17
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Domba Domba sudah sejak lama diternakan oleh manusia. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama. Adapun klasifikasi domba tersebut yaitu : Kingdom : Animalia, Filum : Chordata, Kelas : Mamalia, Ordo: Artiodactyla, Family : Caprae, Sub-family : Caprinae, Genus : Ovis aries, Spesies : Ovis mouffon ( domba mouffon ), Ovis orientalis, Ovis vignei ( domba Uial ), Ovis canadensis ( domba bighorn ) ( Blakely dan Bade, 1998 ). Tenak domba dapat diklasifikasikan pada sub family Caprinae dan semua jenis domba domestik termasuk genus Ovies aries. Ada empat jenis spesies domba liar yaitu: domba Mouffon ( O.musimon ) terdapat di Eropa dan Asa barat domba Urial ( O. orientalis; O. vignei ) terdapat di Asia Tengah dan domba Bighorn ( O. canadensis ) terdapat di Asia Utara. Tiga jenis yang pertama tersebut merupakan domba-domba modern sekarang ( Williamson dan Payne, 1978 ). Ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaan, yaitu : -
Cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam setahun
-
Berjalan dengan jarak lebih dekat saat digembalakan sehingga mudah dalam pemberian pakan
-
Pemakan rumput sehingga mudah dalam pemberian makan
-
Sumber pupuk kandang dan tabungan keuangan bagi peternak
( Tomaszewska et al ., 1993 ).
17 4
18 5
Pertumbuhan Ternak Domba Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa ( Tomaszewska et al ., 1993 ). Pada domba sampai umur 2,5 bulan pertumbuhan absolut akan berjalan lambat yang digambarkan pada kurva pertumbuhan. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan akan berjalan maksimum yang digambarkan dengan peningkatan garis yang tajam pada kurva pertumbuhan saat domba mencapai pubertas, terjadi kembali perlambatan pertumbuhan dan kurva akan kembali landai pada saat mencapai titik belok atau inflection point (Tillman, et al., 1984). Bobot badan (kg)
25
20 0
12
24 40 Umur ( minggu )
Gambar 1.Kurva Sigmoid Pertumbuhan pada domba
Pertumbuhan anak domba yang tercepat dimulai dilahirkan sampai dengan umur 2-3 bulan. Pertumbuhan selanjutnya diperlukan lebih banyak lagi makanan karena tidak lagi tergantung dengan susu induknya. Secara umum pada waktu 18
6 19
domba berada pada batas puncak pertumbuhan maka pertumbuhan ternak domba akan berjalan lambat. Sehingga usaha pengemukan domba yang paling efektif adalah pada saat domba berada pada rentang umur setelah disapih. Hal ini dapat dilihat pada kurva diatas (Cahyono, 1998). Domba sumatera pada umumnya sangat produktif dan dapat beranak sepanjang tahun. Domba lokal sumatera dapat beranak 1.82 ekor dalam setahun dan dapat memproduksi anak sapihan 2.2 ekor pertahun dengan bobot sapih 21 kg per 22 kg bobot induk. Akan tetapi pada umumnya domba sumatera ini relatif kecil dan tidak memenuhi persyaratan bobot badan ekspor yakni diatas 35 kg. Dari proses persilangan dengan domba St. croix (yang berasal dari Amerika Tengah) diharapkan terbentuk bangsa domba bertipe bulu yang memenuhi prsyaratan eksport dan dapat beradaptasi terhadap lingkungan (Subandriyo, 1995). Bobot lahir maupun bobot sapih anak domba hasil persilangan lebih tinggi dari anak domba lokal sumatera. Keunggulan dari penampilan anak hasil persilangan tampak bahwa angka mortalitas pra sapih dan jarak beranak relatif lebih rendah dari anak domba murni baik lokal Sumatera maupun St. Croix. Tabel 1. Produktivitas domba murni dan hasil persilangannya Uraian Bobot induk Bobot pejantan Litter size Rataan bobot lahir (kg) Bobot sapiah (kg) PBB (g/hari)
Lokal sumatera 16,8 34,6 1,08 1,50 9,2 42,7
Sumber : Doloksaribu et al., (1995).
19
St. Croix 17,6 42,6 1,35 2,74 12,8 95,2
Hasil silang 27,2 Td 1,29 2,02 11,7 69,6
20 7
Sistem Pencernaan Domba Perkembangan sistem pencernaan pada domba mengalami tiga fase perubahan. Fase pertama, pada waktu domba dilahirkan sampai dengan umur tiga minggu yang disebut non ruminansia karena pada tahapan ini fungsi sistem pencernaan sama dengan pencernaan mamalia lain. Fase kedua mulai dari umur 3-8 minggu disebut fase transisi yaitu perubahan dari tahap non ruminansia menjadi ruminansia yang ditandai dengan perkembangan rumen. Tahap ketiga fase ruminan dewasa yaitu setelah umur domba lebih dari delapan minggu (Van soest et al., 1983). Domba merupakan jenis ternak ruminansia kecil termasuk hewan mamalia atau menyusui anaknya. Domba memiliki saluran pencernaan (tractus digestifus) yang unik dan komplek pada bagian lambungnya, dimana dibagi atas empat bagian yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Cahyono, 1998). Pakan Domba
Makanan bagi ternak dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Kebutuhan akan makanan meningkat selama domba masih dalam pertumbuhan berat tubuh dan pada saat kebuntingan. Pemberian makanan harus dilandasi dengan beberapa kebutuhan sebagai berikut: 1. Kebutuhan hidup pokok 2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, kebutuhan makanan yang diperlukan untuk memproduksi jaringan tubuh dan menambah berat tubuh 3. Kebutuhan untuk reproduksi contohnya kebuntingan (Parakkasi, 1995).
20
218
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba (g) BB
BK
Energi
(Kg)
(Kg)
%BB
5 10 15 20 25 30
0.14 0.25 0.36 0.51 0.62 0.81
2.50 2.40 2.60 2.50 2.70
Protein
ME TDN (Mcal) (Kg) 0.60 1.01 1.37 1.80 1.91 2.44
Total (g)
0.61 1.28 0.38 0.50 0.53 0.67
51 81 115 150 160 204
Ca
P
DD
(g)
(g)
41 68 92 120 128 163
1.91 2.30 2.80 3.40 4.10 4.80
1.40 1.60 1.90 2.30 2.80 2.30
Sumber : NRC (1995)
Pakan ternak ruminansia umumnya hijauan dan konsentrat, pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberikan peluang terpenuhinya zat-zat gizi. Namun bisa juga ransum terdiri dari hijauan atau konsentrat saja. Apabila ransum hanya terdiri dari hijauan maka biaya relatif murah, tetapi produksi yang tinggi sulit tercapai. Sedangkan pemberian ransum yang hanya terdiri dari konsentrat saja akan memungkinkan terjadinya produksi yang tinggi, tetapi biaya ransum relatif mahal dan kemungkinan bisa terjadi gangguan pencernaan (Siregar, 1994).
Hijauan Hijauan merupakan sumber energi untuk ruminansia berbeda dengan ternak non ruminansia. Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak ± 10% dari berat badannya dan diberikan sebanyak dua kali dari jumlah makanan hijauan yang diperlukan. Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi terutama ternak ruminansia (Piliang, 1997). Lebih lanjut Siregar (1994) menyatakan bahwa ternak ruminansia mampu
mencerna
hijauan
termasuk 21
rumput-rumputan
yang
umumnya
229
mengandung selulosa tinggi dikarenakan adanya mikroorganisme di dalam rumen yang berperan mencerna selulosa untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Mikrobia dalam rumen membutuhkan protein, energi, mineral dan sejumlah
vitamin,
namun
dilain
pihak
McDowell
(1985)
dalam
disitasi oleh Djajanegara et al., (1995) melaporkan bahwa sangat jarang hijauan pakan
daerah
tropis
dapat
memenuhi
kebutuhan
ternak
akan
semua nutrisi, terutama nutrisi mineral. Hal ini didukung hasil penelitian Djajanegara et al., (1983; 1991a; 1991b); disitasi oleh Djajanegara et al., (1995) dengan adanya beberapa kasus defisiensi mineral pada ternak domba dan sapi di Indonesia, lebih lanjut
Huitema, (1986) juga melaporkan bahwa kandungan
protein dan mineral yang rendah dari rumput di negara-negara tropis menyebabkan ternak lambat dewasa. Tabel 3. Komposisi nilai nutrisi rumput lapangan Uraian Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) BETN (%) Kadar abu (%) Energi (Kg.Cal)
Jumlah 27,91 10,62 8,33 23,25 47,56 9,98 4,32
Sumber : Laboratorium IP2TP Sei Putih – Galang (1999).
Fermentasi Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses ”protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Sarwono, 1996). 22
23 10
Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada proses fermentasi akan diurai oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino. Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Fardiaz, 1989).
Aspergillus niger Dalam melakukan fermentasi digunakan mikroba, salah satu mikroba tersebut adalah Aspergillus niger. Aspergillus termasuk dalam kelompok jamur (kapang), kapang ini sangat baik dikembangkan karena tumbuh cepat dan tidak memerlukan zat pemacu tumbuh (Winarno, 1996). Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,
23
24 11
diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat
dan
pembuatan
berapa
amiloglukosidase dan sellulase.
enzim
seperti
Aspergillus niger
amilase, dapat
pektinase,
tumbuh
pada
suhu 35ºC - 37ºC
(optimum), 6ºC - 8ºC (minimum), 45ºC - 47ºC
(maksimum)
memerlukan
dan
oksigen
yang
cukup
(aerobik)
(Media Komunikasi Permi Malang, 2007). Kapang yang sering digunakan dalam teknologi fermentasi antara lain Aspergillus niger. A. Niger merupakan salah satu jenis Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan (Gray, 1970). Proses fermentasi menggunakan kapang, selain pembentukan miselium selalu diikuti oleh pembentukan spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada proses fermentasi. Inokulum yang berupa spora merupakan starter yang baik dalam fermentasi (Purwadaria et al., 1994). Keberadaan spora dapat membuat turunnya daya cerna produk fermentasi dibandingkan dengan sel miselium dan merupakan bahan pencemar bagi kesehatan manusia, sehingga untuk alasan ini mutan yang hilang kemampuan berspora pada suhu tertentu akan mempunyai keuntungan. Serat Kasar Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa serat kasar hanya dapat dimanfaatkan hewan setelah mengalami proses fermentasi dalam gastrointestinal. Proses fermentasi pada hewan monogastrik sangat terbatas, karena hanya terjadi dalam usus sedangkan jenis mikroba penghasil enzim selulase tidak ada, sehingga bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi pada umumnya sukar dimanfaatkan (Anggorodi, 1985).
24
25 12
Menurut Larbier (1987) pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan mempengaruhi pencernaan dan absorbsi zat gizi yang lain, karena serat kasar dapat mengikat air sehingga laju perjalanannya dalam pencernaan bisa lebih cepat. Konsentrat Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan yang kaya akan karbohidrat dan protein. Konsentrat untuk domba memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna, dan ternak ruminansia dalam hal ini ternak domba mengkonsumsi konsentrat sekitar 2-3% dari berat badannya (Parakkasi, 1995). Pemberian
pakan
penguat
(konsentrat)
pada
domba
pada
dasarnya/prinsipnya adalah untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada rumput lapang dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energi tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat bersumber dari ransum dan protein mikroba (Williamson dan Payne, 1993). Keuntungan lain yang diperoleh dari pemberian makanan penguat (konsentrat) adalah adanya kecendrungan mikroorganisme dalam rumen dapat memanfaatkan makanan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan makanan kasar yang ada. Mikroorganisme rumen lebih mudah dan lebih cepat berkembang populasinya sehingga akan semakin banyak makanan yang harus dikonsumsi ternak domba. Disamping itu, semakin banyak pula protein mikrobal tersedia. Protein mikrobal merupakan salah satu sumber protein yang masuk abomasum ruminansia dan sangat penting artinya
25
26 13
bagi
petumbuhan
dan
perkembangan
ternak
domba
yang
optimal
(Murtidjo, 1993). Kulit Umbi Ubi Kayu (Manihot Utillissima) Ubi kayu (Manihot Utillissima) termasuk famili Euphorbiaceae dan sebenarnya termasuk tanaman tahunan karena dapat hidup sampai beberapa tahun. Pohonnya kecil dan akar-akarnya dapat menebal menjadi umbi. Batangnya berkayu, akan tetapi mudah patah. Didalam batang ini ada lobang yang berisi semacam gabus yang berwarna putih (Sosrosoedirdjo, 1982). Tidak adanya gangguan penggunaan tepung kulit umbi ubi kayu terhadap nafsu makan ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma tepung kulit umbi ubi kayu disukai oleh ternak, sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sedangkan pakan yang mempunyai palatabilitas rendah akan dikonsumsi hanya sebatas pemenuhan hidup pokok ternak tersebut. Faktor penting berasal dari makanan yang mempengaruhi konsumsi adalah aroma dari bahan makanan itu, ternak dapat saja menolak bahan makanan yang diberikan tanpa merasakan terlebih dahulu, karena tidak menyukai aromanya (Preston dan Leng, 1987). Kulit umbi ubi kayu dalam keadaan segar atau kering ternyata belum dimanfaatkan secara maksimal, walaupun diketahui bahwa limbah itu dapat tersedia sepanjang tahun sebagai hasil pemanfaatan kulit umbi ubi kayu secara luas bagi masyarakat. Hal ini disebabkan adanya faktor pembatas penggunaan kulit umbi ubi kayu sebagai bahan makanan ternak yaitu terdapat adanya zat anti nutrisi berupa asam sianida (HCN) yang terikat dengan senyawa anti nutrisi “Linamarin” dan “Lataustraslin” yang bersifat racun dan rendahnya kandungan
26
27 14
nilai gizi, namun senyawa anti nutrisi ini dapat hilang dengan adanya proses pencucian dan pengeringan (pemanasan) kulit umbi ubi kayu (Parakkasi, 1995). Menurut hasil penelitian Sabrina (1999) kandungan zat nutrisi tepung kulit umbi ubi kayu adalah 6.98% protein kasar, 6.99% serat kasar, 0.70% lemak kasar, 92.60% bahan kering.
Kulit Umbi Ubi Kayu Fermentasi Fermentasi tepung kulit umbi ubi kayu dengan jamur Aspergillus niger menyebabkan kenaikan vitamin, protein dan dalam beberapa hal dapat meningkatkan asam amino esensial dari substrat pati kulit umbi ubi kayu. Peningkatan nilai nutirisi ini disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme yang mensintesis substrat menjadi produk yang berbeda dengan produk asalnya. Mikroorganisme ini juga bisa menggunakan sebagian pati dan meningkatkan persentase protein, mengubah bahan makanan berprotein rendah seperti kulit umbi ubi kayu menjadi bahan yang bisa digunakan sebagai bahan pakan ternak domba. Proses fermentasi yang dilakukan terhadap kulit umbi ubi kayu dapat menurunkan kadar serat kasar dan kadar senyawa HCN di dalam kulit umbi ubi kayu sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ternak domba (Fardiaz, 1989).
27
28 15
Tabel 4. Kandungan nilai gizi kulit umbi ubi kayu Kandungan nilai gizi BK KA PK SK LK NDF ADF ADL TDN Abu
Sebelum Fermentasi 90.08 % 9.92 % 4.05 % 27.31 % 0.62 % 34.15 % 28.54 % 20.69 % 74.73% 5.92 %
Sesudah Fermentasi 92.54 % 7.46 % 12.30 % 11.28 % 1.19 % 32.70 % 26.48 % 18.08 % 70.40%* 4.00 %
Sumber : Laboratorium ilmu nutrisi dan pakan ternak Departemen Peternakan FP USU *(Laboratorium IP2TP loka sei putih, galang (2010)
Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Bungkil Inti Sawit (BIS) Devendara (1997) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan domba tanpa memberikan efek samping yang merugikan. Batubara et al, (1992) melaporkan bahwa BIS dapat digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah dengan 20% molases. Tabel 5. Kandungan nilai gizi BIS Uraian
Kandungan (%)
Berat kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN ME (kcal/gr)
92,6 15,4 2,4 16,9 72,00 2810
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak,Departemen Peternakan FP USU (2005)
28
2916
Pelepah dan Daun Sawit Pelepah daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit dimana keberadaannya cukup melimpah sepanjang tahun di Indonesia, khususnya Sumatera Utara. Dilihat dari kandungan protein kasar, pelepah daun kelapa sawit setara dengan mutu hijauan (Prayitno dan Darmoko, 1994). Tabel 6. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit Uraian Bahan Kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN Energi (Kkal/kg)
Kandungan (%) a 93,4 a 6,5 a 5,8 a 32,55 a 56 5600b
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2000) b. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)
Lumpur Sawit Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ekstraksi minyak, mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit tanpa
perlakuan
dapat
diberikan
sampai
50%
dari
(Hutagalung dan Jalaluddin, 1982). Tabel 7. Kandungan nilai gizi lumpur sawit Uraian
Kandungan (%) a
Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Abu TDN
83,5 a 13,2 b 13 a 17,8 a 13,9 b 79
29
konsentrat
30 17
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Makanan Ternak IPB Bogor (2000)
Pakan Berbasis Limbah Pertanian Dedak Padi Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992). Tabel 8. Kandungan nilai gizi dedak padi Uraian Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN
Kandungan (%) 89,6 11,90 9,10 8,50 67,0
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Tebu Molases Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).
30
31 18
Tabel 9. Kandungan nilai gizi molases Uraian
Kandungan (%)
Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar TDN
92,6 3-4 0,08 0,38 81,00
Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).
Bahan Pakan Pelengkap Urea Tillman (1991) melaporkan bahwa pemberian Nitrogen Non-Protein (NPN) pada makanan sapi dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup membantu ternak untuk mudah mengadakan pembentukan asam amino esensial. Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 gram untuk setiap bobot badan 100 kg ternak. Garam Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan hebivora daripada hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Ultra Mineral Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral 31
32 19
digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam pakan ternak dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pekan (Setiadi dan inouno, 1991).
Parameter Penelitian Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi ( Voluntary feet intake ) adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat mempengaruhi kecernaan yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi (Parakkasi, 1995). Menurut Cahyono (1998) konsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut. Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Anggorodi, 1990). Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan ynag tersedia dan konsumsi kimia serta kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah keseimbangan zat makanan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan palatabilitas). Menurut
32
33 20
Depertemen Pertanian (2002) yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Makanan yang berkulitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan makanan berkualits rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga relatif sama (Parakkasi, 1995). Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sakit, walaupun gejala penyakitnya belum jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat membesar dan daya tahan tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Pada penelitian yang dilakukan Widyati dan Widalestari (1996) yang menggunakan pakan limbah berbasis hasil sampingan perkebunan terhadap ternak domba diperoleh rataan 381.72 g/ekor/hari.
Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan dapat dikatakan pertumbuhan itu adalah suatu fenomena universal yang kompleks mulai dari fertilisasi, pembelahan, perbanyakan sel serta diferensiasi sel-sel. Pertumbuhan murni yaitu menyangkut pertumbuhan jaringan dalam otot dan tulang serta organ-organ tubuh (Utomo, 1991). Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makan ternak, karena pertumbuhan
33
34 21
yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah atu indikasi pemanfaatan zat-zat pakan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Pond, 1980). Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1991). Tingkat pertambahan bobot badan yang tinggi dapat dicapai jika ternak domba tersebut memiliki potensi genetik yang baik dan ditunjang oleh kondisi lingkungan dan pakan yang menunjang munculnya potensi genetik tersebut. Seperti halnya ternak lain, domba mengalami pertumbuhan yang biasa digambarkan sebagai ”kurva S”. Ketika baru lahir domba mengalami pertumbuhan yang sangat lambat, kemudian laju pertumbuhan semakin meningkat dan sampai pada titik tertentu akan lambat. Pertumbuhan yang sangat cepat hanya berlangsung beberapa bulan. Pada saat-saat inilah domba memiliki kemampuan yang optimal dalam konversi pakan menjadi daging (Sodiq dan Abidin, 2002).
Konversi Pakan Konversi pakan adalah perbandingan antar jumlah pakan yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan,
semakin
rendah
angka
konversi
(Anggorodi, 1990).
34
pakan
berarti
semakin
baik
35 22
Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu, penyakit, makanan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat energi pakan (Neshum et al., 1979). Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan unit pertambahan bobot badan persatuan waktunya. Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kulitas pakan yang baik ternak
akan
tumbuh
lebih
cepat
dan
(Martawidjaya et al., 1999).
35
lebih
baik
konversi
pakannya