BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pemanfaatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas atau tenaga kesehatan maupun dalam bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan layanan kesehatan tersebut (Depkes, 2006). Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan pendayafungsian layanan kesehatan oleh masyarakat. Menurut Levey dan Loomba (1973) yang dimaksud dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama, dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku pencari pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di Negara sedang berkembang sangat bervariasi. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga yang disebutkan dalam Muzaham (1995) yang dikutip oleh Siregar (2012), tergantung pada predisposisi keluarga mencakup karakteristik keluarga cenderung
menggunakan
pelayanan
11 Universitas Sumatera Utara
kesehatan meliputi variabel demografi, variabel struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku) serta kepercayaan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter, dan penyakit (termasuk stress serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan). Penelitian Saragih (2010) menyatakan sikap sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan (Puskesmas). Hal ini disebabkan karena perilaku petugas pelayanan kesehatan puskesmas dan sikap masyarakat yang lebih memiih pergi kebalai pengobatan bidan atau praktek dokter yang ada di desa tersebut daripada ke Puskesmas. Hasil penelitian ini juga hampir sejalan dengan basil penelitian Achmad Rifai (2005) tentang persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan pengobatan di Puskesmas Binjai. Menurut hasil penelitian yang dilakukan bahwa perilaku petugas
sebanyak (68,0%), perilaku dokter sebanyak (62,0%),
perilaku masyarakat sebanyak (58,0%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat benyak yang bertindak tidak mau memanfaatkan pelayanan puskesmas disebabkan oleh perilaku petugas kesehatan dan perilaku masyarakat yang lebih memilih ke balai pengobatan bidan atau praktek dokter yang ada di desa tersebut. 2.1.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Cukup banyak pendapat-pendapat yang menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh ut Departement Of Education and Welfare, USA (1997) dalam Lapau (1997), faktorfaktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan
yaitu, (1) Faktor regional dan
residence, (2) faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan, (3) faktor
Universitas Sumatera Utara
adanya
fasilitas
kesehatan
lain, (4)
faktor
dari
konsumen
yang
menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosiodemografi (meliputi umur, jenis kelamin dan status perkawinan), faktor sosial psikologis (meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan), faktor ekonomi dan kemudahan menjangkau pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh (1) Keterjangkauan lokasi tempat pelayanan. Tempat pelayanan yang tidak strategis sulit dicapai, menyebabkan berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh para ibu hamil dan ibu balita. (2) Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia Jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan rendahnya akses ibu hamil dan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan, (3) Keterjangkauan informasi Informasi yang kurang menyebabkan rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan yang ada, (4) Demand (permintaan) adalah pernyataan dari kebutuhan yang dirasakan yang dinyatakan melalui keinginan dan kemampuan membayar (Depkes, 1999). Masyarakat saat ini sudah semakin selektif dalam memilih pelayanan kesehatan. Banyaknya pelayanan kesehatan mengharuskan masyarakat melihat kualitas dari pelayanan kesehatan tersebut. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan harus memiliki persyaratan pokok yaitu, tersedia dan berkesinambungan, mudah dicapai, mudah dijangkau,
dapat
diterima
dan
wajar, serta bermutu (Azwar, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan yang berkualitas memungkinkan masyarakat untuk menggunakan pelayanan tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi tinggi. Tinggi rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan (1) jarak yang jauh (faktor geografi), (2) tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi), (3) Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi), dan (4) tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya) (Depkes RI, 2002b). Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan saranan pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses pengunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen, dijelaskan oleh Anderson (1974) dalam Notoadmodjo (2010) sebagai berikut: 1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristcs) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan kecenderungan untuk menggunkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok. a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur. b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya. c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Berdasarkan pernyataan di atas Anderson percaya bahwa:
Universitas Sumatera Utara
-
Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
-
Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
-
Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristics) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak untuk menggunakanya kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar. Hasil penelitian Madunde, at all (2013) menyatakan bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan (puskesmas) sebanyak 74%, dan responden yang memilik pendapatan tinggi lebih sedikit menggunakan pelayanan kesehatan (puskesmas) yaitu sebanyak 26%. 3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristics) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan akan terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu
Universitas Sumatera Utara
ada. Kebutuhan (need) disini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliah (2001) yang menunjukkan bahwa faktor pendidikan, persepsi sakit dan sikap petugas, penyandang dana, jarak, biaya
transportasi
berhubungan
dengan
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
(puskesmas). Dari beberapa faktor diatas ternyata persepsi sakit yang paling dominan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Persepsi sehat dan sakit terbagi atas dua bagian, yaitu sehat optimal dan kematian. Apabila status kesehatan kita bergerak kearah kematian maka kita berada dalam area sakit (Illness area), dan apabila status kesehatan kita bergerak ke arah sehat maka kita berada dalam areasehat (Wllness are). Jadi, status kesehatan selalu dinamis dan berubah setiap saat. Seperti yang diungkapkan Budijanto dan Roosihermiatie (2006) dari hasil penelitian kepada masyarakat di daerah pelabuhan Tanjung Priuk tentang persepsi sehat sakit dan pola pencarian pengobatan menyebutkan Persepsi sakit dari hasil studi ini terbagi menjadi 2 kategori yaitu sakit untuk diri sendiri dan sakit untuk anak. Persepsi sakit untuk diri sendiri narnpak dari hasil diskusi menunjukkan beberapa Variasi. Beberapa peserta menyatakan bahwa SEHAT itu jika keadaan jasmani dan rokhani tidak mengalami gangguan. Peserta lain menyebutkan bahwa SEHAT itu hanya secara fisik saja tidak terjadi gangguan. Akan tetapi masih belum ada yang menyatakan kriteria sehat seperti definisi dari WHO. Dari kedua kelompok diskusi (WUS dan AKL) ternyata ada sedikit perbedaan dalam
Universitas Sumatera Utara
persepsi SEHAT, dimana pada kelompok AKL nilai sehat agak 'melebar' dibandingkan pada kelompok WUS.
2.2. Pos Kesehatan Desa 2.2.1. Pengertian Pos Kesehatan Desa Pos Kesehatan Desa yang selanjutnya disingkat dengan Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan pemerintah (Depkes RI, 2007). Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) adalah wujud upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat atas dasar musyawarah dalam rangka: 1. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat desa. 2. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap dengan penyakit dan masalah-masalah kesehatan. 3. Meningkatkan kemampuan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri dalam bidang kesehatan. 4. Meningkatkan
pelayanan
kesehatan
dasar
yang
dilaksanakan
oleh
masyarakat desa dan tenaga kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
5. Meningkatkan dukungan dan peran-aktif berbagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat desa. Pelayanan Poskesdes meliputi upaya promotiv, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (teutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya. Pengertian “Desa” dapat berarti desa atau kelurahan atau nagari atau sebutan lainnya bagi satuan administrasi pemerintahan setingkat desa. 2.2.2. Tenaga Poskesdes Tenaga masyarakat: kader penggerak ketrampilan keluarga, kader posyandu, tenaga sukarela lain. Tenaga kesehatan: bidan plus (bidan yang sudah mendapat pendidikan dan pelatihan tentang poskesdes), tenaga gizi, sanitarian. Tenaga lain: petugas-petugas sektor terkait (misal: petugas lapangan keluarga berencana). 2.2.3. Tujuan Poskesdes a. Tujuan Umum Terwujudnya
masyarakat
sehat
yang
siaga
terhadap
permasalahan
kesehatan di wilayah desanya. b. Tujuan Khusus 1. Terselenggaranya Promosi Kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. 2. Terselenggaranya
pengamatan,
pencatatan
dan
pelaporan
dalam
rangka meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap risiko dan bahaya
yang
dapat
menimbulkan
gangguan
kesehatan,
terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
kejadian luar biasa (KLB) serta faktor-faktor risikonya (termasuk status gizi dan ibu hamil yang berisiko). 3. Terselenggaranya
upaya
pemberdayaan
masyarakat
dalam
rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan. 4. Terselenggaranya pelayanan
kesehatan
dasar
yang
dilaksanakan oleh
masyarakat dan tenaga professional kesehatan. 5. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa. 2.2.4. Sumber Daya yang Terdapat dalam Poskesdes a. Sarana Bangunan Poskesdes Sarana bangunan untuk Poskesdes dapat diupayakan dengan berbagai alternatif, yaitu : 1) Memanfaatkan/mengembangkan bangunan polindes yang sudah ada 2) Memanfaatkan/memodifikasi bangunan lain yang sudah ada 3) Membangun baru dengang fasilitasi dari pemerintah 4) Membangun baru dengan fasilitasi dari dunia usaha 5) Membangun baru melalui swadaya masyarakat, atau dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah), donator. 2.2.5. Ruang Lingkup Kegiatan Poskesdes Ruang
lingkup
kegiatan
Poskesdes
meliputi
upaya kesehatan yang
menyeluruh mencakup upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Kegiatan Poskesdes utamanya adalah, pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku berisiko, dan surveilans lingkungan, dan masalah kesehatan
lainnya),
penanganan
kegawat-
daruratan kesehatan, dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan Poskesdes lainnya yang merupakan kegiatan pengembangan yaitu promosi kesehatan, penyehatan lingkungan, dan lain-lain. Sebagai bentuk pertanggung-jawaban maka kegiatan di Poskesdes didukung dengan pencatatan dan pelaporan. Poskesdes juga merupakan pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM, menumbuh-kembangkan partisipasi masyarakat, kemitraan dengan berbagai kepentingan (stakeholder) terkait. Kegiatan
dilakukan
berdasarkan
pendekatan edukatif atau kemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah dan mufakat yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi masyarakat setempat. 2.2.6. Fungsi Poskesdes 1. Sebagai wahana peran aktif masyarakat di bidang kesehatan. 2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai risiko dan masalah kesehatan. 3. Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan. 4. Sebagai wahana pembentukan jejaring berbagai UKBM yang ada di desa.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Prioritas Pengembangan Poskesdes Mengingat Poskesdes merupakan salah satu upaya memeratakan pelayanan kesehatan yang sekaligus wahana partisipasi masyarakat, prioritas pengembangannya adalah: 1. Desa/kelurahan yang tidak terdapat sarana kesehatan (Puskesmas dan rumah sakit). 2. Adapun desa yang terdapat Puskesmas Pembantu masih memungkinkan untuk dikembangkan Poskesdes. 3. Desa di lokasi terisolir, terpencil, tertinggal, perbatasan atau kepulauan. 2.2.8. Manfaat Poskesdes 1. Bagi Masyarakat Desa a. Permasalahan kesehatan di Desa dapat dideteksi secara dini, sehingga dapat ditangani dengan cepat dan diselesaikan, sesuai kondisi, potensi dan kemampuan yang ada. b. Masyarakat Desa dapat memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dapat dijangkau (secara geografis). 2. Bagi Kader a. Kader mendapatkan informasi awal dibidang kesehatan. b. Kader mendapatkan kebanggaan, bahwa dirinya lebih berkarya bagi warga desanya.
Universitas Sumatera Utara
3. Bagi Puskesmas a. Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas dengan mengoptimalkan segala sumber daya secara efektif dan efisien. b. Dapat
mengoptimalkan
fungsi
Puskesmas
sebagai
pusat
penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama. 4. Bagi Sektor Lain a. Dapat memadukan kegiatan sektornya dengan bidang kesehatan. b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. 2.2.9
Kedudukan dan Hubungan Kerja Kedudukan dan hubungan kerja antara Poskesdes dengan unit-unit serta
masyarakat, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kedudukan Hubungan Kerja Poskesdes (Depkes, 2006)
Universitas Sumatera Utara
1. Dinkes Kabupaten/ Kota, sebagai penyedia dan Pembina Puskesmas serta yang menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian desa siaga. 2. RSUD Kabupaten/ Kota, rujukan pasien yang tidak dapat ditangani oleh puskesmas,
termasuk
pelayanan
Obstetric
dan
Neonatal
Emergensi
Komprehensif (PONEK). 3. Puskesmas, rujukan pasien yang tidak dapat ditangani oleh Poskesdes dan memfasilitasi pengembangan desa siaga khususnya Poskesdes. 4. Poskesdes, sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM (Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat)
sehingga
permasalahan
kesehatan di Desa dapat dideteksi secara dini, dan dapat ditangani dengan cepat sesuai kondisi, potensi dan kemampuan yang ada terutama dalam tanggap darurat dan bencana berupa dibentuknya: a. Donor Siaga Yaitu warga yang sukarelawan memenuhi syarat untuk menjadi donor darah dan menyepakati dengan ibu hamil, pentingnya mengetahui golongan darah untuk disesuaikan dengan golongan darah ibu hamil. Kader berperan memotivasi serta mencari sukarelawan, apabila ada salah seorang warga yang membutuhkan darah. Membuat daftar golongan darah ibu hamil dan perkiraan waktu lahir, kumpulkan nama warga yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu hamil. Catat nama dan alamat mereka ataupun cara menghubungi yang tercepat dari semua warga yang bergolongan darah sama
Universitas Sumatera Utara
dengan ibu hamil, pendampingan ini minimal empat warga/orang dengan satu orang ibu hamil. b. Ambulan Siaga Ambulan desa adalah suatu alat tranportasi yang dapat digunakan untuk mengatar warga yang membutuhkan pertolongan dan perawatan di tempat pelayanan kesehatan. Ambulan desa dapat berupa alat-alat tranportasi yang dimiliki warga desa tersebut seperti becak, gerobak, andong, perahu, motor, mobil, dll. Peran kader disini memotivasi warga agar apabila suatu saat ada warga yang membutuhkan pertolongan untuk pergi ketempat pelayanan kesehatan dengan segera, dapat menggunakan alat transportasi yang dimilikinya sebagai ambulan Desa.
2.3. Potensi Desa Potensi Desa adalah kemampuan (potensi) yang dimiliki oleh masyarakat di dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat untuk menyelesaikan masalah, agar dapat diatasi oleh masyarakat itu sendiri dengan menggunakan sumber daya (poternsi) yang dimiliki oleh masyarakat di desanya (Depkes, 2006). Potensi desa ada yang berupa fisik terdiri dari tanah, air, iklim, manusia dan hutan, serta yang non fisik antara lain gotong royong, kekeluargaan, dan lembaga sosial (Elfindri, 2003). Maju mundurnya desa akan tergantung pada beberapa faktor yaitu potensi desa, interaksi desadengan kota tau antara desa dengan desa dan lokasi
Universitas Sumatera Utara
desa terhadat daerah sekitarnya yang lebih maju. Kemampuan (potensi) yang dimiliki masyarakat dapat berupa: a.
Tokoh-tokoh Masyarakat Yang tergolong sebagai tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki
pengaruh di masyarakat setempat baik yang bersifat formal (Ketua RT, Ketua RW, Ketua Kampung, Kepala Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non formal (Tokoh Agama, tokoh adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan (Depkes, 2006). Dalam pengembangan desa siaga, tokoh masyarakat berperan sebagai pemberdaya masyarakat dan penggali sumber daya untuk kesinambungan dan kelangsungan desa siaga, serta Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) lainnya, dan mempunyai fungsi: a. Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan desa siaga. b. Menaungi dan membina kegiatan desa siaga. c. Menggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan desa siaga. d. Memberikan dukungan dalam pengelolaan desa siaga. e. Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dan UKBM yang ada. f. Bila memungkinkan juga memberikan dukungan berupa sarana dan prasarana.
Universitas Sumatera Utara
b. Kader Menurut Pemerintah Dalam Negri No.7 tahun 2007 tentang kader pemberdayaan masyarakat adalah anggota masyarakat Desa/Kelurahan yang memiliki pengetahuan dan kemauan untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan hasil pembangunan di desanya c. Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyrakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat di bawah atap dalam keadaan saling ketergantungan yang berada di Desa, baik yang aktif berpartisipasi dan mau memanfaatkan fasilitas yang ada di Poskesdes maupun yang tidak mau berpartisipasi dan tidak mau memanfaatkan fasilitas yang ada di Poskesdes (Depkes, 2006). d. Organisasi Kemasyarakatan Organisassi yang ada di masyarakat seperti PKK (Pemberdayaan dan Kesehatan Keluarga), Karang Taruna, Pengajian, dan lain sebagainya merupakan wadah berkumpulnya para anggota dari masing-masing organisasi tersebut, sehingga upaya pemberdayaan masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/tenaga kesehatan memanfaatkan-nya dalam upaya pembangunan kesehatan. e. Dana Masyarakat Pada golongan masyarakat tertentu, penggalangan dana
masyarakat
merupakan upaya yang tidak kalah pentingnya. Tetapi pada golongan masyarakat yang tidak mampu ekonominya, pra-sejahtera, penggalangan dana masyarakat
Universitas Sumatera Utara
hendaknya dilakukan sekedar agar mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatannya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan model tabungan-tabungan atau sistem asuransi yang bersifat subsidi silang. Potensi dana yang ada di masyarakat antara lain jimpitan, iuran dana sosial RT (dana sehat, tabungan ibu bersalin) koperasi, kelompok usaha (pembuatan telur asin, keripik singkong, minuman sehat, dll) (Elfindri, 2003). f. Sarana dan Material yang Dimiliki Masyarakat Identifikasi sarana dan material yang dimiliki oleh masyarakat seperti peralatan, batu kali, bambu, kayu dan lain sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan ikut memiliki dari masyarakat (Seminar Nasional, 2008). g. Teknologi yang Dimiliki Masyarakat Masyarakat juga telah memiliki teknologi tersendiri dalam memecahkan masalah yang dialaminya, teknologi ini biasanya bersifat sederhana tapi tepat guna untuk pembangunan fasilitas kesehatan di wilayahnya misal penyaluran air menggunakan bambu dll. Untuk itu pemerintah sebaiknya memanfaatkan teknologi yang dimiliki masyarakat tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil gunanya. h. Pengetahuan Masyarakat Menurut pendapat Cambers (1996) dalam Anisatullaila (2010) masyarakat memiliki masyarakat,
pengetahuan seperti
yang
pengetahuan
bermanfaat tentang
bagi obat
pembangunan kesehatan
tradisionil
(asli
Indonesia)
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan mengenai penerapan teknologi tepat guna. Pengetahun yang dimiliki oleh masyarakat tersebut akan meningkatkan keberhasilan uapaya pembangunan kesehatan yang dimiliki masyarakat tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil gunanya.
2.4. Partisipasi Masyarakat Partisipasi yang berarti keturut-sertaan setiap orang di dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan, pengawasan dalam menguasai dan memelihara alam, bukan sekedar melaksanakan apa yang telah orang (kelompok) lain rencanakan dan putuskan (Sihombing, 1980). Menurut WHO (1979), memberikan pengertian bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan masyarakat merupakan hak dan kewajiban anggota masyarakat baik sebagai individu maupun dalam kelompok, sebagaimana dinyatakan. Sedangkan Davis dan Newstorm (1993) dalam Tangkilisan (2005), memberikan pengertian partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orangorang dalam suatu kelompok yang mendorong
mereka
untuk
memberikan
kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu. Sepanjang perjalananya, partisipasi masyarakat memiliki faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seperti yang diungkapkan oleh Soetomo mengutip
pendapat
Honaddle
et
(2010)
yang
al, menyebutkan faktor-faktor keberhasilan
partisipasi masyarakat memiliki sejumlah kriteria agar suatu program dari luar
Universitas Sumatera Utara
dapat melahirkan institusi yang dapat menjadi sarana tumbuhnya keberlanjutan adalah: (1) dapat menjadi saluran yang meningkatkan arus komunikasi dua arah (2) mereduksi faktor resiko sampai minimal (3) mengembangkan sumber daya lokal. (4) mendorong independensi keputusan ekonomi dan politik masyarakat lokal (5) mengkoordinasikan
dan mendistribusikan
keuntungan
dan
kemanfaatan
berbagai bentuk bantuan dari luar. Hasil Studi Kasus Henri Soekirdi, dkk (2009), Partisipasi Masyarakat Terhadap Praktek Kebidanan Komunitas dengan memanfaatkan Poskesdes, di Desa Timbulharjo Kecamatan Sewon Bantul, menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dilakukan sejak dari penyusunan rencana, pembekalan mahasiswa, pelaksanaan program, hingga evaluasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Abe (2005), bahwa partisipasi masyarakat dilakukan atas dasar kesadaran sendiri untuk membantu keberhasilan program pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat (Poskesdes), tidak mengharapkan besarnya sumbangan yang akan diterima dan partisipasi tersebut dilakukan sejak perencanaan, implementasi, pengendalian dan evaluasi program. WHO dalam Deklarasi Alma Ata, memberi batasan mengenai pengertian partisipasi masyarakat pada program pembangunan kesehatan masyarakat sebagai proses individu dan keluarga merupakan bagian dari masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap pengembangan kapasitas masyarakat melalui kotribusinya (WHO, 1978). Dari batasan tersebut, jelas bahwa yang dimaksud sebagai partisipasi masyarakat dalam program kesehatan adalah merupakan (1) suatu proses yang
Universitas Sumatera Utara
dinamis yang anggota masyarakatnya baik secara individu maupun kelompok, (2) ikut aktif bertanggung jawab pada kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri dan masyarakat pada umumnya, dan (3) meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan kontribusi pada pembangunan kesehatan. Beberapa
pengertian
tentang
partisipasi
masyarakat
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud partisipasi masyarakat dalam program kesehatan adalah: “Suatu proses keterlibatan yang bertanggung jawab dalam suatu kegiatan dari suatu individu yang merupakan suatu kegiatan (unit of action) pada proses
pengambilan
pemanfaatan
keputusan,
hasil kegiatan,
kontribusi
sehingga
dalam
terjadi
pelaksanaannya
peningkatan
dan
kemampuan
kelompok tersebut dalam mempertahankan perkembangan yang telah dicapai serta mengembangkan derajat kesehatan dan kesejahteraan secara mandiri”.
2.5. Landasan Teori Pemanfaatan pelayanan Poskesdes terdapat beberapa teori yang mengungkap faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan Poskesdes erat kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat. Pendekatan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Anderson (1968). Andersen (1968) dalam bukunya berjudul A behavioral Model of Families’ Use of Health Services’ mengemukakan : “Developed a model of health care utilization (Figure 3) which looks at three categories of determinants: 1) predisposing characteristics. This category represents the proclivity to utilize health care services. According to Andersen, an individual is more or less likely to use health services based on
Universitas Sumatera Utara
demographics, position within the social structure, and beliefs of health services benefits. An individual who believes health services are useful for treatment will likely utilize those services; 2) enabling characteristics. This category includes resources found within the family and the community. Family resources comprise economic status and the location of residence. Community resources incorporate access to health care facilities and the availability of persons for assistance; 3) need based characteristics. The third category includes the perception of need for health services, whether individual, social, or clinically evaluated perceptions of need.” Menurut Anderson R (1968) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2010) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) berupa model kepercayan kesehatan (health belief model). Dalam model Anderson ini terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu: 1. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbedabeda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang. Komponen terdiri dari: a. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga dan lain-lain) b. Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan dan pekerjaan) c. Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi) 2. Komponen
enabling
(pemungkin/pendorong),
menunjukkan
kemampuan
individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku pencarian: a. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, dukungan suami, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan).
Universitas Sumatera Utara
b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan sebagainya). 3. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi: a. Kebutuhan yang dirasakan/persepsikan (seperti kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidakmampuan bekerja) b. Evaluasi/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh petugas kesehatan (tingkat beratnya penyakit dan gejala penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter). Model pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Anderson (1968) digambarkan seperti di bawah ini: Predisposing Characteristics • • •
Demograp hics Social structure Health beliefs
Enabling Characteristics • •
Family resources Community resources
Need Based Caracteristics • •
Utilized Health Services
Perceived needs Clinically evaluated needs
Gambar 2.2. Landasan Teori Sumber : Andersen’s Behavioral Model of Health Services Utilization (1968)
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teoritis yang telah dipaparkan, maka didapat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Komponen Predisposisi • Umur • Pendidikan • Pengetahuan • Sikap
Komponen Pemungkin • Pendapatan • Dukungan keluarga • Jarak
Komponen Kebutuhan
Pemanfaatan Poskesdes
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara