BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Dispersi Padat 2.1.1 Defenisi dispersi padat Istilah dispersi padat mengacu kepada sekelompok produk padatan yang terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik dan obat hidrofobik. Matriks ini dapat berupa kristal atau amorf. Obat ini dapat terdispersi secara molekuler, dalam partikel amorphous (kluster) atau dalam partikel kristal (Chiou dan Reigelman, 1971). Dispersi padat dapat didefenisikan sebagai sistem dispersi satu atau lebih bahan aktif ke dalam suatu pembawa atau matriks inert dalam kondisi padat, yang dibuat dengan cara peleburan, pelarutan, atau kombinasi dari peleburan dan pelarutan, dimana masing-masing metode ini memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing dan disesuaikan dengan sifat bahan dan matriks yang akan didispersikan.
Keuntungan
dari
formulasi
dispersi
padat
dibandingkan
tablet/kapsul konvensional untuk peningkatan disolusi dan biovailabilitas dari obat yang sukar larut dalam air (Chiou dan Rielgeman, 1971). Pemakaian pembawa dalam sistem dispersi padat memberikan pengaruh pada obat yang terdispersi, pembawa yang sukar larut dalam air (hidrofobik) akan menyebabkan pelepasan obat menjadi diperlambat, sedangkan pembawa yang mudah larut dalam air (hidrofilik) akan mempercepat pelepasan obat dari matriks. Oleh karena itu dengan memodifikasi pembawa dapat dirancang untuk sediaan dengan pelepasan dipercepat atau diperlambat dalam sistem dispersi padat (Abdou, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Tahapan yang terjadi antara obat dan polimer pada dispersi padat adalah: 1. perubahan obat dan polimer dari bentuk padat menjadi cait 2. pencampuran semua komponen dalam bentuk cairan 3. perubahan larutan campuran menjadi padat melalui proses seperti pembekuan, penghilangan pelarut (Ronny, 2005). 2.1.2 Metode pembuatan sistem dispersi padat Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembuatan dispersi padat. Metode yang digunakan diharapkan dapat mencampur matriks dan obat sampai tingkat molekuler. Adapun metode yang digunakan yaitu: a.
Cara Peleburan Obat dan pembawa dilebur dengan cara pemanasan, masa lebur
didinginkan sehingga memadat dengan cepat dalam tangas es dengan cara pengadukan. Masa padat yang dihasilkan digerus, diserbukkan dan diayak. Tidak dapat digunakan untuk obat yang terurai saat melebur dan obat yang menguap. b.
Cara Pelarutan Obat dan pembawa dilarutkan dalam pelarut yang sama. Diikuti
penguapan pelarut dan mendapatkan perolehan kembali dispersi-solida. Keuntungan cara ini adalah dapat menghindari penguraian akibat panas bahan obat dan pembawa, karena untuk penguapan pelarut organik dibutuhkan suhu rendah. Sulit sekali menghilangkan sisa pelarut organik secara sempurna yang kemungkinan dapat mempengaruhi stabilitas obat. c.
Cara Pelarutan-Peleburan
Universitas Sumatera Utara
1. Menggunakan obat dalam larutan (misal PEG 300-400, dalam jumlah lebih kecil dari 10% dari masa PEG padat, yang dilebur pada temperatur dibawah 700C tanpa menghilangkan pelarut PEG 300-400). 2. Pembawa yang digunakan untuk dispersi padat, antara lain PVP, (dengan berbagai bobot jenis), PEG 4000-6000 dan karbohidrat (Agoes Goeswin, 2008). 2.2 Disolusi Disolusi (pelarutan) adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut atau medium. Laju disolusi merupakan tahapan yang menentukan laju absorbsi, maka apapun faktor yang mempengaruhi laju disolusi dapat pula mempengaruhi laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, lama respon, serta merupakan kontrol bioavailabilitas obat (Ansel, 1985). Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian antara persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat, kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi (Ditjen POM, 1995). Alat uji disolusi yang digunakan dalam percobaan adalah disosolution tester metode “pengaduk bentuk dayung”. Alat terbuat dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor dan alat
Universitas Sumatera Utara
dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Dayung melewati diameter batang sehingga dasar dayung dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm lebih kurang 2 mm antara dayung dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Dayung dan batang-batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut yang inert. Sediaan dibiarkan tenggelam didasar wadah sebelum dayung mulai diputar (Ditjen POM, 1995). Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 ± 0,50 C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas halus dan tepat. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan
putar yang dikehendaki dan
mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang sekitar 4% (Ditjen, POM, 1995). Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara progresif, yaitu pembentukan dispersi molekuler. Tahap kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan (Aiache, JM. 1993).
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa metode resmi untuk melakukan uji disolusi tablet atau kapsul yaitu: 1.
Metode Rotating Basket (Alat 1) Metode rotating basket (alat 1) terdiri dari keranjang silindrik yang
ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu 370C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian persyaratan yang ada. Metode basket kurang peka terhadap kemiringan, tetapi lebih peka terhadap penyumbatan yang disebabkan oleh bahan yang bersifat gom. Potongan-potongan partikel kecil juga dapat menyumbat saringan keranjang, selain itu gelembung-gelembung udara pada permukaan sediaan obat dapat juga mempengaruhi pelarutan. 2.
Metode Paddle (Alat 2) Metode paddle (alat 2) terdiri dari suatu dayung yang dilapisi khusus,
yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam tabung pelarutan yang beralas bulat untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air bersuhu konstan 370C. Posisi dan kesejajaran letak dayung ditetapkan dalam USP. 3.
Metode Disintegrasi Yang Dimodifikasi (Alat 3) Pada dasarnya metode ini menggunakan alat disintegrasi sesuai dengan
yang ditetapkan dalam USP yaitu basket and rack yang dirakit untuk menguji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan.
Universitas Sumatera Utara
Diameter keranjang juga diubah dari 21,5 mm menjadi 0,254 mm (mes 40x40) sehingga selama pelarutan partikelnya tidak akan jatuh melalui saringan. Jumlah pengadukan dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel,1988). Perbedaan aktivitas biologi dari suatu obat mungkin disebabkan oleh laju disolusi dimana obat menjadi tersedia untuk organisme tersebut. Dalam banyak hal, laju disolusi merupakan tahap yang menentukan dalam proses absorpsi. Hal ini terlihat pada obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk dispersi padat seperti : tablet, kapsul atau suspensi. Bila laju disolusi merupakan tahap yang menentukan laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan lama respons, serta kontrol bioavailabilitas obat tersebut kseluruhan dari bentuk sediaannya (Ansel,1985). 2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Disolusi Obat 2.3.1 Faktor lingkungan selama uji disolusi 1. Intensitas pengadukan, kecepatan dan tipe aliran cairan, serta faktor geometri. 2. Gradien konsentrasi (perbedaan konsentrasi antara kelarutan obat dalam medium disolusi dan konsentrasi rata-rata dalam ruahan cairan). 3. Komposisi medium disolusi pH, kekuatan ion, viskositas, tegangan permukaan, dan sebagainya. Semua penting dan memerlukan komposisi medium. 4. Temperatur dari medium disolusi 2.3.2 Faktor terkait dengan sifat fisiko kimia obat A. Faktor yang mempengaruhi kelarutan
Universitas Sumatera Utara
1. Polimorfisme 2. Keadaan amorf dan solvat 3. Asam basa, basa bebas, atau bentuk garam 4. Pembentukan kompleks, larutan padat dan campuran eutiktikum 5. Ukuran partikel 6. Surfaktan (Agoes Goeswin, 2008). B. Pengaruh Perubahan Keadaan Fisik 1. Bentuk kristal dan amorf Partikel padat bisa berada dalam bentuk kristal atau amorf. Bentuk kristal dianggap sebagai bentuk yang teratur. Bentuk amorf tidak mempunyai struktur yang tetap, dalam tiga dimensi susunannya tidak tetap. Pada penelitian biofarmasetik diketahui dengan tepat struktur zat aktif yang digunakan adalah bentuk kristal atau amorf, karena kedua bentuk tersebut mempunyai sifat fisik yang berbeda dan berpengaruh pada aktivitas farmakologik dan juga stabilitas kimianya (Aiache, 1993). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa zat amorf lebih mudah larut dari pada bentuk kristal. Energi yang dibutuhkan untuk menyusun molekul dalam susunan kristal lebih banyak dibandingkan untuk menyusun molekul dalam keadaan amorf yang tidak teratur (Aiache, 1993). 2. Bentuk polimorfisme Suatu senyawa dikatakan dalam bentuk polimorfisme bila dalam keadaan padat senyawa tersebut mempunyai berbagai sistem kristal berbeda, sebagai fungsi dari suhu dan keadaan penyimpanan. Bentuk-bentuk polimorfisme
Universitas Sumatera Utara
biasanya menunjukkan sifat fisika-kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutannya (Aiache, 1993). 2.4 Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Metode yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, sinar tampak, infra merah dan serapan atom. Rentang panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah 2,5-4,0 m atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995). Dalam analisis spektrofotometer digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok kedalam daerah ultraviolet spectrum. Instrumen yang digunakan adalah spektroforometer. Keuntungan utama spektrofotometer adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Basset, 1994). Spektrofotometri adalah suatu alat instrument untuk mengukur transmitan atau absorpsi pada sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrument semacam ini dapat dikelompokkan secara manual atau merekam sebagai berkas tunggal atau berkas rangkap dengan perekam automatic terhadap spectra absorpsi (Underwood, 1981). Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer meliputi: sumber energi cahaya yang berkesinambungan, monokromator, tempat cuplikan, suatu wadah untuk sampel, detector radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat dan alat perekam (Underwood, 1981).
Universitas Sumatera Utara
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometer: 1. Penetapan panjang gelombang 2. Penetapan kurva operating time serapan 3. Pembuatan kurva kalibrasi 4. Penetapan kadar sampel (Higuchi, 1991). 2.5 Spektrofotometri Inframerah Spektrofotometri inframerah sangat penting dalam kimia modern, terutama dalam bidang organik. Spektrofotometri inframerah merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Alat yang mencatat spektrum inframerah diperdagangkan dan mudah digunakan pada dasar rutin (Underwood, 1981). Kebanyakan gugus seperti C-H, O-H, C=O, DAN C=N, menyebabkan pita absorpsi inframerah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke yang lain tergantung pada substituent yang lain. Selain frekuensi gugus-gugus ini, yang biasanya dapat ditetapkan secara pasti pita absorpsi, yang asal pastinya sukar untuk dipastikan, tetapi yang luar biasa berguna untuk identifikasi secara kualitatif (Underwood, 1981). Biasanya dalam spektrum inframerah terdapat banyak puncak, artinya puncak yang ada jauh lebih banyak daripada jumlah yang diharapkan dari vibrasi pokok, sehingga perlu diperhatikannya letak (frekuensi), bentuk melebur atau tajam, dan intensitasnya (kuat atau lemah). Dengan demikian dapat dibedakan spektrum serapan dari zat yang satu dengan zat yang lainnya. Fourier transform infrared (FTIR) sudah sering digunakan untuk mengkarakterisasi interaksi obat
Universitas Sumatera Utara
polimer didalam dispersi padat. Struktur penggunaan secara kualitatif ini adalah penerapan yang utama dari spektrokopis inframerah dibidang farmasi (Agoes Goeswin, 2008). 2.6 Difraksi Sinar X Sinar X mempunyai panjang gelombang 10-12 - 10-18 meter (10-2-102A0) dan dapat didifraksi oleh kristal serta menghasilkan pola difraksi yang dapat difoto pada plat peka yang diletakkan dibelakang kristal. Dengan metode ini bangun kristal dapat diamati (Martin, 1993). Dalam metode ini suatu sinar X monokratis difokuskan pada suatu lempengan berisi zat yang ditumbukkan halus yang akan diamati. Karena di dalam serbuk tersebut bidang-bidang kristal diorientasikan pada semua sudut yang mungkin, maka akan selalu ada beberapa kristal yang mempunyai orientasi pada sudut yang tepat sehingga dapat memberikan gambaran difraksi maksimum yang saling menguatkan dari semua bidang-bidangnya secara simultan. Difraksidifraksi maksimum tersebut dipotret pada suatu film yang ditempatkan di belakang sampel dalam bentuk seperti busur setengah lingkaran. Sinar terdifraksi yang diperoleh dengan cara ini membentuk kerucut-kerucut konsentrasi yang berasal dari serbuk yang diamati. Apabila kerucut-kerucut ini difoto pada suatu film kecil yang berukuran sempit, maka akan tampak garis-garis hampir vertikal yang tersusun pada kedua sisi noktah pusat, merupakan suatu pusat maksimum tunggal, dimana jumlah pusat maksimum semacam itu ditentukan dengan hukum Bragg (m=2d sin ө). Pola-pola difraksi yang diperoleh dari berbagai macam zat padat merupakan karakteristik dari zat yang bersangkutan. Sesuai dengan hal ini, maka metode difraksi sinar X sering digunakan dalam analisa kimia kualitatif dan
Universitas Sumatera Utara
kuantitatif untuk mengidentifikasi dan mengestimasikan zat murni dan campuran zat (Moechtar, 1990). 2.7 Anova Analisis varians (analysis of variance, ANOVA) adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk kedalam cabang statistik inferensi. Analisa Anova atau tepatnya One-Way Anova menghasilkan suatu one-way analysis of variance untuk suatu quantitative dependent variable oleh adanya single factor (independent) variable. Analisis perbedaan digunakan untuk menguji hipotesis yang beberapa rata-ratanya adalah sama (Teguh Wahyono, 2009). Duncan: Uji mini yang digunakan untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang ada dari percobaan tersebut, serta masih dapat mempertahankan tingkat signifikasi yang ditetapkan (Andi, 2009). 2.8 Piroksikam 2.8.1 Sifat fisikokimia
Gambar 2.8 Rumus bangun piroksikam
Rumus molekul
: C15H13N3O4S
Berat Molekul
: 331,35
Universitas Sumatera Utara
Pemerian
: Serbuk berwarna hampir putih atau coklat terang atau kuning terang dan tidak berbau, sedangkan bentuk monohidratnya berwarna kuning.
Kelarutan
: sangat sukar larut dalam air, dalam asam encer dan sebagian besar pelarut organik; sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali yang mengandung air (Ditjen POM, 1995).
2.8.2 Sinonim piroksikam
4-hydroxy-2-methyl-N-(2 -pyridyl)-2H, 1,2 benzothiazine
Rexicam
Maxicam
Pirodene
Felden
Roxidene (Ditjen POM, 1995; Tan Hoan, 2007).
2.8.3 Farmakologi piroksikam Obat-obat anti inflamasi non steroid (AINS) telah lama memegang peranan penting dalam terapi penyakit inflamasi. Contohnya adalah piroksikam. Pengujian secara invitro menunjukkan bahwa piroksikam menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam pembentukan prostaglandin. Prostaglandin merupakan salah satu mediator kimia yang dilepaskan selama terjadinya inflamasi (peradangan) (Wilmana, 1995). Tampaknya aktivitas antiinflamasi piroksikam tergantung pada kemampuanpenghambatan produksi prostaglandin ini. Aktivitas antipiretiknya praktis sama dengan aspirin. Piroksikam mempunyai waktu paruh rata-rata 50-60 jam dengan pertimbangan bahwa hal tersebut bergantung dari variasi masing-masing individunya. Waktu paruh yang panjang memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
dosis satu kali sehari. Toksisitas meliputi gejala-gejala gastrointestinal (20% dari pasien), pusing, tinnitus, sakit kepala dan ruam kulit (Katzung, 2002). Piroksikam merupakan derivate benzothiazin yang berkhasiat analgetis, antipiretis dan anti radang kuat dan lama. Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat dilambung, terikat 99% pada protein plasma (Tan, Hoan, 2007). 2.8.4 Efek samping piroksikam Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46%, dan 4-12% dari jumlah pasien terpaksa menghentikan obat ini. Efek samping yang tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak lambung. Efek samping lainnya adalah pusing, tinnitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan diberikan kepada wanita hamil, pasien tukak lambung dan pasien yang minum antikoagulan. Indikasi prioksikam hanya untuk penyakit inflamasi sendi. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberi respon cukup dengan AINS yang lebih aman (Tan Hoan, 2007). 2.9 Polietilen Glikol PEG (Polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini mrupakan salah satu jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik apabila ditambahkan dalam formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan yang dapat membentuk komplek dengan berbagai obat. Cangkang kapsul dengan menggunakan basis polietilen glikol memiliki beberapa keuntungan karena
Universitas Sumatera Utara
sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur (Martin, 1993). Polietilen glikol adalah suatu polimer tambahan dari etilen oksida dan air yang dinyatakan dengan rumus: H(OCH2CH2)nOH. Dimana n adalah jumlah ratarata gugus oksietilen. Pemerian umumnya ditentukan dengan bilangan yang menunjukkan bobot molekul rata-rata menambah kelarutan dalam air, tekanan uap, higroskopisitas, dan mengurangi kelarutan dalam pelarut organik, suhu beku, berat jenis dan naiknya kekentalan. Bentuk cair umumnya jernih dan berkabut, cairan kental, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna, agak higroskopik, bau khas lemah. Suhu 250C lebih kurang 1,12. Bentuk padatan biasanya praktis tidak berbau dan tidak berasa, putih, licin seperti plastik, mempunyai konsistensi seperti malam, serpihan butiran atau serbuk, putih gading (Ditjen POM, 1995). Polietilen glikol (PEG) 6000 adalah polietilen glikol dengan rumus molekul H(OCH2CH2)nOH harga n 158 dan 204 dan bobot molekul 7000-9000. Nama lain dari polietilen glikol adalah makrogol 6000 dan poligol 6000. Poletilen glikol 6000 berupa serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis tidak berbau, tidak berasa, dengan data kelarutan sebagai berikut: mudah larut dalam air, dalam etanol (96%)P, dan dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P, suhu beku 560C sampai dengan 630C (Leuner dan Dresman, 2000).
Universitas Sumatera Utara