TINJAUAN PUSTAKA
Edible Film Edible film merupakan nama ilmiah bagi kemasan yang bisa dimakan. Saat ini gencar dikembangkan bersamaan dengan kemasan yang gampang tururai atau yang diberi nama biodegradable film. Edible film sudah sudah pasti tergolong biodegradable film, namun tidak sebaliknya. Batasan makna kemasan bisa dimakan bergantung pada proses peracikan, proses pengemasan dan segala modifikasi perlakuan yang terkait. Jika bahan baku dan bahan racikannya adalah bahan yang bisa dimakan dan hanya perubahan struktur bahan baku yang terjadi selama proses pemasakan, perubahan pH atau modifikasi enzimatis, maka kemasan tersebut digolongkan kemasan bisa dimakan (Bardant dan Dewi, 2007). Pelapis edibel adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembapan, oksigen, lipid dan zat terlarut), sebagai carrier bahan makanan (aditif) dan untuk meningkatkan penanganan makanan (Krocha, 1994). Beberapa makanan kadang-kadang dibungkus atau dilapisi dengan suatu lapisan film yang dapat dimakan yang disebut edible film, misalnya permen dan sosis. Lapisan film ini dapat melindungi makanan terhadap penguapan atau reaksi dengan makanan lainnya. Beberapa bahan pelapis tersebut, misalnya gelatin dan gum arab dapat dilapiskan pada makanan (Winarno, et al, 1980). Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan stabil. Penelitian edible film
5
Universitas Sumatera Utara
secara spesifik dilakukan untuk mencari pengganti plastik pembungkus bumbu kering, yang akan menjadi sampah. Dengan plastik biodegradable, bungkus ini dapat langsung dimasak dan tidak menjadi sampah (Pikiran Rakyat, 2009). Kondisi penyimpanan buah-buahan segar telah dikenal dengan teknologi baru, misalnya penyimpanan buah apel di dalam kemasan film edibel yang fleksibel. Dengan teknik ini buah-buahan dapat disimpan dalam kondisi yang lebih baik untuk jangka waktu yang lebih lama. Kemasan film yang digunakan mempunyai kecepatan transimisi uap air yang rendah, pertukaran oksigen yang baik dan pertukaran karbondioksida yang rendah terhadap udara di dalam ruang penyimpanan. Kecepatan respirasi yang terjadi di dalam kemasan film menjadi berkurang yang menyebabkan kehilangan air menjadi sedikit (Desrosier, 1988). Film-film tertentu pada suhu rendah akan memiliki sifat permeabilitas yang baik untuk hasil-hasil pertanian. Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa pada musim lain dengan buah yang berbeda, edible film mungkin tidak dapat mempertahankan atmosfer yang menguntungkan. Penggunaan kemasan film yang ditutup rapat pada suhu rendah akan memperlihatkan adanya variasi kegiatan metabolik hasil pertanian yang berbeda-beda (Pantastico, 1997). Komponen pelapis edibel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu hidrokoloid, lipid dan komponen campurannya. Hidrokoloid yang cocok diantaranya adalah protein, derivat sellulosa, alginat, pektin, pati dan polisakaridanya. Lipid yang cocok adalah lilin, asilgliserol dan asam lemak. Pelapis campuran dapat berbentuk bilayer, dimana lapisan yang satu hidrokoloid bercampur dalam lapisan hidrofobik (Paramawati, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pelapisan atau coating tidak hanya melapisi metal dari korosi, tetapi juga mencegah kontak antara makanan dengan logam yang dapat menghasilkan warna atau cita rasa yang tidak diinginkan. Sebagai contoh misalnya warna hitam yang dihasilkan dari reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada makanan yang berasam rendah atau pemucatan pigmen merah pada sayuran atau buah-buahan misalnya bit atau anggur karena reaksi dengan baja, timah dan aluminium. Bahan yang digunakan sebagai pelapis adalah oleoresin, zat penolik, polibutadiena, epon, vinil dan malam (honey wax). Yang paling banyak digunakan adalah oleoresin dan
hampir
semua
pelapis
dibuat
dari
pelapis
buatan
(sintetik)
(Winarno, et al, 1980). Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokolid diantaranya memiliki kemampuan
yang
baik
untuk
melindungi
produk
terhadap
oksigen,
karbondiokasida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan dapat meningkatkan kesatuan struktural produk (Syamsir, 2008). Pelapis yang dibuat dari hidrokoloid mempunyai beberapa kekurangannya yaitu bungkus dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air dan bungkus protein biasanya sangat dipengaruhi oleh perubahan pH. Pelapis edibel dari lipid mempunyai kelebihan yaitu baik digunakan untuk melindungi produk konfeksioneri. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya dalam bentuk murni sebagai pelapis terbatas, karena cukup banyak kekurangan integritas dan ketahanannya (Paramawati, 2001). Berbagai film yang mempunyai sifat larut air sangat cocok untuk jenis makanan yang praktis atau dikenal dengan convenience foods. Sebagai contoh adalah polivinil alkohol dan beberapa derivat selulosa, polisakarida lain (amilosa)
Universitas Sumatera Utara
serta kolagen. Amilosa film yan dibuat dari pati jagung yang banyak dimakan banyak digunakan sebgai pembungkus permen. Kemasan yang dapat dimakan ini dikenal dengan nama ediplex (Syarief dan Irawati, 1988). Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan dan penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak maupun campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible film adalah protein (gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung dan glutein gandum) serta karbohidrat (pati, alginat, pektin,, gum arab dan modifikasi lainnya), sedangkan lipid yang digunakan adalah lilin, gliserol dan asam lemak (Syamsir, 2008). Aplikasi dari pelapis edibel dapat dilakukan dengan pencelupan dan penyemprotan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran. Penelitian tentang penggunaan pelapis edibel ini sudah dilakukan pada buah apel dan buah pir. Hasil penelitian tersebut adalah diperoleh bahwa pelapis dari bahan carboxymethyl cellulose ini dapat memperlambat perubahan warna dan menahan asam pada buah (Krocha, et al, 1992). Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas : 1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan. Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil laut. 2. Sebagai barrier. Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan barrier yang baik untuk absorbsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di Jepang bahan ini digunakan untuk menggoreng tempura. Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung) dengan nama dagang Z`coat TM (Cozean) dari Zumbro Inc., Hayfielf, MN terdiri dari zein, minyak sayuran, BHA, BHT dan eti lakohol, digunakan untuk produk-produk konfiksionari seperti permen dan cokelat. Fry Shield yang dipatenkan oleh Kerry Ingradient, Beloit, WI dan Hercules, Wilmington, DE, terdiri dari pektin, remah-remahan roti dan kalsium, digunakan untuk mengurangi lemak pada saat penggorengan, seperti pada penggorengan french fries. Film Zein dapat bersifat sebagai barrier untuk uap air dan gas pada kacang-kacangan atau buah-buahan, diaplikasikan pada kismis untuk sereal dan sarapan siap santap (ready to eat-breakfast cereal). 3. Sebagai pengikat (Binding). Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu yaitu sebagai pengikat atau adesif dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan ini bergunak untuk mengurangi lemak pada bahan yang dengan penambahan bumbu. 4. Sebagai Pelapis (Glaze). Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan palapisan dengan telur.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari palapisan ini adalah dapat menghindari masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur (Julianti dan Nurminah, 2007).
Zat Pemlastis Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikrobia, antioksidan, flavour dan pewarna. Komponen yang meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film, menghindari film dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol, lilin lebah, polivinil alkohol dan sorbitol (Julianti dan Nurminah, 2007). Plasticizer didefinisikan sebagai bahan non volatil, bertitik didih tinggi jika ditambahkan pada material lain sehingga dapat merubah sifat material tersebut. Penambahan plasticizer dapat menurunkan kekuatan intermolekuler dan meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler, plasticizer ditambahkan pada pembuatan edible film untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah (Teknopangan dan Agroindustri, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer, sekaligus meningkatkan flesibilitas dan sekstensibilitas polimer. Plasticizer larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas (Tg), suhu kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer. Pada daerah diatas Tg, bahan polimer menunjukkan sifat fisik dalam keadaan lunak (soft) seperti karet, sebaliknya dibawah Tg polimer dalam keadaan sangat stabil seperti gelas (Paramawati, 2001). Rumus umum dari monosakarida sebagai C n H 2n O n atau (CH 2 O) n jika dimulai dari n=3 maka terbentuklah deret, deret dengan gugus fungsi aldehid disebut golongan aldosa dan deret dengan gugus fungsi keton disebut golongan ketosa. Dari semua aldosa yang ada, yang perlu untuk diketahui adalah gliseraldehid, eritrosa, treosa, ribosa, arabinosa, xilosa, liksosa, glukosa, manosa, galaktosa, ribulosa, xilulosa dan fruktosa (Sulaiman, 1995). Menurut Sulaiman, (1995), aldosa juga dapat direduksi, misalnya dengan memakai H 2 atau NaBH 4 (Natrium borohidrida) atau dengan memakai enzim. Dalam reaksi ini akan dihasilkan alkohol polihidroksida yang disebut dengan alkohol gula (Sugar alkohol), misalnya D-sorbitol atau D-glusitol dari glukosa, manitol dari manosa dan sebagainya. Berikut reaksi pembentukan D-sorbitol ; H2COH H 22COH HCOH HCOH HOCH H 2 NaBH 4 HOCH HCOH HCOH HCOH enzim HCOH H 2COH H 22COH D-sorbitol D sorbitol Gambar 1. Reaksi pembentukan D-sorbitol HC=C HCOH HOCH HCOH HCOH H2COH D-glukosa
Universitas Sumatera Utara
Tapioka Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama yang dimakan manusia di seluruh dunia. Komposisi amilopektin dan amilosa berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% dan 35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa
dan
amilopektin
tersusun
dalam
bentuk
semi
kristal,
yang
menyebabkannya tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase di pankreas (Almatsier, 2004). Pati adalah cadangan makanan utama pada tanaman. Senyawa ini sebenarnya campuran dua polisakarida, yaitu amilosa yang terdiri dari 70 hingga 350 unit glukosa yang berikatan membentuk garis lurus dan amilopektin yang terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan membentuk struktur rantai bercabang. Kira-kira 20% dari pati adalah amilosa. Pati berwarna putih, berbentuk serbuk bukan kristal yang tidak larut dalam air dingin. Tidak seperti monosakarida dan disakarida, pati dan polisakarida lain tidak mempunyai rasa manis. Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim (Gaman dan Sherrington, 1992). Pati merupakan bentuk karbohidrat yang ditimbun di dalam tanaman dan sebagai sumber energi pada makanan. Pati terdiri dari rantai molekul-molekul glukosa yang panjang dengan 2 jenis, yaitu amilosa dari rantai molekul glukosa yang panjang dan lurus serta amilopektin yang terdiri dari rantai molekul glukosa yang lebih pendek dan bercabang. Apabila pati dipanasi dengan panas basah atau direbus, butir-butir pati tersebut akan menyerap air dan mengembang dan diniding sel-sel akan pecah (hancur) sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim-enzim
Universitas Sumatera Utara
pencerna. Amilopektin mempunyai sifat koloidal sehingga jika dipanaskan, campuran air dengan pati akan menjadi kental (thickening). (Purba, et al, 1984). Pati dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat pasta yang dimasak. Pati serealia (jagung, gandum, beras dan sorghum) membentuk pasta kental yang mengandung bagian-bagian pendek dan pada pendinginan membentuk gel yang buram. Pati akar dan umbi (kentang, ketela dan tapioka) membentuk pasta sangat kental dan mengandung bagian-bagian panjang. Pasta ini biasanya jernih dan pada pendinginan hanya membentuk gel lunak. (deMan, 1997). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut dinamakan amilopektin. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5 dari berat total (Winarno, 1997). Apabila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55 0C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin
Universitas Sumatera Utara
lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadangkadang turun (Winarno, 1997). Pada fraksinasi diketahui kandungan amilosa pati hanya sedikit, perbadingan amilosa : amilopektin sekitar 1 : 3. beberapa varietas genetik dari jagung, barley dan beras tidak mempunyai amilosa tetapi hanya amilopektin. Namun lebih banyak jenis kacang polong, jagung dan barley yang mempunyai karakteristik genotip dengan kandungan amilosa yang tinggi (60-80%) (Whistler, et al, 1984). Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin tetapi di dalam air panas dapat membentuk gel atau sol yang bersifat kental. Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur makanan dan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Penguraian tidak sempurna dari pati dapat menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida (Winarno, et al, 1980). Meskipun suatu gel adalah sistem dispersi koloid zat cair dalam zat padat namun tidak berarti zat cair sebagai fase dispersinya harus lebih sedikit daripada zat padat sebagai medium dispersi. Pada kenyataannya malah dijumpai bahwa persentase zat padat pada hampir semua gel adalah jauh lebih kecil dari pada persentase zat cairnya. Semua gel mempunyai konsistensi padat atau hampir padat dengan harga plastisitas yang tinggi. Dan gel pati merupakan golongan gel elastis, reversibel yang dapat kembali membentuk sol (Sulaiman, 1995). Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, gandum atau terigu, komposisi zat gizi tapioka cukup
Universitas Sumatera Utara
baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan seperti dalam pembuatan puding, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging dan industri farmasi (Teknopangan dan Agroindustri, 2008). Tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki. Selain itu pemakaian tapioka disukai karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik (Somaatmadja, 1984).
Bahan yang Ditambahkan Bahan baku yang ditambahkan dalam pembuatan edible film antara lain antimikroba, antioksidan, flavour, pewarna dan plasticizer. Bahan antimikroba yang umumnya sering digunakan adalah asam benzoat, asam askorbat, kalium sorbat dan asam propionat. Antioksidan diperlukan untuk melindungi dari reaksi oksidasi, degradasi dan pemudaran. Antioksidan yang sering digunakan berupa senyawa asam dan senyawa fenolik. Senyawa asam yang digunakan antara lain asam sitrat dan asam sorbat. Sedangkan senyawa fenolik yang dipakai adalah BHA, BHT, propil galat, dan tokoferol. Plasticizer yang dipakai adalah sorbitol (Mumtaaz, 2006). Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari biji-bijian dan makanan-makanan lain yang banyak mengandung lemak dan mudah tengik. Contoh-contoh antioksidan misalnya butylated hidroxyanisol
Universitas Sumatera Utara
(BHA), butylated hidroxy-toluena (BHT), propil galat dan nondihydrogualaretic (NDGA). Sulfur dioksida selain berfungsi sebagai pengawet juga digunakan sebagai antioksidan (Winarno, et al, 1980). Asam askorbat adalah antioksidan yang sekarang telah dapat dihasilkan secara sintetik. Asam askorbat atau vitamin C ini bisa ditambahkan kedalam daging sebagai antioksidan, tetapi tidak akan menambah nilai vitaminnya karena asam askorbat akan rusak oleh pemanasan (Winarno, et al, 1980). Vitamin C memegang peranan penting dalam metabolisme lemak, protein, asam amino, besi dan tembaga serta dalam fungsi sel darah merah. Dalam bentuk kimia aslinya, jika kering vitamin C adalah betul-betul stabil, akan tetapi jika dalam bentuk larutan seperti halnya dengan vitamin C dalam bahan pangan, bahan tersebut adalah yang paling tidak stabil. Vitamin C mudah rusak jika dibiarkan terkena udara, panas, tembaga atau alkali (Suhardjo, et al, 1982). Asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal putih dan sangat larut dalam air. Dalam semua vitamin, asam askorbat adalah yang paling mudah rusak. Asam askorbat sangat larut dalam air dan oleh karena itu terlarutkan ke dalam air masakan. Asam askorbat juga mudah teroksidasi. Oksidasinya sangat cepat apabila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar serta logamlogam berkadar sangat rendah seperti seng, besi dan terutama tembaga (Gaman dan Sherrington, 1992). Bahan-bahan yang termasuk kedalam bahan pengental diantaranya adalah gum, pati, dekstrin, turunan-turunan dari protein dan bahan-bahan lainnya yang dapat menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampur dengan air untuk membentuk kekentalan tertentu atau gel. Beberapa makanan
Universitas Sumatera Utara
misalnya saus selada, susu cokelat, jeli, puding dan lain-lainnya adalah makanan yang mengandung bahan pengental misalnya gum arab, CMC (carboxymethyl cellulose), karagenan, pektin, amilosa dan gelatin (Winarno, et al, 1980) Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan eter polimer linier dan berupa senyawa anion yang bersifat biodegredable, tidak berbau, tidak berwarna, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air, memiliki rentang pH sebesar 6,5-8,0 dan stabil pada rentang pH 2-10. Karboksimetil selulosa berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperoleh dari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat dengan katalis berupa senyawa alkali. Karboksimetil selulosa juga merupakan senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti kalarutan, reologi dan adsorpsi dipermukaan (Deviwings, 2008). Turunan selulosa yang dikenal dengan carboxylmetyl cellulose (CMC) sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya pada pembuatan es krim. Pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. CMC memiliki gugus karboksil, maka viskositasnya dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimum adalah 5 dan apabila pH terlalu rendah (<3) maka CMC akan mengendap (Winarno, 1997). Etanol adalah turunan dari etana dan tersusun dari induk hidrokarbon yang mengandung dua atom karbon (C 2 H 5- ) dan satu gugus hidroksil (-OH). Rumus dari etanol adalah C 2 H 5 OH. Etanol yang juga disebut etil alkohol adalah alkohol yang terdapat dalam bir, anggur dan spiritus. Senyawa dihasilkan dengan proses fermentasi dimana enzim yang dihasilkan oleh khamir merubah gula menjadi
Universitas Sumatera Utara
etanol dan karbondioksida. Metanol dan etanol adalah alkohol monohidrat yaitu tiap molekul memiliki sebuah gugus hidroksil (Gaman dan Sherrington, 1992). Tingkat polaritas aseton lebih tinggi dari etanol. Perbedaan tingkat polaritas ini menyebabkan film zein dengan pelarut aseton lebih cepat terbentuk daripada denga pelarut etanol. Namun hasil film dengan pelarut aseton menunjukkan kemampuannya sebagai sekat lintas terhadap uap air lebih jelek dibandingkan film zein dengan pelarut etanol (Paramawati, 2001).
Melon Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk famili Cucurbitaceae. Tanaman melon berasal dari Turki dan India. Melon termasuk tanaman semusim yang bersifat merambat. Melon memiliki akar tunggang dan akar cabang yang menyebar pada kedalaman lapisan tanah antara 30 hingga 50 cm. Batang tanaman biasanya mencapai ketinggian (panjang) antara 1,5 sampai 3 meter, berbentuk segi lima, lunak, berbuku-buku sebagai tempat melekatnya tangkai daun. Helai daun berbentuk bundar bersudut lima dan berlekuk, diameternya antara 9 sampai 15 cm dan letak antara satu daun dengan daunnya saling berselang (Tjahjadi, 1995). Buah melon sangat bervariasi, baik bentuk, warna kulit, warna daging buah maupun bobotnya. Bentuk buah melon antara bulat, bulat oval sampai lonjong atau selindris. Warna kulit buah antara, putih krem, hijau krem, hijau kekuning-kuningan, hijau muda, kuning, kuning muda, hingga kombinasi dari warna lainnya. Bahkan ada yang bergaris-garis, totol-totol, dan juga struktur kulit antara berjala (berjaring), semi berjala hingga tipis dan halus (Rukmana, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Prajnanta, (2003) secara lengkap dilihat dari segi taksonomi tumbuhan, tanaman melon diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
:
Platae
Divisio
:
Spematophyta
Sub-divisio
:
Angiospremae
Kelas
:
Dikotil
Sub-kelas
:
Sympetalae
Ordo
:
Cucurbitales
Famili
:
Cucurbitaceae
Genus
:
Cucumis
Spesies
:
Cucumis melo L.
Adapun kandungan gizi buah melon/ 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Komposisi kimia buah melon/ 100 g bahan Komposisi Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (gr Kalsium (mg) Fosfor (mg) Serat (g) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B 1 (cg) Vitamin B 2 (mg) Vitamin C (mg) Niacin (g)
Jumlah 21,0 0,60 0,10 5,10 15,00 25,00 0,30 0,50 640,00 0,03 0,02 34,00 0,80
Sumber : Wirakusumah, (2000).
Total gula pada buah-buahan selalu meningkat karena terjadinya degradasi dari karbohidrat dan menurun pada hari tertentu karena gula digunakan untuk proses respirasi akan diubah menjadi senyawa lainnya. Total gula tersebut selanjutnya digunakan untuk melakukan aktivitas seluruh sisa hidup dari buah tersebut (Winarno, et al, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Pola penimbunan gula pada sebangsa semangka sangat penting untuk menegakkan peraturan pemasaran. Gula total pada PMR 45 dan honneydew boleh dikatakan tetap (4 sampai 6%) sampai 4 minggu setelah mekarnya bunga kemudian meningkat cepat sampai 1% setelah 1 minggu. Bertambahnya jumlah gula dengan cepat terutama disebabkan adanya peningkatan sintesis sukrosa. Jumlah glukosa dan frukstosa berkurang dengan bertambahnya sukrosa (Pantastico, 1997). Menurut Samadi, (1995) vitamin dan mineral yang terkandung dalam buah melon sangat baik untuk kesehatan tubuh manusia. Kandungan protein dan karbohidrat yang terkandung dalam buah melon sangat penting bagi tubuh manusia untuk pembentukan jaringan sel. Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan vitamin C-nya, makin tua buah makin berkurang kandungannya (Winarno, 1997). Kandungan vitamin C pada melon akan mencegah terjadinya sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Buah melon mengandung banyak zat gizi yang cukup beragam sehingga tidak mengherankan apabila melon merupakan sumber gizi yang sangat baik (Prajnanta, 2003). Buah melon bersifat cepat matang dan mudah masak, sehingga teknik penyimpanan yang baik adalah diruang dingin, baik berupa cold storage maupun lemari pendingin. Suhu pada ruang dingin biasanya mendekati ± 00 C, sehingga dapat mempertahankan kesegaran buah melon (Rukmana, 1994). Salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan adalah suhu, hal ini dikarenakan suhu dapat mempengaruhi kelayuan dan laju kehilangan air, laju
Universitas Sumatera Utara
respirasi dan kecepatan reaksi biokimia serta laju pertumbuhan mikroba (Budaraga, 1998). Penyimpanan pada suhu rendah atau penyimpanan dingin (chilling storage) pada umumnya menggunakan suhu dibawah 15 0C dan diatas titik beku. Pada suhu tersebut penurunan mutu buah-buahan akan dapat dihambat, karena terhambatnya laju respirasi, laju kehilangan air bahan dan reaksi biokimia serta laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Paramawati, 2001). Menurut Pantastico, (1997) agar keawetan dari buah yang disimpan pada suhu dingin maksimum, maka perlu diusahakan agar respirasi aerobik berlangsung pada laju yang rendah, sehingga proses yang berhubungan dengan pemeliharaan kehidupan sel dapat tetap utuh. Demikian juga suhu rendah yang cocok diusahakan tetap terjaga, sehingga reaksi-reaksi penyebab kerusakan dapat dihambat.
Universitas Sumatera Utara