TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom
: Pisces
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichthyes (bony/teleost fishes)
Ordo
: Cypriniformes (Carp)
Famili
: Ateronotidae
Genus
: Apteronotus
Spesies
: Apteronotus albifrons (black ghost knifes fishes)
Gambar 2. Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) (Sumber : web.unair.ac.id) Berdasarkan namanya, black ghost atau hantu hitam sudah seram. Sudah tentu nama itu sesuai dengan penampilannya, yaitu bertubuh hampir seluruhnya hitam kadang agak keabuan, kecuali di bagian punggung bergaris putih mulai dari kepala hingga ekor, bermata kecil, tapi bersinar serta bersirip perut panjang yang elastis, kalau bergerak seperti orang yang berjubah, seperti hantu. Selain
Universitas Sumatera Utara
berpenampilan seperti hantu, aktivitas ikan hias yang berasal dari Sungai Amazon, Brazil ini juga seperti hantu, yaitu lebih banyak pada malam hari, mulai mencari makan hingga berkembang biak, bersembunyi di sela-sela bebatuan, akar dan tanaman air. Karena sifat itulah, black ghost berjuluk hewan nocturnal. Di alam, panjangnya dapat mencapai 48 cm, sedangkan dikolam budidaya rata-rata mencapai 26 cm (Arie, 2011). Ikan hias air tawar black ghost sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan habitat aslinya. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah suhu. Suhu merupakan faktor penting dalam mempengaruhi proses perkembangan embrio, daya tetas telur dan kecepatan penyerapan kuning telur. Suhu yang rendah membuat enzim (chorion) tidak bekerja dengan baik pada kulit telur dan membuat embrio akan lama dalam melarutkan kulit telur, sehingga embrio akan menetas lebih lama. Sebaliknya pada suhu tinggi dapat menyebabkan penetasan prematur sehingga larva atau embrio yang menetas akan tidak lama hidup (Nugraha, dkk, 2012). Hormon Tiroksin Hormon tiroksin di dalam tubuh berperan penting dalam proses metabolisme, perkembangan, dan pertumbuhan jaringan. Di dalam tubuh hormon ini berfungsi meningkatkan laju oksidasi bahan pakan di dalam sel dan melakukan kontrol metabolisme secara keseluruhan. Beberapa penelitian pemberian hormon tiroksin pada ikan telah dilakukan, namun hasilnya tidak konsisten. Respon tiap jenis ikan berbeda-beda, bergantung kepada metode pemberian, jenis hormon, dosis, dan lama perlakuan (Nacario 1983). Lam et al. (1985) menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
stadia ikan yang digunakan pun mempengaruhi sensitivitas terhadap hormon tiroksin (Mulyati, dkk, 2002). Menurut Bonga (1993) dalam Daneyanti (2001) bahwa fungsi metabolik hormon tiroid adalah meningkatkan konsumsi oksigen, sehingga selanjutnya dapat meningkatkan metabolisme secara keseluruhan. Efek ini dapat terlihat pada semua organ kecuali oran yang paling kritis seperti otak, sistem retikuloendotelial dan gonad. Hal ini diduga karena organ-organ tersebut tidak memiliki reseptor spesifik yang cocok dengan hormon tiroksin, sehingga homon ini tidak dapat masuk ke dalam sel yang bersangkutan. Selanjutnya Hoar (1975) dalam Subiyanti (2007) mengatakan bahwa tiroksin terlibat dalam metabolisme protein secara langsung dan tidak langsung walaupun pada saat tersebut belum ada informasi yang cukup untuk menerangkan mekanismenya. Matty (1985) mengatakan bahwa tiroksin memainkan peran dalam pertumbuhan dan metabolisme ikan. Hormon tiroksin dapat dibutuhkan oleh semua jaringan tubuh, khususnya bagi sel yang sedang tumbuh. Pada proses metabolisme, tiroksin mempercepat reaksi glikolisis di hati. Tiroksin juga meningkatkan penyerapan heksosa dari usus. Turner dan Bagnara (1976) dalam Subiyanti (2007) mengkategorikan fungsi hormon tiroksin menjadi dua kelompok, yaitu fungsi yang mempengaruhi metabolisme dan fungsi yang meningkatkan pertumbuhan. Pengaruh terhadap metabolisme meliputi kalorigenesis serta pengaturan sistem transpor air dan ion. Sementara itu, pengaruh terhadap pertumbuhan terjadi melalui peningkatan laju pertumbuhan jaringan homoiotermal dan pengaturan metamorfosis. Hormon tiroksin merangsang laju oksidasi bahan makanan dalam sel dan dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
meningkatakan
laju
konsumsi
oksigen,
meningkatkan
pertumbuhan,
dan
mempercepat proses metamorfosis (Djojosoebagio, 1996). Matty
(1985)
menyatakan
bahwa
hormon
tiroksin
meningkatkan
pengembalian dan/atau penyerapan asam amino oleh usus sehingga terjadi peningkatan konsentrasi asam amino bebas dalam plasma. Tiroksin berpengaruh terhadap pertumbuhan hewan muda dan proses metamorfosisnya. Pengaruh utama tiroksin adalah merangsang pertumbuhan sistem saraf dan tulang. Hormon ini juga meningkatkan pertumbuhan ikan steelhead trout dan teleostei lainnya dengan meningkatkan aktivitas pengambilan makanan (nafsu makan), effisiensi makanan dan pembentukan rangka. Hormon tiroksin
dapat menyebabkan pertumbuhan
normal pada tulang dan sebaliknya dapat pula menyebabkan pertumbuhan abnormal. Pertumbuhan Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, bobot) selama waktu tertentu. Pertumbuhan dari segi energi juga dapat diartikan sebagai perubahan jaringan somatik dan reproduksi dilihat dari kalori yang tersimpan. Definisi pertumbuhan dari segi energi berguna untuk memahami faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu asupan energi dari makanan, keluaran energi untuk metabolisme, keluaran energi untuk pertumbuhan, dan keluaran energi dalam ekskresi (Shelly, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan energi bebas setelah energi dari pakan yang dimakan ikan dipakai untuk kelangsungan hidup, seperti pemeliharaan tubuh, metabolisme dan aktivitas (pergerakan). Jadi pertumbuhan dipengaruhi oleh sumber energi dari pakan yang tersedia. Sumber energi tersebut berupa karbohidrat, lemak dan protein (Wijayanti, 2010). Huet (1971) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputin sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas. Sedangkan faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti umur dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit (Susanti, 2003). Kelangsungan Hidup Dugaan tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan pencatatan yang akurat terhadap tingkat mortalitas setiap harinya. Metode yang umum digunakan untuk menduga tingkat kelangsungan hidup adalah dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada suatu periode dengan jumlah ikan yang hidup pada awal periode (Susanti. 2003). Sintasan ikan atau kelangsungan hidup ikan merupakan persentase jumlah ikan yang hidup dari jumlah ikan yang dipelihara dalam suatu wadah. Sintasan sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Sintasan ditunjukkan oleh mortalitas (kematian). Sintasan yang rendah terjadi karena tingginya mortalitas. Mortalitas dapat terjadi karena ikan mengalami kelaparan berkepanjangan, akibat tidak terpenuhinya energi untuk
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dan mobilitas karena kandungan gizi pakan tidak mencukupi sebagai sumber energi. Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya sintasan yaitu dengan pemberian pakan yang tepat baik dalam ukuran, jumlah dan kandungan gizi dari pakan yang diberikan (Wijayanti, 2010). Kualitas Air 1.
Suhu Suhu memiliki peranan yang penting bagi proses fisika, kimia dan biologi di
suatu perairan. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan laju evaporasi, volatilisasi gas dan reaksi-reaksi kimia di perairan. Kenaikan suhu perairan dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas di dalam air, termasuk gas O2, CO2, NH3, dan H2S. Selain itu, peningkatan suhu juga dapat menyebabkan peningkatan laju metabolisme dan respirasi. Suhu yang sangat ekstrim serta perubahannya dapat berdampak buruk bagi kehidupan organime akuatik, baik secara langsung maupun tak langsung (Wibowo, 2009). Suhu merupakan salah satu variabel lingkungan yang sangat penting. Ikan, sebagai hewan ektotermal (poikilotermal), sangat bergantung pada suhu. Kenaikan suhu meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh, yang pada hakekatnya adalah naiknya kecepatan reaksi kimia. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu, dan setelah itu kenaikan suhu justru menurunkan laju pertumbuhan. Setiap ikan diketahui mempunyai kisaran suhu optimal yang pada suhu tersebut ikan tumbuh maksimal 2.
(Rahardjo, dkk, 2011).
pH Kesuburan perairan juga ditentukan oleh pH, dimana perairan yang alkalis
atau netral lebih produktif jika dibandingkan dengan perairan asam. Perubahan pH
Universitas Sumatera Utara
pada umumnya menimbulkan stress pada ikan. Kemampuan air menahan pH kemungkinan besar lebih penting daripada nilai pH itu sendiri dalam hubungannya dengan kesehatan ikan (Susanti, 2003). 3.
DO (Dissolve Oxygen) Oksigen terlarut, meski bergantung kepada suhu, merupakan faktor penting
pengendali laju pertumbuhan ikan. Kebutuhan minimal ikan terhadap oksigen terlarut untuk dapat tumbuh dan berkembang umumnya 3 mgL-1, dan akan lebih baik bila di atas 5 mgL-1 (Rahardjo, dkk, 2011). Konsentrasi oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air yang penting. Deplesi oksigen biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah yang sangat besar. Mempertahankan kondisi DO dalam kisaran normal akan membantu mempertahankan kesehatan ikan dan untuk memfasilitasi proses oksidatif kimiawi. Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan mengalami stress, mudah terserang penyakit dan parasit, atau bahkan mati (Susanti, 2003).
Universitas Sumatera Utara