SKRIPSI
TINJAUAN YURUDIS KEALPAAN SESEORANG YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS DI POLRES MAROS (Studi Kasus No. 136/pid.B/2012/PN.MRS)
OLEH: FITRAHWATY PORWILAH SYARIF B111 09 435
BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
HALAMAN JUDUL
TINJAUAN YURUDIS KEALPAAN SESEORANG YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS DI POLRES MAROS (Studi Kasus No. 136/pid.B/2012/PN.MRS)
OLEH: FITRAHWATY PORWILAH SYARIF B111 09 435
SKRIPSI Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam Bagian Hukum Kepidanaan Program Studi Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 i
PENGESAHAN SKRIPSI
TINJAUAN YURUDIS KEALPAAN SESEORANG YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS DI POLRES MAROS (Studi Kasus No. 136/pid.B/2012/PN.MRS)
Disusun dan diajukan oleh
FITRAHWATY PORWILAH SYARIF B111 09 435 Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk dalam rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Dan Dinyatakan Diterima
Panitia Ujian Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Aswanto,S.H.,M.S.,DFM. NIP. 19641231 198811 1 001
Kaisaruddin Kamaruddin, S.H. NIP. 196603201991031005
A.n. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik,
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H.,M.H. NIP. 19630419 198903 1003
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Menerangkan bahwa skripsi mahasiswa: Nama
: FITRAHWATY PORWILAH SYARIF
No.Poko
: B111 09 435
Bagian
: Hukum Pidana
Judul
: TINJAUAN YURIDIS KEALPAAN TERHADAP SESEORANG YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS DI POLRES MAROS (Studi kasus No.136/pid.B/2012/PN.MRS)
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi.
Makassar, 2 Oktober 2013 Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Aswanto,S.H.,M.S.,DFM. NIP. 19641231 198811 1 001
Kaisaruddin Kamaruddin, S.H. NIP. 196603201991031005
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Menerangkan bahwa skripsi mahasiswa: Nama
: FITRAHWATY PORWILAH SYARIF
No.Poko
: B111 09 435
Bagian
: Hukum Pidana
Judul :
: TINJAUAN YURIDIS KEALPAAN TERHADAP SESEORANG YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS DI POLRES MAROS (Studi kasus No.136/pid.B/2012/PN.MRS)
Memenuhi syarat dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.
Makassar, Oktober 2013 a.n Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik,
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H. NIP. 19630419 198903 1 003
iv
ABSTRAK FITRAHWATY PORWILAH SYARIF (B111 09 435), dengan judul skripsi “Tinjauan Yuridis Kealpaan Seseorang yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Dalam Kecelakaan Lalu Lintas di Polres Maros (Studi kasus Putusan No. 136/pid.B/2012/PN.MRS)” dibawah bimbingan Bapak Aswanto sebagai Pembimbing I, dan Bapak Kaisaruddin sebagai Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kealpaan yang dilakukan seseorang yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas di Polres Maros pada putusan Nomor 136/pid.B/2012/PN.MRS. Penelitian ini dilaksanakan di Instansi Pengadilan Negeri Maros dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian pustaka dengan cara menelah buku-buku, literatur, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumusan masalah yang dibahas dalam tulisan ini dan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Penerapan hukum pidana terhadap delik kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas pada perkara putusan Nomor: 136/pid.B/2012/PN.MRS telah sesuai dengan pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa sanksi yang diberikan “karena kelalaiannya/ kealpaannya mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan orang lain meninggal dunia”. Perbuatan yang dilakukan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur suatu tindak pidana, yaitu perbuatan terdakwa melawan hukum dan di persidangan telah terbukti mencocoki rumusan delik yang didakwakan serta adanya kesalahan Fakta-fakta hukum baik keterangan para saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa dan terdakwa dianggap sehat jasmani dan rohani, tidak terdapat gangguan mental sehingga dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pada perkara putusan No.136/pid.B/2012/PN.MRS pada Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa mempunyai banyak pertimbangan dengan terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar, hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta yang diperkuat dengan adanya keyakinan hakim, pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.000,- (Dua Ribu Rupiah).
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan Karunia-Nya, tak lupa pula salawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta para Sahabatnya dan suri tauladannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Tinjauan Yuridis Kealpaan Seseorang yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Dalam Kecelakaan Lalu LIntas di Polres Maros (Studi Kasus No.136/pid.B/2012/PN.MRS)”. Skripsi
ini
dilanjutkan
sebagai
tugas
akhir
dalam
rangka
penyelesaian studi sarjana dalam bagian Hukum Pidana program studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ayahanda Syarifuddin dan Ibunda Zariati Budi Zainuddin atas segala pengorbanan, kasih sayang dan jerih payahnya selama membesarkan dan mendidik Penulis, selalu memberikan motivasi, serta doa yang tak henti-hentinya demi keberhasilan Penulis
vi
beserta
saudara-saudariku
Rahmat
Jumrad
Sutrisno
Syarif,
Nurhajrah Permata Syarif, dan Maharani Puspita Syarif yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan motivasi agar penyelesaian penulisan skripsi ini tepat pada waktunya semoga Penulis dapat menjadi orang yang kalian banggakan. 2.
Kepada Opa, Oma, tante, om, saudara sepupuku dan seluruh keluarga besarku yang selalu menyayangi Penulis, memberikan dukungan dan doa sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, Sp.B., Sp.BO. selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta para Pembantu Rektor.
4.
Bapak Prof.Dr.Aswanto,S.H.,M.S.,DFM. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan para Wakil Dekan dan seluruh stafnya.
5.
Bapak Prof.Dr.Aswanto,S.H.,M.S.,DFM. selaku pembimbing I dan Bapak Kaisaruddin Kamaruddin, S.H., selaku pembimbing II yang telah membantu dan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan kepada Penulis selama penulisan skripsi ini.
6.
Bapak Prof.Dr.Muhadar,S.H.,M.S., Bapak Dr. Amir Ilyas, S.H.,M.H., dan Ibu Hijrah Adhyanti M,S.H.,M.H. selaku dosen penguji.
7.
Ketua Pengadilan Negeri Maros beserta jajarannya yang telah memberikan
bantuan,
meluangkan
waktunya
dan
dan
kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.
vii
8.
Sahabat-sahabatku Mahardhika Kusuma Dewi, Nurjihad Aifah Aniesah, Reski Erawaty,S.H., Aulia Susantri,S.H., Muldiana,S.H., dan Nurul Fadhillah yang selama ini telah menjadi sahabat yang terbaik dan mengajarkan sebuah persahabatan serta selalu bersama penulis baik suka maupun duka selalu mengingatkan Penulis setiap Penulis berbuat salah.
9.
Teman-teman KKN yang memberikan banyak pelajaran hidup mengajarkan saya makna akan pengabdian terhadap masyarakat selama proses Kuliah Kerja Nyata Universitas Hasanuddin Gelombang 82 Kec. Liliriaja Kab. Soppeng.
10. Saudara-saudaraku di BSDK (Bengkel Seni Dewi Keadilan) Fakultas Hukum yang banyak memberikan pelajaran dan makna persaudaraan. 11. Kepala UPTD Samsat Maros Ibu Yusti Yusuf dan seluruh Pegawai Samsat Maros beserta pegawai Dipenda Prov. Sulawesi Selatan serta keluarga besar Duta Pajak Daerah Sulawesi Selatan yang memberikan dukungan serta pengertian izin bagi Penulis tidak masuk kantor selama penyusunan skripsi ini. 12. Saudara-saidariku sejak tercatat sebagai maba di Fakultas Hukum Yonna, Agus, Anggun,
Iin, Darius, Mas Indra, Mas GP, Imul,
Fandy, Ka One’, Ka Andi, Ka Adi, Winwin, Baso, Fidya, mami Rika, Ratih,
Ima, Dewi Anggia, Wira, Fikar, atas bantuan dan
semangatnya kepada penulis selama menyusun skripsi.
viii
13. Teman-teman Seperjuangan Angkatan 2009 yang tergabung dalam “DOKTRIN 09”. 14. Senior-senior Ekstradisi ’07, dan Notaris ’08, serta junior-junior Legitimasi ’10, dan Mediasi ’11. Semoga segala bantuan amal kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang luput dari kesalahan. Oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritis dan saran yang bersifat membangun dalam rangka perbaikan skripsi ini, harapan Penulis kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi pembacanya. Amin. Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Maros, Mei 2013
Penulis Fitrahwaty Porwilah Syarif
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................................
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ..................................
iv
ABSTRAK ...........................................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................
vi
DAFTAR ISI ........................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah. ..................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................
5
C. Tujuan Penelitian ............................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..........................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
8
A. Tindak Pidana ..................................................................
8
1. Pengertian Tindak Pidana ........................................
8
2. Unsur-unsur Tindak Pidana .....................................
10
B. Kesengajaan (Dolus) dan Kelalaian (Culpa) .....................
14
1. Kesengajaan (Dolus) ................................................
15
2. Kelalaian (Culpa) ......................................................
20
3. Perbedaan antara Dolus dan Culpa .........................
24
C. Lalu Lintas ........................................................................
24
x
1. Pengertian Lalu Lintas ..............................................
24
2. Komponen Lalu Lintas ..............................................
27
3. Manajemen Lalu Lintas ............................................
28
D. Kecelakaan Lalu Lintas ....................................................
30
1. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas ..........................
30
2. Kategori Kecelakaan Lalu Lintas ..............................
30
E. Ketentuan Pidana Kecelakaan Lalu Lintas yang Menyebabkan Matinya Orang Lain ...................................
31
F. Delik Kelalaian yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain .......................................................................
32
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................
35
A. Tempan dan Waktu Penelitian .........................................
35
B. Jenis dan Sumber Data ....................................................
35
C. Teknis Pengumpulan Data ...............................................
36
D. Teknis Analisis Data .........................................................
36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................
37
A. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Kealpaan yang Dilakukan Seseorang yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Di Polres Maros Pada Putusan No.136/pid.B/2012/PN.MRS ......................
37
1. Posisi Kasus.............................................................
37
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum .............................
38
3. Tuntutan Jaksa penuntut Umum ..............................
40
4. Amar Putusan ..........................................................
41
xi
5. Komentar Penulis .....................................................
42
B. Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Nomor 136/pid.B/2012/PN.MRS ..................................................
43
1. Pertimbangan Hakim ................................................
43
2. Komentar Penulis .....................................................
50
BAB V PENUTUP ...............................................................................
53
A. Kesimpulan ......................................................................
53
B. Saran ...............................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA
xii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar
adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angkaangka kecelakaan lalu lintas yang selalu meningkat. Keadaan ini merupakan salah satu perwujudan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini yang nampak dari semakin meningkatnya pembangunan nasional khususnya di bidang trasportasi. Perkembangan lalu lintas itu sendiri dapat memberi pengaruh baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif bagi kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah kendaraan dari tahun ke tahun, tetapi tidak diimbangi dengan perbaikan sarana dan fasilitas jalan yang memadai serta kesiapan mental masyarakat pengguna jalan yang belum menampakkan disiplin berlalu lintas. Hal ini nampak juga membawa pengaruh terhadap keamanan lalu lintas yang semakin sering terjadi, pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas. Pengertian lalu lintas itu sendiri adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. 1
1
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 1 ayat (24)
1
Kecelakaan lalu lintas yang terjadi dengan sengaja merupakan hal yang tidak lazim, tetapi yang sering terjadi adalah kecelakaan karena kelalaiannya, alpanya ataupun ketidakhati-hatiannya. Kecelakan lalu lintas yang disebabkan oleh karena kelalaian pengemudi telah menjadi faktor dominan penyebab kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor tidak sekedar oleh pengemudi kendaraan yang buruk, pejalan kali yang kurang hati-hati, kerusakan kendaraan, rancangan kendaraan cacat pengemudi, rancangan jalan dan kurang mematuhinya rambu-rambu lalu lintas. Melihat kenyataan di atas, dituntut adanya kesiapan mental dari manusia sendiri khususnya para pengemudi, sebab para pengemudilah yang memegang peranan penting dalam mengoperasikan kendaraannya. Masalah yang dihadapi dewasa ini adalah masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Pernyataan Kapolres Maros AKBP Cornelis Ferdinand Hotman Sirait, S.IK. menjelaskan bahwa “salah satu penyebab kecelakaan ini adalah banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan akibat kurangnya pengetahuan dan disiplin berlalu lintas di jalan raya, selain itu etika berlalu lintas tidak nampak lagi”.2 Jadi jelas sekali bahwa faktor utama terjadinya kecelakaan lalu lintas ada pada diri pengemudinya sendiri yaitu rasa ingin menang, ingin mendahului tanpa mengindahkan aturan lalu lintas dan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Lunturnya sikap mental terhadap peraturan lalu lintas serta dorongan
2
file:///C:/Users/user/Downloads/lalu%20lintas/berita-1073-pemkabpolres-kerjasamapengintegrasian-lalu-lintas.html
2
untuk berperilaku tidak terpuji selama mengendarai kendaraan bermotor, misalnya tidak memperhatikan tanda-tanda atau rambu-rambu jalan atau kurang mengerti dan memahami rambu-rambu atau isyarat lalu lintas, selain itu juga kurangnya memperhatikan petunjuk-petunjuk yang telah ada di jalan raya. Segala akal sehat dan pertimbangan keselamatan tidak diperhitungkan lagi, hal demikian itu bukan sesuatu yang baru di kalangan pemakai jalan umum. Pandangan yang mengerikan itu hampir setiap saat selalu nampak dimata, kewaspadaan terhadap ancaman dan bahaya kecelakaan
semakin
lemah,
disiplin
berkendara
menurun
dan
kemungkinan menyangkut keselamatan orang lain sesama pengguna jalan. Tingginya angka kecelakaan khususnya di Kabupaten Maros serta masih semrawutnya lalu lintas dan angkutan jalan saat ini masih ditunggu oleh masyarakat agar berkurang. Tragedi di jalan raya yang sering melanda tidak hanya terjadi karena satu faktor, namun sering berkaitan sehingga menciptakan lingkaran setan. Banyaknya perbedaan antara teori dan prakteklah yang menjadikan aspek keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi kacau balau dalam penerapannya. Oleh karena itu, peran masyarakat selaku pengguna lalu lintas dan angkutan jalan harus terus ditingkatkan agar mampu mengatasi keadaan itu dengan menumbuhkan rasa kepemilikan bersama yang bertanggung jawab. Namun diakui memang tidak semudah membalikkan
3
telapak tangan karena yang akan diubah di sini adalah sikap manusia yang kadang telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari hal itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros dan Kepolisian Republik Indonesia Resort (Polres) Maros melakukan kerjasama pengintegrasian disiplin berlalu lintas ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Kerjasama ini ditandai dengan penandatangan nota kesepahaman antara Menteri Pendidikan Nasional dengan Kepala Kepolisian RI nomor 03/III/KB/2010 dan nota kesepahaman antara Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan nomor 730/MOU/1297/2010. Kerjasama ini merupakan upaya peningkat-an pengetahuan dan pemahaman peraturan serta etika berlalu lintas di kalangan pelajar di Kabupaten Maros. 3 Pada umunya faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusia. Hal ini bisa terjadi karena adanya kecerobohan atau kealpaan pengemudi dan ketidaktahuan pemakai jalan terhadap peraturan dalam mengemudikan kendaraannya. Terhadap kelalaian atau kealpaan pengemudi kendaraan di atas, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), masalah tersebut diformulasikan dalam ketentuan Pasal 359 KUHP, artinya setiap orang yang melakukan kejahatan tersebut maka akan menerima konsekuensi hukum berupa pemidanaan. Ketentuan dalam pasal yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut: Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. 4 3
file:///C:/Users/user/Downloads/lalu%20lintas/pelaku-lakalantas-di-maros-didominasipelajar.htm 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 359
4
Dari ketentuan Pasal 359 KUHP tersebut, maka jelas bahwa begitu penting keterlibatan atau campur tangan instrumen hukum, khususnya hukum pidana dalam upaya menanggulangi masalah kealpaan lalu lintas yang cukup kompleks. Adanya korban dalam suatu kecelakaan merupakan suatu hal yang tidak
diinginkan
oleh
berbagai
pihak,
mengingat
betapa
sangat
berharganya nyawa seseorang yang sulit diukur dengan uang. Orang yang mengakibatkan kecelakaan terebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan harapan pelaku dapat jera dan lebih berhatihati. Hal inilah yang mendorong Penulis untuk ikut serta atau berpartisipasi dan memikirkan bagaimana mencegah terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas atau setidak-tidaknya dapat memberikan sesuatu yang berkaitan dengan penekanan meningkatnya angka kecelakaan. Mengingat begitu penting permasalahan lalu lintas serta akibat yang ditimbulkannya, maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Tinjauan Yuridis Kealpaan Seseorang yang Menyebabkan Matinya Orang Lain Dalam Kecelakaan Lalu Lintas di Polres Maros (Studi Kasus No.136/pid.B/2012/PN.MRS)”
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis membuat rumusan
masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap kealpaan yang dilakukan seseorang yang menyebabkan matinya orang
5
lain dalam kecelakaan lalu lintas di Polres Maros pada putusan No.136/pid.B/2012/PN.MRS? 2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kealpaan yang dilakukan seseorang yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas di Polres Maros pada putusan No.136/pid.B/2012/PN.MRS?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai Penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peranan hukum pidana terhadap kealpaan yang dilakukan seseorang yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas di Polres Maros pada putusan No.136/pid.B/2012/PN.MR. 2. Untuk
mengetahui
menjatuhkan
pertimbangan
putusan
terhadap
hukum
kealpaan
hakim yang
dalam
dilakukan
seseorang yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan
lalu
lintas
di
Polres
Maros
pada
putusan
No.136/pid.B/2012/PN.MRS.
D.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian sejenis secara mendalam.
6
2. Manfaat Praktis a. Bagi pemerintahan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengambil kebijakan publik terutama berkaitan dengan masalah lalu lintas pada umumnya, khususnya
dalam
memahami
faktor
dan
upaya
penanggulangan masalah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kelalaian pengemudi yang menyebabkan matinya orang lain. b. Bagi pribadi Penulis, penelitian ini merupakan langkah awal dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program strata satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Di dalam pasal-pasal KUHP maupun undang-undang di luar KUHP
tidak ditemukan satu pun pengertian mengenai delik atau tindak pidana, sedangkan pengertian tindak pidana itu sangat penting untuk dipahami agar dapat diketahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Unsurunsur tindak pidana tersebut merupakan indikator atau tolak ukur dalam memutuskan
perbuatan
seseorang
dapat
dikualifikasikan
sebagai
perbuatan pidana atau tidak. Apabila perbuatan seseorang tidak memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana, tentu ia dapat dipidana. Demikian pula sebaliknya, jika unsur itu tidak dipenuhi maka orang tersebut tidak akan dipidana, karena tidak terdapat di perundangundangan maka para ahli hukum mencoba memberikan pengertian dan unsur-unsur dari perbuatan pidana tersebut. Tindak pidana berarti sebuah perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wetboek van Strafrecht Belanda, dengan demikian juga Wetboek van Strafrecht Hindia Belanda (KUHP). Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.5
5
Adami Chazawi, 2010. Pelajaran Hukum Pidana 1, Cetakan ke-5. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 67
8
Mengenai “delik” dalam arti strafbaar feit, para pakar hukum pidana masing-masing memberi definisi sebagai berikut:6 : “Delik” adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan undang-undang. Van Hamel : “Delik” adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain. Simons : “Delik” adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak disengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undangundang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum. Vos
Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Larangan ditujukan kepada perbuatan (suatu perbuatan atau kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. 7 Pompe merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebenarnya adalah suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum sedangkan R.Tresna merumuskan bahwa strafbaar feit atau peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap
6
Leden Marpaung, 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan keenam. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 8 7 Moeljatno, 1985. Membagi Hukum Pidana. Jakarta:Bina Aksara. Hal. 11
9
perbuatan mana yang diadakan tindakan penghukuman. Menurut R. Tresna peristiwa pidana itu memiliki beberapa syarat yaitu:8 1. Harus ada suatu perbuatan manusia; 2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum; 3. Harus terbukti adanya perbuatan “dosa” pada orang yang berbuat yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan; 4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum; 5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang. Menurut hukum positif, perbuatan pidana ialah suatu peristiwa yang oleh undang-undang ditentukan mengandung perbuatan dan pengabaian atau tidak berbuat. Tidak berbuat biasanya dilakukan di dalam beberapa keadaan yang merupakan bagian suatu peristiwa. Uraian perbuatan dan keadaan yang ikut serta itulah disebut uraian delik. Dalam ilmu hukum pidana dikenal delik formil dan delik materil, yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Misalnya, Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Sedangkan delik materil adalah delik yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang dengan kata lain, hanya disebut rumusan dari akibat perbuatan. Misalnya, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. 2. Unsur-unsur Tindak Pidana Van Hamel menguraiakan perbuatan pidana sebagai perbuatan manusia yang dirumuskan oleh undang-undang, melawan hukum (patut
8
Adami Chazawi, 2010. Pelajaran Hukum Pidana 1, Cetakan ke-5. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 71
10
atau bernilai untuk dipidana) dan dapat dicela karena kesalahan. Dari defenisi tersebut dapat dilihat unsur-unsurnya, yaitu: 1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang; 2) Melawan hukum; 3) Dilakukan dengan kesalahan; dan 4) Patut dipidana. Moeljatno, unsur dan elemen yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana (delik) adalah sebagai berikut: 1) Kelakuan dan akibat (perbuatan); 2) Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan; 3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; dan 4) Unsur melawan hukum. Pandangan Monistis merumuskan semua unsur pidana adalah sama dengan syarat pemidanaan orang yang melakukan peristiwa pidana dengan memperhatikan semua unsur peristiwa pidana.9 Adapun unsurunsur delik menurut pandangan Monistis adalah: 10 1) Mencocoki rumusan delik; 2) Adanya sifat melawan hukum; 3) Tidak ada dasar pemaaf; dan 4) Adanya kesalahan yang meliputi dolus dan culpa.
9
Andi Zainal Abidin Farid,1983. Bunga Rampai Hukum Pidana .Jakarta:Radina Paramita. Hal. 46 Ibid., Hal. 47
10
11
Menurut aliran dualisme adalah sebagai berikut:11 1) Perbuatan itu mencocoki rumusan delik (undang-undang); 2) Perbuatan itu melawan hukum; 3) Tidak ada alasan pembenar. Aliran ini memisahkan unsur delik yakni unsur pembuat dan unsur perbuatan. o Unsur pembuat meliputi: (1)kesalahan terdiri dari dolus dan culpa; (2)dapat dipertanggungjawabkan; dan (3)tidak ada alasan pemaaf. o Unsur perbuatan meliputi: (1)perbuatan itu harus mencocoki rumusan delik; (2)perbuatan itu harus melawan hukum; dan (3)tidak ada alasan pembenar. Menurut Rusli Effendy, pemisahan antara unsur pembuat dengan unsur perbuatan sifatnya tidak prinsipil, melainkan hanya merupakan teknik bagi hakim dalam usaha untuk menemukan syarat-syarat pemidanaan yang ruwet saat menyelidiki ada tidaknya delik. Selanjutnya pada waktu hakim hendak menentukan putusannya maka unsur tersebut disatukan kembali. Oleh karena itu, aliran ini disebut juga sebagai aliran monodualistis.12 Secara ilmu pengetahuan (doktrin), unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif.
11
Ibid., Hal. 47 Rusli Effendy,1986. Azas-azas Hukum Pidana. Ujung Pandang: Lembaga Percetakan dan Penerbitan Universitas Muslim Indonesia. Hal. 55 12
12
1) Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (an act does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud di sini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld). Kesengajaan terdiri atas tiga bentuk yakni: o Kesengajaan sebagai maksud; o Kesengajaan sebagai kepastian; dan o Kesengajaan sebagai kemungkinan. Kealpaan atau kelalaian adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan. Kealpaan terdiri dari dua yaitu: o Kealpaan dengan kesadaran (tidak berhati-hati); o Kealpaan tanpa kesadaran (dengan tidak menduga-duga akibat itu). 2) Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri perilaku yang terdiri dari: o Perbuatan manusia, berupa: a) Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif; b) Ommission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif
yaitu perbuatan
yang
mendiamkan atau
membiarkan.
13
o Akibat (result) perbuatan manusia. Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan
kepentingan-kepentingan
dipertahankan oleh hukum,
yang
misalnya nyawa, badan
kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya. o Keadaan-keadaan. Pada umumnya keadaan tersebut dibedakan antara lain: a) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan; dan b) Keadaan seteleh perbuatan dilakukan. o Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum itu berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan
hukum
adalah
apabila
perbuatan
itu
bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah. Semua unsur delik tersebut merupakan satu kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti, bisa menyebabkan terdakwa dibebaskan di pengadilan.13
B.
Kesengajaan (dolus) dan Kelalaian (culpa) Setiap orang dianggap mengetahui dan mengerti akan adanya
undang-undang serta peraturan yang berlaku, sehingga setiap orang mampu mempertanggungjawabkan pidana, tidak dapat menggunakan 13
Leden Marpaung, 2009. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan keenam. Jakarta: Sinar Grafika. Hal.8-10
14
alasan bahwa ia tidak mengetahui akan adanya suatu peraturan perundang-undangan dengan ancaman hukuman tentang perbuatan yang telah dilakukannya. Adanya suatu kelakuan yang melawan hukum belum cukup untuk menjatuhkan pidana, tetapi masih disyaratkan pembuat itu dapat dipersalahkan (dipertanggungjawabkan) atas perbuatannya. Jadi untuk memidana seseorang harus memiliki dua unsur, yaitu: 1. Perbuatan harus melawan hukum; dan 2. Harus ada kesalahan. Kesalahan tersebut dibagi menjadi dua yaitu sengaja (dolus) dan kelalaian (culpa). Menurut Van Hamel, kesalahan itu adalah unsur konstitutif, sedangkan Hazewinkel Suringa menolak pendapat tersebut dengan alasan bahwa yurisprudensi tidak melihatnya sebagai suatu unsur yang bersifat tetap. 1. Kesengajaan (dolus) a. Pengertian Kesengajaan (dolus) Dalam Memorie van Toelichting (MvT) Menteri Kehakiman sewaktu mengajukan Crimineel Wetboek tahun 1881 (yang menjadi Kitab UndangUndang Hukum Pidana Indonesia tahun 1915), dibuat antara lain bahwa kesengajaan itu adalah dengar sadar berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (de bewuste richting van den op een beaald misdriff). Rusli Effendy menuliskan dolus atau sengaja menurut Memorie va Toelichting (risalah penjelasan undang-undang) berarti si Pembuat harus
15
menghendaki apa yang dilakukannya (menghendaki dan menginsyafi suatu tindakan beserta akibatnya).14 Kata sengaja dalam undang-undang meliputi semua perkataan dibelakangnya, termasuk didalamnya akibat dari delik. Tentang pengertian kesengajaan, dalam hukum pidana dikenal 2 (dua) teori sebagai berikut: 1) Teori Kehendak (Willstheorie) Teori ini diajarkan oleh Von Hipel (Jerman) dengan karangannya tentang “Die Grenze von Vorzatzund Fahrlassigkkeit” 1903, merengkan bahwa sengaja adalah kehendak untuk membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan akibat dari perbuatan itu, dengan kata lain apabila dari seseorang melakukan perbuatan yang tertentu, tentu saja melakukannya itu hendak menimbulkan akibat tertentu pula, karena ia melakukan perbuatan itu justru dapat dikatakan bahwa ia menghendaki akibatnya ataupun hal yang menyertai. Menurut teori kehendak ini adalah baik terhadap perbuatannya maupun terhadap akibat atau hal yang menyertai, dapat dikehendaki oleh pembuat, sehingga kesengajaan si pembuat dapat ditujukan kepada perbuatan akibat dari hal yang menyertai. 2) Teori Pengetahuan (Voorstellingstheorie) Teori ini dapat juga dikatakan teori membayangkan/ persangkaan. Teori ini diajarkan oleh Frank (Jerman) dalam karangannya tentang
14
Rusli Effendy, 1898. Azaz-asas Hukum Pidana. Ujung Pandang: Lembaga Kriminologi UNHAS. Hal. 80
16
“Vorstelling und Wille in der Modemen Doluslehre” 1890 dan “Ueber den Aufbau des Schulsbegriffs” 1907. Menerangkan bahwa tidaklah mungkin suatu akibat atau hal yang menyertai itu dapat dikehendaki, dengan kata lain perbuatannya memang dikehendaki akan tetapi akibat atau hal yang menyertai itu tidak dapat dikatakan oleh pelakunya tentu dapat dikehendakinya pula, karena manusia hanya dapat membayangkan atau menyangkal terhadap akibat atau hal yang menyertai. Menurut teori pengetahuan/ membayangkan/ persangkaan bahwa akibat atau hal yang meyertai itu tidak dapat dikehendaki oleh pelaku, sehingga si pelaku hanya dapat ditujukan kepada perbuatan saja. Jonkers sebagai penganut teori kemauan mengemukakan bahwa bukanlah bayangan membuat orang bertindak tetapi kemauan. 15 Dari sudut terbentuknya, kesengajaan memiliki tiga tingkatan, yaitu: 1) adanya perangsang; 2) adanya kehendak; dan 3) adanya tindakan. b. Bentuk-bentuk Kesengajaan (dolus) Secara umum, para pakar hukum pidana telah membagi bentuk kesengajaan, yakni:16 1) Kesengajaan sebagai Maksud/Tujuan (opzet als oogmerk). Bentuk kesengajaan sebagai maksud sama artinya dengan menghendaki (willens) untuk mewujudkan suatu perbuatan (tindak pidana aktif), menghendaki untuk tidak berbuat/melalaikan kewajiban hukum (tindak pidana pasif) dan/atau juga menghendaki timbulnya akibat dari 15
Ibid Hal. 80 Wirjono Prodjokirono, 2009. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Cetakan Ketiga. Bandung: PT. Refika Adimata. Hal. 66-70 16
17
perbuatan itu (tindak pidana materil). Misalnya untuk maksud membunuh, maka dengan sebilah pisau ditikamnya korban sampai mati. Di sini perbuatan menikam itu dikehendaki, demikian juga dengan kematian akibat tikaman itu juga ia kehendaki. 2) Kesengajaan
sebagai
Kepastian
(opzet
bij
zekerheidsbewuztzijn). Kesadaran terhadap kepastian adalah kesadaran seseorang terhadap suatu akibat yang menurut akal orang pada umumnya pasti terjadi jika dilakukannya suatu perbuatan tertentu. Apabila perbuatan tertentu yang disadarinya pasti menimbulkan akibat yang tidak dituju itu tetap dilakukan, maka di sini terdapat kesengajaan sebagai kepastian. Kesengajaan
semacam
ini
ada
apabila si
pelaku dengan
perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatannya itu. Kalau ini terjadi, maka teori kehendak (wilstheorie) menganggap akibat tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, maka kini juga ada kesengajaan, sedangkan menurut teori bayangan (Voorstellingtheorie) keadaan ini sama dengan kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) karena dalam keduanya tentang akibat tidak dapat dikatakan ada kehendak si pelaku, melainkan hanya bayangan atau gambaran dalam gagasan pelaku, bahwa akibat itu pasti akan terjadi. Misalnya X hendak menembak mati Y yang duduk di belakang kaca, untuk mengenai sasarannya itu maka X harus menembak kaca itu hingga pecah. X bersalah selain membunuh (sengaja sebagai niat) juga
18
telah sengaja merusak barang (kesadaran akan kepastian). Walaupun niatnya hanya membunuh Y, tetapi ia juga menembak kaca itu untuk mencapai maksudnya. Y mengetahui bahwa perbuatan (membunuh) bertalian dengan memecahkan kaca. 3) Kesengajaan
sebagai
kemungkinan
(opzet
bij
mogelijkheidsbewustzijn). Kesengajaan sebagai kemungkinan adalah kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang diketahuinya bahwa ada akibat lain yang mungkin dapat timbul yang ia tidak inginkan dari perbuatan, namun begitu besarnya kehendak untuk mewujudkan perbuatan, ia tidak mundur dan siap mengambil resiko untuk melakukan perbuatan itu. Menurut
Hazewinkel-Suringa
sengaja
dengan
kesadaran
kemungkinan sekali terjadi, ialah terjadi jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain yang sama sekali tidak diinginkan terjadi, jika walaupun akibat (yang sekali tidak diinginkan)
ingin
menghentikan
perbuatannya
maka
terjadi
pula
kesengajaan. Sengaja dengan kesadaran kemungkinan dikenal juga sebagai “in kauf nehman” (op den koop toe nemen) atau diterjemahkan dengan “teori apa boleh buat” sebab kalau resiko yang diketahui kemungkinan akan adanya itu sungguh-sungguh timbul (di samping hal yang dimaksud), “apa boleh buat”, dia juga berani pikul resiko-resiko. Jadi menurut teori ini untuk adanya kesengajaan diperlukan dua syarat, yakni:
19
a. Terdakwa mengetahui kemungkinan adanya akibat/ keadaan yang merupakan delik, dibuktikan dari kecerdasan fikirannya yang
dapat
disimpulkan
antara
lain
dari
pengalaman,
pendidikan, lapisan masyarakat di mana terdakwa hidup. b. Sikapnya terhadap kemungkinan itu andai kata timbul, ialah apa boleh buat, dapat disetujui atau berani mengambil dan hal ini dapat dibuktikan dari ucapan-ucapan terdakwa mengenai perbuatannya, tidak mengadakan usaha untuk mencegah akibat yang tidak diinginkan. 2. Kelalaian (culpa) a. Pengertian Kelalaian (culpa) Undang-undang tidak memberikan defenisi mengenai kelalaian, hanya memori penjelasan Memorie van Toelichting (M.v.T) mengatakan bahwa kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimana pun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu menurut Hazewinkel-Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu sehingga diadakan pengurangan pidana. Di samping
itu sejarah
perundang-undangan Memorie van
Toelichting (M.v.T) yang memandang culpa sebagai pengecualian dolus sebagai tindakan yang lebih umum, mengajukan argumen untuk menerima unsur kesalahan sebagai bagian dari rumusan delik dengan alasan bahwa tanpa adanya kesengajaan, kepentingan menjamin keamanan orang maupun barang dapat terancam oleh ketidakhati-hatian orang lain. Akibat ketidakhati-hatian tersebut orang lain bisa saja
20
menderita kerugian besar yang tidak dapat diperbaiki, sehingga ancaman pidana dianggap layak dikenakan padanya. Arti kata culpa ialah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi. Tetapi ada kalanya suatu akibat dari suatu tindak pidana begitu berat merugikan kepentingan
seseorang,
seperti
kematian
seorang
manusia
yang
dilakukan dengan tidak sengaja, sehingga keluarga merasa tidak adil karena si pelaku yang dengan kurang hati-hati menyebabkan kematian itu tidak dipidana. Misalnya pada seorang pengendara mobil yang menabrak orang yang menimbulkan kematian. Hukumannya tidak seberat seperti hukuman terhadap tindak pidana yang berunsur kesengajaan. 17 Lamintang mengemukakan tentang delik culpa adalah “Culpose delicted atau delik yang oleh pembentuk undang-undang telah disyaratkan bahwa delik tersebut cukup terjadi dengan tidak sengaja agar pelakunya dapat dihukum”.18 b. Bentuk-bentuk Kelalaian (culpa) Delik culpa ini dalam rumusan undang-undang ada dua macam, yaitu:
(1)Delik
kelalian
yang
menimbulkan
akibat
(culpose
gevolgsmisdrijven); dan (2)tidak menimbulkan akibat. Tetapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidakhati-hatian itu sendiri.
17 18
Ibid., Hal. 72 Lamintang, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 204
21
Perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan kejadian itu maka diciptakan delik kelalaian, sedangkan bagi yang tidak menimbulkan akibat dengan kelalaian/kurang kehati-hatian itu sendiri sudah diancam dengan pidana. Selain daripada bentuk-bentuk kealpaan di atas, ada pula bentukbentuk kealpaan yang ditinjau dari sudut berat ringannya, terdiri dari: 1) Kealpaan ringan (culpa levi) Kealpaan ringan dalam bahasa Belanda disebut sebagai lichte schuld, para ahli menyatakan tidak menjumpai dalam jenis kejahatan oleh karena sifatnya yang ringan, melainkan dapat terlihat di dalam hal Pelanggaran Buku III KUHP. 2) Kealpaan berat (culpa Lata) Kealpaan berat dalam bahasa Belanda disebut dengan merlijke schuld atau grove schuld, para ahli menyatakan bahwa kealpaan berat itu tersimpul dalam “kejahatan karena kealpaan”, seperti dalam Pasal 188, 359, 380 KUHP. Andi Zainal Abidin Farid menyimpulkan bahwa pada umumnya kealpaan/kelalaian dibedakan antara lain:19 1) Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld) Dalam hal ini si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat walaupun ia berusaha untuk mencegah tetapi akibat tersebut terjadi juga. Sebagai contoh: A mengemudikan mobil dengan kecepatan 50km/jam, ia melihat banyak orang menyeberang jalan 19
Andi Zainal Abidin Farid, 1981. Diklat Himpunan Kuliah 1960-1981. Ujung Pandang. Hal. 228
22
di sana-sini, tetapi kecepatan tidak dikurangi karena ia yakin akan kemampuannya menyetir dan rem mobilnya yang baik, dan merasa dapat menghindari tabrakan kepada penyeberang jalan, tetapi tiba-tiba ada pejalan kaki yang menyeberang kemudian ia refleks membanting stir ke belakang dan penyebrang ragu-ragu akhirnya terjadi tabrakan. 2) Kealpaan tanpa kesadaran (onbewusteschuld) Dalam hal ini si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undangundang, sedang ia harusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat. Jonkers memberikan contoh dalam hal kealpaan yang disadari (bewuste schuld) diberikan contoh mengadakan peta di dalam ruangan yang banyak mempergunakan penerangan (lilin) di dekat bahan yang mudah terbakar. Meskipun untuk keamanan telah disiapkan alat pemadam api, maka kebakaran yang tidak dikehendaki itu apabila terjadi merupakan kealpaan yang disadari karena orang tersebut insyaf akan adanya bahaya. Kealpaan yang tidak disadari (onbewusteschuld) adalah melempar barang di luar gudang tanpa memikirkan kemungkinan bahwa orang lain ada di luar gudang tersebut, maka kealpaannya karena kurang untuk berikhtiar terhadap peristiwa yang tidak dapat disangka yang seharusnya diingat kemungkinan itu.
23
3. Perbedaan antara Dolus dan Culpa Dalam buku Sri Widyastuti, Satochid Kartanegara mengemukakan dasar perbedaan antara dolus dan culpa sebagai berikut:20 DOLUS a. Perbuatan itu dilakukan dengan sengaja; b. Perbuatan itu disebut doluse delicaten; c. Diancam dengan hukuman yang lebih berat daripada culpose delicten. CULPA a. Perbuatan yang dilakukan karena kelalaian/kealpaan; b. Perbuatan ini disebut culpose delicten; c. Ancaman hukumannya lebuh ringan dari pada doluse delicten. C.
Lalu Lintas 1. Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Sedang ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Operasi lalu lintas di jalan raya ada empat unsur yang saling terkait yaitu pengemudi, kendaraan, jalan dan pejalan kaki.21 20
Sri Widyastuti, 2005. Tindak Pidana Kelalaian Penggunaan Senjata Api yang Menyebabkan Kematian Oleh Aparat Kepolisian. Makassar: Universitas Hasanuddin. Hal. 43 21 Leksmono Suryo Putramto, 2008. Rekayasa Lalu Lintas, cetakan pertama. PT. Macanan Jaya Cemerlang. Hal. 116
24
Untuk mengendalikan pergerakan orang dan atau kendaraan agar bisa berjalan dengan lancar dan aman diperlukan perangkat peraturan perundangan yang sebagai dasar dalam hal ini Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur halhal sebagai berikut: 1.
instansi yang membina;
2.
penyelenggaraan;
3.
jaringan prasarana;
4.
ketentuan tentang kendaraan yang digunakan;
5.
pengemudi yang mengemudikan kendaraan itu;
6.
ketentuan tentang tata cara berlalu lintas;
7.
ketentuan tentang keselamatan dan keamanan dalam berlalu lintas;
8.
ketentuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan;
9.
perlakuan khusus yang diperlukan untuk penyandang cacat, manusia lanjut usia, wanita hamil, dan orang sakit;
10. sistem informasi dan komunikasi lalu lintas; 11. penyidikan dan peningkatan pelanggaran lalu lintas; serta 12. ketentuan pidana dan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan lalu lintas. Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efesien melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. Tata cara berlalu lintas di jalan diatur dengan peraturan
25
perundangan menyangkut arah lalu lintas, perioritas menggunakan jalan, lajur lalu lintas, jalur lalu lintas dan pengendalian arus di persimpangan. Menurut Djajoesman mengemukakan bahwa secara harfia lalu lintas diartikan sebagai gerak (bolak balik) manusia atau barang dari satu tempat ketempat lainnya dengan menggunakan sarana jalan umum. Menurut Poerwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia menyatakan bahwa lalu lintas adalah berjalan bolak balik, hilir mudik dan perihal perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya. Dengan demikian lalu lintas merupakan gerak lintas manusia dan atau barang dengan menggunakan barang atau ruang di darat, baik dengan alat gerak ataupun kegiatan lalu lintas di jalan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan lalu lintas adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya sebagai jalur lintas umum sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebutuhan masyarakat umum. Oleh kerena itu, lalu lintas identik pula dengan penerapan tata tertib bermotor dalam menggunakan jalan raya. Pelanggaran lalu lintas adalah pengabaian terhadap tata tertib lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan lainnya baik hilangnya nyawa maupun luka-luka.22
22
file:///C:/Users/Z/Downloads/lalu%20lintas/pengertian-lalu-lintas.html
26
2. Komponen Lalu Lintas Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna,
kendaraan
dan
jalan
yang
saling
berinteraksi
dalam
pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik. a. Manusia sebagai Pengguna. Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan phisik dan psykologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca, penerangan/lampu jalan dan tata ruang. b. Kendaraan. Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas. c. Jalan. Jalan
merupakan
lintasan
yang
direncanakan
untuk
dilalui
kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu
27
kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalulintas. 3. Manajemen Lalu Lintas Manajemen lalu lintas bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, dan dilakukan antara lain dengan:
usaha
peningkatan
kapasitas
jalan
ruas,
persimpangan,
dan/atau jaringan jalan;
pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan tertentu;
penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan tertentu dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;
penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan.
Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas, yakni:23 a) Kegiatan Perencanaan Lalu Lintas. Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan. Maksud inventarisasi antara lain untuk mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam ketentuan ini adalah merupakan kemampuan ruas jalan dan persimpangan untuk menampung lalu lintas dengan tetap memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan. penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan. Dalam menentukan tingkat pelayanan yang diinginkan dilakukan antara lain dengan memperhatikan : rencana umum jaringan transportasi jalan; peranan, kapasitas, 23
file:///C:/Users/Z/Downloads/lalu%20lintas/Lalu_lintas.htm
28
dan karakteristik jalan, kelas jalan, karakteristik lalu lintas, aspek lingkungan, aspek sosial dan ekonomi.penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas, penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya. Maksud rencana dan program perwujudan dalam ketentuan ini antara lain meliputi: penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan aturan-aturan lalu lintas yang akan ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan rambu rambu lalu lintas marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan pengaman pemakai jalan; usulan kegiatan atau tindakan baik untuk keperluan penyusunan usulan maupun penyuluhan kepada masyarakat. b) Kegiatan Pengaturan Lalu Lintas. Kegiatan pengaturan lalu lintas meliputi keiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu. Termasuk dalam pengertian penetapan kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini antara lain penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum dan/atau minimum, larangan penggunaan jalan, larangan dan/atau perintah bagi pemakai jalan. c) Kegiatan Pengawasan Lalu Lintas. Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Kegiatan pemantauan dan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas dari kebijaksanaan-kebijaksanaaan tersebut untuk mendukung pencapaian tingkat pelayanan yang telah ditentukan. Termasuk dalam kegiatan pemanatauan antara lain meliputi inventarisasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan lalu lintas yang berlaku pada ruas jalan, jumlah pelanggaran dan tindakan-tindakan koreksi yang telah dilakukan atas pelanggaran tersebut. Termasuk dalam kegiatan penilaian antara lain meliputi penentuan kriteria penilaian, analisis tingkat pelayanan, analisis pelanggaran dan usulan tindakan perbaikan. Tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Tindakan korektif dimaksudkan untuk menjamin tercapainya sasaran tingkat pelayanan yang telah ditentukan. Termasuk dalam tindakan korektif adalah peninjauan ulang terhadap kebijaksanaan apabila di dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah yang tidak diinginkan.
29
d) Kegiatan Pengendalian Lalu Lintas. Adapun kegiatan pengendalian lalu lintas yaitu meliputi: Pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Pemberian arahan dan petunjuk dalam ketentuan ini berupa penetapan atau pemberian pedoman dan tata cara untuk keperluan pelaksanaan manajemen lalu lintas, dengan maksud agar diperoleh keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang telah ditetapkan. pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. D.
Kecelakaan Lalu Lintas 1. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. 2. Kategori Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. Kecelakaan Lalu Lintas Ringan Kecelakaan Lalu Lintas ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. Kecelakaan Lalu Lintas Sedang Kecelakaan Lalu Lintas sedang merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
30
c. Kecelakaan Lalu Lintas Berat Kecelakaan Lalu Lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. Pendapat lain mengatakan bahwa kategori kecelakaan lalu lintas dibedakan berdasarkan jenisnya, tingkat parah korban, faktor penyebab yang berkontribusi, keadaan lingkungan dan waktu.
E.
Ketentuan Pidana Kecelakaan Lalu Lintas yang Menyebabkan Kematian Orang Lain Perkara kecelakaan lalu lintas diproses dengan acara peradilan
pidana
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
ketentuan pidana yang mengatur mengenai kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian orang lain diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu LIntas dan Angkutan Jalan yaitu pada Pasal 310 yang dirumuskan sebagai berikut: (1) Setiap orang yang mengemudi Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyakRp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam pasal
31
229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (4) Dalam hal kecelakaan ebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). F.
Delik Kelalaian yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Lain Delik kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain
diatur di dalam Buku Kedua perihal Kejahatan Pasal 359 KUHP yang menyebutkan bahwa “Barang siapa yang karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.” Adapun uraian dari Pasal 359 KUHP: 1. Karena salahnya maksudnya ialah kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian. 2. Menyebabkan matinya orang lain, maknanya ialah mati orang disini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada kurang hatihati atau lalainya terdakwa (delik culpa). Berdasarkan ketentuan pasal tersebut R. Soesilo menyatakan bahwa terdapat dua unsur penting di dalam tindak pidana tersebut, pertama ialah karena salahnya yang diidentikkan dengan kurang hati-hati, lalai lupa serta amat kurang perhatian. Kedua, ialah matinya orang dalam hal ini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa melainkan kematian
32
tersebut hanya merupakan akibat daripada kurang hati-hati atau lalainya terdakwa
(delik
culpa),
misalnya
seorang
sopir
mengemudikan
kendaraannya terlalu kencang sehingga menabrak orang sampai mati atau orang mempermainkan senjata api karena kurang hati-hati meletus dan mengenai orang lain sehingga mati dan sebagainya. 24 Aspek kurang hati-hati inilah yang disebut oleh Van Hamel sebagai salah satu jenis kelalaian (culpa). 25 Van Hamel kemudian membagi kelalaian atas dua jenis yaitu: 1) Kurang melihat ke depan yang perlu; 2) Kurang hati-hati yang perlu. Ditambah lagi oleh beliau bahwa yang pertama terjadi jika terdakwa tidak membayangkan secara tepat atau sama sekali tidak membayangkan akibat yang akan terjadi. Kedua, dimisalkan jika yang bersangkutan menarik picu pistol karena mengira tidak ada isinya padahal ada. Vos memberikan kritikan terhadap pembagian kelalaian oleh Van Hamel tadi dengan menyatakan bahwa tidak ada batas yang tegas antara kedua bagian tersebut. Ketidakhati-hatian menurut beliau sering timbul karena kurang melihat ke depan. Berangkat dari hal tersebut, beliau kemudian membuat pembagian pula dengan membedakan dua unsur culpa itu. Pertama ialah terdakwa dapat melihat ke depan yang akan terjadi.
Kedua
ialah
ketidakhati-hatian
(tidak
dapat
dipertanggungjawabkan) perbuatan yang dilakukan (pengabaian) dengan
24 25
R. Soesilo, 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politeia. Hal. 245 Andi Hamzah, 1994. Azas-asas HUkum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.125
33
kata lain harus ada perbuatan yang tidak boleh atau tidak dengan cara yang demikian dilakukan.26 Menurut beliau lagi, dapat melihat ke depan suatu akibat merupakan syarat subyektif (pembuat harus dapat melihat ke depan), misalnya seorang anak kecil yang memindahkan wisel rel kereta api sehingga kereta api keluar rel, tidaklah ia bersalah (culpa) jika ia tidak tahu apakah wisel kereta api itu. Selain itu, segi obyektif dari culpa ialah sesudah dilakukan perbuatan, dikatakan pembuat dapat melihat ke depan akibatnya jika seharusnya ia telah diperkirakan. Ia sebagai orang normal dari sekelompok orang yang dapat melihat ke depan akibat itu. Sehingga seorang professional dipandang lebih dapat melihat ke depan dibanding orang awam.
26
Ibid., Hal. 126
34
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh data agar dapat memenuhi atau mendekati kebenaran dengan jalan mempelajari, menganalisa,
dan
memahami
keadaan
lingkungan
di
tempat
dilaksanakannya suatu penelitian. Untuk memecahkan permasalahan di atas maka penelitian yang dilakukan meliputi:
A.
Tempat dan Waktu Penelitian Untuk penelitian lapangan Penulis memilih lokasi di Pengadilan
Negeri Maros dan Polres Maros. Pemilihan lokasi ini didasari kedua instansi-instansi tersebut karena data yang dipergunakan dalam penelitian ini tersedia di instansi-instansi tersebut.
B.
Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan penelitian yang diperoleh pada lokasi penelitian. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kasus kepustakaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, laporan-laporan, internet dan sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini.
35
C.
Teknis Pengumpulan Data Untuk mengadakan penelitian dalam rangka memperoleh data,
maka diperlukan suatu metode yang tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian. Sehingga dengan demikian Penulis dapat memiliki metode yang jelas mengenai mekanisme perolehan data atau jawaban yang diperlukan. Dengan demikian untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian maka Penulis akan menggunakan metode studi pustaka dan penelitian lapangan yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Studi pustaka merupakan penyelidikan melalui penelaan bukubuku kepustakaan dan berbagai sumber bacaan dengan mengkaji teori-teori yang ada dalam literatur hukum pidana, peraturan lalu lintas serta karya ilmiah yang berhubungan dengan masalah kealpaan pada kecelakaan lalu lintas. b. Penelitian lapangan merupakan penelitian yang harus turun ke lapangan atau objek penelitian. Dengan memperoleh data-data yang ada hubungannya tentang kealpaan pada kecelakaan lalu lintas di kabupaten Maros.
D.
Teknis Analisis Data Metode analisis data yang Penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatif dan deskriptif. Data yang diperoleh kemudian diolah
dan
dianalisis
menggunakan teknis analisis kualitatif
dan
selanjutnya disajikan secara deskriptif.
36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Penerapan Hukum Pidana Terhadap Kealpaan yang Dilakukan Seseorang yang Menyebabkan matinya Orang Lain Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Di Polres Maros Pada Putusan No.136/pid.B/2012/PN.MRS 1. Posisi Kasus Berikut adalah uraian mengenai posisi kasus dalam putusan No.
136/pid.B/2012/PN.MRS yaitu sebagai berikut: Pada hari Minggu tanggal 08 April 2012, sekitar pukul 14.00 WITA bertempat di Jalan Poros Maros Makassar Ling. Padangsesere, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros Terdakwa Baharung Bin Leo berada di bengkel yang terletak di pinggir jalan Poros Maros untuk mengambil mobil mini bus Suzuki Futura warna merah miliknya yang telah diperbaiki dengan No. Pol DD 1473 AJ. Setelah mengambil mobilnya di bengkel Terdakwa hendak mengemudikan mobilnya keluar dari bengkel untuk menyeberang jalan menuju arah Maros menuju akan tetapi sebelum mobil Terdakwa masuk ke badan jalan terdakwa belum bisa memperhatikan kondisi jalan, yaitu kendaraan yang bergerak dari arah Maros, karena pandangan terdakwa terhalang oleh mobil truk yang sementara parkir di sebelah kiri jalan jika bila dilihat dari arah Maros. Tanpa memberikan kode lampu hati-hati dan menyalakan lampu hati-hati serta tidak menyalakan lampu utama atau memberikan kode lampu dan tidak membunyikan klakson mobilnya kepada pengendara kendaraan yang bergerak dari arah Maros Terdakwa langsung saja mengendarai mobilnya naik ke badan jalan untuk menuju arah Maros. Pada saat itu juga Terdakwa baru melihat sepeda motor yang dikendarai oleh Awaluddin Bin Mahsun dengan membonceng korban Mahsun Tabba yang bergerak dari arah Maros yang berjarak sekitar 5 (lima) meter dari mobil (kepala mobil/bagian depan mobil) Terdakwa sehingga terjadi tabrakan antara mobil Terdakwa dengan sepeda motor Awaluddin Bin Mahsun. Saat itu Terdakwa tidak berusaha menghindari sepeda motor yang dikendarai oleh Awaluddin Bin Mahsun yang bergerak dari arah Maros tersebut. Setelah tabrakan tersebut terjadi, korban Mahsun Bin Tabba sudah tidak sadarkan diri dan korban Mahsun Bin Tabba meninggal dunia di RSUD Salewangang Maros.
37
2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan
Jaksa
Penuntut
Umum
pada
putusan
No.136/pid.B/2012/PN.MRS dengan menggunakan dakwaan tunggal sebagai berikut: Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan dikaitkan dengan pembuktian unsur dakwaan, menurut Jaksa Penuntut Umum dakwaan tunggal yang didakwakan kepada terdakwa tersebut dinyatakan terbukti yaitu pasal 310 ayat (4) UU RI N0. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
Setiap Orang. Bahwa pengertian “setiap orang” disini adalah siapa saja orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahwa Baharing Bin Leo yang dihadapkan di persidangan ini dengan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi, alat bukti surat, barang bukti dan keterangan terdakwa sendiri yang identitasnya dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa yang diajukan dalam perkara ini adalah Baharing Bin Leo sebagai manusia yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mengemudikan Kendaraan Bermotor. Bahwa yang dimaksud dengan mengemudikan kendaraan bermotor adalah menjalankan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin di jalan. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, dan bukti surat yang diajukan dipersidangan, ditemukan fakta hukum bahwa pada hari Minggu tanggal 08 April 2012 sekitar pukul 14.00 WITA bertempat di jalan Poros Maros Makassar Ling. Padangserese, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros terdakwa mengendarai mobil mini bus Suzuki Futura warna
38
Merah No.Pol. DD 1473 AJK bermaksud menyebrang ke kanan menuju ke arah Maros dengan mengemudikan Mobil berjalan pelan-pelan dan pandangan terhalang mobil truck yang parkir di pinggir jalan dan lalu lintas padat ramai dari jarak 5 meter terdakwa melihat sepeda motor Honda Beat No.Pol. DD 3436 IG yang dikendarai oleh saksi berboncengan dengan korban yang melaju dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi tabrakan mengenai bagian depan mobil terdakwa dan saksi dan korban terlempar dari sepeda motornya. Kendaraan yang dikemudikan terdakwa mobil mini bus Suzuki Futura warna merah No. Pol. DD 1473 AJ adalah kendaraan yang digerakkan oleh tenaga mekanik berupa mesin.
Karena Lintas.
Kelalaiannya
Mengakibatkan
Kecelakaan
Lalu
Bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengemudi jalan lain yang mengakibatkan korban dan atau kerugian harta benda. Berdasarkan fakta hukum bahwa pada hari Minggu tanggal 08 April 2012 sekitar pukul 14.00 WITA bertempat di jalan Poros Maros Makassar Ling. Padangserese, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros terdakwa mengendarai mobil mini bus Suzuki Futura warna Merah No.Pol. DD 1473 AJK bermaksud menyebrang ke kanan menuju ke arah Maros dengan mengemudikan Mobil berjalan pelan-pelan dan pandangan terhalang mobil truck yang parkir di pinggir jalan dan lalu lintas padat ramai dari jarak 5 meter terdakwa melihat sepeda motor Honda Beat No.Pol. DD 3436 IG yang dikendarai oleh saksi berboncengan dengan korban yang melaju dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi tabrakan mengenai bagian depan mobil terdakwa dan saksi dan korban terlempar dari sepeda motornya. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, dan bukti surat yang diajukan dipersidangan, ditemukan fakta hukum bahwa Terdakwa sudah melihat keadaan lalu lintas padat ramai dan pandangan terdakwa terhalang oleh mobil truck yang sedang parkir di pinggir jalan akan tetapi terdakwa tetap mengemudikan mobilnya berjalan pelan menyebrang tanpa menunggu situasi lalu lintas aman untuk menyebrang dan saat itu terdakwa melihat sepeda motor yang dikemudikan saksi dengan jarak
39
yang sudah dekat sehingga terjadi tabrakan dengan sepeda motor yang dikendarai saksi dan korban tersebut. Terdakwa Baharing Bin Leo seharusnya lebih berhati-hati dan melakukan pendugaan terhadap kendaraan yang melaju di jalur jalan tersebut, melihat situasi lalu lintas ramai dan pandangan terdakwa untuk menyeberang terhalang oleh kendaraan lain yang sedang terparkir di pinggir jalan dan saksi mengendarai sepeda motor dengan laju kencang dan tidak berhati-hati membaca situasi jalan sehingga tidak dapat menghindar ketika ada mobil yang akan menyeberang. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas di samping adanya kekurang hati-hatian dari terdakwa Baharing Bin Leo dan kekurang hati-hatian dari saksi Awaluddin sehingga tabrakan tidak dapat dihindarkan. Korban meninggal dunia. Bahwa akibat kelalaian terdakwa mengemudikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas menyebabkan adanya meninggal dunia. Berdasarkan pertimbangan pada unsur kedua dan ketiga sebagaimana tersebut di atas maka akibat kecelakaan tersebut ada korban yakni Mahsun Bin Tabba yang mengalami luka lecet punggung tangan kiri dan punggung tangan kanan serta menderita patah terbuka pada tulang betis sebelah kiri dengan kesimpulan kelainan tersebut diakibatkan oleh trauma tumpul karena mengalami kesadaran menurun, korban meninggal dunia, sebagaimana Visum et Repertum dari Rumah Sakit Umum Salewangang Maros No.19/IRD/RSUD/IV/2012 yang ditanda tangani oleh dr. Hasmiah, 1(satu) orang korban meninggal dunia akibat terdakwa mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Maka unsur mengakibatkan orang lain meninggal dunia telah terpenuhi. 3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Adapun
tuntutan
dalam
perkara
pidana
dalam
Putusan
No.136/Pid.B/2012/PN.MRS. dapat dilihat dalam Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Register Perkara Nomor: PDM-32/Maros/Euh.2/07/2012, yang pada pokoknya meminta kepada majelis hakim untuk memutuskan:
40
1. Menyatakan Terdakwa Baharing Bin Leo secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya/kealpaannyaa mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan orang lain meninggal dunia”, sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 310 Ayat (4) UURI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Surat Dakwaan;. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Baharing Bin Leo dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan, dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun; 3. Menyatakan barang bukti berupa: 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat Nomor Polisi DD 3436 IG dikembalikan kepada istri korban Mahsun Bin Tabba; 1 (satu) unit mobil Bus Mini Suzuki Futura warna Merah No.Pol. DD 1473 AJ; 1 (satu) lembar STNK asli mobil Suzuki Futura warna merah No.Pol. DD 1473 AJ; 1 (satu) lembar SIM B1 Umum an.Baharing Bin Leo dikembalikan kepada terdakwa. 4. Menetapakn supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).
4. Amar Putusan Berdasarkan pada tuntutan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu dari keterangan terdakwa dan saksisaksi yang telah dihadapkan di dipan persidangan maka hakim dengan ini: MENGADILI 1. Menyatakan Terdakwa Baharing Bin Leo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya atau kealpaannya mengemudikan kendaraan bermotor menyebabkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia”; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan; 3. Menetapkan masa penangkapan dan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim,
41
oleh karena terhukum sebelum berakhir masa percobaan selama 1 (satu) tahun telah melakukan perbuatan pidana; 5. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat No. Pol. DD 3436 IG. Dikembalikan kepada istri korban saksi Awaluddin. 1 (satu) unit mobil Bus Mini Suzuki Futura warna merah No. Pol. DD 1473 AJ. 1 (satu) lembar STNK No. Pol. DD 1473 AJ. 1 (satu) lembar SIM B1 Umum a.n. Baharing. Dikembalikan kepada terdakwa. 6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah).
5. Komentar Penulis Surat dakwaan adalah dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan sedangkan surat tuntutan adalah surat yang berisi tuntutan penuntut umum terhadap suatu tindak pidana. Pada hakekatnya seorang jaksa penuntut umum harus membuat surat dakwaan dan surat tuntutan yang membuat pelaku atau terdakwa suatu tindak pidana tidak dapat lolos dari jerat hukum. Hakim dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Seorang terdakwa hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah dibuktikan dalam persidangan bahwa telah melakukan tindak pidana seperti apa yang dimuat dalam surat dakwaan. Suatu surat dakwaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP, yaitu harus memuat tanggal dan ditanda tangani oleh penuntut umum serta identitas lengkap terdakwa, selain itu juga harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
42
Penyusunan surat dakwaan penuntut umum harus bersifat cermat atau teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak terjadi kekurangan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. Dakwaan yang didakwakan merupakan dakwaan tunggal sehingga majelis hakim langsung memilih dan membuktikan dakwaan yang dirasa unsur-unsurnya sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Menurut penulis tuntutan hukum yang dibuat oleh jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan pada perkara No.136/pid.B/2012/PN.MRS sudah tepat telah memenuhi syarat formal dan materiil. Bahwa
penerapan
hukum
pidana
terhadap
kealpaan
yang
dilakukan seseorang yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas sudah tepat mengingat perbuatan yang dilakukan telah memenuhi unsur-unsur suatu tindak pidana, yaitu perbuatan terdakwa melawan hukum dan di persidangan telah terbukti mencocoki rumusan delik yang didakwakan serta adanya kesalahan. B.
Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara Nomor 136/pid.B/2012/PN.MRS. 1. Pertimbangan Hakim Hakim sebelum memutus suatu perkara memperhatikan dakwaan
Jaksa Penuntut Umum, keterangan saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan terdakwa, alat bukti, syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana, serta hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Dalam amar putusan, hakim menyebutkan dan menjatuhkan sanksi berupa:
43
1. Menyatakan Terdakwa Baharing Bin Leo secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya/kealpaannyaa mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan orang lain meninggal dunia”, sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 310 Ayat (4) UURI No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Surat Dakwaan;. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Baharing Bin Leo dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan, dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun; 3. Menyatakan barang bukti berupa: 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat Nomor Polisi DD 3436 IG dikembalikan kepada istri korban Mahsun Bin Tabba; 1 (satu) unit mobil Bus Mini Suzuki Futura warna Merah No.Pol. DD 1473 AJ; 1 (satu) lembar STNK asli mobil Suzuki Futura warna merah No.Pol. DD 1473 AJ; 1 (satu) lembar SIM B1 Umum an.Baharing Bin Leo dikembalikan kepada terdakwa. 4. Menetapakn supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah). Hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut adalah: 1. Hakim
mempertimbangkan
keberadaan
terdakwa
dalam
tahanan sejak tanggal 09 April 2012; 2. Hakim mempertimbangkan bahwa terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum; 3. Hakim mempertimbangkan berkas atas nama terdakwa; 4. Hakim
mempertimbangkan
keterangan
saksi-saksi
dan
terdakwa; 5. Hakim mempertimbangkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan telah dibenarkan oleh terdakwa;
44
6. Hakim mempertimbangkan tuntutan jaksa penuntut umum Nomor
Registrasi
Perkara:
PDM-32/Maros/Euh.2/07/2012
tertanggal 23 Juli 2012; 7. Hakim mempertimbangkan bahwa atas dakwaan penuntut umum tersebut terdakwa tidak mengajukan keberatan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pada tindak pidana karena kesalahannya/kelalaiannya menyebabkan matinya orang dalam putusan No. 136/pid.B/2012/PN.MRS berdasarkan beberapa pertimbangan. a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Hakim memeriksa dan menjahtukan putusan berpedoman pada surat dakwaan. Adapun isi surat dakwaan yang telah dibaca yaitu: bahwa pada hari Minggu tanggal 08 April 2012, sekitar pukul 14.00 WITA bertempat di Jalan Poros Maros Makassar Ling. Padangsesere, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros Terdakwa Baharung Bin Leo sebelum kejadian berada di bengkel untuk mengambil mobil mini bus Suzuki Futura warna merah No. Pol DD 1473 AJ yang telah diperbaiki, yang terletak di pinggir jalan Poros Maros. Setelah itu terdakwa mengemudikan mobilnya keluar dari bengkel hendak menuju arah Maros, dan saat itu mobil yang terdakwa kendarai hendak menyeberang jalan menuju arah Maros dimana sebelum mobil terdakwa masuk ke badan jalan akan menuju ke arah Maros, terdakwa belum bisa memperhatikan kondisi jalan, yaitu kendaraan yang bergerak dari arah Maros, karena pandangan terdakwa terhalang oleh mobil truk yang sementara parkir di sebelah kiri bila dilihat dari arah Maros, nanti setelah kepala mobil terdakwa sudah naik ke badan jalan menuju arah Maros, baru terdakwa melihat sepeda motor yang Awaluddin Bin Mahsun kendarai dengan membonceng korban Mahsun Tabba dan saat itu terdakwa tidak memberikan kode lampu hati-hati dan menyalakan lampu hati-hati begitupun tidak menyalakan lampu utama atau memberikan kode lampu kepada pengendara
45
kendaraan yang bergerak dari arah Maros, dan saat itu terdakwa juga tidak membunyikan klakson mobilnya, sehingga terjadi tabrakan antara mobil terdakwa dengan sepeda motor Awaluddin Bin Mahsun, dimana mobil yang terdakwa kendarai tidak berusaha menghindari sepeda motor yang dikendarai oleh Awaluddin Bin Mahsun yang bergerak dari arah Maros tersebut. Setelah tabrakan tersebut terjadi dimana korban Mahsun Bin Tabba sudah tidak sadarkan dan korban Mahsun Bin Tabba meninggal dunia di RSUD Salewangang Maros. b. Keterangan Saksi Hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi-saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan bahwa: (1) Saksi Awaluddin Bin Mahsun, menerangkan : Saksi dihadapkan dalam persidangan ini sebagai saksi dalam perkara kecelakaan lalu lintas; Kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 08 April 2012 sekitar pukul 14.00 WITA; Kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi di jalan poros Maros Makassar, tepatnya di Ling. Padangsesere, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros; Kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi antara sebuah Minibus dengan sepeda motor yang saksi kendarai; Bahwa pada saat itu saksi pulang dari Pangkep menuju Makassar dengan mengendarai sepeda motor Honda Beat, berboncengan dengan ayah saksi dan sesampainya di Ling. Padangsesere, Kel. Hasanuddin, Kec. Mandai, Kab. Maros ada minibus yang dikemudikan oleh Terdakwa keluar dari bengkel karena pandangan saksi terhalang oleh truk yang parkir di bahu jalan akhirnya saksi menabrak mobil minibus yang dikendarai oleh terdakwa; Saksi mengendarai sepeda motor dengan kecepatan yang tidak dia tahu akan tetapi seingat saksi, saksi berangkat dari Pangkep pukul 13.00 WITA dan sampai di tempat kejadian Pukul 14.00 WITA; Setelah menabrak mobil minibus yang dikemudikan oleh Terdakwa saksi terlempar dari sepeda motor tetapi masih sadar, sedangkan ayah saksi yang saksi
46
bonceng terlempar dari sepeda motor dan tidak sadarkan diri hingga meninggal dunia di Rumah Sakit; Pada saat kejadian yang menolong saksi dan ayah saksi di bawah ke Rumah sakit adalah Terdakwa; Sebelum tabrakan saksi melihat mobil yang dikemudikan terdakwa dari jarak sekitar 5 (lima) meter; Saksi tidak mendengar ada bunyi klakson dari mobil Terdakwa: Saksi tidak memperhatikan apakah Terdakwa menyalakan lampu hati-hati atau tidak; Bahwa akibat kejadian tabrakan tersebut sepeda motor saksi juga rusak; Terdakwa telah memberikan santunan kepada ibu saksi sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); Antara keluarga saksi dan Terdakwa telah ada perdamaian dan keluarga saksi sudah menerima kejadian tersebut sebagai musibah.
(2) Saksi Mantasia, menerangkan : Saksi dihadapkan dalam persidangan ini sebagai saksi dalam perkara kecelakaan lalu lintas; Kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 08 April 2012 sekitar pukul 14.00 WITA; Saksi tidak melihat kejadian kecelakaan lalu lintas tersebut; Bahwa pada saat kejadian saksi dan keluarga dari Pangkep berboncengan dengan mengendarai sepeda motor, saksi berboncengan dengan anak saksi sedangkan anak saksi saksi Awaluddin benboncengan dengan korban Mahsun Bin Tabba yang berangkat lebih dahulu mengendarai sepeda motor Honda Beat; Saksi mengetahui anak saksi dan suami saksi mengalami kecelakaan setelah tiba di Makassar, anak dan suami saksi belum tiba padahal anak dan suami saksi berangkat terlebih dahulu kemudian datang keluarga memberitahukan bahwa anak dan suami saksi ada di rumah sakit karena kecelakaan di Maros; Setelah saksi sampai di rumah sakit baru mengetahui kalau suami saksi telah meninggal dunia; Suami saksi yang meninggal karena kecelakaan tersebut telah berumur 61 tahun; Saksi menerima kejadian tersebut sebagai musibah;
47
Bahwa Terdakwa memberi uang duka sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). c. Keterangan Terdakwa Menimbang bahwa di persidangan telah didengar keterangan Terdakwa sebagai berikut: Bahwa pada saat kejadian kecelakaan Terdakwa keluar dari bengkel memperbaiki mobil dan akan menyeberang ke arah Maros; Bermula Terdakwa keluar dari bengkel akan menyeberang dengan mengambil arah belok ke kanan namun karena di sebelah kana nada mobil truck yang sedang diparkir, pandangan Terdakwa menjadi terhalang, Terdakwa mengendalikan mobil dengan pelan-pelan dan dari arah Maros ada sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan menabrak mobil Terdakwa di bagian depan hingga rusak penyok; Pada saat itu Terdakwa ingat kalau sudah menyalakan lampu sein kanan; Terdakwa mengendarai mobil baru masuk perseneling gigi satu dan berjalan pelan-pelan, kondisi jalan ramai dan pandangan Terdakwa terhalang oleh truck yang parkir di bahu jalan akan tetapi Terdakwa tetap mengemudikan mobilnya menyeberang ke arah Maros dan melihat sepeda motor yang dikendarai saksi dan korban sudah dekat dekat dengan mobil yang dikemudikan oleh terdakwa; Bahwa Terdakwa tidak membunyikan klakson; Bahwa korban terlempar dari sepeda motornya tetapi helm tidak terlepas, yang tua tidak sadarkan diri; Bahwa Terdakwa melihat korban terluka dan mengeluarkan darah tetapi Terdakwa tidak memperhatikan bagian mana yang luka, Terdakwa secepatnya menolong dan membawa korban ke rumah sakit Salewanganh Maros; Saat dibawah ke rumah sakit korban Mahsun Bin Tabba masih hidup karena peralatan rumah sakit kurang lengkap kemudian korban dirujuk ke rumah sakit Daya tetapi diperjalanan korban meninggal dunia; Akibat kecelakaan tersebut mobil Terdakwa masih bisa digunakan; Bahwa Terdakwa memberikan uang duka cita kepada keluarga korban sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan sudah ada perdamaian dengan keluarga korban;
48
d. Barang Bukti Menimbang bahwa di persidangan telah pula diajukan dan diperlihatkan barang bukti berupa: 1 (satu) unit sepeda motor Honda Beat Nomor Polisi DD 3436 IG dikembalikan kepada istri korban Mahsun Bin Tabba; 1 (satu) unit mobil Bus Mini Suzuki Futura warna Merah No.Pol. DD 1473 AJ; 1 (satu) lembar STNK asli mobil Suzuki Futura warna merah No.Pol. DD 1473 AJ; 1 (satu) lembar SIM B1 Umum an.Baharing Bin Leo dikembalikan kepada terdakwa. Di persidangan telah dibacakan hasil Visum Et Repertum No.19/IRD/RSUD/IV/2012 tanggal 11 April 2012 yang dibuat oleh dr. Hasmiah yang dalam pemeriksaan sebagai berikut: Hasil pemeriksaan kesadaran
Kepala Wajah Leher Dada Perut Anggota gerak atas tangan Punggung Pinggang Anggota gerak bawah betis
: korban datang dengan menurun saat masuk rumah sakit : tidak ditemukan kelainan. : tidak ditemukan kelainan. : tidak ditemukan kelainan. : tidak ditemukan kelainan. : tidak ditemukan kelainan. : luka lecet pada punggung kiri dan kanan. : tidak ditemukan kelainan. : tidak ditemukan kelainan. : patah terbuka pada tulang
sebelah kiri. Kesimpulan: bahwa kelainan tersebut diakibatkan oleh trauma tumpul karena mengalami kesadaran menurun pukul 15.00 WITA korban meninggal dunia.
49
Sebelum pengadilan menjatuhkan pidana kepada terdakwa terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan: 1) Hal-hal yang memberatkan : Volume kecelakaan lalu lintas di Maros tinggi sehingga perlu penegakan hukum untuk memberikan pembelajaran agar masyarakat lebih tertib dan berhati-hati dalam berlalu lintas. 2) Hal-hal yang Meringankan : Terdakwa belum pernah dihukum, dan bersikap sopan dalam persidangan; Terdakwa telah memberikan uang santunan kepada keluarga korban sebagai bentuk kepedulian terdakwa, dan keluarga sudah menerima kejadian tersebut sebagai musibah; Terdakwa mengakui bersalah dan menyesali atas kekurang hati-hatiannya; Kecelakaan terjadi tidak hanya kelalaian terdakwa saja akan tetapi kekurang hati-hatian dari saksi. Memperhatikan Pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa unsur yang karena kelalaiannya atau kealpaannya menyebabkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia telah terbukti atas diri Terdakwa, dengan demikian unsur ini pun telah terpenuhi. 2. Komentar Penulis Berdasarkan hasil penelitian penulis, baik melalui wawancara terhadap hakim yang terkait dengan perkara dalam tulisan ini, maupun melalui studi kepustakaan dari dokumen-dokumen yang terkait, Penulis berkesimpulan sebelum menetapkan atau menjatuhkan putusan terhadap pelaku
tindak
pidana
yang
dilakukan
hakim
terlebih
dahulu
mempertimbangkan banyak hal, misalnya fakta-fakta pada persidangan, pertimbangan yuridis, dan non yuridis, keadaan dan latar belakang
50
keluarga terdakwa, serta hal-hal yang terkait dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa. Berkaitan dengan perkara yang Penulis bahas, Penulis melakukan wawancara dengan Hakim yang menangani kasus ini pada Tanggal 11 April 2013 di Pengadilan Negeri Maros untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus dan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, menerangkan bahwa: “Dalam memutus suatu perkara kelalaian atau kealpaan pada kecelakaan lalu lintas seorang hakim memperhatikan apakah pelaku telah memenuhi unsur-unsur kealpaan dalam kasus kealpaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Memperhatikan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam hal ini keterangan saksi, keterangan terdakwa, tuntutan jaksa, dan berbagai macam pertimbangan lainnya. Dalam kasus kecelakaan lalu lintas penjatuhan pidana berlandas pada kelalaiannya atau kealpaan karena tidak ada seseorang yang menginginkan kecelakaan lalu lintas itu terjadi dan mengakibatkan korban meninggal dunia. Hakim dalam memutuskan suatu perkara berdasar pada surat dakwaan jaksa penuntut umum dan berkas serta alat bukti hasil penyidikan oleh kepolisian”. Berdasarkan analisis penulis tentang pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan
sanksi
dalam
perkara
putusan
Nomor:
136/pid.B/2012/PN.MRS telah sesuai dengan Pasal 310 ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa sanksi yang diberikan “karena kelalaiannya/ kealpaannyaa mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan orang lain meninggal dunia”. Pertimbangan Yuridis merupakan pembuktian dari unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, adapun unsur-unsur Pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menurut hakim telah sesuai dengan apa
51
yang didakwakan oleh jaksa serta harus didasarkan pada fakta persidangan. Penjara saat ini dilaksanakan dengan sistem pemasyarakatan, tujuan pidana penjara bukan lagi pembalasan dendam semata dengan berbagai siksaan yang diberikan pada terpidana, melainkan penjara itu bertujuan untuk memperbaiki sikap dan perilaku terpidana. Ditakutkan dengan adanya penjara dengan waktu yang relative singkat hanya akan menjadikan penjara sebagai “lembaga pendidikan” untuk menjadi lebih jahat. Selain itu diharapkan kepada hakim dalam membuat putusan tidak hanya mengacu kepada perumusan undang-undang semata tetapi juga dapat melakukan penemuan hukum dengan tetap mengikuti hati nuraninya demi terciptanya keadilan dan tercapainya efektifitas dari pemidanaan itu sendiri. Dari hal-hal yang memberatkan dan meringankan dari terdakwa yang mana perbuatan terdakwa menyebabkan orang lain mati dan mendapat luka sedemikian rupa yang berdasarkan barang bukti yang ada kemudian dihubungkan dengan dakwaan Penuntut Umum, Hakim dapat memperoleh fakta-fakta yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar Hukum Majelis Hakim menjatuhkan putusan. Pemberian hukuman penjara oleh hakim diharapkan dan dimungkinkan terdakwa tidak dapat mengulangi lagi perbuatannya dikemudian hari.
52
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Dari
rumusan
masalah,
berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pembahasan yang telah diuraikan di atas Penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan hukum pidana terhadap delik kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas pada perkara putusan Nomor: 136/pid.B/2012/PN.MRS telah sesuai dengan pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa sanksi yang diberikan “karena kelalaiannya/ kealpaannya mengemudikan kendaraan bermotor mengakibatkan orang lain meninggal dunia”. Perbuatan yang dilakukan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur suatu tindak pidana, yaitu perbuatan terdakwa melawan hukum dan di persidangan telah terbukti mencocoki rumusan delik yang didakwakan serta adanya kesalahan Faktafakta hukum baik keterangan para saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa dan terdakwa dianggap sehat jasmani dan rohani, tidak terdapat gangguan mental sehingga dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. 2. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pada perkara putusan No.136/pid.B/2012/PN.MRS pada Pasal 310
53
ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa mempunyai banyak pertimbangan dengan terpenuhinya unsurunsur sesuai dengan pasal yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar, hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta yang diperkuat dengan adanya keyakinan hakim, pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.000,(Dua Ribu Rupiah).
B.
Saran Berdasarkan
kesimpulan
tersebut
di
atas,
maka
penulis
mengajukan saran sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada para penegak hukum khususnya kepada penyidik kepolisian dalam menyidik serta penuntut umum dalam merumuskan surat dakwaan terhadap suatu kasus, hendaknya memperhatikan asas-asas dalam hukum pidana serta mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan. Karena hukum itu tidak statis akan tetapi dinamis, selalu mengalami perubahan mengikuti peradaban manusia. Sehingga tidak timbul kekeliruan yang berakibat yang tidak tercapainnya tujuan hukum. 2. Penulis menyarankan agar kiranya pemerintah dan aparat penegak
hukum
yang
berwenang
terus
meningkatkan
koordinasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang akibat
54
dari kelalaian / kealpaan dalam berlalu lintas melalui berbagai penyuluhan-penyuluhan. 3. Diharapkan kepada petugas lembaga pemasyarakatan untuk terus meningkatkan pembinaan kepada para narapidana (warga binaan),
agar
mereka dapat
memiliki kesiapan,
mental,
pengetahuan dan keterampilan khusus sebelum terjun kembali ke dalam kehidupan masyarakat, agar mereka dapat terhindar dari pengaruh perbuatan yang merupakan tindak pidana. 4. Diharapkan kepada para penegak hukum yang bersangkutan agar memberikan contoh yang baik dalam berlalu lintas di jalanan, seperti mengendara dengan aman, menggunakan seatbelt, atau helm kepada pengguna kendaraan bermotor roda dua.
55
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Farid, Andi Zaenal. 1981. Diklat Himpunan Kuliah 1960-1981. Ujung Pandang. ________. 1983. Bunga Rampai Hukum Pidana. Radian Paramita. Jakarta. Chazawi, Adami. 2010. Pelajaran Hukum Pidana 1. Cetakan Kelima. Rajawali Pers. Jakarta. Effendy, Rusli. 1986. Asas-asas Hukum Pidana. Lembaga Percetakan dan Penerbitan UMI. Ujung Pandang. ________. 1989. Asas-asas Hukum Pidana. Lembaga Kriminologi Unhas. Ujung Pandang. Hamzah, Andi. 1994. Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung. Marpaung, Leden. 2009. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Cetakan Keenam. Sinar Grafika. Jakarta. Moeljatno. 1985. Membagi HUkum Pidana. Bina Aksara. Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono. 2009. Asas-asas Hukum PIdana Indonesia. Cetakan Ketiga. PT. Refika Adimata. Bandung. Soesilo, R. 1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Politeia. Bogor. Suryo Putramto, Leksmono. 2008. Rekayasa Lalu Lintas. Cetakan Pertama. PT. Macanan Jaya Cemerlang. Widyastuti, Sri. 2005. Tindak Pidana Kelalaian Penggunaan Senjata Api yang Menyebabkan Kematian Aparat Kepolisian. Universitas Hasanuddin. Makassar.
56
Sumber Lain: Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. file:///C:/Users/Z/Downloads/lalu%20lintas/Lalu_lintas.htm file:///C:/Users/Z/Downloads/lalu%20lintas/pengertian-lalu-lintas.html file:///C:/Users/user/Downloads/lalu%20lintas/berita-1073-pemkabpolreskerjasama-pengintegrasian-lalu-lintas.html file:///C:/Users/user/Downloads/lalu%20lintas/pelaku-lakalantas-di-marosdidominasi-pelajar.htm
57