengan desa mentawak baru
b.
Sebelah selatan berbatasan dengan desa rejosari sialang
c.
Sebelah timur berbatasan dengan desa kroya, pauh menang
d.
Sebelah barat berbatasan dengan desa muara belenggo Sedangkan orbitrasi (jarak dari pusat ke desa) terhadap pusat-pusat
fasilitas kota.
41
Data Potensi Desa dan Kelurahan Tahun 2012-2013
37
38
1.
Jarak ke ibu kota Kecamatan; 01 km
2.
Jarak ke ibu kota Kabupaten; 31 km
3.
Jarak ke ibu kota Provinsi; 259 km Penduduk keselurahan menurut hasil pendataan berjumlah 6016 jiwa
terdiri dari laki-laki 3044 jiwa dan perempuan 2972 jiwa 42.Kelurahan Pamenang terdiri dari 10 Rukun Warga (RW) dan 30 Rukun Tetangga (RT).
B. Keadaan Demografis Kelurahan Pamenang Masyarakat Kelurahan Pamenang sebagian besar bermata pencarian sebagai petani yaitu berkebun / berladang dengan penghasilan utamanya karet dan kelapa sawit, selain itu sebagian masyarakat juga berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, pengrajin industri rumah tangga, peternak, nelayan, tni, polri, pengusaha kecil dan menegah,dan buruh 43. Walaupun demikian masyarakat Kelurahan Pamenang memiliki ikatan emosional yang kuat, khusunya dalam kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi warga. Adapun fasilitas dan tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Pamenang dapat dilihat dari table berikut ini : Tabel 1 Fasilitas Pendidikan Formal di Kelurahan Pamenang Tahun 2012-2013 No Fasilitas Pendidikan Jumlah Fasilitas 1. Play group 3 2. Tk 3 3. Sd / sederajat 4 4. Smp / sederajat 2 5. Sma / sederajat 2 Sumber: data potensi desa dan kelurahan Tahun 2012-2013 42 43
Data Potensi Desa dan Kelurahan Tahun 2012-2013 Data Potensi Desa dan Kelurahan Tahun 2012-2013
39
Tabel 2 Fasilitas Pendidikan Formal Keagamaan di Kelurahan Pamenang Tahun 2012-2013 No Fasilitas Pendidikan Jumlah Fasilitas 1 Raudhatul Athfal 1 2 Ibtidayah 3 3 Tsanawiyah 2 4 Aliyah 2 5 Pondok pesantren 2 Sumber: data potensi desa dan kelurahan Tahun 2012-2013 Mayoritas masyarakat di Kelurahan Pamenang memeluk agama Islam, sehingga hampir seluruhnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat lebih mengarah kepada unsur keagamaan, setiap tahun masyarakat selalu mengadakan kegiatan agama seperti maulud, rajab, dan setiap minggu selalu ada kegiatan pengajian rutin seperti yasinan dan majlis taklim yang di ikuti oleh bapak-bapak, ibu-ibu. Di kelurahan Pamenang jarang ditemui kegiatankegiatan untuk remaja sehingga menyebabkan banyak kaum remaja putra maupun putri yang dapat melakukan pergaulan tanpa adanya rem dari dalam dirinya, karena kurangnya pemahaman keagaamaan dalam diri mereka ditambah kurangnya perhatian orang tua dan mudahnya membuka situs-situs yang berbau pornografi akibat dari internet tidak sehat. Kondisi para remaja di Kelurahan Pamenang perlu diperhatikan dan perlu adanya kegiatankegiataan yang positif agar dapat menanbah pemahaman mereka. Adapun fasilitas tempat ibadah di kelurahan Pamenang dapat dilihat dari table sebagai berikut:
40
Table 1 Fasilitas Musholla di Kelurahan Pamenang Tahun 2013 No Nama Musholla 1 Jami’atul Muttaqin 2 Hijrotul Muttaqin 3 Adz-Dzikro 4 Al Muttaqin 5 At Taqwa 6 Al Istiqomah 7 Al-Kautsar 8 Nurul Jadid 9 At Taubah 10 Bani Hasyim 11 Al-Kiromah 12 Darul Aman 13 Nurul Ikhsan Sumber: data keagamaan kelurahan pamenang Tahun 2013 Tabel 2 Fasilitas Masjid di Kelurahan Pamenang Tahun 2013 No Nama Masjid 1 Al-Mukmin 2 Al-Muhajirin 3 Khairun Nashirin 4 As-Shobirin 5 Baitur rahim Sumber: data keagamaan kelurahan pamenang Tahun 2013 Table 3 Fasilitas Gereja di Kelurahan Pamenang Tahun 2013 No Nama Gereja 1 HKBP Sumber: data keagamaan kelurahan pamenang Tahun 2013 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tempat ibadah musholla dan masjid lebih banyak dari pada tempat ibadah non Islam (gereja), meskipun tempat beribadah mereka hanya ada satu tapi mereka bisa melaksanakannya dengan baik tanpa ada gangguan dari masyarakat yang mayoritas beragama
41
Islam, itu merupakan bentuk dari
toleransi antar agama yang ada di
Kelurahan Pamenang. Adapun jumlah penduduk menurut agama yang dianut dapat dilihat dalam table di bawah ini. Tabel 4 Jumlah Penduduk Penganut Agama Agama Jumlah Penduduk Penganut Agama Islam 4498 orang Khatolik 19 orang Protestan 1499 orang Hindu Budha Sumber:Data Monografi Kecamatan Pamenang
C. Keadaan Sosiologis Kelurahan Pamenang Desa Pamenang dapat dikategorikan sebagai wilayah desa dengan jumlah penduduk yang relatif besar jika dibandingkan dengan wilayah lainnya yang ada dalam provinsi jambi. Angka kelahiran dan kematian berbanding sangat kontradiktif yang berarti bahwa tingkat kelahiran sangat tinggi jika dibandingkan angka kematian. Kenyataan ini makin dikuatkan dengan adanya anggapan yang sudah mendarah daging di tengah masyarakat bahwa banyak anak banyak rezeki. Secara tidak langsung memotivasi masyrakat untuk memiliki keturunan sebanyak-banyaknya. Dengan ini dapat dipastikan bahwa setiap keluarga minimal memiliki tiga orang anak, padahal hampir setiap datangnya lebaran haji akanada minimal tiga pasang remaja yang melangsungkan perkawinan. Secara sosial, masyarakat desa ini di kenal ramah dan sangat santun dalam bersikap. Hal ini misalnya terlihat dari penilaian-penilaian yang
42
dilontarkan oleh beberapa pendatang musiman maupun yang telah menetap lama di wilayah ini. Ketika berjumpa bahkan tidak segan-segan mereka menyapa satu sama lainnya, bahkan terhadap orang asing sekalipun. Hal ini mungkin disebabkan oleh budaya mereka yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan dan silaturahmi dengan sesama. Meskipun
berpredikat
sebagai
penduduk
mayoritas
muslim,
masyarakat desa sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Menurut pendapat masyarakat desa ini, setiap orang berhak untuk dihormati dan menghormati tanpa memandang latar belakang agama yang dianutnya. Hal ini terlihat dengan keramahan yang mereka tunjukan terhadap orang-orang dari kalangan non muslim. Kalangan seperti ini biasannya terdiri dari tenaga pengajar, tenaga kesehatan, serta para pekerja di berbagai lapangan pekerjaan yang ada di Kelurahan Pamenang. Sampai saat ini terbukti tidak pernah terjadi gesekan yang berujung pada perselisihan berlatar belakang agama, karena masing-masing pihak menghormati haknya. Di waktu sore hari, banyak di antara mereka yang memilih untuk bersantai di balai-balai yang berada di pinggiran sungai atau di depan tokotoko. Di sini terlihat bagaimana keakraban dan kebersamaan di antara mereka tetap terjaga. Topik-topik obrolan mereka beragam, ada yang seputar pekerjaan mereka ,rumah tangga, masyarakat, bahkan persoalan politik dan ekonomi saat ini. Realitas demikian wajar terjadi karena dengan keuntungan penjualan karet yang mereka miliki. Masyarakat desa ini dapat mengakses beragam informasi melalui sarana radio dan televisi, sarana telekomunikasi
43
terutama handphone mulai menjamur dan tidak lagi menjadi barang langka di kelurahan ini karena hampir sebagian orang terutama para remaja telah memiliki perangakat komunikasi ini. Dari aspek politik, masyarakt Kelurahan Pamenang adalah warga negara yang baik, terutama terindikasi dari tingginya tingat partisipasi masyarakat
untuk
mengikuti
beragam
pemilihan
umum
yang
di
selenggarakan di negeri ini. Masyarakat dengan sukarela dan tanpa intimidasi dapat memilih partai politik yang menjadi pilihannya. Perbedaan pilihan partai politik sejauh ini tidak menjadi hambatan dan memecah persatuan masyarakat kelurahan Pamenang. Konflik kecil-kecilan sering terjadi, tetapi biasanya hanya menjelang pemilu atau pilkada. Setelah event-event tersebut berlalu, maka perselisihan tersebut pun hilang dengan sendirinya. Hal ini dapat di mengerti karena masyarakat desa Pamenang merupakan sebuah keluarga besar, di mana antara yang lain jika ditelusuri masih memiliki hubungan darah atau bersaudara.
D. Praktik Perkawinan di Kelurahan Pamenang Perkawinan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang di alami oleh hampir semua manusia di muka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai orang tua telah selesai bila anaknya telah memasuki jenjang perkawinan. Perkawinan di Kelurahan Pamenang terkesan rumit karena banyaknya tahapan-tahapan
sebelum
dan
sesudah
melangsungkan
perkawinan.
44
Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan di masyarakat Kelurahan Pamenang harus mendapatkan restu baik dari orang tua maupun keluarga besar dari kedua belah pihak, jika ada di antara keluarga mereka yang tidak merestui maka akan sulit untuk melangsungkan perkawinan. Adapun diantara banyaknya tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebelum dan sesudah melangsungkan perkawinan sebagai berikut: 1. Lamaran Lamaran di Jambi disebut sebagar antar tando sebelum diadakan acara lamaran, biasanya akan ada utusan dari pihak laki-laki yang akan bertanya ataupun bersilaturahmi ke keluarga dari pihak wanita. Utusan ini akan mencari tahu apakah wanita yang dimaksud sudah ada yang melamar atau belum ada yang melamar, jika wanita yang dimaksud belum ada yang melamar maka setelah itu akan dilakukan prosesi lamaran. Lamaran ini biasanya dihadiri tuo tengganai dari kedua belah pihak keluarga, pada saat lamaran keluarga laki-laki akan membawa syarat adat, diantaranya 44: a.
Cincin pengikat, cincin ini hanya untuk dipakai wanita bukan cincin satu pasang karena tukar cincin baru akan akan dilakukan saat akad nikah nanti.
b.
Pakaian sepelulusan, berupa kain kebaya untuk acara akad dan kain bawahannya bisa berupa batik atau songket, terkadang juga dilengkapi dengan selop dan dompet.
44
Muhammadnaji, Blogspot.com, 20 Januari 2013
45
c.
Sirih pinang, berupa perlengkapan untuk makan sirih berupa daun sirih, kapur sirih, tembakau serta pinang yang diletakan di tempat sirih khusus. Prosesi lamaran biasanya berupa seloko-seloko (berbalas pantun)
antar wakil keluarga terlebih dahulu yang kira-kira isinya adalah menanyakan maksud dan tujuan keluarga laki-laki bertamu ke keluarga wanita. Setelah prosesi lamaran itu sendiri berupa pemasangan cincin ke calon wanita, kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah selesai makan maka akan dilakukan perundingan keluarga inti, dimana untuk membicarakan tentang kelanjutan lamaran yang berupa pembicaraan tanggal, adat dan lain-lainnya. Pembicaran yang dilakukan antara lain: a.
Tanggal perkawinan, apakah upacara perkawinan akan dilaksanan sepanen jagung (3 bulan) atau sepanen padi (6 bulan) atau yang lain.
b.
Adat yang digunakan, apakah akan menggunakan adat jambi secara keselurahan atau ada campuran dari adat lain.
c.
Seserahan, apa saja hantaran yang akan diberikan keluarga laki-laki kepada pihak perempuan.
d.
Uang adat, uang adat disini ada dua (2) yaitu, uang adat biasanya hanya berjumlah sedikit berkisar 50-100 ribu. Uang selemak semanis jumlahnya cukup besar disesuaikan dengan kemampuan keluarga laki-laki, uang selemak semanis ini merupakan urunan atau membantu belanja untuk acara resepsi perkawinan nanti.
46
2. Hantaran Adat Jambi, memiliki keunikan tersendiri dalam melakukan hantaran. Ada beberapa barang yang harus dibawa ketika prosesi hantaran tersebut, beberapa benda tersebut antara lain adalah 45: a.
Isi kamarberupa tempat tidur, lemari, meja rias, kasur, bed cover,sampai gorden untuk kamar pengantin.
b.
Peralatan make-up.
c.
Bahan pakaian atau kebaya atasan dan bawahan (2 pasang).
d.
Sepatu atau selop (2 pasang).
e.
Tas (2pcs).
f.
Baju tidur (2 pasang).
g.
Underwear (2 set).
h.
Kain panjang (2 lembar) gunanya adalah untuk dijadikan kain basahan ketika mandi disungai.
i.
Peralatan mandi berupa sabun, sampho dan lain-lainnya. Beberapa daerah di jambi ada yang membawa gayung dan ember yang di hias dengan pita.
j.
Perlengkapan ibadah.
k.
Bumbu dapur berupa cabe, bawang, merica, tomat, garam, beras, telur dan lain-lainnya. Bahkan ada yang membawa kerbau yang di hias dengan pita dan di masukan kedalam tempat dimana acara
45
Muhammadnaji, Blogspot.com, 20 Januari 2013
47
diselenggarakan. Hal ini merupakan perlambangan dari keluarga lakilaki turut serta membantu logistic acara resepsi. l.
Uang selemak semanis.
3. Perkawinan a.
Akad Nikah Akad nikah biasanya dilakukan di rumah mempelai wanita atau masjid.Penganten pria bersama rombongan datang kerumah penganten wanita yang dihadiri oleh ninik mamak (orang adat). Maka diadakanlah akad nikah yang dihadiri oleh penghulu, wali, dan saksisaksi.Setelah acara akad nikah selesai maka para keluarga dari kedua belah
pihak
makan
bersama
atau
syukuran
di
acara
perkawinan.keluarga yang menyediakan adalah pihak perempuan yang telah menyiapkan semua hidangan. b.
Resepsi Perkawinan Setelah akad nikah maka akan diadakannya resepsi atau pesta, untuk mengundang para tamu undangan, kerabat dekat maupun jauh. Resepsi ini diadakan di rumah penganten wanita namun ada juga diadakan di rumah penganten pria tergantung kesepakatan keluarga. Pada acara resepsi ini penganten memakai baju adat lengkap dengan dihiasi pelaminan, biasanya dihiburkan dengan music, organ tunggal untuk menghibur penganten dan para tamu undangan.
48
Setelah acara resepsi perkawinan selesai masih ada tradisi adat yang dilakukan oleh pasangan penganten baru yaitu 46: 1.
Ulu Anta, mamak (paman) dari pihak laki-laki mengantarkan anak laki-lakinya ke pihak keluargaperempuan
yang diterima oleh
ninik mamak dari pihak keluargaperempuan. 2.
Tunjuk Aja (mengajarkan), mamak (paman) dari kedua belah pihak atau perangkat desa memberikan pengajaran tentang bagaiman cara
berumah tangga dan mengajarkan adab atau
akhlak terhadap keluarga kedua belah pihak. 3.
Ajum
Arah
(diatur
atau
mengarahkan),
ninik
mamak
menunjukkan arah mana yang harus dituju kepada kedua mempelai dalam kehidupan berumah tangga agar bisa mengatasi masalah yang timbul setelah kawin. 4.
Ma Urak Silo, ninik mamak mengajarkan kepada mempelai lakilaki cara duduk basilo (duduk dengan melipatkan kaki kanan di atas dan kaki kiri di bawah) yang benar. Hal ini menunjukan akhlak yang sopan kepada keluarga perempuan agar di terima dengan baik menjadi anggota keluarga. Perkawinan dikelurahan Pamenang, sama halnya dengan perkawinan pada umumnya. Perkawinan yang sah harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yaitu; adanya kedua calon mempelai, wali, saksi dan ijab qobul.Ijab qobul atau akad nikah
46
Hasyim Ismail, Buku Adat Pamenang, 31 januari 2006
49
dapat dilaksanakan di KUA (Kantor Urusan Agama), masjid atau di rumah calon mempelai wanita dan diucapkan oleh mempelai pria dihadapan amil (penghulu), wali, saksi, masyarakat yang hadir pada saat ijab qobul.Setelah ijab qobul kedua mempelai menandatangani buku nikah. Setelah acara akad nikah selesai maka keluarga dari kedua belah pihak mengadakan syukuran atau makan bersama, selesai makan bersama maka diadakannya resepsi perkawinan.
BAB IV TRADISI PERKAWINAN BAWAH UMUR DI KELURAHAN PAMENANG
A. Gambaran Perkawinan Bawah Umur Di Kelurahan Pamenang Perkawinan bawah umur merupakan hal yang biasa ditemui di Kelurahan Pamenang. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis berhasil mewawancarai beberapa orang pelaku perkawinan
bawah umur. Berikut
paparannya: a. Kasus I Rani menikah saat umurnya 14 tahun, saat ini rani mempunyai seorang anak laki-laki dari perkawinannya, rani menikah di usianya yang sangat muda bukan karena hamil di luar nikah, tetapi karena sudah menjalin hubungan yang cukup lama dengan pacarnya sehingga ketika pacarnya mengajak rani untuk menikah rani langsung menerimanya. Mereka menikah secara sah walaupun harus memanipulasi umur dikarenakan umur rani saat itu masih sangat muda.Ketika rani memberitahukan niat baik sang pacar kepada orangtuanya, awalnya orangtua rani tidak setuju dengan keputusan rani untuk menikah akan tetapi rani terus berusaha meyakinkan orangtuanya dan akhirnya orangtua rani membolehkan rani untuk menikah karena mereka takut rani akan kawin lari karena tidak direstui oleh orang tuanya.
50
51
Rani tidak pernah menyesal dengan keputusannya menikah diusia muda karena pada saat itu rani sudah tidak sekolah dan juga tidak bekerja. Untuk mengurangi beban orangtuanya rani milih untuk nikah.Sudah 4 tahun rani menikah, keadaan rumah tangganya saat ini baik-baik saja meskipun tidak berjalan dengan mulus ada saja masalah yang datang dalam rumah tangganya. Meskipun rani menikah diusia muda akan tetapi rani bisa mengatasi masalah rumah tangganya sehingga perkawinan mereka masih utuh sampai saat ini. 47 b. Kasus II Sebut saja namanya sumi, sumi menikah pada saat usia 15 tahun. Sumi sempat mengenyam pendidikan di salah satu sekolah hanya saja saat sumi kelas 2 Mts dia berhenti sekolah dan pada saat itu sumi sudah memiliki pacar tidak berapa lama kemudian sumi dan pacarnya memutuskan untuk menikah. Keinginan sumi untuk menikah diusia muda tidak mendapat izin dari orangtuanya karena orangtua sumi masih ingin melihat sumi melanjutkan sekolahnya. Akan tetapi keputusan sumi sudah bulat untuk menikah dan orangtuanya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengizinkan anaknya menikah.Sumi menikah diusia muda perkawinannya sah dan tercatat meskipun pada saat itu sumi memanipulasi (menambah) usianya supaya bisa menikah.Pada saat itu sumi tidak mengetahui adanya dispensasi nikah bagi yang belum cukup umur untuk menikahsehingga mereka
47
bisa
menikah
dengan
adanya
izin
dari
Pengadilan
Wawancara Pribadi dengan Rani, di Kediaman Responden, 12 Semptember 2014
52
Agama.Perkawinan sumi tidak berlangsung dengan harmonis mereka sering berselisih paham sehingga mereka memutuskan untuk berpisah meskipun pada saat itu mereka sudah memiliki seorang putri yang masih kecil dan masih membutuhkan ayah dan ibunya.Setelah bercerai sumi mengalami kesulitan ekonomi untuk membiayai kehidupannya dan anaknya, mantan suaminya hanya sesekali memberi nafkah untuk anaknya.Setelah beberapa tahun bercerai sumipun menikah kembali dan sekarang sumi sudah memiliki 3 orang anak dari perkawinanya yang kedua, sekarang sumi hidup bahagia bersama anak dan suaminya. 48 c. Kasus III Nurhepni sekarang berumur 28 tahun, nur menikah saat usianya 14 tahun.Sekarang nur mempunyai 5 orang anak yang masih kecil-kecil.Nur menikah pada saat usianya masih sangat muda, perkawinannya tercatat karena nur memanipulasi usianya pada saat mau menikah dan pada saat itu nur tidak mengetahui tentang dispensasi nikah. Awalnya orang tua nur tidak menyetujui keputusannya untuk menikah karena pada saat itu nur terlalu muda, keinginan nur untuk menikah membuat orang tuanya khawatir nur akan melakukan hal-hal yang mereka tidak inginkan dan pada akhirnya mereka membolehkan nur menikah dengan pria yang sudah lama menjalin hubungan dengannya. Sekarang usia perkawinannya sudah 14 tahun, tidak mudah bagi nur untuk mempertahankan perkawinanya. Awal perkawinannya nur sering berantem
48
Wawancara Pribadi dengan Sumiyari, di Kediaman Responden, 12 Semptember 2014
53
dengan suaminya dan nur bisa mempertahankan rumah tangganya demi anak-anaknya, sekarang nur hidup bahagia bersama anak dan suaminya. 49 d. Kasus IV Saat paini menikah usianya 15 tahun, meskipun belum cukup umur untuk menikah paini tetap ingin menikah karena paini ingin menggurangi beban orang tuanya.Paini berasal dari keluarga yang kurang mampu sehingga paini harus menikah agar bisa membantu ekonomi orangtuanya, kini paini memiliki 2 orang anak hasil dari perkawinannya. Paini melangsungkan perkawinanya secara sederhana hanya dihadiri oleh keluarga/kerabat dekat saja, meskipun paini menikah umurnya masih 15 tahun akan tetapi perkawinannya tercatat karena paini melakukan penambahan umurnya agar tidak sulit untuk melangsungkan perkawinannya. Seiring berjalannya waktu paini dan suaminya memilih untuk berpisah karena sudah tidak memiliki kecocokan lagi, meskipun begitu paini tidak pernah menyesali pernah hidup bersama dengan mantan suaminya dan sekarang paini hidup bahagia bersama anaknya. 50 e. Kasus V Saat menikah umur tutri baru 14 tahun, pendidikan tutri hanya sampai di sekolah dasar setelah lulus SD tutri hanya membantu meringankan pekerjaan orang tuanya. Pada saat umur 13 tahun tutri memiliki pacar yang lebih dewasa darinya dan pada saat itu pacarnya sudah bekerja, setelah menjalin hubungan selama 1 tahun pacarnya 49 50
Wawancara Pribadi dengan Nurhepni, di Kediaman Responden, 12 Semptember 2014 Wawancara Pribadi dengan Paini, di Kediaman Responden, 12 Semptember 2014
54
mengajak tutri untuk menikah dengan senang hati tutri menerima ajakan pacarnya untuk menikah. Sebenarnya orang tua tutri tidak membolehkan anaknya menikah di usianya yang masih sangat muda,tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa mereka berfikir kalau dilarang takut akan menimbulkan masalah sehingga akhirnya orang tua tutri menerima keputusan tutri untuk menikah. Perkawinantutri berlangsung sangat sederhana hanya dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak saja, meskipun tutri menikah umur 14 tahun tetapi perkawinannya tercatat karena adanya penambahan usia tutri pada saat itu.Setelah menikah tutri sering mendengar omongan orang yang negatif tentang dirinya, tutri menanggapinya hanya dengan senyuman.Saat ini tutri menggandung anak pertamanyausia kandungan tutri 3 bulan ketika mengetahui bahwa dia lagi hamil tutri sangat senang dia tidak sabar menunggu sang buah hati dilahirkan. 51 f. Kasus VI Dewi menikah saat umur 15 tahun, dewi menikah karena sudah tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena keadaan ekonomi keluarga yang membuat dewi tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Kebetulan pada saat itu pacarnya mengajak dewi menikah, pada saat itu dewi berfikir kalau dia menikah akan bisa membantu meringankan ekonomi keluarganya. Pacar dewi sudah bekerja dan menurut dewi pacarnya itu dewasa dan bisa menafkahi dewi jika mereka menikah.
51
Wawancara Pribadi dengan Tutri Martika, di Kediaman Responden, 21 Januari 2015
55
Orang tua dewi terutama ibunya sangat kecewa dengan keputusan dewi untuk segera menikah, ibunya sangat ingin dewi melanjutkan pendidikannya meskipun ibunya harus banting tulang bekerja untuk membiayai dewi sekolah sebagai anak dewi tidak mau menyusahkan ibunyadan membiarkan ibunya bekerja keras demi dia. Perkawinan dewi tercatat karena ada penambahan umur waktu dewi membuat ktp, perkawinannya saat ini bisa dibilang harmonis meski sering berantem sama suaminya tapi itu hanya sebentar kemudian mereka kembali harmonis. 52 g. Kasus VII Yuliana menikah saat usianya 14 tahun, dia baru beberapa bulan menikah. Yuli menikah karena sangat mencintai pacarnya dan takut akan kehilangan sang pacar makanya yuli menikah meskipun masih dibawah umur. Orang tua yuli awalnya sangat kaget ketika yuli memberi tahu akan keinginannya untuk menikah dan saat itu orang tuanya tidak melarang kalau yuli benar-benar ingin nikah hanya saja orang tuanya sempat memberikan nasehat atas keputusannya apalagi yuli masih belum cukup umur untuk menikah. Meskipun yuli menikah saat usianya 14 tahun tapi mereka melaksanakan perkawinannya secara sah dan diakui negara namun yuli
52
Wawancara Pribadi dengan Sakita Dewi, di Kediaman Responden, 21 Januari 2015
56
menikah dengan memanipulasi data agar prosesnya tidak sulit, karena yuli masih dibawah umur. 53 h. Kasus VIII Sekarang tita baru berumur 14 tahun, tita menikah saat usianya 13 tahun dan sekarang tita memiliki 1 orang putra.Orang tua tita sempat kecewa dengan keputusannya untuk menikah tapi orang tua tita hanya pasrah dengan keputusannya untuk minkah diusianya yang masih sangat muda.Untuk mengawinkannya tidak segampang yang di fikirkan karena umur tita masih dibawah umur.Akhirnya mereka kawin secara sirri untuk mempermudah dan melancarkan proses perkawinannya hanya dihadiri oleh orang tua, kerabat dan tetangga sebagai saksi. Tanpa memikirkan dampak dari perkawinannya dan sekarang tita sulit untuk mendapatkan akta kelahiran putrannya karena tita tidak mempunyai buku nikah sehingga dipersulit untuk mendapatkan akta kelahiran putranya. Perkawinan tita berjalan dengan harmonis, suaminya sangat menyayanginya dan selalu membimbing tita untuk menjadi seorang istri dan ibu yang baik bagi dia dan anaknya.Kekhawatiran orang tua tita sebelum tita menikah hilang ketika mereka mengetahui bahwa tita bahagia bersama suaminya. 54 i. Kasus IX Namanya emawati tapi sering dipanggil ema, ema menikah saat umurnya 13 tahun mempunyai 1 anak laki-laki.Ema menikah karena sudah 53
Wawancara Pribadi dengan Yuliana, di Kediaman Responden, 21 Januari 2015 Wawancara Pribadi dengan Tita Haryanti, di Kediaman Responden, 21 Januari 2015
54
57
tidak sekolah dan juga tidak bekerja, ema menikah agar bisa membantu orangtuanya dan adik-adiknya yang masih kecil.Ema menikah secara sah dan perkawinannya tercatat, namun ema memanipulasi umurnya, awalnya orang tuanya tidak merestui hubungan ema dengan yudi karena semua orang didesa sudah mengetahui bahwa yudi bukanlah laki-laki yang berprilaku baik setelah ema mempunyai anak barulah orangtuanya bisa menerima yudi sebagai menantu mereka. Tapi keadaan rumah tangga ema tidak berjalan dengan harmonis, yudi sering berkata kasar pada ema dan itu membuat ema tidak bisa menerima dan akhirnya mereka bertengkar, yudi juga tidak segan untuk melakukan kekerasan pada ema dan itu sering terjadi akhirnya ema memutuskan untuk berpisah dengan yudi karena sudah tidak sanggup lagi hidup bersama. Setelah 6 bulan mereka berpisah tiba-tiba yudi datang mencari ema dan mengajak ema rujuk kembali alasannya mengajak ema rujuk adalah anak yang masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orangtua.Kini ema hanya bisa berharap kalau suaminya bisa berubah dan tidak lagi menyakiti hatinya. 55 j. Kasus X Yeni menikah saat umurnya 14 tahun, kini mempunyai dua orang anak dari perkawinannya.Yeni menikah diusianya yang sangat muda karena sudah tidak sekolah lagi dan saat umurnya baru 14 tahun yeni memiliki pacar.Yeni berpacaran dengan pria yang lebih dewasa dari dia
55
Wawancara Pribadi dengan Emawati, di Kediaman Responden, 21 Januari 2015
58
dan pacarnya sudah memiliki pekerjaan meskipun penghasilannya paspasan tapi yeni yakin bahwa pacarnya bisa menafkahinya setelah mereka menikah. Keputusannya untuk menikah sangat didukung orang tua dan keluarganya, sampai saat ini perkawinannya harmonis dan yeni bersyukur karena sampai sekarang masih bisa bertahan bersama suaminya. 56 k. Kasus XI Pada saat menikah usia siti 15 tahun, siti sempat mengenyam pendidikan ditingkat sekolah menengah pertama tapi saat siti duduk dibangku kelas 2 SMP dia berhenti dari sekolahnya. Setelah berhenti dari sekolah siti tidak ada kegiatan sehingga ketika ada laki-laki yang mendekatinya dan berniat untuk menikahinya maka siti menerima tawaran dari laki-laki tersebut dan melangsungkan perkawinan meskipun dia belum cukup umur untuk menikah.Ketika itu orang tua siti kecewa dan tidak merestui hubungannya dengan pacarnya sehingga mereka nekat untuk tetap melangsungkan perkawinan secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari orangtuanya. Siti sekarang sudah dikarunia seorang anak perempuan yang cantik, siti merasakan kebahagian dalam rumah tangganya meskipun sempat terlintas penyesalan atas pilihannya untuk menikah akan tetapi saat ini keadaan rumah tangganya dalam keadaan bahagia. 57
56
Wawancara Pribadi dengan yeni, di Kediaman Responden, 12 September 2014 Wawancara Pribadi dengan Siti Khodijah, di Kediaman Responden, 20 Januari 2015
57
59
l. Kasus XII Lena menikah pada usia 15 tahun, ketika masih sekolah lena sudah menjalin hubungan dengan seorang pria dan setelah lulus SMP lena langsung memutuskan untuk menikah. Awalnya orang tua lena tidak setuju mereka ingin lena melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi lagi tapi itu hanyalah harapan orangtuanya, lena tetap pada keputusannya untuk menikah. Perkawinan lena tercatat dan diakui negara meskipun dilakukan dengan cara memanipulasi usianya, perkawinannya berlangsung secara sederhana hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja dan sekarang keadaan rumah tangganya dalam keadaan baik meskipun dia belum dikarunia anak. 58 m. Kasus XIII Rita menikah saat usianya 15 tahun, rita menikah karena tidak ingin menyusahkan orang tuanya karena rita berasal dari keluarga yang tidak mampu sehingga rita berfikir dengan menikah dia bisa membantu ekonomi keluarganya meskipun hanya sedikit yang bisa rita bantu untuk orang tuanya. Saat mengetahui rita ingin menikah orangtuanya sangat senang dan merestui perkawinannya meskipun rita masih dibawah umur perkawinannya tetap tercatat karena rita menambahkan usianya diktp.
58
Wawancara Pribadi dengan Lena Agustina, di Kediaman Responden, 20 Januari 2015
60
Setelah menikah dia merasa bahagia dan bisa sedikit membantu orangtuanya dan membantu membiayai adek yang masih duduk di bangku sekolah dasar. 59 n. Kasus XIV Sebut saja namanya sri berumur 14 tahun. Sri menjalin hubungan dengan seorang pria sebut saja namanya iwan, mereka menikah karena sri sudah hamil 3 bulan. Mereka melakukan hubungan diluar perkawinan karena terpengaruh sama pergaulan yang semakin bebas dan teknologi yang semakin canggih sehingga mereka bebas mengakses hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Orang tuanya sangat kecewa saat mengetahui bahwa anak perempuannya sudah mengandung dan membuat malu keluarganya. Sehingga mau tidak mau orang tuanya menikahkan sri dengan cara nikah sirri karena pada saat itu sri masih dibawah umur. sri menjalani rumah tangganya dengan bimbingan orangtuanya karena sri dan suaminya masih tinggal dirumah orang tuanya. 60 o. Kasus XV Zahra menikah saat usianya 14 tahun.Dia menikah baru beberapa bulan, Zahra menikah atas kemauannya sendiri karena dia sudah tidak sekolah dan juga tidak bekerja.Zahra melaksanakan perkawinannya secara sah dan tercatat itu karena zahra memanipulasi usianya, pada awalnya keluarga 59
Wawancara Pribadi dengan Rita Kusmala Dewi, di Kediaman Responden, 20 Januari
2015 60
Wawancara Pribadi dengan Sri Lestari, di Kediaman Responden, 20 Januari 2015
61
besarnya tidak setuju terutama orangtuanya zahra seiringnya waktu mereka menyetujui Zahra nikah dari pada dia membuat malu keluarganya. Setelah menikah zahra tinggal di rumah mertuanya karena mereka belum mempunyai rumah, zahra banyak belajar bagaimana mengurus suami dan mengurus rumah tangganya dari ibu mertuanya.Sebelum menikah zahra belum bisa masak tapi berkat ibu mertuanya yang selalu membantunya kini zahra sudah bisa menyiapkan makanan buat suaminya.zahra dan suaminya masih sama-sama egois, keras kepala sehingga sering terjadi pertengkaran antara mereka akan tetapi itu bisa mereka lewati dan sehabis bertengkar biasanya suami yang selalu minta maaf terlebih dulu dan mereka kembali damai dan rukun. Meskipun Zahra menikah diusianya yang masih muda dalam berfikir Zahra sangat dewasa dan bisa menyelesaikan masalah rumah tangganya tanpa bantuan dari ibunya maupun ibu mertuanya. 61 1. Pelaksanaan Perkawinan Bawah Umur Dari 15 pelaku perkawinan bawah umur, 13 orang perkawinannya dicatatkan di KUA dengan penambahan usia dan 2 orang perkawinannya tidak
tercatat
di
KUA
karena
tidak
melakukan
penambahan
usia.Hasilwawancara dengan Bapak Suhaeli Yassin selaku Tokoh Agama di kelurahan pamenang perkawinan di bawah umur itu sendiri dilakukan dengan
berbagai cara agar yang hendak kawin bawah umur dapat
berlangsung, salah satunya dengan adanya penambahan umurbagi pihak
61
Wawancara Pribadi dengan Mustika Zahra, di Kediaman Responden, 20 Januari 2015
62
yang belum cukup umur. Dengan adanya penambahan umur akan memudahkan bagi para remaja yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan. 62 Peluang praktik manipulasi (penambahan) umur ini kemungkinan terjadinya disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya: pertama, ketidak tahuan mereka terhadap Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan khususnya pasal 7 ayat (2) dan sikap mental yang buruk bagi pelaku
yang hanya mementingkan keuntungan pribadi. Sebelum
mempunyai KTP (Kartu Tanda Penduduk) seseorang belum atau tidak boleh melakukan perkawinan.sehingga mereka yang terbentur dengan batas usia minimal menikah, bukannya meminta dispensasi kepada Pengadilan sebagaimana pada pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Namun mereka malah melakukan penambahan atau manipulasi terhadap umur mereka. Kedua, hamil di luar nikah sehingga mau tidak mau harus segera dikawinkan. Ketiga, longgarnya prosedur pembuat KTP sehingga orang yang belum berhak mempunyai KTP bisa mendapatkannya dengan cara pemalsuan (penambahan) umur. Dalam hal ini orang yang belum mencapai umur 17 tahun sudah mendapatkan KTP hanya dengan menambahkanusia dari usia yang sesungguhnya.
62
Wawancara Pribadi Dengan Bapak SuhaeliYassin, Tokoh Agama di Pamenang, 08 Semptember 2014
63
Antara penyebabnya ketika pembuatan KTP petugas tidak meminta akta kelahiran.Padahal setelah peneliti amatilangsung ke lapangan petugas tidak memungut biaya, hanya atas dasar membantu orang yang meminta bantuan untukmelakukan penambahan umur. Praktik manipulasi (penambahan) umur biasanya terjadi pada tingkat RT dan berdasarkan atas permintaan dan kemauan pihak keluarga. Hal ini dikarenakan setiap orang yang ingin kawin harus mengisi surat keterangan yang diberikan oleh ketua RT, yaitu surat penyataan dan surat pengantar. Pelaksanaanperkawinan bawah umur itu sendiri di kelurahan Pamenang tetap tercatat meskipun melalui carayang salah dengan adanya manipulasi (penambahan) umur meskipun bisa dilakukan dengan cara yang benar yaitu mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan, apalagi kalau sudah hamil duluan keluarga tidak mau malu atas apa yang terjadi pada
anak
perempuannya
maka
mereka
memilih
untuk
mengawinkannya.Jika ada anak perempuan yang kawin karena hamil duluan menurut hukum adat Pamenang maka akan dikenakan sanksi atau denda 63. Untuk mengurangi perkawinan bawah umur di kelurahan Pamenang perlu adanya sosialisasi dengan masyarakat terutama para remaja melalui majlis taklim, pengajian, memberi nasehat dan pemahaman bahwa kawin bawah umur itu tidak baik. 63
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Noerdin Ishaq, Tokoh Adat dikelurahan Pamenang, 08 Semptember 2014
64
2. Faktor-Faktor Terjadinya Perkawinan Bawah Umur Hasil wawancara dengan 15 pelaku perkawinan bawah umur, ditemukan ada 10 yang melakukan perkawinan bawah umur itu karena faktor pendidikan yang rendah.7 orang diantaranya kawin setelah lulus SD dan tidak melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang selanjutnya, sedangkan 4 orang lagi melakukan perkawinan bawah umur setelah pernah sekolah SMP tetapi berhenti sebelum lulus sekolah dan lebih milih untuk kawin muda. Selain faktor rendahnya pendidikan ditemukan lagi ada 4 orang pelaku perkawinan bawah umur dikarenakan faktor
ekonomi
keluarga yang rendah dan mereka tidak mau menjadi beban orang tua. Mereka berfikir bahwa dengan kawin dapat mengurangi beban orangtua. Selanjutnya 1 orang pelaku lainnya memutuskan kawin karena sudah berbadan dua, tidak mau bikin keluarga malu akhirnya memutuskan untuk kawin muda. Faktor-faktor Terjadinya Perkawinan Bawah Umur No Faktor-faktor 1 Rendahnya Pendidikan 2 Ekonomi 3 Pergaulan dan Lingkungan Jumlah
Jumlah 10 orang 4 orang 1 orang 15 orang
Berikut peneliti uraikan penyebab terjadinya perkawinan bawah umur dikelurahan Pamenang tersebut: a.
Faktor Pendidikan
65
Rendahnya pendidikan dikelurahan Pamenang merupakan faktor terjadinya perkawinan bawah umur. Para orang tua yang ratarata hanya bersekolah hingga tamat SD merasa senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui akibat perkawinan bawah umur. Dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang rendah ini dapat menjadikan suatu cara pola berfikir masyarakat menjadi rendah, kurang dewasa, mudah mengikuti segala sesuatu, dan ketika beraktifitas tanpa disadari pemikiran yang panjang serta dalam kehidupan sehari-hari cenderung pasrah dan menerima dengan keadaan, karakteristik masyarakat seperti inilah yang menjadikan salah satu penyebab perkawinan bawah umur. Pendidikan merupakan proses yang mengantar seseorang menuju kedewasaan baik secara bathiniyah (bertindak, sikap, dan berfikir) maupun secara lahiriah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka dapat dikatakan semakin dewasa atau bijaksana orang tersebut dalam menjalani kehidupan. b.
Faktor Ekonomi Masyarakat kelurahan Pamenang sebagian besar sumber mata pencaharian sebagai petani (kelapa sawit dan karet) dengan penghasilan yang tidak tetap, belum cukup untuk memenuhi semua kehidupan sehari-hari. Bagi keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang kurang maka mereka lebih memilih mengawinkan anaknya
66
meskipun umur anaknya belum cukup umur untuk melangsung perkawinan, mereka mengawinkan anaknya karena faktor ekonomi mereka yang kurang. Dengan mengawinkan anaknya pada umur yang masih muda akan mengurangi beban mereka dan orang tua akan lepas tanggung jawabnya untuk membiayai semua kebutuhan hidupnya. Para orang tua menganggap ketika sudah mengawinkan anaknya beban ekonomi keluarga berkurang, bahkan para orang tua berharap anaknya jika anaknya dapat membantu kehidupan orang tuanya. 64 c.
Faktor lingkungan dan pergaulan bebas Lingkungan yang tidak baik akan berakibat kepada perilaku yang tidak baik apalagi buat para remaja atau anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Mereka dengan sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan tempat tinggal mereka maupun lingkungan tempat mereka bersekolah. Pada saat ini pergaulan yangsangat bebas mempengaruhi tingkah laku, dan cara berfikir mereka sehingga membuat pergaulan mereka tidak terkendalikan, sehingga mereka bisa berbuat hal-hal yang tidak diperbolehkan seperti berzina tanpa memikirkan akibatnya. Apalagi saat ini teknologi sudah semakin canggih dan mudah untuk mengakses internet yang berbau pornografi sehingga mereka tidak berfikir lebih panjang untuk melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan yang bisa berakibat pada seks bebas.
64
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Yuli Widodo, S.hi , Lurah di Pamenang, 11 semptember 2014
67
Minimnya penerangan disepanjang jalan pamenang sehingga ada beberapa tempat yang dijadikan tempat pacaran oleh anak-anak sehingga mereka bisa bebas melakukan apa saja tanpa ada yang melihat. 3. Dampak Perkawinan Bawah Umur Hasil wawancara dengan 15 pelaku perkawinan bawah umur,7 orang tidak merasakan dampak apa-apa setelah mereka kawin. Sedangkan 7 orang lainnya merasakan dampak setelah mereka kawin seperti jadi bahan omongan masyarakat yang berfikiran negatif terhadap mereka, suami yang suka marah dan ringan tangan, dan ada juga yang susah untuk mendapatkan surat-surat penting seperti akta kelahiran anak. Ditemukan ada 1 orang yangmerasakan dampak dari perkawinan bawah umur setelah bercerai dengan suami karena harus mengurus dan membiayai anak sendiri, karena mantan suami tidak pernah memberikan nafkah buat anak setelah bercerai.
No 1 2 3 4
Dampak Perkawinan Bawah Umur Dampak Jumlah Cerai di usia muda 2 orang Psikologis (bahan obrolan masyarakat) 6 orang Susah mendapatkan akte kelahiran anak 1 orang Tidak ada dampak 6 orang Jumlah 15 orang
Berikut peneliti uraikan dampak-dampak perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang yang tercatat tersebut: a. Dampak Terhadap perceraian di usia muda
68
Dalam penelitian ini ditemukan ada 2 pelaku perkawinan bawah umur yang bercerai di usia muda, sehingga mengakibatkan susah dalam mencari nafkah untuk anak karena suami yang sudah tidak memberikan nafkah setelah perceraian. b. Dampak Terhadap Psikologis Secara psikis pola fikiranak belum dewasa dan belum mengerti tentang masalah perkawinan, sehingga sering terjadinya pertengkaran diantara mereka (suami istri) yang kawin bawah umur.Tingkat keegoisan dari mereka masih labil dan belum terkendali dengan baik dan itu menjadi salah satu pemicu pertengkaran dalam hubungan rumah tangga mereka. Selain itu mereka yang melakukan perkawinan bawah umur sering
menjadi
bahan
obrolan
masyarakat
sehingga
mereka
mengurangi interaksi sosial dengan masyarakat sekitar mereka. Berikut ini dampak dari perkawinan bawah umur yang tidak tercatat: a. Sulit untuk mendapatkan surat-surat penting (akta kelahiran) Hasil peneliti dilapangan ada 1 pelaku perkawinan bawah umur yang sulit mendapatkan akta kelahiran anaknya disebabkan oleh tidak adanya buku nikah sehingga sulit untuk mendapatkan akta kelahiran anaknya. 4. Pandangan Masyarakat Tentang Perkawinan Bawah Umur
69
Menurut hasil wawancara peneliti di lapangan tidak terdapat perbedaan pemikiran antara Pejabat Desa, Tokoh Agama dan Tokoh Adat di kelurahan pamenang.Hasil wawancara dengan Bapak Yuli Widodo S,hi, kurang setuju adanya perkawinan bawah umur karena belum sesuai dengan umurnya untuk melakukan perkawinan dan kapasitas untuk kepemimpinannya belum matang. 65 Menurut Bapak Suhaeli Yassin,perkawinan bawah umur sangat tidak dianjurkan akan tetapi harus melihat kondisi dan situasi seperti kalau sudah melakukan kesalahan mau tidak mau harus kawin meskipun belum cukup umur. 66 Hasil wawancara dengan Bapak Noerdin Ishaq, sangat tidak setuju akan tetapi mereka yang ingin melakukan perkawinan masih bawah umur atas dasar suka sama suka tidak bisa dilarang, daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka lebih baik mengawinkannya. 67 Meskipun mereka sangat tidak setuju adanya perkawinan bawah umur ada hal-hal yang harus dipertimbangkan lagi jika keadaan yang membuat anak-anakuntuk kawin meskipun belum cukup umur atau suka sama suka dan orang tua takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkanseperti hamil di luar nikah, berbuat zina mau tidak mau orang tua harus mengawinkan anaknya atau menuruti kemauan anaknya.
65
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Yuli Widodo S,hi, Pejabat Desa Kelurahan Pamenang,08 Semptember 2014 66 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Suhaeli Yassin, Tokoh Agama dikelurahan Pamenang, 08 Semptember 2014 67 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Noerdin Ishaq, Tokoh Adat dikelurahan Pamenang, 08 Semptember 2014
70
Hasil wawancara penulis dengan 15 orang pelaku perkawinan bawah umur, ternyata menurutpengakuan mereka umur tidak menjadi sebuah patokan seseorang untuk kawin.Meskipun mereka kawin di umur yang sangat muda mereka menjalani bahtera rumah tangga dengan baik dan bahagia.Percekcokan dalam rumah tangga adalah hal yang wajar semua orang yang sudah kawin pasti mengalaminya dan mereka pun merasa bahagia dalam perkawinanya, seakan percekcokan itu dianggap hanya sebagai bumbu-bumbu dalam perkawinan yang tidak menimbulkan masalah dalam perkawinannya. Batas usia perkawinan yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Undang-undangan Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Adapun menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dalam pasal 7 menyebutkan bahwa: a. Perkawinan diizinkan jika para pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Kemudian di pertegas lagi dalam pasal 15 ayat 1 KHI (Kompilasi Hukum Islam) dengan rumusan sebagai berikut: 1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telai mencapai umur yang di tetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
71
Selain dua pasal di atas, ada pasal lain dalam Undang-undang Perkawinan yang mengatur masalah batasan usia perkawinan calon mempelai, yaitu pada Bab II pasal 6 ayat (2) yang menegaskan bahwa: 2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari Orang Tua. Penulis dapat menarik kesimpulan dari hasil wawancara dengan pelaku perkawinan bawah umur di Kelurahan Pamenang, mayoritas pelaku perkawinan bawah umur bahagia dengan kehidupan perkawinanya dan mereka bisa mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.Hanya 2 orang saja yang perkawinannya tidak berlangsung lama karena tidak mendapatkan kebahagian dari perkawinannya.Undangundang perkawinan sudah mengatur batas usia minimum untuk melangsungkan perkawinan bagi yang belum mencapai usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan harus mengajukan dispensasi nikah. Kurangnya sosialisasi tentang batasan usia dan dispensasi nikah sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang adanya dispensasi nikah bagi yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan perkawinan bawah umur dikelurahan Pamenang ada dua yaitu: a. Tercatat, tercatat di KUA setempat. 13 pelaku perkawinan bawah umur tersebut mencatatkan perkawinannya meski dengan memanipulasi (menambahkan) umur bukan dengan mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama. b. Tidak tercatat, 2 pelaku perkawinan bawah umur tidak mencatatkan perkawinannya di KUA mereka hanya mengundang amil dan menghadirkan saksi kemudian melakukan akad nikah secara sederhana. 2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perkawinan bawah umur dikelurahan Pamenang yaitu: a. Faktor pendidikan yang rendah, menjadi faktor yang dominan terjadinya perkawinan bawah umur. mereka yang sudah putus sekolah tidak mau menjadi beban orangtua sehingga memutuskan untuk kawin meskipun masih muda.
72
73
b. Faktor ekonomi, ekonomi keluarga yang rendah seringkali menjadikan alasan bagi anak untuk membantu mengurangi beban orang tua dengan melangsungkan
perkawinan walaupun belum cukup umur untuk
kawin. c. Faktor lingkungan dan pergaulan bebas, pergaulan bebas dan hamil diluar nikah menjadi salah satu faktor kenapa perkawinan harus segera dilakukan meskipun mereka masih dibawah umur. 3. Dampak-dampak perkawinan bawah umur dikelurahan Pamenang yaitu: a. Perceraian diusia muda, perkawinan yang tidak mencapai kebahagian atau keharmonisan dalam rumah tangga disebabkan umur yang masih muda.
Keegoisan
yang
masih
tinggi
sehingga
tidak
dapat
menyelesaikan masalah dengan baik. b. Psikologis, mereka yang kawin bawah umur seringkali menjadi bahan obrolan
masyarakat
tempat
mereka
tinggal
sehingga mereka
mengurangi interaksi sosial dengan masyarakat sekitar. c. Sulit mendapatkan akta kelahiran, tidak bisa mendapatkan akte kelahiran anak karena proses pengurusannya dikaitkan dengan perkawinan orang tuanya tercatat atau tidak tercatat. 4. Pandangan pelaku terhadap perkawinan bawah umur, mayoritas pelaku perkawinan bawah umur bahagia dengan kehidupan perkawinanya dan mereka bisa mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Hanya 2 orang saja yang perkawinannya tidak berlangsung lama karena tidak mendapatkan kebahagian dari perkawinannya.
74
B. Saran-saran Setelah penulis mengemukakan kesimpulan diatas, maka perlu kiranya saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah di kelurahan Pamenang harus adanya sosialisasi melalui penyuluhan, pengajian atau mendatangi sekolah-sekolah yang ada di Pamenang untuk memberikan pemahaman tentang perkawinan khususnya pada batasan usia untuk melangsungkan perkawinan. Untuk mencapai tujuan dari perkawinanya itu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Bagi orang tua, agar menjaga dan memperhatikan anak-anaknya baik dalam pergaulan di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007) Asmin, Status Perkawinan antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986) Abdurrahman al-Jaziri, Kitab ‘alamad zahib al-Arba’ah, (t.tp: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, 1986) Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rosulullah SAW Poligami Dalam Islam vs Monogami Barat Amir Nuruddin danAzhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006) Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003) Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004) Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Pradana Media Group) Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqih al-Qadha (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011) Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004) Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta PT: SinarGrafika, 2009. Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Qamus Arab-Indonesia,(Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984) Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993) DEPAG, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (DEPAG: Dirjen BIMAS Islam dan Penyelenggaraan Haji, Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001 Data Potensi Desa dan Kelurahan Tahun 2012-2013 Data keagamaan Kelurahan Pamenang Tahun 2013 Data Monografi Kecamatan Pamenang Tahun 2013
75
76
Hasyim Ismail, Buku Adat Pamenang, 31 Januari2006 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan http://moiindie.blogspot.com/2012/01/dampak-negatif-dari-pernikahan-dini.html Ibnu Rusyd, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Beirut: Dar alFikr,t.th) J Lexy Maelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Karya, 2002) Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987) M. Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995), Muhammad Abu Zahrah, al-ahwal al-syakhsyiyyah, (Qohirah: Dar al-Fikr alArabi, 1957) M. Ali Daud dan Daud Habibah, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Grafika Persada, 1995) Muhammad naji, Blogspot.com, 20 Januari 2013 Muzer Ali, Staff KelurahanPamenang, 20 Januari 2015 Narson Haroen, UshulFiqih I, (Jakarta: PT Logos Ilmu, 1997) Noerdin Ishaq, Tokoh Adat Kelurahan Pamenang, 08 Semptember 2014 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlusunnah dan Negara-negara Islam Suhaeli Yassin, Tokoh Agama di Kelurahan Pamenang, 08 Semptember 2014 Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1974) Taqiyyudin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifaratul Akhyar Juz II, (Jakarta: Dar al- Kutub al-Islamiyah, 2004) Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-islamiwa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989) Yuli Widodo, S.hi, Lurah di Pamenang, 11 semptember 2014 Zakiah Drjat, Ilmu Fiqih Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bakti, 1995)
HASIL WAWANCARA
Nama: Suhaeli Yassin Tempat: di rumah •
P. Bagaimana menurut bapak tentang perkawinan dibawah umur?
•
J: menurut saya perkawinan bawah umur sangat tidak dianjurkan namun pernah terjadi, melihat sikon dan keadaan seperti kalau sudah berbuat salah mau tidak mau harus menikah meskipun belum cukup umur.
•
P. Bagaimana proses menikahkan anak yang masih dibawah umur?
•
J: secara adat, syara dan kenegaraan prosesnya harus melalui pengadilan dulu
•
P. Dicatatkan atau tidak?
•
J: dicatat, kalau memang mau dicatat dan saya tidak berani menikahkan karna kita berdasarkan hukum.
•
P. Apakah bapak mengetahui adanya dispensasi nikah?
•
J: tahu
•
P. Apakah mereka yang ingin menikah tapi belum cukup umur mengetahui adanya dispensasi nikah?
•
J: tidak tahu, kecuali kalo ada anak yang datang ke saya minta dinikahkan dan ternyata belum cukup umur baru saya kasih tahu kalo mau menikah harus mendapat izin dari pengadilan agama (dispensasi nikah) .
•
P. Apa faktor yang menyebabkan anak yang masih bawah umur untuk menikah?
•
J: faktor pendidikan yang rendah, dimana remaja ini tidak bisa melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi dan disebabkan oleh faktor ekonomi dimana mereka tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikannya.
•
P. Bagaimana mengatasi agar tidak ada anak yang menikah di bawah umur?
•
j: sosialisasi dengan masyarakat melalui majlis taklim, pengajian, dan memberi nasehat atau pengertian bahwa nikah bawah umur tidak baik.
•
P. Apa ada dampak negative terhadap anak yang menikah bawah umur?
•
J: pasti ada dampak yang dirasakan apalagi yang seharusnya belum nikah dan belom punya anak ternyata sudah nikah dan punya anak.
•
P. Apa dampak nyatanya pak?
•
J: dimana anak yang belum seharusnya punya anak belum bisa merawat anaknya sendiri sehingga orang tua yang ikut serta dalam merawat dan mengurus cucunya dikarenakan orang tua yang belum telaten mengurus anaknya sendiri.
HASIL WAWANCARA
Nama: Yuli Widodo, S.hi Tempat: dikantor kelurahan •
P. Apa pendapat bapak tentang perkawinan dibawah umur?
•
J: kurang sepakat belom sesuai dengan umur terus kapasitas untuk kepemimpinnya belom bisa.
•
P. Bagaimana bentuk perkawinan dibawah umur di kel. Pamenang?
•
J: banyak yang memanipulasi penambahan umur.
•
P. Bagaimana prosesnya?
•
J: kalo buat prosesnya biasanya itu dari RT tapi secara detailnya saya juga kurang mengetahuinya.
•
P. Apa faktor terjadinya perkawinan dibawah umur?
•
J: faktor ekonomi
orang tua yang rendah sehingga tidak bisa untuk
membiayai sekolah anaknya, faktor orang tua memandang bahwa pacaran itu bisa menimbulkan hal-hal yang tidak baik sehingga orang tua memilih untuk mengawinkan anaknya. •
P. Apa ada dampak negative?
•
J: jelas ada, dari segi kesehatan reproduksinya belum bagus.
•
P. Bagaimana upaya mengurangi nikah bawah umur di masa datang pak?
•
J: untuk mengurangi perkawinan bawah umur harus ada sosialisasi yang dilakukan oleh pihak KUA setidak-tidaknya 3 bulan sekali diadakannya sosialisasi baik disekolah maupun di pengajian-pengajian. Dalam hal ini keluarga sangat berperan penting dalam memberi gambaran mengenai perkawinan.
HASIL WAWANCARA
Nama: Noerdin Ishaq Tempat: di rumah •
P. Bagaimana menurut bapak tentang perkawinan dibawah umur?
•
J: sangat tidak setuju tapi kalau mereka yang ingin nikah masih di bawah umur suka sama suka mau sama mau yah tidak bisa di larang dari pada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka lebih baik dinikahkan saja.
•
P. Apakah di Kel. Pamenang menikah dibawah umur sudah menjadi tradisi bagi masayarakat pamenang?
•
J: tidak, menikah bawah umur memang sudak ada dari dulu sampai saat ini masih ada masyarakat yang menikah bawah umur tapi bukan menjadi Tradisi.
•
P. Apakah menikah dibawah umur di kel.pamenang hal yang wajar?
•
J: yah hal yang wajar di masyarakat tapi bukan menjadi tradisi masyarakat.
•
P. Apakah bapak mengetahui faktor yang menyebabkan anak-anak di sini menikah dibawah umur?
•
J: faktor pergaulan karena pergaulan sudah sangat bebas saat ini.
•
P. Selain itu faktor apalagi pak?
•
J: banyak faktor yang mendukung untuk nikah dini seperti orang tua yang tidak tahan ngelihat anaknya pacaran terus, pendidikan dan ekonomi
keluarga yang rendah sehingga anaknya milih untuk kawin agar bisa mengurangi beban orang tua •
P. Menurut bapak apa ada dampak negative?
•
J: ada dampaknya yang jelas si laki-laki belum punya pekerjaan tetap sehingga penghasilannya tidak menentu sehingga kebutuhan rumah tangga tidak terpenuhi
•
P. Kalo belum bekerja terus bagaimana dengan nafkah keluarganya pak?
•
J: masih di tanggung sama orang tua laki-lakinya dan itu biasaya sampai laki-lakinya dapat kerjaan dan bisa nafkahin istrinya
•
P.Menurut bapak ,bagaimana mengatasi agar tidak ada anak yang nikah dibawah umur lagi?
•
J: setiap anggota masyarakat diberi pengertian atau sosialisasi kalau nikah bawah umur tidak bagus.
HASIL WAWANCARA Nama : Rani Alamat : Dusun Baru, Rt 7/3 Waktu: 12 September 2014 Tempat : Kediaman Informan 1. Rani waktu menikah umur berapa? Jawaban:umur 14 tahun kak 2. Kenapa dulu rani mau menikah, kan masih kecil saat itu? Jawaban:karna udah nggak sekolah terus juga ga kerja kak, mungkin rani ketemu jodohnya cepat kali ya kak 3. Sempat sekolah nggak dulu? Jawaban: sempat sih kak cuma ampe SD aja 4. Sekarang sudah punya anak berapa? Jawaban: baru punya 1 kak 5. Dulu menikahnya bagaimana, kan masih kecil saat itu? Jawaban:ada penambahan umur kak jadi umur rani waktu itu ditambahin biar bisa nikah 6. Saat memutuskan menikah gimana respon keluarga? Jawaban: awalnya tidak direstui, keinginan rani untu menikah pada saat itu sudah bulat dan akhirnya orang tua setuju karena takut kalau saya kawin lari karena tidak disetujui. 7. Saat menikah, perkawinannya harmonis nggak? Jawaban: Alhamdulillah sampe sekarang baik-baik aja 8. Menyesal nggak ketika sudah kawin? Jawaban: menyesal sih nggak yah karna ini keinginan saya sendiri untuk nikah 9. Apakah dampak yang dirasakan setelah melakukan perkawinan dini? Jawaban:selama 4 tahun saya menikah belom merasakan adanya dampak yang menyulitkan untuk keluarga saya kak 10. Bagaimana sih menurut rani perkawinan dini? Jawaban:menurut saya kalau belum siap menikah yah jangan nikah dulu, karna berumah tangga itu nggak gampang.
HASIL WAWANCARA Nama Alamat Waktu Tempat
: Sumiyati :Tebat Rajo, Rt 22/10 : 12 September 2014 : Kediaman Informan
1. Umur berapa saat nikahkak? Jawaban: 15 tahun 2. Kenapa dulu mau menikah, kan masih kecil saat itu kak? Jawaban: pengen aja nikah muda 3. Sempat sekolah nggak dulu kak? Jawaban: sempat tapi kelas 2 Mts saya berhenti sekolah 4. Sekarang sudah punya anak berapa kak? Jawaban: punya 4, 1 perempuan dan 3 laki-laki 5. Dulu menikahnya bagaimana kan masih kecil saat itu, nikahnya dicatat nggak terus ada penambahan usia? Jawaban: tercatat, untuk bisa nikah waktu itu saya ada penambahan umur biar gampang dan nggak susah ngurusinnya 6. Saat sudah nikah gimana respon keluarga? Jawaban: orangtua sebenarnya kurang setuju tapi gimana lagi dari pada terjadi hal yang nggak diinginkan akhirnya orang tua nerima 7. Saat menikah, perkawinannya harmonis nggak? Jawaban: dulu saat saya menikah muda keadaan rumah tangga saya tidak bertahan lama saya dan suami memutuskan untuk bercerai meskipun kami sudah punya anak, sekarang saya sudah nikah lagi alhamdulillah sekarang harmonis 8. Menyesal nggak ketika sudah kawin? Jawaban: sempat nyesal apalagi perkawinan saya ga bertahan lama waktu itu 9. Apakah dampak yang dirasakan setelah melakukan perkawinan dini? Jawaban: dampak setelah nikah ga ada tapi waktu udah cerai baru ngerasain beratnya tugas seorang ibu apalagi harus ngurusin anak sendiri dan mantan suami ga peduli sama anak saya 10. Bagaimana sih menurut kakak perkawinan dini? Jawaban:sebenarnya nikah muda nggak ada masalah tapi buat yang sudah siap lahir dan batin
HASIL WAWANCARA Nama
: Nurhepni
Alamat
: Tebing Tinggi, Rt 8/5
Waktu
: 12 September 2014
Tempat
: Kediaman Informan
1. Umur berapa waktu nikah kak? Jawaban: 14 tahun 2. Kenapa dulu mau menikah, kan masih kecil saat itu? Jawaban: dari pada nganggur saya milih nikah 3. Sempat sekolah nggak dulu kak? Jawaban: iya aku sekolah cuma ampe kelas 1 Smp 4. Sekarang sudah punya anak berapa kak? Jawaban: anak udah 5 5. Dulu menikahnya bagaimana kan masih kecil saat itu, tercatat nggak terus ada penambahan usia nggak? Jawaban: tercatat, iya ada umur saya dituain dari umur saya yang sebenarnya 6. Saat sudah nikah gimana respon keluarga kak? Jawaban:awalnya orang tua ga setuju tapi mereka juga ga melarang saya untuk nikah karana itu pilihan saya 7. Saat menikah, perkawinannya harmonis nggak? Jawaban: sampai sekarang alhamdulillah perkawinan saya harmonis 8. Menyesal nggak ketika sudah nikah dini kak? Jawaban: nggak 9. Apakah dampak yang dirasakan setelah melakukan perkawinan dini? Jawaban: awal-awal nikah sering berantem ama suami 10. Bagaimana sih menurut kakak perkawinan dini? Jawaban:bagus sih sebenarnya nikah dini ngurangin maksiat apalagi sekarang pergaulan sudah bebas dari pada terjadi hal yang tidak diinginkan lebih baik nikah
HASIL WAWANCARA Nama Alamat Waktu Tempat
: Paini :Kemang Manis, Rt 26/11 : 12 September 2014 : Kediaman Informan
1. Umur berapa waktu nikah mbak? Jawaban: 15 tahun 2. Kenapa dulu mau menikah, kan masih kecil saat itu? Jawaban: pengen ngurangin beban orang tua 3. Sempat sekolah nggak dulu mbak? Jawaban: Sd aja aku ga lulus cuma sampai kelas 5 Sd 4. Sekarang sudah punya anak berapa mbak? Jawaban: punya anak 2 5. Dulu menikahnya bagaimana kan masih kecil saat itu, nikahnya dicatat nggak terus ada penambahan usia nggak? Jawaban: ga gimana-gimana biasa aja sama kayak yang lain, dicatat iya ada penambahan umur 6. Saat sudah nikah gimana respon keluarga mbak? Jawaban:orang tua waktu itu senang karna anaknya udah nikah 7. Saat menikah, perkawinannya harmonis nggak? Jawaban: perkawinan pertama ga harmonis saya cerai sama suami beberapa tahun setelah cerai saya nikah lagi dan Alhamdulillah sampai sekarang rumah tangga saya jauh lebih baik dari sebelumnya 8. Menyesal nggak ketika sudah kawin mbak? Jawaban: ga nyesal sama sekali meskipun saya cerai 9. Apakah dampak yang dirasakan setelah melakukan perkawinan dini? Jawaban: sama-sama egois jadi sering berantem dan saat berantem suami suka ngomong kasar saya ga tahan dengan omongannya yang kasar jadi saya milih cerai 10. Bagaimana sih menurut mbak perkawinan dini? Jawaban: kalau bisa buat adek-adek yang masih sekolah jangan pernah mikir buat nikah muda selesain sekolah dulu kalau udah cukup umur dan siap untuk nikah baru mikirin nikah
HASIL WAWANCARA Nama Alamat Waktu Tempat
: Tutri Martika :Rasau Lintas, Rt 17/9 : 21 Januari 2015 : Kediaman Informan
1. Umur berapa saat waktu nikah? Jawaban:waktu nikah umur 14 tahun 2. Kenapa dulu mau menikah, kan masih kecil saat itu? Jawaban: karna saling cinta 3. Sempat sekolah nggak dulu? Jawaban: sekolah cuma sampe SD aja kak 4. Sekarang sudah punya anak berapa? Jawaban: belom punya anak kak, nih lagi hamil 3 bulan 5. Dulu menikahnya bagaimanakan masih kecil saat itu, nikahnya dicatat nggak terus ada penambahan usia nggak? Jawaban: nikahnya ga di rayain kak biasa aja cuma dihadirin sama keluarga kak, iya dicatat aku waktu mau nikahada penambahan umur 6. Saat sudah nikah gimana respon keluarga? Jawaban: awalnya sih orang tua ga setuju tapi setelah nikah mau ga mau orang tua menerima keputusan saya kak 7. Saat menikah, perkawinannya harmonis nggak? Jawaban: Alhamdulillah harmonis kak 8. Menyesal nggak ketika sudah kawin? Jawaban:nggak sih kak kan keinginan saya sendiri buat nikah jadi ga ada kata menyesal 9. Apakah dampak yang dirasakan setelah melakukan perkawinan dini? Jawaban:dampaknya mungkin jadi bahan omongan aja kak sama masyarakat kan saya nikah umur 14 tahun mungkin mereka berfikiran negative sama saya kak 10. Bagaimana sih menurut kamu perkawinan dini? Jawaban: menurut saya selama mereka saling cinta dan sudah mantap buat menikah itu ga ada masalah sih kak tapi kalau yang belum siap menikah yah jangan menikah dulu nunggu sampe siap baru nikah
HASIL WAWANCARA Nama
: Sakita Dewi
Alamat
: Tebat Rajo, Rt 23/10
Waktu
: 21 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Berapa umur kamu saat menikah? Jawaban: 15 tahun 2. Sekolah sampe apa dewi? Jawaban: tamat Smp kak 3. Sudah punya anak belum? Jawaban: belum kak 4. Dulu menikahnya bagaimana tercatat nggak,terus ada penambahan usia nggak? Jawaban:tercatat, iya ada kak penambahan umur waktu aku bikin ktp 5. Waktu menikah perasaan keluarga kamu gimana? Jawaban: kecewa apalagi ibu, ibu pengennya saya ngelanjutin sekolah 6. Perkawinan sekarang gimana, harmonis nggak? Jawaban: bisa dibilang harmonis kak meskipun sering berantem 7. Pernah menyesal tidak sudah menikah? Jawaban: ga sama sekali karna ini pilihan hidup saya jadi saya ga boleh menyesal dengan keputusan yang sudah saya ambil 8. Apa sih penyebab dewi kawin, padahal kan masih kecil? Jawaban: ga mau nyusahin orang tua kak 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang dirasakan? Jawaban:dampaknya sih mungkin sering berantem sama suami karna masih sama-sama egois ga ada yang mau ngalah satu sama lain 10. Bagaimana sih menurut kamu nikah muda? Jawaban: nikah dini di pamenang itu sudah biasa dan banyak yang nikah dini juga jadi yah nggak heran kalau lihat yang nikah dini.
HASIL WAWANCARA Nama
: Yuliana
Alamat
:Tebat Rajo Ujung, Rt 29/10
Waktu
: 21 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Berapa umur saat yuli menikah? Jawaban: 14 tahun kak 2. Sekolah sampe apa yuli? Jawaban: sampe tamat Sd aja kak 3. Sudah punya anak belum yuli? Jawaban: belum, aku baru nikah 4 bulan kak belum hamil 4. Dulu menikahnya bagaimanatercatat nggak, terus ada penambahan usia nggak? Jawaban:tercatat, iya umur aku dituain kak waktu bikin ktp 5. Waktu menikah perasaan keluarga gimana? Jawaban: awalnya orang tua kaget waktu aku ngasih tau pengen nikah kak mereka juga sempat nasehatin aku atas keputusan aku buat nikah apalagi aku masih muda mereka takut kalau perkawinan aku gagal 6. Perkawinan sekarang gimana, harmonis nggak? Jawaban: Alhamdulillah harmonis kak 7. Pernah menyesal tidak sudah menikah? Jawaban: tidak pernah menyesal 8. Apa sih penyebab kawin, padahal kan masih kecil? Jawaban:waktu itu aku takut kehilangan dia kak, aku cinta banget kak sama dia 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang dirasakan? Jawaban: jadi bahan omongan orang-orang yang punya pikiran negative aja sih kak 10. Bagaimana sih menurut kamu nikah dini itu?
Jawaban:yang aku rasakan nikah diusia yang masih dini itu bahagia karena ada seseorang yang perhatian sama aku apalagi aku masih labil jadi harus ada yang memberikan perhatian lebih.
HASIL WAWANCARA Nama
: Tita Haryanti
Alamat : Keramat Luar, Rt 15/8 Waktu
: 21 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Berapa umur saat menikah? Jawaban: 13 tahun 2. Sekolah sampe apa tita ? Jawaban: tamat SD kak 3. Sudah punya anak? Jawaban: udah punya 1 kak 4. Dulu menikahnya bagaimanatercatat nggak? Jawaban: aku nikah ga dicatat kak 5. Waktu menikah perasaan keluarga gimana? Jawaban: yang pasti kecewa tapi orang tua aku saat itu pasrah sama keputusan aku kak 6. Perkawinan sekarang gimana, harmonis nggak? Jawaban: bisa dibilang harmonis kak 7. Pernah menyesal tidak sudah menikah? Jawaban: kadang-kadang sih kak apalagi kalo lihat teman-teman seumuran aku mereka masih pada asik main, sekolah sedangkan aku sudah sibuk ngurusin anak 8. Apa sih penyebab kawin, padahal kan masih kecil? Jawaban:waktu itu suami aku ngajakin nikah yah aku mau lah kak diajak nikah apalagi yang ngajakin nikah orang yang aku cintaapalagi saat itu aku ga ada kerjaan kak 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang dirasakan? Jawaban: dampaknya susah buat dapetin akte lahir anak saya kak 10. Bagaimana sih menurut kamu nikah dini?
Jawaban:kalau yang sudah siap nikah meskipun belum cukup umur menurut aku sih boleh-boleh aja dari pada terjadi hal-hal yang tidak baik untuk menghindarinya lebih baik kawin.
HASIL WAWANCARA Nama
: Emawati
Alamat
: Keramat Luar, Rt 16/8
Waktu
: 21 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Berapa umur saat menikah? Jawaban: 13 tahun 2. Sekolah sampe apa ema? Jawaban: sampe tamat Sd 3. Sudah punya anak ema? Jawaban: sudah punya 4. Dulu menikahnya bagaimanatercatat nggak, terus
ada penambahan umur
nggak? Jawaban: tercatat, aku ada penambahan umur kak waktu aku nikah masih umur 13 tahun 5. Waktu menikah perasaan keluarga gimana? Jawaban: keluarga awalnya ga setuju tapi setelah aku punya anak keluarga jadi setuju dan mau nerima suami aku 6. Perkawinan sekarang gimana, harmonis nggak? Jawaban: perkawinan aku kurang harmonis, aku sempat cerai selama enam bulan sama suami tapi kita rujuk karna mikirin anak yang masih kecil 7. Pernah menyesal tidak sudah menikah? Jawaban: sedikit menyesal 8. Apa sih penyebab kamu kawin, padahal kan masih kecil? Jawaban:karna saling cinta akhirnya mutusin buat nikah teruskan aku juga ga ngelanjutin sekolah kerja juga ga kak 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang dirasakan? Jawaban: yang aku rasain sih kak suami aku egois terus ringan tangan alasan aku cerai sama suami sering berantem juga selama 6 bulan bercerai mantan suami minta balik lagi sama aku karna mikir anak kita rujuk lagi kak
10. Bagaimana sih menurut kamu nikah muda? Jawaban:dulu sebelum aku kawin lihat teman yang sudah kawin itu senang kayak ga ada beban tapi setelah aku kawin ternyata kawin muda itu tidak semudah yang aku pikirkan ternyata sulit untuk menjaga rumah tangga biar tetap harmonis. Tapi sah-sah aja kalau ada yang mau kawin muda setiap orangkan beda-beda mendapatkan cobaan dalam hubungan rumah tangganya mungkin aku pernah merasakan cerai dan belum tentu juga yang lain merasakannya.
HASIL WAWANCARA
Nama
:Yeni
Alamat: Keramat Dalam, Rt 13/7 Waktu : 12 Semptember 2014 Tempat : Kediaman Informan
1. Berapa umur saat menikah kak? Jawaban: 14 tahun 2. Sekolah sampe apa kak? Jawaban: Sd aja saya ga lulus dek 3. Sudah punya anak berapa kak? Jawaban: punya 2 4. Dulu menikahnya bagaimana kaktercatat nggak, terus ada penambahan usia nggak? Jawaban: iya tercatat dek, ada 5. Waktu menikah perasaan keluarga gimana kak? Jawaban: senang anaknya nikah masa iya sedih 6. Perkawinan sekarang gimana, harmonis nggak? Jawaban: Alhamdulillah sampai sekarang baik dan bersyukur masih bertahan sama suami sampai sekarang 7. Pernah menyesal tidak sudah menikah? Jawaban: nyesal ga pernah sama sekali 8. Apa sih penyebab kawin, padahal kan masih kecil? Jawaban:karna saling cinta terus suami juga sudah mapan buat nafkahin saya 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang dirasakan kak? Jawaban: kalau aku ga ngerasain ada dampak yah dari nikah dini biasa aja kayak yang lain
10. Bagaimana sih menurut kamu nikah muda? Jawaban: menurut aku nikah muda itu sebenarnya baik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti berbuat zina dan akhirnya hamil duluan apalagi sekarang pergaulan dipamenang sudah termasuk bebas.
HASIL WAWANCARA
Nama
: Siti Khodijah
Alamat
: Dusun Tuo, Rt 1/1
Waktu
: 20 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Waktu menikah umur berapa? Jawaban: 15 tahun 2. Waktu nikah udah selesai belom sekolahnya? Jawaban: belum kak, aku berhenti sekolah kelas 2 smp ka 3. Sudah punyak anak belum ya? Jawaban: sudah punya 1 kak 4. Waktu proses perkawinan bagaimana sih, dicatat nggak di KUA? Jawaban: biasa kak kayak biasanya orang-orang nikah, iya kak tercatat kan umur aku ditambahin kak 5. Bagaimana sih respon keluarga terhadap perkawinan? Jawaban: awalnya mereka kecewa kak dan perkawinan saya juga nggak direstui sama keluarga 6. Perkawinan siti sekarang bagaimana, apa pernah dimarahin sama suaminya? Jawaban: ya biasa aja kak, yah kalo marah pasti pernah kak 7. Pernah menyesal nggak sudah menikah, melihat teman-teman kamu masih pada sekolah? Jawaban: pernah sih kak, apalagi kalo lihat teman-teman pengen main bareng cuma kan waktu aku udah ga ada buat main udah sibuk ngurusin keluarga 8. Apa sih alasan kamu bisa secepat ini nikah? Jawaban: karna udah ga sekolah lagi kak 9.
Apa sih dampak perkawinan dini yang kamu rasakan? Jawaban: selama aku nikah belum merasakan dampak dari kawin muda
10. Bagaimana sih menurut kamu perkawinan dini itu? Jawaban: nikah dini itu menurut saya sah-sah aja umur tidak menjadi hambatan bagi seseorang yang sudah siap untuk menikah meskipun dia masih bawah umur.
HASIL WAWANCARA
Nama
: Mustika Zahra
Alamat
: Sungai Lintang, Rt 4/2
Waktu
: 20 Januari 2014
Tempat
: Kediaman Informan
1. Waktu menikah umur berapa? Jawaban: 14 tahun kak 2. Waktu nikah udah selesai belom sekolahnya? Jawaban:saya sekolah sampe SD aja kak 3. Sudah punyak anak belum ya? Jawaban: belum punya anak kak 4. Waktu proses perkawinan bagaimana sih, dicatat nggak di KUA? Jawaban: biasa aja kak, iya dicatat cuma ada penambahan umur waktu mau kawin kak 5. Bagaimana sih respon keluarga terhadap perkawinan? Jawaban: keluarga ga setuju saya nikah terutama orang tua kak 6. Perkawinannya bagaimana, apa pernah dimarahin sama suaminya? Jawaban: baik, pasti pernah lah kak namanya juga kita hidup bersama masa iya nggak pernah marah sih kak 7. Pernah menyesal nggak sudah menikah, melihat teman-teman kamu masih pada sekolah? Jawaban: pernah kak 8. Apa sih alasan bisa secepat ini nikah? Jawaban: alasan saya nikah sih kak karna keinginan sendiri pengen nikah 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang kamu rasakan? Jawaban: sejauh ini belum merasakan adanya dampak dari perkawinan aku kak
10. Bagaimana sih menurut kamu perkawinan dini itu? Jawaban: menurut saya nikah dini itu tidak menjadi masalah karena setelah nikah saya jadi lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak.
HASIL WAWANCARA
Nama
: Lena Agustina
Alamat
: Dusun Tengah, Rt 11/6
Waktu
: 20 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Waktu menikah umur berapa? Jawaban: 15 tahun 2. Waktu nikah udah selesai belom sekolahnya? Jawaban:udah kak cuma sampai SMP sekolahnya 3. Sudah punyak anak belum ya? Jawaban: belum kak saya baru 5 bulan nikah 4. Waktu proses perkawinan bagaimana sih, dicatat nggak di KUA? Jawaban: cuma keluarga aja kak yang hadir waktu nikah, dicatat kak 5. Bagaimana sih respon keluarga terhadap perkawinan? Jawaban: awalnya orang tua ga setuju sih 6. Perkawinan bagaimana, apa pernah dimarahin sama suaminya? Jawaban:baik-baik aja, marah kecil-kecil sih pernah 7. Pernah menyesal nggak sudah menikah, melihat teman-teman kamu masih pada sekolah? Jawaban: ga kak kan ini kemauan aku sendiri buat nikah 8. Apa sih alasan bisa secepat ini nikah? Jawaban:ketemu jodohnya cepat kali ya kak 9. Apa sih dampak perkawinan dini yang kamu rasakan? Jawaban: Alhamdulillah nggak ada dampak selama ini 10. Bagaimana sih menurut kamu perkawinan dini itu? Jawaban: kawin muda itu bisa di bilang pilihan yah sekarang nggak lihat dari umur kalau mau nikah dan kalau yang sudah siap untuk nikah kenapa nggak.
HASIL WAWANCARA
Nama
: Rita Kusmala Dewi
Alamat
:Kampung Duren, Rt 5/3
Waktu
: 20 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Waktu menikah umurnya berapa? Jawaban: 15 tahun 2. Waktu nikah udah selesai belom sekolahnya? Jawaban:udah ga sekolah kak 3. Sudah punyak anak belum ya? Jawaban: belum kak 4. Waktu proses perkawinan bagaimana sih, dicatat nggak di KUA? Jawaban:alhamdulillah proses waktu nikah sih lancar kak, tercatat kan di ktp umur saya ditambah kak 5. Bagaimana sih respon keluarga terhadap perkawinan? Jawaban: keluarga yang pasti senang kak apalagi orang tua saya kak mereka takut saya pacaran terlalu bebas dari pada bikin malu keluarga mendingan nikah kak 6. Perkawinan bagaimana, apa pernah dimarahin sama suaminya? Jawaban: alhamdulillah baik, belum pernah dimarahin sih kak 7. Pernah menyesal nggak sudah menikah, melihat teman-teman kamu masih pada sekolah? Jawaban: ga kepikiran buat nyesal kak 8. Apa sih alasan kamu bisa secepat ini nikah? Jawaban: saya ga mau nyusahin orang tua kak saya pengen ngebantu beban orang tua dengan saya nikah beban orang tua saya kan berkurang dan saya juga bisa lah bantu orang tua meskipun dikit
9. Apa sih dampak perkawinan dini yang kamu rasakan? Jawaban: nggak ada 10. Bagaimana sih menurut kamu perkawinan dini itu? Jawaban: menurut saya sih nikah dini biasa aja karena zaman sekarang banyak kok yang nikah dini.
HASIL WAWANCARA
Nama
: Sri Lestari
Alamat
: Dusun Baru, Rt 6/3
Waktu
: 20 Januari 2015
Tempat
: Kediaman Informan
1. Waktu menikah umur berapa? Jawaban: 14 tahun 2. Waktu nikah udah selesai belom sekolahnya? Jawaban: aku masih kelas 2 Mts kak 3. Perkawinan kamu tercatat nggak di KUA? Jawaban: nggak kak 4. Sudah punyak anak belum ya? Jawaban: belum punya 5. Waktu proses perkawinan bagaimana sih? Jawaban: aku nikah ga dihadirin sama orang tua kak 6. Bagaimana sih respon keluarga terhadap perkawinan? Jawaban: orangtua ga setuju kak 7. Perkawinan kamu bagaimana, apa pernah dimarahin sama suaminya? Jawaban: baik kak, pernah kak biasanya sih kalau aku salah suami marah 8. Pernah menyesal nggak sudah menikah, melihat teman-teman kamu masih pada sekolah? Jawaban: pernah sih tapi mau gimana lagi kak aku ga punya pilihan selain nikah 9. Apa sih alasan bisa secepat ini nikah? Jawaban:alasan aku nikah yah karna udah hamil duluan kak nggak mau bikin keluarga malu yah aku mutusin buat nikah 10. Apa sih dampak perkawinan dini yang kamu rasakan? Jawaban: belum merasakan adanya dampak yah karna aku baru beberapa bulan kawin jadi belum merasakan dampaknya.
11. Bagaimana sih menurut kamu perkawinan dini itu? Jawaban: menurut aku kawin dini itu mudah untuk menjalankannya tapi susah untuk mempertahankannya. Tapi mayoritas di pamenang yang nikah muda itu bisa menjalankan dan mempertahankan hubungan rumah tangga mereka dengan baik.