PEMBUATAN BIOPELET DARI BUNGKIL JARAK PAGAR (Jathropa curcas L.) DENGAN PENAMBAHAN SLUDGE DAN PEREKAT TAPIOKA
Oleh : FERRY ZAMIRZA F34102011
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Ferry Zamirza. F34102011. Pembuatan Biopelet dari Bungkil Jarak Pagar (Jathropa Curcas L.) dengan Penambahan Sludge dan Perekat Tapioka. Di bawah bimbingan Dwi Setyaningsih. 2009. RINGKASAN Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) terdiri dari 60 % berat kernel (daging biji) dan 40 % berat kulit. Kandungan inti biji (kernel) jarak pagar sekitar 40 – 45 % minyak yang dapat dipisahkan menjadi minyak jarak pagar baik dengan cara mekanis ataupun ekstraksi (Hambali et al, 2006). Sisanya, yaitu sekitar 60 % adalah bungkil jarak. Jumlah bungkil jarak yang banyak mempunyai potensi yang besar untuk dimanfaatkan, salah satunya sebagai bahan bakar padat yaitu Biomass Pellets (Biopelet). Ukuran diameter biopelet antara 3–12mm dengan panjang yang bervariasi yaitu antara 6–25 mm. Proses pembuatan biopelet adalah dengan menggunakan suatu alat, alat tersebut mempunyai mekanisme sebagai berikut : pemasukan bahan secara terus-menerus, kemudian mendorong bahan yang telah dikeringkan dan dipadatkan tersebut melewati lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran tertentu. Proses pemadatan ini menghasilkan bahan yang padat dan akan patah ketika bahan tersebut mencapai panjang yang diinginkan (Ramsay, (ed) 1982). Kelemahan dari bungkil biji jarak pagar sebagai bahan bakar padat adalah kandungan kalor pembakarannya yang tidak terlalu tinggi serta mempunyai sifat fisik bungkil yang berdaya rekat rendah. Penambahan bahan sludge dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai kalor pembakaran. Sedangkan permasalahan daya rekat dapat diatasi dengan menambah perekat tapioka. Bahan tambahan perekat tapioka merupakan bahan yang sering digunakan dalam pembuatan biopelet karena mudah didapat dan harganya pun relatif murah. Kelemahan dari penggunaan bahan perekat tapioka yaitu akan sedikit berpengaruh pada penurunan nilai kalor produk dibandingkan bahan bakunya. Kadar bahan perekat yang tinggi juga dapat menurunkan mutu briket akibat timbulnya asap. Menurut Sudrajat dan Soleh (1994) penambahan optimal bahan perekat sebaiknya tidak lebih dari 5 %. Parameter utama pengukuran kualitas bahan bakar biomassa dihitung dari nilai kalor pembakaran yang dimilikinya (Grover et a,. (eds) 2002). Nilai kalor pembakaran suatu bahan bakar menandakan energi yang secara kimia terikat di bahan bakar tersebut dengan lingkungan standar. Standar tersebut berupa temperatur, keadaan air (uap atau cair), dan hasil pembakaran (CO2, H2O dan lainlain) (Palz, 1985). Tahapan dari penelitian ini diawali dengan mengetahui karakteristik sifat fisik dan sifat pembakaran bungkil biji jarak pagar. Proses pembuatan biopelet dilakukan dengan pellet mill skala menengah dengan kapasitas 300 kg/jam di PT. Indofeed Bogor. Pengujian parameter biopelet dilakukan di laboratorium Kimia dan Energi Biomassa Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Tahap terakhir adalah melakukan uji perbandingan terhadap parameter-parameter biopelet bungkil jarak pagar tersebut. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan dua faktor (RAL
ii
faktorial). Faktor pertama adalah penambahan sludge dengan tiga level perlakuan yaitu, 2%, 4% dan 6% sedangkan faktor kedua adalah penambahan perekat tapioka yang juga mempunyai tiga level perlakuan, yaitu 1%, 3% dan 5%. Dari hasil penelitian didapat hasil, bahwa meskipun hasil interaksi kedua faktor perlakuan, yaitu faktor sludge dan faktor perekat tapioka semuanya tidak menghasilkan perbedaan yang nyata, tetapi dengan adanya kombinasi dapat lebih memperbaiki beberapa nilai parameter yang diharapkan. Adanya kombinasi sludge 6% dan tapioka 3%, ternyata dapat meningkatkan nilai kalori pembakarannya menjadi 4914 Kcal/kg, berarti dengan adanya kombinasi perlakuan ini dapat meningkatkan nilai kalori pembakaran sebesar 5,62% dari nilai kalori yang dimiliki oleh biopelet bungkil jarak murni (kontrol). Begitu juga untuk kadar karbon terikat, kombinasi sludge 6% dan tapioka 1% dapat meningkatkan kadar karbon terikatnya sebesar 24,41% dari nilai kadar karbon terikat kontrol, kombinasi perlakuan ini mempunyai nilai kadar karbon terikat sebesar 20,59%. Penambahan bahan sludge dan perekat tapioka memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap parameter kadar air, kadar zat terbang dan kadar abu, walaupun pengaruhnya relatif kecil. Penambahan bahan sludge 6% dan perekat tapioka 1% ternyata meningkatkan kadar air hingga 1,68% dari nilai kadar air kontrol. Penambahan sludge 6% dan tapioka 3% menurunkan nilai zat terbang hingga 3,01% dari nilai kontrolnya. Dan adanya pengaruh penambahan bahan sludge dan perekat tapioka juga memberikan peningkatan kadar abu, kombinasi sludge 2% dan perekat tapioka 5% adalah yang mempunyai kadar abu yang terendah. Secara keseluruhan, walaupun pengaruh interaksi tidak nyata, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kombinasi perlakuan sludge dan perekat tapioka tertentu dapat menghasilkan biopelet yang mempunyai kualitas yang semakin baik. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa industri biopelet bungkil biji jarak layak didirikan berdasarkan kriteria uji, yaitu nilai NPV yang positif (223.881.458) dan IRR (16,13%) yang lebih besar dari discount rate (15%). Uji sensitivitas terhadap kenaikan dan penurunan harga bahan baku serta harga jual menunjukkan bahwa industri biopelet sensitif terutama terhadap perubahan harga jual.
iii
Ferry Zamirza. F34102011. Biopelet Production From Jatropha Oil Cake (Jathropa Curcas L.) with additional Sludge and Tapioca as a Binder. Under Supervision of Dwi Setyaningsih. 2009. SUMMARY Seed of jatropha (Jatropha curcas L) contains 60 % kernel (weight) and 40 % husk (weight). Its nucleus’s seeds contain 40 – 45 % oils that can be separated into jatropha oil either with mechanical or extraction way (Hambali et al. 2006). More than its 60 % component is an oil cake. The huge amount of oil cake can be used as a solid fuel such as Biomass Pellets (Biopelet). Biopelet has diameters 3 – 12 mm and 6 – 25 mm long. Biopelet is produced by continuous inlet dry materials that is pushed and pressed through steel ring that has particular holes. The pressing process produces solid materials that will be broken into specific size (Ramsay (ed) 1982). Jatropha oil cakes have a weakness as a solid fuel. It has no high heating value and its physic characteristic that has low binder. The addition of sludge in this research are expected to increase the heating value. Sludge can be used as an alternative heating resource. Binding problems can be solved by adding tapioca. Tapioca is used because the price is cheap. But it has a weakness, tapioca will decrease heating value on the product. Binding agents also produce smoke. Optimum adding of tapioca is not more than 5% (Sudrajat and Soleh, 1994). The most important parameter of Biomass fuel is heating value (Grover et al, (eds) 2002). Heating values implies energy that is binded on the fuel with standard from environment. The standard are temperature, water (liquid or vapor), CO2, O2, etc (Palz, 1985). This research starts with physic and burning characterizations of jatropha oil cakes. Biopelet produce in the pellets mill that has capacity 350 kg/ hour. Production held in PT Indofeed Bogor. Biopelet parameters test conducted at Laboratories of Biomass Energy and Chemistry, Forest Product Research and Development Center. The final step of this research is found the comparison of quality between biopelet jatropha oil cake with adding sludge and tapioca and biopelet jatropha oil cake without adding sludge and tapioca. Experimental design used in this research is using Random Complete Design with two factors (RAL factorial). The first is the addition of sludge treatment with three levels, which is, 2%, 4% and 6%, while the second factor is the addition of tapioca adhesive that also has three levels of treatment, which is 1%, 3% and 5%. From the results of the research obtained, although the results of interaction from two factors of treatment, the sludge and tapioca adhesive does not produce real difference, but with the combination can further improve value of the some expected parameters. Combination of sludge 6% and 3% tapioca, can increase heating value to 4914 Kcal / kg, meaning that the combination treatment can increase the heating value 5.62% of the value content from biopelet (control ). So also for bound carbon, a combination of sludge 6% and 1% tapioca can increase the level of bound carbon of 24.41% of the value content of carbon bound control, the combination treatment has value of carbon content of 20.59%.
iv
The addition of sludge and tapioca adhesive provides a less good measure of the parameters of the water content, fly substance content, and ash content, although the impact is relatively small. The addition of sludge in 6% and 1% tapioca adhesive increasing water content up to 1.68% of the value of water level control. Sludge addition of 6% and 3% tapioca lower fly substance content to 3.01% of control values. And the influence of the addition of sludge and tapioca adhesive also provides the increased value of ash content, a combination of sludge 2% and 5% tapioca adhesive is who has the lowest value of ash content. Overall, although the interaction influence not significantly, it can be concluded that with the combination of certain sludge and tapioca adhesive can produce biopelet that has a better quality. Financial feasibility analysis show that biopelet jatropha seed oilcake is feasible based on the criteria established test, the NPV value is positive (223.881.458) and IRR (16,13%) is greater than the discount rate (15%). Sensitivity test againts increasing and decreasing of raw materials price and selling prices indicate that biopelet industry is sensitive, particularly to price changes.
v
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “PEMBUATAN BIOPELET DARI BUNGKIL JARAK PAGAR (Jathropa Curcas L.) DENGAN PENAMBAHAN SLUDGE DAN PEREKAT TAPIOKA” adalah karya tulis saya sendiri di bawah bimbingan dosen pembimbing. Rujukan dari sumber lain telah dicantumkan di daftar pustaka.
Bogor,
Januari 2009
Ferry Zamirza F341002011
vi
PEMBUATAN BIOPELET DARI BUNGKIL JARAK PAGAR (Jathropa curcas L.) DENGAN PENAMBAHAN SLUDGE DAN PEREKAT TAPIOKA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
FERRY ZAMIRZA F34102011
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
vii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMBUATAN BIOPELET DARI BUNGKIL JARAK PAGAR (Jathropa curcas L.) DENGAN PENAMBAHAN SLUDGE DAN PEREKAT TAPIOKA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh FERRY ZAMIRZA F34102011
Dilahirkan pada tanggal 9 Juni 1984 Di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Tanggal Lulus : 23 Januari 2009
Menyetujui, Bogor,
Januari 2009
Dr. Dwi Setyaningsih, STP. MSi Dosen Pembimbing viii
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama Ferry Zamirza dilahirkan di Lhouksemawe pada tanggal 9 Juni 1984. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putra dari pasangan Ilyas Marzuki dan Aisyah. Penulis menempuh pendidikan dasar di MIN 1 Banda Aceh (1990-1996), pendidikan menengah pertama di MTsN 1 Banda Aceh (1996-1999), dan pendidikan lanjutan di SMUN 3 Banda Aceh (1999-2002). Penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) IPB pada tahun 2002. Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan daerah yaitu Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR). Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2005 dengan topik “Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 di PT. Sari Husada, Tbk Yogyakarta – D.I. Yogyakarta”. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul ”Pembuatan Biomass Pellets Dari Bungkil Jarak Pagar (Jathropa curcas L.) Dengan Penambahan Sludge Dan Perekat Tapioka”.
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Biopelet Dari Bungkil Jarak Pagar (Jathropa curcas L.) Dengan Penambahan Sludge Dan Perekat Tapioka”. Shalawat beserta Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada : 1. Dr. Dwi Setyaningsih, STP.MSi, selaku Dosen Pembimbing yang selalu sabar dan bijaksana dalam membimbing dan mendukung penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Djumali M, DEA dan Drs. Purwoko, MS, selaku Dosen Penguji yang bersedia memberikan arahan dan bimbingan. 3. Bapak Idris selaku pemilik Pabrik Pembuatan Pakan PT. Indofeed dan Ir. Prayoga Suryadarma, MT. yang telah membantu penulis selama penelitian. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis. 5. Keluarga tercinta (Papa, Mama, Didi, Pahan dan Hani) dan Anissa Soraya atas do’a, kasih sayang, nasihat, dorongan dan motivasi yang diberikan. 6. Mas Rusli, Umam, Dipo, dan Latif, yang telah memberikan bantuan ilmu, tenaga, waktu, dan menemani malam-malam selama penulis menyelesaikan skripsi ini serta seluruh staf Surfactan and Bioenergy Research Centre (SBRC) atas dukungannya. 7. Bapak Machfudin, Bapak Dadang, Bapak Ali, Arum, Sutin dan seluruh staf Laboratorium Kimia dan Energi Biomassa P3HH yang telah membantu jalannya penelitian penulis. 8. Sahabat-sahabat TIN 39 atas dukungan, kebersamaan, dan persahabatan yang penuh warna “We Are Tinners 39”.
x
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor,
Januari 2009
Penulis
xi
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..........................................................................................
Hal. i
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
v
I. PENDAHULUAN .............................................................................
1
A.
LATAR BELAKANG ................................................................
1
B.
PERUMUSAN MASALAH .......................................................
3
C.
TUJUAN PENELITIAN ............................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
4
A.
TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) ...................
4
1. Klasifikasi ..............................................................................
4
2. Morfologi ...............................................................................
5
3. Syarat Tumbuh .......................................................................
7
4. Manfaat Jarak Pagar ...............................................................
8
B.
BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR ...............................................
8
C.
BIOMASSA DAN BIOMASS PELLETS ....................................
10
D.
SLUDGE ...................................................................................
17
E.
PEREKAT TAPIOKA ................................................................
17
F.
NILAI KALOR PEMBAKARAN ..............................................
18
G.
ANALISIS FINANSIAL ............................................................
20
III. METODOLOGI .................................................................................. 24 A.
BAHAN DAN ALAT ................................................................
24
B.
TAHAPAN PENELITIAN .........................................................
24
C.
RANCANGAN PERCOBAAN ..................................................
25
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
27
A.
KARAKTERISASI BAHAN BAKU DAN PRODUK ................
27
B.
KADAR AIR .............................................................................
29
C.
KADAR ZAT TERBANG .........................................................
30
D.
KADAR ABU ............................................................................
31
E.
KADAR KARBON TERIKAT ..................................................
33
F.
NILAI KALOR PEMBAKARAN ..............................................
34
G.
ANALISIS FINANSIAL ............................................................
35
1. Analisis Kelayakan Usaha .....................................................
36
2. Analisis Kelayakan Biopelet Bungkil Biji Jarak sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak Tanah ..................................
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
43
A.
KESIMPULAN ..........................................................................
43
B.
SARAN ......................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
45
LAMPIRAN ...........................................................................................
47
ii
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1. Analisis proksimat bagian-bagian biji jarak ..............................
10
Tabel 2. Komposisi unsur biomassa .......................................................
12
Tabel 3. Perbandingan standar biopelet ..................................................
14
Tabel 4. Komposisi kimia tapioka ..........................................................
18
Tabel 5. Sidik ragam dari rancangan percobaan faktorial penelitian ........
26
Tabel 6. Karakteristik bungkil biji jarak .................................................
27
Tabel 7. Hasil analisis proksimat biopelet bungkil jarak murni ...............
28
Tabel 8. Penjadwalan amortisasi ............................................................
38
Tabel 9. Analisis Sensitivitas ..................................................................
40
iii
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar .............................................................
6
Gambar 2. Pengepresan minyak, produk, hasil samping dan penggunaannya ...............................................................
8
Gambar 3. Bungkil jarak sisa pengepresan ............................................
9
Gambar 4. Matriks rantai penggunaan biomassa .....................................
11
Gambar 5. Boiler berbahan bakar biopelet .............................................
15
Gambar 6. Biopelet bungkil jarak pagar .................................................
16
Gambar 7. Neraca massa pengolahan biji jarak .......................................
17
Gambar 8. Proses pembakaran biomassa ................................................
20
Gambar 9. Diagram alir pembuatan biopelet ..........................................
25
Gambar 10. Histogram Kadar Air Biopelet .............................................
29
Gambar 11. Histogram Kadar Zat Terbang Biopelet.................................
31
Gambar 12. Histogram Kadar Abu Biopelet .............................................
32
Gambar 13. Histogram Kadar Karbon Terikat Biopelet ............................
33
Gambar 14. Histogram Kalor Pembakaran Biopelet ................................
34
Gambar 15. Grafik Analisis sensitivitas Net Present Value ......................
41
Gambar 16. Grafik Analisis sensitivitas Interest Rate of Return ...............
41
iv
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1. Prosedur Uji Nilai Kalor Pembakaran dan Analisa Proksimat ............................................................................
47
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam ................................................
50
Lampiran 3. Analisis Kelayakan Usaha ...................................................
51
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Daerah pedesaan dan perkotaan di Indonesia pada umumnya menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Namun, melonjaknya harga bahan bakar minyak termasuk minyak tanah menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan dapat tersedia dengan mudah. Bahan bakar alternatif yang banyak dikembangkan dan diteliti saat ini adalah bahan bakar yang berasal dari biomassa hasil pertanian. Biomassa hasil pertanian, khususnya limbah pertanian, merupakan bahan baku yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun limbah. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, pakan ternak, minyak nabati dan bahan bangunan, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Pada umumnya, biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang memiliki nilai ekonomis rendah atau merupakan limbah hasil ekstraksi produk primernya (El Bassam dan Maegaard 2004). Teknologi pemanfaatan biomassa untuk keperluan energi yang lebih modern antara lain sudah dilakukan untuk keperluan pembangkit energi listrik, antara lain di negara – negara seperti Denmark, Finlandia, dan dan Swedia. Penggunaannya dititikberatkan pada industri berskala menengah untuk cogeneration yang menghasilkan listrik dan uap untuk proses, tetapi ada kecenderungan untuk mengembangkan di industri berskala besar. Biomassa merupakan sumber energi yang bersih dan dapat diperbarui. Namun biomassa memiliki kelemahan jika dibakar secara langsung karena sifat fisiknya yang buruk seperti kerapatan energi yang rendah dan permasalahan penanganan, penyimpanan dan transportasi (Saptoadi 2006). Penggunaan bahan bakar biomassa secara langsung dan tanpa pengolahan akan menyebabkan timbulnya penyakit pernafasan yang disebabkan oleh karbon monooksida, sulfur dioksida (SO2) dan bahan partikulat (Yamada et al. 2005). Tanaman jarak pagar berasal dari jenis tanaman jarak yang dalam bahasa Inggris bernama “Physic Nut
atau dengan nama species Jatropha curcas.
Tanaman ini seringkali salah diidentifikasi dengan tanaman jarak yang dalam bahasa Inggris disebut “Castor Bean dengan nama species Ricinus communis. Tanaman jarak pagar ini menghasilkan biji jarak. Pengolahan (pengepresan) biji jarak dapat menghasilkan minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Rendemen minyak jarak pagar yang dihasilkan sebesar 30%. Dengan rendemen minyak
jarak pagar sebesar itu dari total biji jarak pagar yang
diekstraksi, maka akan diperoleh 70% limbah atau bungkil sisa ekstraksi yang masih mengandung sisa minyak yang cukup tinggi (Hambali et al. 2006). Jumlah limbah bungkil jarak yang demikian besar jika tidak bisa dimanfaatkan dapat merugikan lingkungan, sehingga diperlukan suatu teknologi dan penelitian yang dapat meningkatkan pemanfaatan bungkil jarak hasil limbah pengepresan biji jarak menjadi suatu produk olahan turunannya. Salah satu pemanfaatan bungkil jarak sebagai bahan bakar industri atau rumah tangga adalah biomass pelets (Biopelet). Biopelet adalah jenis bahan bakar padat berbasis limbah biomassa dengan ukuran lebih kecil dari ukuran briket. Proses yang digunakan adalah pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi sehingga membentuk produk yang seragam dengan kapasitas produksi yang tinggi. Bungkil jarak sebagai sumber bahan bakar mempunyai beberapa kelemahan yaitu kandungan panas pembakarannya yang tidak terlalu tinggi serta sifat fisik bungkil yang hanya mengandung sedikit lignin. Kandungan lignin pada suatu bahan dengan perlakuan panas dan tekanan dapat menjadi bahan perekat alami. Untuk mengatasi masalah daya rekat dapat diatasi dengan penambahan bahan perekat dalam jumlah tertentu. Tapioka merupakan produk olahan ubi kayu yang dapat diubah menjadi bahan perekat. Tapioka dipilih sebagai bahan perekat karena mudah diperoleh, harganya terjangkau dan memiliki daya rekat yang tinggi. Bahan lain yang juga dapat digunakan sebagai perekat adalah tanah liat, molases, gum dan lain-lain. Panas pembakaran merupakan salah satu parameter kualitas bahan bakar. Peningkatan nilai panas pembakaran bahan bakar biomassa dapat dilakukan dengan menambahkan bahan lain dalam jumlah tertentu yang memiliki nilai panas pembakaran lebih tinggi. Pada umumnya bahan yang ditambahkan adalah limbah
2
biomassa lain yang telah diarangkan seperti arang sekam padi dan arang tempurung kelapa. Dalam penelitian ini, selain bungkil jarak diberi perlakuan pati untuk mengatasi daya rekat, bungkil juga diberi perlakuan penambahan sludge untuk meningkatkan panas pembakaran. B. Perumusan Masalah Secara umum, penelitian ini memiliki perumusan masalah sebagai berikut: • Ketersediaan bungkil jarak yang cukup banyak sebagai limbah dari pengepresan minyak jarak, mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai bahan bakar industri berbasis biomassa. • Pengaruh penambahan sludge, hasil samping penyaringan minyak jarak pagar, sebagai peningkat nilai kalor pembakaran dan tapioka sebagai bahan perekat. • Memperoleh komposisi bungkil jarak pagar, sludge dan tapioka dalam biopelet, yang menghasilkan nilai kalor pembakaran terbaik dan membandingkan nilai kalor pembakaran tersebut dengan nilai standar. C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan limbah biomassa bungkil jarak pagar sebagai sumber bahan bakar alternatif, sehingga dapat lebih memperkaya pohon industri dari tanaman jarak pagar. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh penambahan sludge dan tapioka pada nilai panas pembakaran biopelet; 2. Memperoleh komposisi bungkil jarak pagar, sludge dan tapioka yang terbaik untuk menghasilkan nilai panas pembakaran terbaik pada biopelet; 3. Mengetahui kelayakan finansial usaha pengolahan bungkil jarak pagar menjadi biopelet.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) Di berbagai belahan dunia, tanaman jarak pagar telah banyak tumbuh di daerah tropis sebagai pagar hidup di kawasan perkebunan dan permukiman. Di India, jarak pagar ini tumbuh di hampir seluruh negara bagiannya, terutama sebagai pagar tanaman atau perkebunan. Selain karena tanaman ini dapat dengan mudah diatur pertumbuhannya dengan pemotongan secara teratur, juga karena tanaman ini tidak disukai oleh ternak karena mengandung zat beracun, sehingga menghindarkan kerusakan hasil perkebunan dari hewan ternak. Jarak pagar memiliki lebih dari 200 nama di seluruh dunia. Walaupun secara umum dikenal sebagai jarak pagar, namun jarak pagar juga memiliki nama lain di beberapa daerah di Indonesia, seperti jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusatenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku); nawaih nawas (Aceh); jarak gundul, jarak china, paku kare (Timor); peleng kaliki ( Bugis) dan lain-lain. Jarak pagar sendiri sebenarnya telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an. Saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan, sehingga tidak heran jika di daerah pedesaan banyak dijumpai tanaman jarak pagar sebagai pagar rumah, pagar kebun atau pagar makam. Rakyat Indonesia dipaksa oleh bangsa Jepang untuk menanam pohon jarak pagar untuk dibuat menjadi minyak kapal dan senjata. 1. Klasifikasi Jarak pagar berasal dari
famili
Euphorbiaceae. Banyak dari famili
Euphorbiaceae ini dikenal dengan nama lokal Indonesia sebagai tanaman jarak. Tanaman jarak sebagai sebuah genus dalam klasifikasi tanaman memiliki 12 spesies, semuanya dikenal dalam nama lokal sebagai tanaman jarak.
4
Klasifikasi tanaman jarak : Divisi
:
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledonae
Ordo
:
Euphorbiales
Famili
:
Euphorbiaceae
Genus
:
Jatropha
Spesies
:
Jatropha curcas
Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, jarak pagar (Jatropha curcas) diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun juga ditemukan keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Saat ini, jarak pagar telah menyebar di berbagai tempat di Afrika dan Asia. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah yaitu bangsa Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat. Kini, jarak pagar menyebar luas di berbagai daerah kering, semi kering dan subtropik di seluruh dunia. 2.
Morfologi Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tumbuhan semak berkayu yang
dapat tumbuh sangat cepat. Dalam waktu 4 tahun, ketinggiannya dapat mencapai 3-5 meter. Tanaman ini memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Panen pertama 6–8 bulan setelah penanaman dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering per hektar per tahun kemudian meningkat secara bertahap (gradual) dan stabil sekitar 5,0 ton pada tahun ke 5 setelah tanam. Tanaman ini terus berproduksi sampai berusia 50 tahun. Pada kondisi yang normal, tanaman jarak dapat menghasilkan sekitar 8 ton per hektar per tahun. Tanaman jarak ditampilkan pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar Sumber : www.jatrophacurcasplantations.com/ images/jatropha-curcas-6.jpg
Bagian-bagian tanaman jarak adalah sebagai berikut: 1. Daun Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Daun tersebar di sepanjang batang.
Daunnya lebar berbentuk
jantung atau bulat telur melebar dengan dengan ukuran 12 x 8 cm. Tulang daun menjari dengan jumlah 5-7 tulang daun utama. Panjang tangkai daun antara 4-15 cm. 2. Bunga Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan. Bunganya tumbuh di ujung tangkai dalam bentuk seperti kapsul, memiliki 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang jurang-jurang lebih 4 mm. Bunganya memiliki 5 mahkota berwana keunguan. Untuk setiap tandan bisa terdapat lebih dari 15 bunga. 3. Buah Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah sekitar 2 cm dengan ketebalan 1 cm. Pada awalnya, buah berwarna hijau, kemudian setelah matang berubah menjadi kuning dan pada akhirnya berwarna hijau. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang dapat berisi satu biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji.
6
4. Biji Bji tanaman jarak pagar berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Biji inilah yang mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Biji rata-rata berukuran 18 x 11 x 9 mm, berat 0,62 gram, dan terdiri atas 58,1% biji inti berupa daging (kernel) dan 41,9% kulit. Kulit hanya mengandung 0,8% ekstrak eter. Kadar minyak (trigliserida) dalam inti biji ekuivalen dengan 55% atau 33% dari berat total biji. Asam lemak penyusun minyak jarak pagar terdiri atas 22,7% asam jenuh dan 77,3% asam tak jenuh. Kadar asam lemak minyak terdiri dari 17,0% asam palmitat, 5,6 % asam stearat, 37,1 % asam oleat, dan 40,2 % asam linoleat (Stegar dan van Loon, 1941). Minyak jarak pagar berwujud cairan bening berwarna kuning dan tidak menjadi keruh meski disimpan dalam waktu yang lama. Komposisi proksimat bungkil bebas minyak terdiri dari 12,9% air, 10,1 % abu, 45,1 % protein kasar, 31,9 % serat kasar dan bahan organik tak bernitrogen. Meski kadar proteinnya tinggi, bungkil jarak pagar beracun, karena antara lain mengandung zat kursin (curcin) dan ester forbol. 3. Syarat Tumbuh Tanaman Jatropha dapat tumbuh di dataran rendah (sekitar 400 m di atas permukaan laut), pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah berpasir, tanah-tanah tandus dan tidak subur maupun tanah berlempung atau tanah liat. Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Ia juga bisa tahan tumbuh dalam musim kemarau panjang antara 7 – 8 bulan. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan 480 sampai 2380 mm per tahun. Curah hujan yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar adalah 625 mm per tahun, namun tanaman ini juga tumbuh baik jika curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun. Kisaran suhu yang sesuai untuk tanaman ini adalah 20-26 °C. Tanaman ini berbunga antara September dan November dan buahnya muncul dari Oktober sampai Desember.
7
4. Manfaat jarak pagar Jarak pagar dikenal oleh masyarakat sebagai bahan pengobatan tradisional. Semua bagian tanaman ini berguna. Daunnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ulat sutra, sebagai bahan antiseptik setelah proses kelahiran, serta menyembuhkan batuk atau bersifat antiradang, Sedangkan minyak atau getahnya memiliki khasiat menyembuhkan luka dan penyakin-penyakit kulit seperti infeksi jamur dan juga meringankan penyakit akibat rematik. Yang paling tinggi manfaatnya adalah buahnya. Daging buahnya bisa dimanfaatkan untuk pupuk hijau dan produksi biogas, sementara bijinya untuk pakan ternak (dari varietas tak beracun). Selain itu bagian-bagian tubuh jarak juga bisa digunakan untuk bahan insektisida. Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak lampu. Biji, daging buah, dan cangkang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Bahkan sewaktu zaman penjajahan Jepang minyaknya sudah diolah untuk bahan bakar pesawat terbang. B. Bungkil Biji Jarak Pagar Jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat kernel (daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji (kernel) jarak pagar mengandung 40–45% minyak sehingga dapat dipisahkan menjadi minyak jarak pagar dengan cara mekanis ataupun ekstraksi (Hambali et al. 2006). Proses pengepresan minyak biji jarak pagar, produk dan penggunaannya dapat dilihat pada gambar 2. BIJI MINYAK Pemanfaatan Regional
PENGEPRESAN
MINYAK MENTAH
BAHAN BAKAR
HASIL SAMPING
Pemanfaatan Regional
Ampas ü Pakan Ternak ü Pupuk ü Bahan Bakar Padat
Gambar 2. Pengepresan minyak, produk, hasil samping dan penggunaannya. Sumber: Krause (1995) diacu dalam El Bassam dan Maegaard (2004)
Jika produksi biji jarak adalah 5–10 ton/ha/tahun, maka diperoleh kulit buah sekitar 2,1–4,3 ton, kulit biji 2–4 ton dan bungkil biji jarak 3 ton, sehingga total dihasilkan 5,6–11,3 ton limbah untuk menghasilkan 1,5–3 ton minyak jarak. 8
Persentase limbah yang sangat besar ini membutuhkan pengolahan yang tepat (Hambali dan Mujdalipah 2006). Ada beberapa metode untuk pengepressan biji jarak pagar, yaitu rendering (teknik pengepresan mekanis), dan separasi dengan menggunakan pelarut. Menurut Hambali et.al (2006) ada dua cara umum yang digunakan pada pengepresan mekanis biji jarak yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir. Hasil dari pengepresan adalah minyak jarak pagar dan bungkil jarak pagar. Gambar 3 memperlihatkan gambar bungkil jarak sisa pengepresan.
Gambar 3. Bungkil jarak sisa pengepresan. Sumber: Hambali dan Mujdalipah (2006)
Menurut Hambali dan Mujdalipah (2006), banyaknya jumlah minyak yang berhasil diekstrak tergantung dari lamanya pengepresan, besarnya tekanan yang digunakan serta kandungan minyak dalam bahan asal. Dengan pengepresan hidrolik, umumnya dihasilkan rendemen minyak sampai dengan 20% dari biji berkulit dan rendemen minyal 30–35% dari biji yang telah dilepas kulitnya. Bungkil biji jarak pagar bebas minyak mengandung beberapa komponen yaitu air, abu, protein kasar, serat kasar dan bahan organik tak bernitrogen. Sekalipun kadar proteinnya tinggi, bungkil juga mengandung toksin diantaranya zat racun kursin (curcin) dan ester forbol. Bungkil jarak dapat dijadikan pakan ternak dengan terlebih dahulu dilakukan proses penghilangan racun yang terkandung didalamnya. Selain itu, bungkil jarak juga dapat dijadikan bahan baku pembangkitan biogas dan pupuk karena mengandung kalium serta fosfat (Soerawidjaja 2005).
9
Tabel 1. Analisis Proksimat bagian-bagian biji jarak Komposisi (% basis kering) Protein kasar Lemak Air Abu Serat deterjen netral (NDF) Serat deterjen asam (ADF) Lignin deterjen asam Energi bruto (MJ/kg)
Daging biji (a)
Kulit biji(a)
Tepung biji(b)
Bungkil(a)
22,2 – 27,2 56,8 – 58,4
4,3 – 4,5 0,5 – 1,4
56,4 – 63,8 1,0 – 1,5
3,6 – 4,3
2,8 – 6,1
24,60 ± 1,40 47,25 ± 1,34 5,54 ± 0,20 4,50 ±0,14
3,5 – 3,8
83,9 – 89,4
9,6 – 10,4
Bungkil bebas minyak(c) 45,1 12,9 10,1
8,1 – 9,1 10,12 ± 0,52
31,9
2,4 – 3,0
74,6 – 78,3
5,7 – 7,0
0,0 – 0,2
45,1 – 47,5
-
0,1 – 0,4
-
30,5 – 31,1
19,3 – 19,5
-
18,0 – 18,3
-
(a) Makkar et al. (1997) diacu dalam Hambali dan Mujdalipah (2006) (b) Akintayo (2003) diacu dalam Manurung (2006) (c) Soerawidjaja (2005)
C. Biomassa dan Biomass Pellets (Biopelet) Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik (semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya) (El Bassam dan Maegaard 2004). Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang paling serbaguna dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya. Biomassa dapat menghasilkan bahan bakar untuk panas, listrik dan transportasi (Siemers 2006). Bahan yang termasuk biomassa antara lain sisa hasil hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian, kayu dan limbah kayu, limbah hewan, tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta limbah pemukiman (Bergman dan Zerbe 2004). Biomassa merupakan sumber energi yang bersih dan dapat diperbarui namun biomassa mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat langsung dibakar karena sifat fisiknya yang buruk, seperti kerapatan energi yang rendah dan permasalahan penanganan, penyimpanan dan transportasi (Saptoadi 2006). Menurut Yamada et al. (2005), penggunaan bahan bakar biomassa secara langsung dan tanpa pengolahan akan menyebabkan timbulnya penyakit pernafasan yang disebabkan oleh karbon monooksida, sulfur dioksida (SO2) dan bahan partikulat. Matriks rantai penggunaan biomassa dapat dilihat pada gambar 4.
10
Perkebunan
Bahan sisa
Hasil samping
Limbah (organik)
Pemanenan, Pengolahan, Transportasi, Penyimpanan
Pengolahan
Liquifikasi
Esterifikasi
Penguraian anaerob
Biopelets Chip kayu
Minyak pirolisis Metanol
Minyak nabati Biodiesel
Biogas
Pengarangan
Gasifikasi
Fermentasi
Arang Tar
Gas sintetik Gas generator
Bioetanol
Pengolahan
Bahan bakar padat
Bahan bakar cair
Bahan bakar gas
Penggunaan energi sekunder untuk energi
Energi listrik
Energi mekanis
Energi panas
Gambar 4. Matriks rantai penggunaan biomassa. Sumber: Siemers (2006)
Bergman dan Zerbe (2004) menambahkan bahwa konversi biomassa menjadi bentuk yang lebih baik dapat meningkatkan kualitasnya sebagai bahan bakar. Konversi yang dilakukan dapat memudahkan dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, peningkatan daya bakar, peningkatan efisiensi bakar, bentuk yang lebih seragam serta kerapatan energi yang lebih besar. Namun demikian, menurut Hill et al. (2006) konversi yang dilakukan terhadap bahan bakar biomassa harus memiliki keseimbangan energi yaitu energi yang dapat digunakan harus lebih besar daripada energi proses produksi. Data dari Palz (1985) menunjukkan bahwa komposisi komponen organik bukan abu pada biomassa cenderung seragam. Komponen utama adalah karbon, oksigen dan hidrogen. Beberapa biomassa juga mengandung sebagian kecil nitrogen.
11
Tabel 2. Komposisi unsur biomassa Unsur Karbon Hidrogen Oksigen Nitrogen Sulfur
Simbol C H O N S
Persen bobot (basis kering dan basis bebas abu) 44 – 51 5,5 – 6,7 41 – 50 0,12 – 0,60 0,0 – 0,2
Sumber : Palz (1985)
Menurut White dan Paskett (1981) penggunaan biomassa sebagai bahan bakar memiliki kekurangan dibandingkan dengan bahan bakar fosil, karena : • pada umumnya, biomassa memiliki kandungan panas yang lebih rendah jika dibandingkan kandungan panas bahan bakar fosil, • biomassa mengandung kadar air yang tinggi yang dapat menghambat proses pembakaran, menyebabkan kehilangan energi selama pembakaran karena menjadi kalor laten uap dan biomassa mudah menyerap air selama penyimpanan jika penyimpanan tidak menggunakan wadah yang kedap air, • biomassa memiliki densitas yang rendah dan berakibat pada peningkatan ukuran peralatan penanganan, penyimpanan dan pembakaran, • biomassa memiliki bentuk yang tidak homogen sehingga menyulitkan untuk pemasukan otomatis ke dalam ruang pembakaran. Densifikasi limbah pertanian dan kehutanan menjadi briket atau pelet adalah suatu metode pengembangan fungsi suatu sumberdaya. Densifikasi dapat meningkatkan kandungan energi tiap satuan volume dan juga dapat mengurangi biaya transportasi dan penanganan. Densitas briket biomassa berada di atas rentang densitas kayu yaitu antara 800–1.100 kg/m3 dan densitas kamba (untuk pengemasan dan pemuatan ke dalam alat transportasi) sekitar 600–800 kg/m3 (Leach dan Gowen 1987). Menurut Saptoadi (2006), proses pemampatan biomassa menjadi briket atau pelet dilakukan untuk : • meningkatkan kerapatan energi bahan, • meningkatkan kapasitas panas (kemampuan untuk menghasilkan panas dalam waktu lebih lama dan mencapai suhu yang lebih tinggi), • mengurangi jumlah abu pada bahan bakar.
12
Densifikasi, menurut Ramsay (1982), juga menghasilkan keuntungan pada bahan bakar diantaranya ukuran yang menjadi lebih seragam, produk yang kering, serta kemudahan transportasi dan penyimpanannya. Menurut Leach dan Gowen (1987), metode densifikasi untuk pembuatan pelet atau briket dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu sistem tekanan rendah seperti mesin pengempa manual dan mekanis serta sistem tekanan tinggi seperti roller, piston atau screw extrusion. Pelet merupakan salah satu bentuk energi biomassa, yang diproduksi pertama kali di Swedia pada tahun 1980-an. Pelet digunakan sebagai pemanas ruang untuk ruang skala kecil dan menengah. Pelet dibuat dari hasil samping terutama serbuk kayu. Pelet kayu digunakan sebagai penghasil panas bagi pemukiman atau industri skala kecil. Di Swedia, pelet memiliki ukuran diameter 6–12 mm serta panjang 10–20 mm (NUTEK 1996, dalam Jonsson 2006). Pelet merupakan hasil pengempaan biomassa yang memiliki tekanan yang lebih besar jika dibandingkan dengan briket (60 kg/m3, kadar abu 1% dan kadar air kurang dari 10%) (El Bassam dan Maegaard 2004). Pelet memiliki kadar air yang rendah sehingga dapat lebih meningkatkan efektivitas pembakaran (VE 2006). Bahan bakar pelet memiliki diameter antara 3-12 mm dan panjang bervariasi antara 6–25 mm. Pelet diproduksi oleh suatu alat dengan mekanisme pemasukan bahan secara terus-menerus serta mendorong bahan yang telah dikeringkan dan termampatkan melewati lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran tertentu. Proses pemampatan ini menghasilkan bahan yang padat dan akan patah ketika mencapai panjang yang diinginkan (Ramsay 1982). Menurut Ramsay (1982), proses pembuatan pelet menghasilkan panas akibat gesekan alat yang memudahkan proses pengikatan bahan dan penurunan kadar air bahan hingga mencapai 5–10%. Panas juga menyebabkan suhu pelet ketika keluar mencapai 60–65°C sehingga dibutuhkan pendinginan. Metode pembuatan pelet yang lain dilakukan oleh Livington pada tahun 1977 (Livington dalam Ramsay 1982) dan telah dipatenkan di US Patent. Proses pembuatan pelet dilakukan dari bahan organik dengan kadar air antara 16–28%. Proses berlangsung pada suhu 163°C dan tekanan pada lempeng baja sebesar 178 kN. Pelet yang dihasilkan memiliki ukuran diameter 3 mm serta panjang 13 mm.
13
Pelet kemudian dikeringkan dengan udara panas dan menghasilkan kadar air 7–8 % serta bobot jenis lebih dari 1,0. Tabel 3 memperlihatkan perbandingan standar biopelet di beberapa negara. Tabel 3. Perbandingan standar biopelet Kualitas Biopelet
unit
ÖNorm M DIN 51731 7135 (a) (a) (Jerman) (Austria)
DIN plus (Pelet Association Germany) (a)
Diameter Panjang Densitas Kadar Air
mm mm kg/dm³ %
4 – 10 5 x D(1) > 1,12 < 10
4 – 10 < 50 1,0 – 1,4 < 12
5 x D(1) > 1,12 < 10
Kadar Abu
%
< 0,50
< 1,50
< 0,50
Nilai Kalor MJ/kg > 18 17,5 – 19,5 > 18 Sulfur % < 0,04 < 0,08 < 0,04 Nitrogen % < 0,3 < 0,3 < 0,3 Klorin % < 0,02 < 0,03 < 0,02 Abrasi % < 2,3 < 2,3 Bahan tambahan % <2 - (2) <2 (1) tidak lebih dari 20% Bio-Pelets berukuran 7,5 x Diameter (2) DIN melarang penggunaan bahan tambahan Sumber: (a) HEZO (2006); (b) PFI (2007a); (c) Douard (2007)
Pelet Fuel Institute (b)
ITEBE (c) (2001 – 2007)
6,35 – 7,94 < 38,1 > 0,64 < 3 (standar) < 1 (premium) > 19,08 < 0,03 -
6 – 16 10 – 50 > 1,15 15 6 > 16,9 < 0,10 0,5 < 0,07 2
Keunggulan utama pemakaian bahan bakar pelet biomassa adalah penggunaan kembali bahan limbah seperti serbuk kayu yang biasanya dibuang begitu saja. Serbuk kayu yang terbuang begitu saja dapat teroksidasi dibawah kondisi yang tak terkendali akan membentuk gas metana atau gas rumah kaca (Cook 2007). Menurut PFI (2007b), pelet memiliki konsistensi dan efisiensi bakar yang dapat menghasilkan emisi yang lebih rendah dari kayu. Bahan bakar pelet menghasilkan emisi bahan partikulat yang paling rendah dibandingkan jenis lainnya. Arsenik, karbon monoksida, sulfur, dan gas karbondioksida merupakan sedikit polutan air dan udara yang dihasilkan oleh penggunaan minyak sebagai bahan bakar. Sistem pemanasan dengan pelet menghasilkan emisi CO2 yang rendah karena jumlah CO2 yang dikeluarkan selama pembakaran setara dengan CO2 yang diserap tanaman ketika tumbuh, sehingga tidak membahayakan lingkungan. Dengan efisiensi bakar yang tinggi, jenis emisi lain seperti NOx dan bahan organik yang mudah menguap juga dapat diturunkan. Masalah yang masih tersisa adalah emisi debu akibat peningkatan penggunaan sistem pemanasan dengan pelets
14
(Anonim 2007b). Gambar 5 menunjukkan alat boiler yang menggunakan bahan bakar biopelet.
Gambar 5. Boiler berbahan bakar biopelet. Sumber: CCRE (2000)
Berdasarkan PFI (2007a), terdapat 2 jenis kualitas bahan bakar pelet yang diproduksi yaitu premium dan standar. Perbedaan keduanya adalah pada kadar abu. Jenis standar memiliki kadar abu maksimal 3%, sedangkan jenis premium memiliki kadar abu tidak lebih dari 1%. Perbedaan ini merupakan hasil dari perbedaan kandungan pelet. Pelet jenis standar dibuat dari bahan yang menghasilkan residu abu, seperti kulit kayu dan limbah pertanian. Sedangkan pelet jenis premium dibuat dari serbuk kayu keras dan kayu lunak yang tidak mengandung kulit kayu. Pelet jenis standar hanya dapat dibakar di instalasi pembakaran yang dirancang untuk pelet yang mengandung kadar abu tinggi. White dan Paskett (1981) menambahkan bahwa pengendalian ukuran partikel bahan baku juga sangat penting karena berpengaruh terhadap tingkat reaksi. Ukuran partikel yang homogen (baik diatas ataupun dibawah standar) lebih efisien daripada ukuran partikel yang heterogen. Menurut Saptoadi (2006), dimensi pelet harus semakin kecil namun dengan ukuran partikel semakin kasar. Kombinasi ini akan memberikan sifat yang lebih sempurna pada pelet sebagai bahan bakar. Gambar 6 memperlihatkan bentuk dan ukuran biopelet dari bungkil jarak.
15
Gambar 6. Biopelet bungkil jarak pagar Pembakaran biomassa secara langsung atau pengubahan bentuk menjadi pelet maupun briket dipilih berdasarkan beberapa parameter bahan bakar tersebut yaitu kadar air, densitas, nilai kalor serta bentuk fisik yang berhubungan dengan penanganan mekanis. Kadar abu juga merupakan parameter yang penting karena bahan bakar tanpa abu (seperti minyak dan gas) memiliki sifat pembakaran yang lebih baik (White dan Paskett 1981). Analisis proksimat bahan bakar padat digunakan untuk menentukan kandungan bahan volatil, karbon terikat dan abu (Ramsay 1982). Abu merupakan komponen yang tidak diinginkan pada bahan bakar. Abu tidak dapat bereaksi dan terbakar dan akan menumpuk di dasar boiler atau terbang bersamaan dengan gas. Abu cenderung bertentangan dengan proses pembakaran karena keberadaannya dapat menyebabkan karat (Ramsay 1982). Pembatasan kadar air selama pengeringan awal dan proses densifikasi akan menguntungkan selama proses pembakaran, selain menghasilkan nilai kalor yang lebih besar juga memudahkan pengendalian pembakaran, penurunan loss produk, dan berdampak pada peningkatan efisiensi pembakaran. Kadar air suatu bahan bakar yang tinggi akan menyebabkan proses pembakaran yang lambat dan temperatur api yang rendah. Hal ini berdampak pada pengurangan produksi steam pada boiler. Kadar air yang tinggi juga akan meningkatkan kecepatan gas pada zona bakar, mengurangi waktu tinggalnya, dan meningkatkan kadar partikulat yang berakibat pada peningkatan polusi udara (Ramsay 1982).
16
Keteguhan tekan menunjukkan daya tahan atau kekompakan briket terhadap tekanan luar sehingga mengakibatkan hancurnya briket. Semakin besar keteguhan tekan akan meningkatkan daya tahan atau kekompakan briket. Hal ini diperlukan untuk proses penanganan dan distribusi (Hendra dan Darmawan 2000). D. Sludge Sludge adalah residu semi-solid yang berasal dari proses filtrasi minyak jarak. Sludge akan mengalami proses pressing kembali yang nantinya akan menghasilkan minyak dan padatan. Bentuk padat dari sludge ini akan dijadikan bahan tambahan untuk membuat biopelet. Penambahan sludge ini bertujuan untuk meningkatkan nilai kalor pembakaran dari biopelet.
Biji Jarak (50 Kg)
Bungkil (33,43 Kg)
Minyak (11,82 Kg)
Loss (1,57 Kg)
Minyak jarak+Sludge (15 Kg)
Air (0,038 Kg)
Sludge+Minyak (3,78 Kg)
Gambar 7. Neraca massa pengolahan biji jarak E. Perekat Tapioka Terdapat dua macam perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan briket, yaitu perekat yang berasap (tar, molase, dan pitch), dan perekat yang tidak berasap (pati dan dekstrin tepung beras). Untuk briket yang digunakan di rumah tangga sebaiknya memakai bahan perekat yang tidak berasap (Abdullah, 1991). Menurut White dan Paskett (1981) bahan perekat ditambahkan kedalam biopelet untuk meningkatkan keteguhan tekan, diantaranya bitumen, resin dan gum. Ramsay (1982) menambahkan bahwa penambahan perekat juga bertujuan untuk meningkatkan ikatan antar partikel, memberikan warna yang seragam dan juga memberikan bau yang harum.
17
Tapioka merupakan bahan yang sering digunakan sebagai perekat dalam pembuatan briket karena mudah didapat dan harganya yang relatif murah. Kelemahan penggunaan tapioka sebagai perekat yaitu akan sedikit berpengaruh pada penurunan nilai kalor produk dibandingkan bahan bakunya, selain itu produk yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Kadar perekat yang tinggi juga dapat menurunkan mutu briket akibat timbulnya asap. Penambahan optimal perekat sebaiknya tidak lebih dari 5% (Sudrajat dan Soleh 1994). Huege dan Ingram (2006) menambahkan bahwa jumlah perekat yang dianjurkan adalah 0,5–5% b/b total campuran. Tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu yang telah mengalami proses pencucian secara sempurna serta dilanjutkan dengan pengeringan. Tepung tapioka hampir seluruhnya terdiri dari pati. Ukuran granula pati tapioka berkisar antara 5-35 mikron. Pati ubi kayu terdiri dari molekul amilosa dan amilopektin yang jumlahnya berbeda-beda tergantung jenis patinya (Ma’arif et al., 1984). Tabel 4. Komposisi kimia tapioka Komposisi Tapioka Kalori (per 100 gram)
146
Karbohidrat (%)
88,2
Protein (%)
1,1
Lemak (%)
0,5
Air (%)
9,1
Calcium (mg/100 gr)
84,0
Phosphor (mg/100 gr)
125,0
Ferrum (mg/100 gr)
1,0
Vitamin B1 (mg/100 gr)
0,4
Vitamin C (mg/100 gr)
0
Sumber : Suryani (1987)
F. Nilai Kalor Pembakaran Pembakaran adalah proses oksidasi eksotermal yang berlangsung cepat dan terjadi terutama pada fase gas, kecuali pembakaran karbon terikat pada fase
18
padatan. Untuk bahan bakar padat, komposisi utama bahan bakar harus diubah menjadi fase gas dengan kontak tertutup dalam udara yang mengandung molekul oksigen. Agar berlangsung cepat dan sempurna, temperatur harus cukup tinggi untuk memudahkan penyalaan dan menghasilkan putaran. Kelebihan udara dibutuhkan untuk memperbanyak oksigen yang kontak dengan molekul bahan bakar (Ramsay 1982). White dan Paskett (1981) menyatakan bahwa bahan bakar memiliki senyawa kimia yang bereaksi dengan sumber panas. Pada umumnya, bahan bakar mengandung karbon dan hidrogen yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan oksigen dan uap air. Karbon dan hidrogen memiliki kandungan panas yang berbeda, kalor bakar karbon adalah 34,4 GJ/ton sedangkan kalor bakar hidrogen adalah 141,9 GJ/ton. Menurut Grover et al. (2002), parameter utama pengukuran kualitas bahan bakar biomassa dihitung dari nilai kalor yang dimilikinya. Palz (1985). menambahkan bahwa nilai kalor suatu bahan bakar menandakan energi yang secara kimia terikat di bahan bakar dengan lingkungan standar. Standar tersebut berupa temperatur, keadaan air (uap atau cair) dan hasil pembakaran (CO2, H2O dan lain-lain). Nilai kalor komponen tanaman sangat bervariasi dan akan meningkat dengan meningkatnya kandungan karbon di dalamnya. Energi yang tersimpan ini dapat tersedia dengan proses densifikasi bahan bakar, hal ini selain memudahkan transportasi juga dapat menghasilkan panas yang baik (Ramsay 1982). Menurut Leach dan Gowen (1987), nilai kalor bahan bakar dihitung dengan dua basis yang berbeda yaitu 1. Nilai kalor bruto (Gross Heating Value = GHV) adalah energi total yang dilepaskan selama pembakaran didasarkan pada bobot bahan bakar. Nilai ini digunakan di UK, USA dan banyak negara berkembang. 2. Nilai kalor bersih (Net Heating Value = NHV) adalah energi yang tersedia secara nyata selama pembakaran setelah dikurangi energi yang hilang akibat penguapan air. Nilai ini digunakan oleh penghitungan energi internasional. Biomasa mengandung air dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat menurunkan kandungan panas di dalamnya. Hal ini disebabkan adanya senyawa 19
oksigen. Biomassa mengandung oksigen yang dapat berikatan dengan karbon dan hidrogen. Bahan yang sudah sebagian teroksidasi atau ”terbakar” mengakibatkan berkurangnya sumber bahan bakar dalam bentuk karbon dan hidrogen (White dan Paskett 1981). Skema proses pembakaran biomassa dapat dilihat pada gambar 8. 1. Panas
= NHV
2. Pembentukan uap air dari hidrogen, termasuk panas laten penguapan Bahan bakar + udara:
pembakaran
= GHV 3. Penguapan air yang terkandung dalam bahan bakar, termasuk panas laten 4. CO2, CO, NO X, dll.
Gambar 8. Proses pembakaran biomassa. Sumber: Leach dan Gowen (1987)
Nilai kalor bruto berbanding terbalik dengan kadar abu suatu bahan, karena abu merupakan bahan yang tidak menghasilkan energi (El Bassam dan Maegaard 2004). Sedangkan menurut Ramsay (1982), nilai kalor bersih (NHV) adalah energi potensial yang terkandung dalam suatu bahan bakar. NHV diperoleh dari pengurangan energi bruto dengan energi yang hilang akibat penguapan air dan pemanasan lanjutan uap yang dihasilkan. Rumus umum perhitungan NHV adalah NHV = GHV (1-MCT/100) – (Qv x MCT/100) QV adalah panas yang dibutuhkan untuk penguapan dan pemanasan lanjut sejumlah air dan MCT adalah kadar air bahan tersebut pada suhu T. Ketika bahan bakar digunakan, energi bahan bakar tersebut dipindahkan ke tujuan akhir penggunaan dalam beberapa tahap. Kehilangan energi terjadi pada saat penggunaan dalam beberapa bentuk. Pengukuran efisiensi dan energi yang dipergunakan sangat tergantung pada tahap aliran panas tersebut diukur (Leach dan Gowen 1987). Efisiensi pembakaran adalah efisiensi yang diperoleh dari pengubahan energi kimia dari bahan bakar menjadi panas. Efisiensi ini dihitung hanya dari pembakaran yang sempurna pada ruang pembakaran (Bergman dan Zerbe 2004). G. Analisis Finansial (www.score.org) Analisis finansial Biopelet bungkil jarak pagar dilakukan dengan prosedur berdasarkan dasar perhitungan SCORE yang dimodifikasi. Secara umum prosedur 20
tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu penyusunan dan penilaian finansial. Prosedur penyusunan finansial terdiri dari: a. Penetapan Asumsi dasar Asumsi merupakan kondisi yang tidak dapat diperkirakan secara langsung dari kondisi riil sehingga harus diperkirakan dengan pendekatan terbaik. Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial Biopelet bungkil jarak pagar adalah: - Jangka waktu analisis - Kapasitas produksi (termasuk kapasitas mesin dan pabrik) - Tingkat pertumbuhan industri - Instrumen keuangan (MARR, Bunga pinjaman dan hipotek, waktu pinjaman dan hipotek, serta utang dan piutang) b. Kebutuhan dana start-up Kebutuhan dana start-up atau disebut juga kebutuhan investasi merupakan penetapan pos-pos pengeluaran investasi yang terdiri dari harta tetap dan modal operasional. Selain itu juga diperhitungkan sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk investasi. Sumber pendanaan yang diperhitungkan adalah dana sendiri, investor luar, serta hutang dan pinjaman. c. Penetapan gaji dan upah Penetapan gaji dan upah dilakukan untuk gaji dan upah manajemen serta tenaga kerja (termasuk bonus, asuransi dan pajak pendapatan) serta pemberian kompensasi bagi pemilik. Prosedur ini juga memperhitungkan persentase perubahan gaji dan upah tiap tahun. d. Biaya operasi tetap Biaya operasi tetap adalah biaya yang dibutuhkan suatu perusahaan untuk menjalankan dan mendukung proses operasi perusahaan namun tidak berpengaruh secara langsung terhadap proses produksi. Biaya-biaya tersebut diantaranya biaya iklan, bea dan abonemen, pengeluaran kantor, perbaikan dan perawatan , telepon dan komunikasi. Selain itu, biaya operasi tetap juga memperhitungkan biaya lain diantaranya penyusutan, bunga (baik bunga hutang komersil, hipotek dan kredit).
21
e. Perkiraan proyeksi penjualan Perkiraan proyeksi penjualan diawali dengan penetapan harga produk per satuan kg dan biaya variabel yang dibutuhkan per satuan kg. dari perhitungan dua variabel tersebut diperoleh proyeksi penjualan per bulan dengan mempertimbangkan perubahan tingkat produksi per bulan selama jangka waktu analisis. f. Penerimaan dan pengeluaran kas Penerimaan dan pengeluaran kas merupakan penjelasan dari penerimaan piutang usaha dan pembayaran hutang usaha termasuk jangka waktu pelaksanaannya. Selain itu juga diperhitungkan asumsi plafond kredit, pajak pendapatan dan amortisasi biaya start-up.
Sedangkan prosedur penilaian finansial terdiri dari: a. Proyeksi laba rugi Proyeksi laba rugi merupakan perhitungan terhadap pendapatan dan biaya penjualan produk. Dalam proyeksi ini juga diperhitungkan total gaji dan upah, total biaya usaha tetap serta biaya lain sehingga diperoleh pendapatan bersih usaha per bulan selama jangka waktu analisis. b. Proyeksi arus kas Tujuan proyeksi arus kas adalah melihat perubahan kas perubahan per satuan waktu. Pos-pos keuangan yang berpengaruh terhadap perubahan kas juga diperhitungkan diantaranya kas masuk (pendapatan dan piutang), kas keluar (investasi, operasional, dan kegiatan keuangan), serta perhitungan terhadap arus kas operasional. c. Penyusunan neraca akhir (per akhir tahun) Penyusunan neraca akhir merupakan penilaian terhadap keseimbangan aktiva dan kewajiban serta modal perusahaan. Perhitungan dilakukan per tahun serta dibandingkan neraca tiap tahun untuk melihat perubahan neraca perusahaan. d. Ikhtisar akhir tahun Ikhtisar akhir tahun merupakan perhitungan pos-pos keuangan (pendapatan, biaya penjualan, laba kotor, biaya usaha tetap, dan biaya lain) untuk membandingkan distribusi besarannya.
22
e. Rasio keuangan Rasio keuangan merupakan analisis terhadap likuiditas usaha, analisis keamanan (rasio hutang), analisis profitabilitas dan analisis efisiensi usaha. f. Analisis titik impas Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui target minimum penjualan yang dapat dicapai atau jumlah penerimaan yang harus diterima dalam jangka waktu tertentu. g. Jadwal amortisasi Amortisasi adalah pengurangan nilai aktiva tidak berwujud, seperti merek dagang, hak cipta, dan lain-lain, secara bertahap dalam jangka waktu tertentu pada setiap periode akuntansi. Pengurangan ini dilakukan dengan mendebit akun beban amortisasi terhadap akun aktiva. Penjadwalan amortisasi merupakan penjadwalan pembayaran pinjaman dan hipotek dan berpengaruh langsung terhadap jumlah kewajiban usaha. Perhitungan amortisasi juga meliputi bunga pinjaman dan hipotek yang disyaratkan oleh pihak pemberi hutang dan hipotek. h. Penilaian kuangan Penilaian keuangan digunakan untuk memperkirakan usaha Biopelet sehingga terlihat tingkat kelayakannya. Penilaian ini digunakan untuk melihat nilai yang di luar batas. i.
Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan pengujian terhadap kondisi tidak ideal
dalam perusahaan. Variabel uji yang digunakan adalah harga bahan baku dan harga jual produk. Parameter uji yang dilihat untuk penilaian adalah NPV dan IRR.
23
III. METODOLOGI
A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bungkil biji jarak pagar, sludge jarak pagar dan tepung tapioka. Bahan yang digunakan untuk analisa contoh adalah heksana. Alat-alat yang digunakan adalah pelet mill, calorimeter combustion bomb, hammer mill, tanur, oven, cawan porselin, wadah dan pengaduk, eksikator dan neraca. B. Tahapan Penelitian Penelitian diawali dengan karakterisasi sifat fisik dan sifat pembakaran bungkil biji jarak pagar yang dilakukan di laboratorium Kimia dan Energi Biomassa Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pengukuran nilai kalor pembakaran sludge dilakukan di Balai Penelitian Peternakan. Proses pembuatan biopelet dilakukan dengan menggunakan pelet mill skala menengah yaitu dengan kapasitas 300 kg/jam di PT. Indofeed Bogor. Proses pembuatan biopelet dimulai dengan pencampuran bahan baku dan bahan tambahan. Kemudian dilakukan pengeringan dengan menggunakan aliran udara dari blower di bak pengering selama ± 30 menit. Sedangkan pengemasan biopelet dilakukan dalam wadah yang kedap udara untuk menjaga biopelet dari kontaminasi udara yang dapat meningkatkan kadar air dari biopelet. Pengujian
nilai
kalor
pembakaran
menggunakan
alat
calorimeter
combustion bomb di laboratorium Kimia dan Energi Biomassa Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Hasil nilai kalor pembakaran biopelet bungkil jarak pagar diperoleh komposisi penambahan sludge dan perekat tapioka yang terbaik. Tahap karakterisasi biopelet bungkil jarak pagar dilakukan untuk mengetahui kualitas biopelet jarak pagar. Tahap selanjutnya adalah uji perbandingan kualitas biopelet bungkil jarak pagar optimal dengan biopelet bungkil jarak tanpa penambahan sludge dan perekat tapioka. Diagram alir pembuatan biopelet dapat dilihat pada gambar 9.
24
Bungkil jarak pagar
Penggilingan dengan hammer mill
Penyeragaman ukuran partikel (ayakan 40 mesh)
Karakterisasi bahan baku
Tepung Bungkil jarak pagar (4Kg)
Sludge (2%, 4%, 6%)
Tapioka (1%, 3%, 5%)
Adonan Pelet
Pembuatan biopelet dengan Pelet mill
Pengeringan biopelet pada blower (± 30 menit)
Analisa perbandingan kualitas biopelet dengan biopelet bungkil jarak pagar tanpa penambahan sludge dan perekat tapioka
Gambar 9. Diagram alir pembuatan biopelet.
C. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan penelitian yang digunakan adalah rancangan faktorial acak lengkap dua faktor dengan disertai dua ulangan. Faktor-faktor yang dianalisis ada dua yaitu: 1. Faktor persentase penambahan sludge, ada tiga taraf perlakuan sludge yang dicobakan yaitu 2%, 4% dan 6%
25
2. Faktor persentase penambahan perekat tapioka, ada tiga taraf perlakuan pati yang dicobakan yaitu 1%, 3% dan 5%. Dengan basis percobaan 4 kg bungkil jarak pagar, maka diperoleh rentang faktor pertama antara 80–240 g sludge sedangkan rentang faktor kedua adalah 40– 200 g perekat tapioka.
Model linear Model linear dari rancangan faktorial penelitian ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk ;
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2
di mana : Yijk
= Nilai
pengamatan
pada
satuan
percobaan
ke-k
yang
memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor sludge dan tarak ke-j dari faktor tapioka) µ
= Nilai tengah populasi (rata-rata yang sesungguhnya)
αi
= pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor sludge
βj
= pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor tapioka
(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor sludge dan taraf ke-j faktor tapioka εijk
= pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.
Sidik Ragam (Analysis of Variance) Tabel 5. Sidik ragam dari rancangan percobaan faktorial penelitian Sumber
Derajat
Jumlah
Keragaman
Bebas
Kuadrat
Kuadrat Tengah
Fhitung
Perlakuan
ab-1
JKP
KTP= JK(Perlakuan)/db (Perlakuan)
Fhit Perlakuan= KT(P)/KTG
Sludge
a-1
JK(s)
KT(s) = JK (s)/db (s)
Fhit S = KT(s) / KTG
Pati
b-1
JK(p)
KT(p) =JK (p)/db (p)
Fhit P = KT(p) / KTG
Interaksi
(a-1)(b-1)
JK (s*p)
KT (s*p) =JK (s*p)/db (s*p)
Fhit Inter = KT(inter) / KTG
Galat
ab(r-1)
JKG
KTG = JK (galat)/db (galat)
Total
rab-1
JKT
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Bahan Baku dan Produk Untuk mengetahui karakteristik bungkil biji jarak, seperti sifat fisik dan pembakaran, maka dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap bungkil biji jarak dengan cara menghaluskan bungkil biji jarak tersebut hingga menjadi serbuk yang homogen, kemudian baru dilakukan pengujian karakteristiknya. Hasil dari pengujian karakteristik bungkil jarak pagar dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Karakteristik bungkil biji jarak Parameter Nilai kalor pembakaran (Kkal/kg) (bb) Kadar air (%) (bb) Kadar zat volatil (%) (bb) Kadar abu (%) (bb) Kadar karbon terikat (%) (bb) Ukuran partikel (%) • > 0,71 mm • 0,71 – 0,40 mm • 0,40 – 0,10 mm • < 0,10 mm
Nilai 4.473,00 12,11 77,78 5,80 4,31 41,70 27,60 30,23 0,47
Ukuran partikel bungkil biji jarak kebanyakan bervariasi pada tiga kisaran nilai yaitu lebih dari 0,71 mm, antara 0,71–0,40 mm dan 0,40–0,10 mm. Ukuran partikel bungkil biji jarak menurut Saptoadi (2006) berpengaruh terhadap tingkat reaksi selama pembakaran.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa
semakin kecil ukuran partikel bahan, maka densitas pelet akan meningkat sehingga menurunkan daya serapnya terhadap air. Dengan rendahnya daya serap air, karena semakin kecilnya ruang untuk difusi massa, maka akan berdampak terhadap daya bakar pelet yang lebih lama. Nilai kadar air bungkil biji jarak pagar adalah 12,11 % (bb), nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai kadar air bahan baku yang disyaratkan untuk pembuatan biopelet, yaitu 13,00 % (bb). Adanya pembatasan kadar air selain bertujuan untuk mempermudah pengadukan adonan bahan baku, juga untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan pemampatan di peletting press serta mempercepat proses pengeringan.
27
Karakteristik atau kualitas bahan bakar padat ditentukan oleh kandungan karbon dalam bahan. Bungkil biji jarak pagar mempunyai kadar karbon terikat sebesar 4,31%. Proses pengarangan biomassa merupakan salah satu cara meningkatkan kadar karbon. Namun pengarangan memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1. akan mengakibatkan penurunan rendemen akibat hilangnya kandungan biomassa lain selama proses pengarangan termasuk minyak, 2. akan membutuhkan perekat yang lebih banyak, karena karena kandungan bahan alami yang berperan sebagai perekat (lignin dan resin) hilang selama pengarangan, 3. dapat merusak alat yang digunakan untuk proses peletting press, karena sifat partikel arang yang keras. Proses densifikasi menjadi bentuk briket atau pelet juga dapat meningkatkan kadar karbon secara langsung. Proses konversi ini, selain untuk meningkatkan kerapatan energi juga untuk memanfaatkan kandungan minyak yang masih tersisa dalam bungkil. Setelah bungkil jarak diproses menjadi bentuk biopelet, maka dilakukan uji lebih lanjut, menggunakan analisis proksimat, untuk mengetahui nilai-nilai karakteristik biopelet bungkil jarak murni, seperti nilai kalor pembakaran, kadar air, kadar zat volatil, kadar abu dan kadar terikat.
Hasil analisis proksimat
biopelet bungkil jarak murni dapat dilihat dari tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis proksimat biopelet bungkil jarak murni Karakteristik Nilai kalor pembakaran (kkal / kg) Kadar air (%) (bb) Kadar zat volatil (%) (bb) Kadar abu (%) (bb) Kadar karbon terikat (%) (bb)
Nilai 4652,67 8,97 78,09 5,36 16,55
28
B. Kadar Air Penetapan kadar air biopelet bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis biopelet. Hubungan kadar air dengan faktor penambahan sludge dan faktor perekat tapioka.
10.400 10.200
10.260 10.120 9.955
10.125 10.000
9.950
10.000
9.820
Kadar Air (%)
9.800
9.580
9.600 9.265
9.400 9.200 9.000 8.800 8.600 S_2%
Tapioka 1%
S_4%
Tapioka 3%
S_6%
Tapioka 5%
Gambar 11. Histogram Kadar Air Biopelet Kadar air merupakan salah satu sifat yang penting pada suatu bahan bakar. Menurut Ramsay (1982), penurunan yang sangat besar pada efisiensi boiler berbahan bakar biomassa diakibatkan oleh kebutuhan panas yang digunakan untuk menguapkan air yang dikandungnya. Salah satu pengaruh kadar air adalah menurunkan nilai kalor pembakaran pada bahan bakar biomassa. Kadar air suatu bahan bakar yang tinggi akan menyebabkan proses pembakaran yang lambat dan temperatur api yang rendah. Hal ini akan berdampak pada pengurangan produksi steam pada boiler. Kadar air yang tinggi juga akan meningkatkan kecepatan gas pada zona bakar, mengurangi waktu tinggalnya, dan meningkatkan kadar partikulat yang berakibat pada peningkatan polusi udara (Ramsay 1982). Kadar air biopelet lebih tinggi daripada kadar air bungkil jarak murni, karena dalam proses pencampuran bungkil jarak dengan bahan tambahan dibutuhkan tambahan air, namun peningkatan kadar air tidak terlalu tinggi.
29
Hasil dari uji Analysis of Variance (ANOVA) untuk kadar air dengan rancangan percobaan acak lengkap faktorial (RAL faktorial), menunjukkan pengaruh interaksi sludge dan tapioka terhadap kadar air tidak berbeda nyata. Walaupun pengaruh interaksi tidak nyata, dengan adanya kombinasi perlakuan dapat memberikan hasil kadar air yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan nilai kadar air bungkil jarak murni yang besarnya 8,97%. Kombinasi perlakuan yang mempunyai nilai kadar air terendah terdapat pada biopelet yang diberi perlakuan sludge 6% dan tapioka 1%, yaitu sebesar 9,27%, hanya selisih 0,3% dengan nilai kadar air bungkil jarak murni. Kadar air tertinggi, yaitu 10,26% terdapat pada biopelet dengan kombinasi perlakuan sludge 2% dan tapioka 5%. Jika diinginkan biopelet yang mempunyai nilai kadar air yang paling rendah, maka biopelet dengan perlakuan sludge 6% dan tapioka 1% adalah biopelet yang dikehendaki. Penambahan tapioka cenderung meningkatkan kadar air biopelet. C. Kadar Zat Terbang (volatile matter) Kadar zat terbang merupakan kandungan hidrokarbon dalam suatu bahan bakar. Kadar zat terbang biopelet bungkil jarak murni yaitu sebesar 78,09%. Dengan adanya bahan tambahan sludge dan perekat tapioka diharapkan dapat menurunkan nilai zat terbang. Hasil dari uji Analysis of Variance (ANOVA) untuk kadar zat terbang dengan rancangan percobaan acak lengkap faktorial (RAL faktorial), secara keseluruhan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Begitu juga jika dilihat dari pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan, ternyata menunjukkan kadar zat terbang yang tidak berbeda nyata.
30
75.740
76.000 75.500 74.995 74.725
75.000
Zat Terbang (%)
74.400 74.280
74.500
74.395
74.235
74.000 73.420 73.500 72.915 73.000 72.500 72.000 71.500 S_2%
Tapioka 1%
S_4%
Tapioka 3%
S_6%
Tapioka 5%
Gambar 12. Histogram Kadar Zat Terbang Biopelet Adanya interaksi kedua faktor memberikan hasil nilai kadar zat terbang yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kadar zat terbang pada bungkil biji jarak tanpa diberi perlakuan yang besarnya 78,09%.
Kadar zat terbang
terendah didapatkan pada biopelet dengan kombinasi sludge 6% dan tapioka 1%, yaitu sebesar 72,96%, sedangkan kadar zat terbang tertinggi didapatkan pada kombinasi perlakuan sludge 6% dan tapioka 3%, yaitu sebesar 75,74%. Nilai zat terbang yang cenderung rendah disebabkan dengan adanya penambahan perekat maka akan meningkatkan ikatan antar partikel. D. Kadar Abu Abu merupakan komponen yang tidak diinginkan pada bahan bakar, karena abu tidak dapat bereaksi dan terbakar dan hanya akan menumpuk di dasar boiler atau terbang bersamaan dengan gas. Abu cenderung bertentangan dengan proses pembakaran karena keberadaannya dapat menyebabkan karat (Ramsay 1982).
31
6.975 6.580
7.000 5.515
6.000
6.500 5.585
5.535
6.020
5.475
5.445
Kadar Abu (%)
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0.000 S_2%
S_4%
Tapioka 1%
Tapioka 3%
S_6%
Tapioka 5%
Gambar 13. Histogram Kadar Abu Biopelet Hasil dari uji Analysis of Variance (ANOVA) untuk kadar abu dengan rancangan percobaan acak lengkap faktorial (RAL faktorial), menunjukkan interaksi sludge dan tapioka memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk nilai kadar abu. Walaupun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abu, adanya interaksi kedua faktor dapat memberikan hasil yang cukup baik. Kombinasi terbaik, yang menghasilkan kadar abu terendah yaitu 5,45% hanya sedikit di atas kadar abu bungkil jarak murni yang besarnya 5,36 %. Kadar abu yang paling rendah dihasilkan oleh biopelet yang mempunyai kombinasi perlakuan sludge 2% dan tapioka 5%, sedangkan kadar abu tertinggi didapatkan pada biopelet dengan kombinasi perlakuan sludge 2% dan tapioka 1%, yaitu sebesar 6,98%. Jika diinginkan biopelet yang mempunyai kadar abu terendah, maka biopelet dengan perlakuan sludge 2% dan tapioka 5% adalah biopelet yang dikehendaki. Kadar abu yang lebih tinggi disebabkan oleh kandungan bahan tak terbakar pada biopelet. Garam dan bahan anorganik merupakan salah satu komponen penyusun kadar abu.
32
E. Kadar Karbon Terikat (Fixed Carbon)
21.000
20.585
Kadar Karbon Terikat (%)
20.000
20.230
20.205
20.500
19.830 19.605
19.585
19.530
19.500 19.020 18.675
19.000
18.500
18.000
17.500 S_2%
S_4%
Tapioka 1%
Tapioka 3%
S_6%
Tapioka 5%
Gambar 14. Histogram Kadar Karbon Terikat Biopelet Hasil dari uji Analysis of Variance (ANOVA) untuk kadar karbon terikat (fixed carbon) dengan rancangan percobaan acak lengkap faktorial (RAL faktorial), secara keseluruhan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Begitu juga jika dilihat dari pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan, ternyata menunjukkan kadar karbon terikat yang tidak berbeda nyata. Dengan adanya kombinasi perlakuan dapat memberikan hasil kadar karbon terikat yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kadar karbon terikat pada bungkil biji jarak yang tidak diberi perlakuan apapun (bungkil jarak murni), yang besarnya hanya sekitar 16,55%. Kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada biopelet dengan kombinasi sludge 6% dan tapioka 1%, yaitu sebesar 20,59%, sedangkan kadar karbon terendahnya pada kombinasi perlakuan sludge 6% dan tapioka 3%, sebesar 18,68%, yang masih lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kadar karbon terikat pada biopelet bungkil jarak tanpa penambahan sludge dan tapioka. Sehingga jika diinginkan biopelet dengan kadar karbon terikat yang tinggi, maka biopelet dengan kombinasi sludge 6% dan tapioka 1% adalah biopelet yang dikehendaki.
33
F. Nilai Kalor Pembakaran
5000.0
4914.0
Nilai Kalor Pembakaran (Kcal/kg)
4900.0 4800.0 4673.5 4700.0 4542.0
4600.0 4500.0
4617.0
4564.0 4508.5
4410.5 4348.0
4400.0
4346.0
4300.0 4200.0 4100.0 4000.0 S_2%
Tapioka 1%
S_4%
Tapioka 3%
S_6%
Tapioka 5%
Gambar 15. Histogram Kalor Pembakaran Biopelet Hasil dari uji Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai kalori pembakaran dengan rancangan percobaan acak lengkap faktorial (RAL faktorial), secara keseluruhan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Begitu juga jika dilihat dari pengaruh interaksi kedua faktor perlakuan, ternyata menunjukkan nilai kalori pembakaran yang tidak berbeda nyata. Tetapi dengan adanya kombinasi kedua perlakuan dapat memberikan hasil nilai kalori pembakaran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kalori pembakaran pada bungkil biji jarak yang tidak diberi perlakuan apapun, yang besarnya hanya sekitar 4652,67 Kkal/kg. Nilai kalori terbesar dimiliki oleh biopelet dengan kombinasi sludge 6% dan tapioka 3%, yaitu sebesar 4914 Kkal/kg, sedangkan kadar karbon terendahnya pada kombinasi perlakuan sludge 6% dan tapioka 5%, sebesar 4346 Kkal/kg. Sehingga jika diinginkan biopelet dengan nilai kalor pembakaran yang tinggi, maka biopelet dengan kombinasi sludge 6% dan tapioka 3% adalah biopelet yang dikehendaki.
34
G. Analisis Finansial a. Penetapan Asumsi dasar Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial ini adalah: - Jangka waktu analisis selama 3 tahun untuk melihat perbandingan neraca dan arus kas. Analisis dilakukan dalam basis waktu bulan. - Kapasitas produksi biopelet sebesar 4.000 kg/hari dengan asumsi jam kerja 8 jam/hari - Tingkat pertumbuhan industri yang digunakan pada tahun pertama (per tiga bulan) adalah 6,86%, 7,84%, 8,82%, dan 9,80%. Pada tahun kedua dan ketiga, pertumbuhan industri diasumsikan naik sebesar 10 % dari tahun sebelumnya. - MARR ditentukan dalam perhitungan ini adalah 15%, bunga pinjaman sebesar 15% dan bunga hipotek sebesar 9%. Waktu pinjaman komersil adalah 84 bulan dan waktu hipotek adalah 240 bulan. Jangka waktu penerimaan piutang diasumsikan 70% selama 30 hari dan 30% diterima dalam waktu 60 hari. Sedangkan jangka waktu pembayaran hutang dilakukan 50% selama 30 hari dan 50% selama 60 hari. b. Kebutuhan dana start-up Kebutuhan dana start-up terdiri dari harta tetap dan modal operasional. Harta tetap membutuhkan dana sejumlah Rp.738.700.000 yang terdiri dari tanah, bangunan pabrik dan kantor, mesin dan peralatan, alat transportasi dan perlengkapan kantor. Modal operasional sebesar Rp.95.000.000 digunakan untuk gaji dan upah pra proyek, inventori awal, biaya notaris dan surat izin, litbang dan konsultasi usaha, iklan dan promosi serta modal kerja atau kas yang tersedia. Sumber pendanaan yang digunakan adalah dana sendiri (18,71%), investor luar (17,99%), pinjaman komersil (27,06%), dan hipotek (36,24%). c. Penetapan gaji dan upah Jumlah pekerja langsung adalah 6 orang dan manajemen sebanyak 2 orang. Pekerja langsung dibagi menjadi pekerja tetap dengan jam kerja 40 jam/minggu dan pekerja paruh waktu dengan jam kerja 20 jam/minggu. Pada tahun pertama, Gaji pekerja langsung sebesar Rp.5.980.000/bulan, gaji
35
manajemen sebesar Rp.4.000.000/bulan, dan kompensasi pemilik sebesar Rp.10.000.000/bulan. Pajak pendapatan dan bonus yang harus dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp.3.996.000/bulan. Kenaikan gaji dan upah untuk tahun kedua dan ketiga adalah 3% dari tahun sebelumnya. d. Biaya operasi tetap Biaya operasi tetap yang dibutuhkan sebesar 26.100.000/bulan atau Rp.313.200.000 pada tahun pertama. Biaya lain yang diperhitungkan terdiri dari bunga dan penyusutan sejumlah Rp.7.831.658/bulan atau Rp.93.979.900 pada tahun pertama. Kenaikan biaya operasi tetap adalah 3% pada tahun kedua dan ketiga. e. Perkiraan proyeksi penjualan Produk yang dijual hanya Biopelet dengan harga satuan Rp.800/kg. biaya variabel yang dibutuhkan untuk memproduksi biopelet adalah 19,23% dari harga jual. Laba kotor yang diperoleh adalah 80,77% sebelum dikurangi biaya operasional tetap dan biaya lain. Pertumbuhan penjualan diperkirakan 10%/tahun. f. Penerimaan dan pengeluaran kas Penerimaan piutang dan pembayaran hutang dilakukan dalam waktu maksimal 60 hari. Asumsi plafond kredit digunakan adalah Rp.5.000.000 dan asumsi pajak pendapatan sebesar 10% serta periode amortisasi selama 3 tahun. 1. Analisis Kelayakan Usaha a. Proyeksi laba rugi Pendapatan bersih merupakan pengurangan pendapatan dengan biaya penjualan, gaji dan upah, biaya usaha tetap dan biaya lain. Proyeksi laba rugi biopelet menunjukkan bahwa pendapatan bersih usaha berada pada nilai negatif hingga bulan ke-3. Mulai bulan ke-4 dan seterusnya, pendapatan bersih berada pada nilai positif. Total pendapatan bersih pada tahun pertama adalah Rp.41.097.236, pada tahun kedua adalah Rp.96.143.797, dan pada tahun ketiga adalah Rp.157.978.454.
36
b. Proyeksi arus kas Kas masuk pada bulan pertama adalah Rp.44.683.688. Sedangkan kas keluar pada bulan pertama adalah Rp.63.284.482. selisih nilai tersebut memberikan nilai arus kas negatif pada bulan pertama. Arus kas operasional bulanan adalah pengurangan arus kas akhir bulan dengan arus kas awal bulan. Penurunan plafond kredit pada bulan pertama tidak dilakukan karena arus kas operasional masih diatas arus kas minimal yaitu Rp.5.000.000. arus kas akhir merupakan pengurangan arus kas operasional dengan penurunan plafond kredit. c. Penyusunan neraca akhir (per akhir tahun) Neraca menggambarkan keseimbangan antara aktiva, kewajiban dan modal dengan persamaan umum: Aktiva (Harta) = Kewajiban + Modal Aktiva pada akhir tahun pertama terdiri dari aktiva lancar sejumlah Rp151.767.601 dan aktiva tetap sejumlah Rp.738.700.000. total aktiva merupakan penjumlah aktiva lancar dan aktiva tetap dengan pengurangan oleh akumulasi penyusutan sebesar Rp.32.280.000. Kewajiban pada akhir tahun pertama sejumlah Rp.511.090.365 dan modal pemilik sejumlah Rp.347.097.236. d. Ikhtisar akhir tahun Total pendapatan tahun pertama adalah Rp.930.150.240 yang terdiri dari 19,23% biaya penjualan dan 80,77% laba kotor. Sedangkan laba kotor sebesar 80,77% tersebut terdiri dari 30,93% gaji dan upah, 33,67% biaya usaha tetap, 11,75% biaya lain dan 4,42% pendapatan bersih. e. Rasio keuangan Rasio keuangan merupakan analisis terhadap likuiditas usaha, analisis keamanan (rasio hutang), analisis profitabilitas dan analisis efisiensi usaha. Nilai perhitungan rasio dapat dilihat pada lampiran Rasio keuangan. f. Analisis titik impas Titik impas penjualan diperoleh dengan membagi total biaya tetap dengan persentase laba kotor. Titik impas penjualan yang diperoleh adalah
37
Rp.857.567.252 yang berarti dalam tingkat penjualan tersebut perusahaan tidak memperoleh laba. g. Jadwal amortisasi Penjadwalan amortisasi dilakukan terhadap pinjaman komersil dan hipotek. Penjelasan mengenai amortisasi dapat dilihat pada table 8 berikut. Tabel 8. Penjadwalan amortisasi Pinjaman
Hipotek
komersil Pokok pinjaman
Rp. 225.600.000
Rp.302.100.000
15,00%
9,00%
84
240
Rp.4.353.347,87
Rp.2.718.072,11
Suku bunga Waktu dalam bulan Angsuran bulanan
h. Penilaian kuangan Penilaian keuangan digunakan untuk memperkirakan usaha biopelet sehingga terlihat tingkat kelayakannya. Penilaian ini digunakan untuk melihat nilai yang di luar batas. Hasil penilaian keuangan dapat dilihat pada lampiran Penilaian keuangan. i.
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui penyesuaian yang dapat dilakukan dengan adanya perubahan beberapa variabel keuangan. Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan proyek agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubahubah. Sedangkan alasan dilaksanakan analisis sensitivitas adalah untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam melakukan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat atau jika terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat usaha dilaksanakan. Analisis sensitivitas terhadap kelayakan usaha Biopelet bungkil jarak pagar dilakukan terhadap variabel Harga bahan baku dan Harga jual produk. Asumsi yang digunakan adalah MARR 15 %. Parameter uji yang
38
dihitung dalam analisis ini adalah Net Present Value dan Interest Rate of Return. Net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil yang disyaratkan. Investasi yang baik mempunyai nilai bersih saat ini yang positif. Sehingga NPV dapat diartikan sebagai perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya. Apabila
NPV
bernilai
positif
maka
usaha
layak
dilaksanakan
(menguntungkan) dan sebaliknya jika NPV bernilai negatif, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan (merugikan). Interest rate of return (IRR) merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu usaha. Nilai IRR merupakan nilai bunga di mana pada kondisi itu nilai NPV sama dengan nol, dan dinyatakan dalam persen per tahun.
Teknik perhitungan dengan IRR banyak digunakan
dalam suatu analisis investasi, namun relatif sulit untuk ditentukan karena untuk mendapatkan nilai yang akan dihitung diperlukan suatu 'trial and error' hingga pada akhirnya diperoleh tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol. IRR dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari usaha yang sedang dinilai. Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol, karena present value cash inflow pada tingkat bunga tersebut akan sama dengan initial investment. Suatu usulan proyek investasi akan diterima jika IRR > cost of capital dan akan ditolak jika IRR < cost of capital. Pengujian sensitivitas harga jual dihitung untuk perubahan harga jual 7%, 5%, 3%, -3%, -5%, dan -7%. Sedangkan perhitungan sensitivitas harga bahan baku dihitung untuk perubahan harga bahan baku 10%, 7%, 3%, 10%, -7%, dan -3%. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada tabel 9.
39
Tabel 9. Analisis Sensitivitas Persentase sensitivitas 10% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1% -2% -3% -4% -5% -6% -7% -8% -9% -10%
Harga Jual NPV
IRR
372.809.674
31,67%
330.280.863
26,53%
287.739.413
Harga Bahan baku NPV IRR 187.492.783 13,29%
198.411.406
14,12%
22,00%
212.965.721
15,25%
223.881.458
16,13%
223.881.459
116,13%
159.982.099
11,22%
234.797.195
17,03%
117.138.341
8,33%
71.778.574
5,53%
249.351.510
18,28%
260.267.247
19,24%
Hasil analisis sensitivitas terhadap net present value dapat dilihat pada gambar 16. Perubahan harga jual memiliki pengaruh positif terhadap NPV dengan nilai yang dapat digambarkan dalam persamaan y= 2E+08e11,13x, dimana y adalah NPV dan x adalah persentase perubahan harga jual. Berbeda dengan sensitivitas harga jual, perubahan harga bahan baku memiliki pengaruh negatif terhadap NPV dengan persamaan y= 2E+08e 1,63x
, dimana y adalah NPV dan x adalah persentase perubahan harga bahan
baku.
40
Gambar 16. Grafik Analisis sensitivitas Net Present Value Hasil analisis sensitivitas terhadap interest rate of return dapat dilihat pada gambar 17. Perubahan harga jual memiliki pengaruh positif terhadap IRR dengan nilai yang dapat digambarkan dalam persamaan y= 0,147e12,06x, dimana y adalah IRR dan x adalah persentase perubahan harga jual. Berbeda dengan sensitivitas harga jual, perubahan harga bahan baku memiliki pengaruh negatif terhadap IRR dengan persamaan y= 0,160e-1,84x, dimana y adalah IRR dan x adalah persentase perubahan harga bahan baku.
Gambar 17. Grafik Analisis sensitivitas Interest Rate of Return 41
Secara umum adanya kenaikan harga bahan baku dan kenaikan harga jual memiliki pengaruh terhadap NPV dan IRR. Namun demikian, perubahan harga jual memiliki pengaruh yang lebih sensitif jika dibandingkan dengan perubahan harga bahan baku. 2. Analisis Kelayakan Biopelet Bungkil Biji Jarak sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak Tanah Nilai kalor minyak tanah
= 10.500 kal/gram
Asumsi berat jenis minyak tanah
= 0,9 gram/cm3
Berat 1 liter minyak tanah
= 0,9 gram/cm3 x 1.000 cm3 = 900 gram
Nilai kalor rata-rata biopelet bungkil biji jarak = 4.914 kal/gram Perbandingan nilai kalor minyak tanah : nilai kalor biopelet = 10.500 kal/gram : 4.914 kal/gram = 2,14 Sehingga untuk menghasilkan nilai kalor yang setara dengan 1 liter minyak tanah dibutuhkan biopelet sebanyak : 900 gram x 2,14 = 1.926 gram = 1,926 Kg. Dari perhitungan perbandingan nilai kalor diatas, dapat dilihat bahwa biopelet memungkinkan untuk dijadikan bahan bakar subtitusi dari minyak tanah. Harga 1 liter minyak tanah di pasaran saat ini adalah Rp. 3.500,-/liter (Desember 2008), sedangkan harga jual biopelet sebesar Rp. 800,-/Kg.
42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian didapat hasil, bahwa meskipun hasil interaksi kedua faktor perlakuan, yaitu faktor sludge dan faktor tapioka semuanya tidak menghasilkan perbedaan yang nyata, tetapi dengan adanya kombinasi dapat lebih memperbaiki beberapa nilai parameter yang diharapkan.
Adanya kombinasi
sludge 6% dan tapioka 3%, ternyata dapat meningkatkan nilai kalori pembakarannya menjadi 4914 Kkal/kg, berarti dengan adanya kombinasi perlakuan ini dapat meningkatkan nilai kalori pembakaran sebesar 5,62% dari nilai kalori yang dimiliki oleh biopelet bungkil jarak murni (kontrol). Begitu juga untuk kadar karbon terikat, kombinasi sludge 6% dan tapioka 1% dapat meningkatkan kadar karbon terikatnya sebesar 24,41% dari nilai kadar karbon terikat kontrol, kombinasi perlakuan ini mempunyai nilai kadar karbon terikat sebesar 20,59%. Penambahan bahan sludge dan tapioka memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap parameter kadar air, kadar zat terbang dan kadar abu, walaupun pengaruhnya relatif kecil. Penambahan bahan sludge 6% dan tapioka 1% ternyata meningkatkan kadar air hingga 1,68% dari nilai kadar air kontrol. Penambahan sludge 6% dan tapioka 3% menurunkan nilai zat terbang hingga 3,01% dari nilai kontrolnya. Dan adanya pengaruh penambahan bahan sludge dan tapioka juga memberikan peningkatan kadar abu, kombinasi sludge 2% dan tapioka 5% adalah yang mempunyai kadar abu yang terendah. Secara keseluruhan, walaupun pengaruh interaksi tidak nyata, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kombinasi perlakuan sludge dan tapioka tertentu dapat menghasilkan biopelet yang mempunyai kualitas yang semakin baik. Hasil dari analisis finansial yaitu NPV sebesar 223.881.458, dan IRR sebesar 16,13%. Dari kedua kriteria tersebut, maka secara umum usaha ini dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Sedangkan dari hasil analisis sensitivitas, ternyata usaha ini termasuk usaha yang sangat sensitif, terutama terhadap perubahan harga jual.
43
B.
Saran Untuk penelitian selanjutnya dapat dicobakan kombinasi bungkil jarak
pagar dengan bahan-bahan tambahan lainnya, yang dapat meningkatkan kualitas parameter-parameter yang penting dari biopelet, terutama parameter nilai kalori pembakaran, mengingat sifat nilai kalor pembakaran yang bersifat aditif.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, K. 1991. Energi dan Elektrifikasi Pertanian. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IPB, Bogor. [AK] Amandus Kahl GmbH & Co. 2007. Wood Peleting Plants. http://www. akahl.de/inc/opendoc.php?id=191&type=t_documents. [7 April 2007]. Anonim. 2007b. Wood Pelets. www.wikipedia.com. [7 April 2007]. Bergman R. dan J. Zerbe. 2004. Primer on Wood Biomass for Energy. USDA Forest Service, State and Private Forestry Technology Marketing Unit Forest Products Laboratory. Madison, Wisconsin. [CCRE] CADDET Centre for Renewable Energy. 2000. Biopelets Replace Oil in a District Heating System. Technical Brochure No.109. CADDET Centre for Renewable Energy. Oxfordshire, United Kingdom. Cook A. 2007. Efficiency and Economic Advantages of Bulk Delivery of Biomass Pelet Fuel for Space Heating. Pelet Fuels Institute. Arlington, Virginia. Douard F. 2007. Challenges in the Expanding French Pelet Market. ITEBE Pelet 2007 Conference. Wels, Austria. El Bassam N. dan P. Maegaard. 2004. Integrated Renewable Energy or Rural Communities. Planning guidelines, Technologies and Applications. Elsevier. Amsterdam. Grover V. I., V. K. Grover dan W. Hogland. 2002. Recovering Energy from Waste: Various Aspects. Eds. Science Publishers Inc. Enfield, USA. Hambali E. dan S. Mujdalipah. 2006. Peningkatan Nilai Ekonomis Jarak Pagar Sebagai Bahan Baku Biodiesel. Makalah Workshop Pendirian Kebun Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) Bersertifikat. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM-IPB. Bogor. Hambali E, A. Suryani, H. Dadang, H. Hanafie, I. K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T. H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakoso dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta Hendra D. dan S. Darmawan. 2000. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu dengan Penambahan Tempurung Kelapa. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 18 No. 1 pp 1 – 9. Bogor. [HEZO] Holz Energie Zentrum Olsberg GmbH. 2006. Heating with Pelets Save The Environment. Holz Energie Zentrum Olsberg GmbH. Olsberg, Jerman. Hill J, E. Nelson, D. Tilman, S. Polasky dan D. Tiffany. 2006. Environmental, Economic, and Energetic Costs and Benefits of Biodiesel and Ethanol Biofuels. PNAS vol. 103 no. 30. http://www.score.org/
45
Huege F. R. dan K. D. Ingram. 2006. Briquetting of Lime Based Products with Carbon Based Additives. United States Patent Organization. Jonsson A. 2006. Planning for Increased Bioenergy Use – Strategies for Minimising Environmental Impacts and Analysing the Consequences. Licentiate thesis Swedish University of Agricultural Sciences no. 13 ISSN 1651-0720 Year: 2006. Uppsala, Swedia. Leach G. dan M. Gowen. 1987. Household Energy Handbook: An Interim Guide and Reference Manual. World Bank Technical Paper No. 67, The World Bank. Washington, D.C. Manurung R. 2006. Community Development Jatropha, A Promising Plant. Presentasi Bio Technology Research Center. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Palz W. dan J. Coombs. 1985. Energy from Biomass. 3rd Edition. Elsevier Aplied Science. London. [PFI] Pelet Fuel Institute. 2007a. Pelets: Industry Specifics. http://www. peletheat.org/3/industry/IndustrySpecifics.html. [8 Maret 2007]. [PFI] Pelet Fuels Institute. 2007b. The Wider World of Pelet Fuel.www. peletheat. org. Arlington, Vancouver. [8 Maret 2007]. Ramsay W. S. 1982. Energy from Forest Biomass. Ed. Academic Press, Inc.. New York. Saptoadi H. 2006. The Best Biobriquette Dimension and its Particle Size. The 2nd Joint International Conference on “Sustainable Energy and Environment (SEE 2006)”21-23 November 2006. Bangkok, Thailand. Siemers W. 2006. Prospects for Biomass and Biofuels in Asia. The 2nd Joint International Conference on “Sustainable Energy and Environment (SEE 2006)” C-031 (O) 21-23 November 2006. Bangkok, Thailand. Soerawidjaja T. H. 2005. Proses Produksi Minyak Jarak Pagar. Departemen Teknik Kimia dan Kelompok Riset Biodiesel, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sudrajat R. dan S. Soleh. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. [TFDU] Teagasc Forestry Development Unit. 2006. Wood Energy from Farm Forests A Basic Guide. Teagasc Forestry Development Unit. Ireland. www.teagasc.ie. [5 Maret 2007]. [VE] Västernorrland Energikontor. 2006. Renewable Energy in Västernorrland. http://www.energi kontoret.nu//. [22 Desember 2006]. White L. P. dan L. G. Paskett. 1981. Biomass as Fuel. Academic Press. London. Yamada K, M. Kanada, Q. Wang, K. Sakamoto, I. Uchiyama, T. Mizoguchi dan Y. Zhou. 2005. Utility of Coal-Biomass Briquette for Remediation of Indoor Air Pollution Caused by Coal Burning in Rural Area, in China. Proceedings: Indoor Air 2005-3671.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Uji Nilai Kalor Pembakaran dan Analisa Proksimat 1. Nilai kalor pembakaran (ASTM 1984) Prinsip penentuan nilai kalor adalah mengukur kalor pembakaran bahan bakar padat. Kalor pembakaran ditentukan dengan membakar sejumlah contoh uji dengan pengendalian kondisi dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Kalor pembakaran dihitung dari temperatur sebelum percobaan, selama dan setelah pembakaran, dengan mempertimbangkan koreksi pindah panas dan koreksi termokimia. Contoh uji dibuat ± 1 gram lalu ditempatkan pada cawan silica dan diikat dengan kawat nikel. Contoh uji dimasukkan kedalam tabung dan ditutup rapat. Tabung yang berisi contoh uji dialiri oksigen selama ± 30 detik. Tabung dimasukkan kedalam Oxygen Bomb Calorimeter. Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah tetap. Pengukuran dilakukan sampai suhu mencapai maksimum. Nilai kalor pembakaran dihitung dengan persamaan
Nk =
W × (t 2 − t1 ) −B A
Keterangan: Nk = nilai kalor (kal/g) W = nilai kalor dari alat kalorimeter (kal) t1 = suhu mula-mula (°C) t2 = suhu setelah pembakaran (°C) A = berat contoh yang terbakar B = koreksi panas pada kawat besi (kal/gram) 2. Kadar air Contoh uji Biopelet ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot tetapnya (cawan dan sampel yang sama digunakan untuk kadar abu dan kadar zat volatil). Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2) °C selama 4 jam sampai bobotnya konstan. Kemudian contoh uji dimasukkan ke dalam eksikator selama ½ jam dan ditimbang. Pengukuran dilakukan dua kali ulangan. Kadar air briket dihitung menggunakan persamaan : Kadar air =
( X 1 − X 2 ) ×100% X1
Keterangan: X1 = berat contoh sebelum dikeringkan (gram) X2 = berat contoh setelah dikeringkan (gram) 3. Kadar zat volatil Cawan porselin yang berisi contoh uji kadar air dimasukkan kedalam tanur listrik pada suhu 950 °C selama 10 menit. Setelah penguapan selesai, cawan didinginkan didalam eksikator selama satu jam dan selanjutnya ditimbang. Pengukuran dilakukan dua kali ulangan. Kadar zat volatil dihitung menggunakan persamaan Kadar zat volatil =
(Z1 − Z 2 ) ×100% Z1
Keterangan: Z1 = bobot awal (gram) Z2 = bobot akhir (gram) 4. Kadar abu Cawan berisi contoh uji kadar zat volatil digunakan untuk menetapkan kadar abu. Cawan dipanaskan dalam tanur secara perlahan-lahan mulai dari suhu kamar sampai suhu 600°C selama 5 – 6 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator sampai beratnya konstan dan ditimbang bobotnya. Pengukuran dilakukan dua kali ulangan. Kadar abu dihitung menggunakan persamaan
Kb =
Ya ×100% Yc
Keterangan: Kb = kadar abu (%) Ya = bobot abu (gram) Yc = bobot contoh (gram) 5. Kadar karbon terikat Prinsip penentuan kadar karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam pelet, tidak termasuk zat menguap dan abu. Kadar karbon terikat briket dihitung menggunakan persamaan Kadar karbon terikat = 100 – ( Kadar abu + Kadar zat menguap) %
48
6. Kadar lemak kasar (Metode Sokhlet) Bungkil biji jarak pagar ditimbang ± 2 gram dan dimasukkan dalam selongsong kertas saring. Timbang labu sokhlet kosong yang telah dioven. Selongsong dimasukkan dalam sokhlet yang telah diisi heksana. Sokhlet dipanaskan selama 6 jam pada penangas. Lakukan pemanasan sokhlet tanpa selongsong secara berulang sampai heksana dalam labu sokhlet habis. Oven labu sokhlet pada suhu 105 °C selama 1 jam dan kemudian ditimbang. Pengukuran dilakukan dua kali. Kadar lemak kasar dihitung dengan persamaan Kadar lemak kasar =
LS 2 − LS1 ×100% C
Keterangan: LS2 = Bobot labu sokhlet akhir (gram) LS1 = Bobot labu sokhlet awal (gram) C
= Bobot contoh uji (gram)
49
Lampiran 2. Hasil Analisis Sidik Ragam 1.
Tabel sidik ragam kadar air
Sumber Keragaman Model Sludge Tapioka Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 1.5122 0.5222 0.8767 0.1133 0.1340 1.6462
Kuadrat Tengah 0.1890 0.2611 0.4384 0.0283 0.0149
F hitung 12.70 17.54 29.45 1.90
F tabel 5% 1% 3.230 5.467 4.256 8.022 4.256 8.022 3.633 6.422
Nilai p 0.0005 0.0008 0.0001 0.1942
F hitung 1.81 0.32 3.52 1.69
F tabel 5% 1% 3.230 5.467 4.256 8.022 4.256 8.022 3.633 6.422
Nilai p 0.1977 0.7326 0.0741 0.2348
F hitung 6.44 0.43 22.55 1.40
F tabel 5% 1% 3.230 5.467 4.256 8.022 4.256 8.022 3.633 6.422
Nilai p 0.0057 0.6611 0.0003 0.3104
F tabel 5% 1% 3.230 5.467 4.256 8.022 4.256 8.022 3.633 6.422
Nilai p 0.3470 0.7652 0.9787 0.1199
Kesimpulan Sangat Nyata Sangat Nyata Sangat Nyata Tidak Nyata
Koefisien keragaman 1.23 2.
Tabel sidik ragam kadar zat terbang
Sumber Keragaman Model Sludge Tapioka Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 10.8706 0.4842 5.2965 5.0898 6.7627 17.6333
Kuadrat Tengah 1.3588 0.2421 2.6483 1.2725 0.7514
Kesimpulan Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Koefisien keragaman 1.17 3.
Tabel sidik ragam kadar abu
Sumber Keragaman Model Sludge Tapioka Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 5.4591 0.0918 4.7761 0.5911 0.9531 6.4122
Kuadrat Tengah 0.6824 0.0459 2.3881 0.1478 0.1059
Kesimpulan Sangat Nyata Tidak Nyata Sangat Nyata Tidak Nyata
Koefisien keragaman 5.46 4.
Tabel sidik ragam kadar zat terbang
Sumber Keragaman Model Sludge Tapioka Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 5.8002 0.3057 0.0239 5.4706 4.9887 10.7888
Kuadrat Tengah 0.7250 0.1529 0.0119 1.3676 0.5543
F hitung 1.31 0.28 0.02 2.47
Kesimpulan Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Koefisien keragaman 3.78 5.
Tabel sidik ragam nilai kalor pembakaran
Sumber Keragaman Model Sludge Tapioka Interaksi Galat Total
Derajat Bebas 8 2 2 4 9 17
Jumlah Kuadrat 512043.4444 55678.1111 239085.7778 217279.5556 1072135.5000 1584178.9444
Kuadrat Tengah 64005.4306 27839.0556 119542.8889 54319.8889 119126.1667
F hitung 0.54 0.23 1.00 0.46
F tabel 5% 1% 3.230 5.467 4.256 8.022 4.256 8.022 3.633 6.422
Nilai p 0.8030 0.7963 0.4042 0.7664
Kesimpulan Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata
Koefisien keragaman 7.59 50