TINJAUAN PUSTAKA
Indeks keanekaragaman Spesies
Indeks keanekaragaman spesies mengacu pada macam dan kelimpahan spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di mana mereka berada. Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen: 1. Jumlah species dalam komunitas yang sering disebut kekayaan species 2. Kesamaan spesies dimana menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dan sebagainya) tersebar antara banyak spesies itu (Hermawan, 2009). Sebuah ekosistem adalah level paling kompleks dari sebuah organisasi alam. Ekosistem terbentuk dari sebuah komunitas dan lingkungan abiotiknya seperti iklim, tanah, air, udara, nutrien dan energi. Sebagian besar ekosistem memiliki suatu variasi produsen, konsumen dan pengurai yang membentuk sebuah rantai makanan yang saling tumpang tindih yang dinamakan jaringan makanan. Jaringan-jaringan makanan terutama sekali terdapat di ekosistem wilayah tropis dan ekosistem lautan (Rifqi, 2009). Sebuah komunitas adalah kumpulan populasi tumbuhan dan tanaman yang hidup secara bersama di dalam suatu lingkungan. Sebuah komunitas tumbuhtumbuhan dan binatang yang mencakup wilayah yang sangat luas disebut biome. Batas-batas biome yang berbeda pada umumnya ditentukan oleh iklim. Biome
Universitas Sumatera Utara
yang utama termasuk diantaranya padang pasir, hutan, tundra, dan beberapa tipe biome air. Peran suatu spesies di dalam komunitasnya disebut peran ekologi (niche). Sebuah peran ekologi terdiri dari cara-cara sebuah spesies berinteraksi di dalam lingkungannya, termasuk diantaranya faktor-faktor tertentu seperti apa yang dimakan atau apa yang digunakan untuk energi, predator yang memangsa, jumlah panas, cahaya atau kelembaban udara yang dibutuhkan, dan kondisi dimana dapat direproduksi (Rifqi, 2009). Populasi adalah sekelompok mahkluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup di suatu wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit. Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka (Rifqi, 2009).
Morfologi kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah. Adapun sistematika dari sawit adalah: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Famili
: Arecacae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
(Satyawibawa dan Widyastuti, 2002). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dibedakan atas 2 bagian yaitu bagan vegetative dan bagian generative. Bagian vegetative tanaman kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generative nya meliputi bunga dan buah (Risza, 1994). Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Buah terdiri dari tiga lapisan: eksoskarp, mesoskarp dan endoskarp. Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Anonimous, 2007c).
Syarat Tumbuh Secara alami kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di tempat yang basah. Sinar matahari harus langsung mengenai daun kelapa sawit. Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam perhari. Angin tidak mempengaruhi pertumbuhan. Benih kelapa sawit mengalami dormansi (keadaan sementara tanaman) yang cukup panjang. Diperlukan aerasi yang baik dan temperatur yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah. Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan temperatur 35ºC. Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, optimal 2.000-3.000 mm/tahun (Hartono, 2008).
Status Serangga Pada Perkebunan Kelapa Sawit Hama utama atau hama kunci merupakan spesies hama pada kurun waktu yang lama selalu menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian yang sering kali dalam daerah yang luas. Tanpa usaha pengendalian, maka hama ini akan mendatangkan
Universitas Sumatera Utara
kerugiam ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agro-ekosistem hanya satu atau dua hama utama. Sisanya adalah hama kategori hama yang lain (Untung, 1996). Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama. Tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. Serangga mempunyai serbaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi (Untung, 1996). Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan, sebagai parasitoid (hidup secara parasit pada serangga lain), sebagai predator (pemangsa), sebagai pemakan bangkai, sebagai penyerbuk dan sebagai penular (vector) bibit penyakit tertentu (Putra, 1994). Serangga adalah bahan makanan tunggal atau penting bagi banyak unggas, ikan dan hewan-hewan lain (termasuk manusia di beberapa belahan dunia. Kebanyakan orang lebih banyak waspada terhadap serangga perusak dan pengaruh-pengaruh mereka dari ada serangga-serangga yang bermanfaat, dan jenis serangga perusak barangkali lebih terkenal daripada serangga yang bermanfaat (Krebs, 1987). Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi, siang, sore atau malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Habitat serangga dewasa (imago) dan serangga pradewasa (larva dan pupa) ada yang sama
Universitas Sumatera Utara
dan ada yang berbeda. Pada ordo Lepidoptera, larva aktif makan dan biasanya menjadi hama, sedangkan serangga dewasanya hanya menghisap nectar atau madu bunga. Pada ordo Coleoptera, umumnya larva dan imago aktif makan dengan habitat yang sama, sehingga kedua-duanya menjadi hama (Jumar, 2000).
Hama – hama Tanaman kelapa sawit Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan(TM) Hama- hama tanaman yang umum dijumpai menyerang tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) adalah Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit(UPDKS). Serangan UPDKS mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun dan akhirnya secara signifikan akan menurunkan produksi kelapa sawit. Hama lainnya adalah Kumbang Penggerek Pucuk Kelapa Sawit(Oryctes rhinoceros) yang hinggap pada pelepah yang agak muda, kemudian menggerek ke arah titik tumbuh kelapa sawit apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati atau tumbuh tunas baru satu atau lebih. Hama yang juga merusak titik tumbuh tanaman dan memakannya adalah tikus dan apabila serangan dengan intensitas tinggi harus dilakukan penanaman ulang. Jenis ulat
Populasi kritis (ulat/pelepah)
Ulat api: Setothosea asigna
5-10
Setora nitens
5-10
Darna (Orthocraspeda) trima
20-30
Darna (Ploneta) diducta
10-20
Darna (Ploneta) bradleyi
10-20
Universitas Sumatera Utara
10-20
Birthosea bisura
Ulat kantong: Mahasena corbetti
4-5
Metisa plana
5-10
Hama utama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) adalah Ulat Pemakan Daun seperti ulat api, ulat kantung, dan ulat bulu yang secara signifikan akan menurunkan produktivitas tanaman. Ulat api yang sering dijumpai antara lain Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, sedangkan ulat kantung yang sering dijumpai antara lain Mahasena corbetti dan Metisa plana. Ulat bulu yang sering dijumpai antara lain Dasychira mendosa, dan Amathusa phidippus. Jenis hama lain yang juga menimbulkan kerusakan adalah beberapa
jenis
tikus
belukar
(Rattus
tiomanicus),
tikus
sawah
(Rattus rattus argentiventer), tikus rumah (Rattus rattus diardii), dan tikus huma (Rattus exulans) diantara keempat tikus tersebut tikus belukar merupakan tikus yang paling dominan dan dijumpai pada hampir semua perkebunan kelapa sawit. (Purba dkk, 2005). Banyak sekali hama- hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di pembibitan ataupun tanaman yang telah berproduksi. Diantara hama- hama tersebut adalah ulat api Sethotosea asigna, Setora nitens, Darna trina, Ploneta diducta (Setyamijaja, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Parasitoid dan Predator Utama Pada Hama Pemakan Daun di Perkebunan Kelapa Sawit No 1. 2. 3. 4.
Jenis parasitoid/ predator
Jenis inang(hama)
Setothosea asigna Parasitoid Trichogrammatoidea thoseae Setora nitens Metaplectrus solitarius S. asigna Euplectromorpha nr. Bicarinata Fornicia ceylonica S. asigna S. nitens Spinaria spinator S.nitens
5.
Apanteles aluella
Darna trima
6.
Apanteles metisae
Metisa plana Mahasena corbetti
7.
Chlorocrytus purpuratus
S. asigna
8.
Chaetexorista javana
S. asigna S. nitens
9.
Predator Sycanus leucomesus dan S. dichotomus
Stadia/ instar inang Telur Telur L2-L3
Tingkat parasitasi/ predasi 30,6-33,5% 26% 46%
L4 L4 Larva instar terakhir Larva instar terakhir Larva instar terakhir Larva instar terakhir Larva instar terakhir/ pupa Larva instar terakhir/ pupa Larva instar terakhir/ pupa
30,4% 77,8% 28,6-100%
M. plana
Larva
M. corbetti D.trina dan jenis ulat api lainnya
Larva larva
55-65% 70% 2,6% 15,4% 90% (Pada areal terbuka) 430 larva/ selama hidupnya (>1 bulan) 1 larva/ 4-5 jam
10.
Kelompok EocantheconaChantheconidae
Semua jenis ulat api
Larva dan kadang- kadang ngengat
11.
Callimerus arcufer
Semua jenis ulat api. M. plana
Telur dan larva
1-5 larva/ hari (lama stadia predator aktif memangsa ulat ±3 bulan -
larva
50%
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi lahan kelapa sawit Tahap awal dari pembukaan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan evaluasi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap satuan lahan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil survei tanah. Evaluasi kesesuaian lahan didahului oleh kegiatan survei dan pemetaan tanah untuk mendeskripsikan satuansatuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan pada penilaian beberapa karakteristik lahan yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit. Pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak didahului dengan evaluasi kesesuaian lahan akan menimbulkan banyak masalah pada waktu mendatang, khususnya yang berkaitan dengan kultur teknis, sehingga akan meningkatkan biaya pengelolaan kebun. Apabila evaluasi kesesuaian lahan dilakukan, maka berbagai faktor pembatas lahan dapat diatasi secara dini. Hasil evaluasi kesesuaian lahan bermanfaat dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, khususnya untuk mencapai
produktivitas
tanaman
sesuai
dengan
potensi
lahannya
(Gaol, 2007). Semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna di tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya. Faktor heterogenitas berlaku pada skala makro dan mikro (Krebs, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian Ulat Api (Setothosea asigna) dan Kumbang Tanduk (Oryctes rhinocheros) Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna pada kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus ß
Nudaurelia,
multi
plenucleo-polyhedrovirus
(MNPV),
dan
jamur
Cordyceps aff. militaris. Mikroorganisme entomopatogenik tersebut merupakan sarana pengendalian hayati yang efektif, efisien, dan aman terhadap lingkungan. Virus ß Nudaurelia dan MNPV efektif mengendalikan ulat, sedangkan jamur Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong hama tersebut. Pemanfaatan mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan insektisida kimia sintetis Penggunaan insektisida kimia sintetis selama ini justru seringkali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti munculnya resistensi dan resurgensi hama. Pengendalian ulat api menggunakan bahan alami terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan insektisida kimia sintetis, dengan biaya pengendalian hanya 7% dari biaya pengendalian secara kimiawi (Gaol, 2007). Pengendalian
hama
O.
rhinoceros
secara
terpadu
dengan
mengkombinasikan penggunaan Metarhizium anisopliae untuk mengendalian larvanya dan aplikasi feromon sintetik agregat untuk menarik kumbang (imago) nya sehingga populasinya terkendali. Metarhizium anisopliae telah diformulasikan dalam berbagai bentuk meliputi: jagung, granul dan tepung maupun kombinasinya. Formulasi ini diciptakan untuk mempermudah aplikasi pada tandan kosong kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit (Adjie, 2008).
Universitas Sumatera Utara