TINJAUAN PUSTAKA Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon) adalah tanaman lokal Indonesia yang belum dimanfaatkan secara luas. Umumnya melinjo dikonsumsi sebagai komponen dalam pembuatan sayur ataupun dalam pembuatan kue kering yang dikenal dengan emping. Di Indonesia, area penyebaran tanaman ini yaitu di sekitar pulau Danaman, pulau Sumatra dan pulau jawa. Di pulau Sumatra, produksi melinjo lebih dari 20.000 granules (biji) per tahun. Hal ini merupakan pertumbuhan yang spontan untuk satu spesies tanaman di hutan dan melinjo juga biasa ditanam di kebun ataupun di halaman sebagai hiasan (Parhusip dan Sitanggang, 2011). Dalam dunia tumbuh – tumbuhan, dikenal adanya suatu divisi yang dinamakan Spermatophyta (tumbuhan berbiji). Divisi ini dibagi dalam dua subdivisi:
Gymnospermae
(tumbuhan
berbiji
telanjang/terbuka)
dan
Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Seperti telah dijelaskan di atas, ke dalam kelompok Gymnospermae itulah melinjo digolongkan. Sementara itu Angiospermae masih dibagi lagi menjadi dua kelas, yaitu Monocotyledonae (tumbuhan biji berkeping satu) dan Dicotyledone (tumbuhan biji berkeping dua). Jenis ini dikatakan sebagai bentuk peralihan antara Gymnospermae dan Angiospermae (Tim Penulis PS, 1999). Secara garis besar, klasifikasi tanaman melinjo dalam dunia tumbuhtumbuhan adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Gymnospermae
Kelas
: Gnetinae 4
5
Ordo
: Gnetales
Famili
: Gnetaceae
Genus
: Gnetum
Spesies
: Gnetum gnemon (melinjo) (Tim Penulis PS, 2002). Seperti umumnya tumbuhan tingkat tinggi, pohon melinjo juga dapat
dibedakan atas akar, batang, daun dan bunga. Masing-masing organ ini mempunyai ciri morfologi tersendiri. Persamaan dan perbedaan dengan tumbuhan lain inilah yang menjadi salah satu dasar pengklasifikasiannya (Tim Penulis PS, 2002). Melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah tanaman tahunan yang tumbuh dengan baik di daratan rendah dan tinggi yang tidak lebih dari 1200 m dpl. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tanah liat, lempung dan tanah berpasir. Tumbuhan melinjo mulai berbuah pada umur 3~4 tahun. Kulit tanaman ini juga berguna, yaitu dapat diolah menjadi tali. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian dalam kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air laut (Harley dan Elevitch 2006). Syarat Tumbuh Tanaman melinjo tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat/ lempung, berpasir, dan berkapur. Walaupun demikian tanaman melinjo tidak tahan terhadap tanah yang selalu tergenang air atau yang berkadar asam tinggi. Di Indonesia, tanaman melinjo didapatkan dari daerah pantai yang berhawa panas, sampai ke daerah pegunungan pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. Di dataran rendah dan daerah
6
pegunungan tanaman ini dapat hidup baik dan menghasilkan dengan kelembaban tinggi, yaitu mempunyai musim penghujan selama 9 bulan (basah) dan musim kering selama 3 bulan. Perbedaannya daun tanaman melinjo yang tumbuh di daerah pegunungan lebih tebal dan kurang lemas, sehingga daun muda yang disebut daun so itu bila dimasak sebagai sayur terasa kurang enak (Sunanto, 1991). Akar Melinjo yang tumbuh dari biji mempunyai sistem perakaran tunggang, seperti halnya tumbuhan dikotil. Akar pokok tumbuh ke pusat bumi, sedangkan percabangan akarnya tumbuh ke berbagai sisi. Melinjo yang tumbuh dari hasil perbanyakan secara vegetatif, seperti cangkok dan setek, tidak berakar tunggang. Inilah yang menyebabkan ia mudah roboh (Tim Penulis PS, 2002). Batang Batang melinjo berkayu dan bercabang. Tinggi pohon ini antara 5-22 meter. Bentuk percabangannya sangat khas. Cabang yang tumbuh menempel pada batang pertumbuhannya tidak pernah melampaui batang pokok sehingga batang pokok selalu tampak lebih jelas (lebih besar dan lebih panjang). Sistem percabangan yang demikian ini membuat perawakan pohon melinjo tampak seperti kerucut. Percabangannya tumbuh tidak jauh dari atas tanah dan kurang kuat menempel pada batang. Oleh karena itu, cabang-cabang ini bersifat mudah patah atau lepas dari batang. Jika pohon melinjo dibiarkan tumbuh secara alami, daun-daunnya akan tumbuh bergelayutan hampir menyentuh tanah (Tim Penulis PS, 2002). Luka pada daun dan bagian batang yang tidak mengalami pertumbuhan sekunder biasanya mula-mula berakibat terjadi bekas luka atau goresan, yakni
7
rebahnya sel mati disertai terbentuknya sejumlah zat yang nampaknya melindungi permukaan dari kekeringan dan luka luar. Periderm kemudian berkembang dari sel hidup di bawah bekas luka. Jika cabang atau sumbu batang yang mengalami pertumbuhan sekunder terluka, maka pembentukan periderm didahului oleh pembentukan kalau yang terjadi dengan adanya sel parenkim yang berpoliferasi (tumbuh dengan cepat) dekat luka. Kalus juga merupakan jaringan yang selnya dapat berdiferensiasi menjadi kambium jika jaringan tersebut terputus karena luka. Sel mati dipermukaan sayatan akan terurai dan membentuk lapisan nekrotik, seperti bekas luka pada penyembuhan luka. Kalus dibentuk dari berbagai sel hidup, antar lain sel jari-jari empelur floem dan sel jari-jari empelur xilem yang amat aktif (Hidayat, 1995). Daun Pohon melinjo berdaun rimbun. Setiap daun panjangnya antara 7-22 cm serta lebarnya 2-10 cm dengan bentuk elips meruncing pada ujungnya dan bertepi rata. Jenis daunnya tunggal dengan duduk daun berhadapan (Tim Penulis PS, 2002). Bunga Bunga melinjo membentuk kerucut dengan karangan bunga melingkar. Kerucut bunga jantan panjangnya 3-5 cm dengan 5-8 karangan bunga. Sedangkan kerucut bunga betina panjangnya 6-10 cm dengan 3-8 karangan bunga. Berdasarkan jenis kelamin bunga, pohon melinjo dibedakan menjadi dua, yaitu pohon melinjo jantan dan betina. Pohon jantan hanya memiliki bunga jantan, pohon betina hanya memiliki bunga betina saja. Namun adakalanya dalam satu pohon dijumpai juga bunga jantan dan bunga betina sekaligus. Kerucut bunga
8
jantan sebenarnya juga berbakal biji, di samping benang sari, tetapi tidak sempurna sehingga tidak dapat berkembang menjadi biji. Lain halnya dengan kerucut bunga betina yang bakal bijinya sempurna berbentuk bola. Bakal biji ini dapat berkembang menjadi biji tanpa melalui proses pembuahan (Tim Penulis PS, 2002). Biji Biji melinjo panjangnya 2-2,5 cm dengan bentuk elipse, ujung meruncing pendek, dan terdiri dari tiga lapis kulit yaitu: sarcotesta, sclerotesta, dan endotesta. Sarcotesta (kulit luar) sewaktu muda berwarna hijau berangsur-angsur berubah warna menjadi kuning dan merah tua setelah masak. Sclerotesta (kulit tengah) berwarna cokelat dan keras apabila biji telah tua. Kulit yang keras dan kedap air ini merupakan salah satu faktor penghambat perkecambahan biji. Sedangkan endotesta (kulit dalam) merupakan selaput tipis yang melekat pada inti biji. Biji melinjo bersifat istimewa, yaitu sangat lamban dalam berkecambah. Sejak biji masak dan jatuh dari pohon, biji itu akan tidur dalam waktu yang cukup lama, bisa mencapai setahun atau lebih. Pada waktu itulah biji tidak mau berkecambah (Tim Penulis PS, 2002). Serat Serat adalah sebuah zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan. Serat yang dicita-citakan (diidealisir) dibatasi sebagai zat yang penampangnya nol, tidak punya tahanan terhadap lenturan, puntiran dan tekanan dalam arah memanjang,
tetapi
mempertahankan
mempunyai
keadaan
lurus.
tahanan Serat
terhadap yang
tarikan,
sebenarnya,
dan
akan
bagaimanapun
mempunyai penampang, dan tahanan terhadap lenturan, puntiran, dan tekanan.
9
Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang atau kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat penting, sebab: 1.
Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan dihasilkan.
2.
Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara kimia selalu berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seratnya.
Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi: 1.
Serat stapel Yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.
2.
Serat filamen Yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.
Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol adalah serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut mudah diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980). Serat kulit pohon berasal dari tankai, batang pohon, dan daun dari tumbuhtumbuhan. Terdapat bermacam-macam jenis, masing-masing dengan sifat-sifatnya sendiri. Cara pemintalan dan penggunaannyapun berbeda. Tabel 1.Serat kulit tumbuhan. N0 Serat kulit tumbuhan 1 Flax atau lenan
2
Rami
3
Henep
Penggunaan Pakaian, kemeja, serbet, sapu tangan, taplak meja, jaring nyamuk, kantong, kanvas, benang jahit, benang untuk membuat tatami, jala ikan, tali dan kabel. Pakaian, tali, inti benang dan kantong.
10
4
Jute (Goni)
Kain bungkus, inti benang, benang untuk membuat tatami dan kantong.
5
Henep manila
Tali, tambang pendaki, kertas anyaman
untuk dan
Dalam tabel diatas diperlihatkan serat-serat kulit pohon yang utama. Ada jenis yang lunak dan ada yang kaku. Yang lunak dipergunakan untuk membuat kain tenun, sedangkan yang kaku untuk tambang. Benang, tali, bahan-bahan untuk permadani dan kain pembungkus mempunyai arti penting dalam industri (Hartanto dan Watanabe, 2003). Kualitas dan sifat dari serat tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran, kematangan (umur) dan proses/metode yang digunakan untuk mengekstrak serat. Sifat-sifat seperti densitas, electrical resistivity, kekuatan tarik dan initial modulus sangat berkaitan dengan struktur internal dan kandungan kimia dari serat (Mohanty dkk, 2001). Secara umum, serat alami banyak mengandung selulosa yang tinggi, tetapi serat alami mempunyai perbedaan struktur mikro particular. Struktur mikro particular adalah ikatan hydrogen intra dan intermolekul yang kuat dan ukurannya berbeda-beda. Semakin besar ukuran molekul maka ikatan antar molekulnya semakin renggang. Sedangkan semakin kecil ukuran molekul maka ikatan antar molekulnya semakin kuat. Oleh karena itu, struktur mikro particular pada serat ijuk berpengaruh terhadap kekuatan tarik. Struktur mikro serat ijuk mempunyai kandungan selulosa sebesar 85%. Besarnya kandungan selulosa ini hampir memenuhi permukaan serat ijuk sehingga ikatan fibril serat ijuk semakin kuat pula (Munandar dkk, 2013).
11
Serat terutama digunakan untuk pakaian, interieur, dan industri. Pemakaian dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian dan kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan. Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah menggantikan serat kapas dan kulit pohon untuk tujuan industri (Hartanto dan Watanabe, 2003). Tabel 2. Komposisi kimia Serat batang melinjo (Gnetum gnemon) Komponen Persentase Hemisellulosa 24.02% Alfasellulosa 39.3% Lignin 9.82% Ekstraktif benzene 3.08% Serat batang melinjo mempunyai air (moisture content) berkisar antara 6.20% 10.42%. Sifat mekanis serat dari tumbuhan (plant fibers) sangat terkait dengan jumlah cellulose, di mana sangat berhubungan dengan crystallinity dari serat dan sudut micro-fibril terhadap sumbu serat utama. Serat batang dipilih dari pohon yang berumur sekitar 5 tahun dengan diameter berkisar antara 15-20 cm untuk menjaga keseragaman sifat fisik serat alam. Kulit batang dikupas pada ketinggian 1 meter dari permukaan tanah untuk menghindari pengaruh degradasi lingkungan tanah. Besarnya diameter pada serat tanpa perlakuan disebabkan oleh lapisan lignin dan wax pada permukaan serat. Kekurangan serat alam di banding serat sintetik adalah ketidak seragaman diameter serat. Secara umum, ketidakseragaman pada serat alami adalah karena dominasi cacat pada strukturnya. Serat-
12
serat lignocellulosic yang berasal dari struktur jaringan tumbuhan sebagai serat alternatif bagi serat sintetik, memberi harapan terhadap tingkat CO2 di udara, kemampuan serat untuk dapat terurai oleh bakteri (biodegradability) dan sifat mekanis yang dapat disandingkan dengan serat sintetik. serat batang melinjo sebagai serat alami yang mempunyai sifat mekanis yang cukup baik dibandingkan dengan serat alam lainnya (Chandrabakty, 2011). Klasifikasi Serat Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi: 1. Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam 1. Serat tumbuh-tumbuhan a. Biji
: kapas dan kapok
b. Batang
: flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn
c. Daun
: albaka, sisal, ilenequen
d. Buah
: sabut kelapa
2. Serat binatang a. Stapel
: wol (biri-biri) dan rambut ( alpaca, unta, Kashmir, lama,
mohair, kelinci, vikuna) b. Filamen
: sutera
3. Serat mineral Asbes
: Chrysotile dan Crocidolite
2. Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia 1. Organik a. Polimer alam
: alginat, selulosa (ester selulosa dan rayon termasuk
kupramonium dan viskosa), protein dan karet.
13
b. Polimer buatan -
Polimer kondensasi: poliamida (nylon), poliester, poliuretan
-
Polimer adisi disubstitusi
: polididrokarbon, polihidrokarbon yang halogen,
polihidrokarbon
yang
disubstitusi
hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril 2. Anorganik a. Gelas b. Logam c. Silikat (Enie dan Karmayu, 1980). Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp), sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya. Setiap serat sintetik terdiri dari rantai polimer dan kebanyakan merupakan polimer berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga yang sangat besar. Kekuatan melar dari serat adalah cukup baik (Surdia dan Saito, 2005). Tabel 3.Sifat Mekanis Beberapa Serat Alam Serat Panjang Diameter Massa jenis Modulus (mm) (mm) (Kg/m3) Youg (GPa) Bambu 0,1-0,4 1500 27 Pisang 0,8-2,5 1350 1,4 Sabut 50-350 0,1-0,4 1440 0,9 Flax 500 NA 1540 100
Kekuatan Tarik (MPa) 575 95 200 1000
Regangan (%) 3 5,9 29 2
14
Jute Kenaf Sisal
1800-3000 0,1-0,2 1500 30-750 0,04-0,09 0,5-2 1450
32 22 100
350 295 1100
1,7 -
Sumber: Building Material and Technology Promotion Council Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono (2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan Pramono, sebagai berikut: Tabel 4.Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau tanpa perlakuan NaOH. No. 1 2 3 4
Perlakuan Non Perlakuan NaOH NaOH NaOH
Kadar Elongasi Luas Serat (%) (%) (mm2) 0 0,857 0,037 5 1,952 0,037 10 2,142 0,037 15 3,716 0,037
Gaya Tarik (N) 1,014 0,785 0,491 0,654
Tegangan Tarik (N/mm2) 27,397 21,211 13,257 17,676
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijoyo, dkk. (2011) mengenai penggunaan NaOH pada uji tarik mulur serat nanas dengan perendaman NaOH (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan variasi perendaman 2 dan 4 jam menyatakan bahwa, nilai elongasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar NaOH. Semakin lama waktu perendaman dan kadar NaOH yang digunakan semakin rendah, maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Ini disebabkan karena NaOH memiliki sifat yang mampu mengubah permukaan serat menjadi kasar, akibatnya kekuatan tarik semakin menurun setelah melampaui batas jenuhnya.
15
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2014) mengenai besarnya tegangan tarik untuk pemilinan U1, U2 dan U3 berturut-turut adalah 123,8 × 105 N/m2, 99,4 × 105 N/m2 dan 93,7 × 105 N/m2. Sedangkan dari hasil menunjukkan bahwa tegangan tarik yang terbesar adalah pada tali U1. Dari hasil tersebut juga menunjukkan bahwa semakin besar luas penampang yang diperoleh maka semakin kecil pula tegangan tarik yang dimiliki tali serat untuk menahan suatu beban. Ini terjadi pada tali U3 dimana tegangan tariknya lebih kecil dibanding dengan tali U1 dan U2. Tabel 5. Data uji tegangan tarik tali serat berbahan limbah ampas tebu. Ulangan A (m2) F maks (N) σ (N/m2) U1 U2 U3 Rata-rata
2,286 x 10-5 2,515 x 10-5 4,576 x 10-3 2,489 x 10-5
350 250 250 283,33
123,8 x 105 99,4 x 105 93,7 x 105 105,6 x 105
Tali dirasa masih kurang baik karena nilai kekuatannya yang masih rendah. Untuk daya saing tali, memang tali serat dari ampas tebu dirasa tidak menguntungkan tetapi apabila diolah lebih baik dan dikreasi menjadi berbagai bentuk kerajinan dirasa tali serat limbah ampas tebu dapat menguntungkan dimana bahan bakunya diperoleh secara gratis (Ritonga, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) mengenai besarnya tegangan tarik tali tanpa perlakuan untuk kondisi pemilinan 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 242,04 × 105Nm-2, 267,51 × 105Nm-2 dan 140,13 × 105Nm-2. Sedangkan besarnya tegangan tarik tali untuk kondisi pemilinan 2, 3 dan 4 dengan perlakuan NaOH 5% (2 jam) berturut-turut adalah 389,38 × 105 Nm-2, 515,92 × 105 Nm-2 dan 407,64 × 105 Nm-2. Dari kedua perlakuan menunjukkan bahwa tegangan tarik yang terbesar adalah dengan perendaman tali serat ke dalam larutan NaOH (2 jam) untuk masing-masing pemilinan.
16
Tabel 6. Tegangan tarik tali serat gedebok pisang raja No.
Jenis Perlakuan
1 Non Perlakuan 2 5% NaOH 2 jam . Tali Serat
P2 242,04×105 389,38×105
σ (Nm-2) P3 267,51×105 515,92×105
P4 140,13×105 407,64×105
Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam (2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan (serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khusunya dalam hal kenyamanan. Misalnya serat yang berasal dari pelepah pisang yang dapat dipilin menjadi sebuah tali. Pemintalan Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope machine. Namun dalam hal ini serat yang akan dipintal menggunakan alat pemintal secara manual tanpa menggunakan mesin (motor) sebagai tenaga penggerak. Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter yang telah ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan serat tersebut dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan benar, selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan ditahannya serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan
17
dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari rol pemuntir digulung oleh rol penggulung. Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu: 1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah serat kapas. 2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah serat wol. 3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah serat-serat batang dan daun (Enie dan Karmayu, 1980). Alat pemintal tali sederhana yang menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung. Rol penggulung ditempatkan diarah yang berlawanan dengan corong masukan sehingga tidak mengganggu proses pemasukan bahan. Pada alat rol penggulung digunakan untuk memintal sekaligus menggulung hasil pintalan tali. Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol penggulung dan jumlah pintala perjam dari alat yang digunakan tergantung pada yang mengoperasikan alat tersebut (Ritonga, 2014). Pemintalan serat sabut kelapa secara mekanik dengan menggunakan mesin pemintal berteknologi tepat guna telah dilakukan di balai penelitian teknologi karet bogor untuk memenuhi kebutuhan serat bergelombang dalam pengolahan
18
serat sabut kelapa. Dalam ujicoba tersebut diamati kinerja dan kondisi operasi mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar 40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan roll penggulung 6 rpm. Mesin pemintal berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438 gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier penarikan roll penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan (Sinurat, 2000). Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt, pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua corong pemuntir. Demikian juga dengan pulley yang menggerakkan poros yang berfungsi
sebagai
poros
penggerak
rangka
pemutar.
Rangka
pemutar
menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang roll penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan. Serat-serat tersebut dimasukkan secara manual oleh seorang operator melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir. Serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang poros statis berongga dan selanjutnya
19
dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh roll penggulung. Setelah roll penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau digulung pada roll cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat (Sinurat, 2000). Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load) atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength / 5, kalau penggunaan untuk manusia BS / 10 dan untuk Rescue BS / 15 (Korpcitaka, 2008). Pengujian Tali Serat Uji Tarik Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan. Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu: 1
Mudah dilakukan
2
Menghasilkan tegangan merata pada penampang
20
3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering dinyatakan dengan uji tarik (Zainuri, 2008). Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital. Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama pembebanan (Zainuri, 2008). Tegangan (Stress) Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang konstan di seluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah beban yang mempunyai arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau tekan pada batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan dan diberi notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di penampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan besar P
tegangan : σ = A (Gere dan Timoshenko, 2000).
21
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan.
Menurut
Ishaq
(2006),
dalam
elastisitas
besaran
gaya
F
memperhatikan sebuah sistem yang memiliki luasan dan volume, bukan sistem yang cukup diwakili sebuah pusat massa saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang bekerja pada sebuah titik pada medium. Atas dasar itulah besaran tegangan (stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu satuan luas A.
……………......................(1)
Gambar 1. Gaya F bekerja pada luas permukaan A Jika benda diberi beban maka benda berada dalam keadaan berdeformasi berarti benda dalam keadaan tegang. Akibat adanya beban maka terdapat gayagaya reaksi dalam (internal) benda sendiri, karena adanya pergeseran molekulmolekul
benda
yang
cenderung
untuk
mengimbangi
beban
ini
dan
mengembalikan bentuk benda kebentuknya semula. Gaya reaksi atau gaya untuk mengembalikan benda kebentuk asli persatuan luas di dalam benda disebut “stress”. Gaya reaksi ini terbagi rata ke seluruh penampang. Stress adalah besaran yang berbanding lurus dengan gaya penyebabnya. Stress normal (stress longitudinal ; stress pertama) ada dua macam : a. Stress normal tekan, benda berada dalam keadaan kompressi.
22
b. Stress normal tarik, benda berada dalam keadaan tegang. Pada stress normal, gaya tegak lurus penampang (Sarojo, 2002). Regangan (Strain) Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika mengalami tekan. Perpanjangan δ dari batang ini adalah hasil kumulatif dari perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang. Jika kita tinjau setengah bagian dari batang (panjangnya L/2), bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan δ/2 dan jika kita meninjau seperempat bagian dari batang, bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan L/4. Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan mempunyai panjang yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total δ. Dengan proses ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang atau regangan, yang diberi notasi huruf yunani ε (epsilon) dan dihitung dengan 𝛿𝛿
persamaan 𝜀𝜀 = 𝐿𝐿 (Gere dan Timoshenko, 2000).
Regangan tarik didefinisikan sebagai perbandingan panjang ∆l terhadap
panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujungujungnya, tetapi setiap bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang sama (Young dan Freedman, 2002). Sedangkan menurut Ishaq (2006) jika sebuah stress bekerja pada suatu benda maka dampak atau akibatnya benda mengalami strain (regangan).
23
Gambar 2. Strain normal Pada arah normal, perubahan ditunjukkan dengan pemendekan bahan dari L menjadi L′ akibatnya volume bahan berubah. Strain secara umum didefinisikan sebagai: τ=
keadaan akhir − keadaan awal keadaan awal τ=
∆L L
……………Persamaan 2
Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut “strain”. Strain adalah derajat deformasi. Macam-macam strain: 1. Strain linear = perubahan panjang per panjang semula: ∆l/l 2. Strain volum = perubahan volum per volum semula: ΔV/V 3. Strain geser = strain angular = deformasi dalam bentuk (bangun = shape), β. Jadi strain adalah suatu perbandingan atau sudut geser (β), berarti besaran yang tidak berdimensi dan tidak mempunyai satuan (Sarojo, 2002). Diagram Tegangan-Regangan Jika suatu benda ditarik maka akan mulur (extension), terdapat hubungan antara pertambahan panjang dengan gaya yang diberikan. Jika gaya persatuan luasan disebut tegangan dan pertambahan panjang disebut regangan maka
24
hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan regangan (stress-strain graph). Ơ=
Kekuatan patah
𝑷𝑷
sebenarnya
𝑨𝑨
Kekuatan tertinggi
Teganga
Titik mulur
Kekuatan Patah Batas elastik
Batas proporsional
Regangan ɛ =
Ơ 𝑳𝑳
Gambar 3. Diagram Tegangan-Regangan 1. Batas proporsional (proportional limit), pada daerah ini berlaku hukum Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak berlaku di seluruh diagram. Kesebandingan ini berakhir pada batas proporsional. 2. Batas elastis (elastic limit), batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi ke bentuk semula apabila beban dilepas tetapi akan terjadi deformasi tetap yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik selalu hampir lebih besar daripada batas proporsional. 3. Titik mulur (yield point), titik dimana bahan memanjang mulur tanpa pertambahan beban. 4. Kekuatan maksimum (ultimate strength), merupakan ordinat tertinggi pada kurva tegangan-regangan yang menunjukkan kekuatan tarik (tensile strength) bahan.
25
5. Kekuatan patah (breaking strength), terjadi akibat bertambahnya beban mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil (Zainuri, 2008). Diagram tegangan-regangan dari jenis-jenis material banyak macamnya, dan uji tegangan yang dilakukan berbeda pada material yang sama dengan hasil yang berbeda pula tergantung pada temperatur bahan dan kecepatan pembebanan. Itu
memungkinkan,
bagaimanapun
untuk
melihat
perbedaan
beberapa
karakteristik pada diagram tegangan-regangan dengan jenis-jenis materi yang berbeda dan untuk membagi material kedalam dua kategori pada dasar karakteristik ini dinamakan kelenturan material dan kerapuhan material (Beer dan Jhonston, 1981). Deformasi Sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang menyebabkan batang tersebut berubah (mengalami deformasi). Pertama, deformasi sebanding dengan beban yang ditingkatkan dalam batas-batas tertentu. Jika beban dihilangkan, maka batang akan kembali pada bentuk semula (perilakunya sama dengan sebuah per/pegas), daerah ini disebut dengan daerah elastis dan deformasinya ialah deformasi elastis. Bila beban ditingkatkan maka deformasi pada kebanyakan bahan meningkat secara proporsional (sebanding). Pada daerah ini struktur dalam dari bahan akan berubah bentuk secara tetap/permanen akibat gaya-gaya yang bekerja, jika beban dihilangkan, benda tidak dapat kembali pada bentuk semula dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah plastis dan deformasinya adalah deformasi plastis (Daryanto, 2001).
26
Material–material yang ulet mengalami suatu regangan plastis (permanen) sebelum patah. Sebagai contoh, jika suatu batang baja dibebani, mula-mula batang itu akan melentur elastis. Pelenturan akan hilang bila beban ditiadakan. Suatu beban berlebih akan membengkokan batang secara permanen pada lokasi-lokasi dimana tegangan-tegangan melampaui kekuatan luluh dari baja tersebut (Van Vlack, 2004). Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke) Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan regangan. Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas, hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan. Hubungan proporsional tegangan dan regangan awalnya dinyatakan oleh Robert Hooke pada tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Modulus elastisitas atau modulus Young dinotasikan dengan symbol E dan berlaku untuk tarik dan tekan, dinyatakan dengan persamaan :
E=
Tegangan Regangan
=
𝑠𝑠
ɛ
…………............. (3)
Karena regangan adalah murni angka (tidak mempunyai satuan karena perbandingan dimensi panjang dengan panjang), maka modulus elastisitas E mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu pascal (Pa) atau megapascal (MPa). Nilai modulus elastisitas sangat penting untuk desain proses pada banyak bahan keteknikan (Zainuri,2008). Hukum Hooke berlaku pada daerah elastis saja, pada suatu saat stress cukup besar elastisitas benda menjadi tidak linier (E tidak lagi konstan), daerah ini disebut daerah plastis. Jika benda telah mencapai daerah plastis karena strees yang
27
besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali kebentuknya semula, sampai suatu saat karena strees terlampau besar, benda akan putus atau hancur dimana ikatan molekul pada benda tidak lagi mampu mengatasi besarnya tekanan yang diberikan (Ishaq, 2006). Uji Lentur Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran ketangguhan (Zainuri, 2008). Persen kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam persen. Dimana panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L0 dan panjang pada patahan adalah Lf, yaitu: %kelenturan =
L 𝑓𝑓 −L 0 L0
× 100%
………............... (4)
Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan. Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut: %pengurangan =
A 0 −A 𝑓𝑓 A0
× 100%
……….............. (5)
dimana, A0 adalah daerah potongan melintang mula-mula dan Af adalah daerah patah (Hibbeler, 2005). Ukuran panjang digunakan dalam perhitungan kelenturan dengan nilai standar 2 inci (50 mm). Bahan disusun dengan ujungnya dijepit pada alat uji. Alat uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga seterusnya serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan
28
menghasilkan mulur (menggunakan extensometer). Uji tegangan dan regangan yang khususnya dilakukan beberapa menit adalah bersifat merusak. Ini menjelaskan bahwa uji bahan terdeformasi secara permanen dan biasanya patah (William dan Callister, 1991).