BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani maupun rohani tenaga kerja, pada manusia umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara keilmuan K3, kebakaran diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Forum, 2008). Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. No. Kep. 463/MEN/1993 adalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditunjukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efesien. Pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik), penentuan kebijakan pemerintah atas praktekpraktek perusahaan di tempat-tempat kerja dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda, dan hukuman-hukuman lain. Kecelakaan kerja merupakan sarana utama untuk mencegah kecelakaan seperti cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja dalam hubungannya dalam perlindungan tenaga kerja adalah salah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Kecelakaan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya akan membawa iklim yang aman dan
tenang dalam bekerja sehingga sangat membantu hubungan Kerja yang baik (Suma’mur, 1996). 1. Keselamatan Kerja (Tarwaka, 2008) Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi, keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang berada dalam perusahaan. Dengan demikian, jelas bahwa keselamatan kerja adalah merupakan sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa luka/cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda, kerusakan peralatan/mesin dan lingkungan secara luas. Peraturan perundangan diharapkan akan dicapai keamanan dan keselamatan kerja untuk memberikan jaminan rasa aman dan tentram, meningkatnya kegairahan bekerja bagi para tenaga kerja guna mempertimbangkan kualitas pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja perusahaan. Pada UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi setiap orang atas badan yang menjalankan usaha, baik formal maupun informal, dimanapun berada dalam upaya memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang yang berada di lingkungan usahanya. 2. Kesehatan Kerja Tarwaka (2014) menjelaskan pengertian mengenai Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja antara lain:
a. Kesehatan Kerja sebagai suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat berkaitan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. b. Kesehatan Kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan/kedokteran yang mempelajari bagaimana melakukan usaha penyembuhan terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya baik fisik, mental maupun sosial. c. Penyakit Akibat Kerja ditetapkan berdasarkan karateristik penyebab dan proses terjadinyalambat (kronis). Bila proses terjadinya cepat atau mendadak disebut kecelakaan. Dengan demikian, penyakit akibat kerja adalah penyakit yang murni ditimbulkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Etiologi penyakit akibat kerja jelas dapat ditentukan di tempat kerja. Menetapkan adanya penyakit akibat kerja dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kepentingan antara lain: 1) Ganti rugi kompensasi atau asuransi; 2) Pencegahan penyakit sebagai tindakan preventif sebelum penyakit yang disebabkan karena pekerjaan muncul; 3) Pengobatan penyakit sebagai tindakan kuratif karena pekerja atau keluarganya menderita sakit; 4) Tindakan rehabilitate agar pekerja dapat kembali bekerja secara normal; 5) Laporan atau catatan medis untuk kepentingan analisa data secara statistik.
B.
Kebakaran
1. Pengertian Kebakaran Kebakaran adalah suatu kejadian yang berlangsung cepat dari suatu bahan yang disertai dengan timbulnya nyala api atau penyalaan (Depnaker, 1997). Kebakaran secara umum juga dapat diartikan sebagai peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan keselamatan jiwa maupun harta benda (PERDA DKI No. 3/1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam wilayah DKI Jakarta). Kebakaran merupakan api yang tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran, hampir terbakarpun berarti kebakaran (Depnakertras RI, 2006). Kebakaran dapat terjadi karena proses persenyawaan antara bahan bakar, oksigen dan panas (Akhmadsyah, 2009). a. Oksigen Oksigen adalah suatu unsur/zat yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Demikian pula api, tanpa kehadiran oksigen, api tidak akan terjadi. Pada proses pembakaran, oksigen merupakan alat oksidasi. b. Bahan bakar Benda yang mudah terbakar adalah benda yang mempunyai suhu penyalaan rendah. Sebaliknya benda-benda yang mempunyai suhu penyalaan tinggi akan sulit terbakar. Yang termasuk bahan-bahan yang mudah terbakar adalah semua benda padat, cair, gas yang dapat terbakar. Misalnya : Kain, kertas, kayu, oli, bensin, solar, gas, LPG. c. Panas Dengan adanya panas maka suatu bahan akan mengalami perubahan temperatur, sehigga akhirnya mencapai titik nyala sebagai akibatnya bahan tersebut menjadi mudah sekali terbakar. Adapun sumber-sumber panas yaitu loncatan bunga api,
pemetik api, api las grinda, listrik karena hubungan singkat. Reaksi ketiga unsur tersebut dapat digambarkan dalam segitiga yang disebut “SEGITIGA API”.
Panas
Oksigen
Bahan Bakar
Gambar 2.1 Segitiga Api
2. Klasifikasi-klasifikasi Kebakaran Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per. 04/Men/1980 kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu: a. Kebakaran kelas A Kebakaran yang terjadi pada bahan padat kecuali logam, kelas ini mempunyai ciri meninggalkan arang atau abu. Unsur kebakaran biasanya mengandung karbon. Misalnya kayu, plastik, teksil, dan karet. Prinsip pemadam kelas ini adalah dengan menurunkan suhu dengan cepat. Jenis pemadam cocok dengan menggunakan air. b. Kebakaran kelas B Kebakaran yang terjadi pada bahan cair dan gas yang mudah terbakar, kelas ini terdiri dari unsur bahan dari minyak bumi dan turunan kimia. Misalnya: bensin, minyak, gas alam. Prinsip pemadamannya dengan yang menghilangkan unsur
oksigen dan menghalangi nyala api. Jenis pemadam yang tepat menggunakan busa/foam. c. Kebakaran Kelas C Kebakaran yang terjadi pada instalasi listrik, misalnya terjadinya arus pendek pada kabel listrik. Jenis pemadaman yang cocok menggunakan gas halon, CO2, dan dry cheminal. d. Kebakaran Kelas D Kebakaran yang terjadi pada bahan logam. Misalnya: besi, baja, magnesium. Prinsipnya dengan cara melapisi permukaan logam yang terbakar dengan mengisolasinya dari oksigen (Permenaker, 1980). 3. Penyebab Kebakaran Menurut Anizar 2009, kebakaran disebabkan oleh sumber-sumber yang membantu adanya nyala api (terbakar), yaitu: a. Instalasi dan peralatan listrik (23%) Sekarang ini masih banyak pabrik perlengkapan listrik yang kualitas produknya rendah kemudian mensuplainya ke pasar. Hal ini tentunya akan dikonsumsi oleh instalasi dan pemakai listrik yang mengutamakan keuntungan tanpa memikirkan akibat fatal yang akan ditimbulkan. b. Merokok (18%) Secara tidak langsung perokok pun berpotensi mendatangkan potensi kebakaran sebab bagi yang merokok selalu membawa korek yang menjadi sumber api. c. Gesekan (10%)
Gesekan-gesekan yang tidak perlu pada mesin-mesin yang tidak terpantau sehingga dapat menimbulkan percikan api. d. Bahan yang lewat panas (8%) Terjadi pada benda-benda yang saat dipanaskan tidak terpantau dengan baik. e. Permukaan yang panas (7%) Yaitu panas pada permukaan boiler, lampu pijar, logam panas yang dapat menyalakan bahan mudah menyala. Pencegahan dapat dilakukan dengan isolasi dan sirkulasi udara pada permukaan panas. f. Nyala dari alat pembakar (7%) Seperti pada alat pemanas listrik (oven dan pembakar). g. Percikan api (5%) Suatu partikel kecil yang begitu panas dan jelas berpijar, percikan itu dapat timbul dari penggunaan batu api dan cakram rem. h. Ignasi spontan (4%) Terjadi akibat dari bahan sisa sampah yang pakai pemanasan. i. Pemotongan dan pengelasan logam (4%) Api berasal dari percikan logam panas. j. Pemaparan panas (3%) Biasanya pada dinding-dinding yang terdapat instalasi listrik. k. Sabotase/ dibakar orang (3%) Faktor kesengajaan dari manusia itu sendiri. l. Percikan mekanis (2%) Misalnya pada mesin-mesin tekstil.
m. Bahan yang meleleh (2%) Logam panas hasil peleburan yang lelehannya terlepas. n. Reaksi kimia (1%) Reaksi kimia yang tidak terkendali. o. Percikan statis (1%) Terjadi pada alat listrik tanpa landasan. p. Petir (1%) Merupakan faktor alam yang tak bisa dihindari. q. Lain-lain (1%) C. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari atau mewaspadai akan faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan program pendidikan dan pengawasan, beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan
yang
cermat
dan
teratur
atas
bangunan
dan
kelengkapannya,
inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik atas peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik dari segi kesiapan untuk digunakan maupun dari segi kemudahan untuk mengaksesnya. Pada upaya mengatasi terjadinya kebakaran, perlu diadakan upaya pencegahan terlebih dahulu. Di antaranya dengan penanganan terhadap bahan mudah nyala dengan cermat dan aman, pengklasifikasian lokasi kebakaran, menghindari sumber api, penggunaan tahan ledakan, pelaksanaan cara kerja yang aman, dan penggunaan kaleng pengaman untuk keperluan pengaman harian cairan bahan bakar (Anizar, 2009).
1. Penanganan bahan mudah nyala Bahan mudah nyala apabila terkena api akan menyebabkan ledakan yang mudah menyebar dan mengakibatkan kerusakan intensif. 2. Klasifikasi lokasi kebakaran Pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung meliputi atas ketentuan-ketentuan, aspek konstruksi, proteksi dan penghunian, kriteria minimal untuk perancangan fasilitas jalan keluar yang aman. Sehingga usaha mencegah dan menaggulangi bahaya kebakaran pada bangunan gedung dapat tercapai. 3. Menghindari sumber api Penanganan terhadap peralatan listrik, api rokok dan percikan api. 4. Penggunaan penutup tahan ledakan Berfungsi untuk mencegah rambatan ledakan keluar dan penahan nyala, misalnya pada kabinet dari logam. 5. Laksanakan cara kerja aman Cara yang sebaiknya dilakukan adalah: a. Menggunakan daya listrik secukupnya. b. Menyimpan bahan bakar yang diperlukan saja. 6. Pemindahan/ pengemasan cairan a. Gunakan peralatan tahan ledakan pada lokasi. b. Hindari percikan listrik statis. c. Gunakan lapisan konduktor pada lantai. 7. Menggunakan wadah kaleng pengaman untuk keperluan pengaman harian cairan bahan bakar.
8. Penataan lingkungan untuk pencegahan kebakaran Setiap bangunan harus memiliki atau menyediakan jalan-jalan lingkungan dengan lebar dan luas yang cukup untuk operasional kendaraan pemadam kebakaran. 9. Penggunaan peralatan pencegahan kebakaran.
D. Alat-Alat Proteksi Kebakaran Berikut ini adalah alat-alat yang digunakan ditempat kerja / gedung-gedung dalam antisipasi bahaya kebakaran Menurut Anizar (2009) : 1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Peralatan ini merupakan peralatan yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah tersebut. 2. Hydran Ada tiga jenis Hydran, yaitu Hydran gedung, Hydran halaman dan Hydran kota, dan penempatan Hydran tersebut sesuai dengan namanya. 3. Detektor Ada beberapa jenis Detektor, antara lain: a. Detektor Manual Sesungguhnya alat ini pasif dan sukar disebut sebagai detektor, karena yang bertindak sebagai detektor adalah manusia. Alat ini merupakan kotak tertutup, berisi saklar tarik atau tuas handel untuk menyempunyikan alarm. Manusia bila melihat kemungkinan
terjadinya kebakaran di satu ruang, diharapkan memecah atau menarik tutup alat ini dan menarik tuas didalamnya. b. Detektor Panas Karena kesederhanaannya, detektor ini juga paling lambat responnya. Sebelum mengirim alarm, ia memerlukan waktu pemanasan yang cukup. c. Detektor Asap Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam gedung. d. Detektor Ion Api membesar secara bertahap, pada awalnya bila suatu benda terbakar ia mengeluarkan ion-ion, kemudian terlihat asap dan baru terlihat nyala api. e. Detektor Nyala Api Merupakan detektor khusus. Pada kasus kebakaran bahan-bahan tersebut seperti bensin atau bahan bakar lainnya, nyala api terlihat dahulu sebelum api, bahkan seringkali asap yang terjadi sangat sedikit. Pada khasus semacam ini gunakan detektor nyala api. 4. Alarm Kebakaran Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat. 5. Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana ada sprinkler tersebut.