4
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Bunga Matahari Menurut Kristio (2007)
dalam taksonomi tumbuhan, bunga matahari
dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Helianthus
Spesies
: Helianthus annuus Cobia (1978) menjelaskan bahwa bunga matahari merupakan tanaman asli
Amerika Utara yang berasal dari negara bagian Kansas dan
tumbuh liar di
kawasan Amerika Serikat. Sebelum pertengahan abad ke-16, tanaman ini dibawa ke Spanyol hingga akhirnya tersebar melalui jalur perdagangan dunia, kemudian sampai ke Italia, Mesir, Afganistan, India, Cina serta Rusia. Bunga matahari digunakan oleh suku Indian sebagai bahan pangan sebelum jagung dibudidayakan. Selain itu, bunga matahari juga digunakan sebagai sebagai salah satu tanaman obat, pewarna alami, minyak pada saat upacara adat serta sebagai penanda waktu atau musim. Budidaya bunga matahari dimulai saat masa dunia baru yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan pangan tambahan. Setelah itu, bunga matahari mulai banyak digunakan sebagai tanaman penghias halaman. Kristio (2007) mendeskripsikan bunga matahari sebagai bunga yang memiliki daun berwarna hijau berbentuk jantung, saling berhadapan dengan panjang 15 cm dan lebar 12 cm, merupakan daun tunggal. Ujung daunnya meruncing, sedangkan pangkal daunnya membelah. Tepi daunnya rata dan tulang daunnya menyirip. Tangkai daunnya yang panjang tersusun pada batang utama. Tumbuhan ini berbatang lunak (herbaceus) yang lunak dan berair. Batangnya berbentuk bulat dan tumbuh tegak lurus mencapai tinggi 1-3 meter. Batang utama tidak berkambium, kasar, dan berbulu. Bunga matahari berakar serabut serta memiliki epidermis berupa rambut-rambut akar. Bunganya berukuran besar
5
berbentuk cawan dengan mahkota seperti pita kuning di sepanjang tepi cawan. Di tengah cawan itu terdapat bunga-bunga kecil berbentuk tabung dengan warna coklat. Diameter bunganya sekitar 10-15 cm. Biji bunga matahari berasal dari bunga-bunga kecil yang dibuahi, berwarna hitam dengan garis-garis berwarna putih berkumpul di dalam cawan. Bila sudah matang, biji-biji ini mudah dilepaskan dari cawannya.
Budidaya Bunga Matahari Tanaman bunga matahari tumbuh subur di daerah pegunungan, daerah yang memiliki kelembaban cukup dan banyak mendapatkan sinar matahari langsung. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1000-1500 meter di atas permukaan laut (Kristio, 2007). Cobia (1978) menjelaskan bahwa benih bunga matahari sangat sensitif terhadap garam. Oleh sebab itu pupuk Nitrogen (N) yang ditambahkan dengan Potasium (K2O) ataupun Fosfat (P2O5) harus dibatasi ketika harus diberikan, yaitu sekitar 453.6 kg/ha. Selain itu hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan ketika menanam bunga matahari adalah kelembaban lubang tanam untuk meletakkan benih, lubang tanam tidak boleh lebih dari 7.5 cm. Lubang tanam yang ideal bagi perkecambahan benih bunga matahari adalah 2.5-5 cm. Lubang tanam yang dangkal mengakibatkan suhu tanah yang rendah, kelembaban yang tinggi, tekstur tanah yang baik serta ukuran benih yang kecil. Benih bunga matahari dapat ditanam lebih dalam (7.5 cm) jika suhu tanah cukup tinggi, kelembaban rendah, tekstur tanah berpasir dan benih berukuran besar. Jarak tanam bunga matahari umumnya adalah 50 x 75 cm, namun pada jarak tanam 100 x 35 cm bunga matahari akan memberikan hasil yang baik. Populasi tanaman bunga matahari yang baik untuk produksi minyak adalah berkisar antara 32000 – 52000 tanaman/hektar, sedangkan populasi yang baik jika tidak untuk memproduksi minyak adalah berkisar antara 26000 – 38000 tanaman/hektar. Pemanenan dapat dilakukan setelah bunga matahari berumur 120 hari setelah tanam atau 30 - 45 hari setelah pembungaan berlangsung.
6
Paclobutrazol Zat penghambat tumbuh mempunyai efek biologis lain disamping memperlambat pemanjangan batang. Daun-daun dari tanaman yang diberikan zat penghambat pertumbuhan berwarna hijau tua jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan zat tersebut. Zat penghambat tumbuh juga mendorong pembungaan pada beberapa tanaman tertentu. Pengaruh fisiologis dari zat penghambat tumbuh antara lain adalah : menghambat elongasi sel pada sub apikal meristem, memperpendek ruas tanaman, mempertebal batang, mencegah kerebahan, menghambat etiolasi, mempertinggi perakaran stek, menghambat senescence, memperpanjang masa simpan, meningkatkan pembuahan serta membantu perkecambahan dan pertunasan (Wattimena, 1988). Salah satu jenis zat penghambat tumbuh yang umum digunakan pada tanaman adalah paclobutrazol.
Rimando
(2003)
mengemukakan
bahwa
paclobutrazol merupakan salah satu bahan kimia yang menghambat perpanjangan sel tanpa membatasi fungsi dari meristem apikal ataupun menyebabkan perubahan dari bagian tanaman yang lain. USDOE (2000) dalam Rani (2006) menambahkan, paclobutrazol merupakan zat pengatur tumbuh yang bekerja melalui xylem dan menghambat pertumbuhan vegetatif dengan menghambat biosintesis giberelin. Berdasarkan penelitian Rani (2006), paclobutrazol dengan konsentrasi yang optimum dapat memberikan pengendalian tanaman bunga matahari yang optimum, yaitu 4 mg/tanaman untuk kultivar „Hallo‟ dan 2 mg/tanaman untuk kultivar „Teddy Bear‟ dengan persentase pengendalian masing-masing kultivar secara berturut-turut adalah sebesar 47.6% dan 13.0%.
Pulsing Pengawetan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperpanjang kesegaran bunga potong. Tiga hal yang dilakukan berkenaan dengan pengawetan, yaitu, menambahkan nutrisi, menurunkan pH air sehingga kondisi masam, dan menghambat perkembangan jasad renik pembusuk (Amiarsi et al., 2002). Prabawati et al. (2002) menjelaskan bahwa, pulsing merupakan perlakuan pengawetan bunga segera setelah panen untuk memberi bekal sumber nutrisi pada bunga dan melindungi tangkai bunga dari serangan mikroorganisme
7
penyebab penyumbatan pembuluh pada tangkai bunga. Komposisi
pulsing
umumnya terdiri atas sumber karbohidrat, germisida, dan asam yang dapat diperkaya dengan senyawa antagonis etilen. Yulianingsih
(2000)
mengungkapkan
bahwa
penggunaan
larutan
perendam tidak hanya mencukupi kebutuhan air dari bunga potong, tetapi juga karbohidrat yang diperlukan untuk aktivitas hidup bunga potong selama dalam peragaan. Kandungan sukrosa yang cukup tinggi dalam larutan perendam memungkinkan ketersediaan karbohidrat yang cukup banyak untuk aktivitas bunga potong, sehingga masa kesegarannya dapat lebih lama dipertahankan dan persentase kuncup yang mekar dapat lebih banyak. Sukrosa banyak ditambahkan ke dalam zat pengawet yang pengaruhnya sama efektifnya seperti flukosa dan fruktosa (Amiarsi, 2002). Berdasarkan penelitian Murtiningsih et al. (2000), penambahan gula 15% kedalam larutan pulsing dapat menambah jumlah bunga mekar dan memperpanjang ketahanan simpannya.
Asam Salisilat Asam salisilat memiliki rumus kimia C7H6O3. Asam salisilat biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih dan tidak berbau, jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol. Sifat asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 280 oC dengan densitas 25oC pada 1.84 kg/L (Depkes RI, 1995) Asam salisilat memegang peran penting dalam Ketahanan Sistemik Terinduksi (KST). Beberapa produk dari gen KST mempunyai sifat antimikrobia atau dapat dimasukkan ke dalam kelas protein anti mikrobia. Protein itu antara lain berupa b,1-3, Glukanase, kitinase, thaumatin, dan protein PR-1 (Kessman et al., 1994). Dalam aplikasinya bagi tanaman hias khususnya bunga potong, asam salisilat dapat digunakan sebagai bahan larutan perendam (pulsing) untuk
8
memperpanjang masa keragaan bunga potong. Dalam penelitiannya Ramadiana (2008) menggunakan 150 ppm asam salisilat yang dilarutkan dengan aquades dan 3% sukrosa untuk memperpanjang masa kesegaran bunga anggrek vanda (Vanda teres) selama 10 hari dengan persentase kesegaran sebesar 58.6%.