TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit dan mengisap darah yang disebut dengan probosis (Hadi & Koesharto 2006). Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia dari daerah kutub sampai daerah tropis, dapat dijumpai pada ketinggian 5.000 m di atas permukaan laut sampai kedalaman 1.500 m di bawah permukaan tanah di daerah pertambangan. Karena keberadaannya menyebar di seluruh dunia, maka ektoparasit ini bersifat kosmopolit. Di seluruh dunia, dilaporkan terdapat 3.100 spesies dari 34 genus. Anopheles, Culex, Aedes, Mansonia, Armigeres, Haemagogus, Sabethes, Culiseta, dan Psorophora merupakan kelompok dari genus nyamuk yang mengisap darah pada manusia dan berperan sebagai vektor penyebaran penyakit. Namun kelompok nyamuk yang sebagian besar tersebar di Indonesia adalah kelompok nyamuk dari genus Aedes, Culex, Mansonia, dan Anopheles (Hadi & Soviana 2010). Klasifikasi nyamuk menurut Womack 1993 adalah sebagai berikut : Kerajaan
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Culicidae
Subfamili
: Culicinae
Genus
: Culex, Aedes, dan Mansonia
Nyamuk dewasa memiliki ukuran 3-6 mm. Selain tubuhnya yang kecil, nyamuk memiliki sepasang sayap yang lebar. Pada sayapnya terlihat vena dan terdapat sisik sayap yang melingkari seluruh bagian sayap. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, pada dasarnya bagian tubuh dari ektoparasit ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks (dada), dan abdomen (perut) (Hadi & Koesharto 2006).
Gambar 1 Gambar skema tubuh nyamuk. Sumber: Darsie & Ward 2000 Kepala Pada bagian kepala hampir seluruhnya tertutupi oleh sepasang mata majemuk. Pada bagian kepala terdapat antena yang panjang (filiform). Pada nyamuk betina antena tidak selebat pada antena nyamuk jantan. Antena betina disebut pilose sedangkan pada nyamuk jantan disebut plumose. Fungsi dari bulubulu yang lebat pada nyamuk jantan adalah sebagai alat bantu untuk mencari keberadaan nyamuk betina. Selain pada antena, penentuan jenis kelamin jantan dan betina dapat dilihat dari palpi maksilari. Pada nyamuk betina, palpi maksilari lebih pendek dari pada probosis, sedangkan palpi maksilari pada nyamuk jantan melebihi panjang probosis. Kepala nyamuk Culex sp. kebanyakan berwarna cokelat sedangkan nyamuk Aedes sp. berwarna hitam (Borror et al. 1992).
Toraks Pada bagian toraks, nyamuk memiliki skutum yang agak keras yang berfungsi sebagai pelindung. Pada bagian posterior toraks, terdapat skutellum yang berbentuk trilobus. Di samping itu, pada bagian ini juga terdapat halter yang berfungsi sebagai alat keseimbangan ketika terbang. Sayap dan kaki nyamuk Culex sp. biasanya terdapat bercak berwarna hitam putih. Kaki nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu, tungkai depan, tungkai tengah, dan tungkai belakang. Tiap tungkai terdiri atas femur, tibia, enam ruas tarsus, dan kuku. Kaki nyamuk Aedes sp. memiliki corak khusus, yakni pola belang-belang hitam dan putih. Warna, pola sisik, dan rambut pada toraks digunakan untuk membedakan genus dan spesies nyamuk. Culex sp. Toraks memiliki warna coklat, sedangkan Aedes sp. toraks berwarna hitam, dengan memiliki corak putih pada dorsal (Hadi & Koesharto 2006). Abdomen Bagian abdomen Culex sp. lebih mudah untuk diidentifikasi. Nyamuk ini umumnya memiliki warna abdomen coklat yang terang, dengan tergit berwarna belang-belang cokelat gelap terang dan bersisik. Biasanya nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki pola dorsal abdomen (tergit) berbentuk huruf “M”. Sedangkan Aedes sp. memiliki warna abdomen hitam dengan tergit berwarna belang-belang hitam dan putih. Ujung abdomen
Culex sp. betina biasanya
tumpul, dengan serkus yang tertarik kedalam. Sedangkan Aedes sp. betina, memiliki ujung abdomen yang meruncing, dengan serkus yang menonjol keluar (Borror et al.1992).
Siklus hidup Siklus hidup serangga umumnya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap perkembangan dan tahap pendewasaan. Selama fase perkembangan energi tercurahkan untuk proses pertumbuhan, sedangkan selama pendewasaan energi tercurahkan untuk penyebaran dan reproduksi. Serangga yang baru menetas mempunyai ukuran dan bentuk yang kadang-kadang berlainan sama sekali dengan serangga dewasa. Perubahan bentuk yang dialami mulai dari telur sampai serangga dewasa disebut metamorfosis (Hadi & Koesharto 2006).
Gambar 2 Siklus hidup nyamuk Sumber: McCafferty & Patrick 2010 Dalam perkembangannya nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yang diawali dengan stadium telur, larva (jentik), pupa, dan dewasa (imago) (Gambar 2). Air merupakan faktor terpenting dalam perkembangan nyamuk, karena proses perkembangan pradewasa terjadi di dalam air (Clements 2000). Telur Telur-telur nyamuk subfamili Culicinae tidak memiliki pelampung seperti telur nyamuk subfamili Anophelinae. Telur nyamuk Culex sp. tampak pada Gambar 3a berukuran 0,735 mm berkelompok membentuk rakit sehingga terlihat mengapung pada permukaan genangan air (Chadee & Tikasings 1986). Telur nyamuk Aedes sp. berbentuk oval, tunggal, berwarna hitam, dan berukuran 0,664 mm seperti yang terlihat pada Gambar 3b (Christophers 1960). Pada keadaan kering, telur nyamuk Aedes sp. dapat bertahan hingga enam bulan.
a
b Gambar 3 Telur Culex sp. (a) dan Telur Aedes sp. (b) Sumber: McCafferty & Patrick 2010
Telur-telur nyamuk ini biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang berisi genangan air jernih yang tidak beralaskan tanah, seperti gentong air, bak mandi, vas bunga, drum, barang bekas, lipatan daun yang menampung air, dan sebagainya di daerah urban dan suburban. Telur menetas antara dua sampai tiga hari pada suhu 30 °C, tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16 °C (Hadi & Soviana 2010). Larva Larva nyamuk beras al dari telur nyamuk yang telah menetas. Larva nyamuk tidak berkaki dan memiliki toraks yang lebih besar daripada kepala. Kepala berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk, serta sikat mulut (mouth brush) yang menonjol. Abdomen memiliki sembilan ruas yang jelas, dan pada ruas yang terakhir terdapat sifon (tabung udara) sebagai alat pernapasan sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Ketika berada di dalam air, larva terlihat membentuk sudut terhadap permukaan air. Larva Culex sp. memiliki sifon yang panjang dan ramping, sedangkan larva Aedes sp. memiliki sifon yang relatif lebih pendek dan menggembung (Borror et al.1992). Bagi seekor nyamuk stadium larva ini merupakan stadium makan. Kebanyakan jenis larva memakan alga dan kotoran organik, tetapi beberapa bersifat pemangsa dan makan larva nyamuk lain. Dalam kondisi yang sesuai, larva nyamuk akan berkembang dalam waktu 6-8 hari sejak dari larva stadium pertama (instar I) hingga stadium terakhir (instar IV), dan akan berubah menjadi pupa (kepompong). Selama perkembangan larva terjadi pertambanhan ukuran dari instar I-IV yaitu 0,3-0,95 mm (Christophers 1960).
a
b
Gambar 4 Jentik Cx. quinquefasciatus (a) dan jentik Ae. albopictus (b) Sumber: ICPMR 2002
Pupa Pupa (kepompong) merupakan stadium terakhir yang berada di dalam air. Pupa nyamuk berbentuk seperti koma, kepala dan dada bersatu dilengkapi dengan sepasang terompet pernapasan, sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Stadium ini disebut juga stadium inaktif dan tidak memerlukan makanan. Tetapi tetap ada proses pernapasan melalui sifon yang menempel pada permukaan air. Bentuk sifon pada stadium pupa, menyerupai sifon pada stadium larva dan bervariasi bergantung pada jenis spesies nyamuk (Clements 2000). Pada fase ini pupa membutuhkan dua sampai tiga hari untuk menjadi nyamuk dewasa, namun fase ini dapat menjadi lebih lama hingga sepuluh hari pada suhu rendah (< 25 °C). Pada suhu lingkungan dibawah 10 °C tidak akan terjadi perkembangan menjadi dewasa (Hadi & Soviana 2010). Dewasa Waktu menetas (ekslosi), kulit pupa tersobek oleh gelembung udara dan oleh kegiatan bentuk dewasa yang melepaskan diri. Siklus hidup nyamuk dapat selesai atau sempurna dalam kurun waktu seminggu (6-7 hari) tergantung terhadap suhu, makanan, spesies, dan faktor lain. Nyamuk jantan rata-rata dapat hidup di alam selama satu minggu, sedangkan nyamuk betina dewasa rata-rata hidupnya selama 3-6 minggu bahkan dapat mencapai diatas 5 bulan. Nyamuk dewasa hanya mengisap sari-sari tanaman sebagai sumber energi. Namun, nyamuk betina juga mengisap darah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam upaya proses pematangan telur (Rey 2006).
a
b Gambar 5 Pupa Culex sp. (a) dan Pupa Aedes sp. (b) Sumber: McCafferty & Patrick 2010
a
b Gambar 6 Culex sp. dewasa(a) dan Aedes sp. dewasa (b) Sumber: ICPMR 2002
Nyamuk dewasa akan mencari pasangan dan melakukan perkawinan setelah keluar dari pupa. Nyamuk betina yang sudah kawin akan mengisap darah. Darah merupakan
sumber
protein
yang
esensial
untuk
mematangkan
telur.
Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari.
Bioekologi Perilaku dan daur hidup nyamuk bergantung kepada kondisi lingkungan di sekitar seperti ketersediaan makanan, habitat, dan predator. Nyamuk tertarik pada cahaya, lokalisasi yang dekat pada suhu yang hangat, dan lembab serta manusia dan hewan. Ketertarikan nyamuk akan manusia dan hewan adalah, karena kemampuan manusia dan hewan untuk mengeluarkan zat-zat yang mampu merangsang nyamuk untuk menghampiri, seperti karbon dioksida (CO2), panas tubuh, dan bau badan atau keringat (Hadi & Koesharto 2006). Kesukaan nyamuk terhadap inang yang berbeda-beda mempengaruhi perilaku mengisap darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai darah manusia (anthropophilic) dan lainnya lebih menyukai darah hewan (zoophilic) atau bahkan menyukai keduanya seperti nyamuk Cx. quinquefasciatus. Sedangkan Ae. albopictus merupakan salah satu dari beberapa spesies yang tergolong anthropophilic (Hadi & Soviana 2010). Nyamuk Cx. quinquefasciatus merupakan nyamuk rumahan yang biasanya hidup atau tinggal di sekitar rumah. Habitat yang biasanya menjadi tempat berkembangbiak adalah genangan air yang keruh, kolam ikan yang sudah tidak terpakai lagi, selokan, dan tempat-tempat lembab lainnya. Nyamuk ini aktif mengisap ketika matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit, namun puncak terjadi sekitar pukul 22.00-02.00 (Hadi & Koesharto 2006).
Berbeda dengan Cx. quinquefasciatus, nyamuk Aedes sp. cenderung memilih berkembang biak dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah dan berisi air bersih seperti bak mandi, gentong air, drum, vas bunga dan barang bekas yang dapat menampung air. Aktivitas Ae. albopictus mengisap darah terjadi pada pagi dan sore hari. Daya jelajah terbang nyamuk ini tidak jauh, hanya sekitar 50 sampai 100 m, kecuali jika terbawa angin kencang (Hadi & Soviana 2010). Setelah nyamuk betina mengisap darah, nyamuk akan beristirahat selama 2 sampai 3 hari pada tempat yang gelap dan lembab. Waktu istirahat ini digunakan untuk proses penyerapan darah untuk perkembangan telur. Kemudian nyamuk ini akan mencari tempat untuk bertelur. Setelah bertelur, nyamuk akan mencari darah lagi untuk proses pematangan telur selanjutnya siklus ini disebut sebagai siklus gonotrofik (Clements 2000). Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk adalah suhu, kelembaban, dan curah hujan. Suhu Suhu merupakan kandungan panas pada suatu zat atau benda tertentu (Wang et al. 2001; Grissom et al. 2000). Suhu udara diartikan sebagai suatu derajat panas udara, yang dinyatakan dalam derajat celcius ( °C). Suhu udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sinar matahari, vegetasi, dan polusi udara (Flannigan et al. 2000). Suhu optimum perkembangbiakan nyamuk adalah 25-27 °C, suhu terlalu tinggi (>35 °C) dapat meningkatkan mortalitas nyamuk (Martens 1997; Epstein et al. 1998). Kelembaban Air sangat penting bagi fungsi fisiologis bagi tubuh, kondisi air dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor kelembaban. Kelembaban udara merupakan jumlah air yang terdapat dalam udara yang dinyatakan dalam persen (%). Uap air di alam sebagian besar berasal dari penguapan air laut. Kelembaban udara mempengaruhi kelangsungan hidup (survival rate), kebiasaan mencari darah dan istirahat nyamuk. Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Peningkatan kelembaban udara berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998). Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk akan
menjadi lebih aktif dan lebih sering mengisap darah. Menurut Martens 1997, nyamuk pada umumnya menyukai kelembaban diatas 60 %. Penularan lebih mudah terjadi ketika kelembaban tinggi, sebaliknya di daerah yang gersang penularan tidak terjadi karena usia nyamuk yang pendek sehingga parasit tidak dapat menyelesaikan masa siklusnya. Sistem pernafasan nyamuk menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk (spirakle). Curah hujan Epstein et al. (1998) menyatakan bahwa semakin tinggi curah hujan akan menaikan kepadatan nyamuk, demikin juga sebaliknya rendahnya curah hujan akan mengurangi kepadatan nyamuk. Hujan yang tidak terlalu deras akan menguntungkan bagi perkembangbiakan nyamuk, namun sebaliknya jika hujan yang turun terlalu deras akan menyapu tempat perkembangbiakan nyamuk yang berpotensi untuk menjadi telur, larva, dan pupa nyamuk. Hujan juga dapat meningkatkan kelembaban relatif, sehingga dapat memperpanjang usia nyamuk. Curah hujan minimal yang dibutuhkan oleh perkembanganbiakan nyamuk adalah 1,5 mm per hari (Martens 1997).
Penyakit yang ditularkan Peranan nyamuk dalam dunia kesehatan sangat jelas yaitu sebagai serangga pengganggu dan juga vektor penularan berbagai jenis penyakit. Berbagai agen penyakit dapat ditularkan oleh nyamuk karena sifatnya yang mengisap darah. Proses penularan penyakit oleh nyamuk diawali ketika seekor nyamuk mengisap darah seseorang yang mengandung agen penyakit dalam stadium infektif. Di dalam tubuh nyamuk tesebut agen penyakit berkembang dan akhirnya dapat ditularkan kepada orang lain ketika nyamuk mengisap darah kembali (Rey 2006). Beberapa penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk Culex sp. adalah penyakit kaki gajah atau filariasis Wuchereria bancrofti, West Nile Virus (WNV), dan juga encephalitis. Sedangkan beberapa penyakit yang sering kali ditularkan oleh nyamuk Aedes sp. adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan penyakit Chikungunya (Hadi & Soviana 2010).
Nyamuk juga mengganggu hewan dan menularkan penyakit cacing jantung pada anjing (Dirofilariasis immitis) yang ditularkan oleh nyamuk Cx. quinquefasciatus. Selain pada manusia, Japaneses encephalitis (JE) juga dapat menyerang kuda, babi, unggas, dan kelelawar dengan perantara nyamuk Cx. tritaeniorynchus, dan Cx. quinquefasciatus (Hadi & Koesharto 2006)