TINJAUAN PUSTAKA
Survey Tanah
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survey. Berdasarkan keperluan, pelaksanaan survey bertujuan untuk memberikan dan menyediakan informasi dalam pengambilan keputusan tentang penyusunan lahan dan rencana pengembangan wilayah yang di survey, misalnya untuk pembentukan areal pertanian, kehutanan dan detail pengolahan budidaya (Hakim, dkk,1986) Survey merupakan pekerjaan pengumpulan data fisika, kimia di lapangan maupun data analisis di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan tepat secara umum maupun khusus. Suatu tanah memiliki kegunaan jika tepat pemetaannya, tepat mencari lokasi yang di survey dan didukung oleh peta dasar yang baik, tepat dalam mendeskripsikan profil dalam menetapkan sifat morfologinya, teliti dalam pengambilan contoh tanah dan benar dalam menganalisa dilaboratorium (Abdullah,1993) Menurut (Abdullah, 1993) penggunaan survey dikelompokan atas 5 jenis yaitu: 1. Produksi tanaman pada jenis tanah tertentu, rekomendasi pengapuran dan sebagainya . 2. Penafsiran lahan untuk kegunan perpajakan, pengajuan proyek dan jual beli usaha tani. 3. Pengolahan penggunaan lahan 4. Perencanan penelitian tanah 5. Pendidikan umum yang menyangkut sumber daya alam Menurut (Western,1978) survey bertujuan: 1. Studi tanah lebih lanjut, dengan survey sebagai dasar identifikasi studi lebih mendetail. 2. Penggunaan di bidang pertanian: 3
•
Membantu menyebarkan jasa lmiah kepada petani
•
Pekerjaan penelitian di pusat penelitian dan bidang tanah serta perencanaan.
•
Perbaikan dan perkembangan dalam mengetahui curah hujan untuk pertanian .
•
Perbaikan dan perkembangan irigasi pertanian.
•
Drainase dan reklamasi.
•
Kehutanan
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman (Performance) lahan jika dipergunakan untuk tanaman tertentu, meliputi pelaksanan dan interpretasi survey, studi bentuk lahan, penyebaran tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat di identifikasi dan membuat perbandingan penggunaan lahan yang mungkin berkembang (Arsyad, 1989) Evaluasi lahan melibatkan pelaksanan survey atau penelitian bentuk bentang lahan, sifat-sifat distribusi tanah dan evaluasi bertujuan untuk mengidentisifikasi dan membuat perubahan-perubahan yang bersifat positif (Abdullah,1993) Dari segi pelaksanaan, evaluasi lahan dilakukan dengan dua cara yaitu (1) secara langsung, yakni lahan di evaluasi melalui percoban, (2) secara tidak langsung yakni evaluasi yang diasumsikan terhadap tanah-tanah tertentu serta sifat lain yang ada di lokasi untuk mengukur keberhasilan penggunan lahan. Kedua cara ini mempengaruhi kualitas dan karakteristik lahan untuk berbagai penggunaan (Hardjowigeno, 1995) Kegunaan dari lahan dianalisa dalam tiga aspek yaitu kesesuaian, kemampuan dan nilai unit lahan. Dimana ketiga aspek ini saling berhubungan, untuk mendukung proses pelaksanaan penggunaan lahan (Abdullah, 1993) Struktur klasifikasi lahan menurut sistem FAO didasarkan pada kelas- kelas kesesuaian lahan sebagai berikut: •
Kelas S1: Sangat sesuai (Highly Suitable ) yaitu lahan tidak mempunyai
faktor
pembatas 4
yang
serius
untuk
menerapkan
pengolahan yang di berikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan yang biasa dilakukan . •
Kelas S2 : Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dari keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.
•
Kelas S3: Kurang sesuai (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengolahannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan .
•
Kelas N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang sangat serius, tetapi masih dapat memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengolahan model normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya sehingga mencegah kelangsungan penggunaan lahan.
•
Kelas N2: Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan kelangsungan penggunaan lahan
(Hakim, dkk, 1986) Karakteristik Lahan Karakteristik lahan yang berhubungan erat dengan evaluasi kesesuaian lahan adalah : Sifat Fisik Tanah 1. Iklim 1.1. Temperatur Temperatur atau suhu merupakan derajat panas atau derajat dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan beberapa tipe termometer. Energi matahari dalam bentuk elektromagnetik hanya kira-kira 20 % yang dapat diserap oleh atmosfer, sisanya diubah dulu oleh bumi menjadi sinar gelombang panjang. Perubahan energi ini terjadi dipermukaan daratan dan permukaan lautan yang dapat menyerap energi dari atmosfer secara jernih. Suhu merupakan energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul (Guslim, 1996) 5
Temperatur sangat berperan penting dalam pembentukan tanah dan pertumbuhan tanaman. Suhu dapat mengendalikan aktivitas jasad hidup, tanaman dan kegiatan biologisnya. Apabila suhu udara rendah maka pertumbuhan tanaman akan lambat dan aktifitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi unsur hara terganggu. Suhu udara dapat dikendalikan dengan pembuangan air yang berlebih dalam tanah melalui pembuatan parit-parit drainase, perlindungan tanah dengan tanaman. Tanaman di dataran tinggi memiliki suhu udara rendah karena makin tinggi suatu tempat maka suhu udara rata-rata makin rendah yang dihitung dengan rumus Braak (1928) yaitu : 26,3 0 C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6oC ) (Guslim, 1996) 1.2. Curah hujan Daerah tropik dekat ekuator mempunyai sirkulasi udara rendah dan tenaga angin dilautan minim. Iklim dipengaruhi oleh angin pusat tenggara yang basah pada musim hujan dan angin timur dari Australia yang kering pada musim kemarau. Curah hujan di Indonesia bagian barat tinggi, dan menuju tenggara curah hujan makin berkurang. Berdasarkan curah hujan di Indonesia Oldeman (1975) menggelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering dalam satu tahun. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200mm dan bulan kering mempunyai curah hujan <100mm, dan untuk menghitung ketersediaan air Oldeman menggunakan persamaan yaitu Y= 0,8x-10, dimana x adalah rata-rata curah hujan per bulan. Sedangkan Schmidt dan Fergusson (1954) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda yakni bulan basah >100mm, dan bulan kering < 60mm dengan rumus :
Q=
Bulank ker ing x 100% Bulan basah
Dimana : Q = 0-14,3
(sangat basah)
Q = 14,3-33,3 (basah) Q = 33,3-60
(agak basah)
Q = 60-100
(sedang)
Q = 100-167
(agak kering)
Q = 167-300
(kering) 6
Q = 300-700
(sangat kering)
Q = > 700
(ekstrim)
(Guslim, 1996) 2. Tekstur Tekstur menunjukan kasar halus tanah berdasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat dalam tanah. Tanah memiliki ukuran butirbutir tanah yang berbeda. Partikel pasir ukurannya lebih besar tetapi permukaaanya lebih kecil dibandingkan partikel debu dan liat. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (krikil sampai batu). Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi : <0,002 mm liat, 0,002-0,005 debu dan 0,005-0,2 mm pasir (Foth, 1988) Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan fraksi liat, debu, pasir. Tekstur turut menentukan tata air dalam tanah, berapa kecepatan infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. (Arsyad, 1989) mengklasifikasikan tekstur atas : t1 = tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, dan liat. t2 = tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung berliat,dan lempung liat berdebu. t3 = tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan debu. t4 = tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus. t5 = tanah bertekstur kasar meliputi pasir berlempung dan pasir. 3. Kedalaman efektif Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum taah (Hardjowigeno, 1995) 7
Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka perakaran tanaman akan berpeluang menembus sampai perbatasan mineral tanah dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1994) mengklasifikasikan kedalaman efektif sebagai berikut : Ke1 = > 90 cm (dalam) Ke2 = 50-90 cm (sedang) Ke3 = 25-50 cm (dangkal) Ke4 = < 25 cm (sangat dangkal)
4. Drainase Drainase adalah proses meresapnya air ke dalam tanah dan pembuangan air tanah. Kelas drainase dilapangan ditentukan dengan melihat adanya gejala pengaruh air dalam penampang air. Gejala-gejala tersebut antara lain adalah warna pucat, kelabu, atau bercak-bercak karatan. Warna pucat atau kelabu kebiru-biruan menunjukan adanya pengaruh genangan air yang kuat, sehingga merupakan petunjuk bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah tersebut sehingga terjadi oksidasi di tempat tersebut (Hardjowigeno, 1995) Tujuan utama drainase di lahan pertanian adalah menurunkan muka air untuk meningkatkan kedalaman dan efektifitas perakaran. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang mungkin dapat diserap oleh tanaman dapat dipertahankan pada level yang tinggi dengan hilangnya kelebihan air karena drainase akan mengakibatkan turunnya panas tanah sehingga menurunkan jumlah energi untuk menaikkan suhu tanah (Hakim, dkk, 1986) (Arsyad, 1989) mengklasifikasikan drainase sebagai berikut : d1 = drainase cepat bila tanah berwarna homogen dan tidak dijumpai bercak atau karatan. d2 = drainase agak cepat bila tanah berwarna homogen dan tidak dijumpai karatan. d3 = drainase baik bila tanah berwarna homogen tanpa karatan pada lapisan 0100 cm.
8
d4 = drainase agak baik bila tanah berwarna homogen tanpa karatan pada lapisan 0-50 cm. d5 = drainase agak terhambat bila tanah berwarna homogen tanpa karatan pada lapisan 0-25 cm. d6 = drainase terhambat bila tanah mempunyai karatan sedikit sampai pada lapisan permukaan. d7 = drainase sangat terhambat bila tanah mempunyai karatan yang permanen sampai pada lapisan permukaan. 5. Topografi Faktor topografi umumnya dinyatakan ke dalam kemiringan dan panjang lereng, secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak terlempar ke arah bawah dari pada keatas dengan porositas yang semakin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng (Eng, 2002) Land slope atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan tersebut, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir (Kartasapoetra, dkk, 1991) (Arsyad, 1989) mengklasifikasikan kemiringan lereng sebagai berikut : L1 = < 3% (datar) L2 = 3 sampai 8% (agak landai) L3 = 8 sampai 15% (landai) L4 = 15 sampai 30% (berbukit) L5 = 30 sampai 40% (bergunung) L6 = 40 sampai 60% (curam) L7 = > 60% (sangat curam) 6. Bahaya Erosi
9
Erosi merupakan pengikisan atau kelongsoran dari proses penghanyutan tanah akibat desakan atau kekuatan angin dan air yang terjadi secara alamiah maupun akibat perbuatan manusia. (Kartasapoetra,dkk, 1991) menyatakan bahwa tahap-tahap erosi yang terjadi di lapangan yaitu : 1. Pemecahan agregat-agregat tanah ke dalam partikel-partikel tanah yang disebut butiran tanah yang kecil. 2. Pemindahan partikel-partikel tanah melalui penghanyutan atau kekuatan angin. 3. Pengendapan partikel-partikel tanah yang terangkut ke tempat yang lebih rendah atau dasar sungai. (Arsyad, 1989) mengklasifikasikan kelas erosi sebagai berikut : Sangat ringan = < 0,15% lapisan atas hilang Ringan = 0,15 - 0,9% lapisan atas hilang Sedang = 0,9 - 1,8% lapisan atas dan bawah hilang Berat = 1,8 - 4,8% lapisan bawah hilang Sangat berat = > 4,8% lapisan bawah hilang
7. Bahaya Banjir Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. (Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut : f0 = tidak ada banjir dalam periode satu tahun. f1 = ringan yaitu dalam periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak. f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.
8. Penyiapan lahan 8.1. Batuan permukaan Terdapatnya batu-batuan baik dipermukaan maupun di dalam tanah dapat mengganggu perakaran tanaman serta mengurangi kemampuan tanah untuk berbagai penggunaan. Oleh karena itu jumlah dan ukuran batuan yang ditemukan perlu dicatat dengan baik 10
(Hardjowigeno, 1995) Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm berbentuk gepeng. (Arsyad, 1989) mengelompokkan penyebaran batuan diatas permukaan tanah sebagai berikut : b0 = kurang dari 0,01% luas areal (tidak ada) b1 = 0,01 - 3% (sedikit) b2 = 3 - 15% (sedang) b3 = 15 - 90% (banyak) b4 = besar dari 90% (sangat banyak) Batuan singkapan adalah batuan terungkap diatas permukan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam tanah. (Arsyad,1989) mengelompokkan penyebaran batuan singkapan sebagai berikut : b0 = kurang dari 2% (tidak ada) b1 = 2 - 10% (sedikit) b2 = 10 - 50% (sedang) b3 = 50 - 90% (banyak) b4 = lebih dari 90% (sangat banyak)
11
Sifat Kimia Tanah 1. Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation tanah dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan koloid tanah dalam menyerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam milliekuivalen per 100 gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap. Jumlah ion yang diserap sering tidak setara dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat lebih kuat dari pada ion-ion monovalen, sehingga lebih sulit untuk dipertukarkan (Tan, 1998) Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubunganya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dibandingkan tanah dengan KTK rendah. Makin banyak kation-kation yang dapat dipertukarkan dalam tanah maka kandungan hara tidak akan mudah tercuci oleh air (Hardjowigeno, 1995)
2. Kejenuhan Basa Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.. Kejenuhan basa (KB) merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang dapat didefenisikan sebagai berikut : % KB =
Basa basa tukar x100% KTK
Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno, 1995) 12
Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah, kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya > 80%, kesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50-80 %, dan tidak subur jika kejenuhan basanya < 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah dari pada tanah dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa (Tan, 1998)
3. pH Tanah Pengaruh pH yang terbesar pada pertumbuhan tanaman adalah pengaruh pH terhadap persediaan hara. Keasaman mempunyai dua komponen yaitu H+ aktif atau larut, dan H+ yang dapat dipertukarkan atau cadangan, kedua bentuk tersebut cenderung berada dalam keseimbangan sehingga perubahan pada yang satu mengakibatkan perubahan pada yang lain. Apabila basa ditambahkan pada tanah yang asam H+ terlarut akan dinetralisasi dan sebagian H+ yang dapat dipertukarkan akan terionisasi untuk mengembalikan keadaan menjadi seimbang. Jumlah H+ yang dapat dipertukarkan dengan perlahan berkurang sehingga H+ terlarut akan menurun dan pH lambat laun akan meningkat ( Foth, 1994) Dalam pengukuran pH, elektroda acuan dan elektroda indikator dicelupkan dalam suspensi tanah yang heterogen yang terdiri atas partikel-partikel padat yang terdispersi dalam suatu larutan aquades. Jika partikel-partilkel padat dibiarkan mengendap, pH dapat diukur dalam cairan supernatan atau dalam endapan. Penempatan pasangan elektroda dalam supernatan biasanya memberikan bacaan pH yang lebih tinggi dari pada penempatan dalam endapan. Perbedaan dalam pembacaan pH ini disebut pengaruh suspensi (Tan, 1998) (Arsyad,1989) mengelompokkan kemasaman tanah (pH) sebagai berikut : pH1 = < 4,5 (sangat masam) pH2 = 4,5 - 5,5 (masam) pH3 = 5,6 - 6,5 (agak masam) pH4 = 6,6 - 7,5 (netral) 13
pH5 = 7,6 - 8,5 (agak alkalis) pH6 = >8,5 4. C- Organik Bahan organik merupakan bahan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Sekitar dari setengah kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik yang merupakan sumber hara tanaman (Hakim,dkk, 1986). Bahan organik ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar
3-5%
tetapi
pengaruhnya
terhadap
sifat-sifat
tanah
besar
sekali.
(Hardjowigeno, 1995) menjelaskan pengaruh bahan organik terhadap tanah dan pertumbuhan tanaman adalah •
Granulator yaitu memperbaiki struktur
•
Sumber unsur hara bagi tanaman
•
Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation menjadi tinggi )
•
Sumber energi bagi mikro organisme
•
Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Botani Tanaman Apel Tanaman apel berasal dari Asia Barat kemudian menyebar ke daerah-daerah tropis di dunia seperti : Eropa, Amerika, Australia dan Indonesia. Di indonesia apel telah di tanam sejak tahun 1934 hingga sekarang dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tanaman apel tumbuh baik di daerah dataran tinggi seperti: Malang, Pasuruan di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Selatan (Notodimedjo, 1995) (Soelarso, 1996) menjelaskan tanaman apel mempunyai banyak varietas dan memiliki ciri khas tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain : Rome Beauty, Manalagi, Anna, Prince Noble, dan Wanglin. Jenis apel yang paling banyak ditanam di indonesia adalah apel Manalagi. Apel ini disukai karena rasa buahnya
14
manis biarpun belum matang dan aromanya sangat kuat. Warna daging buahnya putih kekuning-kuningan, buahnya berbentuk agak bulat dengan ujung dan pangkal berlekuk dangkal. Diameter buah 4-7 cm dan berat 75-160 g per buah. Kulit buah berwarna hijau muda kekuningan saat matang, produksi rata-rata per pohon 75 kg. Menurut (Soelarso, 1996) klasifikasi tanaman apel adalah: Divisio
: Spermathopyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dycotyledone
Ordo
: Rosales
Famili
: Rosaceae
Genus
: Malus
Spesies
: Malus sylvestril Mill
Tanaman apel merupakan tanaman tahunan yang tegak yang menyerupai semak dengan tinggi tanaman berkisar antara 2-3 m. Tanaman ini mempunyai akar tunggang dan akar samping yang tidak banyak, perakarannya kuat dan dalam, batang pohon berbentuk bulat, tegak, berkayu, dengan permukaan kasar, berwarna coklat dan bercabang sedikit (Sunarjono, 1997) Daun apel terdiri dari daun tunggal, dan tersebar melingkar disepanjang cabang. Bentuk daun lonjong dan ujung meruncing, tepi daun bergerigi, daging daun agak tebal, dan pangkal tumpul, warna daun apel hijau dan mengkilat, pertulangan daun menyirip. Panjang daun mencapai 9-14 cm, lebar daun 3-5 cm, daun apel memiliki stomata sebagai organ respires (Notodimedjo, 1995) Bunga apel merupakan bunga tunggal dengan warna putih bersih. Bunga bertangkai pendek, bertandan dan pada tiap tandan terdapat 7-9 bunga. Bunga apel tumbuh dari ketiak daun, mahkota bunga memiliki warna putih dan merah jambu. Pada bunga apel terdapat stigma yang berperan dalam pembentukan biji dan buah.
15
Bunga akan keluar dari ujung tunas generatif (tunas tumpul) yang tumbuh dari setiap mata ruas batang. Bunga menyerbuk silang melalui lebah madu dan lalat hijau. Tanaman dapat berbunga setiap saat setelah daunnya digugurkan atau dirompes (Soelarso, 1996) Buah apel mempunyai bentuk bulat sampai lonjong, bagian pucuk buah berlekuk dangkal, kulit buah agak kasar dan tebal. Buah apel memiliki pori-pori yang kasar dan renggang, warnanya mengkilat, buah agak keras tetapi renyah saat dimakan serta memiliki kandungan air yang sedikit, biji buah sangat sedikit. Buah apel memiliki bermacam warna setelah masak yakni merah, hijau, kuning, dan lain-lain (Soelarso, 1996)
Syarat Tumbuh
Iklim Unsur yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman buah apel adalah ketinggian tempat, berkaitan dengan suhu udara, kelembapan udara, curah hujan dan lama penyinaran. Pada iklim basah pertumbuhan tanaman apel akan mengalami kendala yaitu rasa buah kurang manis, tanaman mudah terserang penyakit, bunga akan gugur, dan di dataran rendah tanaman apel tidak dapat berbunga (Sunarjono, 1997) Tanaman apel dapat tumbuh di dataran tinggi tropis pada ketinggian 700-2000 m dpl, dengan curah hujan antara 1000-2600 mm per tahun dan hari hujan 110-150 hari per tahun. Tanaman apel membutuhkan bulan basah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan tiap tahunnya. Suhu udara yang ideal adalah 16-27 oC, kelembapan udara berkisar antara 75-85 %, dan cahaya matahari 50-60 % tiap hari khususnya pada saat pembungaan (Soelarso, 1996) Tanaman apel tumbuh baik pada tanah yang bersolum dalam, memilki kandungan bahan organik yang tinggi, struktur tanah remah dan gembur, aerasi dan porositas tanah baik, serta mampu menyerap dan menyimpan air yang dibutuhkan dalam pertukaran oksigen dalam bentuk tersedia bagi tanaman. Tanaman ini 16
membutuhkan pH antara 6-7 dan apabila pH terlalu rendah maka dapat dilakukan pengapuran. Kandungan air tanah yang dibutuhkan adalah air tersedia. Kemiringan lereng yang terlalu curam akan menyulitkan perawatan tanaman sehingga perlu dibuat terasering (Soelarso, 1996)
17