TINJAUAN PUSTAKA Komposisi Kimia Susu Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman et al., 1992). Susu merupakan makanan yang sempurna, karena mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan anak dan minumadmakanan manusia (Eckles et ul., 1980). Rahman et ul. (1992) selanjutnya mengatakan bahwa kandungan gizi susu yang lengkap merupakzn bahan pangan yang memiliki daya cerna tinggi, yaitu sebanyak 98 persen protein dan 99 persen karbohidrat dan lemak susu dapat diserap dan digunakan oleh tubuh manusia. Susu terdiri dari air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Pada umumnya kandungan air dalam susu berkisar antara 82 - 90 persen, lemak antara 2,5 - 8,0 persen, gula antara 3,5 - 6,O persen. Persentase rata-rata komponen utama susu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel ;. Persentase rata-rata komponen utama susu (%) Komposisi
Persentase
Air ........................................................................ 87,25 Bahan kering ............................................................ 12,75 Lemak ...................................................... 3,80 Bahan kering tanpa lemak ............................. 8,95 - Protein ....................................... 3 3 0 - Laktosa ..................................... 4,8 0 - Abu ............................................ 0,65 *) Sumber : Eckles e l al., (1 980)
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi komponen dalam susu ialah mastitis, tahapan dalam periode laktasi, lnusim dan makanan (Rahman e/ ul., 1992).
Air mempunyai fungsi penting sebagai bahan pelarut berbagai bahan kering ?'
didalam susu. Le~nakdan bahan keju merupakan corltoh bahan kering yang terdapat dalam susu dan mengapung sebagai bagian halus. Sedangkan laktosa albumin, mineral dan vitamin terlarut didalamnya. Kondisi tersebut menjadikan susu sebagai bahan makanan encer yang bahan keringnya mudah dicerna. Kadar lemak susu umuinnya tinggi dan sangat berarti dalarn penentuan nilai
gizi susu. Lemak susu merupakan bahan pembuat mentega, keju, kepala susu (cream), susu kental dan susu bubuk yang banyzk mengandung lemak. Protein menentukan nilai gizi susu. Protein yang terdapat dalam susu terdiri
dari dua kelompok, yaitu kasein yang terdapzt dalam bentuk koloidal dalam susu dan whey protein yang terdapat dalam keadaan terlarut dalam serum susu. Laktosa dalaln susu ditemukan dalam keadaan larut, dan terdiri dari glukosa
dan galaktosa. Lakt~setidak semanis gula biasa karena susunannya berbeda dengan sakharosa, d m laktosa bisa diubah oleh bakteri asam menjadi asam laktat. Susunan mineral yang terdapat dalam susu sesuai dengan kebutuhan badan
manusia seperti kalsium, fosfor, kalium, natrium, khlor, magnesium dan beberapa trace-element penting seperti jodiurn, 'wsi dan ternbaga.
Sistem La ktoperohsidase
Enzim yang dikenal berada dalam susu adalah peroksidase, reduktase, katalase dan fosfatase. Katalase merupakan suatu enzim yang mengoksidasi dan mereduktasi. Selain itu susu juga mengandung laktase sesuatu enzim untuk fermentasi gula, diastase s~tatuenzim pemisah pati dan peroksidase suatu enzim pengoksidasi (Eckles
el
crl., 1980). Lebih lanjut Muchtadi et ul., (1992),
mengatakan bahwa beberapa enzim seperti lipase dan fosfatase dapat dihancurkan dengan pasteurisasi, tetdpi enzivn lainnya tidak. .Peroksidase dan xantinoksidase hanya dapat dihancurkm dengan sterilisasi pada suhu 115 "C selama 15 menit. Enzim ini dapat menyeb~bkanperubahan kimia bebsrapa zat di dalam susu. Sistem Laktoperoksidase (LPS) adalab sistem enzimatik yang secara alami terdapat dalam susu. Salah satu keunikan fungsi biologisnya adalah memberikan efek antibakterial dalam kehadiran thiosianat dan hidrogen peroksida (Lambert, 1999; Barrett et ul., 1999). Kamau et ul. (1990) mengatakan bahwa, sistetn laktoperoksidase dapat diaktifkan dengan penarnbahan thiosianate dan H202 ke dalam susu yang sudah mengandung laktoperoksidase. Efek antibakter; sistem laktoperoksidase dalar.1 susu berlangsung sekitar 6 - 8 jam pada temperatur tropis (30" C). Hal ini berarti para peternak di pedesaan dapat mengangkut susunya
untuk diolah ke tempat yang lebih jauh tanpa hams mengeluarkan biaya mahal untuk fasilitas pendingin (Lambert, 1999). LPS di dalam susu dapat diaktifkan dengan menambahkan 10 ppm thiosianat ke dalam susu sehingga rnencdpai level 15 ppm, karena secara alami didalam susu sudah terdapat 5 ppm, dan sebanyak 8,5 ppm hidrogen peroksida (umumnya dalam bentuk butiran sodium karbonat
peroksihidrat).
Perlakuan penambahan hidrogen peroksida haws selalu diikuti dengan penambahan enzim katalase untuk inereduksi residu hidrogen peroksida yang dapat menimbulkan pengaruh toksik (Daulay, 1992., Rahman et al., 1992),. Pemberian katalase perlu dilakukan dalarn jumlah dan waktu yang cukup, sehingga hidrogen peroksida dalam susu terdekomposisi sebelum susu tersebut digunakan. Oleh karena itu sebelurn diolah lebih lanjut, susu yang diberi perlakukan hidrogen peroksida harus diuji residunya. Daulay (1 992) selanjutnya inengatakan ballwa penggunaan 0,25 % hidrogen peroksida (33%) selama 24 jam pada temperatur 25
" C dalam bahan keju
menghasilkah kdju lunak seperti pasta, akan tetapi penambahan 0,l % hidrogen peroksida (33%) pada temperatur kamar dan waktu yang sama menghasilkan keju yang hampir sempurna. Perlakuan dengan hidrogen peroksida terutaina ditujukan untuk pengawetan bahan keju, penggunaan yang normal adalah 0,07 % hingga 0,1% hidrogen peroksida (33%) selama tidak lebih dari 40 menit' pada temperatur 50-54 OC. Perlakuan dengan hidrogen peroksida lebih dari satu jam cenderung menyebabkan susu inenghasilkan dadih yang lengket seperti perekat yang tidak dapat dicerna. Hasil penelitian Siragusa dan Johnson (1989) menunjukkan bahwa sistem laktoperoksidase
dengan
penyimpanan
20
OC
akan
memperlambat
perkembangan I,. rnonocylogenes. Denis dan Ramet (1989), mengatakan bahwa sistem laktoperosidase yang diikuti dengan pasteurisasi (UHT) dan penyimpanan pada
temperatur
dibawah
15"
C
akan
menghambat
perkembangan
mikroorganisme. Efisiensi penghambatan iergantung pada kondisi inkubasi yang akan berpengaruh langsung pada aktifita-s laktoperoksidase dan isolat yang
'
digunakan (Gaya et ul., 1991). Laktoperoksidase mempunyai effek bakteriostatik terhadap L. monocytogenes pada susu yang disuplemen dengan glukosa (Earnshaw, 1989). Lebih lanjut Kamau et ul., (1990) mengatakan bahwa sistem peroksidase akan meningkatkan kerusakan thermal dari L. monocygenes dan Staphylococcus uureus. Oleh karena itu penggunaan laktoperoksidase disarankan
diikuti dengan pelnanasan untuk rnenekan perkembangan mikroorganisme.
Pasteurisasi Susu
Pasteurisasi susu merupakan proses pemanaszi~susu dibawah titik didihnya sehingga kuman patogen yang ada didalamnya mati.
Berdasarkan suhu
pemanasan, pasteurisasi terdiri dari dua macam yaitu : pasteurisasi suhu rendah (LTLT
=
Low Temperature Long Time) dan pasteurisasi suhu tinggi (HTST-
High Temperature Short Time). Mempertahankan kualitas susu pasteurisasi pada suhu 72°C selama 15 detik lebih baik dari pada susu dipanaskan pada suhu 80°C selama 15 detik ( Barret et ul., 1998). Susu pasteurisasi lebih tahan lama disimpan, bahkan pada suhu rendah dapat disimpan beberapa hari lebih lama. Susu pasteurisasi tidak lagi mengandung kuman patogen. Ferrnentasi Susu
Ferrnentasi susu adalah suatu proses perubahan pada susu sebagai aktifitas satii atau lebih spesies mikroorganisme. Susu menjadi asam, membentuk "curd' (gumpalan susu), tetapi produknya masih layak untuk dikonsurnsi (Pederson, 1971). Ferrnentasi susu secara umum rnenyebabkan terjadinya pemecahan laktosa
menjadi asam laktat oleh aktifitas enzim yang disekresikan mikroorganisme tertentu dala~n usahanya inemanfaatkan kandungan nutrisi susu untuk pertumbuhan dan sumber energi (Eckles et al., 1980). Fermentasi dilakukan agar susu tidak cepat membusuk dan rnenghasilkan produk susu dengan karakteristik rasa, aroma, tekstur, daya cerna dan daya tahan simpan yang lebih baik, disamping mencegah hal-ha1 yang tidak inenguntungkan bagi kesehatan (Rahman et ul., 1992). Mikroba yang paling banyak digunzkan dalam fermentasi susu adalah bakteri asam laktat. Bakteri ini banyak digunakan dalam produksi berbagai keju, "cultured buttermilk", susu asam, yoghurt, susu acidophilus, clan produk susu fermentasi lainnya. Berbagai jenis keju dapat diproduksi menggunakan lebih dari satu kultur bakteri. Berbagai kapang juga digunakan dalam fermentasi keju, misalnya keju biru, keju Gorgonzola, keju Roquefort dan keju Camembert
(Rahrnan et al., 1992). Produk-produk Fermentasi Susu
Produk yang dapat dihasilkan dari suatv fennentasi adalah sel mikroba atau biomassa, enzim, metabolit primer dan metabolit sekunder serta senyawa kimia hasil proses biokimia oleh mikroba (Rahman et al., 1992). Produk susu fermentasi yang banyak diproduksi antara lain yoghurt, mentega, keju, kefir, dadih dan koumiss. Produk hasil fermentasi susu telah semakin berkembang dan semakin banyak variasi. Sebagai contoh yoghurt rnempunyai berbagai variasi misalnya diberi aroma, diberi buah-buahan, dikeringkan, dbekukan dan sebagainya.
'
Di negara tertentu, produk fermentasi susu lebih disukai daripada susu segar, karena rasa dan teksturnya lebih baik dan bahkan dapat digunakan untuk kesehatan. Salah satu hasil fermentasi susu yaitu yoghurt lebih mudah diterima konsumen karena dapat digunakan sebagai makanan bagi orang yang ingin melangsingkan tubuh (Rahman et al., 1992). Susu untuk pembuatan yoghurt umumnya susu rnurni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu skim kondensat, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkaw~ataupun kombinasi dari berbagai inacain susu tersebut. Dalaln proses pembuatannya, biasanya susu dipekatkan dengan cara pemanasan sehingga kadar airnya berkurang sampai 30 %. Produksi dalam skala besar biasanya digunakan tambahan padatan susu tanpa lemak atau susu bubuk tanpa lemak. Kadar lemak susu dalam yoghurt berkisar 1.0 sampai 3.25 %. Berdasarkan kandungan lemaknya yoghurt dapat dibedakan dalam tiga kategori : (a) yoghurt yang mengandung minilnuln 3,25 YO lelnak susu (b) yoghurt dengan kadar lelnak rendah bila mengandung lemak susu 0,5 - 2,O % (c) yoghurt tanpa lemak bila mengandung lemak susu kurang dari 0,5 %. Ketiga kategori tersebut, jumlah padatan susu tanpa lemak minimum 8,25 % (Rahrnan et a!., 1992).