I!.
TINJAUAN PUSTAKA
A. POTENSI JARAK (Ricinus communis
L.)
1. Tanaman Jarak
Jarak (Ricinus communis L.) adalah jenis tanarnan yang termasuk dalarn famili Euphorbiaceae berasal dari Afrika Timur dan Utara. sudah tersebar dan turnbuh baik di berbagai daerah tropis maupun subtropis.
Diinjau dan segi
umur, tanaman jarak dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (1) Jarak Genjah, mulai berbunga pada urnur 2 - 2.5 bulan dan rnulai panen urnur 3 - 3,5 bulan, (2) Jarak Tengahan, mulai berbunga pada umur 2,5 pada urnur 3.5
-
3 bulan dan mulai panen
- 4 bulan dan (3) Jarak Dalarn, mulai berbunga pada umur lebih
dari 3 bulan dan mulai panen pada umur lebih dari 4 bulan (Ketaren. 1986; Sujatmaka, 1991; Soenardi, 1999, ). Biji jarak terdiri dari 75 % kernel (daging buah) dan 25 % kulit. Kira-kira dua pertiga dari bobot kernel terdiri dari rninyak.
Komposisi biji jarak dapat
dilihat pada Tabel 1. Biji jarak sangat baik digunakan sebagai sumber rninyak nabati. Selain itu biji jarak juga mengandung protein cukup tinggi (15 - 18 %), yaitu yang terdiri dari globulin dan albumin. Selain kornponen-kornponen diatas, biji jarak juga mengandung enzim, yaitu lipase yang dapat diekstrak dari biji. Enzim tersebut diketahui dapat digunakan untuk rnengkatalisis trigliserida, rnisalnya hidrolisis minyak di dalarn air (Kirk dan Othmer, 1993).
Tabel 1. Komposisi kimiawi .biji jarak
Kandungan ( % basis kering )
Komponen
a1 Air
b)
5,22
6,29
Minyak
52.97
50.59
Karbohidrat
12.46
12.92
Seat
10,25
13,-
Abu Protein
2,42
2,49
18.32
15.72
Sumber :a) Mustakmal (1992), b) Fitriani (2000) 2.
Sifat Fisik dan Kimiawi Minyak Jarak Minyak jarak berbeda dari minyak nabati lainnya, karena rninyak jarak rnempunyai bobot jenis, viskositas, bilangan asetil dan kelamtan dalam alkohol yang tinggi. Ciri khas yang dimiliki minyak jarak ialah kandungan asam lemak tidak jenuh yang mengandung gugus hidroksil (unsaturatedhydroxy fatty
acid),
cis 9.12 h y d m y octadecenoic acid, yang urnum disebut asam risinoleat (ricinoleic acid) dengan rumus molekul sebagai berikut (Kirk dan Othmer, 1993: Patterson, 1994; Crawford et at. 1997).
CHOH
- CH2-
CH = CH
-(
Hasil penelitian terhadap 19 sampel rninyak jarak yang berasal dari tanaman yang tumbuh di berbagai ternpat di dunia didapat komposisi campuran dari asam-asam lemak minyak jarak, yaitu asam tisinoleat 91.4 -94,9%, linoleat 4.5-5.0%. dalam jumlah kecil oleat dan asam-asam lemak jenuh tidak lebih dari 1% (Tabel 2). Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak jarak
Agam
Lemak
RmcrsMolekul
Jumlah (94)
. a)
Risinoleat
Cl.9H3-403
Dihidroksistearat
89.5
C~8H3-304
0,7
Pairnitat
C76H3202
5 .O
b) 89.0 - 89,4
1.4
1.3-
0,s - 1.2 0,7
-
1.2
Stearat
CqsH3~0z
1 ,O
Oleat
C18fl3402
3,O
3,2- 3.3
3,4 - 3.7
-
-
Linoleat
CIBH~~O~
4.2
Linolenat
Cq8H3002
0,3
0.2
Eicosanoat
CieHm02
0.3
tidak disebut
Surnber :a) Kirk dan Othrner (1993), b) Patterson (1994) Menurut Kirk dan Othrner (1993) minyak jarak dapat larut di dalarn etil alkohol 95% pada suhu ruang serta pelarut organik polar dan sediki larut di dalam golongan hidrokarbon alifatis. Kelarutan rninyak jarak yang rendah di dalarn petroleum dapat digunakan untuk membedakan dari golongan trigliserida lainnya (Tabel 3).
Tabel 3. Karakteristik fisik dan kimiawj rninyak jarak
Viskositas 25°C (cSt = mm '1s)
675 -790
Bobot Jenis 15.5115.5~C Bilangan Asarn B~langanPenyabunan Sllangan tidak Tersabunkan % Bilangan lod (Wi~s) Warna ( A p p e a ~ n c e )
lndeks Bias. 25OC Kelarutan dalam Alkohol 2 0 ' ~ Bilangan Asetil T~tikNyala (Tag Close Cup),O C Tiik Nyala (Cleveland Open Cup). OC Suhu Pernbakaran, OC Putaran Optik ( polarimeter, 200 rnrn)
Sumber : Kirk dan Othmer (1993)
3. Pernanfaatan Minyak Jarak Minyak jarak yang merniliki sifat setengah rnengering dapat d~ubah sifatnya rnenjadi rninyak pengering, yaitu dengan proses dehidrasi.
Minyak
pengering tersebut cocok untuk industri cat, vemis dan lain-lain lapisan pelindung. Kecuali itu rninyak jarak dan turunannya dapat digunakan sebagai minyak pelurnas, minyak rem, pernbuatan sabun, dan tinta cetak.
Kegunaan
lain dari rninyak jarak ialah untuk pembuatan kosmetika, semir, karet remah
(crumb rubber) serta untuk membuat sebacic acid yang merupakan bahan baku industri plastik dan nilon (Nazarudin, 1993;Sujatmaka, 1991; Kirk dan Othmer,
1993,Jayant Oil Mills, 1999). Menurut Kirk dan Othmer (1993) minyak jarak yang akan digunakan untuk keperluan industri harus mengalami pengolahan lebih lanjut. Pengolahan tersebut antara lain dehidrasi, oksidasi, hidrogenasi, sulfonasi dan penyabunan. Berbagai jenis pengolahan minyak jarak dan kegunaanya dapat dilihat
pada
Tabel 4. Tabel 4. Jenis pengolahan dan kegunaan rninyak jarak
Kosrnetik,obat salep, dan sebagai pengganti
sabun,
untuk
persiapan
pembuatan
alkil
risinoleat dan lain-lain Sumber :Kirk dart Othmer (1993) 4.
Minyak Jarak Sebagai Bahan Dasar Pelurnas Menurut
La Puppung (1986).minyak jarak mempunyai sifat yang kental
(viskous) pada suhu tinggi dan tetap cair pada suhu rendah, artinya minyak jarak mempunyai potensi digunakan sebagai bahan dasar pelumas otomofi. Sifat fisik, kimiawi dan kinerja minyak jarak sebagai pelumas dapat dilihat pada Tabel 5.
10
Tabel 5.
Karakteristik minyak jarak sebagai bahan dasar pelumas otomotif"
Sifat-sifat
Minyak Jarak .
Murni (RBDCO) Bobot jenis pada suhu 15.5 O C lndeks viskositas Viskositas pada 40 OC( cSt) pada 100~C(cSt) Titik tuang ( O C ) Titik nyala (OC) Tofal Acid Number ( mg KOHIgr) Sfrong Acid Number( mg KOHIgr) Total Ease Number ( mg KOH/gr) Kadar abu, (%wt) Kadar air (% vol) Ujl pembusaan: - Tendensi pembusaan : volume busa (ml setelah 5 menit blowing period ): Sequence I at 25% Sequence I1 at 95OC Sequence 111 at 25OC - Stabilitas pembusaan: volume busa(ml setelah 10 menit Setfling period ): Sequence I at 25OC Sequence I1 at 9 5 ' ~ Sequence 111 at 25OC Kinerja Tekanan Ekstrim Seizure load (kgf) Welding point (kgf) Load wear index
Kasar (hasil ekstraksi)
0.9603 87 295,4 20.34 -23 307 1.36 Nil < 0.01 0,004 Trace
0,9606 87 294.9 20,27 -20.5 304 1.44 Nit 0.09 0,007 0.05
20 20 20
20 10 5
0 0 0
0 0 0
80 160 38.74
-
-
^) Sumber : La Puppung (1986)
Asadauskas et a/. (1997) menyebutkan bahwa minyak jarak
memlliki
ketahanan beban (ketahanan terhadap keausan) serta indeks viskositas yang lebih baik dibandingkan dengan superrefined mineral oil (SRMO) yang merupakan bahan dasar pelumas. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik S R M O dan minyak jarak sebagai bahan dasar pelumas *)
Karakteristik fisik-kirniawi Bilangan lod Viskositas 40°C
SRM0 -)
Minyak Jarak
-
83
72
252
8,4
19.9
(mm2/det) Viskositas100 OC (mm2/det) lndeks Viskositas Wear Scar diameters (mm)
83
90
0.72
0.622
*) Sumber : Asadauskas et al. (1997) **) S R M O = Super refined mineral oil
Gambaran manfaat minyak jarak untuk berbagai keperluan industri dapat dilihat pada Gambar 1 yang menyajikan berbagai jenis reaksi dan produk pengolahan minyak jarak.
Minvak Jarak
Jenis Reaksi
I Hidrolisis
H H H H-C- C - C - H
0 o=c
0
0
Ikatan Ester
C=O
C=O
H- C- H H- C- H H-C-H H-C-H H-C- H H-C- H H-C-H
H- C- H H- C- H H-C-H H-C-H H- C- H H- C- H KC-H
Esteriiikasi ikoholisis Saponifikasi
H- C- H H-C- H H-C-H H-C-H H-C- B H-C-H H-C-H HC
HC
HC
HC
HC
HC
H-C-H
H-C- H
H- C- H
HC - OH HC- OH HC - OH H- C- H H- C- H H- C- H H- C- H H- C- H H- c-H H
H-C- H H-C- H H- C- H H- C- H H-C- H H- C- H H
H. C- H H- C- H H- C- H H- C- H H- C- H H- C- H H
Rednksi Amidasi Halogenasi
L
Oksidasi, polimerisasi Hidrogenasi Epoksidasi Halogenasi Reaksi adisi ikatan ganda
-
Sulfonasi
Reaktan vane ditambahkan
Produk vane dihasilkan
h a m , enzim, atau katalis pereaksi Twitchell Alkohol Monohidrat Gliserol, glikol, pentaeriythritd dsb.
h a m lemak, gliserol
Alkali, Garam alkali dan logam Na reduksi Alkil amin, alkanolamin, dsb. SOClz
Sabun cair Sabun padat Alkohol Garam-garam amin, amida Asam lemak halogen
Panas, oksigen, cross-link ogenl Hidrogen (moderatepressure) Hidrogen peroksida Ch, Brz, 12 S, asam maleat
Ester Mono- dan digliserida Monoglikol dsb.
Minyak polimer Hidroksistearat Epoxidized oik Minyak terhalogenasi Minyak polimer
HzSO4
Sulfonared oil
Katalis dan panas
Dehydrated castor oil Gsam oktadekadienoik
Sulfastasi
NaOH Panas tinggi PCI,, POCb Etilen dan propilen oksida Asetat-, fosfor, maleat-, phthalik anhidrad HiSol
~ e a k sUretan i
Isosianat
Asam Sebasik, kapril alkohol Asam Undesilenik, heptaldehida Hal~genatedcastor oil Alkoxylafedcmtor oil Alkil dan alkilaril ester, Ester fosfat SuIfated castor oil (turkey-redoif) Uretan polimer
{Dehidrasi gugus hidroksil Hidrolisis, destilasi Causticfusion Pirolisis Halogenasi Alkoksilasi Esteriiikasi
,
Gambar 1. Berbagai jenis reaksi dan produknya pada pengolahan rninyak jarak (Kirk dan Othrner, 1993)
6. PELUMAS
1. Fungsi Pelumas
Pelumas secara urnum dapat dikelompokkan menjadi kelompok pelumas untuk mesin (engine lubricant) dan kelompok pelumas bukan untuk mesin (nonengine lubricant). Kelompok pelumas rnesin umumnya diaplikasikan untuk mesin disel (otornotii. kereta api, kapal, stationary), mesin gasolin, mesin gas alarn, mesin pesawat terbang, bensin lainnya.
pelumas mesin dua tak dan pelumas mesin
Pelumas bukan mesin antara lain diperuntukkan pada tluida
transmisi, power steering, shock absoher,
roda gigi (otomotii dan industri).
minyak hidrolik (traktor dan industri), pelumas pengejaan logam (metalworking lubricant), gemuk (grease) serta pelumas industri lainnya (Rizvi, 1992; Kirk dan Othmer, 7995). Perumas m e ~ p a k a n salah satu kajian dari bidang ilmu tribologi. Menurut Nusa (2001). tribologi dapat diartikan sebagai ilrnu yang mempelajari tentang gesekan
(friction) sebagai
penyebab rnasalah,
keausan (wear) sebagai
permasalahannya dan pelurnasan sebagai pemecahan dari permasalahannya. Pelurnasan sendiri dapat diartikan sebagai proses rnenyisipkan bahan tertentu (pelumas) diantara dua permukaan yang saling kontak dengan tujuan untuk mengurangi gaya gesek dan oleh karena itu mengurangi keausan. Pelumas dapat memperpanjang umur mesin/peralatan karena sifatsifatnya yang antara lain : (1) melumasi untuk mengurangi gesekan (friction) dan aus (wear) dengan cara rnembentuk lapisan film diantara dua benda yang saling bergesekan, (2) rnendinginkan dengan mengurangi panas akibat gesekan. (3) membersihkan kotoran yang terbentuk , (4) rnelindungi/mencegah kerusakan mesin akibat peristiwa oksidasi dan korosi (AISE. 1996).
Menurut Pertamina (1999), fungsi dasar dari pelumasan adalah (1) rnengurangi gesekan antara bagian mesin yang bergerak, (2) mendinginkan dan memindahkan panas keluar dari rnesin dan (3) rnengendalikan kontarninan atau kotoran. Cara untuk mengurangi gesekan adalah sebagai berikut. a. Menjaga kedua permukaan metal terpisah. Untuk permukaan metal yang sernpurna dilapisi dengan film pelurnas, koefisien geseknya lebih kecil dari
0,005. b. Mernbuat kedua perrnukaan metal menjadi lebih licin. Menurut Kirk -dan Othmer (1995) koefisien gesek, merupakan fungsi dari viskositas pelumas. kecepatan dan tekanan (Gambar 5).
2. Sistem Pelumasan Pelumasan pada prinsipnya dibagi dalarn tiga sistem pelumasan, yait~t (1) pelumasan hidrodinamik.
(2)
pelumasan elastohidrodinamik dan (3)
pelumasan batas (Kirk dan Othmer 1995; Nusa. 2001. Lubrizol, 2002)
a. Pelumasan Hidrodinamik Menurut Nusa (2003).
pelurnasan hidrodinarnik adalah pelumasan
dirnana logam-logam yang dilumasi dapat dipisahkan secara utuh oleh pelurnas, sehingga kontak atau gesekan antar logarn tidak terjadi.
Pelumas dapat
mengalir dengan aliran laminer di antara dua logarn yang dilumasi.
Sistem
pelurnasan hidrodinamik terjadi biasanya pada kondisi kerja dengan beban rendah dan kecepatan tinggi (Gambar 2).
-
- -- -- -
I
- - ---
-
---
-.
.
--
---
- .---- -
1
beban rendah
Blirsn laminer pelumas
LOGAM
L
tebal lapisan s e l ~ p u minynk t jauh tebih besar daripada kekasapan permukaan bantahn
Garnbar 2. Kondisi pelurnasan hidrodinarnik (Nusa, 2001)
b. Pelumasan ~tastohidrodinamik Pelumasan elastohidrodinarnik biasanya tejadi pada kondisi kerja dengan beban berat dan kecepatan rendah.
Pada sistem ini aliran laminer pelumas
terganggu tetapi tetap masih dapat mengalir.
-
Kontak atau gesekan antara
logam dengan logarn pada daeratie tertentu sudah rnulai terjadi.
Kondisi
pelurnasan sistem elastohidrodinamik disajikan pada Garnbar 3 di bawah.
beban tinggi kecepatan rendah
-
-
. 4 i
tebal iapisan setaput sema dengan keknsnpan permukaan bantalan
diran laminer peluuias muhi tergnnggn
Garnbar 3. Kondisi pelumasan elastohidrodinamik (Nusa, 2001)
c. Pelumasan Batas (boundary lubrication)
Pelumasan batas rnerupakan sistern pelurnasan di mana permukaan logam satu dengan permukaan logarn yang lain saling bersentuhan. Sentuhan
yang terjadi tersebut,
diusahakan untuk tidak menimbulkan kerusakan atau
keausan pada permukaan logam yang dilumasi. diusahakan seminimal rnungkin.
Jika pun terjadi keausan
Terjadinya sentuhan antara logam dengan
logarn diusahakan merupakan tumbukan lenting sernpuma.
Oleh karena itu.
biasanya pelurnas yang digunakan mengandung aditif bahan kirnia yang dapat bereaksi dengan permukaan logam yang di lumasi dengan rnernbentuk pelindung.
Pelindung ini bersifat sebagai pegas jika terjadi sentuhan antara
permukaan logam yang di lumasi.
Dengan dernikian terjadi tumbukan lenting
sempurna jika terjadi turnbukan antara logam dengan logam. Oleh karena itu dapat dihindari atau dikurangi terjadinya kerusakan atau keausan diantara logam-logam yang saling bersentuhan (Gambar 4).
Gambar 4. Kondisi pelumasan batas (Nusa, 2001)
Sistem pelumasan batas umurnnya terjadi pada kondisi kerja dengan beban sangat berat dan kecepatan sangat rendah.
Dengan memperkirakan
kondisi kerja dan suatu mesin sehubungan dengan sistem pelumasannya dapat ditentukan jenis minyak pelurnas yang akan digunakan.
Hubungan antara
kondisi pelumasan dan koefisien gesek digambarkan oleh Kirk dan Othmer (1995) seperti disajikan pada Gambar 5 di bawah ini.
Koefisien gesek
p N
P
= viskositas pelurnas = kecepatan = tekanan
Garnbar 5. Hubungan antara koefisien gesek dan kondisi pelumasan (Kirk dan Othrner. 1995)
3. Bahan Dasar Pelumas (Lubricant Base Stocks)
Bahan dasar rninyak pelurnas urnurnnya dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu (1) minyak mineral, yang diperoleh dari pengolahan minyak bumi dan (2) minyak nabati dan hewani yang diekstrak dari bahan-bahan yang berasal dari tanarnan dan hewan, (3) bahan pelurnas sintetis (La Puppung, 1986; Dinas
PPM Pertarnina. 1999) a.
Minyak Mineral
Kontawa (1993) menyebutkan bahwa rninyak rninerallrninyak bumi rnerupakan hidrokarbon yang dapat digolongkan atas ernpat jenis yaitu parafin. olefin, naflenik dan arornatik.
Perbedaan tersebut mernberikan pengaruh
terhadap sifat dan kegunaannya. Keunggulan penggunaan minyak mineral sebagai bahan dasar pelurnas adalah (1) harga relatii murah dan tersedia dalarn jumlah yang cukup besar, (2)
daerah suhu operasi cukup lebar, meliputi hampir seluruh pemakaian dalam industri, mesin-mesin transportasi, alat-alat berat, dan mesin-mesin lainnya. (3) dapat dicampur dengan bahan-bahan aditif sehingga dapat meningkatkan mutu dan kinerja. (4) Tidak rnenrsak perapat (seal) dan (5) stabil selama penyimpanan (La Puppung, f 986). Pelumas yang berbasis minyak burni setidaknya dapat memiliki empat fungsi yaitu melumasi, mendinginkan, mengarnbil kotoran dan bila perlu bertindak sebagai medium hidraulik. Dalam pengolahan minyak mineral dapat
dihasilkan
beberapa jenis minyak pelumas dengan tingkat viskositas dan sifat fisik yang berbeda satu dengan lainnya.
Selain kelebihan tersebut minyak mineral juga
memiliki kelemahan sebagai berikut. (1) Minyak mineral cenderung membentuk bola-bola kecil (sphere) diatas pemukaan pelat.
Hal ini disebabkan karena
holding force antara molekul. (2) Kemampuan minyak mineral untuk melumasi pemukaan logam terbatas pada suhu tertentu saja (tidak lebih dari 205
OC),dan
kemampuan melumas akan menurun pada suhu lebih tinggi, karena itu minyak mineral sulit bergerak ke bagian pelat yang bersuhu lebih tinggi (3)
sutit
membentuk emubi dengan air (Wartawan, 1983; Kirk dan Othmer, 1995). b. Minyak Nabati dan Hewani
Jenis minyak yang tidak dapat rnembentuk lapisan film disebut minyak bukan pengering (non-drying oil).
Adapun contoh rninyak bukan pengering
adalah minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, dan lemak sapi.
Minyak
bukan pengering dapat digunakan sebagai campuran minyak pelumas mineral (Ketaren, 1986). Minyak mineral berbeda dengan minyak nabati jika berada pada pelat logam. Minyak nabati akan mengalir ke bagian pelat logarn yang paling panas, sedangkan minyak mineral tetap ditempat semula (tidak mengalir). Sifat minyak nabati tersebut,
disebabkan karena penurunan tegangan perrnukaan yang
begitu cepat akibat kenaikan suhu, sehingga meningkatkan daya penetrasi dan sifat menyebar (spreading property) minyak pada permukaan pelat bgarn. Menurut La Puppung (1986) keunggulan dan kelemahan minyak nabati sebagai minyak pelurnas adalah sebagai berikut. (1) Minyak nabati mudah mengalir dari suhu lebih rendah ke bagian pelat bersuhu paling tinggi, karena kekentalan minyak bertambah kecil akibat kenaikan suhu, (2) Minyak nabati dan hewani dengan air mudah membentuk emulsi jika dibubuhi emulsifier dan emulsi yang terbentuk relatif stabil.
Sifat ini menguntungkan untuk tujuan pelurnasan
terientu, misalnya dalam mlling oil dan cuffing oil, (3) Daya lumas minyak nabati dan hewani lebih baik daripada minyak mineral, (4) Melekat lebih baik pada bidang-bidang logarn yang basah atau iernbab. Lebih lanjut La Puppung (1986 ) menyebutkan kelernahan minyak nabati seperti dipaparkan di bawah ini. (1). Minyak nabati dan hewani rnengandung asarn lemak tidak jenuh yang bersifat labil dan mudah teroksidasi sehingga membentuk senyawa-senyawa dengan bobot molekul rendah, seperti aldehida, keton dan asam yang mengakibatkan rnesin dapat berkarat. (2). Minyak yang kontak dengan panas pada suhu tinggi akan rnenghasilkan
sejurnlah senyawa polimer yang ditandai dengan wama minyak menjadi lebih gelap dan meningkatnya bobot jenis, nilai kekentalan, serta daya lurnasnya berkurang. (3). Proses oksidasi dan hidrolisis rninyak nabati tidak hanya tejadi selama
digunakan pada operasi pelumasan, tetapi juga dapat terjadi selama penyirnpanan minyak pelurnas tersebut akibat pengaruh udara, cahaya dan air. (4). Minyak dan lemak nabati dapat dirusak oleh mikroorganisme,terutama selama penyirnpanan, sehingga minyak sering dibubuhi dengan zat anti mikroorganisme atau minyak harus selalu dalam keadaan steril.
Untuk penggunaan tertentu, keunggulan-keunggulan dari minyak mineral dipadukan dengan keunggulan-keunggulan dari rninyak nabati dan hewani. Kedua jenis rninyak tersebut dapat dicarnpur dengan perbandingan tertentu sehingga diperoleh suatu jenis rninyak pelurnas yang rnerniliki kualitas dan kernarnpuan yang febih baik.
c. Bahan Pelumas Sintetis Bahan pelumas sintetis umumnya rnerupakan bahan krrnia mumi yang dibuat secara khusus.
Bahan dasar tersebut dibuat dengan spesifik yang
disesuaikan dengan penggunaan yang akan dilakukan. Bahan dasar pelurnas sintetis urnumnya bukan bahan yang berasal dari rninyak burni.
Oleh karena
dibuat secara khusus, kemarnpuan atau kineja pelumas tersebut relatif lebih baik jika dibanding pelumas konvensional (Wartawan, 1985;Brown, 1993; Kirk dan Othrner 1995). Bahan-bahan yang saat ini digunakan sebagai bahan dasar pelumas sintetis antara lain polialfa olefin, silikon, poliglikol, poliester, ester fosfat, diester, ester silikat,
serta klor hidrokarbon (Brown, 1993; Kirk dan Othrner. 1995;
Pertarnina, 1999). Menurut Nachtrnan dan Kalpakjian (1985) karena harganya yang relatii rnasih sangat tinggi, penggunaan bahan pelurnas sintetis untuk pelurnas pengejaan logarn (metalworking lubricant) rnasih jarang dilakukan.
4. Rolling Oil
Pelumas secara umurn dapat dikelompokkan rnenjadi kelornpok pelumas untuk rnesin (engine lubficanf) dan kelornpok pelurnas bukan untuk mesin
(nonengine lubricant).
Pelurnas bukan rnesin antara lain diperuntukkan pada
fluida transrnisi, power steering, shock absorber, roda gigi (otornotif dan indugri), minyak hidrolik (traktor dan industri), pelumas pengerjaan logarn, gernuk serta
pelumas industri Lainnya (Rizvi. 1992).
Pelumas pengerjaan logam secara
umum dapat dikelompokkan lagi menjadi removal fluids, forming fluids, protection fluids dan treating fluids. Rolling oil sendiri, merupakan salah satu jenis pelumas pengejaan logam kelompok metal forming fluids. Dalam proses penipisan pelat baja diperlukan rninyak pelumas yang memiliki efek mendinginkan dan mengurangi gesekan antara permukaan pelat baja dan tandem.
Dengan demikian, fungsi utama rolling oil menurut Cook
(1982)ialah untuk
mendinginkan dan melindungi ternbaran pelat (strip) dan
permukaan tandem dari goresan (abrasi), karat dan kerusakan lainnya seh~ngga dihasilkan pelat baja yang rata, bersih dan tak bergores. Menurut Blazynski (1993)proses penipisan logam dengan proses rolling dilakukan dengan melewatkan lembaran logarn melalui dua buah roll yang mernutar berlawanan.
Lembaran logam akan tergilas sehingga dihasilkan
lembaran logam yang lebih tipis.
Garnbaran proses penipisan togarn dan
sirkulasi penggunaan rolling oil dapat dilihat pada Lampiran 26. Menurut Blazynski (1993) proses penipisan
logarn dapat
dilakukan
dengan dua metoda, yaitu rolling panas dan rolling dingin. Rolling panas akan memberikan peningkatan kekenyalan pelat baja, sedangkan rotling dingin akan mengakibatkan peningkatan densitas, kekuatan dan kekerasan. Menurut Cook (1982) untuk mendapatkan efek
pendinginan dan
pelumasan sekaligus, maka pelumas yang berfungsi untuk melumas dicampur dengan air yang berfungsi sebagai pendingin.
Kedua campuran tersebut
ditambahkan emulsifier sehingga membentuk suatu sistem emulsi yang stabil dan tidak stabil. Emulsi yang stabil biasanya digunakan pada sistem sirkulasi, sedangkan emulsi tidak stabil digunakan satu kali, tanpa menggunakan kembali minyak bekasnya. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pengganti rninyak mineral dan minyak sawit antara lain adalah kombinasi jenis minyak nabati dan hewani,
gliserida, sabun ester, alkohol berberat molekul tinggi dan berbagai senyawa sintetik.
Dalarn beberapa kasus, konsentrasi minyak dalam air sekitar 1-10
persen dengan emulsifier berbentuk seperti susu.
Salah satu masalah yang
sering terjadi pada rolling oil ialah degradasi oleh mikroorganisme. Senyawa emulsi tertentu dengan adanya air selama penyimpanan merupakan lingkungan yang baik bagi perturnbuhan rnikroorganisme perusak lemaklrninyak (Caltex, 1960; Nachtman dan Kalpakjian, 1985, Brown, 1993). Minyak sawit/subtiiusi dari minyak sawit, dan minyak mineral kadangkadang drsemprotkan ke roller, tapi biasanya secara serentak disemprotkan dengan air yang berfungsi untut rnendinginkan (cooling).
Cara lain adalah
dengan mencampurkan rolling oil dan air terlebih dahulu sebelum digunakan. Kedua campuran tersebut biasanya dibubuhi emulsifier sehingga membentuk sistem emulsi yang tidak stabil atau stabil (Caltex. 1960; Nachtman dan Kalpakjian. 1985). Rolling oil kornersial yang sudah beredar di pasar internasional antara lain
KP Berol 970, KP Berol KY-21, FR 48 C, BW Yushiro I 0 0 TM-10, BW, Yusynrol 100P. BW Yushiroble MCR-300. Gen-Lube 3660. Karakteristik rolling oil komersial yang sudah digunakan di salah satu pabrik baja (Dewi, 1995) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil karakteristik rolling oil
Parameter
Jurnlah
4.30
Bilangan Asam
197.00
Bilangan Penyabunan Bilangan lod
53.27
Bilangan Peroksida (rng OdlOOg)
7.50
Kadar Abu (ppm)
0.00
Bobot Jenis
0.9550
.
Viskositas (50 OC.cp)
36.00
Kejernihan (% transmisi)
88.80
3.60
FraksiTidakTersabunkan (%)
")
Sumber : Dewi (1995)
C. ADlTlF PELUMAS Kualitas pelurnas pada dasarnya ditentukan oleh tiga ha1 yaitu (I) rnutu bahan dasar pelumas (basic lubricant), (2) proses pengolahan bahan dasar pelurnas dan (3) bahan adiiif yang dicampurkan pada bahan dasar pelurnas.
Menurut Wartawan (1985), bahan aditif ditarnbahkan dalam pelumas dengan maksud untuk rneningkatkan sifat-sifat kirniawi rnaupun fisik yang diinginkan. Misalnya, penambahan aditif indeks viskositas improver
bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pelurnas agar tidak berubah viskositasnya akibat kenaikan suhu. Dernikian pula penarnbahan aditif antioksidan bertujuan untuk rneningkatkan
kernampuan
pelumas
dari
terjadinya
mernperiihatkan fungsi beberapa bahan aditif pelumas.
oksidasi.
Tabel
8
Tabeb 8. Bahan-bahan aditif pelumas
I
Alkil poliamid, produk aIkil P2S5, metal sulfonat, ikatan organik boron
I . Dispersanllditerjen
I
Poli meta lailat, polimer butilen polimerisasi olefin atau iso olefin, Polimer alkilat stirene.
2. lndeks Viskositas Improver
I
*'
II
Menjaga kebersihan mesin dengan rnelarutkan kotoran yang masuk Memperkecil p e ~ b a h a nviskositas oleh karena p e ~ b a h a nsuhu.
I
3. Penghambat Oksi-
dasi
4. Pengharnbat korosi
Ii
5 . Pour point depre-
Zn ditiofosfat, hindered fenol, amin aromatik.
Menghambat t ejadinya oksidasi Pelurnas yang membentuk endapan.
Zn ditiofosfat, metal fenolat, metal
sulfonat.
Menghambat tejadinya korosi pada bantalan dan bagian mesin lainnya
Poli metakrilat, alkil n a a l e n ,
Menurunkan titik tuang pelumas
I
I I
sant.
Untuk mengharnbat terbentuknya busa.
6. Penghambat busa -,
*) Sumber : Wartawan (1985); Rizvi (1992);Lubrizol (2002)
Menurut Rizvi (1992 ) aditii pelurnas secara umum dikategorikan menjadi dua ketompok yaitu
aditif yang mempengaruhi sifat kimiawi
(chemically acfive
additive) minyak pelumas seperti dipersan, detergen, anti aus, exfreme pressure agent, inhibitor oksidasi dan
anti karat.
Aditif diatas mempunyai kemampuan
berinteraksi dengan logarn. Jenis adiif yang lain adalah Chemica!ly inert additive yaitu aditif yang mernpengaruhi sifat fisik minyak
pelumas, seperti tiiik tuang (pour
point), sifat anti busa, viskositas improvers, emulsifier dan demulsifier. Lebih lanjut Rizvi (1992) menyebutkan beberapa zat aditif yang pellu diitambahkan pada pelumas bukan mesin seperti dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
25 Tabel 9. Aditif untuk pelumas bukan mesin (nonengine lubricant )''
Pdupu.
Aditif
Pdumw
Tri~rntisi Pdomrrs roda Otomrtis OtomoM lndustri Dispersan Detergen AnthemfEP Ageni Anti Oksidan An ti korosil Metal
Deastivdor Friction Modifier Peuurun titik tuang Anti busa
-
Peagerjaan Logam
Gcmek
-
-
c
c
c
-
-
c
ea
e
*
*
+
*
*
*
*
*
*
c
*
..
-
*
*
r~
*
VZscosity
-
Pelurnas bdrolik Trrktor Indurtri
t
Improver
t
.
*
*
*
*
.
*
*
-
Lainnya (a)
*
c
-
* *
*
*
*
4.
*
t
*
*
L
*
(a) Zennosuk antiseizure, biosida, bufer, coupler, pelarut, emulsifier, sed-swell agent, and viscosi?y modfier.
*) Surnber : Rizvi (1992)
Nachtrnan dan
Kalpakjian (1985) rnenyebutkan aditif
yang
biasa
digunakan untuk pelumas pengerjaan logam antara lain emulsifier, coplers, pengental, tackiness agent, detergen, plastisizer, antioksidan, antimisting agent, dipersan,
extreme pressure agent, pasivator, anti busa, alkali, pemadat,
penghilang bau, anti korosi, peningkat indeks viskositas, pelarut, anti friksi, serta biosida. Antioksidan
Menurut O'Brien (1983) antioksidan digunakan pada rninyak lumas dengan tujuan untuk mencegah te jadinya oksidasi. Oksidasi rnerupakan reaksi utarna yang akan merubah sifat-sifat pelumas dan menyebabkan kesulitan dalam pemakaian. Secara umum proses oksidasi pada minyak pelurnas berlangsqng
dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terrninasi.
Rizvi (1992)
mengilustrasikan rnekanisme proses oksidasi tersebut sebagai berikut. lnisiasi
Propagasi R. + 0 2 ROO- + RH
+
ROO. ROOH+R
Dekomposisi Peroksida ROOH 2ROOH RO + ROOH
X + ROOH Y + ROOH Z + ROOH M + ROOH Terrninasi : ROO ROO
RH ROO ROOH X,Y,Z M I
tH
+
ROO.
+ IH = = = = =
-
+
+
RO- + - O H RO . + ROO - + H20 macam-rnacam produk Produk non-radikal
(5)
(6) (7) (8)
radikal bebas ROH + Y O produk inaktif + z radikal bebas
(9) (10 ) (11) (1 2)
produk inaktii ROOH+I
($3) (14)
-
Zat organiklhidrokarbon Radikal peroksida Hidroperoksida Pengurai peroksida Metal = Radikal stabilltidak reaktif = Pengharnbat rantai radikal
Berdasarkan teori yang bertaku pada minyaWlemak (Branen, 1990; Belitz dan Grosch, 1999) bahwa sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mernpunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kernudian radikal tersebut, dengan adanya O2 dapat rnembentuk peroksida a M i yang selanjutnya dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah rnenjadi senyawa dengan rantai karbon
yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam atau enzim. Senyawa dengan rantai karbon lebih pendek tersebut adalah asam-asam organik, atdehid dan keton yang bersifat volatil (Gambar 6). Aditii antioksidan menurut Liston (1992) antara lain Zn ditiofosfat, senyawa amin, senyawa sulfida serta senyawa fenol. Menurut Hendrawati (2001) lrganox
L
109 yang merupakan senyawa turunan fenol memiliki efektiitas yang lebih tinggi sebagai
antioksidan
pelurnas berbahan dasar
antioksidan jenis lrganox L 57
minyak
sawit,
dibandingkan
(octylated/butylated) dan lrganox L 64 (mmpuran
senyawa turunan amin dan senyawa turunan fenol)
I
-
H'
m a p inisiilsi, hidrogen lepss dari C deh kalor, cahaya dan
ha1 hidi-lisis logam
Radikal Bebas Dari Minyak
4 I
dan sangat m l d i f dengan . -
2
+ Oksigen
Rad~kal bebas dari Peroksida dan H~droperoksida
I
terdekornposisi rnenjadi senyawa organik rantai pendek
Asam, Aldehid
Keton, Alkohol Gambar 6. Tahapan proses oksidasi pada trigliserida (Branen e t a / . , 1990)
H lrganox L 109
lrganox L 57
Gambar 7. Struktur molekul lrganox L 109 dan lrganox L 57 sebagai antioksidan Antioksidan lain yang sering digunakan pada minyak nabati ialah TBHQ (ter-butil hidrokuinon) yang merupakan senyawa turunan fenol.
Menurut
Patterson (1989). TBHQ memiliki efektiiias yang tinggi jika digunakan sebagai antioksidan pada trigliserida tidak jenuh. Sanhueza et a/.(2000) menyebutkan bahwa TJ3Ha memiliki efektifitas yang lebih tinggi jika dibandingkan antioksidan lain jenis BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene) dan EQ (ethoxyquin). Penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan berlangsung melalui dua jalur.
Jalur yang pertama ialah reaksi langsung antara radikal lipida dengan
antioksidan menghasilkan senyawa lipida yang stabil serta rnenghasilkan radikal antioksidan.
Radikal antioksidan memiliki kestabilan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan radikal lipida. Antioksidan jenis tersebut disebut sebagai antioksidan jenis primer, yang fungsinya menghambat reaksi propagasi (Wong, 1989; B e l i dan Grosch. 1999) Jalur yang kedua ialah antioksidan yang mereduksi atau rneminimalisasi reaksi inisiasi.
Antioksidan tersebut disebut sebagai antioksidan sekunder.
Pembentukan radikal pada tahap inisiasi umumnya disebabkan oleh ion logam. oksigen reaktif dan inisiator-inisiator lain. O'Brien (1983) menyebutkan bahwa
rnekanisme antioksidan dalarn pelumas berkaitan fungsinya sebagai inhibitor radikal bebas. dekomposer peroksida dan sebagai deaktivator metal. 2. Emulsifier
Pada proses penipisan pelat baja, rolling oil yang digunakan beibentuk ernutsi, yaitu suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalarn cairan yang lain, dirnana dua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Cairan tersebut biasanya berbentuk droplet-droplet dengan ukuran kecil. Fasa droplet emulsi terdispersi disebut sebagai fasa internal atau fasa diskontinyu dan fasa pendispersi disebut fasa eksternal atau fasa kontinyu.
Emulsi tipe ONV (oil in water), adalah ernulsi
dibedakan rnenjadi dua tipe. rninyak tersebar dalam air. tersebar dalarn minyak.
Emulsi dapat
Emulsi tipe W/O (water in oil), adalah emulsi air
Emulsi tipe ONV rnerupakan emulsi yang digunakan
dalam rolling oil. Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu (1) bagtan yang terdispersi, (2) media pendispersi dan (3) emulsifer. Pada dasamya
emulsifier rnerupakan surfaktan (surface active agent) yang mempunyai dua gugus, yaitu hidrofilik dan gugus lipofilik.
Gugus hidrofilik bersifat polar dan
mudah bersenyawa dengan air, dan gugus lipofilik bersifat non-polar dan mudah bersenyawa dengan rninyak.
Pada rnolekul emulsifier, jumlah salah satu
gugusnya harus lebih dorninan. Bila gugus polarnya yang lebih dorninan, maka rnolekul-rnolekul ernulsifer tersebut
akan diadsorpsi lebih
kuat oleh
air
dibandingkan dengan minyak. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air rnenjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fasa kontinyu. Demikian juga sebatiknya, bila gugus non-polamya yang lebih dominan. rnaka molekul-rnolekul emulsifier tersebut akan diadsorbsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air.
Hal ini menyebabkan tegangan perrnukaan rninyak
menjadi lebih rendah sehingga mudah rnenyebar dan rnenjadi fasa kontinyu. Keseimbangan antara gugus hidrofilik (polar) dan lipofilik (nonpofar) dikenal dengan istilah HLB atau hydrophitic lipophilic balance (Winarno, 1995; Belitz dan Grosch. 1999; Wong, 1989; Branen et a/.,1990)
Emulsifier merupakan suatu lapisan tipis yang menyelubungi partikel dan lokasinya berada di antara kedua permukaan senyawa terdispersi dan senyawa pendispersi, yang disebut lapisan interfasial. Lapisan interfasial sangat berperan dalam sistem dan stabilias emulsi.
Penarnbahan senyawa emulsifier maupun
senyawa-senyawa selain senyawa terdispersi dan senyawa pendispersi. dapat mempengaruhi lapisan interfasial,
dan selanjutnya dapat rnempengaruhi
kestabilan emulsi. Bahan pengemulsi juga disebui sebagai senyawa pengaktii pernlukaan yang fungsinya menurunkan tegangan permukaan air sehingga senyawa yang tidak rnudah larut akan mudah terdispersi di dalam sistem. Penelitian di bidang emulsi telah menunjukan adanya hubungan antara tegangan interfasial dengan stabilitas emulsi (De Man, 1980 dalam Malik, 1986). Menurut Subardjo (1985) emulsifier digunakan pada minyak pelumas untuk membentuk emulsi dengan air agar tiap-tiap partikel air dikelilingi oleh rninyak, sehingga minyak dan air tetap bersama-sama dalam sistern emulsi. Hal ini akan rnencegah air berhubungan dengan permukaan metal yang sangat
mungkin dapat menimbulkan korosi. Bahan emulsifier yang umum digunakan pada pelumas yaitu metal sulfonat dan sabun-sabun logam. Emulsifier adalah semua bahan atau senyawa yang dapat membantu pembentukan emulsi, sekaligus berfungsi rnempertahankan stabilitas ernulsi tersebut (Glicksman, 1982 diacu dalam Matik, 1989).
Kebanyakan bahan
tersebut berupa senyawa organik rantai panjang dengan dua ujung rantai yqng berbeda sifatnya. Ujung yang satu berupa gugus hidrofilik sedang ujung yang
lain berupa gugus lipofilik. Bagian rantai utama (tengah) akan rnenjadi pernbatas antara kedua fasa air dan rninyak. Menurut Rizvi (1992) efisiensi dari emulsifier tefgantung pada berat rnolekul, hydrophile-lipophile balance (HLB), pH serta kondisi operasional seperti ternperatur.
Ernulsi dengan nilai HLB 3
-6
sesuai untuk sistern water-in-oil
emulsions (W/O), nilai HLB 8 - 18 sesuai untuk sistern oil-in-water emulsions
(04. Menurut Kirk dan Othrner (1979) diacu dalarn Nachtrnan dan Kalpakjian (1985) emulsifier yang dibutuhkan untuk mernbentuk ernulsi ONV dari minyak jarak adalah emulsifier dengan HLB 14. Kebutuhan nilai HLB untuk mernbentuk sistern ernulsi dari beberapa bahan rninyak disajikan pada Tabel 10. Sedangkan berbagai rnacam jenis emulsifier dengan niiai HLB-nya dapat dilihat pada Lampiran 3. ErnuMuid A rnerupakan salah satu jenis emuls15er yang sudah digunakan semra kornersial. Ernumuid A merupakan turunan lesitin nabati dengan nilai HLB sekiar
10
-
11.
Lesitin rnenurut Belitz dan Grosch (1999) umurnnya
mengandung fosfatida kolin, fosfatida etanolamin, dan fosfatida inositol dalarn kornposisi yang relatif sama.
Fosfatida adalah senyawa yang larut dalarn
minyak, tetapi dapat terdispersi di dalam air. Lesitin yang dijual secara komersil terdapat dalarn fraksi yang larut dalam alkohol dan fraksi yang tidak larut di dalarn alkohol. Jenis emulsifier lain yang sering digunakan dalarn industri ialah
emulsifier jenis
polioksietilen (20) sorbiian rnonostearat yang rnerniliki HLB
sekitar 15 dan polioksietilen (20) sorbitan rnonolaurat yang rnerniliki HLB sekitar
17. Garnbar 8, 9 dan 10 rnenyajikan struktur rnolekul dari lesitin, polioksietilen sorbitan rnonostearat dan polioksietilen sorbitan mono laurat.
Tabel 10. Nilai HLB yang dibutuhkan untuk emulsifikasi minyak -)
Minyak Mineral
")-Sumber: Kirk dan Othrner (1979)
II
Rz-C-0-
ICH fosfatida kolin
0 fosfatida etanolamin
fosfatida inositol R l dan R2 = asam lemak
Gambar
8.
Struktur rnolekul lesitin (Branen, 1990)
CH20
I I
H(OCH2CH,)n -
E
(CHZ)IGCHJ
OCH
Gambar 9. Struktur molekul polioksietilen (20) sorbiian monostearat sebagai
emulsfier
H(OCH2CH,)n
Gambar
10.
-
I
OCH
Struktur molekul polioksietilen (20) sorbitan monolaurat sebagai emulsifier
3. Aditif E P (extreme pressure agent) Pada kondisi pelurnasan hidrodinamik, tebal lapisan pelurnas melebihi tinggi asperiti (tonjolan-tonjolan pada permukaan) togam, permukaan dapat dipisahkan oleh lapisan pelurnas.
sehingga seluruh
Pada kondisi tersebut
viskositas pelumas dapat mengatasi terjadinya gesekan dan keausan. Pada kondisi pelurnasan batas, lapisan pelumas sangat tipis sehingga terjadi kontak langsung pada sebagian besar permukaan. Akibatnya gesekan dan keausan sangat mungkin terjadi.
Pada pelumasan tersebut kinerja pelumas sangat
tergantung pada sifat lapisan batas (boundary lubrication), yaitu kemampuan rnelindungi permukaan logarn dibawahnya dari gesekan dan keausan (Rivi,
1992;Krik
dan Othmer. 1995;Nusa, 2001).
Pelurnas akan membentuk lapisan tipis diantara dua permukaan logam yang bergeraK
Apabila pada lapisan tipis tersebut dikenakan tekanan dan
kecepatan yang tinggi, rnaka lapisan pelumas tersebut tidak dapat rnernberikan pelumasan yang baik dan akibatnya kontak logarn dengan logam akan terjadi. Untuk mengatasi ha1 tersebut, pada pelumas perlu ditarnbahkan aditif EP (extreme pressure agent). Umumnya bahan tersebut mengandung klorida, sulfur dan fosfor. A d i i i EP dapat mernbentuk lapisan film yang melekat pada permukaan logam, sehingga dapat mencegah kontak langsung antara logam dengan logarn (Subardjo, 1985;R i i . 1998;Kajdas, 1997). Asam
lernak merupakan rantai
karboksilat pada ujungnya.
panjang yang
mernpunyai gugus
Gugus karboksilat pada ujung molekul terseput
mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan kirnia dengan permukaan logarn. Bagian rnolekul yang akti tersebut, disebut bagian potar, yang dapat melekat pada logam dengan ikatan yang cukup kuat, sehingga dapat melindungi terjadinya benturan selarna berlangsung kontak di antara logam.
Molekul asarn
lemak merupakan rantai panjang yang mernpunyai berat molekul yang tinggi
(Furqaan, 1986). Salah satu struktur rnoleku\ dari asam lemak dapat di\ihat pada Gambar II di bawah.
.
H H H H H H H H H H H H H H H H I \ ( I , I 1 1 , I I I \ H3C - C -C-C-C-CC-C-C=C-C-C-C-C-C-C-C-COOH I I t 1 1 ' 1 I l l I l I I j H H H H H H H H H H H H H
f
I3agiah Polar Gambar 11. Struktur molekul asam lemak
Pada proses pelurnasan,
rnolekul asam lemak dengan ujung polarnya
melekat pada permukaan logam yang dilurnasi seperfi terlihat pada Garnbar 12 dibawah ini.
Garnbar 12. Pelumasan batas dengan penggunaan asam lemak.
Asam lemak akan sangat efektii digunakan sebagai pelumas batas apabila dapat bereaksi dengan logam yang dilumasi yang kernudian rnembentuk sabun. Pelurnasan tidak terjadi secara fisik yaitu dengan terabsorbsinya lapisan selaput tipis asam lemak pada permukaan logam, tetapi terjadi melalui reaksi kirnia yang membentuk sabun pada permukaan logarn yang dilurnasi (Kajdas, 1997). Titik lebur asam lemak yang bereaksi dengan berbagai logarn berkisar antara 150'
sampai dengan 250%.
Dalarn operasionalnya tekanan bantalan dan
~
kecepatan luncur sangat mungkin n slampaui titik lebur asam iemak, misalnya yang terjadi pada petumasan roda gigi. Pada pelurnasan dengan ko~disi tekanan dan kecepatan luncur yang tinggi. maka diperlukan suatu kategori PI lumasan batas khusus yang reaksi kimianya terjadi pada suhu tinggi. Untuk pelu Tasan tersebut, dibutuhkan penambahan bahan kimia aktii yang dapat mernbantu pe Jmas bekeja pada kondisi tekanan ekstrim dan suhu tinggi. Bahan kimia yang dita nbahkan pada pelumas tersebut iatah aditif EP
(extreme pressure agent). Bahan-bahan kirnia yang dig ~nakansebagai adiiif EP antara lain senyawa yang mengandung klorin seperti es er klorin, rnengandung sutfur seperti fat sulfur dan oil sulfur, dan yang mengandi ng fosfor seperti trisetil fosfat.
Aditif tersebut
dapat melakukan reaksi kirnia deng In permukaan logam mernbentuk ikatan iogam klorida, logam sulfida ataupun logam fosfor yang merupakan selaput tipis yang dapat melindungi kontak antara perrnukaz i logam.
Lapisan dari aditii tekanan ekstrim
tersebut rnempunyai tiik lebur cuk~p tinggi sesuai dengan tujuannya yaitu untuk memberikan pelurnasan pada teka Ian dan suhu tinggi.
Titik lebur besi klorida
sekiiar 650 O C dan besi sulfida s e k i ~1150 O C (Furqaan, 1986; Kajdas, 1997). iak yang terkandung dalarn minyak pelurnas Pada suhu kamar asam l e ~ dapat bereaksi dengan permukaans I rgarn mernbentuk selaput sabun iogam (metalic soap).
Selaput tersebut memberik
In unjuk kerja pelurnasan yang cukup efektif,
tetapi setelah suhu rnencapai titik I !bur dari asarn lemak, aktiiias lapisan sabun logarn akan hilang. Aditif EP yang c t rdapat pada pelumas dapat mengatasi rnasalah yang tejadi akibat kenaikan suhu c an tekanan ekstrim tersebut (Furqaan. 1986). Hubungan antara koefisien gesek pada Gambar 13 di bawah ini.
I
engan perubahan suhu pelumas dapat dilihat
Koefisie Gesek
I
j
-
Carnpuran aditii EP dan asam lemak
I
r
I
I
tI
/suhu ekstrim
4. Anti Korosi
Suhu
1 udara atau sebagai hasil dari reaksi anti korosi. Pada dasarnya korosi pada
digambarkan sebagai berikut.
~
-
-
Oksidasi Anoda
:
Fe
Reduksi Katoda
:
02+H20+4e-
Fe " +
26
4OH-
digambarkan sebagai berikut.
M
= metal,
A 0 2 = peroks(da, HA
= asam dan MA2 = gsram
panjang. Aditif tersebut salah s:
tnya dijual dengan rnerek dagang Witcarnine
209. Struktur rnolekul imidazolin
pat dilihat pada Garnbar 14 di bawah ini.
Garnbar 14. Stntktur rnolekul
~idazolin sebagai antikorosi
5. Anti Busa Pada urnumnya pada sirkl
hsi rninyak. udara rnasuk ke dalarn minyak
dalarn volume yang besar d e ~ an kecepatan yang lebih tinggi, sehingga rnenyebabkan pernbuihan yans
disebabkan oleh ketidakrnampuan rninyak
melepaskan gelembung-gelembu
, udara. Oleh karena itu pedu digunakan zat
anti busa yang dapat rnerusak dt
3an cepat gelembung-gelembung udara yqng
terdapat pada rninyak pelurnas.
dekanisme keja zat anti busa ialah, zat anti
busa ditarik pada antar rnuka
iinyak dan udara, rnerendahkan tegangan
permukaan gelembung-gelernbi 3
udara, sehingga
gelembung-gelembung
Bahan yar
umurnnya digunakan sebagai zat anti busa
yaitu polimer silikon serta polirnt
rneta krilat (O'Brien, 1983; Subardjo, 1985;
besar dapat pecah.
Risvi, 1992; Kirk dan Othmer, 1 9 5
I.
Gambar 15. Struktur rnolekul poli
metilsiloksan sebagai anti busa
Gambar 16. Struktur rnolekul pol
Lil metakrilat sebagai anti busa
6. Biosida ~lpakjian (I 985) zat
Menurut Nachtman dan
anti mikroorganisrne
khususnya dibutuhkan pada pe
\as yang menggunakan campuran air dan
pelurnas. Konsentrasi mikroorg
sme pada pelumas industri dapat mencapai
rnikroorganisme per mililite
Mikroorganisrne yang berhubungan dengan
pelumas umumnya adalah mi
organisme yang rnereduksi sulfat secara
10
anaerobik
seperti
Desulfo
1
Pseudomonas sp.. serta kapang Biosida yang urnurn diguni
iodesulfuricans,
bakteri
aerobik
seperti
is Fusariurn dan Candida. n antara lain Kathon 886MW. Grotan HD2, Biosida yang diproduksi RT
Bioban PT487 (Nachtrnan dan I.
bakjian, 1985).
Vanderbilt antara lain Vancide 5
Jan Vancide
biosida produk dari perusahaal
ahan kirnia Dow Chemical Co.
tersebut rnenggunakan zat akti
nyawa o-fenilfenol, dengan struktur molekul
@
TH.
Dowicide 1 merupakan
seperti terlihat pada Garnbar 17.
Gambar 17. Struktur molekul
fenilfenol sebagai biosida
Biosida