UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL HIKAYAT ZAHRA KARYA HANAN AL-SHAYKH
SKRIPSI
UMMU HANIE 0806467276
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA JURUSAN PROGRAM STUDI ARAB DEPOK JUNI 2012
i
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL HIKAYAT ZAHRA KARYA HANAN AL-SHAYKH
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
UMMU HANIE 0806467276
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA JURUSAN PROGRAM STUDI ARAB DEPOK JUNI 2012
ii
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah dan nikmat-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora Program Studi Arab pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka akan sulit bagi saya untuk menyelesaikan studi maupun skripsi ini. oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua saya dan kakak-kakak saya yang selalu memberikan dukungan secara material maupun moral kepada saya. Dukungan yang Bapak berikan agar saya bisa mencapai jenjang sarjana membuat saya terus bersemangat untuk menyelesaikan perkuliahan. Mama yang tak pernah lupa mendoakan saya dan mengingatkan saya agar terus berdoa sepanjang waktu. Doamu menguatkan saya, Ma. Kepada tujuh kakak saya dan para keponakan yang meski kurang memperhatikan skripsi saya, tapi mereka mendukung saya secara material dan menghibur saya di waktu-waktu penat. Skripsi ini kupersembahkan untuk keluarga saya sebagai bukti bahwa saya telah menyelesaikan kuliah saya. 2. Bapak Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri selaku Rektor Universitas Indonesia; 3. Bapak Dr. Bambang Wibawarta selaku Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI; 4. Bapak Dr. Afdol Tharik Wastono, M. Hum selaku Ketua Program Studi Arab. Pembimbing skripsi Bapak Dr. Basuni Imamuddin, M.A. yang telah menyempatkan waktunya untuk membimbing saya dan memberikan masukan pada skripsi saya agar lebih baik. Pembimbing Akademik saya, Bapak Aselih Asmawi, S.S. yang memberikan dukungannya kepada saya untuk melaksanakan skripsi. Bapak Dr. Maman Lesmana, M. Hum., yang selalu memberikan inspirasi kepada saya untuk bahan penulisan skripsi saya. Dan kepada seluruh dosen Arab Universitas Indonesia; Bapak Dr. Apipudin, M.
vi
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
Hum,; Bapak Dr. Fauzan Muslim,M. Hum.; Bapak Juhdi Syarif M. Hum.; Bapak Letmiros, M. Hum.; Bapak Minal Aidin A. Rahiem, S.S.; Ibu Siti Rohmah Soekarba (Ibu Emma), M. Hum.; Bapak Suranta, M. Hum.; Ibu Wiwin Triwinarti, M.A; Bapak Yon Machmudi, Ph.D.; Ibu Ade Sholihat, M.A; dan Bapak Abdul Muta’ali, Ph.D. Mereka adalah dosen-dosen Arab yang telah membimbing saya selama masa perkuliahan di Universitas Indonesia. Saya berterima kasih atas ilmu yang telah kalian ajarkan kepada saya. 5. Seluruh teman-teman di Program Studi Arab 2008 (Sarapan). Dari anak-anak genk payung Kansas alias OOG: Andi Khairunnisa, Jennifer, Tutur Furqon, Silmi L. Zahra, Fitri Afriyanti, Eka Murti, Melia Rahmawati, Syariati Umami, Evandari Oktarini, Ifa Amalia, Nurul Budiarti, Firdaus Syafei, Alifianti Garini, Irfyana Rasyid (Sastra Belanda). Genk jilbaber: Dzatul Lu’lu, Risa Rizania, Fatimah, Meilia Irawan, Titin Fatimah, Mardiah Wafa, Hanna Rahman. Teman-teman sastraholic: Fitri Fazriyanti, Guruh Juhana, Eko Restiadi, Ghulam Nayazri. Teman skripsi seperjuangan: Amelia, Lathif Purwa, Adam Maulana, Dimas Rizki, Defeny Daud, Atika, Ainun, Sawqi. Teman-teman nonskrip: Rina Wahyuni, Wita Maharani, Hadaina, Santoso dan teman-teman yang belum sempat disebutkan, terima kasih atas persahabatan dan pertemanan yang telah kita bina. Semoga ikatan ini terus terjaga sampai nanti. Love you all, guys!! 6. Keluarga besar IKABA, tempat dimana saya banyak belajar bekerja sama dan memahami organisasi. 7. Junior Arab 2009-2011. Sarah, Nikita, Ririn, Cita, Opi, Eli, Banan, Dina. Terima kasih dukungan kalian selama ini. Keep contact, ya.. 8. Teman-teman di LDF Formasi, yang selalu mendoakan kelancaran dan kemudahan dalam menjalani skripsi. 9. Teman-teman dari SD, SMP dan SMA yang selalu memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi. 10. Semua saudara dan teman-teman yang selalu mendoakan baik lewat facebook atau pun twitter, terima kasih banyak. Juga kepada semua pihak yang telah
vii
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
membantu saya dalam melancarkan skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Akhir kata, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, Juni 2012
Ummu Hanie
viii
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
ABSTRAK Nama
: Ummu Hanie
Program Studi : Arab Judul
: Tokoh dan Penokohan dalam Novel Hikayat Zahra karya Hanan Al-Shaykh
Skripsi ini membahas tentang tokoh dan penokohan Novel Hikayat Zahra karya Hanan al-Shaykh. Novel ini bercerita mengenai keadaan seorang tokoh utama bernama Zahra yang berusaha menutupi kesalahan di masa lalunya dari keluarganya hingga ia berada pada situasi perang saudara Lebanon tahun 19751990. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah melalui pendekatan struktural dan psikologi sastra dalam menganalisis penokohan tokoh utama. Penggunaan teori psikologi sastra berupa psikoanalisis Sigmund Freud juga berperan untuk mengetahui sejauh mana struktur kepribadian id, ego dan superego Zahra mendominasi penokohan Zahra. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan antara unsur intrinsik dengan penokohan tokoh Zahra di dalam cerita. Sementara penokohan Zahra yang paling mendominasi berdasarkan telaah psikologi adalah perilaku seks bebas dan naluri kematian tokoh Zahra.
Kata kunci: Novel Arab, penokohan, intrinsik, psikoanalisis
x
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
ABSTRACT Name
: Ummu Hanie
Study Program
: Arabic
Title
: Character and Characterization in the Novel Hikayat Zahra by Hanan al-Shaykh
This research is aimed to analyze characters and characterizations in Hanan alShaykh’s work of Hikayat Zahra. The novel tells a story about Zahra, whose life is endeavored to cover up her past mistakes from her family until the occurrence of civil war in Lebanon in 1975-1990. This study uses a structural psychological approach in analyzing the characterization of the main character (Zahra). The psychological approach to literature like psychoanalysis proposed by Sigmund Freud, which is applied in this research, also functions to explain how extensive the personality structure like id, ego, and superego of Zahra dominates her characterization. This research concludes that there is a correlation between intrinsic elements of the story and the characterization of Zahra. Furthermore, according to the psychological analysis, the most dominating characterization in Zahra’s character is her free sexual behavior, as well as Zahra’s death instinct.
Key words: Arabic Novel, Characterization, Intrinsic, Psychoanalysis
xi
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
–
xii
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
xiii
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .....................................iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................iv LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................v KATA PENGANTAR ..........................................................................................vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .........................ix ABSTRAK .............................................................................................................x ABSTRACT ......................................................................................................... xi ………………………………………………………….………..........xii DAFTAR ISI .......................................................................................................xiv
1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................6 1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................................6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................6 1.5 Metodologi Penelitian ...................................................................................6 1.5.1 Metode Penelitian ..................................................................................6 1.5.2 Teknis Pemerolehan Data .....................................................................7 1.5.3 Prosedur Analisis ..................................................................................7 1.5.4 Sumber Data ..........................................................................................8 1.6 Sistematika Penulisan ....................................................................................8 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .....................................9 2.1 Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 9 2.1.1 Isam M. Shihada (2008)........................................................................9 2.1.2 Majda R. Atieh dan Ghada Mohammad (t.t).......................................10 2.1.3 Micah A. Hughes Mr. (2011)..............................................................11 2.2 Landasan Teori.................................................................................................11 2.2.1 Teori Struktural...................................................................................12 2.2.1.1 Tema........................................................................................12
xiv
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
2.2.1.2 Amanat/Moral..........................................................................14 2.2.1.3 Alur/Plot...................................................................................14 2.2.1.4 Latar.........................................................................................16 2.2.1.5 Sudut Pandang..........................................................................17 2.2.1.6 Tokoh dan Penokohan .............................................................18 2.2.2 Teori Psikologi.....................................................................................20 2.2.2.1 Struktur Kepribadian ...............................................................20 2.2.2.2 Dinamika Kepribadian ............................................................22 2.2.2.3 Perkembangan Kepribadian ....................................................24 3. ANALISIS INTRINSIK ..................................................................................28 3.1 Sinopsis .......................................................................................................28 3.2 Analisis Tema ..............................................................................................32 3.3 Analisis Amanat...........................................................................................44 3.4 Analisis Alur............................................................................................... 45 3.5 Analisis Latar.............................................................................................. 50 3.6 Analisis Sudut Pandang .............................................................................. 61 3.7 Analisis Tokoh dan Penokohan....................................................................63 4. ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN ZAHRA ...................................86 4.1 Tokoh Zahra.................................................................................................81 4.2 Penokohan Zahra..........................................................................................84 4.2.1 Penakut dan Pencemas........................................................................84 4.2.2 Tertutup...............................................................................................88 4.2.3 Mudah Membenci Orang....................................................................90 4.2.4 Pengkhayal dan Pemurung..................................................................92 4.2.5 Apatis..................................................................................................94 4.2.6 Nekat dan Ceroboh..............................................................................97 4.2.7 Putus Asa dan Keinginan untuk Mati ................................................100 5. KESIMPULAN.............................................................................................. 106 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................108 LAMPIRAN .......................................................................................................111
xv
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hanan al-Shaykh adalah seorang novelis, jurnalis, penulis cerita pendek, dan penulis drama asal Lebanon. Ia dilahirkan pada tahun 1945 di Beirut, Lebanon. Al-Shaykh memulai karir kepenulisannya di usia muda. Pada usia 16 tahun ia membuat esai yang diterbitkan di koran al-Nahar. Al-Shaykh melanjutkan pendidikannya di universitas American College for Girls di Kairo, Mesir sejak tahun 1963 sampai 1966. Setelah lulus al-Shaykh bekerja di televisi Beirut dan juga menjadi seorang jurnalis majalah wanita, al-Hasna, sebelum mendapat pekerjaan di al-Nahar pada tahun 1968 hingga 1975. Al-Shaykh telah menerbitkan banyak novel dan cerita pendek yang dipertimbangkan sebagai kekuatan utama dalam kesusastraan Arab. Ia merupakan salah satu wanita penulis kontemporer terkemuka di dunia Arab dan mendapat kritikan positif melalui bukunya di negara Amerika dan Eropa. Novelnya yang semua ditulis dalam bahasa Arab telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Denmark, Itali, Korea, Spanyol dan Polandia (http://www.lebwa.org/). Al-Shaykh termasuk ke dalam anggota Beirut Decentrists. Beirut Decentrists merupakan kumpulan wanita penulis Lebanon saat terjadinya perang saudara. Sebelum munculnya perang saudara, Lebanon telah menjadi pusat sastra yang menarik bagi para penulis di dunia Arab. Di Lebanon terdapat banyak penerbitan, bengkel sastra dan jurnal. Pada masa itu puisi dianggap layak untuk diberitakan. Dalam dunia sastra Arab hanya ada sedikit sosok wanita. Namun pada tahun 1976 situasi telah berubah. Perang saudara di Lebanon membuat kegiatan sastra semakin luas dan memunculkan banyak penulis yang berasal dari kalangan wanita (Cooke, 1996: 1). Cooke mengatakan bahwa para wanita penulis Lebanon mengakui Beirut sebagai rumah mereka dan perang sebagai pengalaman hidup mereka (1996: 3). Para anggota Beirut Decentrists diantaranya adalah Ghada al-Samman, Hanan al-Shaykh, Emily Nasrallah, Laila Usairan, Daisy al Amir, Claire Gebeyli dan Etel Adnan (Cooke, 1996:5).
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
2
Allen (2012:87) mengungkapkan dominasi novelis laki-laki dalam periode pasca Perang Dunia II merupakan cermin dari sebuah tradisi dan terutama pendidikan. Bersamaan dengan perkembangan novel, proses lain juga tengah terjadi, yaitu perbaikan status perempuan, sebuah proses yang oleh banyak perempuan Timur Tengah dianggap sebagai proses yang tidak lengkap. Dalam konteks
ini,
proses
semacam
itu
juga
berkaitan
dengan
kebebasan
mengekspresikan mereka dalam sebuah novel yang benar-benar nyata dan langsung, yang lazim dituntut oleh genre tersebut. Sementara itu, seperti yang dikutip dalam surat kabar Al-Akhbar Lebanon, Hanan al-Shaykh membebaskan diri dari dominasi kaum pria di usia muda, sehingga menghasilkan sejumlah novel kontroversial yang telah mendapat pengakuan dari dunia internasional (http://english.al-akhbar.com/). Meski begitu, Al-Shaykh tidak ingin dikategorikan sebagai novelis feminis di Lebanon atau pun di dunia Arab. Pada mulanya memang tulisan di berbagai novelnya bercerita tentang kaum perempuan, yang dimaksudkan sebagai bentuk feminisme. Akan tetapi di novel terbarunya yakni Only in London (2000), tidak menyinggung masalah feminisme. Al-Shaykh lebih menyukai karyanya diapresiasi melalui gaya kepenulisan, pencitraan, karakter tokoh dan lainnya, tidak hanya tentang feminisme (Schlote, 2003: 9). Di Indonesia, nama Hanan al-Shaykh belum terkenal seperti wanita penulis asal Mesir, yaitu Nawal el-Saadawi. Hanya satu novel terjemahan karya al-Shaykh yang diterbitkan dan dapat dibaca oleh masyarakat Indonesia, yaitu The Story of Zahra (Hikayat Zahra) yang diterbitkan pada tahun 2007. Selama di Kairo, al-Shaykh menulis novel pertamanya, Intihar Rajul Mayyit (Suicide of A Dead Man) yang dipublikasikan pada tahun 1970. Novel ini menceritakan hubungan antara seksualitas, perebutan kekuasaan dan kontrol patriarki. Kemudian novel Faras al-Shaitan (The Devil’s Horse) yang diterbitkan tahun 1971, berisi unsur otobiografi, termasuk hubungan al-Shaykh dengan agama ayahnya dan pernikahannya. Pada tahun 1976 ia pindah ke Arab Saudi karena Perang Saudara di Lebanon, yang tidak diragukan lagi telah mempengaruhi novel berikutnya yaitu Hikayat Zahra (http://voices.cla.umn.edu/). Selama menulis novel ketiganya, Hikayat Zahra, novel ini telah menempatkan namanya di dunia sastra novel Lebanon. Cerita dalam novel ini
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
3
telah membawanya kembali ke masa kecilnya. Hikayat Zahra merupakan percampuran masa lalu al-Shaykh dengan masa saat dilanda perang. Novel ini merupakan titik balik dalam kehidupan karir al-Shaykh, karena menurutnya, di kedua novel sebelumnya al-Shaykh tampak seperti latihan menulis ketimbang menulis novel (http://english.al-akhbar.com/). Novel Hikayat Zahra dilarang di negaranya sehingga al-Shaykh menerbitkan novel tersebut dengan uangnya sendiri di tahun 1980, karena tidak ada satu pun penerbit Lebanon yang mau menerbitkan. Novel ini menceritakan kisah tentang gadis bernama Zahra, yang mencoba melarikan diri dari penindasan dan perang. Novel Hikayat Zahra dipilih dan diterjemahkan ke bahasa Perancis oleh Institut Dunia Arab di Paris. Al-Shaykh menerima penghargaan dari majalah Elle dan dihujani pujian. Kritikus Arab Salim Naseeb memujinya dengan mengatakan bahwa al-Shaykh memiliki keberanian dalam menciptakan sebuah narasi berbeda yang bersumber dari sebuah perang (http://english.al-akhbar.com/). Sementara itu, buku ini juga berhasil mendapat pengakuan internasional untuk Al-Shaykh oleh surat kabar harian Amerika Boston Sunday Globe. Tahun 1982 Al-Shaykh pindah ke London, Inggris dan di tahun 1989 ia menerbitkan novel Misk al-Ghazaal (Women of Sand and Myrrh). Novel tersebut juga dilarang di negara-negara Timur Tengah karena menceritakan kehidupan empat orang wanita yang berusaha mengatasi masalah kehidupan dalam masyarakat patriarki. Buku tersebut menjadi salah satu 50 buku terbaik di tahun 1992 oleh majalah berita buku internasional Publishers Weekly. Di tahun yang sama ia menerbitkan Barid Bayrut (Beirut Blues), sebuah novel yang terdiri dari 10 ―surat‖ yang ditulis oleh seorang wanita Muslim bernama Asmahan selama perang saudara Lebanon. Surat-surat tersebut dialamatkan kepada orang-orang ―khusus‖ antara hidup dan mati, serta di tempat dan kejadian yang menyerupai ―perang‖. Kedua permasalahan utamanya, yakni tentang Wanita dan Beirut telah mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat. Beirut digambarkan sebagai ―lagu kesedihan‖ (Blues Song) dalam ulasan di majalah Ms. dan surat kabar The Washington Post. Tahun 1994, al-Shaykh menerbitkan koleksi cerita pendek berjudul Aknus al-Shams an al-Sutuh (I Sweep the Sun off Rooftops). Novel ini diterjemahkan ke bahasa Inggris pada tahun 1998 oleh Catherine Cobham. Only in
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
4
London menyusul tahun 2000 dengan respon yang positif dan dianggap sebagai "sudut pandang yang indah dari sebuah keterasingan dan pengakuan" oleh ulasan buku yang berasal dari Inggris, The Guardian Review. Novel Only in London menjelaskan kehidupan empat orang yang mencoba untuk menyeimbangkan kebudayaan mereka saat tinggal di Inggris. Al-Shaykh juga menulis dua drama, Dark Afternoon Tea tahun 1995 dan Paper Husband di tahun 1997. Meskipun ia berbicara bahasa Inggris dengan lancar, namun ia tetap menulis dalam bahasa Arab (http://voices.cla.umn.edu/). Adapun novel karya Hanan al-Shaykh yang ingin penulis teliti adalah Hikayat Zahra yang berkisah tentang Perang Saudara di Lebanon dan kehidupan seorang wanita yang kebingungan tanpa arah bernama Zahra. Ia menemukan dirinya berada dalam situasi perang namun memiliki kesempatan untuk lari dari penindasan kaum pria. Dari Afrika ke Lebanon, dari Selatan hingga Beirut, Hikayat Zahra membawa pembacanya memasuki dunia Zahra hingga akhir hidupnya. Dalam cerita dikisahkan Zahra mengalami dua kali aborsi dan gangguan saraf. Ia pergi ke Afrika dan tinggal bersama pamannya yang melakukan pelecehan seksual terhadapnya lalu menikah dengan teman pamannya. Pernikahan tanpa cinta diakhiri dengan perceraian dan sekembalinya Zahra ke Beirut, ia berada dalam situasi perang. Saat seperti inilah, Zahra menemukan cintanya pada seorang penembak jitu. Akan tetapi, Zahra menjadi salah satu sasaran target sang penembak di akhir cerita (http://www.lebwa.org/). Dalam sebuah wawancara dengan harian The Daily Star Lebanon, AlShaykh menolak untuk mengkategorikan novel terkenalnya ―The Story of Zahra‖ atau Hikayat Zahra menjadi sastra milik ―Syiah‖ atau ―Lebanon Selatan‖. Menurutnya, novel ini terjadi karena latar belakang al-Shaykh yang berasal dari Syiah dan Lebanon Selatan. Upaya Zahra melarikan diri dari kebrutalan keluarganya sendiri dan perang tersebut bukan merupakan ciri khas dari perempuan Syiah. Al-Shaykh menyoroti Perang Saudara Lebanon 1975-1990 sebagai titik balik dan inspirasi utama untuk tulisannya. Adapun al-Shaykh mengungkapkan alasannya tinggal di London karena ingin menghindari perang. Dengan beragam pertanyaan tentang hidup dan mati di benaknya, maka Hikayat Zahra berhasil ia buat (http://www.dailystar.com.lb/). Seperti yang diungkapkan al-
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
5
Shaykh, maka penulis menyetujui pendapat Patterson bahwa novel dan drama pada hakikatnya adalah ungkapan hati penulisnya dalam melihat makna kehidupan dan identitas dirinya serta berfungsi membangkitkan kesadaran dalam masyarakatnya untuk mengungkapkan aspirasi dan meraih kebebasan. Jadi, novel dan drama Arab pun adalah ungkapan orang Arab tentang makna kehidupan yang dijalaninya dan identitas masyarakat Arab yang dipahaminya serta ungkapan aspirasi untuk mendapatkan kebebasan hidup (Manshur, 2011:23). Dalam salah satu wawancara al-Shaykh pada tahun 2003 dengan Christiane Schlote, ia mengungkapkan alasannya menulis tentang beragam karakter wanita di dalam novelnya, termasuk Hikayat Zahra. Karakter Zahra tidak seperti yang pembaca pikir yaitu Zahra mengalami putus asa. Bahkan dunia Barat sendiri berpendapat Zahra tidak bisa melakukan apapun. Akan tetapi di lingkungan keluarganya sendiri, Zahra mencoba untuk mengatakan tidak. Hal tersebut ditunjukkan saat ia pergi ke Afrika sendirian dan meskipun ia tidak cantik, Zahra tetap percaya diri karena kecantikan bukan segalanya bagi Zahra. Maksud alasan al-Shaykh, jika Zahra putus asa, ia tidak perlu mengalami keguguran. Ia biarkan keluarganya sendiri membunuhnya karena telah hamil. Dengan kata lain, Zahra adalah tokoh yang tragis. Namun Zahra telah melakukan hal yang terbaik sampai batas kemampuannya. Menurut al-Shaykh, Zahra lebih kuat dari wanita lainnya dengan keterbatasan yang ia dimiliki (Schlote, 2003:3). Membaca kondisi psikis Zahra yang mengalami masalah kejiwaan membuat penulis tertarik untuk meneliti dari segi penokohan. Selain itu apa yang dipikirkan maupun yang dilakukan oleh Zahra dalam menghadapi situasi demikian juga menjadi alasan penulis memilih penokohan. Hudson berpendapat bahwa unsur tokoh dan penokohan sangat penting dalam sebuah cerita rekaan, bahkan lebih penting daripada alur (Sudjiman, 1991:27). Unsur penokohan yang mempelajari watak juga termasuk ke dalam bidang psikologi sastra. Menurut Endraswara (2011:97) yang mengutip pernyataan Jatman berpandangan bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
6
keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif (Endraswara, 2011: 97). Berdasarkan pendapat dari para tokoh ini maka penulis meneliti lebih lanjut mengenai penokohan dalam novel Hikayat Zahra.
1.2 Rumusan Masalah Setelah pembahasan latar belakang, ada beberapa rumusan masalah yang penulis ingin teliti yaitu sebagai berikut. 1. Unsur intrinsik apa saja yang terdapat dalam novel Hikayat Zahra? 2. Bagaimana gambaran tentang penokohan dalam Hikayat Zahra?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis meneliti novel ini untuk menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya. 1. Menjelaskan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Hikayat Zahra. 2. Memaparkan penokohan tokoh Zahra dalam novel Hikayat Zahra.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Novel Hikayat Zahra memiliki cakupan yang luas untuk diteliti lebih rinci dari aspek sosial masyarakat maupun politik, terutama di wilayah negara Lebanon. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada lingkup intrinsik atau kajian struktural dalam novel serta memaparkan penokohan dari tokoh utama novel sesuai dengan tujuan dari penelitian.
1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1
Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan dalam skripsi ini ada dua metode yaitu
metode strukturalisme dan metode pendekatan psikologi sastra. Penelitian metode strukturalisme dilakukan secara obyektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung pada penggunaan bahasa yang khas dan relasi antarunsur yang mapan. Unsur-unsur itu tidak tidak jauh berbeda dengan
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
7
sebuah ―artefak‖ (benda seni) yang bermakna. Artefak tersebut terdiri dari unsur dalam teks seperti ide, tema, plot, latar, watak, tokoh, gaya bahasa, dan sebagainya yang jalin-menjalin rapi. Jalinan antarunsur tersebut akan membentuk makna yang utuh pada sebuah teks (Endraswara, 2011:52). Sementara itu, pada metode yang kedua penulis menggunakan metode pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan, sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endraswara, 2011:96). Maka dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra berdasarkan teori dari ahli psikologi, penulis dapat menganalisis tokoh dan penokohan novel Hikayat Zahra.
1.5.2 Teknis Pemerolehan Data Skripsi ini menggunakan studi pustaka, yaitu studi yang berhubungan dengan kepustakaan. Langkah pertama yang penulis lakukan adalah mencari sumber data primer berupa novel asli Hikayat Zahra yang didapat melalui internet dan novel terjemahan Hikayat Zahra yang berjudul The Story of Zahra. Langkah berikutnya adalah mencari sumber data sekunder berupa bahan-bahan pelengkap yang sesuai dengan tema skripsi. Data ini didapat melalui buku dan artikel internet. Langkah selanjutnya memilih dan menganalisis bahan-bahan yang sudah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam data pustaka. Langkah terakhir yang penulis lakukan adalah memberikan kesimpulan.
1.5.3
Prosedur Analisis Ada beberapa tahap yang dilakukan penulis untuk menganalisis skripsi ini,
yaitu:
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
8
1) Penulis membaca novel berulang-ulang agar dapat memahami secara keseluruhan isi dari novel tersebut. 2) Mencocokkan arti terjemahan dengan novel asli Hikayat Zahra. 3) Menganalisis novel secara struktural sehingga dapat menemukan unsur intrinsik novel. 4) Menganalisis novel melalui pendekatan psikologi sastra dan menggunakan teori psikologi untuk mengetahui karakter dari tokoh utama novel Hikayat Zahra.
1.5.4
Sumber Data Untuk melengkapi hasil penelitian novel Hikayat Zahra, penulis
menggunakan sumber sekunder berupa buku teks dan jurnal yang terdapat di Perpustakaan Universitas Indonesia serta buku-buku koleksi pribadi. Sedangkan untuk mengetahui biografi pengarang novel Hikayat Zahra maka penulis mencarinya melalui situs-situs resmi yang terdapat di internet.
1.6 Sistematika Penulisan Bab pertama menguraikan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian (metode penelitian, teknis pemerolehan data, prosedur analisis, dan sumber data) dan sistematika penulisan. Bab kedua mengenai Tinjauan Pustaka yang membahas tentang penelitian terdahulu melalui novel Hikayat Zahra dan Kerangka Teori yang digunakan. Bab ketiga merupakan analisis intrinsik dari novel Hikayat Zahra. Bab keempat mengenai analisis penokohan novel Hikayat Zahra. Bab kelima merupakan kesimpulan.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Pada sub bab tinjauan pustaka, penulis membatasi sumber-sumber tinjauan yang penulis ambil. Di antaranya adalah beberapa penelitian yang berkaitan dengan novel Hikayat Zahra. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan analisis yang berbeda. Hal ini untuk memudahkan penulis dalam memahami keseluruhan novel dari sudut pandang penelitian lain.
2.1.1
Isam M. Shihada (2008) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shihada yang berjudul Engendering
War in Hanan al-Shaykh’s The Story of Zahra, Shihada menyimpulkan bahwa tokoh Zahra menjadi korban dari patriarki dan perang. Zahra jatuh ke struktur patriarkal yang sama, dalam bentuk seorang penembak jitu yang telah menyakiti jiwa mudanya. Menurut Shihada, Zahra salah menduga bahwa perang, meskipun memiliki sisi buruk, bisa menjadi awal yang baru dari kehidupan yang sehat dan normal. Dalam The Story of Zahra, Shihada melanjutkan, Al-Shaykh mengartikulasikan wacana pemberdayaan bagi perempuan. Hal ini terlihat melalui kehidupan Zahra dari sikap diamnya. Dengan melakukan tindakan yang berarti, jauh dari segala bentuk afiliasi politik, Zahra berusaha untuk menghentikan perang yang biadab ini. The Story of Zahra menambah daftar penolakan wanita dari wacana perang dan patriarki. Zahra, sosok wanita yang dibungkam dan tertindas, melemparkan berbagai masalah dan menyatakan haknya untuk bersuara melawan dominasi tatanan patriarki. Oleh karena itu, tanpa pembongkaran patriarki dan perwujudannya yang buruk, segala upaya untuk menghentikannya akan menjadi usaha yang lemah. Hal ini terlihat dari kematian tragis Zahra. Akhirnya, Shihada menilai tindakan Zahra atas nama kemanusiaan dan nilai-nilai peradaban melambangkan pernyataan yang manusiawi dalam perdamaian, cinta dan toleransi.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
10
2.1.2 Majda R. Atieh dan Ghada Mohammad (t.t) Atieh dan Mohammad membuat makalah mengenai Post-traumatic Responses in the War Narratives of Hanan al-Shaykh’s The Story of Zahra and Chimamanda Ngozi Adichie’s Half of a Yellow Sun (Tanggapan Pasca Trauma dalam novel Story of Zahra karya Hanan al-Shaykh dan novel Half of the Yellow Sun karya Chimamanda Ngozi Adichie). Dalam dua novel yang diteliti, mereka fokus pada keilmuan trauma di masa perang untuk mengakui wanita non-pejuang dan mengungkapkan jenis-jenis korban trauma mereka. Para pemainnya, yang mengalami trauma tragis dari perang, terabaikan dalam sastra dan keilmuan di Timur Tengah maupun Afrika. Dalam konteks ini, eksplorasi dari trauma perang hampir benar-benar ekslusif bagi dunia pengalaman pejuang pria. Untuk meneliti kedua novel ini, Atieh dan Mohammad menggunakan teori trauma yang dikemukakan oleh Van der Kolk, Shoshana Felman, Dori Laub dan Cathy Caruth. Secara khusus Atieh dan Mohammad membandingkan The Story of Zahra dengan Half of Yellow Sun. Keduanya merevisi peran wanita non-pejuang yang mengalami trauma pada perubahan kolektif. Novel The Story of Zahra mengungkap perang saudara Lebanon pada tahun 1975-1990 dan novel Half of Yellow Sun mengenai perang Nigeria-Biafra tahun 1967-1970. Mereka berpendapat bahwa trauma yang terjadi di kedua narasi tersebut terhadap pemulihan perang tidak pernah selesai. Dapat dikatakan, korban trauma yang merupakan wanita telah gagal sepenuhnya melepaskan diri dari trauma masa lalu. Akan tetapi kedua tokoh novel tersebut tetap bisa menjadi agen perubahan. Kesimpulan dari analisis mereka adalah sebagai narasi perang, antara kedua novel Story of Zahra dan Half of Yellow Sun ditujukan kepada korban wanita non-pejuang dan mengartikulasi upaya mereka dalam konteks lembaga di Timur Tengah dan Afrika. Narasi milik al-Shaykh meninggalkan kemungkinan peran aktif bagi korban wanita yang trauma dalam sebuah perubahan secara bersamaan. Dalam hal ini, upaya Zahra terbatas. Berbeda dengan pembuktian pada karya Adichie melalui produktivitas tokoh Olanna. Narasi milik Adichie yang merevisi definisi dari korban, membuka ruang bagi keterlibatan potensi korban trauma dalam perubahan sosial.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
11
2.1.3 Micah A. Hughes Mr. (2011) Hughes menulis artikel dalam Jurnal Colonical Academy Alliance Undergraduate Research mengenai Representations of Identity In Three Arabic Modern Novels. Novel yang ia kaji adalah novel Seasons of Migration to the North karya Tayeb Salih, Wild Thorns karya Sahar Khalifeh dan The Story of Zahra karya Hanan al-Shaykh. Artikel yang Hughes tulis ingin menunjukkan identitas dari tiap tokoh utamanya. Hughes menggunakan konsep Foucault dalam keilmuan paska kolonial, dan di tiap novel dijelaskan efek internal dan eksternal dari politik kolonial. Selain itu, ia meneliti novel berdasarkan latar yang digunakan. Yang menarik bagi Hughes adalah ia meneliti kekuasaan dan distribusi masyarakat telah mempengaruhi karakter tokoh dan pengalaman hidupnya. Kesimpulan yang penulis ambil dari artikel yang ditulis Hughes berdasarkan novel Story of Zahra adalah Zahra membuktikan bahwa peran wanita selama perang mengukir ruang untuk interaksi politik dan sosial yang tidak hanya sebagai subjek asumsi patriarki. Walaupun The Story of Zahra merupakan kiasan bagi negara Lebanon, sekedar menegaskan bahwa Zahra adalah objek dalam wacana paternalistik pada wanita. Sementara perang adalah keseriusan mengaburkan seksual radikal dan ruang sosial serta praktek yang diukir bagi tindakan pembebasan yang dilakukan Zahra di akhir novel. Namun hal ini berakhir dengan kematian Zahra. Hughes menilai gender dan perang menjadi ekspresi identitas yang ditunjukkan dalam novel ini.
2.2 Landasan Teori Novel (riwayah) adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, dalam arti plot (alur) dan temanya kompleks, karakternya banyak, suasana dan setting ceritanya beragam. Paling tidak, salah satu unsur fiksinya (alur, tema, karakter dan settingnya) luas (Kamil, 2009: 41). Unsur fiksi yang terdapat dalam novel merupakan teori struktural yang akan digunakan peneliti dalam novel Hikayat Zahra. Menurut Teeuw, Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersamasama menghasilkan makna yang menyeluruh (1984:135). Dalam skripsi ini,
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
12
penulis membatasi analisis intrinsik pada bentuk tema, amanat, alur, latar, tokoh dan penokohan serta sudut pandang. Sementara itu, khusus untuk menganalisis penokohan tokoh utama, peneliti menggunakan pendekatan psikologi sastra dari psikolog Sigmund Freud. Minderop yang mengutip tulisan Endraswara (2008), menyatakan bahwa menurut Freud, teks sastra memang membuka kemungkinan guna mengungkapkan keinginan terpendam dengan cara yang dapat diterima oleh kesadaran. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa penelitian psikologi sastra sedapat mungkin mengungkap jiwa yang terpendam itu (2010:23-24).
2.2.1
Teori Struktural
2.2.1.1 Tema Pikiran atau tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup, yang disampaikan melalui dialog, konflik-konflik yang dibangun, komentar secara tidak langsung, dan ini bisa tersirat dan bisa juga tersurat (Kamil, 2009: 46). Sementara itu Nurgiyantoro (1998: 67) mengutip pendapat Santon dan Kenny, tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sudjiman (1988: 51) pun berpendapat bahwa tema dapat diartikan sebagai suatu gagasan sentral yang mendasari sebuah karya sastra, yang terkadang didukung oleh pelukisan latar maupun penokohan, dan bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur. Ada kalanya gagasan yang mendasari karya sastra tersebut sangat dominan sehingga menjadi kekuatan yang mempersatukan berbagai unsur yang bersama-sama membangun suatu karya sastra dan menjadi motif tindakan tokoh. Tema yang peneliti gunakan untuk menganalisis novel ini adalah tingkatan tema menurut Shipley. Shipley mengartikan tema sebagai subjek wacana, topik umum, atau masalah utama yang dituangkan ke dalam cerita. Ia membedakan tema-tema karya sastra ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa (Nurgiyantoro, 1998:80-82). Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut: Pertama, tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan. Ia lebih menekankan mobilitas fisik daripada
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
13
konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam novel dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan. Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas—suatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekana dalam novel dengan tema tingkat ini, khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang, misalnya berupa penyelewengan dan pengkhianatan suami-istri, atau skandalskandal seksual yang lain. Ketiga, tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial. Keempat, tema tingkat egoik, manusia sebagai individu. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa
―menuntut‖
pengakuan
atas
hak
individualitasnya.
Dalam
kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah individualitas itu antara lain berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan. Masalah individualitas biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang. Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
14
2.2.1.2 Amanat/Moral Karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Permasalahan yang terkandung di dalam tema atau topik cerita adakalanya diselesaikan secara positif, adakalanya secara negatif. Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, itulah yang disebut amanat. (Sudjiman, 1988: 57) Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi mungkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian atau penjelasan. Jika dalam teknik uraian pengarang secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh cerita yang bersifat ―memberitahu‖ atau memudahkan pembaca untuk memahaminya, hal yang demikian juga terjadi dalam penyampaian pesan moral. Artinya, moral yang ingin disampaikan kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan eksplisit. (Nurgiyantoro, 1998:335) Nurgiyantoro melanjutkan, bentuk penyampaian tidak langsung sejalan dengan teknik ragaan. Yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa, konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa dan konflik itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya. (1998:339)
2.2.1.3 Alur/Plot Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu (Semi, 1988: 44). Stanton (1965) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain. Sementara Kenny (1966) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
15
ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat (Nurgiyantoro, 1998: 113). Ada beberapa teknik penyusunan alur cerita. Yang lazim adalah teknik progresif, artinya cerita berurutan dari awal hingga akhir. Yang didepan adalah awal cerita disusul bagian tengah dan diakhir cerita. Urutan cerita demikian disebut juga urutan kronologis (Waluyo, 1994:153). Jenis teknik penyusunan alur yang kedua adalah yang disebut alur flashback atau umpan balik. Artinya bahwa cerita yang harusnya berada pada bagian akhir, diletakkan pada bagian depan. Cerita semacam ini sebenarnya ada dalam sastra lama yang lazim disebut cerita berbingkai. Hanya saja dalam cerita rekaan dengan alur flashback tidak menggunakan bingkai cerita. Di dalamnya terdapat seorang tokoh yang bercerita tentang tokoh lain atau tokoh itu melamunkan masa lalunya (Waluyo, 1994:154). Jenis alur yang ketiga menurut Hudson adalah alur majemuk atau ―compound plot‖. Alur majemuk dapat berarti alur yang disamping mengandung alur utama juga terdapat alur sampingan atau sub plot. Dapat juga berarti terdapat perpaduan antara alur flashback dengan alur garis lurus. Antara cerita yang linear dengan flashback terjadi selang seling waktu (Waluyo, 1994:156). Waluyo mengatakan bahwa sub plot adalah alur bawahan yakni cerita-cerita tambahan yang dikisahkan pengarang untuk memberitakan latar belakang dan keseimbangan cerita. Alur bawahan sering kali secara sepintas lalu menyimpang dari alur utama cerita, meskipun sebenarnya memiliki kaitan erat karena memberi latar belakang yang lengkap tentang tokoh-tokoh cerita itu (1994:157). Pada prinsipnya, alur cerita terdiri atas tiga bagian, yakni (1) alur awal; (2) alur tengah; (3) alur akhir. Alur awal terdiri atas paparan (eksposisi), rangsangan (inciting moment); dan penggawatan (rising action). Alur tengah cerita terdiri atas pertikaian (conflict), perumitan (complication), dan klimaks atau puncak penggawatan. Sedangkan akhir alur cerita terdiri atas leraian dan selesaian (Waluyo, 1994:148).
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
16
2.2.1.4 Latar Menurut Semi (1988:46), latar adalah lingkungan tempat seluruh peristiwa berlangsung. Latar bisa merupakan tempat kejadian secara fisik, waktu ketika kejadian berlangsung, suatu periode sejarah ataupun keadaan sosial yang ada di sekitar terjadinya sebuah peristiwa. Latar sosial ini bisa berupa latar pendidikan, kelas sosial, adat istiadat, suku ataupun agama. Latar berfungsi memberi kesan nyata pada cerita. Latar juga membentuk suasana emosi dan berpengaruh pada penokohan. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1.)
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas (Nurgiyantoro, 1998: 227). 2.)
Latar waktu berhubungan dengan masalah ―kapan‖ terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ―kapan‖ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam susana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1998: 230). 3.)
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasan hidup, adat istiadat, tradisi,
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
17
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual seperti dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau atas (Nurgiyantoro, 1998: 233-234).
2.2.1.5 Sudut Pandang Abrams mengungkapkan sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam yaitu persona pertama ―aku‖, dan persona ketiga ―dia‖ (Nurgiyantoro, 1998: 248-249). Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya ―dia‖, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang ―dia‖ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ―dia‖, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ―pengertian‖ terhadap tokoh ―dia‖ yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja (Nurgiyantoro, 1998: 256-257). Dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama gaya ―aku‖, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si ―aku‖ dalam cerita. Si ―aku‖ mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh utama protagonis, mungkin hanya menduduki peran tambahan, jadi tokoh tambahan protagonis, atau berlaku sebagai saksi (Nurgiyantoro, 1998: 262-263). Nurgiyantoro (1998: 266) melanjutkan, penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran dalam sebuah novel, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ―dia‖ mahatahu dan ―dia‖ sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ―aku‖ sebagai tokoh
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
18
utama dan ―aku‖ tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara ―aku‖ dan ―dia‖ sekaligus.
2.2.1.6 Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah orang yang melakukan interaksi dengan berbagai wataknya. Tokoh dalam prosa imajinatif bisa dibedakan antara tokoh utama dan pembantu (tambahan); antara tokoh protagonis (yang dikagumi) dan tokoh antagonis; dan tokoh statis (tidak mengalami perkembangan watak, meskipun deretan peristiwanya berubah) dan tokoh berkembang (Kamil, 2009: 45). Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi—karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan—menunjuk pada penempatan tokohtokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jonnes, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1998:165). Menurut Waluyo (1994: 171-172), perwatakan tokoh biasanya terdiri dari tiga dimensi yaitu dimensi fisik, dimensi sosial dan dimensi psikis. Untuk membentuk tokoh yang hidup, ketiga dimensi ini tidak dapat dipisahkan atau tampil sendiri-sendiri. Dimensi fisik biasanya berupa usia, tingkat kedewasaan, jenis kelamin, postur tubuh, deskripsi wajah dan ciri-ciri khas fisik lain yang spesifik. Dimensi sosial merupakan deskripsi tentang status sosial, jabatan, agama atau ideologi, aktivitas sosial dan suku atau bangsa. Dimensi psikis meliputi mentalitas, ukuran moral, kecerdasan, temperamen, keinginan, perasaan, kecerdasan dan kecakapan khusus. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokohtokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (Nurgiyantoro, 1998:176).
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
19
Berdasarkan pembangunan konflik cerita, terdapat tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Waluyo, 1994:167). Waluyo melanjutkan, tokoh protagonis adalah tokoh sentral atau tokoh yang mendukung jalannya cerita, sedangkan tokoh antagonis adalah konflik dengan tokoh protagonis (1994:168). Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat. Forster (1970) membedakan tokoh ke dalam sederhana dan kompleks tersebut kemudian menjadi sangat terkenal. Hampir semua buku sastra yang membicarakan penokohan, tak pernah lupa menyebut pembedaan itu, baik secara langsung menyebut nama Forster maupun tidak. Pengkategorian seorang tokoh ke dalam sederhana atau bulat haruslah didahului dengan analisis watak. Setelah deskripsi perwatakan seorang tokoh diperoleh, kita dapat menentukan ke dalam kategori mana secara lebih dapat dipertanggungjawabkan (Nurgiyantoro, 1998: 181). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah mendapat penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan. Perwatakan tokoh sederhana yang benar-benar sederhana, dapat dirumuskan hanya dengan sebuah kalimat, atau bahkan sebuah frase saja (Nurgiyantoro, 1998: 181-182). Tokoh bulat seperti yang dikutip dari Abrams (1981) adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakan pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Nurgiyantoro, 1998: 183)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
20
Teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya dapat dibedakan ke dalam dua cara yaitu teknik ekspositori (pelukisan secara langsung) dan teknik dramatik (pelukisan secara tidak langsung). Teknik ekspositori dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Sementara dalam teknik dramatik, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 1998: 194-198).
2.2.2
Teori Psikologi Untuk mengetahui perwatakan dari tokoh utama novel Hikayat Zahra,
penulis menggunakan teori psikoanalisis dari tokoh psikologi asal Jerman, Sigmund Freud (1856-1939). Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan konstribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini (Minderop, 2010: 11).
2.2.2.1 Struktur Kepribadian Kepribadian tersusun dari 3 sistem pokok, yakni: id, ego, dan superego. Meskipun masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanismenya sendiri, namun mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit untuk memisahmisahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi di antara ketiga sistem tersebut; jarang salah satu sistem berjalan terlepas dari kedua sistem lainnya (Hall dan Lindzey, 1993:63-68).
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
21
1.)
Id Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar
memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya kebutuhan: makan, seks, menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan,
yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari
ketidaknyamanan (Minderop, 2010:21). Id merupakan watak dasar pada setiap manusia yang hadir sejak manusia lahir dan berisi sifat-sifat keturunan, naluri seksual dan agresif. Ciri-ciri watak primitif lapis kepribadian ini adalah kasar, beringas, kebinatangan, tidak mau diatur, tidak taat norma dan hukum. Bertolak dari watak primitif yang demikian, wajar kalau id tidak terikat oleh larangan serta aturan yang berlaku di masyarakat. Id cenderung menghendaki penyaluran atau pelampiasan untuk setiap keinginan, yang jikalau tertahan atau tersumbat, akan mengalami tegangan. Oleh sebab itu yang dikenal id adalah prinsip kesenangan dan ia akan mengejawantahkan penyalurannya dengan cara yang impulsif, irasional serta narsistik, dengan tanpa mempertimbangkan akibat atau konsekuensi. Watak ini juga tidak mengenal rasa takut dan cemas sehingga tindakan hati-hati tidak diperlukan di dalam upaya penyaluran hasrat keinginan (Siswantoro, 2005:39). 2.)
Ego Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga
serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya: penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Id dan ego tidak memiliki moralitas karena keduanya ini tidak mengenal nilai baik dan buruk (Minderop, 2010:21-22). 3.)
Superego Struktur yang ketiga ialah superego yang mengacu pada moralitas dalam
kepribadian. Superego sama halnya dengan ‗hati nurani‘ yang mengenali nilai baik dan buruk. Sebagaimana id, superego tidak mempertimbangkan realitas
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
22
karena tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika impuls seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral (Minderop, 2010:22). Adanya tiga sistem kepribadian ini, harus diingat bahwa id, ego, dan superego tidak dipandang sebagai orang-orangan yang menjalankan kepribadian. Ketiga sistem tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang mengikuti prinsip-prinsip sistem yang berbeda. Dalam keadaan-keadaan biasa, prinsip-prinsip yang berlainan ini tidak bentrok satu sama lain, dan tidak bekerja secara bertentangan. Sebaliknya mereka bekerja sama seperti suatu tim dengan diatur oleh ego. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai suatu kesatuan dan bukan sebagai tiga bagian yang terpisah. Secara sangat umum id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, sedangkan ego sebagai komponen psikologis dan superego sebagai komponen sosialnya (Hall dan Lindzey, 1993:68).
2.2.2.2 Dinamika Kepribadian 1.) Naluri Albertine
Minderop
(2010:
23-24)
mengatakan
bahwa
Freud
menggunakan alam bawah sadar untuk menerangkan pola tingkah laku manusia serta penyimpangan-penyimpangannya. Tesis Freud pertama ialah bahwa alam bawah sadar merupakan subsistem dinamis dalam jiwa manusia yang mengandung dorongan-dorongan naluri seksual yang berkaitan dengan gambarangambaran tertentu di masa lalu (usia dini). Dorongan-dorongan itu menuntut pemenuhan, namun adanya budaya dan pendidikan (tuntutan norma kehidupan sosial) dorongan tersebut ditekan dan dipadamkan. Akan tetapi, dalam bentuk tersamar dorongan-dorongan itu terpenuhi melalui suatu pemuasan semu atau khayalan (fantasi). Demikianlah impian ditafsirkan sebagai pemenuhan keinginan-keinginan yang tidak disadari. Keinginan yang terpendam itu tidak dapat menampilkan diri dalam bentuk yang sesungguhnya, lalu mengalami pengaruh beberapa mekanisme yang menyelimuti kenyataan, misalnya kondensasi (beberapa lambang terlebur dalam satu lambang) dan penggeseran (arti yang sebenarnya hampir lenyap oleh
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
23
bayangan sebuah gambaran yang berbeda atau tidak ada relevansinya). Dengan demikian, isi impian yang dialami dapat diterima oleh kesadaran. Menurut Freud, kekuatan id mengungkapkan tujuan hakiki kehidupan organisme individu. Hal ini tercakup dalam pemenuhan kepuasan. Id tidak mampu mewujudnyatakan tujuan mempertahankan kehidupan atau melindungi kondisi dari bahaya. Ini menjadi tugas ego, termasuk mencari cara memenuhi kebutuhan dan kepuasan. Superego mengendalikan keinginan-keinginan tersebut. 2.) Macam-Macam Naluri Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam: eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan destructive instinct atau naluri kematian (death instinct- thanatos). Naluri kehidupan adalah naluri yang ditunjukkan pada pemeliharaan ego (Minderop, 2010: 25). 3.) Naluri Kematian dan Keinginan Mati Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua energi mendasar
yaitu,
dimanifestasikan
pertama, dalam
naluri
perilaku
kehidupan seksual,
(life
instinc-
menunjang
Eros)
yang
kehidupan
serta
pertumbuhan. Kedua, naluri kematian (death instincts - Thanatos) yang mendasari tindakan agresif dan destruktif. Kedua naluri ini, seperti yang dikutip dari Hilgard et al (1975), walaupun berada di alam bawah sadar menjadi kekuatan motivasi. Naluri kematian dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri (self-destructive behavior) atau bersikap agresif terhadap orang lain (Minderop, 2010: 27). 4.) Kecemasan (anxitas) Situasi
apapun
yang
mengancam
kenyamanan
suatu
organisme
diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas. Kondisi ini diikuti oleh perasaan tidak nyaman yang dicirikan dengan istilah khawatir, takut, tidak bahagia yang dapat kita rasakan melalui berbagai level (hilgard). Freud mengedepankan pentingnya anxitas. Ia membedakan antara objectif anxiety (kecemasan objektif) dan neurotic anxiety (kecemasan neurotis).
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
24
Kecemasan objektif merupakan respons realistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam suatu lingkungan (menurut Freud kondisi ini sama dengan rasa takut). Kecemasan neurotik berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri individu; karena konflik tersebut tidak disadari orang tersebut dan tidak menyadari alasan dari kecemasan tersebut. Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konfilk antara pulsi Id (umumnya seksual dan agresif) dan pertahanan dari ego dan superego. Kebanyakan dari pulsi tersebut mengancam individu
yang
disebabkan
oleh
pertentangan
nilai-nilai
personal
atau
berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.
2.2.2.3 Perkembangan Kepribadian Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yakni proses-proses pertumbuhan fisiologis, frustasi-frustasi, konflikkonflik dan ancaman-ancaman. Sebagai akibat langsung dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber ini, sang pribadi terpaksa mempelajari cara-cara baru mereduksikan tegangan. Proses belajar inilah yang dimaksudkan dengan perkembangan kepribadian (Hall dan Lindzey, 1993:82-83). Albertine Minderop (2010:29-31) menurut Hilgard et al (1975) mengatakan mekanisme pertahanan terjadi karena adanya dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti. Misalnya impuls agresif yang ditujukan kepada pihak lain yang dianggap aman untuk diserang. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas; mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal atau adanya impuls-impuls yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi realitas dengan berbagai cara. Pertahanan yang paling primitif dari ancaman-anacaman dari luar ialah penolakan realitas ketika si individu mencoba menolak realitas yang mengganggu dengan penolakan mengakuinya. Dalam teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang, mekanisme pertahanan ini tidak mencerminkan kepribadian secara umum, tetapi juga dapat mempengaruhi
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
25
perkembangan kepribadian. Kegagalan mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada kelainan mental. Selanjutnya, kualitas kelainan mental tersebut dapat mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik. a.
Represi Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan luas
adalah represi. Tugas represi ialah mendorong keluar impuls-impuls id yang tak diterima, dari alam sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Represi merupakan pondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ego adalah untuk menekan atau mendorong impuls-impuls yang mengancam agar keluar dari alam bawah sadar. Menurut Freud, pengalaman masa kecil bersumber dari dorongan seks, sangat mengancam dan konfliktual untuk diatasi secara sadar oleh manusia. Oleh karenanya, manusia mengurangi anxitas dari konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan ego represi (Minderop, 2010:32). b.
Sublimasi Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial
menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. Misalnya, seorang individu memiliki dorongan seksual yang tinggi, lalu ia mengalihkan perasaan tidak nyaman ini ke tindakan-tindakan yang dapat diterima secara sosial dengan menjadi seorang artis pelukis tubuh model tanpa busana (Minderop, 2010:33). c.
Proyeksi Mekanisme yang digunakan untuk mengubah kecemasan neurotik atau
kecemasan moral menjadi ketakutan yang objektif disebut proyeksi (Hall dan Lindzey, 1993:88). Proyeksi yang terjadi bila individu menutupi kekurangannya dan masalah yang dihadapi atau pun kesalahannya dilimpahkan ke orang lain (Minderop, 2010:34). d.
Pengalihan Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek
ke objek lainnya yang lebih memungkinkan. Misal, adanya impuls-impuls agresif yang dapat digantikan, sebagai kambing hitam, terhadap orang yang mana objek-
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
26
objek tersebut bukan sebagai sumber frustasi namun lebih aman dijadikan sebagai sasaran (Minderop, 2010:34). e.
Rasionalisasi Rasionalisasi memiliki dua tujuan, pertama untuk mengurangi kekecewaan
ketika seseorang gagal mencapai suatu tujuan dan kedua memberikan individu motif yang dapat diterima atas perilaku. Contohnya menyalahkan orang lain atau lingkungan sebagai alasan karena seseorang yang terlambat karena tertidur akan menyalahkan orang lain yang tidak membangunkannya. Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pengganti dengan tujuan pembenaran (Minderop, 2010:35). f.
Reaksi Formasi Represi akibat impuls anxitas kerap kali diikuti oleh kecenderungan yang
berlawanan yang bertolak belakang dengan tendensi yang ditekan yang disebut represi formasi. Misalnya, seseorang bisa menjadi syuhada yang fanatik melawan kejahatan karena adanya perasaan di bawah alam sadar yang ebrhubungan dengan dosa. Ia boleh jadi merepresikan impulsnya yang berakhir pada perlawanannya kepada kejahatan yang ia sendiri tidak memahaminya. Reaksi formasi mampu mencegah seorang individu berperilaku yang menghasilkan anxitas dan kerap kali dapat mencegahnya bersikap antisosial (Minderop, 2010:36-37). g.
Regresi Terdapat dua interpretasi mengenai regresi. Pertama, regersi yang disebut
retrogressive behavior, yaitu perilaku seseorang yang mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar memperoleh rasa aman dan perhatian orang lain. Kedua, regresi yang disebut primitivation ketika seorang dewasa bersikap sebagai orang yang tidak berbudaya dan kehilangan kontrol sehingga tidak sungkan-sungkan berkelahi (Minderop, 2010:37-38). h.
Agresi dan Apatis Perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat
menjurus pada pengrusakan dan penyerangan. Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan. Agresi langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Bagi orang dewasa,
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
27
agresi semacam ini biasanya dalam bentuk verbal ketimbang fiskal. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Si pelaku tidak tahu ke mana ia harus menyerang; sedangkan ia sangat marah dan membutuhkan sesuatu untuk pelampiasan. Penyerangan kadang-kadang tertuju kepada orang yang tidak bersalah atau mencari ‗kambing hitam‘. Apatis adalah bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi, yaitu sikap apatis dengan cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah (Minderop, 2010:38). i.
Fantasi dan Stereotype Ketika seseorang menghadapi masalah yang demikian bertumpuk,
kadangkala orang tersebut mencari solusi dengan masuk ke dunia khayal, solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Sementara stereotype adalah konsekuensi lain dari frustasi, yaitu perilaku stereotype yang memperlihatkan perilaku pengulangan terus-menerus. Individu selalu mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak aneh (Minderop, 2010:38-39).
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
28
BAB 3 ANALISIS INTRINSIK Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penokohan dari tokoh utama, maka penulis melakukan analisis intrinsik terlebih dahulu melalui tema, amanat, alur, latar, sudut pandang, dan tokoh penokohan yang terdapat di dam novel Hikayat Zahra.
3.1 Sinopsis Novel Hikayat Zahra diawali dengan ingatan Zahra semasa kecilnya. Ia sering diajak oleh ibunya, Fatme untuk mengunjungi seorang pria, dengan alasan pergi ke tempat dokter Shawky untuk berobat. Namun pria yang ditemui bukanlah dokter, melainkan kekasih ibunya yang berada di Damaskus. Hubungan gelap ini pun pada akhirnya diketahui oleh ayah Zahra yang bernama Ibrahim dan ayahnya langsung memukuli ibu dan anak ini untuk mengakui perselingkuhan tersebut. Pengalaman ini membuat Zahra trauma terhadap perilaku ayahnya. Beranjak dewasa, Zahra menemui pamannya, Hasyim di Afrika. Ia tinggal di rumah pamannya dengan alasan ingin berkunjung dan bertemu sang paman. Suatu ketika, pamannya melakukan perbuatan yang tidak lazim terhadap Zahra setiap kali Zahra hendak tidur. Namun wanita ini tidak berani marah atau pun berontak. Sampai akhirnya Zahra bertemu dengan Majid, teman pamannya sesama Lebanon yang tinggal di Afrika. Majid secara langsung melamar Zahra meski baru pertama kali bertemu. Kekhawatiran Zahra dimulai begitu ia sadar bahwa dirinya sudah tidak lagi perawan sebelum tiba di Afrika. Ia pernah hamil dan menjalani aborsi dua kali oleh pria yang sama bernama Malik. Malik merupakan teman Ahmad, kakak Zahra yang mampu mempengaruhi Zahra meski wanita ini tidak mencintainya. Kembali pamannya melakukan pelecehan pada Zahra, hingga ia kabur dan sering bersembunyi di kamar mandi. Zahra tidak berani keluar sampai pintu didobrak oleh pamannya. Sejak itulah Zahra sakit dan mengalami guncangan. Setelah sembuh, dengan mantap Zahra menerima lamaran Majid dan menyalahi pamannya yang telah membuatnya seperti ini.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
29
Hasyim mengabari pernikahan keponakannya kepada Fatme dan Ibrahim di Lebanon. Pernikahan berjalan dengan lancar, dan kini Majid merasa bahagia. Malam pertama yang dijalani tidak seperti dugaannya. Majid menjadi berang begitu tahu Zahra sudah tidak perawan. Merasa dibodohi, Majid ingin melapor pada Hasyim dan keluarga Zahra. Namun wanita ini menolak dan memohon agar tidak dilaporkan pada keluarganya. Zahra mengakui ia pernah aborsi dua kali meski tidak mengakui tentang Malik. Dengan berat hati Majid menerima kekurangan Zahra. Akan tetapi sikap Zahra menjadi dingin dan menjaga jarak sampai wanita ini jatuh sakit. Majid meminta pertolongan pada Hasyim hingga Zahra kemudian dirawat di rumah sakit. Alasan sakitnya adalah Zahra mengalami guncangan karena jauh dari orang tuanya. Begitu sembuh, Majid merasa Zahra tidak memiliki rasa sayang terhadapnya. Malah ia seperti merawat wanita gila yang harus disembuhkan dari ketidakwarasannya. Suatu ketika, kunjungan teman Majid, Tallal bersama teman wanitanya adalah peristiwa yang memalukan bagi Majid. Zahra bersikap seperti orang gila. Meski begitu, Tallal tetap mau mengundang Majid dan Zahra ke konser penyanyi Lebanon. Di sini juga Zahra seperti mempermalukan suaminya, dengan berpakaian buruk dan berdandan aneh. Karena peristiwa itu, Zahra bersembunyi di kamar mandi dan mengingat masa lalunya yang pedih tentang orang tuanya, Malik juga Qarina, jin yang selalu mengganggu dirinya. Begitu Zahra keluar dari kamar mandi berkat bantuan Hasyim, Zahra pun meminta pulang ke Lebanon bertemu keluarganya. Setibanya di Lebanon, Zahra bertemu dengan keluarga Majid. Tak disangka Majid berasal dari keluarga miskin sehingga ia mau menerima Zahra yang memiliki banyak kekurangan. Majid meminta Zahra kembali ke Afrika, namun malah terjadi pertengkaran diantara mereka. Sempat meminta cerai di hadapan Hasyim, tapi pada akhirnya Zahra memutuskan untuk kembali menikah. Majid menyetujui meski merasa aneh dengan rencana ini. Pesta pernikahan berlangsung meriah. Para tamu undangan yang datang merasa prihatin dengan kondisi Zahra. Apalagi saat ia menari diiringi musik, Zahra tak dapat berhenti. Banyak yang menertawai tingkahnya sampai Zahra kehilangan akal dan mengusir para tamu. Tak lama
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
30
Hasyim menariknya untuk menyuruhnya beristirahat. Kondisi seperti inilah yang membuat Majid tak tahan dengan Zahra dan memutuskan bercerai darinya. Tiba di Lebanon, kondisi di negara ini mengalami kekacauan terutama di Beirut. Perang saudara menghancurkan sebagian gedung yang berada di sekitar rumah Zahra. Kabar mengenai gencatan senjata hanyalah angin lalu karena perang tetap berlanjut. Zahra mulai prihatin dengan kondisi para korban penangkapan dan hendak menolong, akan tetapi selalu dicegah oleh orang tuanya. Ia hanya sempat menjadi tenaga sukarela di rumah sakit dan tak lama keluar dari sana karena tidak mampu melakukan apa-apa. Sampai suatu ketika roket mengenai tempat tinggal Zahra. Ibunya memutuskan untuk pulang ke desa bersama seluruh anggota keluarga. Hanya Ahmad yang tidak ikut, karena ia bergabung dengan pasukan perang di Beirut. Keadaan di desa berbanding terbalik dengan di kota, penuh kedamaian dan tak ada perang. Meski begitu, Zahra memutuskan kembali ke Beirut sendiri untuk menemui kakaknya. Ia pun sering membaca berita di koran tentang kehadiran penembak jitu di sekitar wilayahnya. Zahra berniat untuk menemui penembak jitu, yang tidak jauh dari apartemen bibinya. Zahra sering mengunjungi bibinya dan menyuruhnya pulang ke desa agar tidak menjadi korban perang. Tak jauh dari situ, ia melihat sosok penembak jitu dekat dari balkon kamar bibinya. Merasa bahwa pria tersebut adalah penembak jitu, Zahra menyusun strategi untuk mengecohnya. Tak lama kemudian Zahra nekat masuk ke apartemen tempat penembak jitu berada. Di tangga, ia berpapasan dengan seorang pemuda yang ia anggap sebagai penembak jitu. Namun tak disangka, pemuda ini malah menarik tubuh Zahra dan memanfaatkan situasi untuk memuaskan birahinya. Zahra pasrah dengan perlakuan itu, dan berpikir bahwa inilah satu-satunya cara agar penembak jitu tidak melakukan tindakan penembakan. Sejak itu, Zahra sering mengunjungi penembak jitu untuk memenuhi hasrat seksual pemuda tersebut. Meski belum mengetahui siapa pemuda ini, tapi setelah dua minggu bertemu, Zahra merasakan ada perasaan aman dan nyaman berada di dekat penembak jitu. Zahra menjadikan perang sebagai hal yang penting karena menjauhkannya dari rutinitas hidup sehari-hari. Selain itu, ia berpikir suatu saat akan menikahi pemuda ini dan menjalani hari sebagai sebuah keluarga. Di rumah,
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
31
Zahra hanya tinggal bersama dengan Ahmad. Sikap Ahmad berubah buruk karena terpengaruh ganja. Ia sering menjarah dan mencuri barang milik korban perang dan disembunyikan di kamar orang tuanya. Kondisi Ahmad yang demikian membuat Zahra sedih. Setiap harinya Zahra menemui penembak jitu seperti biasa, namun akhirakhir ini ia mulai merasa kelelahan. Tiba di rumah, ia dikejutkan dengan kehadiran ibunya dari desa yang khawatir dengan kondisi anaknya. Merasa lelah dan sakit, Zahra menganggap dirinya terkena kanker seperti yang dialami teman kecilnya, Soumaya. Zahra kembali mengunjungi penembak jitu dan mengalami muntah. Penembak jitu meminta Zahra untuk berobat dan khawatir kalau Zahra hamil. Namun Zahra mengelak ia pasti terkena kanker sepeti temannya. Pada kondisi semacam ini, Zahra baru mengetahui nama penembak jitu, yaitu Sami, meski ia belum sepenuhnya percaya apakah Sami benar-benar namanya. Zahra membeli banyak obat kontrasepsi dan mengalami pendarahan banyak. Namun di bulan ketiga, Zahra tidak mendapat menstruasi. Hal ini membuat Sami khawatir dengan perut Zahra yang terus membengkak. Dengan berani Zahra pergi ke rumah sakit dan menemui dokter Razak. Dokter tersebut memvonisnya telah hamil empat bulan. Sempat tidak percaya, namun sang dokter tetap menegaskan bahwa Zahra hamil. Zahra pun memohon pada dokter untuk mengugurkan kandungannya. Dokter terus menolak sampai Zahra memutuskan untuk bunuh diri. Dalam perjalanan pulang, Zahra memikirkan cara untuk bunuh diri. Akan tetapi, niat ini dia urungkan kembali karena ia berpikir bahwa Sami berbeda dengan Malik. Ia pun melaporkan hal ini pada Sami untuk segera menikahinya. Zahra ingin mempertahankan bayi di perutnya meski Sami memintanya untuk aborsi. Karena hal tersebut, Zahra berada dalam keadaan terpuruk. Sami pun akhirnya luluh dan berjanji mau menikahinya di esok hari. Merasa senang, Zahra menanyakan kebenaran identitas Sami yang seorang penembak jitu. Sami tiba-tiba marah karena dianggap penembak jitu dan bersumpah dia bukan seorang penembak jitu. Ia hanya orang yang berusaha melindungi diri dengan membawa senjata di tangannya. Mendengar itu, Zahra percaya saja.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
32
Menjelang malam, Zahra pulang dari tempat Sami. Meski suasana di jalanan mencekam, Zahra merasa bahagia karena akan menikah besok. Hujan pun turun mengiringi kepulangannya, namun sebuah peluru menembus kaki Zahra. Ia terjatuh dan tidak dapat bergerak. Beberapa peluru nyaris mengenai kepala dan perutnya, dan darah terus mengalir dari tubuh Zahra. Orang-orang di sekitar jalanan berteriak dan ingin menolong Zahra, tapi tidak bisa karena khawatir terkena peluru. Dalam batinnya, Zahra merasa bahwa perbuatan ini pasti dari penembak jitu, entah karena ia hamil atau mengetahui identitasnya. Dalam kondisi demikian, Zahra hanya bisa pasrah dan mati secara mengenaskan diakhir hidupnya.
3.2 Analisis Tema Dalam Hikayat Zahra, tokoh utama yang bernama Zahra sering mengalami kondisi kejiwaan yang berubah. Untuk menemukan tema dari novel ini, penulis menggunakan teori tingkatan tema berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa menurut Shipley. Dari lima tingkatan yang dijelaskan sebelumnya pada landasan teori, penulis menemukan adanya tiga tingkatan yang terdapat dalam novel Hikayat Zahra. Dari ketiga tingkatan inilah, maka akan ditemukan tingkatan yang paling dominan dalam novel ini. Tingkatan tema yang paling mendekati adalah tingkatan kedua yaitu tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam novel dengan tema tingkat ini, khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang, misalnya berupa penyelewengan dan pengkhianatan suami-istri, atau skandal-skandal seksual yang lain. Dalam novel ini ditemukan beberapa adegan yang mendeskripsikan hubungan intim antara Zahra dengan empat orang pria. Selain itu, adapula ingatan Zahra mengenai perselingkuhan yang dilakukan ibu Zahra bersama kekasihnya. 1.
Zahra dengan Malik Malik merupakan pria pertama yang merenggut keperawanan Zahra. Ia
adalah seorang pria beristri dan salah satu teman Ahmad, kakak Zahra. Paragraf di
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
33
bawah ini menunjukkan bagaimana pertama kali Zahra mengingat Malik setelah lama ia melupakan Malik.
Aku menyimpan Malik jauh-jauh. Aku menyimpan jauh-jauh tempat tidur sempit di dalam garasi di mana ia menindihku. Aku menyembunyikan foto istri dan anaknya, yang selalu ia bawa di dalam dompet, dan yang telah kulihat sekilas saat ia membayar kopi di kafe yang sering dikunjungi hanya oleh mereka yang takut untuk terlihat bersama, jauh-jauh. Kusimpan kenangan akan dirinya jauh dari tubuhku, yang tak pernah sekalipun bereaksi terhadap tubuhnya atau merasakan kenikmatan, saat kutepis tangan dokter tua yang bekerja untuk mengaborsi kehamilanku. Kuhapus dari benakku kepulanganku ke rumah setelah aborsi, saat kujaga kedua kaki dan pahaku saling menempel kuat sehingga ayah tidak akan mengetahui rahasiaku. Aku bahkan menyimpan jauh kursi yang begitu mengenalku di kafe kemana aku sering pergi bersama Malik dan dimana ia pertama kali memulai rayuannya padaku dengan berbicara mengenai pertemanan. Siapapun yang memiliki wajah dan tubuh seperti diriku mudah untuk dibujuk; atau itulah bagaimana aku belakangan merasionalisasi perbuatanku. Ia mengatakan bagaimana ia menyukai wajahku dengan jerawat-jerawatnya, bagaimana kecacatannya justru membuatnya bergairah, bahkan saat ia berbaring di atasku, menusuk keperawananku. (42-43)
Pernyataan yang Zahra sebut pada paragraf diatas membuktikan adanya hubungan seksual pertama Zahra dengan Malik. Bagaimana Malik merayunya agar ia mau memenuhi keinginan Malik, meski Zahra bukan wanita cantik karena dipenuhi dengan jerawat di wajahnya. Hubungan tersebut adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa pernikahan dan perselingkuhan yang dilakukan Malik tanpa sepengetahuan istri dan anaknya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
34
2.
Zahra dengan Hasyim Hasyim adalah paman Zahra. Selama Zahra tinggal di rumahnya, Hasyim
sering melakukan pelecehan terhadap keponakannya. Berikut salah satu paragraf yang menggambarkan kondisi Zahra bersama Hasyim.
Aku tetap tak bergerak. Aku tetap tanpa ekspresi. Seakan-akan aku mati, bahkan saat sebuah pertempuran bergejolak di dalam diriku, dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, dan meninggalkan kehancuran di belakangnya. Kemudian ia mendekat dan mengambil tanganku, yang masih membawa sedikit bekas-bekas menstruasi pada kukunya, tertinggal di sana saat aku memeriksa pada malam sebelumnya apakah menstruasiku telah mulai. Saat mulai menjilati jari-jariku, ia memperhatikan adanya rasa yang aneh, namun ia tetap mendekat, mengatakan betapa ia sangat merindukan keluarganya. Pada saat itu, bahkan melalui celananya dan baju tidurku, aku merasakan kemaluannya berdenyut di pahaku. Aku bergidik, membuka mulut untuk berusaha berbicara, menangis, mengancam, memprotes, namun mendapati diriku hanya bergumam, ―kenapa kau tak membiarkan aku tidur?‖ (49-50)
Pelecehan yang dilakukan pamannya membuat Zahra kesal dengan sikap sang paman. Awalnya ia berusaha menutupi kejengkelannya, namun karena perbuatan tersebut sering dilakukan setiap kali ia tidur, Zahra hanya bisa berkata sedikit tanpa memprotesnya. Sikap pasif inilah yang membuktikan Zahra seolaholah membiarkan pelecehan terjadi, meski dalam hati ia memberontak. 3.
Zahra dengan Majid Majid adalah suami sah Zahra ketika Zahra tinggal di Afrika bersama
pamannya. Hubungan intim antara Zahra dengan Majid menggunakan sudut pandang Majid.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
35
Di atas ranjang pengantin kami ia terlentang, menghindari tatapan mataku. Dapat kurasakan kejengkelannya. Ini adalah hal yang biasa terjadi. Gadis-gadis selalu sensitif pada malam pertama mereka: rasa takut dan sakit saling bercampur. Aku merasa ia dalam keadaan merasa jijik. Ini juga sudah kuduga. Ini adalah malam pertamanya, dan disinilah aku, menusuk ke dalamnya. Namun, sementara ia masih menghindari tatapan mataku, tak juga kudengar teriakan kesakitan. Disinilah aku, bercinta dengannya. Aku sang suami, dia sang istri. Dan tak dapat kurasakan sesuatu menghalangi penetrasiku. Aku tak melihat apapun: seprai tetap putih. Bahkan tidak setetes darah pun. (123)
Paragraf di atas memberikan pernyataan dari sudut pandang Majid bagaimana pertama kalinya ia melakukan hubungan seksual dengan wanita yang telah dinikahinya. Bagi Zahra, ini merupakan hubungan intim yang ia lakukan pertama kali dalam ikatan perkawinan setelah ia melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Meski begitu, kekhawatiran Zahra menjadi kenyataan setelah Majid mengetahui Zahra bukan lagi seorang perawan sebelum Zahra menikah. 4.
Zahra dengan Sami Sami merupakan seorang penembak jitu yang dicintai oleh Zahra.
Hubungan intim sering terjadi diantara mereka selama masa perang berlangsung di Libanon. Berikut ini adalah paragraf yang menunjukkan bagaimana pertama kali mereka berhubungan intim di apartemen Sami.
Kemudian, dalam satu gerakan, ia menerkam dan mendorongku ke arah tangga. Diangkatnya bajuku sampai ke pinggang. Ia membaringkan tubuhnya di atas tubuhku bahkan tanpa melepas pakaian dalamku. Sepertinya ia tidak peduli telah membuat punggung dan pinggangku sakit, dan meski aku menggeliat tak nyaman, ia tak
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
36
memperhatikannya. Ia sampai di puncak dengan cepat, bergetar sesaat dalam kejang kenikmatannya. Kemudian ia berdiri, menyeka bukaan celananya dan mulai mengancingkannya lagi. Saat itu aku pun berdiri, sadar akan rasa sakit di punggung dan pinggangku dan mengusap-usap tungkai dimana tulang belulangku terasa nyeri. (220221)
Keadaan perang yang terjadi di Beirut membuat Zahra tidak bisa melakukan apapun kecuali menemui penembak jitu untuk menghentikan perang. Namun keadaan ini malah membuatnya menemui masalah baru saat penembak jitu mendekati dan memanfaatkan tubuhnya untuk memuaskan nafsunya. Paragraf di atas menggambarkan bagaimana pertama kali Zahra bertemu dengan Sami dan terjadilah hubungan intim tersebut. Tak hanya sekali, hubungan intim yang Zahra lakukan bersama Sami terjadi hampir setiap harinya. Berikut paragraf yang menunjukkan suatu ‗kebiasaan‘ yang Zahra lakukan selama perang.
Ia menjadi terbiasa menantiku pada jam yang telah ditentukan, dan pada waktu tersebut hanya akan dapat memikirkan kedatanganku. Aku belum lagi mengangkat mataku saat melihatnya tersenyum. Dan bahkan sebelum aku dapat mencapai anak tangga teratas, ia sudah akan menarikku ke sampingnya dan dengan tak sabar menutupi tubuhku dengan tubuhnya. Namun, seperti biasa, aku tak merasakan lebih dari sekedar ia memasuki tubuhku dan bergerak di dalamnya. Selain itu, aku tak merasakan kenikmatan apa pun. Aku akan mengalihkan pandangan, menerima tubuhnya namun tak berani mengucapkan sepatah kata pun sembari ia berbaring di atasku; tak ingin ia melepaskanku. Baru pada minggu kedua pertemuan kami, aku mulai merasakan suatu kenikmatan tertentu setiap kali ia menarikku ke lantai. Perasaan aman, nyaman, bahkan tenang mulai tumbuh hari demi hari, meski percakapan kami tak pernah lebih dari sekedar bertanya apakah aku membutuhkan uang atau apakah aku berhati-hati di dalam perjalananku untuk menemuinya. (222-223)
Dalam kondisi perang yang terus menghantui kehidupan Zahra, wanita ini berusaha mengalihkan perang dengan menemui penembak jitu. Pada mulanya, Zahra sekedar memenuhi hasrat Sami. Akan tetapi seiring waktu dan kebiasaan
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
37
yang mereka lakukan, maka Zahra mulai menikmati kondisi tersebut tanpa memikirkan kembali alasannya berada di tempat Sami. 5.
Ibu Zahra dan kekasihnya Selain Zahra, hubungan seksual pun terjadi antara Fatme, ibu Zahra
dengan kekasih gelapnya. Sesuai dengan pernyataan tema tingkat organik, kehidupan seksual menyimpang dilakukan oleh Fatme. Ia berselingkuh dari suaminya dan sering mengajak Zahra kecil untuk menemui kekasihnya. Berdasarkan kisah yang dituturkan, semua perselingkuhan mengenai Fatme diceritakan oleh Zahra sesuai dengan ingatan semasa kecilnya. Zahra yang belum mengerti hanya menceritakan apa yang disaksikannya pada saat itu.
Ketukan itu bertambah keras dan sebuah suara terus berteriak, ―buka pintu. Ini hotel, bukan rumah bordil!‖ pada saat itulah aku meloncat bangun. Kulihat ibuku bangkit dari seprai dan pria itu memalingkan wajah dan tubuhnya dariku sambil memakai celananya. Mendadak aku terkejut melihat pria itu dan ibuku berada di tempat tidur yang sama. Apakah karena aku telah sedikit lebih besar dan dapat memahami hal-hal tertentu dengan lebih baik? Atau apakah karena aku tahu ibu dan ayahku selalu tidur di tempat tidur terpisah? (8-9)
Perselingkuhan Fatme dilandasi dengan ketidakharmonisan rumah tangganya. Semakin dewasa Zahra mulai mengetahui alasan ibunya berselingkuh dari ayahnya. Sementara itu, perselingkuhan tak hanya terjadi di hotel saja. Skandal tersebut sering dilakukan ibunya dimana pun Fatme mengajak Zahra menemui kekasih gelapnya. Zahra ingat bagaimana ibunya merayu pria itu dengan kata-kata romantis di bawah pohon kenari.
Kuingat ibuku duduk dibawah pohon kenari hijau dengan kepala pria itu di atas pangkuannya, sembari bernyanyi pada matanya yang tertutup, ―oh kasihku yang terlelap.‖ (12)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
38
Skandal perselingkuhan Fatme merupakan peristiwa yang mempengaruhi kehidupan Zahra sejak kecil. Hal tersebutlah yang selalu diingat Zahra tentang ibunya hingga ia dewasa. Perselingkuhan sang ibu merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kepribadian dan kehidupan Zahra. Tingkatan tema berikutnya adalah tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksiinteraksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasanbawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial. Novel Hikayat Zahra mengungkapkan perang yang terjadi di Lebanon sehingga penulis memberikan beberapa bukti terkait tokoh Zahra dalam menghadapi perang dan lingkungan di sekitarnya. Zahra memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang menjadi korban perang. Keinginannya untuk menolong begitu kuat saat ia melihat para pemuda dibawa ke apartemen yang berseberangan dengan apartemennya untuk dijadikan tahanan. Saat Zahra hendak menolong para pemuda tersebut dengan memanggil penjaga tawanan, tiba-tiba tubuh Zahra ditarik oleh kedua orang tuanya. Merasa sedih karena tak dapat menolong, Zahra hanya bisa menangis dan berdoa pada Tuhan agar tidak terjadi pembantaian.
‖Rahmat Tuhan bersamamu. Biarkan mereka pulang ke rumah mereka. Biarkan mereka bebas. Tak dapatkah kau menunjukkan belas kasihan? Apa yang telah mereka
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
39
lakukan? Semoga Tuhan merahmatimu. Biarkan mereka pulang kerumah.‖ Aku dapat merasakan diriku terenggut dari jendela saat tangan ibuku menutupi mulutku dan cengkeraman ayahku menyeretku ke belakang. Kudengar mereka berdua berteriak, mungkin bersamaan untuk pertama kalinya selama ini. ―Ya Tuhan, apa kau sudah gila? Apa kau sudah sinting? Apa kau mau mereka membunuhmu? Mungkin jika mereka membunuhmu kami akan aman dan bebas dari sikapmu yang memalukan. Kau gila! Mereka akan membuatmu membayar setimpal untuk ini.‖ Aku duduk disana, terisak dan tak berdaya. Kuletakkan kepalaku di kedua tangan dan tenggelam dalam tangis. Aku berdoa agar tak mendengar suara tembakan. Aku memohon pada Tuhan supaya tak membiarkanku mendengar suara pembantaian apapun dari luar. (197)
Keberanian
Zahra
ditunjukkan
dengan
permohonannya
untuk
membebaskan para tawanan. Sikap ini merupakan kepedulian sosial Zahra di tengah situasi perang yang mencekam saat itu. Namun karena ia tidak mampu melawan perintah orang tuanya, maka Zahra memutuskan untuk menjadi tenaga sukarela di rumah sakit. Hanya tiga hari ia di sana dan merasakan penderitaan yang terjadi. Ia pun mempertanyakan sikap para pemimpin kelompok perang yang tidak melihat keadaan para korban di rumah sakit.
Aku tak dapat melakukan apapun kecuali menjadi tenaga sukarela di rumah sakit. Aku dan anak perempuan tetangga kami harus berjalan merapat ke dinding karena rasa takut sang penembak jitu yang tersembunyi di atas atap gedung tidak jauh dari kami. Aku terus-menerus ketakutan bahwa ia akan menembakku, meski lapangan penembakannya berada disisi yang lain. Aku hanya bertahan selama tiga hari di rumah sakit. Aku tak berguna bagi siapapun, dengan gemetaranku yang terus menerus dan jiwaku yang menyerap rintihan mereka yang terluka. Bau darah bercampur dengan bau busuk kotoran badan, dengungan ratusan lalat sebesar burung, ratapan para kerabat dan orang tua dari mereka yang terluka, Semua ini memasukiku seakan memenuhi plasma yang mengalir di nadiku. Mereka yang bicara tentang perang dengan basa basi belum pernah melihat perang. Mereka yang hanya pernah melihat perang dan rumah sakit di film-film belumlah melihat yang sesungguhnya. Aku bertanya-tanya apakah para pemimpin kelompok-kelompok itu pernah berkunjung ke rumah sakit. Jika pernah,
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
40
bahkan untuk satu jam saja, bagaimana kemudian mereka bisa menjalani hari seperti biasa lagi? (198-199)
Meski Zahra tidak lama berada di rumah sakit, ia ingin sekali menyelamatkan korban perang. Namun Zahra tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya bertanya pada dirinya sendiri. Tak lama kemudian Zahra yang mengetahui keberadaan penembak jitu di dekat rumah bibinya, hendak melaporkan ke radio atau koran. Namun tindakan mulianya ditentang oleh tetangganya yang menolak karena takut akan menjadi incaran penembak jitu tersebut. Sekali lagi, Zahra gagal melanjutkan niat baiknya.
Reaksiku, begitu tahu bahwa ada seorang penembak jitu bersembunyi di atap blok apartemen di sebelah apartemen tempat tinggal bibiku Najiba, adalah berlari dengan gemetar menaiki tangga, dua anak tangga sekaligus, dan menyeruak masuk ke dalam apartemen tetanggaku untuk mengatakan padanya bahwa kami harus menghubungi stasiun radio atau koran al-Nahar dan memberitahu mereka akan bahaya ini. Tetangga itu berteriak padaku, ―Jangan sampai kau berkata seperti itu pada siapapun lagi! Jika kau melakukannya, mereka akan datang dan membunuh kita. Lagipula penembak itu kemungkinan besar bekerja untuk sisi yang lain.‖ Tidak, kukatakan padanya, ia membunuhi siapapun, tanpa melihat disisi mana mereka berada. (229)
Menemui
penembak
jitu
adalah
satu-satunya
cara
yang
dapat
menghentikan perang. Zahra termasuk wanita yang berani menghadapi penembak jitu tanpa mempedulikan resikonya. Meski ia gagal melaporkan penembak jitu tersebut ke stasiun radio atau koran, namun hal ini membuktikan bahwa Zahra memiliki kepedulian sosial di dalam situasi perang. Tingkatan tema terakhir yang terdapat di dalam Hikayat Zahra adalah tema tingkat egoik, manusia sebagai individu. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa ―menuntut‖ pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
41
individu, manusia pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang
berwujud
reaksi
manusia
terhadap
masalah-masalah
sosial
yang
dihadapinya. Masalah individualitas itu antara lain berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan. Masalah individualitas biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, atau sosok kepribadian seseorang. Selain memiliki jiwa sosial, Zahra juga memiliki karakter egois saat ia menikah dengan Majid, pria yang tidak ia cintai. Ia membayangkan dirinya merasa dingin saat bersama Majid. Zahra ingin tubuh dan hidupnya hanya untuk dirinya sendiri.
Ya Tuhan! Hal-hal yang kurasakan setiap kali Majid datang mendekat padaku! Angin dingin, dingin, mengepungku dengan ribuan siput merayap semakin dekat, merayap melewati lumpur sementara angin bertiup lebih kencang, membawa aroma busuk siput-siput itu, yang meresap ke dalam setiap pori-pori. Aku ingin hidup untuk diriku sendiri. Aku hanya ingin tubuhku menjadi milikku sendiri. Aku ingin tempat dimana aku berdiri dan udara yang mengelilingiku menjadi milikku dan bukan milik orang lain. (137)
Pemikiran Zahra yang digambarkan pada paragraf di atas membuktikan salah satu bentuk sikap egois Zahra terhadap Majid. Meski sudah menikah, namun Zahra enggan memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Di lain waktu Zahra mengunjungi konser penyanyi Lebanon bersama Majid di sebuah restoran di Afrika. Melihat penampilan Zahra yang berantakan, banyak pengunjung yang memperhatikannya hingga Majid merasa dipermalukan dan tak lama kemudian mengajaknya pulang. Zahra pun menjadi bahan cacian
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
42
Majid dan hanya bisa menangis. Setiba di rumah, ia masuk ke kamar mandi tanpa peduli panggilan dari Majid.
Ketukan terdengar dari pintu. ―Tinggalkan aku sendiri! Sendiri! Aku ingin tidur! Tidur! Tidur! Aku tak ingin siapapun menilaiku atau menilai segala yang kuputuskan untuk kulakukan atau tidak kulakukan.‖ Jika saja aku dapat tidur selamanya di atas lantai kamar mandi ini, satu-satunya tempat disini dimana aku tak merasa sedang berada di Afrika. Dimana aku dapat menghilang dan tak tahu dimana aku benar-benar berada. Lebih baik bagiku untuk dijadikan kamar mandi ini alam semestaku, sampai ketukan di pintu mereda, sampai suara itu berhenti—suara yang kukenali diantara ribuan suara karena ia adalah satu-satunya suara di rumah ini... suara dari seseorang yang katanya adalah suamiku. (142-143)
Sikap egois Zahra juga terlihat begitu ia menghindar dari dunia nyata. Ia tidak peduli dengan Majid. Ia hanya ingin dirinya berada terus di kamar mandi. Keegoisan Zahra semakin menjadi hingga Majid mengajukan perceraian terhadapnya. Keegoisan Zahra diperlihatkan saat terjadi masa perang, begitu ia dinyatakan hamil empat bulan oleh dokter kandungan. Merasa malu, Zahra meminta dokter untuk menggugurkan kandungannya. Sang dokter menolak keras dengan alasan kandungan tersebut sudah berisi ruh kehidupan. Akan tetapi Zahra tetap bersikeras membunuh anak di perutnya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
43
Ia mulai menulis di atas secarik kertas, namun aku nyaris kehilangan akal dan berteriak, ―Dokter, aku tidak ingin melahirkan anak ini. Tolong gugurkan kandunganku sekarang juga!‖ Ia tak memperlihatkan keterkejutan terhadap kata-kataku, dan terus menulis resep, yang kemudian dilipatnya dan diulurkan padaku. Alih-alih mengambilnya, aku mulai memohon, ―Aku memohon padamu! Nasibku berada di tanganmu. Aku mohon dengan sangat padamu. Berikan aku aborsi sekarang juga.‖ ―Wanita tidak pernah percaya mereka hamil,‖ gerutunya. ―Pertama mereka tak sabar untuk dapat hamil, dan kemudian, ketika itu terjadi, mereka sok malu-malu dan berkata, ‗Aku tak benar-benar menginginkan ini terjadi.‘‖ Kemudian ia berteriak kepadaku, ―Nyonya, kau ini terpelajar atau bodoh? Bagaimana mungkin aku melakukan aborsi terhadap dirimu ketika kandunganmu sudah memasuki bulan keempat? Jika baru satu, dua atau tiga bulan, itu tak masalah. Aku dapat menutup pintu dan, dalam waktu lima menit, melakukan aborsi. Tapi sekarang itu mustahil. Kau sedang membawa kehidupan.‖ Aku memohon, ―Berikan aku sesuatu untuk meracuni anak ini.‖ (289-290)
Keinginan Zahra melakukan aborsi yang ketiga kalinya dikarenakan paksaan Sami untuk menggugurkan kandungan. Masa perang bukanlah waktu yang tepat untuk membesarkan seorang anak sehingga jalan satu-satunya adalah aborsi. Namun karena usia kandungannya yang semakin membesar, dokter Razak tidak mau melakukan tindakan tersebut dan menyuruh Zahra tetap menjaga bayi dikandungannya. Dari hasil analisis yang disampaikan melalui tema, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa novel Hikayat Zahra memiliki tema yang dominan atau tema utama yaitu mengenai hubungan seksualitas antara tokoh utama dengan beberapa tokoh pria. Hal tersebut disampaikan oleh penulis karena banyaknya adegan yang ditunjukkan pada beberapa paragraf berdasarkan tingkat kejiwaan menurut Shipley. Tak hanya itu, hubungan seksualitas yang dilakukan oleh Zahra akan mempengaruhi kondisi dan keadaan perkembangan kejiwaan Zahra di setiap peristiwa yang terjadi. Sementara itu, tema sampingan yang
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
44
terdapat di dalam novel ini penulis menemukan adanya dua tema yaitu tema sosial seperti keadaan perang yang dialami Zahra di masa perang saudara Lebanon dan tema egoik berupa kondisi kejiwaan tokoh Zahra dalam menghadapi masalah hidupnya. Kedua tema sampingan ini hanya terjadi pada waktu tertentu saja seperti yang sudah penulis analisis sebelumnya.
3.3 Analisis Amanat Novel Hikayat Zahra termasuk ke dalam karya sastra yang memiliki amanat atau penyampaian moral secara tidak langsung. Hal tersebut sesuai dengan cara penyampaian cerita di dalam novel yang menggambarkan berbagai peristiwa dan konflik yang terjadi pada para tokohnya. Amanat atau ajaran moral yang hendak disampaikan dalam novel ini, penulis menafsirkannya sebagai salah satu novel yang mengungkap kisah tragis dari seorang perempuan dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Zahra sebagai tokoh utama mengalami problematika hidup untuk berusaha menyelesaikan masalah yaitu mengenai persembunyian kehamilan dan aborsinya dari kedua orang tuanya serta berusaha menghentikan perang melalui kehidupan seksualnya dengan penembak jitu. Berikut ini adalah dua paragraf yang membuktikan masalah yang dihadapi oleh Zahra sepanjang hidupnya.
Sedangkan aku, aku hanya merasa seperti anak perempuan lain yang kukenal, seseorang dengan orang tua berpendirian keras. Namun bayangan akan ayah, muncul dalam benakku, membuatku takut sampai pada taraf di mana aku yakin ia akan membunuhku jika ia sampai tahu. (43)
Rasa takut Zahra terhadap ayahnya membuat ia mampu menyembunyikan aborsinya pada keluarganya, meski ia tahu resiko yang kelak ia hadapi jika ayahnya mengetahui kenyataan yang terjadi. Sampai akhir hidupnya, Zahra telah berhasil menutupi kebohongannya. Tak hanya itu, masalah lainnya terjadi di masa perang saat Zahra menghadapi penembak jitu dengan kunjungannya setiap hari ke apartemen Sami.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
45
Kenapa, setiap hari, aku mengendap-ngendap melewati jalan kematian dan perang untuk tiba di tempat ini? Bisakah aku mengatakan bahwa aku telah dapat menyelamatkan seseorang, bahkan di saat-saat kami bertemu dan berhubungan? Namun aku tak dapat menganggap saat-saat itu menangguhkan kematian bagi siapa pun. Kunjunganku hanya menggantikan tidur siangnya. (238)
Keberanian Zahra menemui penembak jitu lantaran ingin menghentikan perang. Namun lambat laun ia mengerti bahwa hal tersebut hanya usaha yang siasia dan bukan untuk menyelamatkan hidup seseorang. Dari dua paragraf di atas, penulis dapat mengambil pelajaran bahwa sikap dan tindakan yang dilakukan oleh Zahra semasa mudanya pada akhirnya akan berakibat fatal dan menjadi masalah baru jika ia tidak jujur dan terus menutupi kebohongannya. Ia tidak dapat bertanggung jawab dan hanya lari dari masalah meskipun ia telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi segala resiko, seperti menghindar dari kekejaman ayahnya. Meski novel ini sempat mengalami kontroversial di negara Timur Tengah karena mengangkat tema tentang seksualitas, namun menurut sudut pandang penulis novel ini merupakan salah satu novel yang berani mengungkapkan kehidupan seksualitas yang masih tabu secara eksplisit di wilayah Timur Tengah. Penyampaian amanat juga dinyatakan oleh pengarang novel Hikayat Zahra dalam sebuah wawancara pada tahun 2003. Berbeda dengan penulis, Menurut al-Shaykh, Zahra telah melakukan hal yang terbaik dalam menyelesaikan masalahnya sampai batas kemampuan yang ia miliki. Zahra termasuk sosok wanita yang kuat dalam menghadapi cobaan meski berakhir dengan tragis di tangan sang penembak jitu.
3.4 Analisis Alur Alur dalam novel Hikayat Zahra berkisah tentang perjalanan hidup Zahra dari kecil hingga masa dewasanya yang berakhir dengan kematian. Kehidupan Zahra yang dipenuhi oleh ingatan masa kecil akan perselingkuhan orang tuanya, juga sikap keras ayahnya membuatnya menjadi pribadi yang penuh kebingungan
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
46
dan tanpa arah. Hal ini menyebabkan Zahra bersikap bebas tanpa tahu batasan norma hingga ia berhasil menutupi semua kesalahan di masa lalunya. Novel ini merupakan kisah Zahra yang hidup di masa damai sebelum perang sampai terjadinya perang bersaudara di wilayah tempat ia tinggal. Jenis alur yang digunakan dalam Hikayat Zahra termasuk ke dalam alur majemuk, yaitu alur yang tidak hanya mengandung alur utama namun juga terdapat alur sampingan atau sub plot. Dapat juga berarti perpaduan antara alur flashback dengan alur garis lurus. Hal ini dikarenakan banyak terdapat ingatan Zahra di masa lalunya dan juga alur sampingan berdasarkan kisah Hasyim dan Majid. Berikut adalah pembagian alur yang terdapat di novel Hikayat Zahra: (1)
Alur awal 1.
Paparan Ingatan Zahra di masa kecilnya yang menyebabkannya trauma dengan
masa lalu perselingkuhan ibunya dan kekejaman ayahnya. 2.
Rangsangan Zahra pergi ke Afrika, menemui pamannya namun mendapat pelecehan
dari sang paman. 3.
Penggawatan a. Zahra
berkenalan
dengan
Majid,
dilamar
olehnya.
Zahra
mengkhawatirkan dirinya yang sudah tidak perawan. b. (sub plot) Ingatan Zahra tentang Malik yang menghamilinya dan membuatnya mengalami aborsi dua kali. (2)
Alur Tengah 1.
Pertikaian/konflik a. Hasyim melakukan pelecehan lagi terhadap Zahra, sampai ia bersembunyi di kamar mandi. b. (sub plot) Zahra ingat dengan aborsi keduanya dan ia dirawat di rumah sakit jiwa karena dianggap mengalami guncangan. c. Zahra menerima lamaran Majid dan menyalahkan semua yang terjadi karena kesalahan pamannya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
47
Kemudian pada alur ini terjadi penurunan ke penggawatan karena masuk ke sudut pandang penceritaan Hasyim dan Majid. a. Hasyim mengabari pernikahan Zahra pada kedua orang tuanya. b. (sub plot) ingatan Hasyim akan masa lalunya menjadi seorang Kamrad di partai Lebanon hingga melarikan diri ke Afrika. c. Sudut pandang berubah ke Majid. Menceritakan kebahagiaan Majid menikahi Zahra dan (sub plot) ingatan akan masa lalunya yang tergolong miskin sebelum ia hijrah dan sukses di Afrika. d. Pada malam pertama, Majid mengetahui Zahra bukan lagi seorang perawan dan telah mengakui telah aborsi dua kali. Meski benci, Majid tetap menerima Zahra. Alur kembali ke pertikaian/konflik. a. Sikap Zahra menjadi dingin, Zahra dilaporkan oleh Majid ke pamannya dan mengalami guncangan hingga dirawat di rumah sakit. b. Teman Majid datang mengunjungi Zahra, namun Zahra malah bersikap seperti orang gila. c. Zahra dan Majid diundang ke konser, namun karena penampilan Zahra yang buruk, maka Zahra ditertawai oleh teman-teman Majid. d. (Sub plot) Karena malu, Zahra pulang dan bersembunyi di kamar mandi. Ia ingat tentang cerita Qarina di masa lalunya. e. Zahra meminta pulang ke Beirut. Disana ia bertemu dengan keluarga Majid yang miskin. f. Majid meminta Zahra kembali ke Afrika. Saat menyentuh Zahra untuk berhubungan, Majid malah digigit olehnya dan meminta cerai. 2.
Perumitan a. Zahra meminta menikah kembali dan mengulang pesta pernikahan. b. Pesta pernikahan terjadi, namun Zahra bertindak seperti orang gila saat acara dansa. c. Zahra kembali diobati. Karena menolak disentuh Majid, maka Majid menceraikannya. d. Zahra kembali ke Beirut dalam kondisi perang bersaudara dan pulang ke desa bersama orang tuanya tanpa Ahmad, kakaknya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
48
e. Zahra ke Beirut untuk menemui kakaknya dan mendapat kabar tentang keberadaan penembak jitu. f. Zahra ingin menemui sosok penembak jitu dan mencarinya di dekat apartemen bibinya. 3.
Klimaks a. Pertemuan Zahra dan penembak jitu hingga terjadi hubungan intim terus menerus dan Zahra merasa aman berada di dekat penembak jitu. b. (sub plot) Ingatan Zahra bagaimana ia bertemu dengan penembak jitu pertama kalinya di tempat bibinya. c. Kedatangan ibu Zahra dari desa. d. Zahra merasakan sakit di perutnya dan memeriksa pada dokter kandungan, kemudian dinyatakan hamil empat bulan. e. Zahra memutuskan ingin aborsi lalu bunuh diri, namun tidak jadi.
(3)
Alur Akhir 1.
Leraian a. Zahra memberitahu Sami, penembak jitu bahwa ia hamil dan meminta dinikahi. Sami menyetujui, namun marah begitu Zahra menuduhnya sebagai penembak jitu. b. Sami bersumpah dia bukan penembak jitu, dan berjanji akan menikahi Zahra.
2.
Selesaian Zahra pulang dari tempat Sami, namun malang ia malah mati tertembak
di tangan sang penembak jitu.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
49
Alur cerita Hikayat Zahra digambarkan dengan bentuk kurva sebagai berikut. Klimaks
Perumitan
Pertikaian/konflik
Pertikaian/konflik
Penggawatan
Leraian
Selesaian
Penggawatan
Rangsangan
Paparan
Dalam analisis alur, dapat diketahui bahwa alur mempengaruhi perkembangan perjalanan kehidupan Zahra sejak kecil hingga kematiannya. Maka alur yang terjadi dalam novel Hikayat Zahra berkaitan dengan tema utama dan sampingan yang telah disampaikan sebelumnya, yaitu adanya adegan seksualitas yang Zahra lakukan dengan beberapa pria, serta kondisi perang dan kejiwaan Zahra.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
50
3.5 Analisis Latar Novel Hikayat Zahra terbagi ke dalam dua buku. Dalam buku satu terdapat lima bab dan di buku kedua terdapat satu bab. Pada buku satu, latar yang dominan adalah Afrika, sementara buku dua berlatar Beirut. Pada novel ini terdapat tiga unsur latar, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Burhan Nurgiyantoro. Untuk menentukan apa saja latar yang terdapat dalam Hikayat Zahra, penulis membaginya menjadi tiga unsur latar. 1.
Novel Hikayat Zahra banyak menggunakan beberapa latar tempat di mana
Zahra sebagai tokoh utama berada. Berikut beberapa tempat yang disinggahi tokoh utama dalam novel ini. a.
Damaskus Zahra mengingat bagaimana ia pergi ke Damaskus saat ia masih kecil
bersama ibu dan kekasih ibunya yang ia benci.
Namun aku ingat kedatangan kami di Damaskus—ibuku, aku dan temannya yang tak pernah kusukai dan yang juga dapat merasakan kebencianku terhadapnya. (7)
Zahra terus meyakinkan dirinya berada di Damaskus tempat kekasih ibunya berada.
Sejak hari sebelumnya aku terus berkata pada diriku sendiri, ―Aku dalam perjalanan ke Damaskus.‖ Ketika kami akhirnya tiba di Damaskus aku berkata, ―Aku ada di Damaskus, padahal hanya beberapa saat yang lalu aku masih berada di tempat lain.‖ (8)
Berdasarkan kedua paragraf di atas, maka dapat dinyatakan bahwa Damaskus merupakan latar pembuka pada cerita Hikayat Zahra saat Zahra masih kecil. Damaskus juga merupakan tempat di mana Fatme dan selingkuhannya sering bertemu dengan mengajak Zahra sebagai saksinya. b.
Di rumah (dapur) Zahra trauma akan masa kecilnya begitu melihat perlakuan kasar ayahnya
terhadap sang ibu dan dirinya saat mengetahui perselingkuhan ibunya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
51
Tak kuingat bagaimana aku memasuki dapur dan mencium bensin, melihatnya terdesak ke lemari, menggeliat dalam cengkeraman ayah sambil berusaha melepaskan diri, meratap, ―Biarkan saja aku! Aku ingin mati.‖ (20)
c.
Bandara Afrika Pertemuan Zahra dan pamannya, Hasyim pertama kali setelah lama tidak
bertemu adalah di bandara Afrika.
Aku pikir aku akan mengenali wajah pamanku Hasyim begitu aku menginjakkan kaki di Bandara Afrika itu, meski aku baru melihatnya tidak lebih dari lima kali sepanjang hidupku. (23)
Bandara Afrika adalah tempat awal pertemuan Zahra dengan pamannya. Disinilah Zahra mulai mengenal kembali sosok pamannya yang ia ingat sejak kecil. d.
Garasi Garasi merupakan saksi bisu tempat Zahra dan Malik pertama kali
melakukan hubungan intim. Namun tak hanya sekali, bahkan beberapa kali dilakukan oleh mereka berdua.
Ketika ia pertama kali mengusulkan kamar di garasi itu, aku berusaha menolak. Tak lama kemudian ia meyakinkanku. Gagasan mengenai garasi itu adalah karena ia ingin menjaga reputasiku dengan aman. Tidak ada seorang pun yang seharusnya melihatku bersama seorang pria yang sudah menikah. (46-47)
Garasi yang sering disinggahi oleh Zahra dan Malik merupakan tempat yang aman bagi mereka berdua melakukan hubungan intim. Penulis menilai bahwa selama mereka di sana, tak ada satu pun orang yang curiga dengan persembunyian mereka di sana. Garasi adalah tempat yang sempit namun aman
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
52
dan jarang dilalui oleh orang lain sehingga Malik berani mengajak Zahra ke tempat itu untuk memenuhi hasrat seksualnya. e.
Bioskop Perlakuan aneh pamannya pada Zahra terjadi di bioskop saat mereka
menonton di bioskop.
Tindak tanduknya menggangguku sampai batas yang menjengkelkan, terutama pada suatu malam di bioskop. Saat film dimulai, aku sadar ada sesuatu yang langsung ditolak oleh pikiranku. (29)
Dalam novel Hikayat Zahra, latar bioskop hanya sekali ditampilkan. Namun bagi penulis, hal ini dapat dijadikan bukti bahwa latar bioskop salah satu pendukung dari perlakuan Hasyim terhadap Zahra. Di bioskop juga, Zahra ingat kembali dengan masa lalunya bersama Malik dan perselingkuhan ibunya. Tekanan batin dan rasa takut yang dirasakan Zahra juga ditunjukkan selama ia berada di bioskop bersama Hasyim. f.
Kamar mandi Kamar mandi merupakan tempat ‗favorit‘ Zahra ketika ia merasa
ketakutan atau pun mengingat kejadian menyedihkan di masa lalunya.
Aku terduduk di atas tempat tidur, kehabisan tenaga. Menurutku perilakunya sama buruknya dengan ayahku, terutama saat ia meninggalkan kamar dengan marah. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mendengar diriku sendiri berpikir, ―Tidak ada perpisahan denganmu, kamar mandi. Kaulah satu-satunya yang kukasihi di Afrika. Kau, dan alat-alat listrik yang tertumpuk di rak-rak.‖ (38)
Zahra juga menggunakan kamar mandi sebagai tempat persembunyiannya dari pamannya saat di Afrika.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
53
Aku bangkit dari tempat tidur, merasa sangat galau. Seakan-akan hanya perilakunya yang membangunkanku setiap pagi itulah yang menggangguku, bukan tindak tanduknya secara keseluruhan. Aku berlari ke kamar mandi yang penuh dengan tumpukan televisi dan duduk disana menangis dengan suara yang mungkin terdengar ke seluruh Afrika. (50)
Satu-satunya tempat yang dianggap bersahabat dengan Zahra adalah kamar mandi. Tempat ini memang menjadi tempat Zahra untuk melupakan segala masalahnya. Selama di Afrika, kebiasaan ini terus berlanjut sejak ia berada di rumah Hasyim sampai menikah dengan Majid. Meski ia hanya bersembunyi, namun sikap anehnya yang sering berlama-lama di kamar mandi dianggap oleh Hasyim dan Majid sebagai tindakan Zahra yang memiliki kelainan jiwa bahkan nekat untuk melakukan bunuh diri. g.
Afrika, Tempat Komunitas Orang Lebanon Selama tinggal di Afrika, Zahra bersama Majid tinggal di pemukiman
komunitas orang Lebanon.
Sekarang aku ingin tidur, meski aku dapat mendengar Majid berkata pada pamanku di ruang tamu bahwa ia tak dapat mentolerir aku lagi, bahwa masalahnya bukan lagi sekedar masalah keluarga, melainkan telah menjadi sesuatu yang memprihatinkan seluruh lingkungan sekitar. Semua orang sepertinya tahu, semua orang di dalam komunitas orang Lebanon. (175)
Di Afrika, Zahra tidak tinggal bercampur dengan penduduk Afrika asli, tetapi ia tinggal di komunitas orang Lebanon yang ada di Afrika. Hal ini memudahkannya berkomunikasi dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya dan tidak mengalami gap kebudayaan dengan masyarakat Afrika asli. h.
Beirut Sebagian besar wilayah Beirut mengalami perang, termasuk lingkungan
tempat Zahra tinggal setelah ia bercerai dari Majid.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
54
Apakah semua ini benar-benar terjadi di Libanon? Begitu tembak-menembak berhenti orang-orang langsung bergegas ke kafe di Hamra Street. (191)
Paragraf di atas memberikan pernyataan bahwa perang sedang terjadi di Libanon, khususnya di wilayah Beirut tempat Zahra tinggal. Salah satu jalan yang Zahra ketahui adalah Hamra Street, tempat di mana terdapat kafe yang sering dikunjungi oleh orang-orang selama masa gencatan senjata. Hamra Street terletak di wilayah Beirut. i.
Apartemen Penembak Jitu Di tempat ini Zahra berusaha mencari sosok penembak jitu di sebuah
apartemen dekat dengan apartemen bibinya.
Saat tiba di persimpangan jalan, kulihat gedung apartemen itu, terlihat begitu aman dan sunyi. Jendela-jendelanya tertutup, gorden dan kerainya tertutup. Sebuah pohon kurma kecil berdiri di pintu masuknya. Namun disanalah aku, masih berdiri di atas kedua kaki. Tidak ada apapun yang terjadi, dan saat aku mendongak ke arah garis langit gedung itu, aku tak melihat apapun kulihat ke belakang dan kuperhatikan sehelai besi bergelombang tertancap di tanah. Diatasnya tertulis, hati-hati penembak jitu!. Aku mendongak lagi dan kulihat udara diatas sama kosongnya dengan jalanan di bawah. Saat menaiki tangga, hidup perlahan mengalir kembali ke tubuhku. (217-218)
Keberanian Zahra memasuki wilayah penembak jitu didasari dengan rasa penasarannya yang kuat dan keinginannya menghentikan perang melalui penembak jitu. Namun hal tersebut malah membuat Zahra masuk ke dalam
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
55
perangkap sehingga ia tidak bisa lepas dari penembak jitu. Apartemen ini merupakan saksi bisu dimana Zahra melakukan hubungan seksual dengan Sami. j.
Apartemen Bibi Zahra pertama kali mengetahui posisi keberadaan penembak jitu saat ia
berada di apartemen bibinya.
Reaksiku, begitu tahu bahwa ada seorang penembak jitu bersembunyi di atap blok apartemen di sebelah apartemen tempat tinggal bibiku, adalah berlari dengan gemetar menaiki tangga, tiga anak tangga sekaligus, dan menyeruak masuk ke dalam apartemen tetanggaku untuk mengatakan padanya bahwa kami harus menghubungi stasiun radio atau koran al-Nahar dan memberitahu mereka akan bahaya yang ada di apartemen bibiku. (229)
Sebelum bertemu dengan penembak jitu, Zahra sempat mengunjungi apartemen bibinya yang tidak jauh dari apartemen Zahra tinggal. Namun ia mulai mengetahui begitu melihat sosok penembak jitu bersebelahan dengan apartemen bibinya. Apartemen bibi Zahra juga merupakan tempat pertama pertemuan Zahra dengan Sami. k.
Klinik Dokter Razak Klinik dokter Razak merupakan tempat Zahra memeriksa kandungannya.
Gedung dimana sang ginekolog memiliki kliniknya terlihat aneh. Jalan menuju kesana terletak di dalam sebuah taman yang ditelantarkan. Di bawah anak tangga yang pertama aku melihat sebuh pintu, tapi tak tahu lantai berapa yang kubutuhkan. Saat kuketuk pintunya tak seorang pun membuka, namun suara seorang wanita tua bertanya, ―Siapa yang kau cari?‖ Kujawab, ―Dr. Razak.‖ Suara tua itu menimpali, ―Di atas.‖ Aku menaiki tangga dan tiba dengan terengah-engah di ujung sebuah koridor. Seorang wanita muda menjawab ketukanku, dan saat aku meminta bertemu dengan sang dokter, ia berteriak, ―Ada seorang wanita disini yang menanyakanmu, Baba!‖ (284)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
56
Di klinik dokter Razak, Zahra sempat bersitegang dengan sang dokter karena hendak menggugurkan kandungannya. Berbagai alasan ia kemukakan demi mengaborsi bayinya, tetapi dokter Razak tetap bersikeras menolak menggugurkan kandungan yang sudah berjalan empat bulan. Pada akhirnya, penolakan dokter mempengaruhi pemikiran Zahra untuk melakukan bunuh diri. l.
Jalan Kematian Nama tersebut adalah pemberian penulis karena tidak disebutkan secara
rinci nama jalan yang menjadi tempat kematian Zahra. Tak jauh dari jalan tersebut adalah tempat tinggal penembak jitu.
Kenapa, setiap hari, aku mengendap-ngendap melewati jalan kematian dan perang untuk tiba di tempat ini? Bisakah aku mengatakan bahwa aku telah dapat menyelamatkan seseorang, bahkan di saat-saat kami bertemu dan berhubungan? (238)
Zahra sempat menyebut jalan yang selalu ia lalui dengan jalan kematian karena beresiko terkena tembakan dari penembak jitu atau pun orang-orang sekitar yang ikut berperang di wilayah tersebut. 2.
Latar waktu dalam novel Hikayat Zahra memuat seputar kehidupan Zahra
di masa sebelum perang dan masa perang saudara di Lebanon. Pada masa sebelum perang, terlihat kehidupan kecil Zahra saat itu yang hendak pergi ke klinik dr. Shawky. Namun yang terjadi adalah sang ibu sama sekali tidak ke tempat dokter.
Aku terus merasa gemetar dan gelisah, maski rasa takut itu akhirnya menghilang. Biar begitu, aku tahu dengan pasti sekarang bahwa kami tidak pergi ke tempat dr. Shawky seperti yang telah dikatakan ibuku, seperti yang telah diyakinkannya padaku, dan seperti yang telah terus aku percayai, meskipun dinding taman yang kami lalui tadi bukan yang biasanya kami lihat dalam perjalanan ke tempat dr. Shawky. (6)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
57
Zahra berusaha mengingat kenangan masa kecilnya tentang dokter Shawky yang membuatnya trauma dengan dokter saat itu.
Mungkin karena aku masih anak kecil, atau mungkin begitu banyak hari telah menumpuk sejak kunjungan itu sehingga masa lalu yang jauh itu menjadi gelap. Atau mungkin karena aku telah mengantisipasi kunjungan ke dr. Shawky, sehingga pikiranku telah membangkitkan gambaran ruang bedah, perabot di dalamnya dan wajah sang dokter yang tidak asing lagi. (7)
Latar waktu yang ditunjukkan oleh Zahra semasa kecilnya dikaitkan dengan kunjungannya ke klinik dokter Shawky, meski hal itu tidak pernah terjadi lantaran Fatme malah menemui selingkuhannya. Keadaan mulai berubah setelah Zahra beranjak dewasa. Dalam novel ini, penulis menemukan keadaan perang yang terjadi pada masa setelah perceraian Zahra dengan Majid. Ia kembali ke Beirut setelah pulang dari Afrika, dan menemukan dirinya berada dalam situasi perang bersaudara. Perang saudara di Lebanon terjadi sekitar tahun 1975-1990. Hal ini memberikan pembuktian bahwa Zahra berada pada masa itu. Keadaan perang Lebanon tahun 1975-1990 Suasana yang terjadi di kota Beirut selama masa perang di siang dan malam hari.
Pada siang hari rumah kami terasa berbeda dengan saat malam hari. Di pagi hari, rumah akan dipenuhi oleh kesibukan rutinitas sehari-hari. Tempat tidur, kursi, ruang
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
58
makan, gambar-gambar di dinding, panci dan wajan di dapur, pot-pot berisi daun basil dan cabai merah yang berjejer di ambang jendela, aroma makanan yang menghembus dari dapur ke kamar tidurku: semua ini sama seperti sebelum perang. Namun pada malam hari tempat ini berubah, menjadi benteng kota berhantu. Gemuruh artileri terpantul dari dinding-dinding, pekikan roket menusuk telinga kami dan menjangkau inti terdalam diri kami, dan tempat perlindungan kami yang damai menjadi penuh oleh bayang-bayang ketakutan dan suara peluru. (188-189)
Kondisi perang yang terjadi terlihat dalam paragraf di atas. Novel Hikayat Zahra sebagian besar juga mengungkap situasi perang pada saat itu, dimana pagi hari menjadi waktu yang damai, sementara di malam hari berubah menjadi waktu yang mencekam bagi masyarakat sekitar tempat Zahra tinggal. Situasi mencekam juga terjadi pada Zahra dan ibunya yang merasa terancam dengan kehadiran roket yang nyaris menghantam rumahnya.
Sebelum aku dapat berteriak, sebuah ledakan pecah di jarak yang dekat dan jantungku jatuh ke antara kedua kakiku. Tak tersisa apa pun di dalam diriku, kecuali suaraku. Tapi, bahkan yang ini pun tak dapat kukendalikan lagi. Kuangkat kepala dan kulihat ibuku menangis bagaikan anak kecil, menyembunyikan wajah di tangannya, tak sanggup bergerak barang satu inci pun. Saat kuangkat kepala, lampu kembali menyala, menunjukkan pada kami di mana kami berada, menunjukkan pada kami bahwa kami masih hidup. Aku bertanya-tanya, ―Apakah rumah kami berada di bawah pengawasan? Apakah mereka berusaha membunuh kami?‖ Tapi roket-roket itu datang dari berbagai arah. Bukan saja rumah kami yang merupakan sasaran. Seluruh wilayah, semua gedung di Beirut, semua orang di kota ini merupakan sasaran. Gemuruh pertempuran dimulai kembali. (201-202)
Kondisi yang berbeda terlihat di waktu yang bersamaan ketika Zahra dan kedua orang tuanya pulang ke desa. Di desa, perang tidak menyentuh wilayah ini.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
59
Namun mereka yang tinggal di desa-desa terkejut mendengar berita mengenai apa yang sedang terjadi di Beirut dan Tripoli. Saat membicarakan perang, seakan mereka menyebutkan kota-kota yang tidak memiliki tempat di dalam hidup mereka. Hari-hari mereka dilewati seperti biasa. Mereka mengurusi kebutuhan rutin mereka dan mengabaikan perang yang mengamuk hanya beberapa kilometer saja dari sana. (206)
Situasi yang kontras terjadi manakala di desa tidak terjadi perang. Desa digambarkan sebagai tempat yang aman dan tenang, jauh dari kebisingan dan keributan yang terjadi di kota. Latar waktu yang terlihat dalam novel Hikayat Zahra hanya menjelaskan secara rinci masa perang dan kehidupan Zahra sejak kecil. Selama masa pernikahan, tidak diperlihatkan waktu yang tepat dan di usia berapa Zahra menikah. 3.
Latar sosial yang ditunjukkan dalam novel Hikayat Zahra adalah keyakinan yang dianut oleh kedua orang tua Zahra. Ibunya yang sedang bertengkar dengan ayahnya saat Zahra masih kecil, melakukan sumpah terhadap Ka‘bah yang merupakan pusat ibadah umat Muslim. Selain itu juga ditunjukkan sumpah terhadap al-Qur‘an saat ayah Zahra belum sepenuhnya percaya dengan perkataan istrinya
mengenai
perselingkuhannya.
‖Aku bersumpah demi Tuhan, demi rumah suci Ka‘bah, aku tidak melepas stocking dihadapannya. Ia hanya memberiku tumpangan sekali saja dari Riad al-Solh, karena hujan. Aku bersumpah demi Siti Zaenab, anak perempuan Nabi, aku tak pernah melepas stockingku.‖ Ayahku sedikit mereda saat didengarnya kalimat terakhir, namun beberapa saat kemudian mulai berteriak bagaikan orang gila, ―Fatme, apakah kau bersumpah demi al-Qur‘an?‖ (21)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
60
Secara lebih terperinci, agama Islam yang dianut oleh keluarga Zahra adalah Islam Syiah. Wilayah Beirut menjadi salah satu tempat keberadaan masyarakat Syiah di Lebanon. Namun sosok Zahra tidak memperlihatkan sebagai seorang muslimah Syiah yang taat beragama. Terlihat dari masalah hidup yang ia lalui selama ini. Pernyataan Ibrahim mengenai perang yang terjadi saat itu memberikan gambaran tentang keadaan perang yang sesungguhnya. Perang yang terjadi adalah perang antarbangsa, bukan antaragama.
Ayahku menyerang dan mencelanya, ―Kau sungguh bodoh! Kau akan selalu menjadi bodoh! Ini adalah perang antarbangsa, bukan antara orang Kristen dan Muslim!‖ Apakah semua ini benar-benar terjadi di luar dinding-dinding kami? Dan apakah hidup masih terus berjalan sebagaimana sebelum perang? Apakah semua ini benar-benar terjadi di Libanon? Begitu tembak-menembak berhenti orang-orang langsung bergegas ke kafekafe di Hamra Street. Sudut al-Mazraa menjadi penuh sesak oleh penjual roti wijen, jalan menuju Sidon dijejeri orang-orang yang menjual selada dan lobak. Para fotografer berita memotret kehidupan selama gencatan senjata, dan sebuah koran terkenal memberi judul salah satu foto itu, ―Andai kemacetan memiliki arti!‖. (191)
Tak hanya itu, kehidupan yang terjadi pada saat siang dan malam pun berbeda. Seusai penembakan terjadi, keadaan kembali normal dan banyak orang yang mengunjungi rumah makan di Hamra Street. Menurut pandangan Zahra dan pengakuan Ahmad, perang yang Ahmad ikuti adalah perang dalam menegakkan hak kaum minoritas seperti dirinya yang berlatar sosial Syiah.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
61
Aku ingin kembali ke Beirut, namun bukan karena aku dapat menerima bahwa salah satu kelompok yang sedang bertempur di dalam perang saudara itu lebih benar dari yang lainnya. Ahmad dan teman-temannya mengaku sedang berjuang melawan eksploitasi. Dalam rangka ingin menarik perhatian kepada tuntutan minoritas yang tertindas, Syiah, mereka ingin menghancurkan imperialisme bersamaan dengan kekuatan isolasionis serta rezim yang telah rapuh dan compang-camping. Namun kata-kata indah mereka tak pernah membunuh imperialisme, sementara mereka tetap bertahan di belakang barikade, menghadap gedung-gedung dan toko-toko dan barikade lawan. Peluru melayang, bom meledak, asap membumbung dan tubuh berdarah, tapi tak satu pun dari itu membantu dalam menyentuh rezim yang telah membusuk. (210)
Dalam paragraf di atas menunjukkan alasan pertempuran yang terjadi. Pada kenyataannya, banyak korban yang berjatuhan dan perang tidak pernah usai di wilayah Beirut sehingga alasan Syiah juga bukan alasan kuat mengapa perang bisa terjadi. Dari hasil analisis terhadap ketiga latar yang terdapat dalam Hikayat Zahra, penulis menyimpulkan adanya keterkaitan dari ketiga unsur latar ini. Latar tempat merupakan latar yang mempengaruhi perkembangan kejiwaan Zahra. Latar tempat yang sering dilalui oleh Zahra adalah Afrika dan Beirut. Di Afrika, Zahra menikah dengan Majid dan terjadi berbagai peristiwa yang dialami oleh Zahra. Sementara di Beirut, Zahra berada dalam situasi perang dan menemukan sosok penembak jitu yang ia cintai. Sementara latar waktu dan sosial lebih banyak mengungkap keadaan Zahra di masa perang bersaudara. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa latar tempat adalah latar yang mendominasi kehidupan dan kepribadian tokoh Zahra.
3.6 Analisis Sudut Pandang Novel Hikayat Zahra menggunakan teknik sudut pandang persona pertama ―aku‖. Secara keseluruhan, tokoh ―aku‖ adalah Zahra sendiri. Namun pada buku satu bab tiga dan empat, tokoh ―aku‖ berganti menjadi sosok Hasyim dan Majid.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
62
1.
―Aku‖ Tokoh Utama ―Aku‖ yang ditunjukkan adalah tokoh utama, Zahra. Di bawah ini adalah
pembuka bab dua saat Zahra menemuui pamannya pertama kali di bandara Afrika.
Aku pikir aku akan mengenali wajah pamanku Hasyim begitu aku menginjakkan kaki di bandara Afrika itu, meski aku baru melihatnya tidak lebih dari lima kali sepanjang hidupku. Ia jarang mengunjungi kami ―sebelum melarikan diri ke Afrika‖, untuk hidup dalam pengasingan, namun kehadirannya tetap ada di antara kami dimanapun ia kebetulan berada, bagaimanapun keadaannya. (23)
Tokoh ―Aku‖ yang diperankan oleh Zahra mendominasi keseluruhan isi dari novel. Tokoh ―Aku‖ adalah tokoh sentral yang dikisahkan dan mengalami berbagai masalah di hidupnya. Novel ini menggunakan sudut pandang pertama akuan agar memudahkan pembaca larut dalam ceritanya dan memahami kehidupan tokoh Zahra. 2.
―Aku‖ Tokoh Tambahan Pada bab tiga Hikayat Zahra, tokoh ―aku‖ beralih ke tokoh Paman Hasyim
dengan alur yang tetap mengikuti jalan cerita Zahra. Dalam bab ini, Hasyim menceritakan sebagian besar masa lalunya sejak ia masih tinggal di Lebanon hingga pindah ke Afrika dan bertemu dengan Zahra. Bab tiga dibuka dengan narasi Hasyim yang akan menulis surat kepada kedua orang tua Zahra mengenai pernikahan anak mereka.
Aku berjalan di atas jalanan tak beraspal, menggenggam pulpen dan kertas, berusaha menyusun kalimat telegram untuk saudaraku, Fatme dan saudara iparku, Ibrahim yang akan mengabarkan mereka perihal pernikahan Zahra yang akan datang.― (60)
Bab empat menceritakan kisah Majid, suami Zahra. Setelah menikah dengan Zahra, Majid menceritakan masa lalunya dari kecil sampai ia dewasa dan tinggal di Afrika. Pertemuannya dengan Zahra merubah hidupnya. Alur cerita
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
63
kembali lagi pada kisah perkawinan mereka, hingga diakhir bab empat mengenai sikap Zahra yang menjadi gila begitu bertemu dengan teman Majid di rumah. Dalam pembuka bab empat, Majid menceritakan kabar pernikahannya dan alasannya menikahi Zahra.
Aku menikahi Zahra bahkan tanpa mengenalnya. Saat aku melihatnya dan kudengar ia masih seorang perawan tua dan bahwa ia adalah keponakan Hasyim, aku berpikir, inilah pengantin yang telah siap menunggu. Dengan menikahinya aku tidak harus pergi ke Libanon untuk mencari istri. Aku akan menghemat ongkos perjalanan dan seserahan, berhubung kudengar pengantin wanita disini tidak mengharapkan seserahan seperti mereka yang ada di kampung halaman. Bahkan jika ia memaksa, ia takkan menemukan toko-toko seperti yang ada di Souk Sursok. Bahkan perhiasan disini berbeda dan lebih murah. (107)
Dalam analisis sub bab ini, penulis berpendapat bahwa sudut pandang berperan besar untuk menentukan karakter Zahra karena tidak hanya melalui sudut pandang orang pertama yaitu tokoh Zahra sendiri, tapi juga sudut pandang pertama tambahan dari Hasyim dan Majid. Kedua tokoh ini dapat menilai karakter Zahra melalui perspektif pribadi mereka tentang Zahra.
3.7 Analisis Tokoh dan penokohan Dalam novel Hikayat Zahra, para tokohnya memiliki peran yang berbedabeda. Teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya dapat dibedakan ke dalam dua cara yakni teknik ekspositori (pelukisan secara langsung) dan teknik dramatik (pelukisan secara tidak langsung). Dalam sebuah novel bisa menggunakan kedua teknik tersebut untuk mengungkapkan penokohan tokoh. Untuk novel Hikayat Zahra, penokohan dari para tokohnya ditampilkan melalui kedua teknik tersebut dan disampaikan melalui sudut pandang dari tokoh Zahra maupun Hasyim dan Majid, sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab sudut pandang. Pada sub bab ini, analisis tokoh dan penokohan dilakukan pada tokoh utama dan tokoh bawahan yang berperan dalam novel Hikayat Zahra. Tokoh
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
64
utama terdiri dari satu tokoh saja, yaitu Zahra. Untuk tokoh dan penokohan Zahra, penulis menganalisisnya pada bab empat. Sementara untuk tokoh bawahan, penulis menganalisis di sub bab ini. Penulis hanya mengambil beberapa tokoh bawahan yang mempengaruhi jalan cerita novel dan kehidupan Zahra. Tokohtokoh tersebut digambarkan melalui dimensi fisik, dimensi sosial dan dimensi psikis yang penulis temukan dalam novel. Adapun para tokoh bawahan yang berperan dalam novel ini diantaranya adalah sebagai berikut. 1.
Ayah (Ibrahim) Tokoh Ayah berperan penting dalam perkembangan karakter Zahra. Sejak
kecil, rasa trauma dan takut Zahra bermula dari karakter keras ayahnya. Sosok ayah digambarkan sebagai seorang karyawan yang bekerja di sebuah trem. Ia bekerja di trem dari pagi sampai malam hari.
Sedangkan ayahku, perhatiannya tercurah pada trem. Aku takkan terkejut jika suatu hari ia pulang dengan menarik kereta tremnya di belakangnya. (13)
Zahra mengalami trauma sejak kecil atas perlakuan kasar ayahnya. Zahra menggambarkan ayahnya sebagai sosok ‗Tuhan‘ yang ia takuti.
Ayah tidak menggubrisnya, melainkan terus menghujaniku dengan pukulan. Suaranya menyerangku, kata-kata terlontar dari antara kedua bibirnya. Aku hanya tahu rasa takut akan Tuhan yang memakai setelan khaki ini, rasa takut akan tremnya, rasa takut akan tubuhnya yang kuat. (20)
Ibrahim sering terlihat menyeramkan bagi anaknya. Tak hanya suaranya yang keras dan menakutkan, melainkan sifat pemarahnya dan sikap kerasnya yang membuatnya ia terlihat lebih seram. Gambaran Zahra mengenai fisik ayahnya ia tunjukkan seperti sosok Hitler, seorang pemimpin Jerman yang ditakuti pada perang dunia kedua.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
65
Ayahku selalu brutal. Penampilannya seperti menggambarkan karakternya: wajah cemberut, kumis seperti Hitler di atas bibir tebal dan penuh, badan yang berat. Apakah aku salah menilainya? Ia memiliki kepribadian yang keras. Ia melihat seluruh kehidupan secara hitam atau putih. (34)
Sesuai dengan gambaran sosok Hitler, Ibrahim merupakan ayah penguasa bagi anak-anaknya. Wataknya yang keras kepala tidak mencerminkan kasih sayang dalam dirinya. Inilah yang membuat Fatme nekat berselingkuh dan ingin bercerai dari Ibrahim, meski keinginan tersebut tidak pernah dikabulkan oleh Ibrahim. Saat mengalami perang bersaudara di Lebanon, Zahra memandang ayahnya tidak lagi menakutkan seperti dulu. Banyak perubahan fisik yang terjadi pada Ibrahim. Tubuhnya berubah menjadi kurus dan Zahra menyamakannya seperti orang tua yang berjualan di depan sekolahnya.
Dalam cahaya yang redup dapat kulihat betapa banyak ia telah berubah. Ia bukan lagi sesosok monster gemuk yang di dada dan bahunya terdapat rambut hitam yang melengkung seperti kecoak. Kuperhatikan betapa tubuhnya telah menjadi kurus, dan bagaimana kepalanya sekarang terus gemetar, persis seperti orang tua yang biasa duduk di luar sekolah kami, berjualan kacang-kacangan kuning. (203-204)
Seiring waktu, sosok Ibrahim tidak sekeras dulu. Berkat perubahan fisik yang semakin menua, Zahra tidak lagi takut menghadapi ayahnya. Ia tetap menghormati dan menyayangi ayahnya. Karakter keras dari sang ayah membuat penulis mengkategorikannya sebagai tokoh sederhana yang antagonis. Tokoh ini hanya memiliki sifat tertentu, dan mempengaruhi kejiwaan Zahra sejak kecil sehingga Zahra menjadi takut dan menghindar dari kemarahan sang ayah. 2.
Ibu (Fatme) Ibu merupakan tokoh yang tidak mencerminkan sosok seorang ibu pada
umumnya. Ia hanyalah sosok ibu egois yang menginginkan cerai dari suaminya tanpa peduli nasib anak-anaknya. Selain itu, sejak keberadaan seorang pria lain di
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
66
hidupnya, ia menjadi ibu yang suka berselingkuh dari suami. Gambaran tersebut Zahra ungkapkan melalui paragraf di bawah ini.
Namun setiap kali aku mulai berpikir seperti itu, aku merasakan kegetiran terhadapnya dan bergidik. Kubawa kepedihan dan kebencian ini di dalam diriku setiap kali aku tidak mematuhinya dan merasa tertolak, terabaikan olehnya. Pria itu menjadi pusat hidupnya, dan disekelilingnya bukanlah apa-apa kecuali bara api yang beterbangan. Aku tak henti-hentinya bertanya pada diriku sendiri, namun perasaan tanpa nama ini terus bertahan. (11)
Zahra merasa cemburu ketika ibunya, Fatme lebih mempedulikan pria selingkuhannya ketimbangg dirinya. Kekecewaan tersebut ia tanam sejak kecil sampai ia dewasa dan ingat dengan berbagai peristiwa yang membawanya kepada perselingkuhan tersebut. Selain itu, Zahra menggambarkan bagaimana ibunya tidak ingin memiliki anak lagi dan meminta cerai melewati kakeknya.
Ia tidak ingin memiliki anak dari ayahku. Ia akan menyebut kata ―cerai‖ setiap kali kami mengunjungi kakek di dalam bilik tembakaunya, dan kakek akan selalu mencelanya, ―Bertobatlah Fatme. Akuilah Tuhan. Bertobatlah, anakku!‖ (37)
Sejak hidup berumah tangga dengan Ibrahim, Fatme hanya memiliki dua anak yaitu Ahmad dan Zahra. Pernah ia mengandung anak kembar, namun ia gugurkan karena tidak mau mendapat anak lagi dari Ibrahim. Keputusan untuk bercerai tidak pernah ia dapat dari Ibrahim. Hanya kepada ayahnya, kakek Zahra, Fatme berani memutuskan untuk bercerai. Gambaran fisik sang ibu dijelaskan melalui penyampaian tokoh Zahra. Fatme memiliki mata biru, rambut pirang, wajah bulat dan lesung di dagu.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
67
Sekali lagi, aku melihat wajah bulat pucat ibuku, lesung di dagunya, mata birunya, rambut pirangnya. Aku melihat tangan montoknya, baju biru sutranya, cadar hitam yang menutupi roman mukanya. Aku melihat dia dan pria itu bersama di pegunungan, ―dekat pohon kenari.‖ (51)
Penggambaran tokoh Fatme secara rinci Zahra ceritakan saat ia melihat ibunya bersama kekasih gelapnya. Sosok ibu seperti wanita Arab pada umumnya yang cantik dan menawan. Perubahan karakter yang dialami oleh tokoh ibu digambarkan Zahra setelah Fatme mengalami berbagai peristiwa di hidupnya. Ia lebih memikirkan nasib anak perempuannya, setelah menyerah dengan nasib Ahmad. Fatme juga telah menunaikan pergi haji.
Kemudian surat-suratnya datang dari dunia yang berbeda, paling tidak berbeda dari dunia di dalam dinding-dinding rumah orang tuaku, dari dunia kekhawatiran terusmenerus ayahku, dari dunia ibuku, yang hanya membangkitkan kenangan akan ibu yang dahulu, yang tak lagi menggambarkan dirinya yang sekarang, setelah menjadi hajjah, seorang wanita yang telah berziarah ke Mekkah; seorang ibu yang pencemas, prihatin akan masa depan anak perempuannya, setelah menyerah akan masa depan anak lelakinya Ahmad yang berusaha menjadi seorang pedagang di pasar, kemudian menjadi seorang calo tiket bioskop. (156)
Sosok Fatme mulai terlihat seperti sosok ibu yang khawatir dengan keadaan anaknya sejak ia menjadi seorang hajjah. Ia tidak lagi menemui kekasihnya saat Zahra telah menikah dengan Majid. Fatme tidak lagi bersama pria tersebut lantaran ia tidak pernah diceraikan oleh Ibrahim. Pernikahannya dengan Ibrahim berjalan dengan harmonis setelah mereka bertambah tua. Tokoh ibu termasuk ke dalam tokoh sederhana dan protagonis. Selain itu, meski pada mulanya ia bersikap acuh terhadap anak-anaknya karena berselingkuh, namun perlahan ia mulai memikirkan kondisi anaknya terutama saat Zahra telah
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
68
menikah dan ketika berada di situasi perang. Keadaanlah yang membuatnya sadar dan merubah sikapnya terhadap suami dan anak-anaknya. 3.
Ahmad (Kakak Zahra) Ahmad dianggap oleh Zahra sebagai kakak yang tidak pintar. Ia sering
keluar dari sekolah. Perlakuan kedua orang tuanya terhadap Zahra dengan Ahmad juga tidak adil. Hal ini digambarkan melalui pernyataan Zahra saat Ahmad hendak dikirimkan ke Amerika oleh ayah atau pun perbedaan jumlah makanan yang diberikan.
Mimpi ayah satu-satunya adalah mengumpulkan cukup uang untuk mengirim Ahmad ke Amerika untuk belajar teknik listrik. Kenapa teknik listrik? Tak dapat kubayangkan. Ahmad bahkan hampir tak dapat membaca atau menulis. Ia selalu dikeluarkan dari sekolah. Sifat keras ataupun ancaman ayahku tak pernah berpengaruh terhadap Ahmad. Namun rencana ayah untuk mengirimnya ke Amerika tetap tak tergoyahkan. Daging terus diberikan untuk Ahmad. Telur untuk Ahmad. Tomat segar untuk Ahmad. Begitupun buah zaitun yang paling besar. (35)
Kegagalan dalam mendidik Ahmad lantas tidak membuat kedua orang tuanya untuk tidak membandingkan Ahmad dengan Zahra. Ahmad juga digambarkan sebagai orang yang suka mencuri. Namun sang ibu malah menutupi kebiasaan buruk anak laki-lakinya itu.
Ia berbohong demi anak laki-lakinya, bahkan saat anak laki-lakinya itu berusaha mencuri gelang emasnya saat ia tidur. Suatu kali ia terbangun dengan panik dan mendapati gelangnya sudah terjuntai dari lengannya sementara Ahmad sedang melarikan diri. Ia kembali tidur setelah mengencangkan kembali gelang emas itu di lengannya. (36)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
69
Perbedaan usia antara Zahra dengan Ahmad berjarak tujuh tahun. Sebelumnya Zahra juga memiliki saudara kembar setelahnya, namun sang ibu menggugurkannya.
Ahmad berusia tujuh tahun lebih tua dariku. Diantara kami telah ada sepasang anak kembar, seorang anak perempuan dan anak laki-laki, yang hidup namun hanya sejenak di dalam mangkuk porselen setelah ibuku menggugurkan mereka. (36)
Perubahan fisik terjadi pada Ahmad saat perang saudara Libanon. Dia bergabung dengan pasukan tempur dan membawa senapan.
Kurenggut tangan kakakku Ahmad yang, setelah menghilang selama satu tahun, telah kembali dengan memakai seragam tempur dan membawa senapan. Ia menumbuhkan janggut dan memberitahu kami bahwa ia ditugaskan di Al-Chiah. (192)
Perang saudara mengantar Ahmad pada sebuah pertempuran. Sejak perang melanda Beirut, Ahmad jarang pulang ke rumah kecuali terjadi gencatan senjata. Alasan Ahmad bergabung dalam pertempuran karena ia ingin membela hak kaum minoritas semacam Syiah. Setiap kali berdiskusi dengan Zahra, Ahmad selalu mengubah alasan bertempur demi Syiah atau pun Palestina. Bahkan ia mengatakan ingin melawan kaum imperialisme. Hal ini yang membuat Zahra bingung untuk apa sebenarnya perang terjadi di wilayahnya. Dari analisis tentang Ahmad, tokoh ini dikategorikan sebagai tokoh sederhana dan protagonis, karena ia tidak memiliki perkembangan watak dan tidak bersimpangan dengan pemikiran Zahra. Ahmad digambarkan sebagai sosok kakak yang baik bagi Zahra. 4.
Malik Malik merupakan orang yang pertama kali merenggut keperawanan Zahra.
Malik termasuk ke dalam tokoh sederhana, karena tidak mengalami perubahan
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
70
watak. Pada kutipan ini Zahra pertama kali menyebut nama Malik, pria yang sudah memiliki istri dan anak.
Aku menyimpan Malik jauh-jauh. Aku menyimpan jauh-jauh tempat tidur sempit di dalam garasi di mana ia menindihku. Aku menyembunyikan foto istri dan anaknya, yang selalu ia bawa di dalam dompet, dan yang telah kulihat sekilas saat ia membayar kopi di kafe yang sering dikunjungi hanya oleh mereka yang takut untuk terlihat bersama, jauh-jauh. (42-43)
Zahra merasa kecewa dengan perlakuan Malik terhadapnya. Rasa tanggung jawab dan iba tidak ia perlihatkan pada Zahra, kecuali mengajaknya untuk melakukan aborsi. Malik termasuk pria yang berjiwa bebas dan mengikuti budaya barat sehingga tidak malu dengan perbuatannya sendiri. Sebelum Zahra mengenal lebih jauh, Malik merupakan teman Ahmad. Malik juga yang memberikan Zahra pekerjaan sebagai juru ketik di pabrik alRegie.
Pada pertemuan kedua kami, ia berkata bahwa ia telah menemukan sebuah pekerjaan untukku sebagai juru ketik di pabrik Al-Regie yang terletak di daerah pinggiran kota. Kakakku telah menyuruhku datang ke kantor real estatenya suatu pagi untuk memintanya mencarikanku pekerjaan. Aku ragu-ragu sebelum pergi, namun hanya sedikit, karena Malik adalah teman Ahmad dan teman keluarga kami. Ia akan datang setiap malam bersama Ahmad, dan akan membawa bungkusan berisi telur atau tomat atau daging. Setiap malam mereka membawa makan malam mereka dari luar dan ia bersama Ahmad duduk di dapur, makan dan tertawa. (46)
Setiap pertemuan yang dilakukan oleh Zahra dan Malik membawa bencana bagi Zahra sendiri. Ia tidak mampu melepas diri dari pria itu. Sejak
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
71
keperawanannya terenggut, Zahra bersikap setia di hadapan Malik hingga kehamilan Zahra yang kedua kalinya. Sosok Malik digambarkan oleh Zahra sebagai pria yang pandai menghipnotis dirinya. Zahra menyatakan dia tidak mencintai Malik, namun dia bisa menyerahkan tubuhnya pada pria ini karena merasa terhipnotis dan takut pada Malik.
Oh Pamanku, jika setelah semua ini kau bertanya padaku apakah aku mencintainya, aku harus menjawab, ―Tidak, aku tak pernah mencintainya. Aku tak tahan bersamanya. Tapi aku terhipnotis. Mungkin ia memiliki mantra yang tertulis atau menyuruh tukang sihir untuk menuliskannya.‖ Mengapa aku selalu pergi padanya, meski aku tak memiliki perasaan terhadapnya sama sekali? Bagaimana rasa takutku bisa begitu mendominasi? Mengapa aku membiarkan rasa takut yang mengherankan ini menguasai setiap momen dalam hidupku, bahkan saat aku sedang bekerja di dalam pabrik, sehingga aku akan memikirkan Malik yang sedang menungguku di dalam mobilnya, yang terparkir di depan pintu masuk utama? Mengapa aku membiarkan rasa takut itu melumatku dan, sedikit demi sedkit, membuatku merusak wajahku sampai terlihat seperti sekarang ini? (168-169)
Ketakutan yang Zahra tunjukkan hanya sebatas pada dirinya sendiri tanpa menunjukkannya pada Malik. Ia menuruti semua keinginan Malik hingga aborsi yang kedua sejak ia dinyatakan mengalami gangguan syaraf. Sejak itu pula Zahra bebas dari Malik dan kabur ke Afrika dengan alasan menemui pamannya. Dari hasil analisis mengenai tokoh Malik, penulis berpendapat bahwa Malik adalah sosok pria yang tidak bertanggung jawab. Terlihat dari sikapnya yang mudah memainkan perasaan Zahra, menipunya hingga Zahra hamil dan melakukan aborsi dua kali. Tokoh Malik dapat dikatakan termasuk kategori tokoh antagonis,
karena
membiarkan
Zahra
menderita
tekanan
batin
dan
mempermalukan masa depan Zahra saat wanita ini hendak menikah.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
72
5.
Hasyim Aloush (Paman Zahra) Gambaran tokoh Paman dijelaskan oleh Zahra pada saat ia pergi ke Afrika.
Hasyim
termasuk
tokoh
sederhana,
karena
perubahan
wataknya
tidak
diperlihatkan secara jelas. Selain itu, ia juga dianggap sebagai tokoh antagonis, karena melawan sisi kejiwaan Zahra. Hasyim merupakan sosok yang kuat dan ikut bergabung dengan salah satu partai di Lebanon.
Semua yang berhubungan dengan pamanku, bagaimanapun juga, adalah luar biasa: obrolannya, gaya hidupnya, makanannya, temannya. Ia bahkan meninggalkan rumah dan dari waktu ke waktu tinggal di sebuah kamar sewaan di sebuah blok dekat American University. Aku biasa mendengar Wafa bercerita pada kakekku, setiap kali kami mengunjunginya di selatan, bahwa Hasyim makan tiram dan kerang-kerangan lain, bahwa ia telah membeli gramofon dan pringan hitam dan berusaha mengajari Wafa serta teman-temannya berdansa Tango. Sepanjang musim panas ia tinggal di sebuah hotel elegan di Dhour al-Shuwair dimana ia biasa berenang. Akan diparkirnya motor sewaannya di depan markas besar polisi, tak mengindahkan ancaman sang penjaga gedung. Akan diundangnya wanita-wanita ke rumah orang tuanya di kota sementara mereka sedang berada jauh di desa, mengacuhkan pandangan curiga dari para tetangga. Ia akan memakai cologne saat berjalan sambil bersiul, tangan didalam sakunya, berjalan dengan pongah, memaerkan bahunya yang atletis. Ia juga biasa menyelenggarakan pertemuan-pertemuan politik di rumah orang tuanya. Ia adalah anggota PPS, partai Lebanon yang berjuang untuk Syria Raya dan telah menggambari dindin rumah dengan emblemnya, Red Storm – badai merah. Ia biasa berlaku kejam terhadap adiknya, Wafa. (23-24)
Kutipan paragraf di atas menjelaskan sosok Hasyim semasa mudanya. Hasyim terlihat sebagai sosok pria yang sempurna pada saat itu. Kesuksesannya dalam berkarir dan kehidupannya sehari-hari menjadi kebanggaan bagi keluarga
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
73
besar Zahra, terutama kakeknnya. Namun ia juga memiliki sisi kejam saat Hasyim bersama adiknya, Wafa. Saat Zahra tiba di Afrika, Zahra melihat perbedaan fisik pamannya di foto dengan keadaan aslinya sekarang yang lebih gemuk dan pendek.
Aku melihat betapa berbedanya dia dari foto dan dari ingatanku sendiri yang kabur. Betapa lebih pendek dan gemuknya dia. (26)
Karena sudah lama tidak melihat Hasyim, Zahra membandingkannya dengan ingatan masa lalunya. Kini Hasyim tak ubahnya seperti pria Arab dewasa yang gemuk. Meski sudah lama di Afrika, Hasyim masih ingat dengan masa lalunya di partai dan bersikap idealis dengan negara asalnya.
Saat pamanku masuk ke dalam kamar, ia duduk, menghadapku, dan mulai berbicara mengenai Lebanon, mengenai propaganda zionis disini, dan mengenal bagaimana Libanon tak melakukan usaha apapun untuk melawan kebohongan zionis. Ia berbicara mengenai kampung halaman kami, dan kulihat betapa sangat idealisnya dia mengenai negaranya. (27)
Hasyim tidak melupakan kampung halamannya. Kecintaannya terhadap negaranya ia ungkapkan begitu Zahra tinggal di rumahnya. Disini jelas terlihat bagaimana karakter asli Hasyim tidak penah berubah meski berada dalam kondisi yang berbeda. Sikap Hasyim mulai terlihat aneh saat Zahra menceritakan bagaimana pamannya selalu masuk ke kamar Zahra dan mengganggu tidurnya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
74
Tak lama kemudian pamanku mulai menggangguku. Setiap pagi pada jam tujuh ia akan masuk ke dalam kamarku dan berjalan kesana kemari sementara aku berpura-pura masih tidur sampai ia menyerah. Ia akan menyibak gorden, tapi aku akan tetap kaku, tetap bergeming. Kemudian ia akan beranjak ke ruang tamu dan menyetel radio sangat keras. Aku akan tetap memejamkan mataku... tetap diam. Berikutnya ia akan masuk kembali untuk duduk di atas tempat tidurku dan menyentuh wajahku. (28)
Perilaku tak lazim tersebut terus terjadi setiap harinya. Perlakuan Hasyim pada Zahra lantaran rasa rindunya terhadap kampung halamannya. Ia merasa terhubung manakala Zahra berada di dekatnya. Bahkan Hasyim mengakui jika Zahra bukan keponakannya, ia mau menikahi Zahra. Hasyim menyatakan bahwa Hasan, sepupunya yang mengenalkannya pada partai.
Sepupuku Hasan-lah yang memperkenalkanku pada partai. (70)
Idealismenya
terhadap
partai
kebesarannya
dimulai
saat
Hasan
mengajaknya bergabung dalam organisasi. Keadaan itu mengantarnya pada sebuah partai dan menjadikan Hasyim sebagai sosok yang bersemangat menjalani kehidupan politik. Namun sikapnya yang fanatik mencintai partai membuatnya gelap mata dan nekat melakukan apapun demi kemenangan partai dan pemimpinnya. Sejak pemimpin partai mati, Hasyim kabur ke Afrika. Selama berada di Afrika, Hasyim mengakui dirinya sebagai seorang buronan partai dari Lebanon yang kabur ke Afrika mencari perlindungan.
Sementara aku tetap seorang pelanggar hukum, buron, konspirator, seorang lainnya yang datang kesini untuk mencari penghasilan. (96)
Afrika menjadi ladang penghasilan bagi Hasyim. Ia mulai melupakan maslaahnya di Lebanon dan memulai hidup baru di negeri ini. Nama Hasyim pun terkenal dan disegani di komunitas Lebanon di Afrika sampai Majid rela menikahi Zahra yang merupakan keponakan Hasyim. Tokoh Hasyim merupakan tokoh yang dapat mengubah kondisi Zahra. Alasan Zahra menemui Hasyim adalah menutupi tindakan aborsi yang pernah ia lakukan dari kedua orang tuanya. Meski menyayangi Zahra, namun sikap Hasyim yang berlebihan membuat Zahra membencinya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
75
6.
Majid (Suami Zahra) Majid adalah suami Zahra ketika ia berada di Afrika. Ia termasuk ke dalam
tokoh sederhana, karena tidak diperlihatkan perubahan wataknya. Tokoh antagonis merupakan pilihan baginya karena ia bertentangan dengan kejiwaan Zahra. Secara dimensi sosial, Majid merupakan orang sukses di Afrika atas usahanya selama tinggal disana.
Namun yang penting sekarang adalah aku telah berhasil mencapai Afrika setelah usaha yang cukup berat. Begitu kakiku menyentuh tanah Afrika, langsung mulai kuterima surat-surat dari teman-teman di kampung halaman, dari para pemuda di desaku dan bahkan dari beberapa orang di desa tetangga, memintaku menolong mereka beremigrasi. (108)
Sejak di Afrika, Majid menjadi salah satu orang Lebanon yang berhasil menaklukkan Afrika. Usahanya terlihat selama ia pindah ke Afrika. Masa lalu Majid yang kelam digambarkan melalui sudut pandang Majid. Dahulu ia merupakan pemuda miskin yang memiliki ayah seorang tukang sol sepatu dan ibu pembantu rumah tangga. Maka Majid bekerja keras pergi ke Afrika untuk mencari uang.
Kenanganku yang paling awal adalah ayahku membawa paron—besi landasan tukang sepatu, palu, dan sekotak paku; ibuku membuat yogurt; juga lalat di atas hidung dan luka adik-adikku. Kemudian ada juga koleksi perangkoku, yang dulunya kukira akan menghasilkan banyak uang untukku, dan kliping koran serta beberapa buku. Semua yang kumiliki tersimpan di dalam lemari diantara piring-piring. (109)
Majid merupakan pria yang baik dan penyayang. Terlihat bagaimana ia nekat ke Afrika demi menambah penghasilan keluarganya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
76
Itulah mengapa aku begitu bekerja keras: untuk menghujani dirku sendiri dan ibuku dengan uang. Kemudian akan kularang dia untuk bekerja lagi sebagai pembantu di Beirut, dan berdua akan kami lupakan masa lalu. (113)
Kehidupan Majid di Afrika pertama kali diceritakan olehnya bagaimana ia bekerja di tempat sepupunya dan pindah ke toko temannya, Tallal.
Di Afrika aku menjahit sabuk-uang yang terbuat dari katun putih untuk menyembunyikan uangku di belakang kulkas. Obsesiku adalah untuk mengisi setiap sabuk dengan uang; mengisi satu sabuk, kemudian menjahit yang baru. Setelah aku sadar bahwa mengisi setiap sabuk memerlukan begitu banyak waktu, kuakhiri membantu di toko sepupuku dan mulai bekerja di toko kepunyaan Tallal. (115)
Sikap Majid yang menolak wanita Afrika ia gambarkan melalui kutipan di bawah ini.
Namun bukan kata-katanya yang menjadi penghalang antara aku dan gadis-gadis Afrika, melainkan penampilan mereka. Tak pernah bisa kubayangkan tubuhku menyatu dengan salah satu tubuh mereka. Tak pernah bisa kuterima bibir tebal, rambut barbar dan kulit hitam mereka. (121)
Selama berada di Afrika, godaan yang terbesar bagi Majid adalah kurangnya kasih sayang dari seorang wanita. Sebelum ia pindah ke Afrika, selama di Lebanon ia sering dilayani oleh wanita yang lebih tua dan kaya darinya dan mendapatkan uang dari hasil pelayanan tersebut. Setelah di Afrika, jarang ia temukan seorang gadis Arab dari Lebanon untuk diperistri sebelum kedatangan Zahra. Afrika hanya menyediakan wanita-wanita berkulit hitam yang bebas dipanggil kapan saja. Namun Majid memiliki sikap rasial terhadap perempuan Afrika. Ia tidak dapat menerima jika ia memiliki anak dari salah satu wanita Afrika.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
77
Melalui sudut pandang Zahra, Zahra menceritakan adanya perbedaan kehidupan antara dirinya dengan Majid dan alasan Majid menerima semua kekurangannya.
Tapi inilah latar belakang dari mana ia berasal: dari rahim wanita kurus ini, dari selangkangan seorang ayah ini, yang dengan kesulitan besar berusaha membuka mata pucatnya, dan memakai selembar sapu tangan di sisi kopiah merahnya. Apakah Majid kemudian keluar dari rahim seorang ibu yang bahkan tak dapat berbicara dengan normal? Aku sadar akan adanya sebuah jurang pemisah yang besar di antara latar belakang kedua keluarga kami, dan kulihat jawaban terhadap misteri mengapa ia menikahiku, meski dengan segala kekurangan yang kumiliki: jerawatku, kecanggunganku, suasana hatiku yang senantiasa berubah, kenyataan bahwa aku mengabaikan begitu banyak keluwesan bergaul. Inilah mengapa ia tetap diam setelah mengetahui semua tentang diriku dan gangguan syarafku. (152-153)
Sebelumnya Zahra tidak tahu alasan mengapa Majid melamarnya. Zahra pun memanfaatkan Majid dengan menerima lamaran tersebut lantaran ingin menghindari pamannya. Setelah mengetahui siapa keluarga Majid, barulah ia menyadariada banyak perbedaan dan alasan dibalik semua penerimaan Majid terhadap dirinya. Bagi penulis, tokoh Majid merupakan tokoh yang cukup menderita karena penerimaannya akan Zahra malah membuatnya tidak dapat menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia. Karakter Majid berperang penting dalam hidup Zahra, karena dia adalah alasan Zahra untuk menghindar dari pelecehan pamannya. Namun seiring berjalannya cerita, Majid digambarkan oleh Zahra sebagai pria yang mengetahui masa lalunya sehingga Zahra membencinya. 7.
Penembak Jitu (Sami) Sami adalah obsesi terbesar Zahra saat berada di masa perang. Sosoknya
misterius dan termasuk ke dalam tokoh sederhana. Namun diakhir cerita, Sami dinyatakan sebagai pembunuh Zahra. Karena itu maka penulis memasukkannya
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
78
sebagai tokoh antagonis. Zahra menceritakan bagaimana pertama kali penembak jitu hadir di kehidupannya.
Di dalam benakku, bayangan akan dirinya saat pertama kali aku melihatnya, meloncat-loncat dari satu sudut atap ke sudut lain seperti burung, sementara ia membuat markasnya di samping wadah air dan meletakkan kendi tanah liat yang ditutupi oleh lembaran seng di sana. Meski penutup kepala jaketnya membuat rambutnya terus tersembunyi, aku memiliki gambaran yang jelas akan penampilannya. (230)
Zahra melihat Sami untuk pertama kalinya saat ia berada di apartemen bibinya. Jarak yang dekat dan mudah terlihat membuat Zahra mengingat dengan jelas wajah penembak jitu. Gambaran fisik dan psikis penembak jitu disampaikan Zahra melalui kutipan di bawah ini.
Aku setiap kali memikirkan sang penembak jitu, masih bertanya-tanya apakah ia benar-benar seorang penembak. Apakah perlu baginya untuk membunuh? Apakah ia tak waras? Dan cepat-cepat aku enyahkan bayangan sang penembak itu sebagai orang gila. Karena bagiku, ia selalu tampak stabil dan berperilaku normal, memperlihatkan kepribadian yang tenang. Tak pernah kulihat ia menjadi emosional. Mungkin karena itu tidak perlu. Tidak ada dialog, tidak ada persamaan di antara kami, kecuali berbaringnya kami bersama-sama di lantai. (260-261)
Secara psikis, Sami tida menunjukkan perilaku kasar seorang penembak jitu. Ketenangan yang dibawa Sami membuat Zahra larut dan tidak dapat lepas dari pria itu. Kepandaian Sami dalam mengontrol emosi dan jati dirinya juga salah satu alasan Zahra mengetahui lebih lanjut siapa Sami sebenarnya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
79
Roman wajahnya tampan. Rambutnya jatuh menutupi kening dan matanya. Matanya yang dalam memperlihatkan kasih sayang, atau apakah itu hanya sesuatu yang aku khayalkan? (261)
Secara fisik, Sami termasuk pria tampan dalam bayangan Zahra. Sikap yang tenang dan keteduhan yang diperlihatkan Sami pada Zahra adalah sikap dari seorang penembak jitu. Namun semua itu hanya kebohongan yang ditutupi oleh Sami. Kebohongan Sami pada Zahra terlihat saat ia mengaku bahwa dirinya bukan penembak jitu sampai ia berani bersumpah di depan Zahra.
Saat berbalik kembali, wajahnya merah meredam marah. Ia berusaha berbicara dengan tenang, namun malah justru meledak dalam jeritan, ―Aku bersumpah demi kau dan bayimu bahwa aku bukan penembak jitu! Dulu aku memiliki sebuah toko dimana aku menjual pakaian di Souk Sursok. Toko itu tak ada lagi sekarang, dan tidak ada pekerjaan lain. Demi kaulah aku datang kesini. Sekarang ini semua orang membawa senjata, dari oang tua sampai anak-anak yang masih memakai popok. Orang harus melindungi diri mereka sendiri. Di atap pada hari itu aku sedang duduk di atas sana untuk melihat pertempuran.‖ (317)
Identitas Sami yang terkuak oleh Zahra membuatnya marah dan melakukan kebohongan bahwa ia bukan penembak jitu. Namun tetap saja Zahra mengetahui jati diri Sami berdasarkan pengamatan Zahra selama ini. keberanian Zahra menuduh Sami sebagai penembak jitu malah mengantarnya pada kematian begitu ia jauh dari Sami. Sami adalah tokoh bawahan yang berperan kuat dalam kejiwaan Zahra. Tokoh inilah yang mengubah hidup Zahra semasa perang sampai kematian Zahra. Sami digambarkan sebagai sosok misterius karena masih banyak masa lalunya yang belum terungkap oleh Zahra dan alasan sebenarnya menjadi penembak jitu. 8.
Selingkuhan Ibu Tokoh ini tidak digambarkan secara jelas siapa nama aslinya karena pada
saat itu Zahra masih kecil dan hanya bisa mengingat berdasarkan sikap dan gambaran fisik pria tersebut. Tokoh ini termasuk tokoh sederhana karena sedikit
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
80
ditampilkan perannya dan termasuk tokoh antagonis, karena ketidaksukaan Zahra terhadapnya. Zahra ingat bagaimana ia sering mengunjungi selingkuhan ibunya. Berikut ini adalah gambaran fisik kekasih ibunya yang Zahra ungkapkan.
Namun aku ingat kedatangan kami di Damaskus—ibuku, aku, dan temannya yang tak pernah kusukai dan yang juga dapat merasakan kebencianku terhadapnya. Aku membenci kulitnya yang gelap, dan bibirnya yang penuh, kepang rambutnya yang tebal dan ikal. Terkadang, di dalam perjalanan, ia akan menunjukkan ketidaksukaannya padaku dengan pandangan yang tajam menusuk. (7)
Sosok pria tersebut digambarkan seperti orang Afrika yang berkulit gelap dan berambut ikal. Namun bukan berarti pria itu berasal dari Afrika, melainkan dari Damaskus, Suriah.
Kembali pintu itu membuka dan menutup, dan kudengar suara kunci berputar di lubangnya. Kemudian kulihat sebuah wajah yang kukenali: wajah seorang pria yang pernah kulihat sebelumnya merebahkan kepalanya dipangkuan ibuku; pria yang warna dan pola bajunya terekam selamanya dalam ingtaanku. (5)
Untuk kesekian kalinya Zahra ingat pria itu sering bersama dengan ibunya. Kecemburuan juga menghampiri Zahra kecil karena ibunya lebih mempedulikan kekasihnya ketimbang dirinya. Tokoh selingkuhan ibu Zahra merupakan tokoh bawahan yang berperan dalam perkembangan kejiwaan Zahra di masa kecil. Terlihat dari bagaimana cara sang ibu memperlakukan pria tersebut layaknya sepasang kekasih. Penulis menilai bahwa setiap perselingkuhan yang dilakukan oleh ibunya memberikan sisi traumatis pada tokoh Zahra sejak kecil karena setiap perkembangan kepribadian Zahra, wanita ini terus ingat akan kejadian perselingkuhan ibu dan pria tersebut.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
81
BAB 4 ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN ZAHRA
4.1
Tokoh Zahra Tokoh Zahra merupakan tokoh utama dalam novel Hikayat Zahra. Tokoh
ini termasuk ke dalam tokoh protagonis, karena merupakan tokoh yang mendukung jalannya cerita. Selain itu, tokoh Zahra masuk ke dalam kategori tokoh bulat, yaitu tokoh yang telah diungkap segala sisi kehidupan, kepribadian dan jati dirinya. Untuk perwatakan dan kejiwaan tokoh Zahra, penulis akan membahasnya pada bab selanjutnya. Dalam novel Hikayat Zahra, Zahra digambarkan sebagai tokoh yang tidak memiliki wajah cantik karena banyak jerawat yang tumbuh di mukanya. Kebiasaan buruknya yang sering memenceti jerawat menyebabkan luka hitam di wajah. Pada paragraf di bawah ini menunjukkan keadaan fisik Zahra dan ketakutan Zahra akan sikap ayahnya yang menentang kebiasaan buruk Zahra.
Boleh jadi karakternya yang keras menyelamatkanku untuk tidak merusak wajahku lebih parah dari yang mungkin kulakukan. Ia akan mengomeliku dengan keras setiap kali memergokiku sedang mengotak-atik jerawat. Jari-jariku akan mencari-cari satu jerawat, menyentuhnya, mengelupas kulit keringnya, kemudian memencetnya sampai hilang. Aku takkan berhenti sebelum ada setetes darah di jariku. Seolah jari-jariku harus bekerja sebelum aku sendiri dapat mengatakan sepatah kata pun. Bahkan saat aku baru saja akan menjawab sebuah pertanyaan, jari-jariku sudah akan mulai menyelidik. Aku akan memandangi wajahku di cermin dan melihat jerawat yang tersebar luas dengan darah kering diatasnya membentuk keropeng hitam dan coklat. Kemudian aku akan menulis surat pada sebuah majalah wanita dan meminta diberikan cara untuk mengobatinya. (34)
Kekhawatiran
ayah
Zahra
bertambah
selain
kondisi
rupa
anak
perempuannya yang tidak cantik juga belum menikah.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
82
Ayahku telah mulai mendesakku untuk menikahi Samir, teman Ahmad, yang telah beberapa kali memintaku menikah dengannya. Setiap kali aku menolak, meski aku menyukainya. Namun ayah akan bertanya, melihat dari balik bahuku, seperti raksasa buruk rupa, ―Aku hanya ingin tahu mengapa Samir ingin menikahimu? Apa yang ingin dilihatnya padamu? Kau, dengan pipi cekung dan wajah bopeng berjerawatmu?‖ (41-42)
Ayah Zahra berharap anaknya dapat menikah dengan teman Ahmad. Ibrahim menyadari keadaan fisik anaknya yang kurang menarik. Namun ia heran dengan Zahra yang selalu menolak lamaran Samir. Ibrahim tidak mengetahui bahwa Zahra bukan lagi seorang perawan sehingga ia menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Bagi masyarakat di lingkungan Zahra tinggal, perempuan yang sudah memasuki usia matang harus segera menikah agar tidak dianggap sebagai perawan tua. Pernyataan Zahra yang tidak memiliki fisik yang menarik juga disampaikan melalui sudut pandang Majid.
Meski demikian, walau Zahra tidak cantik, aku begitu bahagia pada malam pertamaku sampai-sampai aku tak dapat menjabarkan kegembiraanku itu. (122)
Penerimaan Majid akan fisik Zahra tidak membuatnya enggan untuk menikahi wanita ini. Selanjutnya, setelah bercerai dari Majid, Zahra kembali ke Beirut dan menemukan berat tubuhnya bertambah.
Orang-orang mengatakan padaku beratku bertambah karena aku meninggalkan Afrika. Mereka yang sedikit lebih blak-blakkan berkata aku telah memperoleh kembali kesehatanku sejak meninggalkan suamiku, yang, menurut mereka, tidak memperlakukanku dengan baik. (181)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
83
Dimensi fisik Zahra hanya sebatas gambaran tentang rupa wajahnya yang tidak menarik dan berat tubuhnya yang semakin bertambah setelah bercerai. Keadaan fisik Zahra juga mempengaruhi kondisi Zahra saat ia dirayu oleh Malik. Pada pembahasan tema telah ditemukan bagaimana Malik menyukai jerawat yang tumbuh di muka Zahra dan membuat Malik bergairah. Selanjutnya penggambaran melalui dimensi sosial. Paragraf di bawah ini dijelaskan bahwa diusianya yang matang membuat Zahra dipaksa untuk segera menikah oleh kedua orang tuanya. Namun Zahra menolak dengan alasan ia tidak akan menikah.
Namun, daripada menjelaskan semua itu, aku hanya berkata, ―Aku tidak akan menikah, tidak akan pernah!‖ ibuku akan memekik, ―Kau akan menjadi perawan tua! Kau sudah seorang perawan tua! Bergembiralah dan terima sebelum ia berubah pikiran.‖ Jawabanku selalu sama, ―Aku tidak akan menikah. Takkan pernah!‖ (42)
Keberadaan Zahra juga dinilai oleh Zahra sendiri bagaimana sejak kecil ia digambarkan sebagai sosok seorang puteri oleh kakeknya, dan seiring perkembangan waktu, terjadi perubahan di kehidupan Zahra.
Inilah Zahra, gadis matang yang hanya berbicara sedikit; Zahra sang puteri, seperti julukan yang diberikan kakek padaku; Zahra yang selalu tinggal di rumah, yang tersipu karena semua hal atau tanpa sebab sekalipun; Zahra, sang pelajar yang rajin— kebalikan dari kakakku, Ahmad; Zahra, yang di dalam mulutnya mentega takkan mencair, yang tak pernah tersenyum pada satupun lelaki, bahkan teman-teman kakaknya. Inilah Zahra—seorang wanita yang tergeletak telanjang hari demi hari di atas tempat tidur di dalam garasi bau, tak mampu memprotes apapun. Yang berbohong di atas meja sang dokter tua... (57-58)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
84
Sejak kecil, Zahra dianggap seorang puteri oleh kakeknya. Ia merupakan anak yang rajin dan pintar. Nilai pelajaran di sekolahnya selalu bagus. Zahra juga dikenal sebagai gadis yang pendiam dan jarang bergaul dengan laki-laki. Namun karena pergaulannya yang tertutup, beranjak dewasa Zahra tidak dapat menolak permintaan Malik yang mulai mengganggu dirinya. Sikap Zahra yang tidak tegas merupakan sifat Zahra sedari kecil. Kondisi fisik dan sosial Zahra yang telah dijelaskan akan mempengaruhi perwatakan Zahra selanjutnya.
4.2
Penokohan Zahra Novel Hikayat Zahra memiliki tokoh utama bernama Zahra. Analisis
intrinsik yang dilakukan pada bab sebelumnya memperlihatkan adanya keterkaitan di setiap unsur intrinsik yang digunakan. Tema dominan yang diusung dalam novel yakni mengenai hubungan seksualitas antara tokoh utama dengan beberapa pria telah ditunjukkan pada bab sebelumnya. Latar tempat, waktu dan sosial Zahra sejak kecil hingga kematiannya mempengaruhi perkembangan watak Zahra, termasuk juga alur cerita yang menggambarkan kehidupan Zahra yang memiliki berbagai masalah. Tak hanya itu, sudut pandang dan penokohan tokoh bawahan lainnya juga ikut berperan dalam novel ini. Maka melalui analisis intrinsik yang telah dibahas, penulis akan memaparkan beberapa penokohan tokoh utama Zahra sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini. Salah satu ilmu yang digunakan untuk menganalisis lebih dalam mengenai karakter Zahra adalah melalui pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud berupa id, ego dan superego. Untuk pembahasan ketiga struktur kepribadian ini, telah dibahas sebelumnya pada landasan teori. Ketiga struktur ini berperan dalam perkembangan kepribadian Zahra. Sejauh mana tokoh ini mampu menghadapi situasi dan kondisi masalahnya beserta perwatakan dominan dari tokoh Zahra akan dijelaskan pada bab ini.
4.2.1
Penakut dan Pencemas Sejak kecil, Zahra merupakan anak yang yang pendiam dan patuh pada
kedua orang tuanya. Ia sering diajak oleh ibunya untuk berobat ke dokter atau pun mengunjungi kekasih ibunya. Ketakutan pada diri Zahra muncul sejak perlakuan
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
85
ayahnya yang kasar terhadap ia dan ibunya untuk mengakui perselingkuhan yang terjadi. Perwatakan tokoh ayah telah dibahas pada bab analisis intrinsik melalui tokoh penokohan. Dari situ, jelas terlihat bahwa rasa takut pertama kali muncul di diri Zahra sejak ia kecil. Berikut adalah kutipan dari perilaku keras ayah Zahra.
Pukulan itu mendarat di wajahku. Aku berusaha berpikir dengan jernih sementara kata-kata Tuan Trem menggelegar dan menenggelamkan suara gelisah ibuku, takut aku mungkin akan mengungkapkan segalanya: ―Katakan yang sebenarnya! Kemana kau biasa pergi bersama ibumu? Kemana ia biasa membawa kalian berdua?‖. (19)
Sikap kasar dan bengis dari ayahnya membawa sisi traumatis pada Zahra. Menurut Freud, situasi apapun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas atau kecemasan. Berbagai konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas. Kondisi ini diikuti oleh perasaan tidak nyaman yang dicirikan dengan istilah khawatir, takut, tidak bahagia yang dapat kita rasakan. Kecemasan yang terjadi pada paragraf diatas merupakan bentuk dari kecemasan objektif yang merupakan respon realistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam suatu lingkungan dan hal ini menurut Freud sama dengan rasa takut. Selain rasa takut Zahra terhadap ayahnya, rasa takut dan cemas menghampiri Zahra ketika ia berada di Afrika. Zahra merasa ketakutan dan tidak dapat melawan pamannya yang meremas pundaknya saat menonton di bioskop. Kecemasan yang terjadi pada Zahra membuatnya hanya bisa terdiam dan bersembunyi di kamar mandi. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan di bawah ini.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
86
Kesedihan menyelimutiku seluruhnya. Aku masuk kembali ke dalam cangkangku. Pilihan apa yang kumiliki? Tangan itu adalah tangan pamanku. Seandainya tadi aku berteriak, bagaimana kami bisa saling memandang satu sama lain setelahnya? Bagaimana aku bisa kembali bersamanya ke rumahnya? Jika aku memutuskan untuk kembali ke Beirut pada saat itu juga, bagaimana aku bisa membiarkannya mengantarku ke bandara? Dan sekarang hanya dapat terlihat seakan aku menyetujui tindakannya. Bagaimanapun juga, aku tak menolak tangannya atau protes. Malahan, setiap pagi, aku hanya mengunci pintu kamar mandi dan berdiam sebagai tawanan, bahkan sama saat seperti aku biasa mencari perlindungan di dalam kamar mandi di Beirut ketika aku takut akan pandangan menusuk ayahku—takut ia akan tahu telah menjadi apa aku, takut ia akan membunuhku. (33)
Kecemasan Zahra bertambah saat pamannya tidur disampingnya. Namun ia tidak dapat mengatakan apapun untuk memohon pada pamannya agar tidak berada disisinya.
‖Paman, tolong katakan padaku mengapa kau berbaring disisiku.‖ Oh, betapa aku berharap dapat menyuarakan kata-kata itu! ―Paman, jika kau dapat mendengar detak jantungku, jika saja kau dapat melihat kemuakan dan kemarahan di dalam jiwaku. Jika saja kau tahu bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Aku telah kehabisan akal, dan jengkel terhadap diriku sendiri dan membenci diriku sendiri karena aku tetap diam. Kapankah jiwaku akan berteriak seperti seorang wanita yang menyerah terhadap cinta yang membebaskan?‖ (49)
Bentuk kecemasan dan ketakutan pada dua paragraf di atas juga merupakan bentuk kecemasan objektif. Rasa takut Zahra yang tak bisa melawan perlakuan pamannya adalah bentuk ketidakmampuan Zahra dalam menghadapi kecemasan tersebut. Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
87
Selain bentuk dari kecemasan objektif, salah satu bentuk kecemasan berupa kecemasan neurotis juga dirasakan oleh tokoh Zahra. Kecemasan neurotis berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri individu; karena konflik tersebut tidak disadari orang tersebut dan tidak menyadari alasan dari kecemasan tersebut. Berikut ini adalah contoh dari kecemasan neurotis yang dihadapi oleh Zahra saat ia ingin menolak dari gangguan Malik. Zahra tidak tahu mengapa ia bisa mengalami hal tersebut dengan Malik sampai ia tidak dapat mengatakan apa pun pada pamannya tentang masa lalunya.
Aku telah hidup di dalam angin puting beliung ketidakpastian dan ketakutan. Aku dapat dengan mudahnya mengusir dia dari dalam hidupku. Yang perlu aku lakukan hanyalah berkata ―tidak‖ sekali saja. Apakah aku tidak mengatakannya karena kelemahan? Jika ya, seperti apa kelemahan itu? Mengapa ia menggangguku? Mengapa Malik menggangguku? Mengapa aku tetap menjadi sekedar saksi dan penonton? Pamanku, bukan karena aku takut akan cemoohan atau kemarahan atau sikap diammu sehingga aku tak dapat memberitahumu. Tetapi, memang aku tak dapat memberitahumu. (169)
Ketidaktahuan Zahra dan kelemahannya dalam menghadapi situasi hubungan seksual bersama Malik adalah contoh dari kecemasan neurotis. Freud berpendapat bahwa kecemasan yang berasal dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konfilk antara pulsi Id yang berupa seksual dan pertahanan dari ego dan superego. Kebanyakan dari pulsi tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Perlakuan yang diterima Zahra dari Malik adalah perilaku seksual menyimpang karena tidak mengikuti norma masyarakat yang berlaku berupa ikatan dari lembaga pernikahan. Ada pun pada masa perang, ketakutan Zahra mulai menghilang seiring dengan perkembangan kepribadian dan kedewasaannya. Perasaan tersebut ia ungkapkan pada paragraf di bawah ini.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
88
Selama ini selalu rasa takutku pada orang-oranglah yang menempatkanku dalam kondisi yang menyedihkan. Namun kini rasa takut itu telah menguap bersamaan dengan datangnya perang sampai pada titik dimana aku mampu memandang wajah sang apoteker dan meminta sepuluh bungkus tablet kontrasepsi. (277)
Cara Zahra mengendalikan rasa takutnya adalah bentuk dari ego Zahra dimana ia mampu mengambil keputusan untuk membeli banyak tablet kontrasepsi agar dapat memenuhi id-nya yang berupa kebutuhan seksualnya bersama penembak jitu. Maka dari penjelasan mengenai rasa takut dan cemas Zahra dapat disimpulkan bahwa Zahra mengalami perubahan kecemasan mengikuti alur dan latar di kehidupannya.
4.2.2 Tertutup Karakter tertutup merupakan salah satu sifat Zahra dan contoh dari karakter ini adalah kemampuannya dalam berbohong. Hal ini berlaku pada saat ia menyembunyikan identitasnya yang pernah hamil dan melakukan aborsi dua kali. Kebohongan tersebut pertama kali ia tutupi pada keluarganya, kemudian pamannya di Afrika dan pada Majid sebelum ia menikahi Zahra. Kutipan di bawah ini adalah contoh kebohongan Zahra untuk menutupi aborsinya.
Di Afrika, setelah aku bisa bangkit dari tempat tidur dan mulai mendapatkan kembali selera makanku, aku selalu memikirkan lamaran Majid. Aku merencanakan bagaimana aku dapat mengakalinya dan mencegahnya tahu bahwa aku adalah seorang wanita yang telah menjalani dua kali aborsi. Masalah ini menyebabkanku gelisah pagi dan malam. Tidak ada hari yang menyingsing dimana aku tidak membuka mata untuk melihat matahari atau hujan dan merasakan ketakutan setengah mati bahwa ayahku suatu saat akan tahu kebenarannya. Kuhibur diri sendiri dari waktu ke waktu dengan pemikiran bahwa alam tidak akan pernah membiarkannya mengetahui rahasiaku; bahwa alam, tahu
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
89
akan karakternya yang kasar, akan melindungiku, aku tak pernah bertanya pada diri sendiri apakah rasa takutku padanya berada pada tingkatan mental atau fisik. Itu semua adalah bagian dari sekumpulan rasa takut, rasa takut, di atas semuanya, bahwa citraku terhadap diriku sendiri akan terjungkir balik.... citra yang telah kubuat ratusan salinannya untuk dibagikan pada semua yang telah mengenalku sejak kecil. (57-58)
Ketakutan dan kecemasan
yang Zahra alami terhadap ayahnya
membuatnya menjadi semakin pandai untuk menutupi aibnya sendiri. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya mengenai kecemasan, sikap Zahra yang disampaikan pada kutipan di atas termasuk ke dalam bentuk mekanisme pertahanan ego yang dinamakan sebagai bentuk dari represi. Menurut Freud, tugas represi adalah mendorong keluar impuls-impuls id yang tidak diterima, dari alam sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Pengalaman Zahra yang buruk di masa lalunya ia tutupi pula pada saat Majid mengetahui kebohongan yang dilakukan istrinya.
Begitu ia melihat pamannya, dipandangnya aku, bertanya-tanya apa yang kirakira telah kukatakan padanya. Untuk menghindari kebingungan lebih lanjut, kukatakan pada Hasyim bahwa aku tak mengerti apa yang salah dengannya. Saat ia membawa Zahra keluar dalam pelukannya, aku mengikuti, mengambil kunci mobil dan membantu mendudukkannya di kursi belakang. Kuhidupkan mesin, seperti yang ia minta, sementara ia sendiri duduk di samping Zahra di belakang. Aku menyetir ke arah rumah sakit, seperti yang ia perintahkan, tapi tak dapat melihat alasan dibalik keputusan ini. Apakah wanita ini, kecuali seorang pembohong, takut akan rasa malunya sendiri dan berpura-pura menyesal? Aku tak dapat melihat hubungan antara rumah sakit dengan fakta-fakta yang telah menjadi bukti dengan sendirinya ini. (131)
Melalui sudut pandang Majid, pria ini mencurigai sikap Zahra yang tertutup dan tidak mau menceritakan masalah yang sebenarnya. Bagi Majid, Zahra adalah seorang wanita pendusta. Zahra tidak mau mengakui kesalahan di masa lalunya pada paman atau keluarganya sendiri.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
90
Pada paragraf di bawah ini juga memperlihatkan bagaimana proses dari represi Zahra untuk melupakan masa lalunya bersama Malik dan berusaha memulai hidup baru bersama Majid.
Sambil mengepak tas-tasku aku berpikir, mengapa aku tidak memulai hidup yang baru saja dengan Majid? Mengapa aku tidak memperlakukannya sebagai seorang teman dan mulai bekerja bersamanya, menerima pemikiran-pemikirannya dan membantunya mengumpulkan uang? Aku tak perlu lupa bahwa aku dapat menyimpan perasaan-perasaanku untuk diriku sendiri, terutama karena pernikahan, setelah beberapa saat, menjadi seperti semacam kontrak. Itulah yang biasa dikatakan Malik. Itulah yang dikatakan semua orang. Yang perlu aku lakukan hanyalah tetap menyembunyikan diriku yang sebenarnya. (157)
Zahra menekan id-nya yang terus menghindari Majid. Ia gunakan ego-nya dan berpikir secara matang untuk memulai hidup yang baru. Namun Zahra tetap hidup dalam kepura-puraan dan tidak akan pernah mengungkapkan masa lalunya. Dari analisis mengenai sub bab ini, maka perwatakan Zahra yang tertutup benar adanya karena terdapat beberapa kutipan yang menjelaskan bahwa Zahra memiliki kemampuan untuk berbohong.
4.2.3 Mudah Membenci Orang Kekhawatiran dan ketakutan Zahra adalah salah satu penyebab yang membuat dia harus menutupi kesalahannya. Penjelasan sebelumnya mengenai kebohongan Zahra, berimbas pada perilakunya yang cepat membenci atau pun menyalahkan kesalahan yang terjadi di dirinya pada orang lain. Contoh dari perilaku tersebut tergambar dari paragraf di bawah ini.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
91
Dengan suara melengking aku menjawab, sementara jantungku berdetak dengan cepat, ‖Apapun yang terjadi padaku adalah salahmu!‖ ―Salahku?‖ Ia memandangiku dan bertanya histeris, ―Salahku? Bagaimana kau bisa berkata begitu, Zahra?‖ Sekali lagi, dengan suara melengkingku, tak tahu bagaimana kata-kata itu keluar, aku menjawab, ―Ya. Salahmu. Mungkin kau tak bermaksud, tapi aku tak pernah suka perilakumu terhadapku.‖ Ia berteriak balik, ―Apa yang kau katakan, bocah? Perilaku apa?‖ Sekali lagi dengan suara melengkin, ―Di bioskop, saat kau menggenggam tanganku. Pada pagi hari, saat kau tidur disampingku. Itu menggangguku sampai membuatku muak.‖ (59)
Paragraf di atas menunjukkan sikap Zahra yang tidak suka dengan perilaku pamannya. Keputusan Zahra untuk menikah adalah keinginan Zahra sendiri untuk menghindar dari pamannya. Namun dengan cepatnya Zahra menuduh Hasyim sebagai biang keladi dari semua peristiwa yang ia alami sejak tiba di Afrika. Perilaku Zahra seperti ini adalah contoh dari bentuk mekanisme ego berupa proyeksi, yaitu mekanisme yang digunakan untuk mengubah kecemasan neurotik atau kecemasan moral menjadi ketakutan yang objektif. Proyeksi terjadi bila individu menutupi kekurangannya dan masalah yang dihadapi atau pun kesalahannya dilimpahkan ke orang lain. Kekurangan yang Zahra miliki adalah kesalahan di masa lalunya berupa ketidakperawannya. Apabila Hasyim tidak melakukan pelecehan terhad dirinya, maka Zahra tidak akan pernah menikahi Majid. Tak hanya kepada pamannya, kebencian Zahra juga dilimpahkan pada suaminya, Majid. Setelah kembali dari Beirut mengunjungi orang tuanya, Zahra didekati oleh Majid. Namun rasa benci menghampirinya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
92
Begitu berduaan saja dengan Majid, aku merasa dikuasai oleh kebencianku terhadapnya. Ia menghapus semua pemikiran tentang kami memulai sebuah kehidupan baru bersama-sama, yang selama ini telah memenuhi benakku. Saat ia mendekatiku, kurasakan napasnya dan bersamaan dengan itu aku merasa muak. Kualihkan pandangan, namun hanya dapat melihat hujan di luar jendela. (160)
Setelah Zahra kembali dari Beirut dan bertemu dengan mertuanya, kebencian Zahra pada Majid bertambah. Majid tidak pernah membahas masa lalunya yang berasal dari keluarga miskin, begitu juga dengan Zahra. Akan tetapi Zahra mencari alasan agar ia dapat segera berpisah dari Majid. Kebencian Zahra terhadap suaminya merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego berupa proyeksi untuk mengalihkan kekurangan yang ada di diri Zahra. Pada kenyataannya, Majid tidak memiliki masalah apa pun terhadap Zahra. Malah ia bertindak sebagai layaknya seorang suami. Akan tetapi, Zahra yang tidak mencintai Majid mengungkapkan rasa bencinya dengan penolakan seperti yang ditunjukkan pada paragraf tersebut. Inilah salah satu watak Zahra yang cepat melimpahkan kesalahan dan ketidaksukaannya pada orang lain secara spontan.
4.2.4 Pengkhayal dan Pemurung Ketika seseorang mengalami masalah yang menumpuk, kadang orang tersebut mencari solusi dengan fantasinya daripada kenyataan yang dihadapi. Zahra adalah tokoh yang demikian. Bercerita mengenai Qarina yang sering ia sebut dalam kisahnya, Zahra mengungkapkan bagaimana Qarina-nya selalu muncul di sisinya.
Aku tak pernah ingin meninggalkan kamar mandi ini. Terdengar suara pamanku, Hasyim, kerabat dekatku, orang asing yang satunya itu. Kudengar suaraku perlahan menghilang seakan Qarina-ku telah datang mengunjungiku dalam saat-saat terjagaku dan merusak pita suaraku. Di sinilah aku, terkepung dalam kamar mandi, dan suara pamanku Hasyim memintaku menyuarakan satu patah kata untuk menentramkan hatinya. Apakah dikiranya aku telah bunuh diri? (145)
Kutipan di atas menunjukkan perilaku Zahra saat ia bersembunyi dari pamannya. Qarina adalah jin yang selalu membayangi Zahra. Ia berpikir bahwa
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
93
Qarina kembali menghampirinya setelah lama Zahra tidak melihatnya lagi. Nama Qarina ia sebut pertama kali saat berada di kamar mandi. Kamar mandi adalah tempat favorit Zahra untuk melupakan segala masalah, namun juga mengingat masa lalunya di Lebanon selama ia berada di Afrika. Seperti yang sudah dijelaskan pada unsur intrinsik latar tempat, kebiasaan yang Zahra lakukan untuk bersembunyi di kamar mandi adalah semacam bentuk stereotip yaitu perilaku pengulangan secara terus-menerus. Seorang individu yang mengalami perilaku ini selalu mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak aneh, sesuai dengan tindakan Zahra yang sering bersembunyi di kamar mandi. Kemudian Zahra mengingat tentang Qarina yang pernah diceritakan oleh bibinya semasa kecilnya.
Dimanakah Qarina-ku? Mengapa ia tak mengunjungiku lagi? Apakah karena aku tak lagi tidur di siang hari? Atau apakah karena tidur sekarang datang dengan mudahnya padaku di siang hari seperti halnya di malam hari dan ia tak lagi tahu kapan aku terjaga atau kapan aku tidur? Apakah benar suatu kali ia memang pernah mengunjungiku di siang hari, dan memanggilku, kemudian saat aku menjadi ketakutan aku takkan menjawabnya? Bibiku Najiba akan berkata padaku bahwa Qarina adalah baik sekaligus jahat. Semua orang disertai oleh satu Qarina sejak masa kecilnya dan ia akan mengunjungi mereka tanpa pernah menampakkan diri. Jika seseorang meragukan keberadaan Qarina mereka, maka sang Qarina akan membiarkan orang yang berdiri di samping orang tersebut untuk mendengar suaranya sehingga ia percaya akan adanya Qarina dan menjadi teryakinkan. (146)
Fantasinya mengenai Qarina, jin yang selalu mengikutinya sewaktu kecil adalah pengalaman yang tak dapat Zahra lupakan. Setiap kali ia mengalami masalah, ia berusaha mencari Qarina-nya. Perilaku ini terus terjadi ketika ia berada di kamar mandi selama berada di Afrika. Mengingat Qarina membuat Zahra kembali ke masa anak-anak dan bermain bersama Qarina yang ia khayalkan.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
94
Perilaku Zahra dalam menghadapi masalahnya berdasarkan analisis di atas menjadikan Zahra sebagai sosok yang pemurung dan suka berkhayal tentang Qarina. Dari pembahasan ini, jelas bahwa perilaku Zahra yang demikian adalah salah satu bentuk mekanisme ego diri Zahra dari ketakutan yang ia hadapi selama di Afrika. Penulis juga menilai bahwa peristiwa yang dialami oleh Zahra mempengaruhinya memiliki kepribadian yang seperti ini.
4.2.5 Apatis Selama Zahra tinggal di Afrika, salah satu kondisi yang memprihatinkan adalah gangguan kejiwaan yang Zahra derita. Ganggungan ini bermula dari perlakuan Malik yang melakukan aborsi kedua kalinya dan mengirim Zahra ke rumah sakit dengan alasan Zahra mengalami gangguan kejiwaan. Gangguan ini kembali terulang begitu Zahra menikah dengan Majid. Kehidupan rumah tangga tanpa didasari cinta membuat Zahra sering menarik diri dari Majid. Sikap Zahra yang demikian diperlihatkan melalui sudut pandang Majid.
Mungkin sebaiknya kulupakan semua masalah ini dan mulai dari awal lagi dengan Zahra, asalkan ia juga dapat melupakan masa lalunya dan menjadi lebih bahagia, berbicara padaku, membantuku dengan pekerjaan, melahirkan anak-anakku. Mungkin kami bahkan dapat pulang kembali ke Libanon sebagai miliuner dari Afrika. Namun Zahra tetap bertahan dengan sikapnya yang menjaga jarak dan dingin, matanya memandang tak berkedip keluar jendela. Ia tak bicara, tak juga bergerak, kecuali untuk pergi ke kamar mandi. Tak pernah ia kulihat makan atau minum. Hari-hari ia lewati dengan duduk di sofa bersama sebuah radio transitor dan selimut, seakan ia telah menyewa tempat itu sebagai rumah barunya dan menyatakan batas-batas teritorialnya. (130)
Harapan Majid agar Zahra dapat membantunya hanyalah khayalan Majid saja. Sikap yang ditunjukkan Zahra pada paragraf di atas menunjukkan sikap apatis, yaitu bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi yang Zahra alami. Sikap
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
95
apatis digambarkan dengan cara menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah dengan keadaan. Selain itu, sikap dingin Zahra juga ditunjukkan oleh paragraf di bawah ini.
Saat tiba hari kepulangan Zahra dari rumah sakit, aku mencemaskan apa yang akan kukatakan pada mereka yang menanyakan Zahra, karena aku khawatir akan skandal. Pada awalnya kepedulianku adalah untuk menyimpan rahasianya untuk diriku sendiri, perasaanku terhadapnya hanya menempati nomor dua, namun kekhawatiran terbesarku adalah apa yang akan terjadi dengan kami berdua sekarang. Aku mendapati diriku terganggu oleh perilakunya sejalan dengan mulai terkikisnya alasan dan harapanku saat menikahinya. Ia tak memiliki perasaan sayang padaku, tak akan bisa membantuku mencari uang dari pekerjaanku. Jelas bahwa dalam kondisinya sekarang ini ia takkan mampu merawat anak-anak. Rasanya seakan peran kami telah dibalik. Disinilah aku, harus merawatnya setiap saat selagi ia berbaring disitu, terkadang tidur, terkadang termenung seperti wanita gila yang sedang berusaha untuk melepaskan diri dari jeratanjeratan ketidakwarasannya. (132-133)
Majid merasa terganggu akan sikap Zahra yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadapnya. Bagi Majid, ia seperti merawat wanita gila dan bertukar peran sebagai suami-istri. Hal tersebut membuktikan sikap apatis dan ketidakwarasan dari Zahra. Kegilaan Zahra juga ditunjukkan saat kedatangan teman Majid untuk mengunjungi Zahra, namun wanita ini malah bersikap tidak normal.
Berapa lama aku harus terus melanjutkan kepura-puraan ini? Aku berusaha bersikap baik terhadap temannya, Tallal, dan terhadap teman wanita Tallal. Aku berusaha berlagak seperti wanita yang periang, gembira. Dan apa yang terjadi? Aku menerkam mereka dengan bunga-bungaku. Begitulah yang kulakukan menurut yang dikatakan
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
96
Majid, seperti yang mereka katakan dan dikatakan oleh seluruh komunitas orang Libanon. Hilang sudah harapan bahwa aku akan diterima sebagai salah satu dari mereka. Aku telah berusaha mengubah diriku menjadi apa yang diharapkan. (137)
Zahra berusaha berperilaku normal seperti wanita pada umumnya. Ia mulai bersikap ramah dan tidak apatis terhadap orang lain. Akan tetapi yang terjadi adalah perilaku Zahra yang tidak wajar. Kondisi seperti yang telah dikutip pada paragraf di atas menunjukkan salah satu mekanisme pertahanan ego lainnya yang disebut agresi dalam bentuk pengalihan. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Si pelaku tidak tahu ke mana ia harus menyerang, sedangkan ia sangat marah dan membutuhkan sesuatu untuk pelampiasan. Penyerangan kadang-kadang tertuju kepada orang yang tidak bersalah atau mencari ‗kambing hitam‘. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka korban dari perlakuan Zahra adalah teman-teman Tallal. Sikap Zahra yang menunjukkan ketidakwarasannya juga ditunjukkan saat ia melakukan tarian di perayaan pernikahannya. Sikap tersebut menjadi bahan tertawaan para tamu.
Mendadak aku tak tahan lagi. Aku harus berhenti, namun tak bisa. Aku harus berhenti. Ruangan itu tampak berputar-putar bagiku. Sebuah suara berkata, ―Apakah sudah cukup untukmu, Zahra?‖ setelah beberapa saat kulepaskan tangan dimana aku bersandar, namun sadar akan mata-mata yang memandangiku, pamanku mencengkeram tanganku sambil berusaha mendorongku keluar dari ruangan. Wajah-wajah disekelilingku mencela setiap gerakanku. Dua dari mereka menertawaiku, namun berusaha menyembunyikan ejekan mereka. Aku berpaling pada mereka, berteriak, ―Kalian semua binatang yang menyedihkan! Apa yang kau tertawakan? Kau sendiri juga berdansa. Tinggalkan rumahku, keluar!‖ (173)
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
97
Selain bentuk agresi pengalihan, adapula yang dinamakan dengan agresi langsung. Tindakan Zahra yang memaki para tamu adalah bentuk dari agresi langsung, di mana agresi ini merupakan agresi yang diungkapkan secara langsung kepada objek yang merupakan sumber frustasi. Agresi ini ditunjukkan dalam bentuk verbal atau perkataan. Perasaan marah dengan tindakan yang menjurus pada penyerangan nyaris dilakukan Zahra dihadapan para tamu. Dari pembahasan di atas, terungkap beberapa tindakan kegilaan Zahra selama ia tinggal di Afrika. Latar dan para tokoh yang terlibat mempengaruhi kondisi kejiwaan Zahra sehingga ia bertindak apatis dan tidak peduli dengan lingkungannya.
4.2.6 Nekat dan Ceroboh Sesuai dengan tema yang ditemukan oleh penulis, tokoh Zahra merupakan sosok yang mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan asusila. Hal ini terjadi karena ia memiliki watak nekat dan ceroboh. Seperti yang telah dibahas sebelumnya pada tema, beberapa kutipan yang menggambarkan bagaimana hubungan Zahra dengan beberapa pria telah mempengaruhinya menjadi wanita yang terbiasa melakukan seks bebas tanpa ikatan pernikahan. Bila hubungan Zahra dengan Malik hanya sebatas nafsu dari Malik, begitu pula dengan Hasyim yang tidak mempedulikan perasaan Zahra. Pernikahannya dengan Majid merupakan pelajaran bagi Zahra untuk tidak menikah kembali tampa didasari rasa cinta. Pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian. Memasuki masa perang, Zahra menemukan sosok penembak jitu dan menjadikannya sebagai orang yang ia cintai dan bisa memenuhi hasrat seksualnya. Meski awalnya tidak berniat untuk melakukan hubungan tersebut, namun Zahra tetap nekat dengan dasar kemanusiaan agar Sami tidak meneruskan penembakannya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
98
Ia menjadi terbiasa menantiku pada jam yang telah ditentukan, dan pada waktu tersebut hanya akan dapat memikirkan kedatanganku. Aku belum lagi mengangkat mataku saat melihatnya tersenyum. Dan bahkan sebelum aku dapat mencapai anak tangga teratas, ia sudah akan menarikku ke sampingnya dan dengan tak sabar menutupi tubuhku dengan tubuhnya. Namun, seperti biasa, aku tak merasakan lebih dari sekedar ia memasuki tubuhku dan bergerak di dalamnya. Selain itu, aku tak merasakan kenikmatan apa pun. Aku akan mengalihkan pandangan, menerima tubuhnya namun tak berani mengucapkan sepatah kata pun sembari ia berbaring di atasku; tak ingin ia melepaskanku. Baru pada minggu kedua pertemuan kami, aku mulai merasakan suatu kenikmatan tertentu setiap kali ia menarikku ke lantai. Perasaan aman, nyaman, bahkan tenang mulai tumbuh hari demi hari, meski percakapan kami tak pernah lebih dari sekedar bertanya apakah aku membutuhkan uang atau apakah aku berhati-hati di dalam perjalananku untuk menemuinya. (222-223)
Akibat dari seringnya pertemuan dan hubungan yang dilakukannya dengan penembak jitu, Zahra mulai merasakan perasaan nyaman dan aman di dekat Sami. Perilaku yang demikian adalah tindakan dari id Zahra berupa naluri seksual yang tidak dapat terkendali untuk terus menemui penembak jitu. Struktur ego Zahra tetap berjalan sesuai dengan keinginan id Zahra. Akan tetapi super ego berupa hati nurani Zahra hanya berperan sedikit saat pertama kali Zahra menemui penembak jitu. Hubungan seksualitas Sami terhadap Zahra menjadikan wanita ini dengan mudah melupakan masa lalunya, terutama tentang ibu dan selingkuhan ibunya.
Teriakanku menjadi seperti lava dan pasir panas yang menyembur dari gunung berapi di mana debunya yang menyesakkan napas mengubur kehidupan masa laluku. Ia
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
99
menghapus ingatan akan pintu menuju klinik Dr. Shawky dan pintu di mana kami pernah bersembunyi saat ibuku mencengkeramku dengan panik, saat wajah gemuk menyerbu kegelapan, melihat namun tak melihat kami; dan saat kami berada di bawah pohon kenari dan pria itu sendiri berbaring dengan kepala di atas pangkuan ibu, semantara aku kedinginan meski matahari bersinar terik dan bebatuan coklat itu jadi hangat. (226)
Id yang tidak dapat ditahan menyebabkan ego Zahra tetap berjalan. Paragraf di atas menunjukkan mekanisme pertahanan ego bernama represi. Seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya, represi merupakan salah satu bentuk pertahanan ego dalam mengurangi kecemasan dari masalah yang dihadapi oleh individu. Cara yang dilakukan oleh Zahra dengan terus melakukan hubungan seksualitas bersama Sami agar ia tidak menyadari impuls yang menyebabkan kecemasannya serta tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatik yang terjadi di masa lalu. Zahra menganggap bahwa satu-satunya cara untuk melupakan rasa cemas dan takutnya akan masa lalu dengan menemui Sami dan saling memenuhi hasrat seksual. Perang tidak membatasi hubungan di antara keduanya. Mereka tetap nekat melakukan hubungan tersebut tanpa mengetahui resiko yang akan terjadi di depan mereka. Perilaku tersebut juga merupakan tindakan ceroboh Zahra yang tidak memikirkan kembali baik-buruknya pasrah menerima godaan dari Sami. Paragraf lainnya juga menunjukkan kebiasaan perilaku seksual Zahra dengan Sami. Meski berada dalam kondisi perang, Zahra berterima kasih pada penembak jitu yang telah melepas segala kesederhanaannya.
Inilah dewa maut yang telah mencemooh hilangnya keperawananku sekali, dua kali, seratus kali. Sang penembak yang padanya aku berterima kasih karena telah menerimaku terlepas dari kesederhanaanku, karena ia menyadari bahwa keindahan bukanlah segalanya. (240)
Perilaku seks bebas Zahra bersama Sami telah ditampilkan pada beberapa paragraf di atas dan membuktikan bahwa adanya hubungan antara tema seksualitas yang disampaikan dengan perwatakan tokoh Zahra yang nekat.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
100
4.2.7 Putus Asa dan Keinginan untuk Mati Zahra
adalah
tokoh
yang
berakhir
tragis.
Sebelum
kematian
menghampirinya, sering ia berpikir tentang kematian. Perasaan untuk mati pernah ditunjukkan saat ia mengirim surat kepada Hasyim, pamannya sebelum ia tiba di Afrika melalui sudut pandang Hasyim.
Telah kuperhatikan bagaimana, belakangan ini, surat-surat pendeknya mulai berisi singgungan-singgungan sambil lalu tentang kematian dan keputusasaan dan tentang bagaimana kedua hal ini adalah sumber kebahagiaan dan kedamaian terdalam yang dapat dicapai umat manusia. (99-100)
Hasyim menilai isi dari surat-surat yang ditulis kepadanya bermakna kematian. Meski begitu, hal tersebut malah membuat Hasyim berpikir bahwa mati dan putus asa adalah dua hal yang menjadi sumber kebahagiaan terdalam manusia. Hal tersebut menginspirasi Hasyim untuk mengundang Zahra datang ke Afrika dan mengetahui sisi lain dari Zahra sebagai keponakannya. Tak hanya itu, keinginan mati Zahra mulai tampak jelas begitu perang telah menghampiri kehidupannya.
Bagaimana orang-orang dapat melupakan mimpi buruk itu dalam semalam? Bagaimana mereka bisa berlari keluar dari rumah mereka dengan tersenyum, seakan kematian yang terjadi hanya pada hari sebelumnya terjadi di suatu negara lain? Mendadak aku gemetar saat menjadi jelas bagiku bahwa semua hal di hidup kami berada diambang disintegrasi. Seharusnya aku menolak untuk menggosok lantai atau menyiapkan makanan, merapikan tempat tidur atau menyiram pot tanaman. Semestinya aku membiarkan semua di tempat ini mati perlahan, dan ibu serta ayahku juga akan lebih baik jika berhenti makan dan hidup, karena mengapa hidup harus terus berjalan di dalam rumah sementara semua hal di luarnya bertumbangan? Apartemen ini sendiri seharusnya
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
101
ikut runtuh. Dengan begitu dapat terlihat bagaimana perangg meliputi seluruh Lebanon.(191-192)
Perang saudara yang terjadi di wilayah Zahra tinggal membuatnya mengalami putus asa dan hendak membiarkan semuanya mati, termasuk kedua orang tuanya. Hal tersebut merupakan sikap Zahra yang membiarkan naluri kematiannya menjadi motivasi untuk melakukan tindakan yang lebih agresif di kemudian hari, seperti menemui penembak jitu yang dekat dengan apartemen bibinya. Hubungan intim yang Zahra lakukan bersama Sami, seperti pada penjelasan sebelumnya ternyata menambah masalah baru bagi Zahra. Hubungan gelap tersebut mengakibatkan dirinya hamil. Sejak Zahra divonis hamil empat bulan oleh dokter, keinginan mati Zahra semakin kuat. Kehamilan tersebut membuatnya frustasi dan hendak menggugurkan kandungan. Namun karena penolakan aborsi dari dokter, maka Zahra nekat berpikir untuk melakukan bunuh diri. Sepulangnya dari klinik dokter Razak, banyak orang disekitar Zahra memperingatinya agar berhati-hati dalam perjalanan pulang dan berjalan cepat sampai rumah.
―Aku baru saja mengunjungi ibuku di rumah sakit.‖ Aku terus berjalan tanpa mengindahkan nasihat mereka supaya aku berjalan dengan cepat, secepat yang kubisa. Bergegas? Melindungi diriku sendiri? Mengapa aku perlu melindungi diriku sendiri saat aku toh berencana untuk mengakhiri hidupku? Mengapa ibuku harus datang dari selatan sekarang saat ini, saat hal paling mudah bagiku adalah untuk menelan sebotol penuh aspirin dan berbaring di atas tempat tidur untuk mati? (294)
Keinginan bunuh diri tersebut kemudian urung setelah ia berpikir lagi tentang ibunya yang berada di rumah. Kekhawatirannya mengenai kehamilan membawa bencana bagi dirinya. Zahra berada dalam kebingungan, sehingga ia tidak dapat berpikir lagi dengan jernih dengan semua permasalahannya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
102
Apa yang mesti kulakukan? Aku bertanya pada diriku sendiri sambil terus berjalan. Langah kakiku bergema, tapi telingaku tuli dan tak mendengar suara. Jika aku membunuh diriku sendiri, maka semua orang akan tahu aku telah hamil. Namun saat mereka tahu, aku sudah akan dibaringkan selamanya—aku, dan siapapun itu di dalam perutku, siap untuk pergi ke bawah tanah memasuki kesunyian yang pekat.(299)
Id Zahra terus memaksa untuk menggugurkan kandungan saat ia berada dalam situasi yang membingungkan. Zahra tetap bersikeras bahwa perutnya membesar karena kanker dan bukan hamil.
Aku ingin mengenyahkan janin ini. Ia menciptakan denyut di dalam kepalaku, membuatku mual dan sangat letih setiap saat. Ia membuatku berpikir bahwa kanker telah menyerang perutku. Atau apakah ini kanker yang menyamar sebagai janin? (300-301)
Dengan
pemikiran
yang
panjang,
pada
akhirnya
Zahra
urung
menggugurkan kandungannya. Hal ini disebabkan super ego Zahra yang berperan untuk menghalanginya melakukan tindak aborsi atau pun bunuh diri. Salah satu pemikirannya adalah berbeda dengan saat ia bersama dengan Malik yang sudah beristri, sementara Sami adalah pemuda lajang yang pasti siap menerima kondisinya. Maka ia mempertahankan id-nya agar tidak melakukan tindak bunuh diri dan menjalankan ego-nya untuk menemui penembak jitu. Saat Zahra menuju tempat Sami, ada firasat yang dirasakan oleh Zahra.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
103
Bagaimana bisa aku menebak apakah ini terakhir kalinya aku akan bertemu sang penembak jitu bernama Sami, atau terakhir kali aku menaiki tangga-tangga ini? (308)
Ungkapan firasat yang dikutip di atas menandakan bahwa tak lama lagi hidup Zahra akan berakhir. Zahra ingin mengabari kabar kehamilannya. Namun lagi-lagi Zahra mengalami kekecewaan dan putus asa. Sami memintanya untuk menggugurkan kandungan. Karena hal tersebut Zahra kembali frustasi dan memikirkan cara kematiannya.
Semua pikiranku terarah pada satu gagasan: kematian yang cepat dengan menelan pil-pil putih. Namun, dengan aspirin, mereka mungkin akan menyelamatkanku dengan memompa perutku. Lebih baik menggunakan Demol, yang akan membunuhku dengan segera. Aku akan menelannya dalam satu tegukan cepat sehingga pil itu bahkan takkan menyentuh lidahku. Mengapa semua ini harus terjadi padaku? (309)
Cara mati yang paling mudah bagi Zahra adalah dengan meminum obatobatan. Dengan begitu semua masalah hidup yang ia alami tidak akan kembalii. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, Zahra tidak ingin melakukan aborsi meski Sami ingin Zahra menggugurkan kandungannya. Zahra pun menyalahi Tuhan yang telah memberinya berbagai musibah.
Orang-orang sampai pada sebuah titik dimana mereka tak dapat lagi menanggung beban tubuh mereka, seakan jijik dengan hasil tubuh mereka sendiri. Kepada siapa sebaiknya aku bicara? Bagaimana aku bisa menemukan jalan keluar, saat setiap jalan keluar yang ditawarkan bumi akhirnya tampak tak bermakna? Setiap pikiran mengarah ke satu kenyataan: bahwa aku telah berada di bulan keempat kehamilanku. Mengapa ini harus terjadi padaku, bukan pada orang lain? Mengapa aku bisa tidak tersesat di tengah-tengah kegemparan ini? Mengapa Tuhan sendiri tidak menyesatkanku? Mengapa ia harus memilihku diantara sekian ribu wanita? Apakah karena Ia telah lupa akan semua yang telah kulewati? Mengapa semua musibah ini selalu datang ke arahku?
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
104
Mustahil untuk menebaknya. Aku merasa tersesat. Yang dapat kulihat hanyalah warna biru kabur lembaran uang itu, yang tergantung di depan mataku saat aku membalikkan badan dari tempat di mana kaki sang penembak jitu terpaku ke lantai. (310)
Sami hanya bisa memberikannya uang untuk menggugurkan kandungan. Seketika itu Zahra terus merenung tentang kematian. Perasaan terpuruk membuatnya tambah bingung dengan masalah yang ia hadapi.
Aku harap dapat mati saat ini juga dan semuanya menghilang bersamaku. Aku ingin berbaring dengan tanganku mencengkeram bahu, lututku menyentuh dagu. Aku ingin meringkuk seakan kembali menjadi janin. Apakah kita semua tercipta tanpa protes, dalam kekeliruan, seringkali tanpa teriakan kenikmatan seorang wanita pada saat pembuahan kita? Ada suara berisik dan jeritan. Ada suara dan teriakannya. Aku yakin akan satu hal: aku tidak ingin melihat birunya lembaran uang 100 lira itu, aku tidak ingin mendengar mengenai kejadian-kejadian yang tak mungkin di masa lalu. Aku hanya ingin ditinggal sendirian dalam damai, bertengger di anak tangga teratas tangga yang sunyi ini. (313)
Rasa putus asa menyelimuti pemikiran Zahra. Superego-nya tidak dapat menolong. Zahra hanya bisa pasrah, menunggu waktu yang tepat hingga keinginan matinya terlaksana. Pada akhirnya, Sami mulai merasa iba dan memenuhi keinginan Zahra untuk tetap mempertahankan janin dan menikahi Zahra. Pada sub bab ini telah dijelaskan bagaimana hubungan seksual yang dilakukan oleh Zahra dan Sami mengakibatkan Zahra berada dalam kondisi hamil. Bukan lagi perasaan takut yang kini menghampiri Zahra, malah keinginan untuk mati dan putus asa yang ditampilkan menjelang akhir cerita. Dari hasil analisis mengenai penokohan Zahra, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap perwatakan yang Zahra miliki, ada keterkaitan di tiap wataknya. Satu perwatakan menghasilkan perwatakan baru yang dipengaruhi juga
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
105
oleh unsur intrinsik yang telah dibahas sebelumnya. Begitu pula dengan pemahaman karakter yang lebih mendalam melalui struktur kepribadian. Hal tersebut memudahkan penulis untuk mengetahui berbagai watak dominan yang dialami oleh Zahra. Secara garis besar, watak yang mendominasi adalah watak nekat dan ceroboh dan watak putus asa dari tokoh Zahra. Kedua watak dominan ini merupakan watak yang negatif karena selalu berakhir buruk di kemudian hari.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
106
BAB 5 KESIMPULAN
Dari hasil analisis novel Hikayat Zahra karya Hanan al-Shaykh yang dilakukan melalui pendekatan struktural dan pendekatan psikologi penulis menyimpulkan bahwa novel Hikayat Zahra memiliki keterkaitan antara unsur intrinsik dengan penokohan tokoh Zahra. Novel ini memiliki tema dominan yaitu hubungan seksualitas tokoh Zahra dengan beberapa orang pria. Tema tersebut berkaitan dengan penokohan tokoh Zahra berupa tindakan nekat dan ceroboh Zahra. Dari hasil unsur intrinsik lain, latar dan alur juga berperan dalam perkembangan kejiwaan tokoh Zahra. Latar Afrika dan Beirut menjadi latar yang dominan yang mengubah kehidupan dan perwatakan Zahra sehingga ia mengalami berbagai konflik di hidupnya. Alur yang terdapat dalam novel Hikayat Zahra berupa alur majemuk merupakan bentuk alur yang kompleks dalam novel ini. Pada alur majemuk terdapat sub plot berupa ingatan masa lalu Zahra yang memudahkan penulis untuk menganalisis lebih lanjut mengenai penokohan Zahra. Analisis berikutnya mengenai tokoh dan penokohan Zahra menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud berupa struktur kepribadian yaitu id, ego dan superego. Menurut penulis, pengarang novel telah berhasil menggambarkan keadaan penokohan tokoh Zahra secara mendetail dan penulis juga menemukan bahwa teori psikoanalisis Freud diaplikasikan dalam novel ini. Penulis menemukan adanya pertentangan antara ketiga struktur tersebut dan yang paling mendominasi adalah id Zahra berupa tindakan nekatnya untuk melakukan seks bebas dan mudah putus asa. Tindakan tersebut merupakan watak yang dominan dari tokoh Zahra. Permasalahan hidup yang dihadapi Zahra membuatnya cenderung mengambil tindakan membahayakan dirinya sendiri. Karakter Zahra memiliki struktur id yang kuat, di mana struktur id digambarkan sebagai keinginan Zahra untuk melakukan tindakan seksual yang dilakukan oleh egonya. Dalam mekanisme pertahanan ego, perilaku seksual Zahra yang dominan dinamakan represi. Zahra melakukan hubungan seksualitas dengan penembak jitu berdasarkan naluri dan mekanisme pertahanan ego-nya yang menganggap bahwa
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
107
hubungan ini terjadi lantaran agar penembak jitu tidak melanjutkan tindakan penembakan. Tak hanya itu, perilaku tersebut membuatnya lupa akan masa lalunya yang menyedihkan. Meski niat Zahra baik, namun hal ini tidak sesuai dengan norma agama dan masyarakat yang dianutnya. Sementara untuk superego Zahra, hanya terlihat beberapa kali saat ia berada dalam kondisi perang untuk menyelamatkan para korban perang dan sikap beraninya untuk tidak melakukan aborsi yang ketiga kali. Pengarang novel Hikayat Zahra, Hanan al-Shaykh telah berhasil menyesuaikan tema dengan jalan cerita yang dikisahkan. Permasalahan psikologis dan kehidupan yang dialami tokoh Zahra mampu membuat pembacanya ikut larut dan merasakan keprihatinan terhadap tokoh ini. Sementara menurut sudut pandang penulis, Tokoh Zahra merupakan tokoh yang lemah namun nekat karena adanya perasaan takut yang ia hadapi terhadap orang-orang disekelilingnya serta mudah mengambil tindakan dan tidak memikirkan segala resiko yang terjadi pada dirinya di kemudian hari. Ia juga termasuk tokoh yang sering mengalami dilema terutama pada saat keinginan matinya muncul. Niat bunuh diri Zahra masih dipertimbangkan sampai ia memutuskan untuk tetap hidup. Akan tetapi diakhir cerita, kematiannya di tangan sang penembak jitu adalah jalan terakhir yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
108
DAFTAR PUSTAKA DATA BUKU DAN JURNAL Allen, Roger. Pengantar Kajian Novel Arab. Yogyakarta: Era Baru Pressindo. 2012. Al-Shaykh, Hanan. The Story of Zahra: A Novel. Pen.: Kunti Saptoworini. Jakarta: Pustaka Alvabet. 2007. Al-Shaykh, Hanan. Hikayat Zahra: Riwayah. Beirut: Darul Adab Jami‘ al-Huquq Mahfuzoh. 1989. Cooke, Miriam. War’s other Voices: Women Writers on the Lebanese Civil War. New York: Syracuse University Press. 1996. Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. FBS Universitas Yogyakarta. Yogyakarta: CAPS. 2011. Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey, John Wiley & Sons. Psikologi Kepribadian 1: Teori-teori Psikodinamik (klinis) (Theories of Personality) Pent. Drs. Yustinus Msc. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009.
Manshur, Fadlil Munawwar. Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2005. Minderop, Albertine. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2010. Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1998. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. 1988.
Siswantoro.
Metode
Penelitian
Sastra:
Analisis
Psikologis.
Surakarta:
Muhammadiyah University Press. 2005.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
109
Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. 1988. Sudjiman, Panuti. Pengkajian Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. 1991. Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. 1984. Waluyo, Herman J. Pengkajian Cerita Fiksi. Cet. 2. Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994. DATA INTERNET Artikel Jurnal Online: Hughes Mr., Micah A. “Representations of Identity In Three Arabic Modern Novels.” Colonial Academic Alliance Undergraduate Research Journal. The Berkeley Electronic Press. Volume 2: Issue 1. (2011): Article 5.
. Diunduh pada Jumat, 30 Maret 2012. Schlote, Christiane. ―Literary London: Interdisciplinary Studies in the Representation of London. An Interview with Hanan al-Shaykh.‖ Literary London.
September
2003.
Diunduh pada Jumat, 23 Maret 2012.
Artikel Surat Kabar/Majalah Online: Hamza, Husein Bin. ―Hanan al-Shaykh: The Rebel Shehrazade.‖ English AlAkhbar 14 Desember 2011. Diunduh pada Jumat, 23 Maret 2012. Hodeib, Mirella. ―It‘s Not My Beirut Anymore.‖ The Daily Star Lebanon 4 November 2011. Diunduh pada Jumat, 23 maret 2012. Artikel di Website:
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
110
Beydoun, Lina. ―Hanan al-Shaykh.‖ Lebwa: Lebanese Women’s Awakening. 17 Mei 2009. Diunduh pada Jumat, 23 Maret 2012. ―Hanan al-Shaykh: Biography/Criticism.‖ Voice From the Gaps. 2004. University of
Minnesota.
18
Agustus
2004.
PDF: Atieh, Majda R. dan Ghada Mohammad. “Post-traumatic Responses in the War Narratives of Hanan al-Shaykh‘s The Story of Zahra and Chimamanda Ngozi Adichie‘s Half of a Yellow Sun.‖ Makalah. (t.t)
<www.inter-
disciplinary.net/.../mohammadtpap..>. Diunduh pada Jumat, 30 Maret 2012. Shihada, Isam M. ―Engendering War in Hanan al-Shaykh‘s The Story of Zahra.‖ Makalah. Desember 2008. <www.nobleworld.biz/images/Shihada2.pdf> Diunduh pada Sabtu, 24 Maret 2012.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
111
LAMPIRAN Foto Hanan Al-Shaykh
Sumber: (Mohammad Azakir/The Daily Star) Wawancara dengan penulis Lebanon Hanan al-Shaykh di Beirut, Lebanon pada hari Selasa, 1 November 2011
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012
112
Gambar sampul depan novel Hikayat Zahra versi bahasa Arab
Penerbit: Darul Adab Jami‘ al-Huquq Mahfuzoh, Beirut, 1989.
Universitas Indonesia
Tokoh dan..., Ummu Hanie, FIB UI, 2012