IMPLEMENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN TEKNIK OTOMOTIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS) DI SMK N I GONDANG SRAGEN
SKRIPSI Oleh:
TITIN SUPARTINI NIM K2505032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan, sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sudah pada tempatnya kalau kualitas SDM ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (Imtak). Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, pemerintah telah berupaya membuat Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah yang baik adalah kurikulum yang dapat memberi keleluasaan bagi sekolah untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan khusus peserta didik sesuai dengan tuntutan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, sekolah memiliki wewenang penuh dalam mengimplementasikan kurikulum dalam proses belajar mengajar. Namun kenyataannya belum semua guru dapat mendesain dan mengimplementasikan kegiatan pembelajaran yamg dapat mengembangkan potensi para siswa secara optimal. Menurut para pemerhati dan pakar pendidikan di Indonesia dalam lima tahun terakhir, pada berbagai seminar, simposium, diklat dan workshop baik di tingkat daerah maupun pusat yang diadakan oleh Departemen Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa Pendidikan di Indonesia belum secara optimal menghasilkan lulusan yang benar-benar dapat mandiri, kreatif, produktif dan inovatif yang sangat dibutuhkan untuk kemajuan pembangunan bangsa. Atas dasar keprihatinan tersebut maka lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sekarang menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Anak cenderug tidak begitu tertarik dengan pelajaran Teknik Otomotif karena dirasa sulit.
1
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar Teknik otomotif siswa rendah yaitu faktor internal dan eksternal dari siswa. Faktor internal antara lain: motivasi belajar, intelegensi, kebiasaan dan rasa percaya diri. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar
siswa, seperti; guru sebagai Pembina kegiatan belajar, strategi pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan. Dari masalah-masalah yang dikemukakan diatas, perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa. Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan peciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Teknik otomotif. Dalam hal ini penulis memilih model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dalam meningkatkan kecakapan hidup dalam mata pelajaran Teknik otomotif. Pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan keterampilan dan pemahaman konsep untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas guru
mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda diantara mereka. Menurut E. Mulyana “Pembelajaran aktif dengan menciptakan suatu kondisi dimana siswa dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator”. Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan sehingga siswa akan terus termotivasi dari awal sampai akhir Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dalam hal ini pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru disekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Teknik otomotif. Berdasarkan uraian diatas maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, dirancang untuk mengkaji penerapan pembelajaran CTL dalam meningkatkan kecakapan hidup dalam mata pelajaran Teknik otomotif. Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dari beberapa model pembelajaran, ada model pembelajaran yang menarik dan dapat memicu peningkatan penalaran
siswa yaitu model pembelajaran CTL. Pada dasarnya, pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan keterampilan dan pemahaman konsep untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa alasan mengapa pembelajaran kontekstual menjadi pilihan, (1) proses pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student centered), (2) peran guru hanya sebagai fasilitator dan mediator, (3) aktivitas belajar siswa intensitasnya menjadi lebih tinggi, (4) terjadi proses belajar yang bermakna sehingga kecakapan hidup (life skills) siswa akan berkembang, dan (5) prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran otomotif menjadi lebih baik (Depdiknas, 2003; Johnson, 2000; Nur, 2001). Kalau pelaksanaan pendidikan yang kurang dapat mendorong kreativitas dan produktivitas itu dibiarkan terus menerus, maka bukan tidak mungkin, orang-orang Indonesia menjadi bangsa yang semakin tidak dapat bersaing di era persaingan bebas baik dalam skala lokal, regional, nasional maupun global (internasional). Bahkan boleh jadi menyebabkan ketidak mampuannya untuk dapat mengatasi permasalahan hidupnya sendiri. Apalagi dalam masa sulit yaitu multi krisis di Indonesia yang belum kunjung membaik ini. Berdasarkan permasalahan diatas, maka diangkat judul penelitian sebagai berikut : “ Implementasi Contextual Teaching and Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Teknik Otomotif Sebagai Upaya Peningkatan Kecakapan Hidup (Life Skills) di SMK N I Gondang Sragen ” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada peningkatan kecakapan hidup siswa di SMK N I Gondang Sragen dengan menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?” C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat lebih efektif, efisien, dan terarah serta terfokus pada masalah yang diteliti, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut : 1. Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan pada siswa kelas III Jurusan Otomotif SMK N I Gondang Sragen semester ganjil tahun ajaran 2009 / 2010. 2. Objek Penelitian a)
Metode Penelitian ini dibatasi pada metode pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL). b) Kecakapan hidup Kecakapan hidup (Life Skills) siswa dibatasi pada kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. c)
Materi Materi Otomotif dibatasi pada mata pelajaran Kelistrikan Otomotif pada pokok
bahasan Sistem Pengapian.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa terhadap materi yang disampaikan guru pada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMK N 1 Gondang Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010 .
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapaun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a.
Sebagai bahan pembanding untuk pertimbangan dan pengembangan pada penelitian sejenis dimasa mendatang.
b.
Menambah wawasan dan sebagai bahan acuan dalam pembelajaran teknik otomotif.
2. Manfaat Praktis
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kecakapan hidup siswa setelah digunakan metode pembelajaran CTL.
b.
Kecakapan hidup siswa dapat muncul secara maksimal setelah menggunakan metode pembelajaran CTL.
c.
Memberikan gambaran tentang proses pembelajaran yang efektif.
d.
Dapat mengidentifikasikan permasalahan yang timbul dikelas, sekaligus mencari solusi pemecahannya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Kecakapan Hidup (Life Skills) a.
Pengertian Kecakapan Hidup (Life Skills) Banyak pendapat dan literatur yang mengemukakan bahwa pengertian kecakapan hidup
bukan sekedar keterampilan untuk bekerja (vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. WHO (1997) mendefinisikan bahwa : Kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu mengahadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif. Kecakapan hidup mencakup lima jenis, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan (5) kecakapan kejuruan. Pengembangan kecakapan hidup itu mengedepankan aspek-aspek berikut: (1) kemampuan yang relevan untuk dikuasai peserta didik, (2) materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (3) kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik untuk mencapai kompetensi, (4) fasilitas, alat, dan sumber belajar yang memadai, (5) kemampuankemampuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan peserta didik. Kecakapan hidup akan memiliki makna yang lebih luas apabila kegiatan pembelajaran yang dirancang memberikan dampak positif bagi peserta didik dalam membantu memecahkan
problematika kehidupannya, serta mengatasi problematika hidup dan kehidupan yang dihadapi secara proaktif dan reaktif guna menemukan solusi dari permasalahannya. Menurut “Standar Nasional Pendidikan” (SNP), kurikulum di Pendidikan Dasar dan Menengah formal dan non-formal mencakup Kecakapan Hidup (PP nomor 19 tahun 2005 pasal 13 ayat 1). Adapun tujuan dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk memberdayakan remaja agar melanjutkan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan sehingga mereka dapat hidup dimanapun dan mampu menggunakan sarana-prasarana di sekitar mereka untuk mendukung dan mengembangkan kualitas hidup mereka. Depdiknas meyakini dengan kecakapan hidup siswa akan : a. Mempunyai kecakapan pengetahuan, sikap dan kesiapan untuk sukses bekerja untuk atasan 6 atau bekerja secara mandiri, yang akan membantu kualitas hidup mereka. b. Mempunyai motivasi tinggi dan etos kerja sukses dan bersaing di lingkungan dan konteks pasar lokal, domestik dan internasional (global). c. Menyadari pentingnya pendidikan untuk mereka sendiri dan keluarganya dan untuk meningkatkan pendapatan mereka dan kesejahteraan sosialnya. d. Mempunyai kecakapan dan kesempatan untuk belajar sepanjang hayat sehingga mereka dapat mencapai level yang sama dengan orang lain. PP nomor 19 tahun 2005 (pasal 3, ayat 1) dan panduan BSNP tentang (Model Integrasi Pendidikan Kecakapan Hidup, 2007 : 1) menyatakan bahwa sekolah baik formal maupun nonformal memiliki kepentingan untuk mengembangkan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup untuk dimasukkan dalam standar Isi (S1) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Hal ini dilandasi kenyataan bahwa dalam pendidikan tidak hanya mengejar pengetahuan semata tetapi juga mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai-nilai tertentu yang dapat direfleksikan dalam kehidupan nyata peserta didik. Dari pengertian diatas, dapat diartikan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praktis dapat membekali peserta didik dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan
karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada. Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan agar peserta didik mengenal dan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi dan bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yang terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri. b. Manfaat Kecakapan Hidup Bagi Siswa Manfaat siswa dengan kecakapan hidup terletak pada empat yaitu : individu, masyarakat, pemerintah regional dan Negara. Manfaat Kecakapan Hidup untuk level individu adalah : kecakapan pengetahuan dan pemahaman untuk bekerja di suatu perusahaan atau menjadi pengusaha yang membuka lapangan kerja dan mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kecakapan lebih lanjut. Manfaat Kecakapan Hidup untuk level masyarakat adalah : Menciptakan lapangan pekerjaan baru di masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan sosial dan ancaman kejahatan sosial dan masalah lainnya. Manfaat Kecakapan Hidup untuk level Pemerintah Regional dan Negara adalah : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi regional dan potensi untuk pajak serta mengurangi urbanisasi. c.
Cakupan Kompetensi Pendidikan Kecakapan Hidup Kebanyakan orang menganggap bahwa Kecakapan Hidup dalam Pendidikan itu hanya
mencakup kompetensi yang berupa keterampilan praktis untuk bekerja saja seperti keterampilan menjahit, memasak, bermain musik, bertani, berternak dan keterampilan sejenisnya. Padahal tidak hanya itu saja. Keterampilan yang dimaksud tadi hanya merupakan sebagian kompetensi yang dalam Pendidikan Kecakapan Hidup dinamakan Kecakapan “Vokasional” yaitu kecakapan orang untuk menciptakan jasa dan memproduksi barang. Sebenarnya masih ada kecakapan lain yang harus dikembangkan untuk mendukung kecakapan vokasional secara integral saling mempengaruhi dan mendukung dengan yang lain yaitu kecakapan Personal dan Social yang sangat erat dengan kecakapan yang berhubungan dengan kepribadian dan mental spiritual. Serta etos kerja dan kecakapan lainnya adalah kecakapan Akademyc / Intelectual yang terkait erat dengan penguasaan pengetahuan dan teknologi, menggunakan keterampilan ilmiah, bersikap dan berpikir ilmiah, berpikir strategis, belajar sepanjang hayat, kecakapan berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif, mandiri, dapat
mengambil keputusan dan mampu memecahkan masalah, mampu bereksplorasi dan melakukan penelitian sederhana maupun kompleks, serta kemampuan menggunakan teknologi. Kecakapan Hidup secara rinci yang dikembangkan oleh Sistem Pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut : Tabel 1. Daftar Kompetensi Kecakapan Hidup dari Depdiknas Personal
Sosial
Akademik /
Vokasional
Intelektual - Beriman pada -
Bekerjasama -
Tuhan Yang Maha dalam kelompok Esa
-
- Berakhlak Mulia
tanggung
-
-
pribadi
-
- Berpikir rasional
dengan
-
berkomunikasi
-
harkat
dan potensi fisik
martabat
sebagai - bersikap positif
makhluk Tuhan -
- disiplin
Optimalisasi - kerjasama
potensi diri
- hidup sehat
menguasai
dan informasi,
mandiri
Meningkatkan -
Kemampuan
untuk meneliti dan mengeksplorasi -
dan
- Sikap yang baik
Memecahkan dalam lingkungan
masalah -
komunikasi,
dan
Mengambil industri
keputusan -
keterampilan
kritis, teknologi,
- Menjadi manusia dalam kebudayaan kreatif,
mencerminkan
menjahit,
Kecakapan bekerja,
Berpartisipasi Berpikir
lokal dan global
seperti
tertentu
Belajar otomotif,
Berinteraksi sepanjang hayat
yang
area
- Berpikir strategis bertani, beternak, -
- Menghargai diri masyarakat
yang
berkaitan dengan
- Berpikir ilmiah
emosi
suatu
profesi
Bertanggung - Bersikap ilmiah
pembelajaran
-
Menggunakan dengan
ilmiah
untuk mengendalikan
sendiri
berhubungan
jawab keterampilan
Bertanggung jawab
jawab
pengetahuan
Menunjukkan -
- Memahami diri sosial sendiri
Menguasai - Kecakapan yang
Kemampuan
menggunakan
kerja
teknologi d. Implementasi Pengintegrasian Kecakapan Hidup Dalam Kegiatan Pembelajaran Prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) berorientasi pada kehidupan keseharian. Dengan demikian, pelaksanaannya harus selalu diaplikasikan dalam konteks kehidupan keseharian anak didik. Menurut Alimufi Arief, (2007) menyatakan bahwa : “ Program pendidikan berorientasi kecakapan hidup melalui pendidikan berbasis luas (broad based education), sangat mungkin untuk dilaksanakan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Selain tidak mengubah sistem kurikulum yang ada, program ini tidak menambah beban pelajaran baru, melainkan hanya mengubah orientasi program pembelajaran”. Pendidikan Kecakapan Hidup yang diterapkan di sekolah tidak perlu dijadikan mata pelajaran tersendiri karena kecakapan hidup itu sendiri memang terkait dengan kompetensi yang ada pada semua mata pelajaran di sekolah. Jadi, penerapannya diintegrasikan dengan berbagai pelajaran seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, TIK, Agama, Teknik Otomotof, dan sebagainya. Pendidikan Kecakapan Hidup sudah sering dilaksanakan di sekolah lewat kegiatan Ekstra kurikuler dan kegiatannya terfokus hanya pada kecakapan Vokasional yang berupa keterampilan praktis untuk bekerja. Inipun termasuk bagian dari pendidikan kecakapan hidup yang mestinya diimplementasikan juga keterampilan yang lain yaitu : kecakapan pribadi, kecakapan sosial, dan kecakapan akademis. e. Kerangka Hubungan antara Mata Pelajaran, Kecakapan Hidup dan Kehidupan Nyata Prinsip pembelajaran yang mengintegrasikan Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) adalah merupakan pengembangan dari pelaksanan pembelajaran kontekstual, yaitu adanya keterkaitan antara kehidupan nyata dengan lingkungan dan pengalaman peserta didik. Sumber dari BSNP, Model Integrasi Kecakapan Hidup. (Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, 2007). Lebih lanjut hubungan antara mata pelajaran, kecakapan hidup, dan kehidupan nyata dapat digambarkan sebagai berikut :
MATA PELAJARAN Hasil
LIFE SLILL
KEHIDUPAN NYATA Gambar 1. Hubungan antara mata pelajaran, kecakapan hidup dan kehidupan nyata Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan bagian dari materi pendidikan yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Pengintegrasian Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Pembelajaran secara Kontekstual dapat digambarkan sebagai berikut :
Mata Pelajaran
KONTEKSTUA
Permasalahan dalam kehidupan nyata yang harus disikapi dan dihadapi dengan kecakapan tertentu
Perangkat pembelajaran yang mengintegrasikan Kecakapan Hidup
Kegiatan Pembelajaran yang efektif
SDM (Siswa yang berprestasi dan berpotensi) Gambar 2. Konsep Pengintegrasian PKH dalam Pembelajaran kontekstual Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menjabarkan Kecakapan Hidup yang terintegrasi dalam mata pelajaran, antara lain : 1. Melakukan identifikasi unsur Kecakapan Hidup yang dikembangkan dalam kehidupan nyata yang dituangkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang mendukung Kecakapan Hidup (SK-KD) 3. Mengklasifikasi dalam bentuk topik/tema yang sesuai dengan Kecakapan Hidup 4. Menentukan metode pembelajaran 5. Merancang bentuk dan jenis penilaian 2. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual (CTL) Menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2006) CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistic dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan cultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara meteri yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pembelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Johnson, Elaine B. (2002 : 7), menyatakan bahwa : Contextual Teaching and Learning is a system of instructional based on the philosophy that the students learn when they see meaning in academic material, and they see meaning in school work when they can connect new information with prior knowledge and their own experience. Pernyataan ini memiliki pengertian bahwa pembelajararan kontekstual itu memiliki filosofi bahwa peserta didik dapat belajar bila mereka merasa ada kebermaknaan pada materi akademis yang diberikan, dan adanya kebermaknaan pula dalam kegiatan yang diberikan itu bila ada hubungan antara informasi yang baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Pernyataan dari para ahli di atas dapat dikembangkan pula bahwa yang akan dituju dalam kegiatan pembelajaran di kelas adalah agar siswa mencapai potensi belajar yang optimal. Untuk mendapatkan harapan tersebut maka pernyataan tentang hal yang terkait dengan pembelajaran kontekstual tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : Siswa dapat mencapai prestasi belajar bila mereka serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Mereka dapat serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran bila mereka dapat menikmati suasana pembelajaran bila mereka dapat menikmati suasana dan kegiatan
pembelajaran yang sesungguhnya. Mereka dapat “enjoy” dalam mengikuti kegiatan tersebut bila hal-hal yang dipelajari itu terkait dengan apa yang disukai, dialami, dan diperhatikan dalam lingkungan dan kehidupannya. Bila keadaan yang demikian ini dapat tercapai maka prestasi itu secara otomatis akan dapat diperoleh karena ketertarikannya dengan materi dan kegiatan maka akan terjadi keasyikan dan keseriusan dalam belajar sehingga akan lahir banyak kreativitas, produktivitas dan secara langsung dapat teraplikasikan materi dan kegiatan pembelajaran tersebut dalam kehidupan nyata keseharian siswa. Menurut Johnson, 2002, dalam Sujarwati (2008: 19) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah “mutu proses pendidikan yang membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya”. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannyan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat. Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, nampak bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kontekstual adalah membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari suatu permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain dan dari satu konteks ke konteks yang lain. Melalui pembelajaran kontekstual diharapkan hasil belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa sebab pengetahuan dan keterampilan baru diperoleh dengan cara mengkonstruksi sendiri dan bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa. b. Hakekat Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modelling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). c. Prinsip Dasar Komponen CTL Pendekatan CTL terdapat tujuh komponen yaitu: 1) Konstruktivisme a) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. b) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan awal. c) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. 2) Inquiry (Menemukan) 1. Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. 2. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis. 3) Questioning (Bertanya) a) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. b) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang brerbasis inquiry. 4) Learning Community (Masyarakat Belajar) a) Sekelompok orang terikat dalam kegiatan belajar. b) Bekerjasam dengan orang lain lebih baik daripada belajar. c) Tukar pengalaman. d) Berbagi ide. 5) Modelling (Permodelan) a) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar. b) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya. 6) Reflection (Refleksi) a) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari. b) Mencatat apa yang telah dipelajari. c) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
7) Authentic Assesment (Penilaian Yang Sebenarnya) a) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa b) Penilaian produk (kinerja) c) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual Setiap komponen utama CTL seperti yang sudah disebutkan diatas mempunyai prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkan dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip dasar yang dimaksud terlihat pada penjelasan berikut. 1) Konstruktivisme Komponen ini merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang berisi konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dari pengalaman belajar yang bermakna. 2) Bertanya (Questioning) Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya. 3) Menentukan (Inquiry). Komponen menemukan merupakan bagian inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dianjurkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat.seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang belum tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen learning community.
5) Permodelan (Modelling). Komponen pendekatan CTL ini menyatakan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan didahului dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya, cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
6) Refleksi (Reflection). Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan baru yang dipelajari. Dengan demikian apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang bisa diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar mereka bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. 7) Penilaian Autentik (Authentic Assesment). Komponen yang merupakan cirri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis dan menafsirkan data yang terkumpul ketika diperoleh dalam proses pembelajaran siswa berlangsung bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. d. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas Pendekatan CTL dalam kelas secara garis besar, dapat diterapkan di kelas dengan langkah sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Ciptakan masyarakat belajar 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara B. Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian diantaranya oleh: 1. Ahmad faiz (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Implementasi Pendidikan Kecakapan hidup dan Relevansinya dengan Pendidikan islam di MAN Lasem Kabupaten Rembang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi PKH di MAN Lasem kabupaten Rembang sudah terealisasi dengan baik karena dalam proses pembelajarannya menggunakan prinsip pada kurikulum berbasis kompetensi dan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar secara teori dan praktek bekerjasama dengan dinas pendidikan dan ketenagakerjaan yang terkait, misalnya BLK (Balai Latihan Kerja). 2. Sujarwati (2008) dalam tesisnya yang berjudul “Implementasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (Studi Kasus di SMP Negeri 1 bansari kabupaten Temanggung)”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) implementasi pendekatan CTL pembelajaran Bahasa Indonesia dapat berjalan dengan baik mengacu tujuh pilar landasan utama kontekstual, kegiatan pembelajaran diadministrasikan dengan baik sehingga memudahkan untuk melakukan pengecekan data jika terjadi ketidaksesuaian antara pelaksanaan dengan program yang telah disusun. (2) hasil belajar Bahasa Indonesia melalui implementasi pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sudah berhasil mencapai target kriteria kelulusan dalam UAN, (3) masalah yang ditemui oleh guru dalam implementasi pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia secara garis besar adalah pemahaman guru tentang CTL, terbatasnya sarana penunjang KBM.
C. Kerangka Berpikir
Prinsip pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran CTL pada kerangka berpikir dalam penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa. Masalah Rendahnya mutu PBM yang kurang dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi persoalan hidup karena kurang memperhatikan PKH
Aksi Pengembangan Pembelajaran Kontekstual yang memasukkan PKH di SMK N I Gondang
· ·
Dampak Peningkatan Kecakapan Hidup Siswa
Hasil Proses Pembelajaran yang efektif Prestasi Belajar Gambar 3.. Alur Kerangka Pemikiran Dari kerangka teori dapat dijelaskan bahwa melalui desain dan pelaksanaan
pembelajaran yang inovatif dan kreatif (Pembelajaran Kontekstual yang mengintegrasikan PKH) dapat menghasilkan Proses Kegiatan Pembelajaran (PKP) yang efektif serta prestasi belajar yang optimal sehingga dapat berdampak terhadap pengembangan dan peningkatan kecakapan hidup siswa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK N I Gondang Sragen dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Di SMK Negeri 1 Gondang Sragen belum pernah diadakan penelitian tentang masalah penggunaan model pembelajaran sehingga diharapkan akan memberi manfaat bagi peningkatan pemahaman siswa dalam proses pembelajaran serta guru dalam mengajar. b. Penelitian dilaksanakan bersamaan dengan program pendampingan SMK sehingga efisien dan efektif dalam pertimbangan waktu dan tenaga c. Mendapatkan akses dan perijinan yang mudah dari pihak sekolah untuk melaksanakan penelitian di tempat tersebut. d. Masih kurangnya variasi guru dalam mengajar sehingga diharapkan model pembelajaran CTL ini bisa menjadi salah satu alternatif guru dalam mengajar. Subyek penelitian adalah siswa kelas III TMO1. Penelitian dilaksanakan pada saat mata pelajaran Kelistrikan Otomotif berlangsung dengan pokok bahasan Sistem Pengapian. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan secara bertahap. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: a. Tahapan Persiapan Tahapan Persiapan meliputi: pengajuan judul, pembuatan proposal, survei di sekolah yang bersangkutan, permohonan ijin serta seminar proposal. Jangka waktu yang dibutuhkan tiga bulan yaitu mulai Maret 2009 - Mei 2009.
b. Tahapan Pelaksanaan 20 Tahapan pelaksanaan, yaitu kegiatan yang berlangsung dilapangan, meliputi: perencanaan tindakan, implementasi tindakan, pengamatan kelas, dan refleksi. Jangka waktu yang dibutuhkan dua bulan Juni 2009 - Agustus 2009. c. Tahap Akhir
Tahap akhir adalah pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2009 sampai dengan Oktober 2009. Bentuk dan Strategi Penelitian 1.
Bentuk Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Peneliti berkeyakinan untuk menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena jenis penelitian ini memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimat-kalimat yang memiliki arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku yang diamati. 2.
Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini strategi yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah penelitian untuk setiap siklus perlakuan pembelajaran otomotif adalah sebagai berikut:
Refleksi Rencana Tindakan
Observasi
Siklus I
Pelaksanaan Tindakan Refleksi Rencana Tindakan
Observasi Pelaksanaan Tindakan
Siklus II
Perumusan Gambar 4. Bagan alur pelaksanaan PTK Kesimpulan Penjelasan: 1.
Siklus I Proses tindakan pada siklus I adalah :
Tahap Rencana Tindakan, pada penelitian ini dibuat Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) dengan model pembelajaran CTL. Selain itu juga dipersiapkan format observasi pembelajaran. Tahap Pelaksanaan Tindakan, pada tahap ini guru melaksanakan tindakan sesuai dengan skenario yang telah disusun pada RPP, yaitu:
A. Kegiatan awal ü Guru melakukan appersepsi tentang materi sistem pengapian baterai ü Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang sistem pengapian baterai ü Menunjukkan gambar-gambar tentang sistem pengapian baterai B. Kegiatan Inti ü Membagi siswa dalam 5 kelompok belajar, masing-masing kelompok belajar terdiri dari 7 orang : a)
Kelompok 1 membahas rangkaian sistem pengapian baterai
b) Kelompok 2 membahas konstruksi sistem pengapian baterai c)
Kelompok 3 membahas fungsi komponen sistem pengapian baterai
d) Kelompok 4 membahas cara kerja sistem pengapian baterai e)
Kelompok 5 membahas kerusakan dan perbaikan sistem pengapian baterai
ü Memastikan semua siswa memiliki catatan hasil diskusi tersebut, sehingga dalam kurun waktu yang bersamaan semua siswa akan mendapat jawaban dari kelima kasus. ü Salah satu siswa melaporkan hasilnya didepan kelas dan yang lainnya menyimak laporan tersebut. ü Guru memberikan penguatan dan klarifikasi terhadap laporan dan jawaban siswa. C. Kegiatan Akhir Penilaian Data kecakapan hidup siswa diperoleh dari: 1. Partisipasi siswa dalam kerja kelompok 2. Lembar kerja pengumpulan daftar kerja kelompok 3. Cara siswa menyampaikan usul deskriptif secara lisan 4. Hasil laporan siswa terhadap kasus yang dibahas 5. Lembar pengamatan/skala sikap 6. Sikap dan perilaku selama kerja kelompok Tahap Observasi, yaitu pada tahap ini dilakukan kegiatan mengamati dampak tindakan yang dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara observasi, dan catatan lapangan dengan format observasi yang telah disusun sebelumnya. Tahap Refleksi, yaitu kegiatan evaluasi mengenai perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh atas data yang terhimpun sebagai dampak atas tindakan yang dirancang, selain itu juga
mengidentifikasi kelemahan dan keunggulan pelaksanaan tindakan yang sudah dilakukan yang selanjutnya hasil refleksi ini akan dijadikan pijakan untuk melaksanakan siklus berikutnya. Hasil yang didapat dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis. Pada tahap ini, pengajar dapat merefleksi diri berdasarkan hasil observasi dan diskusi, untuk mengkaji apakah tindakan yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Hasil analisis data yang dilakukan dalam tahapan akan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. 2.
Siklus II
Tahap Rencana Tindakan: Refleksi yang dilakukan pada akhir
siklus I bertujuan untuk
mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi. Hasil refleksi ini kemudian digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus II. Tahap Pelaksanaan Tindakan: Tindakan II berupa implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran yang telah direvisi untuk mengatasi masalah pada siklus I yang belum tuntas. Selama proses belajar pada siklus kedua ini juga akan dilakukan observasi kecakapan hidup siswa. Kegiatan guru dan siswa dijabarkan sebagai berikut: A. Kegiatan awal v
Guru memberitahukan pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan dipelajari serta menjelaskan strategi pembelajaran yang akan digunakan
v
Guru mengarahkan siswa untuk membentuk 3 kelompok
v
Guru mengarahkan siswa untuk menggunakan alat dan bahan sesuai porsi kelompoknya
B. Kegiatan Inti v
Siswa membentuk kelompok yang anggotanya heterogen dan jumlah siswa dalam satu kelompok sesuai dengan keseluruhan jumlah siswa yaitu 35 siswa sehingga di bagi 3 kelompok ( @ 12 siswa dan ada 1 kelompok yang anggotanya 11 siswa )
v
Guru memberikan lembar kerja kepada tiap kelompok
v
Tiap kelompok mendapat 1 porsi alat dan bahan
v
Tiap kelompok mengidentifikasi, mengamati, dan mencatat komponen
v
Tiap kelompok berdiskusi tentang tugas sambil meggunakan alat dan bahan yang tersedia
v
Guru membantu secukupnya pada masing-masing kelompok
v
Melaksanakan diskusi kelas
v
Mempresentasikan didepan kelas
C. Kegiatan Akhir v
Guru menyampaikan poin – poin utama dari materi yang telah didiskusikan
v
Siswa diarahkan membuat rangkuman tentang materi yang telah diterangkan
v
Guru mengingatkan siswa untuk membaca materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya
Tahap Observasi: tahap observasi sama dengan pelaksanaan pada tahap yang pertama yakni mengamati dampak tindakan yang dilakukan. Tahap Refleksi : Refleksi II juga dilakukan bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus II dengan jalan mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi. Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan berhasil tidaknya keseluruhan tindakan implementasi pembelajaran di dalam kelas terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian PTK yang penulis kerjakan disini hanyalah meliputi dari 2 siklus, dikarenakan keterbatasan pemikiran, materi serta ketersediaannya waktu yang penulis miliki. Mungkin dalam kedua siklus ini masih terdapat kekurangan dalam peningkatan pembelajaran maka dari itulah tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penelitian PTK sampai terjadinya kesempurnaan dari penyelenggaraan penelitian dan dapat mencapai lebih dari 2 siklus di atas. Sumber Data Sesuai dengan fokus masalah yang diamati, maka data yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Informasi guru kompetensi otomotif di SMK N I Gondang. 2. Tempat dan peristiwa berlangsungnya proses pembelajaran, dan 3. Catatan lapangan dan arsip. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data-data dari subjek penelitian, penulis menggunakan metode catatan lapangan, metode observasi, metode tes, dan metode wawancara. 1.
Metode Catatan lapangan
Digunakan untuk mencatat semua kejadian pembelajaran yang dilakukan peneliti dan siswa.
2.
Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengetahui dan mengukur kecakapan akademik siswa sebelum penelitian serta mengetahui keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas/tes.
3.
Metode Observasi
Observasi adalah metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Ngalim, 1988)
Metode observasi digunakan untuk
mendapatkan data tentang kecakapan hidup siswa. 4.
Metode wawancara
Metode wawancara digunakan untuk menggali informasi yang berkenaan dengan aspekaspek pembelajaran, penentuan tindakan, sehingga dijadikan acuan untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya. Validitas Data Dalam menguji keabsahan suatu data atau memeriksa kebenaran data digunakan cara pengamatan langsung yang terus-menerus, trianggulasi, baik trianggulasi sumber data maupun trianggulasi teknik pengumpulan data, menganalisis kasus negative, mengadakan sumber check, serta membicarakan dengan orang lain atau rekan sejawat. Terkait dengan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data yang terpercaya melalui : (1)
Pengamatan langsung secara terus-menerus. Kegiatan ini dimaksudkan bahwa peneliti berusaha untuk selalu mengamati proses pelaksaaan pembelajaran yang berlangsung.
(2)
Trianggulasi data. Teknik pemeriksaan kevalidan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh. Jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Triangulasi sumber digunakan untuk pengumpulan data sejenis dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda, yaitu melalui guru dan kepala sekolah sedangkan triangulasi metode digunakan untuk pengumpulan data yang berbeda, yaitu melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
(3)
Membicarakan dengan orang lain (rekan-rekan sejawat yang banyak mengetahui dan memahami masalah yang diteliti)
Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data, dan dikerjakan secara intensif setelah meninggalkan lapangan. Data yang berupa kata/kalimat dari catatan lapangan dan wawancara diolah menjadi kalimat-kalimat yang bermakna dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif mengacu pada model analisis dari Miles dan Huberman (1992) yang dilakukan dalam 3 komponen berurutan : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian singkat, dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing siklus (tindakan). Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan, dan penggolongan data. Data yang terkumpul disajikan secara sistematis dan perlu diberi makna. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang dijelaskan secara rinci yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini dari awal sampai akhir penelitian. Dalam penyusunan penelitian ini prosedur yang akan dilakukan dijelaskan sebagai berikut : 1.
Tahap pra lapangan
Pada tahap ini peneliti menentukan lokasi penelitian, peninjauan tempat atau lokasi penelitian seerta mengurus perijinan penelitian. 2. Tahap pekerjaan lapangan Dalam tahap ini peneliti mulai melakukan tindakan kelas, mengumpulkan data-data di lokasi, denagn melakukan wawancara mendalam, melakukan observasi serta mencatat dokumendokumen dan arsip-arsip yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 3. Tahap analisa data
Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data, serta merumuskan kesimpulan akhir sampai hasil temuan penelitian selain itu juga merumuskan implikasi sebagai bagian dari pengembangan saran akhir penelitian. Kegiatan tersebut merupakan tahap yang dapat dilakukan paada tahap ini. 4.
Tahap penyusunan laporan penelitian
Peneliti pada tahap ini mulai menyusun laporan awal serta apabila terjadi perbaikan laporan dan disusun kembali sebagai laporan akhir.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Profil SMK Tempat Penelitian Sekolah yang dijadikan tempat penelitian adalah
SMK NEGERI I GONDANG
SRAGEN. Sekolah ini terletak di Jl. Tunjungan-Gondang, Gondang, Sragen, Jawa tengah, dengan Kode pos 57254 dan nomor Telp. (0271) 887351/5890982. Riwayat berdirinya SMK NEGERI I GONDANG SRAGEN yaitu pada tanggal 10 April 2005. SMK ini merupakan SMK yang baru sehingga merupakan SMK yang menjadi tempat program pendampingan SMK. SMK NEGERI I GONDANG SRAGEN satu-satunya SMK negeri di kecamatan Gondang, juga letaknya di perbatasan Jawa tengah dan Jawa timur sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan. Hasil ujian tahun kemarin terbukti dapat meluluskan 100% siswanya. SMK N I Gondang notabenya adalah unit sekolah baru yang terletak di tengah-tengah desa yang berjarak ± 2,5 km dari jalan raya, walaupun terletak di desa tapi akses jalan dan transportasi ke SMK mudah dilewati. Letaknya yang berdekatan dengan persawahan sehingga suasananya sepi. SMK N I Gondang berhadapan dengan rel kereta api, jadi terdengar sedikit bising bila ada kereta lewat. Berdasarkan bangunan fisiknya, SMK N I Gondang menempati areal tanah seluas ± 2500m2 yang terdiri dari gedung dan halaman. Walaupun terbilang luas tapi masih banyak lahan
yang belum digunakan. Tempat parkirnya masih bercampur antara siswa maupun guru dan karyawan sehingga masih terlihat berantakan. Semua ruangan tertata rapi dan bersih, serta didukung pengadaan air yang cukup dan bersih. Sekolah ini masih dalam tahap penyempurnaan, karena untuk sarana prasarana masih belum memadai. Ditinjau dari kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, SMK NEGERI I GONDANG SRAGEN memiliki 37 guru. Dari 37 guru ini 4 tercatat sebagai guru negeri ( PNS ) dan sisanya sebagai tenaga tidak tetap ( WB ). Profil tenaga guru, administrasi, siswa, gedung dan fasilitas sekolah serta sarana 29 prasarana SMK NEGERI I GONDANG SRAGEN. 1. Profil Guru Tabel 2. Jumlah Guru Berdasarkan kelompok Mata Pelajaran Tahun Pelajaran 2009/2010 Kepegawaian Kebutuhan Guru Nama Mata Total PNS NON Jml Kekurang Diklat / Pelajaran PNS Ideal an 1. PPKn dan Sejarah 2 2 2 2. Pend. Agama 1 1 1 3. Bhs dan Sastra 3 3 3 4. Penjaskes 2 2 2 5. Seni dan Budaya 1 1 1 6. Bahasa Jawa 1 1 1 7. Matematika 3 1 2 3 8. Bahasa Inggris 3 3 3 9. Fisika 2 2 1 10. Kimia 1 1 1 11. IPS 2 1 1 2 12. IPA 1 1 1 13. Kewirausahaan 1 1 1 14. BP / BK 3 1 2 2 15. KKPI 1 1 1 16. Multimedia 4 4 4 17. Teknik Mekanik Otomotif 9 1 8 9 2. Profil Siswa Tabel 3. Jumlah Siswa per Kelas Pada Masing-Masing Program Keahlian tahun pelajaran 2009/2010 A. KELAS X
KELAS
L
P
JUMLAH
TMO 1 TMO 2 TMO 3 TMO 4 TMO 5 TIK 1 TIK 2 TIK 3 JUMLAH B. KELAS XI
36 36 36 36 31 10 12 8 205
26 24 28 78
36 36 36 36 31 36 36 36 283
KELAS
L
P
JUMLAH
TMO 1 TMO 2 TMO 3 TMO 4 TIK 1 TIK 2 JUMLAH
38 41 41 34 8 5 167
32 32 64
38 41 41 34 40 37 231
KELAS
L
P
JUMLAH
TMO 1 TMO 2 TIK 1 TIK 2 JUMLAH
35 38 7 7 87
32 31 63
35 38 39 38 150
C. KELAS XII
Keadaan siswa di SMK NEGERI I GONDANG SRAGEN, jika dilihat dari segi akhlak cukup baik, pada pembelajaran di kelas juga berlangsung cukup efektif, tetapi keaktifan siswa masih kurang. Kegiatan pembelajaran di kelas dimulai pukul 07.00 sampai 14.10 WIB dengan dua kali
waktu untuk istirahat yang masing-masing selama 15 menit. Kedisiplinan siswa
diperhatikan oleh guru sehingga sedikit siswa yang terlambat masuk. Pembelajaran di SMK Negeri I Gondang ini meskipun berjalan dengan baik akan tetapi tidak terlepas dari beberapa kekurangan, antara lain kurangnya media pembelajaran dan kemampuan dari guru sendiri dalam membimbing dalam proses pembelajaran, juga banyak guru
yang mengajar tidak sesuai kompetensi. Dengan keadaan seperti itu menyebabkan prestasi siswa menurun yang bisa dikatakan karena kurangnya kepedulian guru terhadap siswanya dan siswa yang kurang aktif dalam belajar, akan tetapi keadaan tersebut dapat teratasi jika adanya komunikasi yang baik antara guru, siswa dan wali siswa itu sendiri serta penggunaan metode pembelajaran yang tepat. B. Gambaran Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Maret-Oktober 2009 yang mengambil tempat di SMK Negeri I Gondang dan pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut: 1.
Perencanaan, meliputi penetapan materi dan penetapan waktu pelaksanannya.
2.
Pelaksanaan, meliputi seluruh proses kegiatan belajar mengajar melalui metode CTL.
3.
Observasi, dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi kecakapan personal siswa,kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional siswa.
4.
Refleksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya. C. Pelaksanaan Tindakan 1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan Kelas Pada tahap ini peneliti menyiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang telah disusun dengan alokasi waktu selama 3 jam pelajaran (3 x 40 menit). Perencanaan tindakan kelas siklus I dilaksanakan dengan memperhatikan permasalahan-permasalahan yang telah dibicarakan antara peneliti dengan subyek penelitian. Perencanaan tindakan kelas siklus I menerapkan pembelajaran dengan menggunakan metode CTL dengn memasukkan aspek inquiry, learning community, dan questioning yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
b. Pelaksanaan Tindakan Kelas
Tindakan kelas siklus I dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2009 hari Rabu jam ke 6-8 ( 10.35-12.50 ). Sebelum pembelajaran dilaksanakan, guru memberitahukan tujuan pembelajaran, memberitahukan gambaran umum inti materi ajar. Pembelajaran dimulai dengan memberikan appersepsi tentang materi pembelajaran dan waktu itu materi pembelajarannya yaitu konstruksi dan cara kerja sistem pengapian. Kegiatan selanjutnya yaitu guru menjelaskan tentang sistem pengapian dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari hanya garis besarnya saja dan sesekali guru melemparkan pertanyaan untuk merangsang pengetahuan siswa. Pertanyaan diberikan kepada siswa secara menyebar tetapi siswa kurang begitu merespon dan hanya beberapa siswa saja yang bisa menjawab itupun secara bersama-sama. Keseluruhan penerapan model pembelajaran CTL ini dengan menggunakan diskusi baik kelompok maupun diskusi kelas. Selanjutnya guru membentuk kelompok dengan membagi 35 siswa menjadi lima kelompok ( @ 7 anak ) dan masing-masing kelompok diberi masalah. Selanjutnya setiap kelompok membahas masalah masing-masing dan tugas guru disini hanya berkeliling membantu secukupnya pada masing-masing kelompok apabila ada kelompok yang bertanya. Tiap-tiap kelompok melakukan pembahasan dengan mengacu kepada LKS dan buku teks. Setelah waktu yang ditentukan untuk diskusi kelompok sudah selesai selanjutnya guru mempersilahkan tiap-tiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas dan setiap kelompok diwakili oleh satu pembicara dan untuk kelompok lain mengajukan tanggapan, begitu juga sebaliknya. c. Hasil Observasi Tindakan Kelas Observasi dilakukan pada saat siswa melaksanakan diskusi kelompok. Indikator atau variabel yang diamati sesuai dalam lembar observasi yang sudah dibuat. Adapun variabel yang diamati adalah kecakapan siswa dalam pembelajaran dan masing-masing variabel mempunyai aspek sendiri-sendiri. Sebenarnya proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik dibandingkan pra penelitian tetapi untuk masing-masing aspek kecakapan hidup siswa belum mendapatkan hasil yang maksimal. Sehingga perlu diadakan wawancara dan bimbingan lebih lanjut. Tujuan guru berusaha memunculkan kecakapan hidup dalam pembelajarannya adalah melatih siswa menumbuhkan kecakapan hidup pada dirinya. Usaha guru tersebut berhasil, kecakapan hidup siswa tumbuh yang ditandai dengan meningkatnya presentase siswa yang menunjukkan kecakapan hidup ketika proses belajar. Kecakapan eksistensi diri, kecakapan menggali infomasi,
dan kecakapan bekerja sama merupakan tiga kecakapan hidup yang menonjol, sedangkan kecakapan komunikasi masih tergolong rendah. Setelah diskusi kelompok selesai dan sudah dipresentasikan, siswa dikembalikan ke kelas besar untuk evaluasi. Pada akhir pembelajaran, guru menyimpulkan materi pembelajaran. d. Refleksi Tindakan Kelas Refleksi terhadap hasil tindakan setelah jam mata pelajaran sistem pengapian selesai. Hasil refleksi menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa perilaku siswa yang perlu ditingkatkan, antara lain: (1) belum optimalnya siswa memusatkan perhatian pada pelajaran, (2) kurang optimalnya siswa mengendalikan tugas kelompok, sehingga beberapa siswa tidak terlibat dalam pengerjaan tugas (off task). Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I ini masih perlu diadakan perbaikan pada tindakan siklus selanjutnya karena dari hasil yang dicapai belum memuaskan. Berdasarkan hasil refleksi terhadap tindakan siklus I, maka rencana tindakan I perlu direvisi, dan hasilnya akan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan tindakan siklus II. Untuk menyusun rencana pada tindakan kelas siklus II maka perlu diadakan revisi terencana dari tindakan kelas siklus I. Berdasarkan hasil dari refleksi tindakan kelas siklus I, maka beberapa revisi yang disepakati antara peneliti dengan guru pamong adalah sebagai berikut : (1) Guru harus mampu mengendalikan kelas, (2) Guru sesering mungkin memberikan motivasi kepada siswa agar dapat bekerjasama dengan baik, (3) Guru sesering mungkin mengingatkan siswa agar melaksanakan diskusi dengan penuh tanggung jawab karena hal itu akan mempengaruhi hasil yang akan dicapai, (4) Pengenalan dalam kelompok harus lebih diperjelas dan sebaiknya dilakukan oleh anggota kelompok. 2. Siklus II a) Perencanaan Tindakan Kelas Berdasarkan dari observasi dan refleksi pada pembelajaran tindakan kelas siklus I, maka rencana tindakan kelas siklus I perlu revisi dan akan digunakan sebagai acuan tindakan pembelajaran kelas siklus II. Siklus II dilaksanakan satu kali pertemuan dengan materi pembelajaran identifikasi komponen sistem pengapian konvensional dengan baterai. Guru melatihkan kecakapan hidup sejak mengawali pembelajaran, misalnya dengan guru mengucapkan salam kepada siswa dan guru mengomentari kehadiran siswa. Langkah ini
menyadarkan siswa sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial, dengan mengembangkan rasa simpati dan empati terhadap sesama siswa. Semua itu merupakan perwujudan dari kecakapan eksistensi diri. Guru juga memberi motivasi sebelum pembelajaran dengan harapan siswa lebih memperhatikan, tidak malu-malu baik dalam bertanya maupun mengutarakan pendapatnya sendiri dan bersemangat dalam belajar. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang telah dibuat dan pelaksanaan dilaksanakan dalam 3 jam pelajaran ( 120 menit ) b) Pelaksanaan Tindakan Kelas Sebenarnya pelaksanaan tindakan putaran ke dua ini hampir sama dengan tindakan putaran pertama tetapi kualitas pembelajaran meningkat. Tindakan siklus II dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2009 jam ke 6-8 ( 10.35-12.50 ). Pembelajaran dilaksanakan di ruang praktek, siswa dihadapkan pada alat praktek sehingga kecakapan vokasional dapat muncul. Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan kegiatan belajar secara umum dan siswa diarahkan membentuk kelompok, sedangkan guru mengarahkan siswa untuk menggunakan alat dan bahan sesuai porsi kelompoknya. Siswa membentuk kelompok yang anggotanya heterogen dan jumlah siswa dalam satu kelompok sesuai dengan keseluruhan jumlah siswa yaitu 35 siswa sehingga di bagi 3 kelompok ( @ 12 siswa dan ada 1 kelompok yang anggotanya 11 siswa ). Guru memberikan lembar kerja kepada tiap kelompok. Tiap kelompok mendapat 1 porsi alat dan bahan. Tiap kelompok mengidentifikasi, mengamati, dan mencatat komponen. Langkah ini digunakan guru untuk melatih kecakapan siswa dalam menggali informasi, mengolah informasi sehingga memiliki makna, dan berkimunikasi secara lisan. Tiap kelompok berdiskusi tentang tugas sambil menggunakan alat dan bahan yang tersedia. Guru membantu secukupnya pada masing-masing kelompok. Siswa mempresentasikan didepan kelas. Dalam mengkomunikasikan pendapatnya, siswa dilatih tata cara mengemukakan pendapat dengan baik, ucapkan salam, perkenalkan nama, lalu mengungkapkan makna dengan bahasa Indonesia yang baku. c)
Hasil Observasi Tindakan Kelas Waktu observasi dilakukan sama dengan pada observasi siklus I yaitu pada saat siswa
melaksanakan diskusi kelompok. Indikator atau variabel yang diamati sesuai dalam lembar observasi yang sudah dibuat. Adapun variabel yang diamati adalah kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran dan masing – masing variabel mempunyai aspek sendiri – sendiri.
Pelaksanaan diskusi kelompok pada putaran kedua ini sudah menunjukkan peningkatan dan cukup baik, siswa yang mempunyai kemampuan lebih mau membantu teman satu timnya yan mengalami kesulitan dalam memahami materi dan menuntaskan soal-soal. Kegiatan ini melatih siswa selain untuk meningkatkan kecakapan potensi diri, mengali infomasi, mengolah informasi, bekerja sama, dan komunikasi liasan, juga meningkatkan rasa pecaya diri, tidak mudah menyerah, dan jujur. Presentasi hasil kerja kelompok dilakukan untuk mengembangkan kecakapan eksistensi diri, potensi diri, dan komunikasi lisan. Ketika presentasi, siswa dilatih untuk tata cara berkomunikasi dengan benar, demikian pula ketika forum diskusi kelas (tanya jawab). Akhirnya siswa dilatih menarik kesimpulan. Pada tahap ini siswa dilatih kecapakan mengambil kesimpulan. Dalam proses menarik kesimpulan, siswa dilatih mencermati informasi dan mengolah informasi sehingga memiliki makna yang berlaku lebih umum. Siswa sudah banyak yang berani mengajukan pertanyaan kepada guru, sudah berani menjawab pertanyaan bahkan menjadi pembicara kelompokpun sudah banyak yang mau. Siswa sudah lebih mau menghargai pendapat orang lain, mengambil giliran dan berbagi tugas, memberikan kesempatan orang lain untuk berbicara dan mau mendengarkan dengan aktif serta kerja sama dalam kelompokpun sudah terlihat dengan baik. Semua aspek tersebut sudah membuktikan adanya peningkatan dalam dalam penggunaan model pembelajaran CTL. d) Refleksi Tindakan Kelas Hasil refleksi pada siklus 2 menunjukkan bahwa mutu pembelajaran pada siklus II telah mengalami peningkatan, kecakapan hidup yang dilatihkan guru telah mampu mengubah perilaku siswa dalam belajar. Misalnya, terjadinya peningkatan jumlah siswa yang terlibat dalam belajar, kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, komunikasi lisan dan menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru telah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana. Ketidaksempurnaan peran guru yang terjadi pada siklus 1 tidak terjadi lagi pada siklus 2. Dalam pembelajaran siklus II berjalan lebih baik dari siklus I. Diskusi sudah berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Motivasi yang dilakukan guru pada awal sebelum pembelajaran dapat dikatakan berhasil. Hal ini perlu dilakukan pada setiap pembelajaran karena motivasi dapat membuat siswa bersemangat dan merasa diperhatikan. Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan tindakan yang telah dilakukan pada akhir siklus ke II ini adalah pembelajaran sudah memenuhi harapan yaitu adanya peningkatan kecakapan hidup siswa.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecakapan hidup siswa dengan menggunakan model pembelajaran CTL adalah memuaskan baik aktivitas siswa, kerja sama, maupun ketrampilan praktek. Untuk lebih jelasnya peningkatan pada komponen-komponen indikator keseluruhan dapat di lihat dalam tabel dan histogram dibawah ini :
Tabel 4. Kecakapan hidup yang muncul pada diri siswa Siklus 1
Siklus 2
(%)
(%)
Aspek Kecakapan Hidup Kecakapan Personal 1.Kecakapan Kesadaran diri -
Kecakapan eksistensi diri
14.5
28.3
-
Kecakapan Potensi Diri
92.59
100
2. Kecakapan Berpikir Rasional -
Kecakapan menggali informasi
5.61
100
-
Kecakapan mengambil keputusan
34.7
52.6
-
Kecakapan memecahkan masalah
32.43
68.3
Kecakapan Sosial -Kecakapan komunikasi lisan
21.62
40
- Kecakapan komunikasi tulisan
24.6
33.3
- Kecakapan bekerjasama
81.08
92.6
- Kecakapan untuk bertanggung jawab dan mengendalikan emosi
46.3
89.5
Kecakapan Akademik
- Menguasai pengetahuan
45
60.1
19.2
34.9
6.614
7.4
- Berpikir kritis dan memecahkan masalah -Keseriusan mengerjakan tugas/tes
Perubahan Tindaka
- Bekerja dan terampil menggunakan alat - Mampu Membongkar dan Memasang kembali Rata-rata
23.31
65.82
11.3
16.4
32.78
56.37
(%) prosentase
Kecakapan Vokasional
70 60 50 40 30 20 10 0 siklus I Kecakapan Personal Kecakapan Akademik
Gambar 5.
Histogram Hasil Penelitian Tindakan Kelas Secara Keseluruhan Dari Semua Indikator Pada Siswa Kelas XII TMO 1 SMK N 1 Gondang Tahun Pelajaran 2009/2010. D. Pembahasan
Pembahasan terhadap permasalahan penelitian tinda tindakan kan yaitu berdasarkan analisis data kualitatif terhadap hasil penelitian yang diperoleh dari kerja sama antara peneliti dan guru pamong. Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1) pengunaan metode CTL mampu menumbuhkan kecakapan hidup pada siswa; 2) kecakapan hidup harus dilatihkan secara terencana dan sengaja, sehingga guru harus menjadi fasilitator yang sempurna.
Pembahasan tentang penggunaan model pembelajaran CTL untuk meningkatkan kecakapan hidup siswa dapat dilihat dengan empat aspek yaitu kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional siswa. 1.
Kecakapan Personal Siswa Dalam Pembelajaran Menggunakan Metode CTL
Untuk mengetahui peningkatan kecakapan personal siswa dalam pembelajaran, dapat dilihat dari lembar hasil observasi yang dilakukan pada waktu pengamatan saat diskusi kelompok maupun diskusi kelas yang diberikan pada tiap-tiap tindakan kelas. Adapun kriteria yang dijadikan sebagai patokan untuk menilai apakah siswa sudah ada peningkatan kecakapan personal dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Kecakapan Kesadaran diri ·
Kecakapan eksistensi diri
·
Kecakapan Potensi Diri
2. Kecakapan Berpikir Rasional ·
Kecakapan menggali informasi
·
Kecakapan mengambil keputusan
·
Kecakapan memecahkan masalah
Kecakapan personal siswa yang terlihat dari indikator-indikator diatas pada setiap tindakan cenderung mengalami peningkatan, mungkin yang awalnya dari tiap-tiap indikator diatas belum mengalami peningkatan tetapi setelah dilakukan tindakan kelas siklus II terlihat ada banyak peningkatan dari masing-masing indikator diatas. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh pada saat pengamatan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Tabel 5. Perbandingan Kecakapan Personal Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Kecakapan Personal 1. Kecakapan Kesadaran diri
Siklus 1 (%)
Siklus 2(%)
-
Kecakapan eksistensi diri
14.5
28.3
-
Kecakapan Potensi Diri
92.59
100
2. Kecakapan Berpikir Rasional -
Kecakapan menggali informasi
5.61
100
-
Kecakapan mengambil keputusan
34.7
52.6
-
Kecakapan memecahkan masalah
Rata-rata
32.43
35.966
68.3
69.84
70 60 50 40 30
Kecakapn Personal
20 10 0 I Siklus II Kecakapan Personal Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Gambar 6. HistogramSiklus Perbandingan erbandingan
Dari siklus I hingga siklus II terjadi peningkatan kecaka kecakapan pan personal siswa yaitu 33,874%. Proses peningkatan kecakapan personal siswa pada masing masing-masing masing siklus tersebut terjadi karena usaha dari peneliti dan mitra kolaborasi yaitu yaitu: (1) Pemberian motivasi diberikan pada awal dan akhir pelajaran, (2) Guru uru sering memberi pertanyaan dan tugas yang menantang sehingga memacu siswa untuk memikirkannya secara kritis dan materi yang diajarkan berhubungan dengan lingkungan siswa, (3) Guru mengingatkan siswa untuk belajar mandiri dan mampu memecahkan masalah secara berani. materi dilakukan dengan jelas sebelum diskusi dan dalam pemberian materi juga diberikan pertanyaan yang ada hubungannya dengan materi sehingga siswa lebih punya semangat untuk berfikir dan bertanya apabila ada materi yang belum jelas dan memicu siswa untukk berusaha menjawab pertanyaan, (2) Pengendalian kelas lebih diutamakan karena setiap siklus kondisi dan suasana kelas pasti berbeda sehingga mengendalikan kelas merupakan prioritas utama yang sangat diperhatikan untuk meningkatkan kecakapan personal siswa dalam pembelajaran, (3) Pemusatan perhatian kepada siswa dalam proses pembelajaran pembelajaran, sehingga ingga kegaduhan dapat dikurangi dan ddalam alam setiap pertemuan pemberian motivasi dioptimalkan baik pengulangan materi maupun dorongan untuk m meningkatkan eningkatkan belajarnya serta sesering ring mungkin memberikan motivasi kepada siswa agar dapat bekerjasama dengan baik, Sering diberikan pertanyaan-pertanyaan pertanyaan yang bisa memicu siswa untuk lebih akti aktiff bertanya pada guru, (4) Sesering esering mungkin mengingatkan siswa agar melaksanakan diskusi denga dengan penuh tanggung jawab karena hal itu akan mempe mempengaruhi hasil yang akan dicapai.
2.
Kecakapan Sosial Siswa Dalam Pembelajaran Menggunakan Metode CTL
Kecakapan sosial siswa dalam pembelajaran dapat dilihat setelah melakukan pengamatan. Pengamatan dapat at dilakuk dilakukakan setelah guru membentuk bentuk kelompok diskusi. Adapun indikator-indikator indikator yang menjadi bahan pengamatan dari ketrampilan kooperatif siswa antara lain 1. Kecakapan komunikasi lisan 2. Kecakapan komunikasi tulisan 3. Kecakapan bekerjasama 4. Kecakapan tanggung jawab dan mengendalikan emosi Kecakapan sosial siswa yang terlihat dari indikator indikator-indikator indikator di atas cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terlihat setelah dilakukan tindakan kelas siklus I dalam bentuk diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Masing-masing indikator tor mengalami peningkatan dari bekerjasama dengan orang lain sampai kemampuan mengendalikan emosi sudah terlihat ada kemajuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh setiap siklus terjadi peningkatan kecakapan sosial siswa baik dalam diskusi maupun dalam pembela pembelajaran biasa. Tabel 6 . Perbandingan Kecakapan Sosial Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Siklus 1 (%)
Siklus 2(%)
- Kecakapan komunikasi lisan
21.62
40
- Kecakapan komunikasi tulisan
24.6
33.3
- Kecakapan bekerjasama
81.08
92.6
- Kecakapan untuk bertanggung jawab dan mengendalikan emosi Rata-rata
46.3
89.5
43.4
63.85
Kecakapan sosial
70 60 50 40 Kecakapan Sosial
30 20 10 0 Siklus I Siklus II
Gambar 7. Histogram Perbandingan erbandingan Kecakapan Sosial Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Dari siklus I hingga siklus II terjadi peningkatan kecakapan personal siswa yaitu 20,45%. Proses peningkatan tersebut terjadi karena pperhatian, erhatian, bimbingan dan motivasi guru terhadap siswa yang kesulitan lebih diutamakan sehingga siswa yang masih malu dalam bertanya, memberikan pendapat, menyampaikan informasi dan tid tidak ak mau mendengarkan teman atau guru saat berbicara menjadi lebih kooper kooperatif dan aktif. 3.
Kecakapan Akademik Siswa Dalam Pembelajaran Menggunakan Metode CTL
Kecakapan akademik siswa diperoleh dari siswa yang mampu berpikir kritis dan dari keseriusan siswa dalam am mengerjakan tugas tugas-tugas atau soal-soal pada setiap siklus juga mengalami peningkatan. Indikator kecakapan akademik siswa diperoleh dalam setiap tindakan yang dilakukan pada proses pembelajaran pembelajaran. Tabel 7. Perbandingan Kecakapan Akademik Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Kecakapan Akademik Menguasai pengetahuan Berpikir kritis dan memecahkan masalah Keseriusan mengerjakan tugas/tes Rata-rata
Siklus 1 (%)
Siklus 2(%)
45
60.1
19.2
34.9
6.614 23.61
7.4 34.13
35 30 25 20
Kecakapan Akademik
15 10 5 0 Siklus I Siklus II
Gambar 8. Histogram Perbandingan Kecakapan Akademik Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Dari siklus I hingga siklus II terjadi peningkatan kecakapan personal siswa yaitu 10,52%. Proses peningkatan kecakapan personal siswa pada masing-masing siklus tersebut terjadi karena usaha dari peneliti dan mitra kolaborasi yaitu: (1) Materi dilakukan dengan jelas sebelum diskusi dan dalam pemberian materi juga diberikan pertanyaan yang ada hubungannya dengan materi sehingga siswa lebih punya semangat untuk berfikir dan bertanya apabila ada materi yang belum jelas dan memicu siswa untuk berusaha menjawab pertanyaan. (2) Pengendalian kelas lebih diutamakan karena setiap siklus kondisi dan suasana kelas pasti berbeda sehingga mengendalikan kelas merupakan prioritas utama yang sangat diperhatikan untuk meningkatkan kecakapan personal siswa dalam pembelajaran, (3) Pemusatan perhatian kepada siswa dalam proses pembelajaran, sehingga kegaduhan dapat dikurangi dan dalam setiap pertemuan pemberian motivasi dioptimalkan baik pengulangan materi maupun dorongan untuk meningkatkan belajarnya serta sesering mungkin memberikan motivasi kepada siswa agar dapat bekerjasama dengan baik, sering diberikan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memicu siswa untuk lebih aktif bertanya pada guru,
(4) Sesering mungkin mengingatkan siswa agar
melaksanakan diskusi dengan penuh tanggung jawab karena hal itu akan mempengaruhi hasil yang akan dicapai. 4.
Kecakapan Vokasional Siswa Dalam Pembelajaran Menggunakan Metode CTL
Kecakapan vokasional siswa diperoleh dari siswa yang rajin bekerja dan terampil menggunakan alat praktek pada setiap siklus juga mengalami peningkatan. Indikator kecakapan vokasional siswa diperoleh dalam setiap tindakan yang dilakukan pada proses pembelajaran. Tabel 8. Perbandingan Kecakapan Vokasional Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Kecakapan Vokasional - Bekerja dan terampil menggunakan alat - Mampu Membongkar dan Memasang kembali Rata-rata
Siklus 1 (%)
Siklus 2(%)
23.31
65.82
11.3 17.305
16.4 41.11
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Kecakapan Vokasional
Siklus I Siklus II
Gambar 9. Histogram Perbandingan erbandingan Kecakapan Vok Vokasional asional Siswa Antara Siklus I dan Siklus II Dari siklus I hingga siklus II terjadi peningkatan kecakapan personal siswa yaitu 23,805%. %. Proses peningkatan tersebut terjadi karena pelatihan dan arahan guru untuk mengenal alat dan berusaha menuntun siswa aga agar tekun membongkar dan merangkai.
BAB V SIMPULAN SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan data, analisis data dan pembasan data maka ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan kecakapan hidup siswa pada pembelajaran teknik otomotif di SMK N I Gondang, Sragen. Secara deskripsi diperoleh hasil sebagai berikut : 1. kecakapan personal siswa dalam pembelajaran pada siklus I adalah 35,96% 35,96 dan pada tindakan kelas siklus II mengalami peningkatan menjadi 69,84% % ini menunjukkan peningkatan kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran menggunakan metode CTL.
2. kecakapan sosial siswa dalam pembelajaran pada siklus I adalah 43,4% dan pada tindakan kelas siklus II mengalami peningkatan menjadi 63,85% ini menunjukkan peningkatan kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran menggunakan metode CTL. 3. kecakapan akademik siswa dalam pembelajaran pada siklus I adalah 23,61% dan pada tindakan kelas siklus II mengalami peningkatan menjadi 34,13% ini menunjukkan peningkatan kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran menggunakan metode CTL. 4. kecakapan vokasional siswa dalam pembelajaran pada siklus I adalah 17,305% dan pada tindakan kelas siklus II mengalami peningkatan menjadi 41,11% ini menunjukkan peningkatan kecakapan hidup siswa dalam pembelajaran menggunakan metode CTL. B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pembelajaran teknik otomotif dengan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada pembelajaran teknik otomotif dengan metode konvensional. Hal tersebut berdasarkan oleh beberapa hal yaitu : a) Metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki kelebihan yaitu metode ini memadukan antara pembelajaran kooperatif dan pembelajaran dengan mengaitkan maateri dengan dunia nyata. Siswa didorong untuk dapat 46 yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan menghubungkan antara materi mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri ketika belajar dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga terjadi kebermaknaan belajar. Siswa akan melalui diskusi untuk menyelesaikan masalah akan meningkatkan ketrampilan berfikir siswa baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai. Siswa menjadi lebih kritis, lebih aktif bertanya, lebih memahami materi yang mereka pelajari tidak hanya sekedar menghafal dan membangun pengetahuan berdasar pengalaman mereka sendiri kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. b) Berdasarkan hasil pengamatan juga diperoleh bahwa siswa yang memiliki kecakapan berpikir tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecakapan berpikir sedang maupun rendah, demikian pula siswa yang memiliki kecakapan berpikir sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecakapan berpikir rendah.
C. Saran Berkaitan dengan simpulan di atas, peneliti dapat mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Dalam kegiatan belajar mengajar guru diharapkan menjadikan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai metode alternatif dalam pembelajaran Teknik otomotif untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa. 2. Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru hendaknya mulai menerapkan Contectual Teaching Learning agar siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. 3. Pendekatan pembelajaran kontekstual atau Contectual Teaching Learning seharusnya diterapkan di sekolah-sekolah karena sangat sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimufi Arief, 2007. Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan pendidikan Berbasis Luas. Tim Broad Based Education Depdiknas. Penerbit SIC, Surabaya. Anwar, 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep dan Aplikasi. Bandung, Alfabeta. BSNP, 2007, Model Integrasi Pendidikan Kecakapan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional 2007. Johnson, Elaine, B., 2007, Contextual Teaching and Learning, Corwin Press, INC. A Sage publications Company, Thousand Oaks, California. Moleong, Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Poerwadarminto. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sutopo, H.B., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. Tim Skripsi. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan UNS
Tripp, David, 1997, SCOPE Supporting Workplace learning. Education Department of Western Australia, 151 Royal Street, East Perth W A 6004. Yulastri, A. 2006a. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Jurusan Kesejahteraan Keluarga FT-UNP. Proseding Forum PTK se Indonesia. Gorontalo.
Yulastri, A. 2006b. Kesiapan Kerja mahasiswa Pendidikan Kesejahteraan Keluarga di Bidang non Keguruan. Forum Pendidikan 31, (02); 170180.
Zain, Aswan & Dzamarah, Syaiful Bahri. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. www.puskur.net