TINJAUAN PUSTAKA Tata Ruang Dalam UU No.2411992, tentang penataan ruang disebutkan bahwa perencanaan tata guns tanah rnerupakan bagan dari perencanaan tata ruang, karena tanah merupakan bagian dari ruang yang berupa daratan Perencanaan tata guna tanah dalaln semua tingkatan pemerintah adalah mengatur pemanfaatan dan perlindungan tanah dalam 2 hngsi utatna, yaitu (i) perencanaan, (ii) pelaksanaan rencanalpemanfaatan, dan (iii) pengendalian pelaksanaan rencana (pasal 13 - 18). Lembaga yang menangani penataan ntang, diatur dengan UU sedangkan dalam penataan ruang hanis melibatkan
peran serta masyarakat (Pasal
12)
(Hardjowigeno, 200 1 ). Secara hierarki tata ruang terdiri dari beberapa tingkatan yaitu : (i) perencanaan tata ruang wilayah, (ii) tata ruang wilayah kabupatenkota, (iii) konsep perencanaan pengpnaan Iallan, (iv) pemanfaatan lahan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Pada tingkat nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan strategi nasional pengembangan pola pemanfaatan ruang. Rencana ini merupakan kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang nasional beserta kriteria dan pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidava. dan kauasan tertentu (Pasal 20). Rencana ini meliputi antara lain arahan pengembangan permukiman dalam skala nasional, jaringan prasarana yang melayani kawasan produksi dan permuluman, penentuan wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya dan sebagainya. RTRWN ini mengacu pada GBHN dan menjadi pedoman bagi instansi-instansi pemerintahan pada tingkat
pusat dan daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan ruang dalam menyusun program
pembangunan yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang. Selaniutnya RTRWN tidak hanya meliputi ruang daratan, tetapi juga C
mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang berkaitan dengan wadah kegiatan masyarakat daerah setempat. RTRWN mengarahkan dan mengatur alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi, serta indikasi programprogam pemerintahan dan kegiatan pembangunan. Penyusunan
rencana tata
ruang harus selal u dilandasi pemi kiran perspekti f menuju keadaan pada masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, inforrnasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor.
Dalzm RTR WN dilakukan kegia tan penetapan alokasi ruang yang dibangun berdasarkan metode dan knteria. Kriteria penetapan tata ruang wilayah belum secara tajam digariskan berdasarkan ketentuan hukum, misalnya: peraturan pemerintah, keputusan menteri dan sebagainya. Sejauh ini
belum dapat
diidentifikasi persyaratan teknis pemanfaatan ruang yang bersifat umum atau dapat dipakai secara nasional yang ditetapkan dalam suatu peraturan. Apabila ada suatu rencana pengembangan wilavah. rencana akan disusun dibawah koordinasi Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional yang diketuai oleh Ketua Bappenas (Hardjowigeno, 200 1 j Tata Ruang Wilayah KabupatenIKota Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
KabupatenlKota disusun oleh
pemerintah daerah masing-masing. Rencana ini merupakan kebijaksanaan
pemerintah yang menetapkan lokasi dan pengelolaan lindung, kawasan budidaya, pola
jaringan
prasarana,
dan
wilayah-wilayah
yang
diprioiitaskan
pengembangannya (Hardjowigeno, 2001). Bagi kabupatenlkota yang wilayahnya terdiri dari wilayah daratan, wilayah pesisir, d m wilayah iaut, untuk melaksanakan pembangul~andaerahnya hams marnpu melihat ketiga wilayah tersebut sebagai satu kesatuan. Tata ruang wilayah pesisir dikelompokkan melalui pengaturan penggunaan lahan wilayah ke dalam unit-unit yang homogen ditinjau dari keseragarnan fisik, non-fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, keamanan. Wilayah pesisir paling dikenal sebagai daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Dimana merupakan kawasan dipermukaan burni yang paling padat dihuni oleh umat manusia (Dahuri et a1 1996). Terkosentrasinya kehidupan dan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah pesisir bukanlah merupakan suatu kebetulan, melainkan disebabkan oleh tiga alasm ekonomis yaitu: (a) wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang secara biologis sangat produktit (b) wilayah pesisir menyediakan berbagai kemudahan praktis dan relatif lebih mudah bagi kegiatan industri, permukiman dan kegiatan lainnya, dibandingkan dengan yang dapat disediakan oleh daerah lahan atas; (c) wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama keindahan yang dapat dijadikan objek rekreasi dan pariwisata yang menarik dan menguntungkan (Bengen,1999). Oleh karma wilayah ini mempunyai peluang ekonomis yang tingg, maka wilayah ini akhirnya mendapatkan tekanan yang serius serta membahayakan kelestariannya. Tekanan-tekanan ini dapat
berupa eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya hayati, polusi dari aktivitas di
darat dan lautan serta degradasi fisik dari habitat pesisir, tenunbu karang, mangrove dan lainnya.
Konsep Perencanaan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fizik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi. Dimana faktor-faktor tersebut mempengamhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjoivigeno, 200 1 ). Konsep perencanaan tata guna lahan harus mempertimbangkan
aspek
kebutuhan masyarakat, kemampuan teknis, tenaga kerja serta modal yang dapat menjadi kontribusi bagi masyarakat. Suatu tata guna lahan yang terencana harus dapat diimplementasikanlditerapkan, dapat diterima oleh masyarakat setempat, dan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup atau tingkat pendapatan masyarakat Fokus lainnya dalam perencanaan tata guna lahan adalah sumbcr daya lahan itu sendiri. Sumberdaya lahan pada dasarnya tetap, tidak berubah atau berpindah dan pada tempat yang berbeda akan memberikan kesempatan yang berbeda. serta penanganan yang berbeda pula. Perencanaan tata guna lahan seringkali mendorong introduksi teknologi baru yang berimplikasi pada aspek sosial dan lingkungan, yang juga hams dinilai dalam perencanaan. Keputusan akan penggunaan lahan tidak selalu berdasarkan pada kesesuaian lahan, akan tetapi juga hams mempertimbangkan permintaan akan produk dan tujuan khusus atas ivilayah serta yang mengakomodir kebutuhan nyata masyarakat.
Beberapa ha1 yang terkait dengan pemanfaatan ruang tercantum dalam pasal 15 dan 16, UU No.2411992, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Pasal 15 : 1.
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan pada tata ruang.
2.
Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang
Pasal 16 : 1.
Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan : a. Pola pengelolaan tata guna lahan, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumberdaya lainnya sesuai dengan azas penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal2 b. Perangkat
yang bersifat insentif dan dis-insentif dengan
menghormati hak penduduk sebagai warga negara 2.
Ketentuan mengenai pola pengelolaan tataguna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumberdaya alam lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir (a) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pemanfaatan ruang untuk suatu kegiatan pembangunan adalah merupakan suatu pengambilan keputusan yang sangat penting, apabila dikaitkan dengan lingkungan hidup. Hal tersebut disebabkan dalam menentukan apa yang dilakukan
oleh penduduk Cengan dan pada m a h dimana penduduk tersebut merupakan bagian yang tidak mudah terlepas dari padanya. Selain itu p ~ l penggunaan a tanah di suatu wilayah adalah merupakan suatu ruangan sebagai hasil gabungan antara aktivitas manusia sesuai dengvl tingkat teknolog, jenis usaha, kondisi fisik, jumlah dan keinginan manusia yang ada di wilayah tersebut. Dasar Hukum
Suatu rencana tata ruang tnerupakan suatu produk dari kegiatan perencanaan tata ruang vang disusun pada suatu saat tertentu untuk kurun waktu tertentu pula. Pada Undang-undang Perencanaan Ruang (UIJPR) disebutkan bahwa kurun waktu Rencana Dasar Tara Ruang (RDTR) kawasan adalah 10 tahun. Landasan hukum dalam pelaksanaan tata ruang adalah : 1 . Undang-undang RI No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
2. Undang-undang RI No.25 tahun 1999 tentang Peri~nbangan Keuatigan Pusat dan Daerah 3. Undang-undang RI No.24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang 4. Undang-undmg
RI
No.24 tahun
1992 tentang
Perulnahan dan
Permukitnan 5. Undang-undang RI No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup 6. L'ndang-undang RI No. 13 tahun 1980 tentang Jalan
7. Undang-undang RI No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan
8. Peraturan Pemenntah RI No. 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
9. Peraturan Pemerintah RI No. 26 tahun 1985 tentang Jalan
10. Peraturan Pemerintah PI
No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung 11. Keputusan Presiden RI No.33 tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri 12. Peraturan Mentri dalam Negeri No.1 tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah 13. Peraturan-peraturan daerah yang terkait dengan proses penataan ruang
Hubungan Faktor-faktor Oseanografi Dengan Penataan Ruang. Dengan
adanya
keterpaduan
komnponen-kornponen
pada
suatu
kabupatenkota yang mempunyai tiga wilayah yang mencakup wilayaii darat, wilayah pesisir, dan wilayah laut. Komponen-komponen tersebut rnencakup (i) kewilayahan yang mencakup penetapan batas laut, penggunaan lahan, serta sarana dan prasarana yang ada, (ii) pengelolaan DAS, (iiij ekosistem pesisir yang terdiri dari keadaan vegetasi potensi wilayah yang berkaitan dengan sumberdaya hayati seperti tambak mangrove, rumput laut dan sebagainya, (iv) oseanografi, yang mencakup liputan laut, sebaran suhu, arus, gelombang, tampakan sedimentasi, upwelling, batimetri serta pengamatan pasut (Cendrero, 1989). Dengan dernikian faktor-faktor oseanografi adalah faktor yang mutlak diperlukan
dalam merencanakan penataan ruang wilayah laut, berdasarkan
knteria yang ada. Faktor-faktor oseanografi yang berhubungan langsung dengan penataan ruang wilayah adalah: kedalaman perairan (batimetri), suhu permukaan laut, pasang surut, dan gelombang.
(1) Kedalaman (Batimetri)
Dengan diketahuinya kedalaman perairan, ientu akan diketahui kondisi wilayah pesisir dan
dan laut pada suatu daerah. Sehingga perencanaan
pengembangan daerah dapat dilakukan. Sebagai contoh, dengan melihat hiemrki kesesuaian lahan dan batimetri, daerah penelitian diperkirakan cocok dikembangkan untuk kawasan pariwisata. Begitu juga dengan penangkapan ikan dan budidaya rumput laut, kedalaman sangat banyak berpengaruh. Untuk penangkapan ikan bisa diketahui sasaran yang akan ditangkap, tingkah laku dan alat tangkap yang akan digunakan. Untuk budidaya rumput laut bisa dilihat sampai mana cahaya matahari dapat menenlbus perairan yang nantinya akan berguna untuk mengetahui potensi dan jenis yang akan dibudidayakan. (2) Suhu permukaan laut
Dengan diketahuinya hasil estimasi sebaran suhu permukaan laut, yang didapat dari pengolahan &ata safelit, dapat dilakukan klasifikasi data suhu permukaan laut sehingga dapat menjadi dasar analisis untuk penentuan zona penangkapan ikan di laut. Indonesia mempunyai laut tropik yang mempunyai sifat dan spesifikasi yang unik. Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang terjadi s e a m terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut mengakibatkan t e t b e y o stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu. Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtlu ( 1%1) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau
biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan. Menurut Lukas and Lindstrom (1991j, kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat hketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 "C/m (Wyrtki, 1961), sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,l "C/m (Ross, 1970). Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan (Levinton, 1982). Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan (Tubalawony, 2000). Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,l "C pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12 "C pada kedalaman 10
-
75 m. Di samping itu Lukas dan Lindstrom (1991)
mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur. Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta kandungan bahangnya. Menurut McPhaden and Hayes (199 I), adveksi vertikal dan entruinment dapat
mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling. I/pwelling menvebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih
rendah. Pada urnumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen. Suhu dapat mempengamhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengamh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi schu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa (P,,,),
sedangkan pengaruh secara tidak
langsung yakni dalam membah s t ~ k t u rhidrologi kolom perairan yang dapat mempengamhi distribusi fitoplankton (Tomascik et a / . , 1997 b). (3) Pasang surut
Pasang
sumt (pasut) laut mempakan suatu fenomena alam, dimana
permukaan air laui mengalami naik turun akibat gaya tarik menarik antara bumi dengan benda-benda angkasa, temtama bulan dan matahari. Gerakan muka air laut ini dapat diamati dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Dalam kaitannya dengan studi kelautan, terdapat dua fungsi utama diperlukannya data pasut, yaitu untuk keperluan : a. Pengelolaan tata ruang, yang diantaranya digunakan untuk : Pemantauan gerakan sedimen ke arah pantai.
Penentuan daerah daratan pmtiu maksimurn yang dapat tergenang oleh air laut untuk perencanaan pelabuhan, permukiman, dan pembangunan berbagai proyek sekitar pantai, Pembagian energi gelombang sepanjang profil pantai, Pengawasan keberadaan dan morfologi daratan pantai (delta, muara, dan lainnya), serta penentuan kawasan percampuran garam dan air tawar di daerah muara. b. Penetapan batas wilayah laut, digunakan untuk menentukan garis pangkal, sebagai acuan penarikan batas wilayah laut. Wilayah laut disini mengandung pengertian secara internasional maupun nasional.
Secara internasionai
berdasarkan Konvensi PBB tentang hukum laut atau I-Jnited Nations Convention of' rlje Law of' the Sea tahun 1982 ('UAiCLOS 1982). Sedangkan
dalam lingkup nasional berdasarkan UU No.22i1999 tentang pemerintahan daerah. Dilihat dari pergerakan pola muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 jenis : pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiumal ride) dan dua jenis campuran. Pada jenis harian tunggal hanya terjadi
satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari. Pada jenis harian ganda tiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya masing-masing hampir sama. Disamping itu dikenal pula campuran dari keduanya, meskipun jenis tunggal maupun gandanya leblh menonjol. Pada pasang surut campuran condong ke harian ganda ( mixed tide, prevaiiing semidiumalj terjadi dua kaii pasang dan dua kali surut dalam sehari, tetapi berbeda dalam tinggi dan waktunya. Dan yang
terakhir adalah jenis campuran condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal). Pada jenis ini tiap hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
kadang-kadang pula untuk sementara dengan dua kali pasang dan dua kali surut , yang
sangat berbeda dalam tinggi dan waktunya (Nontji, 1993). Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja,
melainkan seluruh massa air. Energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang surut. Biasanya arahnya kurang lebih bolak-balik, misalnya jika muka air naik arus mengalir masuk, dan sebaliknya pada saat muka air bergerak turun arus bergerak ke luar. Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis yermukaan, arus pasang smut bisa mencapai lapisan yang lebih dalam. (4) Gelombang
Gelombang adalah suatu fenomena naik turunnya permukaan laut yang dapat kita jumpai dari ukuran kecil, seperti riak, sampai yang paling panjang yaitu berupa gelombang pasut. Gelombang merupakan salah satu peristiwa fisika laut yang besar artinya bagi kegiatan manusia (Santoso, 1997). Gelombang laut dibangkitkan sebagai reaksi adanya gangguan dari luar terhadap laut, seperti tiupan anbin, gempa di dasar laut dan gerakan kapal. Fenomena tersebut dapat diartikan sebagai adanya perpindahan energi atau momentum dari sumber energi ke laut. Dalam kenyataannya, berbagai gaya pembangkit gelombang bekerja menimbulkan bermacam-macam gelombang dengan bermacam-macam amplitude, arah serta kecepatan yang tidak sama. Apabila setiap gaya pembangkit gelombang menimbulkan satu gelombang rambat
sederhana, maka gelombang yang tejadi di laut merupakan penjumlahan (superposisi) dari bermacam-madm gelombang sederhana tersebut. Gelombang di laut sebenarnya tidak hanya terjadi dipermukaan saja. Gelombang yang terjadi di lapisan dalam dikenal sebagai gelombang internal (internal wave). Beberapa pengamatan di Indonesia menunjukkan adanya gelombang internal yang dapat dikaitkan dengan gerak pasang surut. Gelombang internal semacam ini biasanya tinggi tetapi gerakannya sangat lambat (sangat berbeda dari gelombang permukaan yang disebabkan oleh angin). Hal ini antara lain dapat terlihat jelas dengan mengihuti terus menerus pola sebaran vertikal suhu di suatu posisi yang dapat menunjukan gerak yang bergelombang. Dari segi penyebabnya gelombang dapat dibedakan atas dua jenis: (i) gelombang bebas (free waves), ( i i ) gelombang tidak bebas (fbrces waves). Gelombang bebas (free wave), merupakan hasil kerja angin, dan cirinya, terutama periodenya, ditentukan oleh kejelukan dan gesekan air. Sedangkan gelombang tidak bebas @rces waves) sebaliknya Konsep penjumlahan gelombang sangat mernbantu dalarn mempelajari karakteristik gelombang dilaut. Cara ini pula digunakan dalam perarnalan gelombang baik keamanan pelayaran dilaut maupun bzgi perencanaan bangunan pantai, yang berkaitan dengan penataan ruang wilayah pesisir dan laut (Santoso, 1997).
Faktor-faktor Oseanografi k'ang Mempengaruhi Produktivitas Primer Didalam membuat penataan ruang lautan ada faktor-faktor penting yang hams diketahui, faktor-faktor tersebut adalah faktor oseanografi yang akan mempengaruhi produktifitas primer dari perikanan.
Produktivitas primer dilaut sangat mempengaruhi keadaan suatu perairan, yang selanjutnya akan menentukan daerah penangkapan ikan. Faktor-faktor oseanografi yang mempengaruhi produktivitas primer ini adalah klorofil-a, cahaya (fotosintesis), serta salinitas. Ketiga faktor ini berhubungan sangat erat didalarn penentuan potensi penangkapan ikan. Apabila potensi tangkapan telah diketahui, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah optimalisasi daerah penangkapan ikan. Salah satu cara mengoptimalkan suatu daerah adalah dengan membuat suatu rencana penataan ruang. Faktor-faktor oseanografi yang mempengaruhi produktivitas primer adalah klorofil-a, cahaya (fotosintesis), serta salinitas, ketiga faktor ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Klorc?fil- u
Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan parameter
fisika-kimia tersebut
secara
langsung merupakan penyebab
bervariasinva produktivitas primer di beberapa tempat di laut. Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai (Nontji, 1975). Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh
adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling. Sejauh ini telah diketahui eratnya kaitan antara konsentrasi klorofil-a dan produktivitas primer dengan kondisi oseanografi. Di antara beberapa parameter fisika-kimia tersebut ada yang belum diketahui secara pasti parameter oseanografi mana yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap distribusi klorofil-a dan ikan pelagis. Khususnya pada lokasi dan waktu tertentu, kajian yang melihat secara simultan beberapa parameter oseanografi dan kaitannya dengan klorofil-a dan ikan pelagis masih sangat terbatas (Tubalawony, 2000). Keterkaitan antara sebaran klorofil-a dan ikan pelagis dengan beberapa parameter oseanografi (fisika-kimia dan biologi) sangat penting untuk diketahui guna mengidentifikasi parameter fisika-kimia yang memiliki peranan besar terhadap sebaran klorofil-a dan ikan pelagis pada musim tertentu, serta mengetahui karakteristik massa air di daerah itu. Hal itu bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai pola sebaran klorofil-a, ikan pelagis dan karakteristik fisika-kimia. Informasi itu dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan pengelolaan sumberdaya perairan. Khususnya bagi industri penangkapan ikan, informasi itu dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk memudahkan menentukan daerah penangkapan ikan pada musim tertentu.
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofila di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa. Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada
sama sekali. Ini memunglunkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin.
Hal ini juga dikemukakan oleh Matsuura et a1 (1997) 0
berdasarkan hasil pengamatan di timur laut Lzutan Hii~dia,dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit clan mulai meningkat mcnuju bagian bawah dari lapisan
perrnukaan tercampur, dan menurun kembali secara drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin. Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen tambahan seperti protein-hcoxanthin dan peridinin, yang secara lengkap menggunakan sernua cahaya dalam spektrum tarnpak. Pada panjang gelombang 400
-
700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi
dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600
nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkapltambahan (Levinton, 1982). Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda
pula
Keadaan ini berpenganh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita
(1970 dalam Parsons et al. 1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigrnen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan
acglenoid; tipe kloro£il-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga
coklat; dan tipe klorofil-a danficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.
Salinitas Sebam salinitas di laut dipgaruhi oleh b&agai faktor seperti: (i)
curah hujan, (ii) pola sirkulasi air, (iii) aliran sungai , dan (iv) penguapan. Paairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang merniliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan. Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di d a l m lapisan permukaan memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi dari lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya salinitas perrnukaan perairan. Sistern angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun horisontal. Secara horisontal berhubungan dengan arus yang membawa massa air, sedangkan sebaran secara vertikal wnwnnya disebabkan oleh tiupan angin yang mengakibatkan terjadinya gerakan zur secara vertikal. Menurut Wyrtki (1961). sistem angin muson menyebabkan terjadinya m u s h hujan dan panas yang akhirnya berdampak terhadap variasi tahunan salinitas perairan. Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan massa air bersalinitas rendah. Interaksi antara
sistem angin muson dengan faktor-faktor yang lain, seperti run-of dari sungai, hujan, evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat bervariasi.
Pengaruh sistem angin muson terhadap sebaran
salinitas pada beberapa bagian dari perairan Indonesia telah dikemukakan oleh Wyrtki (1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan dalarn (upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian timur dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan. Selain itu juga di pengaruhi oleh arus yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat Torres. Di Laut Flcres, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur, tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores mengakibatkan meningkatn!.a salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-ofldari sungai-slmgai besar di Pulau Sumatra: Pulau Kalimantan, dan Pulau Jawa. Keterkaitan antara faktor-faktor oseanografi dengan produktivitas primer pesairan sangat penting untuk diketahui guna mengidentifikasi parameterparameter yang memiliki peranan besar terhadap sebaran i kan, khususnya ikan pelagis pada musim tertentu. Selain itu hubunsan tersebut dapat bermanfaat untuk mengetahui karakteristik massa air di daerah itu. Informasi itu dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan pengelolaan sumberdaya perairan. Khususnya bagi industri penangkapan ikan, informasi itu dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk memudahkan penentuan daerah penangkapan
ikan pada musim tertentu. Langkah selanjutnya bisa dilakukan penataan ruang wilayah, contohnya pemnasian daerah penangkapm ikan.
Sistem Informasi Geografis Sistem Infonnasi Geografis (SIG), data dirujukkan dengan kejadian yang akan memberikm perbaikan, analisis dan tayangan pada kriteria spasial. SIG paling tidak terdiri dari subsistem pemrosesan, subsistern analisis data dan subsistem yang menggunakan informasi. Subsistem pemrosesan data
mencakup pengambilan data, input dan
penyimpanan. Subsistem analisis data mencakup perbaikan, analisis dan keluaran informasi dalam berbagai bentuk. Subsistem
yang memakai informasi
memungkinkan informasi relevan diterapkan pada suatu masalah. Dalam rancangan SIG, komponen input dan output grafik tertentu seringkali meiniliki peranan dominan dalam membentuk arsitektur dari suatu sistem (Lo, 1996).
Input dan Output data Ada tiga kategori data secara luas pada suatu sistem (i) alfanumerik, (ii) piktorial atau grafik dan (iii) data penginderaan jauh dalam bentuk digital. Lntri data alfanumerik sekarang ini bukan masalah besar, karena data tersedia dalam bentuk yang mudah dibaca komputer. Input data piktorial atau grafik seperti peta atau foto perlu pengpnaan dipt~zeryang mengkonversi penampakan ke dalam string nilai koordinat. Pendekatan umum untuk menampilkan batas poligonal sebagai garis dan menampilkan garis sebagai susunan segmen garis lurus, sangat pendek yang dapat ditampilkan dengan urutan-urutan titik yang menjelaskan segmen garis (Marble dan Peuguet, 1983 dalam Lo, 1996). Hal ini rnenghasilkan
format vektor. Pendekatan lain menggunakan menggunakan scanner optik untuk
mengkonversikan bahan gratik menjadi bentuk yang mudah dibaca oieh komputer secara otomatis. Ini merekam data spasial dalam strip sempit melintas p m u k a a n data, sehingga menghasilkan .format rustcr Format raster mencakup struktur data g r ~ datau sel atau matriks, yang juga cocok dengan perangkat keras input/output
modern, dan memliki keuntungan di mana order elemen data ditentukan dengan posisi geografiknya. Menurut Lo, (1996) bila set data citra multispektral dipakai, maka penting untuk mencatat data tersebut bersama-sama. Pelaksanaan yang umum adalah membangun kembali set data citra dimana data dikoreksi dan dicatat secara geometrik pada basis peta SIG.
Pencatatan ini diselesaikan dengan teknik
resampling yang mencakup penjelasan posisi pixel @icture element) baru pada basis peta dan pengisisan mereka dengan data yang ditentukan dengan algoritma interpolasi atau tetangga terdekat (nearest neighbour).
Misal seperti data
multispektral (MSS) Landsat biasanya dicatat dengan grid UTM (Oniversal Transverse Mercator) Organisasi dan Pemrosesan Data
Menurut Arronof (1989) dan Lo (1996), algoritme dalam SIG dibutuhkan untuk mentransfonnasi data dasar kedalam informasi yang berarti dalam bentuk kartografik. Data tersebut secara dibag kedalam rlpe rrr~k.tlpe guns, dan tzpe wilayah, berdasar pada geometrinya. Contoh yang baik pada tipe data titik adalah
puncak gunung dan kota. Tipe data garis ~neliputisungai, jalan, atau kountur topografik. Tipe data wilayah ditunjukkan dengan penggunaan lahan, klasifikasi tanah, drainase basin, dan tipe tanaman pertanian.
Tipe-tipe data geografik
tersebut berinteraksi dengan setiap data yang lain. Keseluruhan ada enam tipe binary mengenai titik dengan titik, titik dengan garis, titik dengan wilayah, garis dengan garis, garis dengan wilayah, dan wilayah dengan wilayah. Algoritme hams ditulis mengenai tipe tersebut. Perbaikan data geogrilfik sering mencakup pertimbangan jarak, seperti mendapatkan tetangga terdekat diantara set titik-titik. Ada dua pendekatan utama dalam organisasi data internal dalam SIG, oeanisasi selular dan organisasi linked yang berturut-turut menghubungkan secara kasar dengan data diskret dan data kontinu. Organisasi seluler menggunakan matriks sel dengan ukuran seragam dan data disirnpan dalam setiap sel. Organisasi tersebut menghubungkan secara langsung dengan format raster untuk input dan fonnat matriks untuk output. Perkembangan perangkat lunak umumnya lebih mudah untuk pendektan seluler yang selanjutnya paling cocok untuk penylmpanan variabel permukaan. Namun pendekatan ini
boros
sehubungan dengan ruang penyimpanan komputer. Organisasi linked memakai nilai koordinat. Jadi wujud titik digambarkan secara langsung oleh koordinatkoordinatnya, wujud garis dengan rantai koordinat, wilayah dengan data nominal dengan batas wilayahnya dan wilayah dengan data numerik dengan kurva kontur. Organisasi data ini menghubungkan secara langsung dengan format data yang dirnasukkan melalui digitizer dan output oleh plotter tambahan, ini merupakan ruang penyimpanan yang besar. Organisasi linked menggunakan peta nilai kooordinat dan peta kontur. Kekurangan organisasi lrnked yaitu kompleksitas pengembangan perangkat lunak dalam meng-update dan mengedit data. Organisasi data eksternal meliputi pemeriksaan, operasi dan karakteristik data. Hal ini menghubungkan pelaksanaan sistem komputer yang diperlukan
untuk mengerjakan seluruh operasi yang dirancang. Apakah data yang disimpan dengan yang dimasukkan dan diproses sebagai yang diperlukan ? atau apakah data harus diproses awal untuk memperkaya informasi yang diarsipkan ? Ini merupakan macam pertanyaan yang hams dipertimbangkan bila menangani organisasi data eksternal. Mereks berhub~nganerat dengan organisasi penyimpan bantuan. Ada dua bentuk organisasi data bantu, hank data dan hasis data. Bank data dorientasikan 'terpisah' dengan informasi, dipisahkan juga pada basis tipe dari wujud atau pada unit geografiknya atau keduanya.
Ini mudah untuk
melaksanakannya. Data wnumnya disimpan pada file disk atau file pita. Pada sisi lain, basis data diorientasikan interaksi.
Ini menambahkan antarwujud yang
menghubungkan informasi. Data menunjukkan hubungan sebagian-seluruh yang diorganisasi secara hierarki. Jadi pembagian wilayah dan anak sungai merupakm contoh pendekatan ini. Secara k e s e h h a n , informasi non-geometik mungkin diorganisasi kedalam basis data, sementara itu informasi geometrik mungkm diorganisasi sebagai bank data. Menurut Arronof, 1989, pengorganisasian SIG berdasarkan kemampuan analisis yang dapat dilakukan, dapat dilihat pada Gambar I . Menurut Gunawan, (2000) SIG dalam pengelolaan sumberdaya pesisir, dapat digunakan untuk menvaiikan data dasar keruangan (Gambar 3')yang terkait dengan masalah : (1) fisik pesisir, yaitu berupa data dasar keruangan termasuk topografiibatimetri pesisir, morfologi, penutupan tanarnan, aliran sedimen, erosi dan deposisi, iklim, batas habitat dan lain sebagainya; dan (2) lingkup manusia/sosial, yaitu berupa data dasar keruangan termasuk batas administratif,
distribusi populasi, jaringan transportasi, distribusi dan berbagai karakteristik manusia/sosid lainnya. Tipe kegunaan SIG dalam pengelolaan sumberdaya alam yesisir adalah untuk : (a) mengetahui tingkat eksploitasi sumberdaya dam (SDA); (b) mempertemukan keinginan manusia (yang sangat bervariasi dari nelayan lokd sampai jaringan hotel berskala internasional); dan (c) menjaga keberadaad kelangsungan ekosistem pesisir.
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan
suatu
teknik untuk menpnpulkac
informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentulian fisik. Biasanya teknik ini
menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya
diproses dan diinterprestasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanana, geografi, geologi, perencanaan wilayah dan lain sebagainya. Yang menjadi pembawa informasi adalah energi elektromagnetik. Oleh karena itu data penginderaan jauh adalah informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh (Lo, 1996)
Di dalam penataan ruang diperlukan data yang berkesinambungan unhik merumuskan program dan kebijaksanaan pemerintah. Kebijaksanaan dan program tersebut berkisar dari bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan sehmgga berkattan dengan permasalahan lingkungan dan perencanaan sumberdaya alam.
MAINTENANCE AM) ANALYSIS OF THE SPATIAL DATA
FORMAT TRANSFORMATION GEOMETRIC TRANSFORMATION TRANSFORMATION BETWEEN MAP PROJECTION CONFLATION EDGE MATCHING EDlTING OF GEOGRAPHIC ELEMENT LINE COORDINAT THINNING
MAINTENANCE AND ANALYSIS OF TIE ATRIBUTE DATA
C
INTEGRATED ANALYSIS OF SPATIAL AND ATRIBUD' DATA
ATRIBUTE EDITING FUNCTION ATRIBUTE QUERY FUNCTIONS
RETFUEVAUCLASSIFICATION MEASUREMENT
E
RETRIEVAL CLASSIFICATION
MEASUREMENT
OVERLAY INFORMATION
-
NEIGHBOURHOOD OPERATIONS
SEARCH LINE-IN-POLYGON AND POINT-IN-POLYGON TOPOGRAPHIC FUNCTION TIIIESSEN FOLYGONS INERPOLATION CONTOUR GENERATION
CONNECTIVITY FUNCTIONS
CONTIGUITY MFAURES PROXIMITY NETWORK SPRFAD
SEEK INTERVISIBILITY ULUMINATION PERSPECTIVE VIEW OUTPUT FORMATTING
€
MAP ANNOTATION TEXT LABEIS TEXTURE PAlTERNS AND LINE STYLES GRAPHICS S Y W L S
Gambar 1. Pengklasifikasian Analisis Sistern Informasi Geografis (Arronof, 1989)
7 INFORMASI KERUANGAN PROSPEK :
TUJUAN PERENCANAAN
-
Keseimbangan dari :
Prosprk eksploitasi
- Lolrasi sumkdaya - Kualitas sumberdaya / A l k sumbadaa (duuunikakuantitas)
/
KEPUIUSAN : peananfaatan
KEINGINAN :
-
ANALISIS :
- T-nnat
Mcnnpam~ululn keinginan nmyrakat
.- Tersirat KEBEWDAAN :
- Pqgunaan lahadhut \ -~mutupanl
Prmecahan kontlik
a a u t
Gambar 2. Tipe Kegunaan SIG dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (Gunawan, 2000)
Peranan badan perencanaan menjadi semakin kompleks dan membentang kisaran aktivitas yang semakin luas.
Sebagai akibatnya terdapat suatu
peningkatan kebutuhan bagi badan tersebut untuk memiliki berbagai bentuk surnber data yang cepat, tepat dan murah. Dimana penggunaan interprestasi foto udara dapat digunakan untuk penaksiran penduduk, kajian kualitas perumahan, dan lain sebagainya, yang diperlukan di dalam membuat penataan ruang suatu kawasan. (Lillesand et a1 1990) Data penginderaan jauh yang digunakan berasal dari satelit penginderaan jauh NOAA dan GMS. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa karakteristik data
dari satelit penginderaan jauh.
Satelit Inderaja NOAA
Satelit Inderaja NOAA AVHRR mempunyai sensor inframerah termal, yang dapat mengukur secara langsung parameter oseanografi seperti suhu pe:mu!ca~~!aut.
Prinsip dasar pengukuran suhu dari data inderaja bahwa tiap benda memancarkan energi elektromagnetik sesuai dengan suhu, panjang gelombang dan emisivitas. Suhu yang dideteksi oleh sensor termal adalah suhu kecerahan (brrgl~tnesstenlperuture). Pada benda hitam sempurna (black body), nilai suhu
kecerahan sama dengan suhu benda tersebut. Setiap benda di permukaan bumi mempunyai emisivitas e (e< 1 ) yang berbeda yang mengemisikan energi elektromagnetik sebesar e.1, dimana I adalah radiansi benda hitam pada suhu yang sama. Jadi nilai e dan radiansi yang diemisikan hams diukur agar dapat menghitung suhu dengan tepat. Pengolahan data NOAA-AVHRR khusus untuk mendapatkan informasi suhu permukaan laut terdiri atas dua tahap yaitu (a) kalibrasi radiometrik, (b) perhitungan suhu permukaan laut. a Kalibrasi radiometrik Kalibrasi radiometrik diperlukan untuk merubah data digital 10 bit menjadi nilai akbedo untuk kanal 1 dan kanal 2 serta nilai suhu kecerahan untuk kanal
3,4,5.Data digital 10 bit diubah menjadi nilai radiansi menggunakan persamaan sebagai berikut N = G X + I, dimana : N G dan I
=
nilai radiansi
=
koefisien guin dan Intercept masing-masing kanal
Kemudian nilai radiansi kanal 4 dan 5 menggunakan fonnula sebagai berikut :
diubah menjadi suhu kecerahan -
Tb=al(ln(N)-p dimana Tb adalah suliu kecerahan (" K) untuk radiansi N, a , dan f3 adalah konstanta yang nilainya dihitung untuk tiap seri satelit NOAA b. Perhitungan suhu pennukaan laut Perhitungan suhu pennukaan laut dilakukan lianya pada piksel yang tidak berawan. Oleh sebab itu perlu dilakukan langkah-langkah untuk mendeteksi awan 1. Jika suhu kecerahan dari kanal 5 (Tb5) lebili kecil dari 28" K maka piksel tersebut berawan. Anbang batas 28" I( adalah berdasarkan analisis statisktik piksel yang berawan dan yang bebas awan untuk daerah di Samudra Hindia antara 5" LS - 30" LU. 2. Jika standard deviasi dari window 3 x 3 Cjumlah piksel) suhu kecerahan kanal 4 (Tb4) lebih besar dari 0,2, maka piksel-piksel tersebut terkontaminasi ole11 awan. 3. Jika rasio kanal 2 dan kanal 1 iebih besar dari 0,6, maka piksel tersebut
berawan. 4. Jika selisih antara suhu kecerahan kanal 4 dan kanal 5 lebih besar dari 2.5"
K maka piksel tersebut berawan Perhitungan suhu permukaan laut pada piksel yang bebas awan menggunakan algoritma multi kanal, yaitu kombinasi kanal 3,4, dan 5. Algoritrna yang digunakan hasil penelitian Mc Cillin and Crosby (Robinson 1985) sebagai berikut :
SPL = Tw4 + 2,702 (Tw5 - Tw4) - 0,582 SPL dalam O K . Tw4 dan Tw5 adalah suhu air kanal 4 dan kanal 5.-
Satelit Inderaja GMS Geostatio~iaryMeteorologici-11 Sateliie (GXIS) baada pada posisi cii atas bumi (It 36.000 km). Satelit ini bergerak berputar bersarnaan dengan kecepatan dan arah perputaran bumi pada sumbunya. Resolusi spasial satelit geostationer ini adalah 2,5 lun per-piksel, tidak sebaik resolusi spasial beberapa satelit dengan orbit polar yang mencapai 1 krn sld 1 m per piksel. GMS dapat dikatakari ideal untuk aplikasi meteorologi karena matnpu melakukan penyiaman pada tempat yang sama dalam kurun waktu kurang lebih 30 dioperasikan ole11 Japanese Space Agency
-
60 menit sekali. GMS
NASDA dengan posisi haltfbrn~
berada diatas JepandAustralia (140" BT). Data dari satelit ini dapat diakses melalui internet pada alamat website http:!!~ww. sat.dundee.ac.iik. Penyiaman satelit GMS tnengsnakan panjang gelombang (kanal) sebagai
Tabel 1. Penyaman (Typically Scan) GMS 1 Geostationary Meteorologi Satellite PANJANG GELOMBANG
PEMANFAATAN
1.
Sinar Tampak 0.5 - 0.9 pm (Visible) 2. Infi-ahlerah 10 5 - 12 5 p ~ n (Infra Red) -. ---- -t ~ i air ~ a ~ 1 (Water Vapour) I Sumber : htt~://www.sat.du~~dee.ac.uk. -
- -
pm
1
Untuk melihat kondisi bumi secara kasat mata Untuk melillat perbedaan suhu -
--
--
-
-
-- - -- -
Untuk melihat tingkat penyerapan (absorpsi) uap air di atmosfir
I
1
I
Satelit Ind raja SeaWifs
Program NASA's SeaWifs merupakan program penyediaan data untuk kepentingan penelitizn. Dengan tujuan utama mengetahui secara jelas peran produktivitas primer laut. Tabel 2. Produk Standar Data SeaWifs
1
JENIS DATA
1
PERUNTUKAN
Level - 1A
Data GAC dan LAC belum diproses dengan infonnasi kalibrasi dan navigasi
Level - 2
Kosentrasi Pigmen (klorofil- a dan phaeophytin) Kosentrasi klorofil- a Koefisien difusi attenzratlon pada 490 nm Normalized water - leaving radiances (5) Radiansi Aerosol (3) Kualitas data F-iag.~
Level - 3
Produk global grid (resolusi berkisar 9 km) pada produk level - 2 dengan kisaran waktu rata-rata harian sampai dengan bulanan dalam periode tali unan
Sumber : h!to : i/i\-\\-\\. seau ifsssfc.nasa coo\
1 1