TINJAUAN PUSTAKA
Kertas Karton Kardus atau corrugated paper merupakan bahan dasar kemasan yang memiliki daur hidup sangat singkat dan berharga ketika berlangsungnya proses distribusi produk dari produsen ke konsumen. Material kardus saat ini dipandang sebagai kebutuhan sekunder dalam suatu proses produksi industri. Bahan dasar utama kertas kardus berasal dari limbah industri pemotongan kayu
(sisa
potongan, serutan, serbuk gergaji). Sifat kardus mudah untuk diolah kembali atau didaur ulang beberapa kali, baik untuk bahan pembuatan kardus baru atau papan daur ulang (MDF/medium density fibreboard). Bahan bakunya sangat berlimpah dan didukung oleh sifatnya yang ramah lingkungan sehingga kardus menjadi material yang sangat ekonomis untuk dimanfaatkan (Ervasti, 1996). Kardus sebagai bahan baku berbiaya murah memiliki karakteristik yang cukup unik untuk dijadikan sebagai produk furniture. Selain ekonomis dan fleksibilitas tinggi, dalam hal estetika juga memiliki design yang kuat. Design bentuk kardus juga amat baik dan sulit ditiru bahan umum lainnya seperti kayu atau metal. Kekuatan dan durabilitas produk furniture kardus yang terdiri dari kertas sebagai bahan utama pembentuknya begitu rentan terhadap kelembaban atau air. Meskipun demikian konsumen menyadari bahwa aspek ekonomis tetap menjadi pilihan utama untuk membeli produk dengan biaya murah, walaupun tidak memiliki kekuatan yang sama seperti kayu (Willy dan Yahya, 2001). Karton dupleks adalah karton yang terdiri dari dua lapisan atau lebih. Lapisan atas berwarna putih dan mempunyai sifat cetak yang baik. Beberapa
4 Universitas Sumatera Utara
perubahan spesifikasi karton dupleks dilakukan untuk mengantisipasi kemajuan dan perkembangan baru di bidang industri kertas dan karton serta untuk memenuhi berbagai tuntutan dari konsumen. Spesifikasi karton dupleks dibuat berdasarkan hasil studi literatur, pengujian contoh karton dupleks yang ada di pasaran, spesifikasi yang diusulkan oleh pabrik kertas, dan keinginan pengguna karton dupleks (BSN, 2008). Kelebihan dan kelemahan kardus Kardus sebagai bahan dasar kemasan yang memiliki daur hidup singkat, memiliki kelebihan dan kelemahan, diantaranya yaitu: 1.
Struktur kardus olahan atau hasil recycle (daur ulang) tidak jauh berbeda dengan kardus baru, perbedaan utamanya adalah ketebalan yang terjadi karena penambahan lapisan gelombang.
2.
Proses cetak dilakukan dengan sistem cetak sablon (silk-screen printing). Teknik pencetakan sablon cukup sulit untuk diterapkan karena permukaan material ini tidak begitu rata, disebabkan alur gelombang atau flute sehingga bagian yang cekung tidak dapat tercapai oleh screen sablon dan tinta tidak dapat tercetak secara merata.
3.
Kertas sebagai bahan dasarnya tidak tahan terhadap air dan kelembaban, baik yang disebabkan oleh zat cair atau kelembaban udara. Sehingga harus dilakukan penjemuran atau pemanasan dengan plat lain (misalnya lampu sorot, oven, dan lain-lain) untuk mengembalikan kekuatan struktur material.
4.
Dalam keadaan kadar air tinggi, sangat mudah terjadi perubahan permukaan atau kekuatan struktur gelombang bahkan terbukanya rekatan antar lapisan.
Universitas Sumatera Utara
5.
Ketebalan material yang tersusun dari lapisan-lapisan kardus berdampak langsung terhadap kekuatan struktur material. Semakin banyak lapisan atau semakin tebal material maka semakin kuat pula struktur material tersebut.
6.
Penyusunan lapisan dengan sistem modul pada saat perekatan mempermudah proses pembuatan material untuk suatu produk. Hal ini dapat menekan banyaknya material yang terbuang pada saat proses produksi.
7.
Berasal dari bahan baku yang dapat didaur ulang dan bersifat bio-degradable (dapat diurai oleh tanah).
8.
Proses produksi tidak membutuhkan peralatan khusus yang mahal dan tidak membutuhkan keahlian khusus sehingga kardus olahan dapat diproduksi dalam skala pribadi, rumah tangga, industri kecil hingga industri besar untuk menanggulangi kardus bekas yang umumnya hanya menjadi limbah.
9.
Pengolahan dapat dilakukan dengan mudah untuk menghasilkan produk dengan sistem bongkar pasang. (Willy dan Yahya, 2001).
Potensi dan produksi limbah kardus Rahmat (2010) mengatakan bahwa setiap harinya di salah satu tempat penampungan besar kardus bekas di kota Makasar terdapat sekitar 1,9-2 ton per harinya yang dapat menghidupi ribuan orang banyak di daerah tersebut. Karduskardus bekas dalam jumlah yang besar ini biasanya diperoleh dari tempat-tempat penampungan kecil yang disetorkan setiap hari dengan kapasitas 50-100 kg. Di kota Makasar terdapat tempat penampungan kecil kardus-kardus bekas yang cukup banyak. Kardus-kardus bekas di setiap tempat penampungan kecil ini diperoleh dari para pemulung yang biasanya menjadikan kardus bekas sebagai
Universitas Sumatera Utara
sumber mata pencaharian mereka. Sehingga setiap harinya dapat diperkirakan bahwa kardus bekas dapat menghidupi sekitar 1000 orang pemulung setiap harinya. Potensi limbah kardus ini tergolong sangat besar untuk dimanfaatkan. Survei ini masih di kota Makasar saja, bukan satu provinsi atau bahkan seluruh provinsi di Indonesia. Jadi dapat diperkirakan setiap harinya terdapat ribuan ton limbah kardus di Indonesia yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi produkproduk tertentu seperti kardus daur ulang yang dilakukan di kota Makasar. Sedangkan per tahunnya diperkirakan berkisar jutaan ton limbah kardus di Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi produk-produk yang lebih bernilai ekonomis. Kajian tentang potensi dan produksi limbah kardus memiliki arti penting. Hal ini mengingat tingkat kebutuhan/keperluan kertas dan kardus setiap tahunnya mengalami peningkatan sangat besar seiring dengan kemajuan teknologi dan jumlah penduduk. Pada tahun 1995 keperluan kertas dan karton mencapai 280 juta ton dan pada tahun 2010 diprediksi akan mencapai 418 juta ton. Pemanfaatan kertas dan karton bekas pada tahun 1995 mencapai 42% dari bahan baku asli dan pada tahun 2010 diprediksi mencapai 50%. Sebagian besar material berserat yang berasal dari limbah dan dimanfaatkan kembali berasal dari kertas bekas, karton dan kardus (Gambar 1). Kardus dan kertas bekas dapat didaur ulang menjadi kertas artistik dengan harga yang mahal, apalagi teknologi yang dipakai dalam proses produksinya relatif sangat sederhana dan tidak banyak memakan biaya, baik dalam hal investasi alat maupun proses produksinya. Usaha ini telah dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Suhuf Kertaseni Bandung (Muladi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Sumber: : http://www.kompasiana.sharing.connecting
Gambar 1. Limbah kardus
Semen Deskripsi semen Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan batu kapur/gamping sebagai bahan utamanya dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya sebagai bahan campuran, dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2), alumunium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3 ) dan magnesium oksida (MgO). Dalam proses produksi semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh. Sebagian bahan digunakan untuk membentuk clinkernya (bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen) kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gipsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg (Ditjen Bea Cukai, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis semen Jenis-jenis semen menurut Badan Pusat Statistik (2000) adalah: 1. Semen abu (portland cement) adalah bubuk berwarna abu kebiru-biruan (Gambar 2), dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan persentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu tipe I sampai V.
Sumber: http://www.cement.org/decorative...view.asp
Gambar 2. Semen portland 2. Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama batu kapur kalsit (calcite limestone) murni. 3. Semen sumur minyak (oil well cement) adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai. 4. Campuran semen abu dan pozzolan buatan (mixed and fly ash cement). Pozzolan buatan merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung silika yang amorf, alumunium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton agar menjadi lebih keras. Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatu jika dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus : (%SiO2 + %Al2O3 + %Fe2O3) : (%CaO + %MgO) Angka hidrolitas ini berkisar antara <1 atau <1,5 (lemah) hingga >2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1-1,9 dan 1-2,15 (Ditjen Bea Cukai, 2000).
Proses pembuatan semen Proses pembuatan semen dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Proses basah yaitu dengan mencampur semua bahan baku yang ada dengan air, dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena keterbatasan energi bahan bakar minyak. 2. Proses kering
yaitu dengan menggunakan teknik penggilingan dan
pencampuran, kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu: a. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di mesin pengering (rotary dryer) dan mesin penggiling bahan (roller mea)l. b. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang homogen.
Universitas Sumatera Utara
c. Proses pembakaran bahan mentah (raw meal) untuk menghasilkan terak. d. Proses pendinginan terak. e. Proses penggilingan akhir antara clinker dan gipsum yang digiling dengan cement mill. Berdasarkan proses pembuatan semen di atas maka akan terjadi proses penguapan akibat pembakaran dengan suhu mencapai 900
o
C sehingga
menghasilkan residu (sisa) yang tak larut seperti sulfur trioksida, silika, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas (Ditjen Bea Cukai, 2000).
Komposisi penyusun semen Semen terdiri dari mineral penyusun C3S, C2S, C3A, C4 AF, MgO dan CaO bebas. Dengan C=CaO, S=SiO2, A=Al2 O3, F=Fe2O3. Apabila semen dicampur dengan air, maka terbentuk massa kolodial tipis dan plastis. Plastisitas semen semakin lama semakin hilang menjadi massa yang kaku dan keras (Withey dan Washa ,1954 dalam Fatimah, 1989). Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut: bila C3S terkena air, terbentuk massa kolodial dari kalsium hidrosilikat dan massa kristal dari Ca(OH)2. Kolodial ini akan mengembang dengan adanya air, selanjutnya menyusut membentuk gel. Gel ini menyelubungi partikel-partikel semen dan secara bertahap terdehidrasi menjadi padat dan mengeras. Hal ini berlangsung selama 24 jam dan sesudah 7 hari menjadi sangat keras. C2S terhidrolisa menjadi gel dengan kecepatan reaksi lebih kecil dari C3S. Pengaruh kekerasan dari C2S lebih kecil dibanding C3S. Tetapi dalam waktu +1 tahun pengaruh C2S terhadap C3S hampir sama kekuatannya. Sifat kekerasan
Universitas Sumatera Utara
semen bila diberi air biasanya dipakai untuk membuat atap ijuk-semen-pasir (Dian Desa, 1981).
Semen Portland Pengertian semen portland Semen portland menurut SII 0013-1981 adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan clinker (bahan setengah jadi yang dibutuhkan
untuk
pembuatan
semen)
yang
terdiri
dari
silikat-silikat
kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan seperti gipsum. Semen portland dihasilkan dengan cara menghaluskan portland clinker yang banyak mengandung silikat kalsium dengan cara pemberian panas kepada material-material
dasar
sehingga
terbentuk
clinker
yang
mengandung
sebagian besar silika dan kalsium dengan sedikit alumina dan oksida besi (Petra Christian University Library, 2003).
Komposisi kimia semen portland Komposisi utama semen portland adalah oksida kapur (CaO), oksida silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3) dan oksida besi (FeO), yang akan membentuk senyawa-senyawa berikut: 1. Tri kalsium silikat (C3S) bersifat hampir sama dengan sifat semen yaitu apabila ditambahkan air akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasta akan mengeras. C3S memberikan kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi +58 cal/gram setelah 3 hari. 2. Di kalsium silikat (C2S) bereaksi dengan penambahan air dan menyebabkan pasta mengeras serta menimbulkan panas hidrasi 12 cal/gram setelah 3 hari.
Universitas Sumatera Utara
Pasta yang mengeras perkembangan kekuatannya akan stabil, selanjutnya beberapa minggu kemudian kekuatan tekan akhir hampir sama dengan C3S. 3. Tri kalsium aluminat (C3A) bereaksi dengan air menimbulkan panas hidrasi yang tinggi yaitu 212 cal/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi pada 1-2 hari tetapi sangat rendah. 4. Tetra kalsium aluminat ferrit (C4AF) bereaksi cepat dengan air dan pasta terbentuk dalam beberapa menit hingga menimbulkan panas hidrasi 69 cal/gram. Warna abu-abu pada semen pada umumnya disebabkan oleh C4 AF. (Petra Christian University Library, 2003).
Jenis-jenis semen portland Ada lima jenis semen portland yang diproduksi di seluruh dunia yaitu: 1. Semen portland jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Semen portland jenis ini biasa disebut semen portland biasa (ordinary portland cement). 2. Semen portland jenis II Semen portland yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang dalam penggunaannya. Semen ini dipergunakan untuk pembetonan di tepi pantai, laut dan tempat dengan kadar garam tanah sedang. 3. Semen portland jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada fase permulaan yaitu setelah terjadi pengikatan. Semen ini dipergunakan untuk pembetonan yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi, antara lain untuk jembatan, pondasi dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Semen portland jenis IV Semen jenis IV dipakai untuk bangunan di tepi laut, untuk pembetonan yang besar dan luas seperti dam dan irigasi. 5. Semen portland jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini dipergunakan untuk pembetonan di tepi pantai dan lokasi dengan kandungan garam sulfat tinggi. (Petra Christian University Library, 2003).
Alumunium Sulfat Alumunium terdapat di bumi dalam bentuk mineral, batuan dan dalam tanah. Secara alamiah alumunium terdapat di dalam air dalam bentuk garam terlarut, koloidal, ataupun garam yang tidak terlarut. Selain itu, ion alumunium juga dapat berasal dari buangan dan limbah dari pengolahan air yang menggunakan garam alumunium sebagai koagulan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa air dari bangunan pengolahan air minum yang menggunakan sistem koagulasi dan saringan pasir mengandung kadar alumunium tidak lebih dari 50 μg/L (APHA, AWWA, WPCF, 1989). Kelarutan alumunium sangat bergantung pada pH lingkungan. Pada kondisi pH yang netral, konsentrasi ion alumunium ditemukan cukup rendah dalam air sungai, danau, dan air laut. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi atau lebih rendah, kelarutan alumunium meningkat cukup besar, hal ini sangat dipengaruhi oleh kehadiran senyawa-senyawa pengkompleks. Pada interval pH 45, kelarutan alumunium dapat berubah dengan sangat cepat sehingga sejumlah besar alumunium dapat terlarut pada kisaran tersebut (Stoeppler, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Alumunium sulfat adalah bahan kimia dengan komponen utama Al2(SO4)3 dan H2O, berbentuk padatan atau cairan yang larut dalam air. Alumunium sulfat sering digunakan untuk industri atau kebutuhan lainnya terutama dalam proses pengolahan air dan limbah. Sifat utama dari alumunium sulfat adalah mudah larut dalam air, tidak beracun dan tidak berbau. Bentuk fisik alumunium sulfat dapat dilihat pada Gambar 3 (Styowati dan Ulfin, 2007).
Sumber: http://bornchem1888.en.made-in-c...ate.html
Gambar 3. Alumunium sulfat γ-alumina banyak dipakai sebagai katalis maupun pendukung katalis dalam reaksi dehidrasi dan dehidrogenasi alkohol. Keaktifan dan kereaktifan katalis heterogen ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan katalis padatan, volum dan besarnya pori serta distribusi sisi aktif. Alumina dan terutama γ-alumina banyak digunakan sebagai katalis dan pendukung katalis, karena selain memiliki luas permukaan yang besar (150-300 m2/g) juga memiliki sisi aktif yang bersifat asam dan basa (Wibowo et al., 2007). Bahan-bahan kimia seperti kalsium klorida, sodium silikat dan alumunium sulfat dapat digunakan untuk mempercepat pengeringan semen. Bahan kimia aditif ini meminimalkan pengaruh dari senyawa organik yang terdapat pada batang padi pada saat hidrasi semen. Bahan aditif yang paling efektif adalah
Universitas Sumatera Utara
kalsium klorida, karena dapat mengurangi waktu hidrasi dari papan semen kayu (wood-cement boards) menjadi 3 jam dibandingkan hidrasi untuk pembuatan papan tanpa bahan aditif yang memerlukan waktu sekitar 9 jam. Namun kalsium klorida memiliki harga jual yang lebih mahal dibanding sodium silikat dan alumunium sulfat. Alumunium sulfat sering digunakan sebagai bahan aditif untuk pengeringan semen karena harganya lebih terjangkau dibanding kalsium klorida (Eusebio and Cabangon, 1997).
Papan Semen Pengertian papan semen Papan semen merupakan papan tiruan yang menggunakan semen sebagai perekat (matriks) sedangkan bahan bakunya dapat berupa partikel kayu atau partikel bahan berlignoselulosa lainnya (Gambar 4). Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan semen antara lain dapat berupa selumbar (flake), serutan (shaving), untai (strand), suban (splinter) atau wol kayu (excelsior). Papan semen mempunyai sifat yang lebih baik dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap jamur, tahan air dan tahan api (Maloney, 1977).
Sumber: http://tilebackerboard.com/
Gambar 4. Papan semen
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik papan semen Papan semen lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding bahan baku kayunya. Dengan demikian papan semen merupakan salah satu bahan bangunan yang tahan lama dalam penggunaannya sehingga biaya pemeliharaan rumah yang terbuat dari papan semen akan lebih murah. Disamping itu, industri papan semen dapat memanfaatkan kayu dengan ukuran yang kecil seperti limbah industri kayu, limbah eksploitasi, kayu hasil penjarangan dan kayu diameter kecil dari hutan tanaman sehingga pemanfaatan kayu dapat ditingkatkan. Industri papan semen sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi perkembangannya lambat (Sukartana et al., 2000). Papan semen di samping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan dibanding papan tiruan lainnya, yaitu berat dan penggunaannya lebih terbatas. Menurut Moslemi dan Pfister (1987) dalam Sulastiningsih dan Sutigno (2008) diperlukan waktu yang lama bagi papan semen untuk benar-benar mengeras sebelum mencapai kekuatan yang cukup. Kelemahan lainnya adalah tidak semua jenis kayu atau bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen karena adanya zat ekstraktif seperti gula, tanin dan minyak yang dapat menghambat pengerasan semen. Dewasa ini terjadi perkembangan pabrik komposit wol semen di seluruh dunia, khususnya di wilayah Asia Pasifik. Keberhasilan substitusi serat asbes dengan serat kayu yang dilapisi semen merupakan hasil penelitian awal di Australia, yang memimpin perkembangan industri serat kayu semen secara cepat di Australia dan Amerika Utara. Seiring dengan perkembangan industri tersebut, telah terjadi diversifikasi produk yang dihasilkan industri. Saat ini komposit serat
Universitas Sumatera Utara
wol semen digunakan untuk penerapan bahan perumahan seperti buffet, sirap, lantai, pipa dan kolom. Perkembangan teknologi pabrik komposit wol semen turut mendukung pengembangan industri pada negara-negara berkembang, kecuali pada perusahaan multinasional yang memilih mengembangkan kegiatan tersebut di beberapa negara maju karena akses pemasaran atau keuntungan harga produksi lebih tinggi (Evans, 2002). Berdasarkan kesesuaian jenis kayu sebagai bahan papan semen dikenal tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek. Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidratasi, yaitu mengukur suhu maksimum yang terjadi pada saat reaksi antara semen, kayu dan air. Bila suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk baik, 36°C–41°C termasuk sedang dan kurang dari 36°C termasuk jelek. Berdasarkan pengalaman dalam pembuatan papan semen wol kayu ternyata tidak selalu penggolongan tersebut sesuai dengan sifat papan semen wol kayu yang dihasilkannya. Sifat papan semen wol kayu yang diuji menurut standar Jerman adalah kerapatan, keteguhan lentur dan pengurangan tebal akibat tekanan 3 kg/cm2 (Sulastiningsih dan Sutigno, 2008). Komposit serat kayu papan partikel semen dan papan wol semen dapat dibuat dalam pabrik yang kecil dengan pengeluaran yang rendah. Ketahanannya terhadap kelembaban dan biodeteriorasi khususnya serangan rayap menjadikan komposit serat kayu papan partikel semen dan papan wol semen sesuai untuk bangunan di daerah tropis dan sub-tropis. Sehingga pabrik papan wol semen saat ini mulai dikembangkan di banyak negara berkembang. Contohnya, sekarang ini di Filipina ada industri papan wol semen yang menggunakan jenis-jenis asli cepat tumbuh (atau limbah pertanian). Industri ini menghasilkan variasi produk panel
Universitas Sumatera Utara
yang disesuaikan dengan pasar lokal. Produk-produk ini pun harus bersaing dengan produk panel yang berasal dari serat kayu. Ketika perkembangan industri papan wol semen di negara berkembang lainnya tidak sesuai dengan Filipina, permintaan produk komposit kayu semen pun tetap tinggi. Oleh sebab itu, program penelitian untuk pengembangan produk komposit serat kayu papan partikel dan papan wol semen tetap berjalan untuk mendukung industri negaranegara berkembang di wilayah Asia Pasifik (Evans, 2002).
Pulp cement board Pulp cement board (PCB) adalah papan buatan yang terbuat dari campuran kertas bekas pakai, semen portland, bubuk batu kapur dan sejumlah kecil asbes putih dengan atau tanpa aditif, dengan proporsi sebagai berikut: 1.
15% kertas bekas pakai
2.
50% berat semen portland
3.
30% berat bubuk batu kapur
4.
5% berat asbes putih PCB dibuat melalui proses basah dengan jalan menghancurkan kertas
bekas pakai hingga menjadi bubur kertas, yang kemudian dicampurkan dengan semen portland, asbes dan bubuk batu kapur. Luluhan dengan kekentalan tertentu ini kemudian dibentuk menjadi lembaran-lembaran berupa papan buatan. Setelah melalui proses pengkondisian dan pengeringan, papan buatan lalu dipotongpotong menjadi lembaran-lembaran menurut ukuran yang dikehendaki. Adapun sifat-sifat PCB sebagai bahan bangunan adalah sebagai berikut : 1. Tidak mudah terbakar api (termasuk kelas semi-combustible) 2. Ringan, dapat dipotong dan dipaku tanpa cacat
Universitas Sumatera Utara
3. Cukup kuat (memenuhi syarat JIS maupun PUBI-82) 4. Dapat dilabur atau dicat 5. Dapat dilapisi dengan lembaran-lembaran vinir atau kertas tembok 6. Dengan perlakuan khusus, dapat dipakai untuk tujuan akustik (Ritonga, 1987).
Kualitas papan semen menurut JIS A 5414-1993 Penentuan kelayakan papan semen sebagai bahan konstruksi bangunan meliputi beberapa kriteria pengujian. Kualitas papan semen yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil pengujian sifat fisis, mekanis dan ketahanannya terhadap serangan rayap (biodeteriorasi). Standar uji sifat fisis dan mekanis papan semen berdasarkan JIS A 5414-1993 disajikan pada Tabel 1, sedangkan kriteria uji ketahanan papan semen terhadap serangan rayap disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Standar uji papan semen menurut JIS A 5414-1993 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Macam pengujian Kerapatan (densitas) Kuat lentur (MOE) Kuat patah (MOR) Penyerapan air Penyusutan Pengembangan Kadar air Uji bakar: - Kelas - Densitas asap - Nilai kalori
Satuan g/cm3 kg/cm2 kg/cm2 % % % %
Standard JIS A 5414-1993 minimal 1,0 minimal 94 minimal 57 maksimal 50 maksimal 0,025 maksimal 0,25 maksimal 8
kkal/kg
semi combustible -
Tabel 2. Kriteria ketahanan papan semen terhadap serangan rayap No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kehilangan berat (%) 0 1-3 4-8 9-15 >15
Kelas ketahanan* Sangat tahan Tahan Cukup tahan Rentan Sangat rentan
*
Keterangan: =Klasifikasi tingkat ketahanan Sornnuwat et al. (1995) dalam Nuriyatin et al. (2003)
Universitas Sumatera Utara