OPTIMASI SUHU DAN TEKANAN KEMPA PADA PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BUNGKIL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L)
NURUSSHOLEHATUL AMANAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Nurussholehatul Amanah NIM F34090054
ABSTRAK NURUSSHOLEHATUL AMANAH. F34090054. Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L). Dibawah bimbingan IKA AMALIA KARTIKA. Bungkil jarak kepyar memiliki kadar protein 48.07% dan kadar serat 12.28%. Kadar protein dan serat yang tinggi ini potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel serta mengetahui suhu dan tekanan kempa optimum dalam pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar. Penelitian ini dirancang menggunakan Central Composite Design (CCD), analisis data menggunakan ANOVA (α = 0.05) dan Response Surface Method (RSM). Suhu 180 oC dan tekanan 200 kgf/cm2 menghasilkan papan partikel terbaik dalam penelitian ini, yakni MOR 24.17 kgf/cm2, MOE 2 658.56 kgf/cm2, pengembangan tebal 13.33%, daya serap air 78.18% dan kadar air 5.85%. Suhu kempa mempengaruhi seluruh respon yang diujikan sedangkan tekanan kempa hanya mempengaruhi kadar air dan daya serap air. Suhu dan tekanan kempa optimum berdasarkan model regresi MOR pada pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar adalah 180 oC dan 186 kgf/cm2. Kata kunci: Bungkil jarak kepyar, papan partikel, optimasi, suhu, tekanan.
ABSTRACT NURUSSHOLEHATUL AMANAH. F34090054. Optimization of Pressing Temperature and Pressure on Particleboard Production from Castor Cake Meal (Ricinus communis L). Supervised by IKA AMALIA KARTIKA. Castor cake meal contains 48.07% of protein and 12.28% of fiber. The high protein and fiber contents are potential to be used as particleboard raw material. This research aimed to determine the effect of pressing temperature and pressure on physical and mechanical properties of particleboard, and to obtain the optimum temperature and pressure in production of particleboard from pressing castor cake meal. This research designed by using Central Composite Design (CCD), data were analyzed by ANOVA (α = 0.05) and Response Surface Method (RSM). Temperature of 180 oC and pressure of 200 kgf/cm2 produced the best particleboard with MOR of 24.17 kgf/cm2, MOE of 2 658.56 kgf/cm2, thickness swelling of 13.33%, water absorption of 78.18% and moisture content of 5.85%. Temperature effected all tested responses, whereas pressing pressure effected only the moisture content and the water absorption of particleboard. The optimum pressing temperature and pressure based on regression model of MOR in production of particleboard from castor cake meal were 180 °C and 186 kgf/cm2. Keywords: castor cake meal, particleboard, optimization, temperature, pressure.
OPTIMASI SUHU DAN TEKANAN KEMPA PADA PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BUNGKIL JARAK KEPYAR (Ricinus communis L)
NURUSSHOLEHATUL AMANAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L) Nama : Nurussholehatul Amanah NIM : F34090054
Disetujui oleh
Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah papan partikel, dengan judul Optimasi Suhu dan Tekanan Kempa Pada Pembuatan Papan Partikel Dari Bungkil Jarak Kepyar (Ricinus communis L). Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mahdy dari Laboratorium Bio Komposit Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Ibu Egna dari Laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Umik dan Abah, seluruh keluarga, Kanda, Diar, Iddea, Ariska, dan Nami atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata kepada para pembaca.
Bogor, November 2013 Nurussholehatul Amanah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
BAHAN DAN METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan dan Alat
3
Metode
3
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Karakteristik Bungkil Jarak Kepyar
6
Optimasi Pembuatan Papan Partikel dan Karakteristik Sifat Fisik dan Mekaniknya
7
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kombinasi antara level dan faktor-faktor optimasi Kombinasi perlakuan penelitian Komposisi bungkil jarak kepyar Hasil uji fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar berukuran 100 mesh 5 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air 6 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam 7 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam 8 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam 9 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam 10 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE 11 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR
4 5 6 8 8 11 12 14 16 17 19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR
9 10 11 12 13 13 15 15 16 17 18 18 20 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Prosedur analisis karakterisasi bahan baku (AOAC 1995) Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel (ASTM D143-2009)
24 26
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman jarak kepyar atau kaliki (Ricinus communis L) merupakan tanaman yang mudah tumbuh bahkan di lahan marginal. Tanaman ini berasal dari benua Afrika, yaitu di sekitar wilayah Afrika Timur (Chevellier 2001). Tanaman jarak kepyar memiliki potensi yang cukup besar sebagai penghasil minyak kastor dan sumber bioenergi. Lombok, Lampung, Sulawesi dan Jawa adalah daerah di Indonesia yang telah mengembangkan tanaman ini. Namun pada tahun 2012 Indonesia hanya berhasil memproduksi jarak kepyar 1 800 ton pada 4 500 ha lahan tanam, jauh lebih rendah dibandingkan dengan India sebagai pengekspor jarak kepyar tertinggi di dunia, yakni 1.63 juta ton pada 1.12 juta ha lahan tanam (FAO 2013). Meningkatnya minat untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, produksi bioenergi cair dari minyak nabati, castor oil diusulkan sebagai salah satu pilihan penting untuk mengurangi gas rumah kaca. Disamping itu, menurut Anandan et al. (2005), biji jarak kepyar memiliki kadar protein yang tinggi, yakni 34 sampai 36%. Kadar protein tinggi yang dimiliki biji jarak kepyar ini berpotensi menghasilkan produk-produk lain yang bermanfaat bagi manusia. Pemaanfaatan yang lebih maksimal dari biji jarak ini adalah penggunaan bungkil hasil ekstraksi minyak dari biji jarak kepyar yang masih mengandung protein tinggi. Papan partikel merupakan produk panel yang terbuat dari partikel-partikel kayu melalui proses kempa yang diikat dengan perekat (Bowyer et al. 2003). Namun, persediaan kayu sebagai bahan baku papan partikel semakin terbatas akibat eksploitasi hutan yang berlebihan. Selain itu, perekat yang umum digunakan pada industri papan partikel berupa urea formaldehida dan fenol formaldehida mengeluarkan emisi formaldehida yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Roffael 1993). Dengan demikian diperlukan bahan baku dan perekat alternatif yang mampu menghasilkan papan partikel dengan kualitas yang baik. Sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk menemukan alternatif bahan baku dan perekat yang lebih ramah lingkungan, antara lain pemanfaatan ampas biji jarak pagar dengan protein yang terkandung dalam ampas tersebut sebagai perekatnya (Lestari dan Kartika 2012), ampas tanaman bunga matahari dengan protein yang terkandung dalam ampas tersebut sebagai perekatnya (Evon et al. 2010) dan serat kayu dengan protein kedelai sebagai perekatnya (Li et al. 2009). Pemanfaatan bungkil jarak kepyar sebagai bahan baku sekaligus perekat alternatif papan partikel dianggap signifikan karena memiliki kadar protein tinggi sebagai perekat antara partikel papan dan kadar serat yang cukup tinggi sebagai bahan substitusi kayu. Pada dasarnya sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku pembentuknya, jenis perekat dan proses kempa. Proses kempa yang optimal dianggap mampu meningkatkan kualitas papan yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian Li et al. (2009), umumnya korelasi antara suhu dan waktu kempa berbanding terbalik dalam meningkatkan daya rekat antara protein dan permukaan serat yang menyebabkan kekuatan mekanik papan partikel lebih tinggi. Selain
2 waktu dan suhu kempa, faktor lainnya yang mempengaruhi proses kempa adalah tekanan kempa. Ye et al. (2005) menyatakan bahwa suhu dan tekanan kempa papan partikel memainkan peran penting pada sifat mekaniknya. Optimasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan papan partikel perlu dilakukan. Hal ini untuk memaksimalkan produksi papan partikel dari bungkil jarak kepyar. Penggunaan metode yang tepat dapat menentukan titiktitik optimal dengan jumlah perlakuan dan waktu yang lebih singkat, dan Response Surface Method (RSM) merupakan metode yang memudahkan peneliti untuk mendapatkan desain penelitian, pengolahan data, dan solusi optimasi sekaligus. RSM juga dapat digunakan untuk menganalisa respon yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah ditentukan, sehingga metode ini menjadi pilihan karena mampu mengoptimalkan respon.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel, serta mengetahui suhu dan tekanan kempa optimum dalam pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat pengaruh variasi suhu dan tekanan terhadap kualitas papan partikel yang dihasilkan dari bungkil jarak kepyar berukuran 100 mesh dengan waktu kempa selama 6 menit. Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM D143-2009 dan JIS A 5908-2003. Penelitian ini dirancang menggunakan Central Composite Design (CCD) dengan nilai maksimum dan minimum suhu kempa sebesar 180 dan 160 oC, dan nilai maksimum dan minimum tekanan kempa sebesar 200 dan 160 kgf/cm2. Analisis data menggunakan ANOVA (α = 0.05), dan analisis regresi dengan Response Surface Method (RSM). Penelitian ini menganalisis kadar air, daya serap air, pengembangan tebal, kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) dan keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) papan partikel.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Agustus 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan dan di Laboratorium DIT, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bungkil jarak kepyar yang diperkecil ukurannya menjadi 100 mesh. Bungkil jarak kepyar ini diperoleh dari PT Kimia Farma, Semarang. Bahan lainnya yang digunakan untuk analisis, yaitu larutan H2SO4 pekat, H2SO4 0.325 N, H2SO4 0.02 N, NaOH 6 N, NaOH 1.25 N, katalis CuSO4:Na2SO4, asam borat 2%, indikator mensel, pelarut heksan, alkohol dan aquades. Alat yang digunakan untuk pembuatan papan berupa saringan 100 mesh, mesin hotpress, kertas teflon ukuran 10 x 10 cm, dan plat baja berukuran 10 x 10 x 0.5 cm. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas, inkubator, Universal Testing Machine (UTM), jangka sorong, oven, mistar, cawan porselen dan aluminium, pendingin balik, tanur, erlenmeyer vakum, corong vakum dan pompa vakum.
Metode Karakterisasi Bahan Baku Sebanyak 3 kg bahan baku berupa bungkil jarak kepyar diperkecil ukurannya menjadi 100 mesh dan selanjutnya dikeringkan hingga kadar airnya ± 10%. Bungkil jarak kepyar yang sudah kering dan homogen dianalisis proksimat berupa kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Prosedur analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan Lembaran Papan Partikel Pembuatan papan partikel dilakukan dengan metode kempa dan menggunakan cetakan berupa plat baja berukuran 10 cm x 10 cm x 0.5 cm. Pada saat pembentukan lembaran diusahakan seluruh campuran partikel target tersebar merata agar dihasilkan kerapatan papan yang seragam. Adapun kerapatan target yang diinginkan adalah 0.9 g/cm3. Antara serbuk bungkil jarak kepyar dan lempengan plat dilapisi kain teflon supaya mempermudah proses pemisahan antara lembaran papan dan plat baja pasca pengempaan. Proses kempa dilakukan pada variasi suhu 160 hingga 180 oC, variasi tekanan 160 hingga 200 kgf/cm2, dan waktu kempa selama 6 menit. Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel Menurut Lestari dan Kartika (2012), setelah pengempaan, papan partikel perlu dikondisikan selama 14 hari pada suhu 30 oC untuk menghilangkan tegangan pada papan pasca pengempaan. Papan partikel yang telah dikondisikan kemudian dipotong menjadi contoh uji berdasarkan ASTM D143-2009 dan hasilnya dibandingkan dengan JIS A 5908-2003. Pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air selama 2 jam dan 24 jam, pengembangan tebal selama 2 jam dan 24 jam, kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE), dan keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR). Prosedur analisis sifat fisik dan mekanik papan partikel dijelaskan lebih lanjut pada Lampiran 2.
4 Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode Response Surface Method (RSM) sebagai penentu titik optimum dari setiap respon yang diuji. Menurut Iriawan dan Astuti (2006), RSM merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel bebas (faktor X) mempengaruhi variabel respon Y dengan tujuan mengoptimalkan respon. RSM merupakan cara yang efektif untuk melihat sistem respon ketika taraf dari faktor-faktor yang terlibat berubah (Harvey 2000). Menurut Montgomery (2001), langkah pertama dari RSM adalah menemukan hubungan antara respon Y dan faktor X melalui persamaan polinomial orde pertama dan digunakan model regresi linear, atau yang lebih dikenal dengan model polinomial orde pertama: Y = β0 +
=
β
Pada model polinomial orde kedua, biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model regresi orde kedua yang fungsinya kuadratik: Y = βo +
=
β
=
β
=
=
β
Keterangan: Y = Respon pengamatan βo = Titik potong βi = Koefisien linier βii = Koefisien kuadratik βij = Koefisien interaksi perlakuan Xi = Kode perlakuan untuk faktor suhu Xj = Kode perlakuan untuk faktor tekanan = Galat Rancangan eksperiman orde kedua dipilih untuk menentukan titik optimum dalam setiap respon penelitian ini. Menurut Lubis (2010), untuk menentukan kondisi operasi optimum pada orde kedua diperlukan rancangan komposit terpusat (central composite design) dalam pengumpulan data percobaan. Tabel 1 Kombinasi antara level dan faktor-faktor optimasi Faktor Suhu (oC) Tekanan (kgf/cm2)
Level -√
-1
0
1
√
155.86 151.72
160 160
170 180
180 200
184.14 208.28
Menurut Montgomery (2001) Central Composite Design (CCD) adalah rancangan faktorial 2k atau faktorial sebagian (fractional factorial) yang diperluas melalui penambahan titik-titik pengamatan pada pusat agar memungkinkan
5 pendugaan koefisien parameter permukaan ordo kedua (kuadratik). Variabel bebas atau faktor yang digunakan dalam pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar adalah suhu (X1) dan tekanan (X2). Tabel 1 di atas menunjukkan kombinasi antara faktor dan level yang dipilih dengan rentang tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan 8 kali ulangan untuk titik pusat dan 2 kali ulangan untuk titik lainnya (Tabel 2). Data hasil penelitian ini diolah menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS) 9.1. Tabel 2 Kombinasi perlakuan penelitian Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Faktor X1 160 160 160 160 180 180 180 180 155.86 155.86 184.14 184.14 170 170 170 170 170 170 170 170 170 170 170 170
X2 160 160 200 200 160 160 200 200 180 180 180 180 151.72 151.72 208.28 208.28 180 180 180 180 180 180 180 180
Montgomery (2001) juga menjelaskan bahwa RSM dapat dinyatakan secara grafik dalam gambar 3D dan kontur untuk memvisualisasikan bentuk dari permukaan respon. Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengidentifikasi nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan sehingga plot kontur memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan respon. Setelah menemukan titik stasioner kemudian menggolongkan permukaan respon disekitar daerah yang sangat dekat dari titik stasioner, sehingga dapat ditentukan
6 apakah titik stasioner merupakan titik respon maksimum atau minimum atau titik pelana (saddle point).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bungkil Jarak Kepyar Jarak kepyar memiliki buah berbentuk bulat, seperti kapsul, dapat berambut maupun tidak. Biji berbintik menyerupai serangga dengan bentuk variatif (Mardjono 2000). Kandungan minyak dalam biji jarak kepyar cukup tinggi, yakni 45–55%. Sebagian besar biji jarak kepyar mengandung gliserida asam risinoleat, risin, dan lektin (Chevallier 2001). Menurut Perdomo et al. (2013), lemak dan protein terletak pada bagian internal endosperma. Beberapa protein dan pati terletak di lapisan terluar dari endosperma biji jarak kepyar. Risin adalah komponen utama dari endosperma dan jumlahnya 1–5% dari berat kering biji jarak kepyar (Zhang et al. 2013). Risin merupakan protein yang dimiliki jarak kepyar yang bersifat racun pada mamalia (Chevallier 2001). Sifat-sifat bahan baku papan partikel, antara lain kerapatan, bentuk dan ukuran bahan baku, kadar air dan kandungan ekstraktifnya perlu diperhatikan untuk mendapatkan kualitas papan partikel yang baik (Bowyer et al. 2003). Berdasarkan Tabel 3, kadar protein bungkil jarak kepyar yang digunakan pada penelitian ini sebesar 48.07% lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Akande et al. (2012) yang menggunakan bahan baku dari Nigeria. Kadar protein tinggi pada bahan baku penelitian ini diharapkan menjadi perekat alami yang dimiliki oleh bungkil jarak kepyar sebagai bahan baku papan partikel. Evon et al. (2010) menyatakan bahwa sebagai bahan pengikat serat, protein dapat membentuk ikatan kompleks yang mampu meningkatkan daya kohesi antar permukaan serat. Menurut Lambuth (1977), perekatan protein terjadi saat molekul protein berdispersi dengan substrat sehingga saat protein ini unfold akan meningkatkan area kontak interaksi dengan substrat. Tabel 3 Komposisi bungkil jarak kepyar Parameter Kadar protein Kadar abu Kadar lemak Kadar air Kadar serat kasar Kadar karbohidrat *
Hasil Penelitian Sebelumnya (Akande et al. 2012)
Hasil Penelitian (%bb)
38.58 11.15 9.34 3.46 -
48.07 10.09 3.37 9.73 12.28 16.46
* (by difference)
Kadar air dan serat yang terkandung pada bungkil jarak kepyar dalam penelitian ini masing-masing sebesar 9.73% dan 12.28% (Tabel 3). Kadar air dan
7 serat ini juga diharapkan mampu secara signifikan mempengaruhi sifat mekanik papan partikel. Kadar air merupakan promotor untuk sifat adhesi perekat bungkil jarak kepyar dengan serat dalam produksi papan dengan metode kempa panas. Menurut Lambuth (1994), air bertindak sebagai plastisizer dan memungkinkan molekul protein berkembang dan terjerat selama pemanasan, hal ini berakibat pada kekuatan ikatan saat sebagian air menguap.
Optimasi Pembuatan Papan Partikel dan Karakteristik Sifat Fisik dan Mekaniknya Papan partikel memiliki kelebihan dibandingkan kayu solid, antara lain tidak memiliki cacat berupa mata kayu dan retak-retak seperti kayu pada umumnya, ukuran dan kerapatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan lebih isotropik atau memiliki sifat elastis yang sama ke semua arah pada setiap titik papan partikel (Maloney 2003). Sifat papan partikel yang fleksibel ini memungkinkan papan partikel dibuat dari partikel berbagai ukuran. Penelitian ini menggunakan partikel berukuran 100 mesh yang secara umum menghasilkan sifat fisik dan mekanik papan partikel lebih baik apabila dibandingkan dengan penelitian Kautsar (2013) yang juga berbahan baku bungkil jarak kepyar dengan ukuran partikel lebih besar (80 mesh). Ukuran partikel yang digunakan memiliki dampak yang signifikan terhadap kesesuaian kinerja. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan ikatan adhesif protein pada bahan tersebut (Kumar et al. 2002). Di lain pihak, papan partikel memiliki kelemahan stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan tebal papan partikel sekitar 10 sampai 25% dari kondisi kering ke basah melebihi pengembangan tebal kayu utuh. Pengembangan panjang dan tebal pada papan partikel ini sangat besar pengaruhnya pada aplikasinya terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan (Haygreen dan Bowyer 1996). Penelitian ini menghasilkan papan partikel sesuai dengan target kerapatannya (0.9 g/cm3) dan tergolong papan partikel berkerapatan tinggi karena mempunyai kerapatan lebih besar dari 0.8 g/cm3 (Maloney 2003). Kondisi ini berimplikasi pada kualitas papan partikel yang dihasilkan semakin baik. Kerapatan merupakan faktor penting yang banyak digunakan sebagai pedoman dalam memperoleh gambaran tentang kekuatan papan partikel yang diinginkan (Maloney 2003). Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), kerapatan papan partikel berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong, sehingga semakin tinggi kerapatan papan partikel maka kekuatan dan kekakuannya juga semakin tinggi. Berdasarkan hasil uji fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar berukuran 100 mesh (Tabel 4), papan partikel belum memenuhi standar JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996 kecuali parameter kerapatan dan kadar air.
8 Tabel 4 Hasil uji fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar berukuran 100 mesh JIS A SNI 03Parameter Uji Nilai 5908-2003 2105-1996 Kerapatan (g/cm3) 0.88–0.92 Kadar Air (%) 5.85–8.98 Daya Serap Air 2 Jam (%) 32.81–99.69 Daya Serap Air 24 Jam (%) 78.18–109.30 Pengembangan Tebal 2 Jam (%) 6.67–22.00 Pengembangan Tebal 24 Jam (%) 11.11–28.85 MOE (kgf/cm2) 854.56–2 590.91 2 MOR (kgf/cm ) 2.87–24.17
0.4–0.9 5–13 – – ≤ 12 ≤ 12 ≥ 20 400 ≥ 82
0.5–0.9 ≤ 4 – – ≤ 12 ≤ 12 ≥ 5 000 ≥ 8
Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Kadar Air Kadar air merupakan sifat fisik papan partikel yang menunjukkan banyaknya kandungan air dalam kayu atau produk kayu (Bowyer et al. 2003). Berdasarkan JIS A 5908-2003 kadar air papan partikel pada penelitian ini, yakni 5.85 sampai 8.98%, telah memenuhi standar (Tabel 4). JIS A 5908-2003 menentukan standar kadar air yang terkandung dalam papan partikel adalah 5–13%. Menurut Lestari dan Kartika (2012), kadar air papan partikel menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas dimensi papan. Semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam papan partikel maka semakin rendah kestabilan dimensi dan kualitasnya. Apabila kadar air papan lebih kecil dari 5% atau lebih besar dari 13% maka papan partikel tersebut akan mudah rapuh sehingga kualitasnya ikut menurun. Tabel 5 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air Source
df
SS
MS
Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Linear) (Quadratic) (Cross Product) Error (Lack of fit)
5 1 1 1 1 1 2 2 1 18 3
13.8887 10.9743 1.8278 0.7229 0.1903 0.3340 12.8021 0.8962 0.1903 0.7908 0.1884
2.7777 10.9743 1.8278 0.7229 0.1903 0.3340 6.4010 0.4481 0.1903 0.0439 0.0628
F 63.2264 249.7970 41.6034 16.4558 4.3326 7.6021 145.7000 10.2000 4.3326 1.5636
P 0.0001 0.0001* 0.0001* 0.0007* 0.0519 0.0130* 0.0001* 0.0011* 0.0519 0.2396
* Signifikan (P < 0.05)
Pengujian lack of fit bertujuan mengetahui apakah model yang digunakan tepat atau tidak. Berdasarkan Tabel 5 nilai lack of fit tidak signifikan karena nilai P lebih besar dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini kurang cocok untuk mengoptimasi kadar air. Model polinomial orde pertama cenderung
9 lebih cocok untuk mengoptimalkan kadar air bila dilihat dari nilai P model linier yang lebih kecil dibandingkan dengan model kuadratik. KA = 82.14 – 0.75*X1 – 0.03*X2 + 0.0024*X12– 0.00077*X1X2 + 0.0004*X22 (R2 = 0.9461) Koefisien determinasi dinyatakan sebagai nilai R2 merupakan ukuran seberapa besar pengaruh variabel bebas (suhu dan tekanan kempa) terhadap respon. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1. Apabila nilai R2 dikalikan 100%, maka hal ini menunjukkan persentase keragaman (informasi) di dalam variabel respon yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Semakin besar nilai R2, semakin baik model regresi yang diperoleh. Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air diperoleh R2 sebesar 0.9461 yang memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan kadar air ialah sebesar 94.61%. Kemungkinan pengaruh lain di luar suhu dan tekanan kempa ialah kadar air bahan baku dan waktu kempa. Nilai R2 ini tergolong baik karena memiliki nilai mendekati 1. Tabel 5 menunjukkan bahwa parameter suhu dan tekanan signifikan mempengaruhi kadar air papan partikel (KA). Semakin tinggi suhu dan tekanan maka nilai kadar air papan partikel cenderung semakin rendah. Kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur kadar air terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 1).
Gambar 1 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air Grafik 3D kadar air menunjukkan titik stasioner minimum dengan titik kritis pada 194.6 oC dan 224.5 kgf/cm2, dan optimum pada titik 5.5% (Gambar 2). Ketika suhu dan tekanan kempa ditingkatkan hingga 194.6 oC dan 224.5 kgf/cm2 maka kadar air akan menurun. Namun, ketika suhu dan tekanan ditingkatkan lebih besar dari 194.6 oC dan 224.5 kgf/cm2 maka kadar air akan kembali naik. Keadaan ini diduga karena suhu tinggi selama proses kempa yang menyebabkan bagian atas dan bawah permukaan papan kehilangan air dengan cepat dan mengalami pengerasan sehingga air terperangkap di bagian dalam papan. Fenomena ini terjadi seperti halnya fenomena case hardening, yaitu suatu fenomena yang terjadi pada proses pengeringan, dimana proses difusi dari inti menuju permukaan menjadi terhambat akibat lapisan kulit bagian luar membentuk lapisan yang kedap air.
10 Menurut Christianto (2008), case hardening juga dapat disebabkan oleh adanya perubahan kimia pada bahan, misalnya penggumpalan protein pada permukaan papan karena adanya panas dan terbentuknya dekstrin dari pati atau karbohidrat jika dikeringkan akan membentuk permukaan papan yang masif dan keras.
Gambar 2 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap kadar air Papan partikel dengan kadar air minimum (5.85%) memiliki kerapatan papan partikel yang tinggi, yakni 0.92 g/cm3. Kecenderungan nilai kadar air papan yang semakin rendah diikuti dengan kerapatannya yang semakin tinggi terjadi pada penelitian ini ketika suhu dan tekanan kempa tertinggi pada pembuatan papan partikel, yakni 180 oC dan 200 kgf/cm2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kollman et al. (1975) bahwa papan partikel yang memiliki kerapatan tinggi, partikelnya akan semakin kompak dan padat sehingga tidak banyak terdapat rongga atau pori antar jalinan partikel yang dapat diisi oleh air. Setiawan (2008) juga menyebutkan bahwa semakin tinggi kerapatan papan partikel maka air yang terkandung didalamnya semakin rendah. Papan partikel dengan kerapatan yang tinggi memiliki ikatan yang kuat antara partikel dan perekatnya sehingga air sulit mengisi kembali rongga yang terdapat dalam papan partikel karena kemungkinan rongga tersebut telah terisi oleh perekatnya (Prasetyarini 2009). Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Daya Serap Air Daya serap air merupakan salah satu sifat fisik dari papan partikel yang menunjukkan kemampuan papan partikel dalam menyerap air (Ginting 2009). Papan partikel yang berkualitas baik adalah papan partikel yang dapat menyerap air serendah mungkin. Pengujian daya serap air papan partikel dilakukan selama 2 jam dan 24 jam. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai daya serap air papan partikel selama 2 jam dan 24 jam masing-masing pada kisaran 32.81 sampai 99.69% dan 78.18 sampai 109.3% (Tabel 4). Tingginya nilai daya serap air papan partikel pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan bangunan eksterior ataupun interior. JIS A 5908-2003 tidak menetapkan standar untuk daya serap air papan partikel, namun menurut Lestari dan Kartika (2012) uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan partikel terhadap air terutama saat digunakan untuk keperluan eksterior dimana papan mengalami kontak langsung dengan kondisi cuaca (kelembaban dan hujan).
11 Tabel 6 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam Source Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Lack of fit)
df 5 1 1 1 1 1 3
SS 4330.6950 2439.4930 1162.5960 460.2712 108.2656 278.4442 3952.2600
MS 866.1390 2439.4930 1162.5960 460.2712 108.2656 278.4442 1317.4200
F 3.8122 10.7374 5.1171 2.0259 0.4765 1.2256 143.9151
P 0.0157 0.0042* 0.0363* 0.1717 0.4988 0.2828 0.0001*
* Signifikan (P < 0.05)
Berdasarkan Tabel 6, nilai lack of fit signifikan, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi daya serap air papan selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa. DSA2 = – 1174.75 + 15.84*X1 + 0.64*X2 – 0.06*X12 + 0.018*X1X2 – 0.012*X22 (R2 = 0.5143) Berdasarkan hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam diperoleh R2 sebesar 0.5143 yang memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan daya serap air selama 2 jam ialah sebesar 51.43%. Nilai R2 ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa parameter suhu dan tekanan signifikan mempengaruhi daya serap air papan partikel selama 2 jam (DSA2). Semakin tinggi suhu dan tekanan maka daya serap air selama 2 jam cenderung semakin rendah. Kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur daya serap air selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 3).
Gambar 3 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam Grafik 3D daya serap air selama 2 jam menunjukkan titik stasioner maksimum dengan titik kritis pada 155.1 oC dan 150 kgf/cm2, dan optimum pada titik 102.2% (Gambar 4). Ketika suhu dan tekanan lebih besar dari 155.1 oC dan 150 kgf/cm2 maka daya serap air selama 2 jam akan menurun. Nilai daya serap air selama 2 jam yang tinggi ini diduga karena jenis bahan baku yang digunakan
12 berupa partikel kaya protein dan serat. Ikatan hidrogen antara serat (hydroxy groups) dan protein (polar groups) membuat papan partikel ini higroskopis. Sutigno (1994) yang diacu dalam Jatmiko (2006) menyatakan bahwa kualitas papan partikel bergantung pada jenis dan ukuran partikel yang digunakan. Partikel yang mempunyai bahan berupa serbuk yang bersifat higroskopis akan mudah dan cepat menyerap air.
Gambar 4 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 2 jam Tabel 7 menunjukkan nilai lack of fit signifikan, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi daya serap air papan selama 24 jam terhadap suhu dan tekanan kempa. DSA24 = – 112.54 + 3.46*X1 – 0.26*X2 – 0.0097*X12 – 0.0041*X1X2 + 0.0022*X22 (R2 = 0.5790) Berdasarkan hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam diperoleh R2 sebesar 0.5790 yang memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan daya serap air selama 24 jam ialah sebesar 57.90%. Nilai R2 ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1. Tabel 7 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam Source
df
SS
MS
F
P
Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Lack of fit)
5 1 1 1 1 1 3
741.5044 517.7324 191.5318 12.0433 5.3138 9.5223 309.4092
148.3009 517.7324 191.5318 12.0433 5.3138 9.5223 103.1364
4.9505 17.2825 6.3936 0.4020 0.1774 0.3179 6.7317
0.00503 0.00059* 0.02102* 0.53402 0.67862 0.57985 0.00427*
* Signifikan (P < 0.05)
Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa parameter suhu dan tekanan signifikan mempengaruhi daya serap air papan partikel selama 24 jam (DSA24).
13 Semakin tinggi suhu dan tekanan maka daya serap air selama 24 jam cenderung semakin rendah. Kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur daya serap air selama 24 jam terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 5).
Gambar 5 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam Grafik 3D daya serap air selama 24 jam (Gambar 6) menunjukkan titik stasioner saddle point, artinya terdapat nilai yang sama dari beberapa perlakuan dalam penelitian ini sehingga respon cenderung stabil. Selain itu titik kritis daya serap air selama 24 jam berada pada 138.5 oC dan 190.3 kgf/cm2, dan optimum pada titik 102.8%. Perbedaan titik optimum daya serap air selama 2 jam (102.2%) dan 24 jam (102.8%) yang tidak berbeda nyata kemungkinan disebabkan oleh kapasitas kapiler kosong papan partikel telah terisi sebagian besar saat perendaman papan selama 2 jam dan mulai cenderung stabil saat perendaman 24 jam.
Gambar 6 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap daya serap air selama 24 jam Berdasarkan kecenderungan daya serap air selama 2 jam dan 24 jam yang semakin kecil saat kondisi suhu dan tekanan kempa semakin tinggi, kemungkinan menyebabkan efektifitas kekuatan ikatan antar partikel semakin baik dan kompak. Kondisi ini berimplikasi terhadap semakin minimnya saluran kapiler kosong di dalam papan partikel. Djalal (1984) dalam Jatmiko (2006) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya penyerapan air papan partikel yaitu adanya saluran kapiler yang menghubungkan antar ruang kosong, volume ruang kosong antar partikel, dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel dan luas permukaan partikel yang tidak ditutupi perekat.
14 Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Pengembangan Tebal Pengukuran pengembangan tebal dilakukan pada 1 contoh uji yang sama dengan daya serap air. Menurut Ginting (2009), pengukuran pengembangan tebal dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tebal papan partikel akibat adanya sejumlah air yang masuk setelah papan direndam dalam periode waktu tertentu (2 dan 24 jam). Kualitas papan partikel dapat ditinjau dari pengembangan tebalnya. Semakin tinggi nilai pengembangan tebal maka semakin rendah kestabilan dimensi dan kualitasnya, demikian juga sebaliknya. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam dan 24 jam masing-masing pada kisaran 6.67 sampai 22% dan 11.11 sampai 28.85% (Tabel 4). Umumnya nilai pengembangan tebal dari penelitian ini masih berada di bawah standar JIS A 5908-2003 (maksimal 12%). Nilai pengembangan tebal yang cukup tinggi ini menyebabkan papan partikel dalam penelitian ini tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan interior karena sifat mekanis yang dimiliki akan segera menurun secara drastis dalam waktu yang singkat. Tabel 8 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam Source
df
SS
MS
F
P
Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Lack of fit)
5 1 1 1 1 1 3
290.2104 204.3333 30.8844 40.1436 13.0305 6.6990 204.3333
58.0421 204.3333 30.8845 40.1436 13.0305 6.6990 204.3333
6.1927 21.8009 3.2951 4.2830 1.3903 0.7147 21.8008
0.0017 0.0002* 0.0862 0.0531 0.2537 0.4090 0.0002*
* Signifikan (P < 0.05)
Berdasarkan Tabel 8, nilai lack of fit signifikan, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi pengembangan tebal papan selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa. PT2 = – 283.74 + 4.52*X1 – 0.50*X2 – 0.018*X12 + 0.0064*X1X2 – 0.0018*X22 (R2 = 0.6324) Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam diperoleh R2 sebesar 0.6324 yang memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan pengembangan tebal selama 2 jam ialah sebesar 63.24%. Nilai R2 ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa hanya parameter suhu yang signifikan mempengaruhi pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam (PT2). Semakin tinggi suhu maka nilai pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam akan semakin kecil, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam terhadap suhu dan tekanan kempa (Gambar 7).
15
Gambar 7
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam
Grafik 3D pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam (Gambar 8) menunjukkan titik stasioner maksimum yang selaras dengan daya serap air selama 2 jam. Pengembangan tebal papan partikel selama 2 jam memiliki titik kritis pada 150.1 oC dan 125.7 kgf/cm2, dan optimum pada titik 23.6%. Setiawan (2008) menyatakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungan dengan absorbsi air karena semakin banyak air yang diabsorbsi dan memasuki struktur partikel maka semakin banyak pula perubahan dimensi yang dihasilkan. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya nilai daya serap air.
Gambar 8 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 2 jam Nilai lack of fit yang ditunjukkan oleh Tabel 9 lebih kecil dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi pengembangan tebal selama 24 jam terhadap suhu dan tekanan kempa. PT24 = – 63.83 + 2.48*X1 – 0.93*X2 – 0.012*X12 + 0.0058*X1X2 – 0.00029*X22 (R2 = 0.6828) Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam diperoleh R2 sebesar 0.6828 yang memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan pengembangan tebal selama 24 jam ialah sebesar 68.28%. Nilai R2 ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1.
16 Tabel 9 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam Source
df
SS
MS
F
Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Lack of fit)
5 1 1 1 1 1 3
341.3809 295.7948 17.2560 17.3630 10.7880 0.1758 119.6833
68.2762 295.7948 17.2560 17.3630 10.7880 0.1758 39.8944
7.7506 33.5783 1.9589 1.9710 1.2246 0.0199 15.3912
P 0.0005 0.0001* 0.1786 0.1773 0.2830 0.8892 0.0001*
* Signifikan (P < 0.05)
Tabel 9 juga menunjukkan hanya parameter suhu yang signifikan mempengaruhi pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam (PT24). Semakin tinggi suhu maka nilai pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam akan semakin kecil, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam (Gambar 9).
Gambar 9
Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam
Berdasarkan grafik 3D pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam (Gambar 10), titik stasioner yang dihasilkan adalah saddle point yang selaras dengan daya serap air selama 24 jam, artinya terdapat nilai yang sama dari beberapa perlakuan dalam penelitian ini sehingga pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam cenderung stabil. Gambar 10 juga memperlihatkan titik kritis pengembangan tebal papan partikel selama 24 jam terletak pada 197.6 oC dan 364.7 kgf/cm2, dan optimum pada titik 11.4%.
17
Gambar 10
Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal selama 24 jam
Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Modulus of Elasticity Kekuatan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) menunjukkan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas elastis sehingga benda akan kembali ke bentuk semula apabila beban dilepaskan (Mardikanto et al. 2009). Kekuatan lentur merupakan ukuran ketahanan suatu benda untuk mempertahankan bentuk yang berhubungan dengan kekakuan (Haygreen dan Bowyer 1996). Semakin tinggi keteguhan lentur papan partikel maka kualitas papan partikel tersebut ikut meningkat. Menurut Maloney (2003), keteguhan lentur dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, serta daya ikat rekat dan panjang serat. Berdasarkan hasil pengujian MOE papan partikel dari bungkil jarak kepyar (Tabel 4) diperoleh kisaran nilai sebesar 854.56 sampai 2 590.91 kgf/cm2. Tabel 10 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE Source
df
SS
Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Lack of fit)
5 1 1 1 1 1 3
3385316.0 1978952.0 355822.6 1046638.0 2151.3 26796.6 2243114.0
MS 677063.2 1978952.0 355822.6 1046638.0 2151.3 26796.6 747704.8
F
P
4.2708 12.4829 2.2445 6.6021 0.0136 0.1690 18.3720
0.0098 0.0024* 0.1514 0.0193* 0.9085 0.6858 0.0001*
* Signifikan (P < 0.05)
Berdasarkan analisis varian (Tabel 10), MOE memiliki nilai lack of fit lebih kecil dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi MOE terhadap suhu dan tekanan kempa. MOE = 7 7720.07 – 922.31*X1 – 19.78*X2 + 2.86*X12 – 0.082*X1X2 + 0.11*X22 (R2 = 0.5426) Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE diperoleh R2 sebesar 0.5426, artinya pengaruh suhu dan tekanan
18 kempa terhadap perubahan MOE ialah sebesar 54.26%. Nilai R2 ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1. Pada Tabel 10 juga dapat dilihat bahwa hanya parameter suhu yang signifikan mempengaruhi MOE. Hal ini sesuai dengan pendapat Evon et al. (2010), MOE papan partikel meningkat selaras dengan peningkatan suhu kempa. Oleh karena itu, semakin tinggi suhu (hingga 185 oC) maka nilai MOE cenderung meningkat, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur MOE (Gambar 11).
Gambar 11 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE Grafik 3D MOE (Gambar 12) menunjukkan bahwa MOE terhadap suhu dan tekanan kempa memiliki titik stasioner minimum dengan titik kritis pada 163.4 oC dan 145 kgf/cm2, dan optimum pada titik 956.2 kgf/cm2, artinya nilai MOE minimum diperoleh saat 163.4 oC dan 145 kgf/cm2. Berdasarkan model regresi orde kedua dari MOE dapat diperoleh nilai MOE minimum papan partikel berdasarkan standar JIS A 5908-2003 (20 400 kgf/cm2) dengan mengiterasikan suhu dan tekanan kempa hingga 246 oC dan 266 kgf/cm2. Kondisi proses ini tidak memungkinkan untuk menghasilkan papan partikel dengan MOE minimum berdasarkan standar JIS A 5908-2003 karena suhu yang disarankan oleh model regresi orde kedua MOE ini jauh melebihi suhu degradasi protein, yakni 192 oC (Mo et al. 1999).
Gambar 12 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOE Pengaruh Suhu dan Tekanan Kempa Terhadap Modulus of Rupture Keteguhan patah atau Modulus of Rupture (MOR) merupakan kekuatan lentur maksimum hingga material tersebut patah (Mardikanto et al. 2009). Haygreen dan Bowyer (1996) juga berpendapat bahwa keteguhan patah adalah beban maksimum yang mampu ditahan oleh papan. Semakin tinggi MOR suatu
19 papan patikel maka kualitas yang dimiliki papan partikel tersebut semakin baik. Berdasarkan hasil pengujian MOR papan partikel dari bungkil jarak kepyar (Tabel 4) diperoleh kisaran nilai sebesar 2.87 sampai 24.17 kgf/cm2. Rendahnya sifat mekanik papan partikel pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh rasio penggunaan serat dan protein pada papan partikel. Kandungan serat dalam bungkil jarak kepyar dianggap tidak cukup untuk menghasilkan papan partikel yang kuat. Hal ini bila dibandingkan dengan penelitian Mo et al. (2001) dan Li et al. (2009) yang masing-masing menggunakan rasio 1:1 dan 1:1.43 antara serat sebagai penguat papan dan protein sebagai perekatnya. Tabel 11 Analisis varian pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR Source
df
Model X1 X2 X12 X1X2 X22 (Lack of fit)
5 1 1 1 1 1 3
SS 196.97 94.74 23.82 73.11 5.30 2.81 2243114.00
MS
F
P
39.39 94.74 23.82 73.11 5.30 2.81 747704.80
2.0219 4.8626 1.2221 3.7525 0.2719 0.1443 18.3720
0.1240 0.0407* 0.2835 0.0686 0.6084 0.7084 0.0001*
* Signifikan (P < 0.05)
Berdasarkan analisis varian (Tabel 11), MOR memiliki nilai lack of fit lebih kecil dari 0.05, artinya model polinomial orde kedua di bawah ini tepat digunakan sebagai model regresi MOR terhadap suhu dan tekanan kempa. MOR = 808.23 – 8.62*X1 – 1.05*X2 + 0.024*X12 + 0.0041*X1X2 + 0.0012*X22 (R2 = 0.3596) Hasil perhitungan data mengenai pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR diperoleh R2 sebesar 0.3596 yang memiliki arti bahwa pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap perubahan MOR ialah sebesar 35.96%. Nilai R2 ini kurang baik karena memiliki nilai jauh lebih kecil dari 1. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa hanya parameter suhu yang signifikan mempengaruhi MOR. Semakin tinggi suhu kempa maka MOR akan semakin besar, kecenderungan ini ditunjukkan oleh grafik kontur MOR (Gambar 13). Suhu kempa berperan untuk mendenaturasi protein (selama proses penguapan air) hingga membentuk ikatan kompleks dan mampu meningkatkan daya kohesi antar permukaan serat sehingga kekuatan mekaniknya lebih baik (Evon et al. 2010). Grafik 3D MOR pada Gambar 14 di bawah ini menunjukkan titik stasioner minimum dengan titik kritis pada 166 oC dan 160 kgf/cm2, dan optimum pada titik 6.4 kgf/cm2, artinya nilai MOR minimum berdasarkan analisis regresi diperoleh saat kondisi proses 166 oC dan 160 kgf/cm2. Berdasarkan model regresi orde kedua dari MOR dapat diperoleh nilai MOR minimum papan partikel berdasarkan standar JIS A 5908-2003 (82 kgf/cm2) dengan cara mengiterasikan suhu dan tekanan kempa hingga 214 oC dan 234 kgf/cm2. Kondisi proses ini tidak memungkinkan untuk diterapkan dalam pembuatan papan partikel dari bungkil
20 jarak kepyar apabila ditinjau dari suhu tersebut karena melebihi suhu degradasi protein (192 oC). Hal ini mengakibatkan protein menjadi terlalu panas dan terdegradasi sehingga menghasilkan kepingan kecil protein dan membentuk rongga pada molekul protein sehingga kekuatan rekat protein akan menurun (Mo et al. 1999). Oleh karena itu nilai MOR akan semakin baik seiring dengan meningkatnya suhu kempa hingga 185 oC.
Gambar 13 Plot kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR Perekatan protein pada penelitian ini terjadi saat proses pemanasan berlangsung. Menurut Verbeek dan Berg (2009), peningkatan suhu lingkungan protein mengakibatkan struktur protein terganggu (pergerakan rantai polipeptida), sehingga ikatan asam amino unfold dan terjadi pembentukan ikatan baru antara residu asam amino pada rantai yang terpisah dan molekul serat. Air yang terkandung dalam bahan baku berfungsi sebagai plastisizer, berperan mengurangi suhu eksotermik dan meningkatkan pergerakan rantai polipeptida protein. Hal ini memungkinkannya untuk berinteraksi dengan serat (selulosa) dan mengakibatkan kekuatan ikatan antar molekul yang lebih kompak sehingga kekuatan mekanik papan partikel lebih tinggi. Air yang tidak menguap secara sempurna akan menggumpal dan terkumpul didalam papan yang menyebabkan penurunan sifat mekanik papan partikel (Li et al. 2009). Menurut Mo et al. (2004), umumnya protein memiliki struktur yang terdiri atas kelompok hidrofilik yang terekspos di luar dan kelompok hidrofobik berada di dalam struktur protein. Saat protein terdenaturasi, molekul protein unfold, meningkatkan potensi adhesi kompleks protein dan membuat molekul reaktif protein berinteraksi dengan selulosa, yakni berupa ikatan hidrogen antara gugus hidroksi selulosa dan gugus polar protein.
Gambar 14 Grafik 3D pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap MOR
21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel berbahan baku bungkil jarak kepyar berukuran 100 mesh menghasilkan kerapatan 0.88 sampai 0.92 g/cm3, kadar air 5.85 sampai 8.98%, daya serap air selama 2 jam 32.81 sampai 99.69%, daya serap air selama 24 jam 78.18 sampai 109.3%, pengembangan tebal selama 2 jam 6.67 sampai 22%, pengembangan tebal selama 24 jam 11.11 sampai 28.85%, MOE 854.57 sampai 2 590.91 kgf/cm2 dan MOR 2.87 sampai 24.17 kgf/cm2. Suhu kempa berpengaruh terhadap seluruh respon yang diujikan, sedangkan tekanan kempa hanya mempengaruhi kadar air dan daya serap air. Koefisien determinasi (R2) variabel respon pada penelitian ini relatif rendah (<85%). Suhu dan tekanan kempa optimum berdasarkan kondisi model regresi MOR pada pembuatan papan partikel dari bungkil jarak kepyar adalah 180 oC dan 186 kgf/cm2. Kondisi ini menghasilkan MOR (12.5 kgf/cm2) dan MOE (1 851.8 kgf/cm2) yang belum memenuhi standar JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-1996.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk meningkatkan nilai MOR dan MOE dengan menambahkan serat ke dalam bahan baku papan partikel. Serat yang umumnya digunakan dapat diperoleh dari jerami atau bagas karena kandungan selulosa yang cukup tinggi pada masing-masing sumber serat tersebut, yakni 32.1 dan 33.4% (Howard et al. 2003). Selain itu, menambahkan perekat nabati ke dalam papan partikel dari bungkil jarak kepyar juga disarankan untuk meningkatkan kerekatan antar partikel papan sehingga tercapai nilai MOR dan MOE yang diinginkan. Sebaiknya juga dilakukan verifikasi titik optimum variabel respon pada penelitian ini untuk mengetahui validasi titik optimum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Akande TO, Odunsi AA, Olabude OS, Ojediran TK. 2012. Physical and Nutrient Characterisation of Raw and Processed Castor (Ricinus communis L) Seeds in Nigeria. World J Agricul Sci. 8(1):89-95. Anandan S, Kumar A, Ghosh JGK, Ramachandra KS. 2005. Effect of Different Physical and Chemical Treatments on Detoxification of Ricin in Castor Cake. Anim Feed Sci Technol. 120(1):159–168. doi:10.1016/j.anifeedsci.2004.10.002. [AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of Analysis of the Association of Official Analyticak Chemistry. Washington DC (US): AOAC. [ASTM] American Society for Testing and Material. 2009. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. West Conshohocken (US): ASTM D143.
22 Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Prod and Wood Sci. United States of America: Blackwell. Chevallier A. 2001. Encyclopedia of Medical Plants: The Definitive Australian Reference Guide to 550 Key Herbs with All Their Uses as Remedies for Common Ailments. Australia: Dorling Kindersley. Christianto B. 2008. Pengeringan pada produk (tapel) dengan microwave, (pre– treatment: blower) [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Djalal M. 1984. Peranan kerapatan kayu dan kerapatan lembaran terhadap sifatsifat flakeboard dari kayu albizia dan getah perca [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Evon P, Vanderbossche V, Pontailer P, Rigal L. 2010. Thermo-Chemical Behaviour of Raffinate Resulting from Aqueous Extraction of Sunflower whole Plant in Twin-Screw Extruder: Manufacturing of Biodegradable Agromaterials by Thermo-Pressing. Advance Material Research. 112:63–72. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2013. Food and Agricultural Organization of the United Nations FAOSTAT [internet]. United State of America: FAO. [diacu 2013 Okt 31]. Tersedia dari: http://faostat3.fao.org/ faostat-gateway/go/to/home/E. Ginting SH. 2009. Oriented strand board dari tiga jenis bambu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatra Utara. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York (US): McGraw Hill. Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar [Cetakan Ketiga]. Hadikusumo SA, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, an Introduction. Howard RL, Abotsi E, Rensburg JEL, and Howard S. 2003. Lignocellulose Biotechnology: Issue of Bioconversion and Enzyme Production [review]. African J Biotech. 2(12):602–619. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta (ID): Andi. Jatmiko A. 2006. Kualitas papan partikel pada berbagai kadar perekat likuida tandan kosong kelapa sawit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [JIS A] Japanese Standard Association. 2003. Particleboard. Tokyo (JP): JIS A 5908. Kautsar IQ. 2013. Pembuatan binderless papan partikel dari bungkil jarak kepyar (Ricinus communis L) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kollman FFP, Kuenzi E, Stamm AJ. 1975. Principles of Wood Science and Technology II Wood Based Materials. New York (US): Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Kumar R, Choudhary V, Mishra S, Varma IK, Mattiason B. 2002. Adhesive and Plastics Based on Soy Protein Products. Indust Crop Prod. 16(3):155–172. doi:10.1016/S0926-6690(02)00007-9. Lambuth AL. 1977. Soybean Glues. In: Keist, I.S. (Ed), Handbook of Adhesives, second ed. New York (US): Van Nostrand Reinhold. Lambuth AL. 1994. Protein Adhesives for Wood. In: Pizzi A, Mittal KL. (Ed), Handbook of Adhesive Technology. New York (US): Marcel Dekker. Lestari S, Kartika IA. 2012. Pembuatan Papan Partikel dari Ampas Biji Jarak Pagar pada Berbagai Kondisi Proses. JAII. 1(1):11-17.
23 Li X, Li Y, Zhong Z, Wang D, Ratto JA, Sheng K, Sun XS. 2009. Mechanical and Water Soaking Properties of Medium Density Fiberboard with Wood Fiber and Soybean Protein Adhesive. Bior Tech. 100(14):3556-3562. doi:10.1016/j. biortech.2009.02.048. Lubis A. 2010. Kajian penggunaan metode respon permukaan untuk optimasi pasca panen (studi kasus perlakuan konsentrasi dan suhu penyimpanan buah manggis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maloney TM. 2003. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. San Francisco (US): Miller Freeman. Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2009. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Pr. Mardjono R. 2000. Plasma Nutfah dan Galur-Galur Unggul Jarak dalam Monograf Jarak. Malang (ID): Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Mo X, Hu J, Sun S, Ratto JA. 2001. Compression and Tensile Strength of LowDensity Straw-Protein Particleboard. Indust Crop Prod. 14(1):1–9. doi:10. 1016/S0926-6690(00)00083-2. Mo X, Sun XS, Wang D. 2004. Thermal Properties and Adhesion Strength of Modified Soybean Storage Proteins. J Am Oil Chem Soc. 81(4):395–400. doi:10.1007/s11746-004-0912-9. Mo X, Sun XS, Wang Y. 1999. Effect of Molding Temperature and Pressure on Properties of Soy Protein Polymers. J App Polym Sci. 73(13): 2595–2602. doi:10.1002/(SICI)1097-4628(19990923)73:13<2595::AID-APP6>3.0.CO;2-I. Montgomery DC. 2001. Design and Analysis of Experimental 5th Edition. New York (US): John Wiley & Son. Perdomo FA, Osorio AAA, Herrera G, Leal JFV, Artamonov JDM, Malo BM, Garcia MER. 2013. Physicochemical Characterization of Seven Mexican Ricinus communis L Seeds and Oil Contents. Biom Bioen. 48:17–24. doi:10.1016/j.biombioe.2012.10.020. Prasetyarini SR. 2009. Keteguhan rekat internal papan partikel ampas tebu dengan swa adhesi dan perekat urea formaldehida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Roffael E. 1993. Formaldehyde Release from Particle Board and Other Wood Based Panels. Kuala Lumpur (MY): FRIM Kepong. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI Mutu Papan Partikel 03-2105-1996. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional. Setiawan B. 2008. Papan partikel dari sekam padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Verbeek CJR, Berg LE. 2009. Recent Developments in Thermo–Mechanical Processing of Proteinous Bioplastics [review]. Recent Patent Material Sci. 2(3):171–189. doi:10.2174/1874464810902030171. Ye X, Julson J, Kuo M, Myers D. 2005. Biocomposite Hardboard from Renewable Biomass Bonded with Soybean–Based Adhesive. Transac ASABE. 48(4):1629–1635. doi:10.13031/2013.19163. Zhang Z, Triplett OA, Nguyen KT, Melchior WB, Taylor K, Jackson LS, Tolleson WH. 2013. Thermal Inactivation Reaction Rates for Ricin are Influenced by pH and Carbohydrates. Food Chem Toxicol. 58:116–123. doi:10.1016/j.fct.2013.04.012.
24 Lampiran 1 Prosedur analisis karakterisasi bahan baku (AOAC 1995) 1.
Kadar Air Sebanyak 2 sampai 10 gram bahan ditimbang di dalam cawan yang telah kering dan diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan ke dalam oven 105 oC selama 2 jam atau hingga bobot mencapai seimbang. Sebelum ditimbang cawan yang telah dikeluarkan dari oven dimasukan ke dalam desikator untuk didinginkan sampai bobot mencapai konstan. Kadar air dapat dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara bobot awal sampel dan bobot akhir sampel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(
=
–a a
00
Keterangan: a = Bobot awal sampel (gram) b = Bobot akhir sampel (gram) 2.
Kadar Lemak Sampel dari analisis kadar air (sampel bebas air) diekstraksi dengan pelarut organik heksana dalam alat soxhlet selama 6 jam. Contoh yang hampir bebas pearut dikeringkan ke dalam oven selama kurang dari 1 menit dan dipastikan pelarut telah menguap sempurna sebelum dimasukkan ke dalam desikator. Selanjutnya ditimbang sampai bobotnya konstan. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus berikut: (
3.
00
Kadar Abu Sebanyak 2 sampai 10 gram bahan ditempatkan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Kemudian dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 5 jam, selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus: (
4.
=
=
00
Serat Kasar Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL kemudian ditambahkan 100 mL H2SO4 0.325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 105 °C selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian ditambahkan 50 mL NaOH 1.25 N dan dihidrolisis kembali di dalam otoklaf bersuhu 105 °C selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan menggunakan air panas, 25 mL H2SO4 0.325 N, air panas lagi kemudian 25 mL alkohol. Residu dan kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 110 °C selama 1
25 sampai 2 jam. Kadar serat kasar dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini: (
=
a–
00
Keterangan: a = Bobot kertas saring akhir (gram) b = Bobot kertas saring awal (gram) c = Bobot contoh (gram) 5.
Kadar Protein Sampel sebanyak 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjedhal. Katalis ditimbang sebanyak 1 gram yang terdiri atas CuSO4:Na2SO4 (5:6). Selanjutnya ditambahkan 2.5 mL H2SO4 pekat dan didekstruksi hingga cairan bewarna hijau jernih. Setelah didinginkan sampai suhu kamar, bahan yang telah didestruksi dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 mL NaOH 50% (sampai larutan menjadi basa). Hasil sulingan ditampung ke dalam erlenmeyer 200 mL yang berisi HCl 0.02 N sampai tertampung tidak kurang dari 50 mL destilat, kemudian hasilnya didestilasi dengan NaOH 0.02 N disertai penambahan indikator mensel (campuran metil red dan metil blue) 3 sampai 4 tetes. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini: (
=
(a –
Keterangan: a = Titrasi blanko (ml) b = Titrasi contoh (ml) c = Bobot contoh (gram)
4
000
4
5
00
26 Lampiran 2 Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel (ASTM D143-2009) 1.
Kerapatan Contoh uji dalam kondisi kering diukur bobot dan dimensinya. Pengukuran dimensi meliputi panjang, lebar, dan tebal untuk mengetahui volume contoh uji. Kerapatan papan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: (
2.
(
=
(
Kadar Air Sampel berukuran 4 x 4 cm atau 4 sampai 7 gram ditimbang di dalam cawan yang telah kering dan diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan ke dalam oven 105 oC selama 2 jam atau hingga bobot mencapai seimbang. Sebelum ditimbang cawan yang telah dikeluarkan dari oven dimasukan ke dalam desikator untuk didinginkan sampai bobot mencapai konstan. Kadar air dapat dihitung berdasarkan kehilangan berat, yaitu selisih antara bobot awal sampel dan bobot akhir sampel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (
a
=
a
00
Keterangan: a = Bobot awal sampel (gram) b = Bobot akhir sampel (gram) 3.
Daya Serap Air (DSA) Contoh uji daya serap air yang berukuran 2.5 x 2.5 cm diukur bobot awalnya kemudian direndam dalam air selama 2 dan 24 jam. Selanjutnya diukur bobot akhir contoh uji setelah direndam selama 2 dan 24 jam. Daya serap air dapat diukur menggunakan rumus berikut: (
=
a a
00
Keterangan: a = Bobot awal sampel (gram) b = Bobot akhir sampel (gram) 4.
Pengembangan Tebal (PT) Contoh uji berukuran 2.5 x 2.5 cm diukur tebal awalnya kemudian direndam dalam air selama 2 dan 24 jam. Selanjutnya diukur ketebalan akhir contoh uji setelah direndam selama 2 dan 24 jam. Pengembangan tebal dapat diukur menggunakan rumus berikut:
27 (
=
a a
00
Keterangan: a = Tebal awal sampel (cm) b = Tebal akhir sampel (cm) 5.
Modulus of Elasticity (MOE) Contoh uji berukran 2.5 x 10 cm disiapkan dalam kondisi kering. Uji MOE ini dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Macine (UTM). Nilai MOE papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus: (
=
4
Keterangan: P = Perubahan beban yang digunakan (kgf) L = Panjang bentang (cm) y = Perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm) 6.
Modulus of Rupture (MOR) Contoh uji berukran 2.5 x 10 cm disiapkan dalam kondisi kering. Uji MOR ini dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Macine (UTM). Nilai MOR papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus: ( Keterangan: P = Beban maksimum (kgf) L = Panjang bentang (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)
=
28
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nurussholehatul Amanah lahir pada 20 Desember 1990 di Jember, Jawa Timur. Lahir sebagai anak ke-4 dari 5 bersaudara, dari pasangan Alimakki dan Nailah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jember dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN), Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 46. Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai anggota tari Fateta, ELODEA, pada tahun 2010 sampai 2012. Pada tahun tersebut pula penulis aktif pada kegiatan pecinta alam tingkat departemen, MATIPALA. Penulis juga aktif dalam kepanitian tenis meja tingkat nasional yang diselanggarakan oleh UKM Tenis Meja IPB pada tahun 2011 sampai 2012. Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di PT Momenta Agricultura, Lembang, Bandung. PT Momenta Agricultura merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi dan pemasaran sayuran dan buah-buahan organik.