II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Jamur Tiram Putih Jamur merupakan tanaman yang berinti, berspora, dan tidak memiliki
klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa (bagian jamur yang bentuknya seperti benang halus, panjang, bercabang-cabang, dan dapat berkembang secara vegetatif), bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya tergantung pada organisme lain (Parjimo dan Andoko 2007). Jamur
konsumsi
yang
dibudidayakan
umumnya
dari
Subclassis
Basidiomycetes. Ukuran tubuh buahnya cukup besar dan banyak bagian yang dapat dimakan. Di lapangan hanya dikenal dua kelompok besar jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) dan dibudidayakan, yaitu jamur merang dan jamur kayu. Sebutan ini lebih didasarkan atas media tumbuhnya daripada ciri morfologinya. Disebut jamur merang karena media tumbuhnya berupa merang, meskipun sebenarnya tidak mutlak memerlukan merang. Jamur kayu biasa tumbuh pada batang kayu lapuk atau serbuk gergaji sehingga disebut jamur kayu. Jenis jamur yang termasuk jamur kayu, diantaranya adalah jamur kuping, jamur payung/ jamur shiitake, dan jamur tiram3. Jamur tiram terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu jamur tiram putih, tiram pink, tiram abu-abu, tiram kuning, dan tiram coklat/ abalon. Salah satu komoditas jamur tiram yang paling banyak dibudidayakan adalah jenis jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Nama jamur tiram putih diberikan karena bentuk tudung jamur ini agak membulat, lonjong, dan melengkung menyerupai cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga krem. Tubuh buah memiliki batang atau tangkai jamur yang berada dipinggir (bahasa Latin:
3
Tim Redaksi Trubus. 1992. Jamur Konsumsi. Majalah Trubus 271. Hal. 7-9.
10
pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus), sehingga jamur tiram mempunyai nama binomial Pleurotus ostreatus4. Parjimo dan Andoko (2007) menyebutkan jika permukaan tudung jamur tiram licin, agak berminyak jika lembab, dan tepiannya bergelombang. Diameternya berukuran tiga hingga 15 centimeter. Tubuh buahnya membentuk rumpun yang memiliki banyak percabangan dan menyatu dalam satu media tanam. Jika sudah tua, daging buahnya akan menjadi liat dan keras. Jamur tiram memiliki inti plasma dan spora yang berbentuk sel-sel lepas atau bersambungan membentuk hifa dan miselium (sekumpulan hifa yang tumbuh bersama-sama menjadi satu). Pada titik-titik pertemuan percabangan miselium akan terbentuk bintik kecil yang disebut pin head atau calon tubuh buah jamur yang akan berkembang menjadi tubuh buah jamur. Jenis jamur tiram putih yang paling banyak dibudidayakan di Desa Kertawangi adalah jamur tiram putih varietas Florida. Penampang fisik jamur tiram putih varietas Florida dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun ciri-ciri umum dari jamur tiram putih varietas Florida menurut Satriyanto (2009)5 adalah : 1)
Bentuk jamur tiram putih seperti tudung/payung. Beberapa dari jenis ini dalam pertumbuhannya bergerombol atau berkelompok, namun ada pula yang merupakan tangkai tunggal.
2)
Kisi-kisi bawah tudung relatif lebar.
3)
Warna jamur putih bersih, terkadang seperti ada warna kecoklatan (seperti tiram coklat atau tiram kelabu), hal tersebut disebabkan karena cuaca. Terkadang jika siang hari suhu agak panas dengan kelembaban rendah, lalu pada sore harinya disiram dan mengenai tubuh buah, ini yang menyebabkan jamur menjadi berwarna sedikit kecoklatan.
4)
Kadar air optimal pada jamur tiram jenis Florida cenderung tinggi. Ciri umum jamur yang memiliki kadar air baik adalah warna jamur tetap putih bersih. Jika memiliki kadar air berlebihan, jamur tiram cenderung berwarna kekuningan dan lebih cepat membusuk.
4 5
Stamets and Chilton. 1983. The Mushroom Cultivator. www.wikipedia.com. [20 Mei 2009]. Satriyanto, F. 2009. Jenis Jamur Tiram Putih. www.agronusamushroom.com [20 Mei 2009].
11
5)
Karakteristik panen jamur tiram jenis ini cenderung stabil (panen bertahap dan jamur tidak langsung habis dalam sekali panen). Dalam 100 hari pertama, panen masih cenderung stabil dan baik.
6)
Jamur tiram jenis Florida sangat cocok untuk jenis sayuran, untuk usaha jenis kripik jamur, dan juga jamur goreng. Strukturnya masih cukup kuat walaupun telah disimpan dalam lemari es.
Gambar 1. Jamur Tiram Putih Varietas Florida Sumber : Dok. pribadi
2.1.1. Lingkungan dan Syarat Tumbuh Secara alami jamur tiram banyak ditemukan tumbuh di batang-batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, damar atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan terlindung dari cahaya matahari. Jamur tiram dapat tumbuh di ketinggian minimal sekitar 500 m diatas permukaan laut di lokasi yang memiliki kadar air minimal 60 persen (Parjimo dan Andoko 2007). Tingkat keasaman media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram. Derajat keasaman atau pH media tanam yang optimal untuk pertumbuhan jamur tiram putih adalah enam hingga tujuh. Apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur akan terhambat, bahkan mungkin akan tumbuh jamur lain yang akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri. Keasaman pH media diatur dengan menggunakan kapur/ Calsium carbonat (Dinas
12
Pertanian Jawa Timur 2007). Syarat tumbuh jamur tiram sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Oleh karena itu, faktor lingkungan harus benar-benar dikelola secara baik, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, dan cahaya.
2.1.2. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Jamur Tiram Jamur merupakan sumber mineral yang baik, kandungan mineral utama yang tertinggi adalah kalium (K), kemudian fosfor (P), natrium (Na), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Jamur juga merupakan sumber mineral minor yang baik karena mengandung seng, besi, mangan, molibdenum, kadmium, dan tembaga. Oleh karena itu jamur tiram baik dan aman untuk dikonsumsi setiap hari. Jamur tiram mengandung sembilan asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh, yaitu lisin, metionin, triptofan, threonin, valin, leusin, isoleusin, histidin dan fenilalanin. Setidaknya 72 persen dari total asam lemak jamur tiram berupa asam lemak tidak jenuh (Isnawan 2003)6. Tabel 5 menunjukkan besarnya kandungan gizi pada 100 gram jamur tiram.
Tabel 5. Kandungan Gizi Setiap 100 Gram Jamur Tiram Kandungan Kadar Protein
5,94%
Serat
1,56%
Lemak
0,17%
Karbohidrat
50,59%
Kalori
45,65 kj
Zat Besi
1,9 mg
Kalsium
8,9 mg
Vitamin B1
0,75 mg
Vitamin B2
0,75 mg
Vitamin C
12,4 mg
Fosfor
17 mg
Sumber: Chazali dan Pratiwi (2010)
6
Isnawan, H. 2003. Teknologi Bioproses Pembibitan dan Produksi Jamur Tiram untuk Peningkatan Nilai Tambah Pertanian. www.iptek.net.id. [20 Mei 2009].
13
Jamur tiram memiliki kandungan gizi dan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Berikut perbandingan kandungan nutrisi pada jamur tiram dengan jamur lain dan bahan makanan lain dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lainnya Bahan Makanan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Jamur tiram 27 1,6 58 Jamur merang 1,8 0,3 4 Jamur kuping 8,4 0,5 82,8 Daging sapi 21 5,5 0,5 Bayam 2,2 1,7 Kentang 2 20,9 Kubis 1,5 0,1 4,2 Seledri 1,3 0,2 Buncis 2,4 0,2 Sumber: Martawijaya dan Nurjayadi (2010)
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kandungan lemak pada jamur konsumsi lebih rendah daripada lemak daging sehingga jamur lebih sehat untuk dikonsumsi. Kandungan protein pada jamur tiram ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi dan bahan makanan lain yang juga berasal dari tanaman. Dilihat dari segi harga, harga jamur konsumsi jauh lebih murah bila dibandingkan dengan daging. Hal tersebut menunjukkan bahwa jamur dapat dijadikan sebagai alternatif pangan yang mampu memenuhi kebutuhan gizi dan protein untuk berbagai kalangan masyarakat. Jamur tiram rendah kolesterol dan kandungan lemaknya merupakan lemak tidak jenuh sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi dan aman bagi mereka yang rentan terhadap serangan jantung (Parjimo dan Andoko 2007). Dari hasil penelitian kedokteran secara klinis, diketahui bahwa kandungan senyawa kimia khas jamur tiram berkhasiat mengobati berbagai penyakit manusia seperti tekanan darah tinggi, diabetes, kelebihan kolesterol, anemia, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan polio, dan influenza, serta kekurangan gizi7. 7
Dinas Pertanian Jawa Timur. 2007. Budidaya Jamur Tiram. www.diperta-jatim.go.id. [9 Mei 2009].
14
Tahapan Budidaya Jamur Tiram Putih
2.2.
Beberapa tahapan dalam budidaya jamur tiram putih menurut Ganjar8, yaitu: 1)
Persiapan Bahan Bahan yang harus dipersiapkan diantaranya serbuk gergaji, dedak atau bekatul, dan kapur. Bisa juga diberi tambahan gips, tepung jagung, dan glukosa. Berikut perbandingan bahan baku pembuatan bag log jamur tiram putih.
Tabel 7. Komposisi Media untuk Pembuatan 80 Buah Bag Log Ukuran Sedang Bahan Media Takaran Serbuk kayu 100 kg Tepung jagung 10 kg Dedak atau bekatul 10 kg Kompos 0,5 kg Kapur (CaCO3) 0,5 kg Air 50-60% Sumber: Chazali dan Pratiwi (2010)
2)
Pengayakan Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik, hal ini dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan miselia kurang merata dan kurang baik. Untuk itu, serbuk gergaji perlu diayak.
3)
Pencampuran Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur dengan serbuk gergaji selanjutnya disiram dengan air sekitar 50-60 persen atau bila kita kepal serbuk tersebut menggumpal tapi tidak keluar air. Hal ini menandakan kadar air sudah cukup.
4)
Pengomposan Pengomposan adalah proses pelapukan bahan baku media yang akan digunakan agar nutrisi yang terkandung dalam media dapat diserap dengan mudah oleh jamur. Pengomposan dilakukan dengan cara menimbun
8
Ganjar. 2008. Budidaya Jamur Tiram. www.bbpp-lembang.info.htm. [9 Mei 2009].
15
campuran serbuk gergaji kemudian menutupinya dengan plastik selama semalam. 5)
Sterilisasi Sterilisasi dilakukan dengan mempergunakan alat sterilisasi seperti drum atau steamer yang bertujuan untuk menonaktifkan mikroba, bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 90-1000C selama 12 jam.
6)
Pembungkusan (pembuatan bag log) Pembungkusan media menggunakan plastik polypropilen (PP) dengan ukuran yang dibutuhkan. Cara membungkus yaitu dengan memasukkan media ke dalam plastik kemudian dipukul/ditumbuk sampai padat dengan botol atau tangan. Cara yang modern adalah dengan menggunakan filler (alat pemadat).
7)
Inokulasi (pemberian bibit) Inokulasi adalah kegiatan memasukan bibit jamur ke dalam media jamur yang telah disterilisasi. Bag log ditiriskan selama satu malam setelah sterilisasi, kemudian diberi bibit di atasnya dengan menggunakan sendok spatula sekitar tiga sendok kemudian diikat dengan karet dan ditutup dengan kapas. Bibit yang baik yaitu: i) Varitas unggul ii) Umur bibit optimal 30-45 hari iii) Miselium bibit tumbuh merata iv) Tidak terkontaminasi
8)
Inkubasi (masa pertumbuhan miselium) Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan di ruang inkubasi dengan kondisi tertentu. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media berwarna putih merata, biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 hari.
9)
Panen Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, yaitu sekitar lima hingga tujuh hari setelah tumbuh calon jamur (pin head). Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya dan mempermudah pemasaran.
16
2.3.
Bisnis Jamur Tiram Putih Usaha pembudidayaan jamur tiram putih merupakan usaha yang memiliki
potensi untuk berkembang karena permintaan pasar yang terus meningkat. Berapa pun jamur tiram yang diproduksi oleh petani akan habis terserap oleh pasar. Kenaikan permintaan jamur tiram sekitar 20-25 persen per tahun. Di Indonesia, produksi jamur tiram putih pengembangannya mulai dirintis sejak tahun 1997. Sentra budidaya jamur tiram putih di Jawa Barat berada di Kabupaten Bandung (Cisarua, Lembang, Ciwidey, Pangalengan), Bogor, Sukabumi, Garut, Cianjur dan Tasikmalaya. Di luar Jawa Barat, terdapat di Sleman, Yogyakarta, dan Solo9. Jamur tiram putih ditinjau dari aspek biologinya relatif lebih mudah dibudidayakan daripada jenis jamur lainnya. Pembudidayaan jamur tiram putih tidak memerlukan lahan yang luas. Masa produksi jamur tiram putih pun relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen lebih singkat dan kontinyu. Budidaya jamur tiram putih dapat dikelola sebagai usaha sampingan ataupun usaha ekonomis skala kecil, menengah, dan besar (industri). Sebagian besar pembudidayaan jamur tiram putih dilakukan sebagai usaha rumahan/sampingan. Usaha ini diorientasikan sebagai usaha kecil, namun menurut banyak pakar ekonomi, usaha tersebut dipandang sebagai tulang punggung
dalam
salah
satu
pemulihan
ekonomi
Indonesia.
Afuuza10
menyebutkan bahwa pengembangan usaha budidaya jamur tiram dibagi dalam tiga tahap skala usaha, yaitu: 1)
Tahap Industri Kecil Awal Tahap industri kecil awal ini merupakan jembatan menuju berdirinya industri kecil yang kokoh. Pada tahap industri kecil awal, jumlah bag log yang digunakan minimal 5.000 buah hingga 25.000 buah. Beberapa hal yang perlu diketahui saat memulai usaha ini: i) Menerapkan standar produksi yang tepat untuk mengoptimalkan hasil budidaya jamur ii) Penyempurnaan sistem produksi, keuangan dan distribusi
9
10
Dadang W., Selamet R. op.cit. Afuuza T. 2010. Peluang Agrobisnis Jamur Tiram. 2506-2759-1-PB.pdf. [4 Desember 2011].
17
iii) Penambahan tenaga kerja iv) Pencarian investor 2)
Tahap Industri Kecil Lanjut Tahap ini merupakan pengembangan dari tahap industri kecil awal. Setelah kebutuhan dana mencukupi, dan seluruh kekurangan telah dapat diatasi, maka dimulailah industri kecil lanjut yang ditargetkan untuk memiliki perijinan dan pembentukan badan usaha. Industri ini diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pekerja kasar di bagian produksi hingga profesional di bidang pemasaran, research and development, dan administrasi. Tahap industri kecil lanjut ini merupakan jembatan menuju berdirinya industri menengah nasional yang produksinya diperkirakan mencapai sekitar 100.000 bag log produksi per musim. Tahap industri kecil lanjut itu sendiri diharapkan mampu memproduksi hingga sembilan ton jamur per bulan.
3)
Tahap Industri Menengah Nasional (industri skala besar) Secara umum, tahap industri menengah adalah perluasan dari industri kecil, mulai
dari
sistem
produksi,
kapasitas
produksi
hingga
ekspansi
distribusinya. Tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan ekspor. Tahap ini diharapkan mampu menyerap sedikitnya 50 orang tenaga kerja. Pada tahap industri menengah nasional ini jumlah bag log jamur tiram yang digunakan lebih dari 100.000 buah.
2.4.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Pengkajian tehadap penelitian terdahulu penting dilakukan untuk
mendalami pemahaman terhadap metode analisis yang akan digunakan dan komoditi yang akan diteliti. Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan usaha jamur tiram. Berikut merupakan hasil dari pengkajian beberapa penelitian terdahulu tentang komoditi jamur tiram putih. Nugraha (2006), melakukan penelitian tentang Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Propinsi Jawa Barat. Saluran pemasaran jamur tiram putih di Bogor melibatkan enam lembaga pemasaran, yaitu produsen,
18
pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pedagang pengecer dan supplier. Terdapat delapan saluran pemasaran jamur tiram putih di Bogor. Saluran pemasaran terpendek adalah antara produsen dan konsumen merupakan saluran dengan tingkat efisiensi tertinggi dengan farmer’s share mencapai 100 persen dan nilai marjin pemasarannya sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran terpanjang terdiri dari produsen – pengumpul - pedagang besar - pedagang menengah - pedagang pengecer – konsumen, merupakan saluran pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah dengan nilai farmer’s share sebesar 52,38 persen dan nilai marjin pemasarannya sebesar 65,87 persen dari harga beli konsumen. Ruillah (2006), melakukan penelitian tentang Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Ruillah membagi petani sampel ke dalam tiga skala usaha, yaitu Skala I adalah petani yang memiliki luas kumbung kurang dari 76,5 m2. Skala II adalah petani dengan luas kumbung antara 76,5-135,5 m2. Skala III adalah petani dengan luas kumbung lebih dari 135,5 m2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai petani skala I paling besar dibanding skala II dan skala III, maka usahatani yang paling menguntungkan adalah usahatani skala I. Namun, usahatani skala III ternyata memiliki nilai R/C rasio paling besar yaitu sebesar 3,75 maka usahatani jamur tiram putih skala III adalah yang paling efisien. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi jamur tiram putih adalah tenaga kerja, bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul dan gips. Usahatani jamur tiram putih di Desa Kertawangi berada pada kondisi increasing return to scale atau berada pada tahap kenaikan hasil yang meningkat. Sari (2008), melakukan penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih pada skala usaha rata-rata 2.000 log pada kelompok tani Kaliwung Kalimuncar. Diketahui bahwa faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi jamur tiram putih adalah serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik dan cincin paralon. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,70 dan nilai R/C
19
rasio atas biaya total sebesar 1,06. Saluran pemasaran di lokasi penelitian melibatkan petani-bandar/tengkulak-pasar-konsumen. Noviana (2011), melakukan penelitian tentang Analisis Tataniaga Jamur Tiram Putih (Kasus Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Pola pemasaran jamur tiram putih terdiri dari dua buah saluran tataniaga. Saluran tataniaga I terdiri dari Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar/Grosir – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir. Saluran tataniaga II hanya terdiri dari Petani – Konsumen Akhir. Volume penjualan jamur tiram putih sebanyak 430 kg per harinya. Pasar tujuan akhir pemasaran adalah Pasar Induk Tangerang. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh kedua saluran tataniaga ini di masing-masing pelaku tataniaga dilakukan dengan sistem tunai. Penentuan harga beli di tingkat petani oleh pedagang pengumpul desa ditentukan oleh pedagang besar. Penentuan harga antara pedagang besar dengan pedagang pengumpul desa sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi atau berdasarkan pada harga yang berlaku di pasar. Penentuan harga antara pedagang besar dengan pedagang pengecer mengikuti mekanisme harga pasar yang berlaku saat itu. Untuk penentuan harga di saluran II, yaitu antara petani langsung dengan konsumen akhir, dilakukan dengan cara tawar-menawar hingga tercapai kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Menurut Noviana, struktur pasar yang terjadi antara petani jamur tiram putih dan pedagang pengumpul desa cenderung mengarah pada pasar monopsoni karena jumlah petani lebih banyak daripada jumlah pedagang pengumpul desa dan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar cenderung bersifat pasar monopsoni. Namun menurut penulis, struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dari sisi pembeli adalah struktur pasar oligopsoni murni, karena pedagang pengumpul desa dan pedagang besar masing-masing berjumlah lebih dari satu lembaga, walaupun tidak banyak. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer cenderung mengarah pada pasar persaingan murni. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir cenderung pada pasar persaingan murni. Rasio keuntungan tertinggi diraih oleh pedagang pengecer.
20
Saluran tataniaga yang lebih menguntungkan petani adalah saluran tataniaga II, yaitu petani langsung memasarkan produknya ke konsumen akhir. Risiko produksi yang teridentifikasi pada usaha jamur tiram putih adalah akibat serangan hama sebesar 20,90 persen, akibat perubahan cuaca sebesar 17,90 persen, akibat teknologi sterilisasi sebesar 9,30 persen, akibat kurangnya keterampilan tenaga kerja sebesar 4,60 persen dan akibat teknologi inkubasi yang kurang tepat sebesar 7,10 persen. Serangan hama adalah faktor kegagalan terbesar pada usaha jamur tiram putih. Penelitian tentang risiko produksi tersebut dilakukan oleh Sumpena (2011) melalui penelitian berjudul Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di CV Mushroom Production House Kota Bogor, Jawa Barat. Dari hasil peninjauan terhadap penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa secara umum (melalui perhitungan kuantitatif), pengusahaan jamur tiram di daerah Bogor, Cianjur dan Bandung sama-sama memberikan keuntungan terhadap
petani
pengusahanya.
Peninjauan
penelitian
sebelumnya
juga
memberikan masukan dan informasi mengenai metode penelitian yang penulis gunakan. Pada dua penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang saluran tataniaga jamur tiram putih, yaitu penelitian Nugraha (2006) dan Noviana (2011) dapat terlihat bahwa saluran tataniaga komoditas jamur tiram putih rata-rata melibatkan lebih dari dua lembaga tataniaga, artinya saluran tataniaga jamur tiram putih cukup panjang hingga akhirnya sampai ke tangan konsumen akhir.
21
Tabel 8. Hasil Penelitian Terdahulu No.
1.
2.
3.
4.
5.
Nama
Nugraha
Ruillah
Sari
Noviana
Sumpena
Tahun
Judul
2006
Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Propinsi Jawa Barat
2006
Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung
2008
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Kelompok Tani Kaliwung Kalimuncar Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
2011
Analisis Tataniaga Jamur Tiram Putih (Kasus Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
2011
Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di CV Mushroom Production House Bogor, Jawa Barat
Alat Analisis Analisis lembaga pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, R/C rasio. Analisis pendapatan, analisis fungsi produksi (CobbDouglas), R/C rasio.
Analisis fungsi produksi (CobbDouglas) dan R/C rasio.
Analisis saluran tataniaga, fungsifungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar, marjin tataniaga, farmer’s share, serta R/C rasio Analisis metode nilai standar (Zscore) dan Value at Risk (VaR).
Hasil Saluran pemasaran antara petani dan konsumen memiliki nilai efisiensi tertinggi
Petani jamur tiram dengan skala usaha besar (> 135,5 m2) adalah yang paling efisien bila dilihat dari Nilai R/C rasio Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi jamur tiram putih adalah serbuk kayu, bekatul, kapur, plastik dan cincin paralon Saluran pemasaran antara petani dan konsumen memiliki nilai efisiensi tertinggi
Risiko produksi tertinggi pada usahatani jamur tiram putih disebabkan oleh serangan hama.
22