TINJAUAN PUSTAKA
Jenis – jenis Mie Mie Segar Mie segar atau mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35 %. Oleh karena itu, mie ini cepat rusak. Penyimpanan dalam refrigerator dapat mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50 – 60 jam. Setelah masa simpan tersebut warna mie akan menjadi gelap. Mie segar umumnya digunakan sebagai bahan baku mie ayam. (Widianingsih dan Murtini, 2006). Mie kering Mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8 – 10 %. Pengeringn umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal dengan nama mie telur (Widianingsih dan Murtini, 2006). Mie Instan Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551 – 1994, mie instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang
Universitas Sumatera Utara
siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Kadar air mie instan umumnya mencapai 5 – 8 %. Sehingga mempunyai daya simpan yang cukup lama (Widianingsih dan Murtini, 2006). Mie Basah Mie adalah makanan khas dari Cina. Rasanya yang hambar membuat bahan makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai dengan selera si pembuatnya. Biasanya dibuat dari adonan terigu, air, garam, dan minyak. Pembuatan mie basah lebih sering dibuat dengan mencampur air khi atau kansui atau lebih dikenal dengan air abu. Dalam proses pembuatan mie, harus dipertimbangkan dalam memilih terigu terutama adalah kadar protein dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi erat dengan jumlah gluten. Sedangkan kadar abu erat dengan kualitas mie yang dihasilkan ( Widianingsih dan Murtini, 2006). Mie basah disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami perebusan dengan kadar air mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu kamar hanya bertahan sampai 10 – 12 jam. Setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir atau basi (Widyaningsih dan Murtini, 2006) Adapun ciri – ciri mie basah yang baik adalah : 1. Berwarna putih atau kuning terang 2. Tekstur agak kenyal 3. Tidak mudah putus – putus Kemudian tanda – tanda kerusakan mie adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Berbintik putih atau hitam karena tumbuhnya kapang 2. Berlendir pada permukaan mie 3. Berbau asam dan berwarna agak gelap (Kristina, 2007). Pada umumnya pengawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai formalin sangat kurang. Bahkan untuk industri sering disalahgunakan sebagai pengawet mie basah demi mengejar keuntungan produsen, tetapi membahayakan dan merugikan kesehatan masyarakat. Adapun tanda – tanda mie basah yang mengandung formalin sebagai berikut: 1. Lebih kenyal 2. Awet beberapa hari 3. Tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin 4. Mie tampak mengkilap 5. Liat (tidak mudah putus) 6. Tidak lengket 7. Serta tanda yang paling mudah dikenali adalah lalat tidak mau mendekat padahal di sekitarnya banyak lalat (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Standar Mutu dan Nilai Gizi Mie Basah Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya yang mudah dan praktis mengolahnya. Mie juga mempunyai kandungan gizi yang
Universitas Sumatera Utara
cukup baik. Dilihat dari kandungan gizinya, mie rendah akan kandungan kalorinya sehingga cocok untuk orang yang sedang menjalani diet rendah kalori (Budiboga, 2005). Pada umumnya mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie berwarna kuning. Bentuk khas mie berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lentur serta kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan konsumen (Setianingrum dan Marsono, 1999). Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya yang murah dan praktis mengolahnya, mie juga mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Dilihat dari kandungan gizinya, mie rendah akan kandungan kalorinya sehingga cocok untuk orang yang sedang menjalani diet rendah kalori (Budiboga, 2005). Adapun Kandungan gizi mie basah yakni sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi Kimia Mie Basah per 100 g bahan Komposisi
Jumlah
Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Nilai Vit. A (SI) Vit. B1 (mg) Vit. C (mg) Air (g) b.d.d (%)
86 0,6 3,3 14,0 14 13 0,8 0 0 80,0 100
Sumber : Departemen Kesehatan, R.I.,(1996).
Universitas Sumatera Utara
Adapun komposisi kimia dari tepung yang dapat dijadikan bahan pembuat mie basah adalah sebagai berikut : Tabel 2. Komposisi Kimia Beberapa Tepung per 100 g Bahan Komposisi Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)
Tepung Terigu 9,75 8.9 1.3 77.3
Tepung singkong 12.0 0.5 0.3 86.9
Tepung jagung 14.0 9.2 0.3 86.9
Tepung Beras 11.89 5.95 1.42 80.13
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, R.I.,(2000). Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Adapun fungsi CMC yang terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel dan sebagai pengemulsi yang dapat mengembangkan adonan pada proses pembuatan mie (Winarno, 1995). CMC yang banyak digunakan pada industri makanan adalah garam Nakarboksil metil selulosa. Natrium karboksi selulosa adalah polimer selulosa ester yang larut dalam air dibuat dengan mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-Khloroasetat. ROH
+
NaOH
R – ONa
+ ClCH2COONa
R – ONa
+
HOH
R – CH2COONa + NaCl
Karena CMC mempunyai gugus karboksil, maka viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan (Winarno, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki penampakan dari tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Fardiaz, 1986). Dalam pembuatan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah bahan pengembang yang digunakan berkisar antara 0,5 – 1,0 % dari berat tepung. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang (Astawan, 2006). Telur Dalam pembuatan mie ada penambahan telur. Telur berfungsi untuk mempercepat penyerapan air pada tepung, mengembangkan adonan dan mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng bila menggunakan bahan pengembang (Merdeka, 2006). Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan
yang lebih liat sehingga tidak mudah
terputus-putus. Penggunaan putih telur secukupnya saja, karena pemakaian berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air ketika direbus. Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lesitin. Sebagai emulsifier (pengemulsi), lesitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung untuk mengembangkan adonan (Astawan, 2006). Air Abu
Universitas Sumatera Utara
Air abu adalah bahan tambahan yang wajib ditambahkan pada proses pembuatan mie. Air abu merupakan bahan dari garam natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 9:1) (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Air abu atau air khi atau kansui dipakai sejak dahulu sebagai bahan alkali untuk membuat mie. Komponen utamanya adalah K2CO3 dan Na2CO3. Fungsi penambahan air
abu adalah : untuk
mempercepat
pengikatan gluten,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur dan meningkatkan sifat kenyal (Merdeka, 2006). Garam Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl. Fungsi garam antara lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dan mengikat air (Merdeka, 2006). Garam memberi sejumlah pengaruh. Pertama-tama garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Garam juga memberi pengaruh aktifitas air (Aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, et al., 1987). Penggunaan garam 1 – 2 % akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam pembuatan mie pada umumnya ditambahkan 2 – 3 % garam ke dalam adonan mie. Jumlah ini merupakan kontrol terhadap α – amilase jika aktifitas rendah (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan. Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa dalam bahan makanan dan dapat melarutkan bahan seperti garam, vitamin larut air, mineral, dan senyawa – senyawa cita rasa (Winarno, 1995). Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, larutan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya mempunyai pH 6-9. Makin tinggi pH air, mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena adanya absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (Astawan, 2006). Kitin Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh Henri Braconnot (Perancis) sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi setelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Kitosan ditemukan oleh C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an, terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan dimulai
Universitas Sumatera Utara
pada pertengahan 1980-1990. Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua, deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa. Ketiga, dekolorisasi atau proses penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut organik (Rismana, 2006). Kitosan Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah perikanan, seperti kulit. udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara 65-70 persen. Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur, cumi, gurita, serangga, laba - laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara 5-45 persen. Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa natriumbidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4 - 5 kali beratnya (Rismana, 2006). Kitosan adalah senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trakea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab, 2005). Kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada serangga, krustasea, dan fungi. Diperkirakan lebih dari 109-1.010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun. Sebagai negara maritim, Indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk turunannya. Limbah cangkang rajungan di Cirebon saja berkisar 10 ton perhari yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. Kitosan tersebut masih menjadi limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. Data statistik menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan sekitar 56.200 ton limbah. Pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ 60.000/ton (Sanford and Hutchings, 1987). Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida. Senyawa – senyawa lain yang termasuk kelompok polisakarida yang sudah tidak asing bagi kita adalah pati dan sellulosa. Polisakarida-polisakarida ini berbeda dalam jenis monosakarida penyusunnya dan cara monosakarida-monosakarida berikatan membentuk polisakarida (Rismana, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Sifat – sifat Kimia Kitin dan Kitosan Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti sellulosa, dekstran, pektin, asam alginat, agar, karangenan bersifat netral atau asam di alam, sedangkan kitosan merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000). Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Kumar, 2000). Menurut Rismana (2006) sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain: •
Merupakan polimer poliamin berbentuk linear.
•
Mempunyai gugus amino aktif.
•
Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain: •
Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable).
•
Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.
•
Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.
Universitas Sumatera Utara
•
Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, pasta, membran, dan serat. yang sangat bermanfaat.
Dalam hal kelarutan kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).
Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam asetat dam asam formiat encer. Adanya dua gugus hidroksil pada kitin sedangkan kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan target dalam modifikasi kimiawi (Hirano, dkk.,1987).
Standart mutu kitosan yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Standart Mutu Kitosan Sifat-sifat Kitosan
Mutu yang Dikehendaki
Ukuran partikel
Butiran atau bubuk
Kadar protein (%)
< 20
Kadar air (%)
< 10
Kadar abu (%)
<2
Derajat deasetilasi
> 70
Sumber: Unhas (2003)
Universitas Sumatera Utara
Sifat kation
kitosan
adalah linier polielektrolit,
bermuatan positif,
flokulan yang sangat baik, pengkelat ion - ion logam. Sifat biologi kitosan adalah non toksik, polimer alami, sedangkan sifat kimia seperti linier poliamin, amino dan gugus bidang
hidroksil yang reaktif. Aplikasi kitosan
tergantung
sifat-sifat
kationik,
biologi
gugus
dalam
berbagai
dan
kimianya
(Sandford and hutchings, 1987)
Pemanfaatan Kitosan
Kitosan dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik sebagai makanan yang menjaga kesehatan maupun industri. Kitosan dipakai untuk mengawetkan biji-bijian dari serangan hama, membersihkan dan menjernihkan air, bahan baku kosmetik, bahan baku industri pangan, pemupukan lahan pertanian, dan pengolahan lingkungan. Dewasa ini manfaat kitosan sebagai makanan kesehatan (bukan obat) banyak diteliti, bahkan sudah diaplikasikan (Hawab, 2004).
Fungsi kitosan pada penjernihan air limbah telah banyak digunakan di Jepang dengan volume penggunaan mencapai 500 ton pada 1986. Dalam dunia farmasi, kitosan telah banyak digunakan sebagai drug-delivery vehicle, dimana kitosan mudah dicampur dengan obat sebagai pembentuk obat dan bahan aktif obat akan dilepas ketika terjadi kontak dengan cairan dalam tubuh. Penelitian dalam bidang kesehatan, juga menunjukkan bahwa kitosan mampu berfungsi sebagai health-promoting agents (agen peningkat kesehatan) dengan memberikan efek penurunan kolesterol (hyphocholesterolemic) dan lemak (hypolipidemic) pada hewan percobaan maupun manusia (Djagal 2003).
Universitas Sumatera Utara
Medis
Dalam dunia medis, kitosan dipakai sebagai bahan benang operasi. Di Malaysia, sudah dikembangkan pemanfaatan kitosan untuk pelapis luka. Manfaatnya lebih baik jika dibandingkan dengan perban, termasuk bioplasenta yang juga dikembangkan Malaysia. Sementara itu, upaya menambah nilai dari produk perikanan itu sendiri kurang optimal. Di dunia medis, kitosan memiliki keunggulan yaitu dapat melepas senyawa berdasarkan waktu. Jika kitosan digunakan sebagai campuran dalam obat, ketika di pencernaan kitosan akan melepas senyawa obat dalam tahapan berbeda (Hawab 2004).
Menurut Krissentiana (2004), pemanfaatan kitosan pada industri sudah hampir mencakup semua ruang lingkup industri seperti : industri fungisida, pengolahan pangan dan kesehatan.
Industri Fungisida
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia
yang dapat menguraikan jamur. Selain itu kitosan juga dapat
disemprotkan langsung pada tanaman. Misalnya larutan 0,4% kitosan jika disemprotkan pada tanaman tomat dapat menghilangkan virus tobacco mozaik (Krissentiana, 2004).
Industri Pengolahan Pangan Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin
Universitas Sumatera Utara
kitin jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan pembentuk emulsi lebih baik dari pada mikrokristalin sellulosa. Pada pemanasan tinggi kitin akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa (Krissentiana, 2004).
Kesehatan Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorpsi lemak. Sifat ini sangat potensial untuk dijadikan obat penurun lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan juga bersifat tidak dapat dicerna dan tidak diabsorpsi tubuh, sehingga lemak dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non-absorpsi yang tak berkalori. Tidak seperti serat alam lain, kitosan mempunyai sifat unik karena memberikan daya pengikatan lemak yang sangat tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4 - 5 kali lemak dibandingkan serat lain. Kapasitas yang tinggi ini juga diakibatkan gugus kitosan yang relatif bersifat basa dengan adanya gugus amino. Sebagai contoh jumlah lemak yang dieksresi oleh kitosan sekitar 51% sedangkan oleh pektin dan selulosa hanya mencapai (5% – 7%) (Krissentiana, 2004).
Kitosan tidak bisa dicerna sehingga tidak mempunyai nilai kalori. Sifat ini sangat penting untuk produk-produk pelangsing tubuh. Tetapi, tak seperti serat lain,
kitosan
mempunyai
daya
pengikatan
lemak
yang
sangat
tinggi
(superabsorban) sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh tubuh. Kitosan adalah serat yang tidak diabsorpsi sehingga bila lemak terikat dengannya akan menjadi senyawa yang tak diabsorpsi. Hasil penelitian pada hewan
Universitas Sumatera Utara
percobaan menunjukkan, hewan yang diberi makanan mengandung kitosan mampu mengekskresi lemak di kotorannya hingga 5 - 10 kali serat lain. Kitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (Low density lipoprotein) sekaligus meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (High density lipoprotein) terhadap LDL (Rismana, 2006).
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin) dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak beracun, dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama. Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan mempercepat penyembuhan luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu juga sebagai bahan pembuatan garamgaram glukosamin yang mempunyai banyak manfaat di bidang kedokteran, misalnya untuk menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit tulang. Glukosamin terasetilasi merupakan bahan antitumor, sedangkan glukosamin sendiri bersifat toksik terhadap sel-sel tumor sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan kolesterol liver. Kitin tidak dapat dicerna dalam pencernaan, sehingga berfungsi sebagai dietary fiber yang berguna melancarkan pembuangan sisa-sisa pencernaan (Kristina, 2004). Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik penyembuh luka (Rismana 2006).
Universitas Sumatera Utara