4
TINJAUAN PUSTAKA
Cycas revoluta Taksonomi dan Asal Tanaman C. revoluta pertamakali dikenalkan oleh Thunberg. Sejak saat itu C. revolutamenjadi tanaman primadona sebagai tanaman lanskap dengan segala kelebihannya. Sikas ini termasuk tanaman dalam famili Cycadaceae. Nama Cycadaceae sendiri diambil dari bahasa Yunani dari kata Cyca yang berarti palem. Namun, berbeda dengan palem sebenarnya yang termasuk dalam kelompok angiospermae, Cycas spp. merupakan tanaman yang termasuk ke dalam kelompok gymnospermae. Cycas spp. secara taksonomi dapat diklasifikasikan sabagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Cycadophyta
Kelas
: Cycadopsida
Superfamili
: Cycadales
Famili
: Cycadaceae
Genus
: Cycas
Spesies
: C. revoluta
Tanaman ini berasal dari Jepang dan Cina bagian Selatan. Sikas ini memiliki beberapa nama, antara lain Sago Palm, King Sago Palm, dan Japanese Sago Palm (Northropetal. 2010).
Morfologi Tanaman C. revoluta memiliki batang yang pendek, warna cokelat tua dan tidak bercabang. Daun tumbuh secara spiral pada pelepah yang memiliki ukuran panjang dua sampai tiga kaki. Anak daun sikas ini memiliki tipe daun majemuk pinate dan tidak memiliki tulang daun. Daun berwarna hijau tua dengan panjang mencapai empat sampai delapan inci, daun majemuk membentuk sisir, panjang, ramping, dan meruncing di ujung. Tanaman ini dapat tumbuh mencapai ketinggian delapan kaki, namun laju pertumbuhannya sangat lamban yaitu satu
5
sampai dua inci per tahun. Perakaran C. revoluta merupakan akar serabut.Sikas ini termasuk ke dalam kelompok diecious, yang artinya struktur kelamin jantan dan betina berada pada tanaman terpisah. Jika ingin mendapatkan benih, tanaman jantan dan betina haruslah ditumbuhkan dengan posisi berdekatan agar spora dapat disebarkan baik oleh angin ataupun serangga. Struktur kelamin jantan dinamakan mikrosporophills, berbentuk corong yang terletak pada tengah-tengah lingkaran pelepah. Struktur kelamin betina disebut megasporophylls biasanya terletak lebih rendah, berbentuk bulat, dan berada di tengah-tengah lingkaran pelepah (Geisel 2001).
Aulacaspis yasumatsui Taksonomi dan Morfologi Secara taksonomi A. yasumatsui dapat dikelompokkan sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hemiptera
Superfamili
: Coccoidea
Famili
: Diaspididae
Subfamili
: Diaspidinae
Genus
: Aulacaspis
Spesies
: A. yasumatsui
Kutu jantan mengalami perubahan dari instar, pupa, kemudian imago hanya dalam beberapa hari. Imago jantan memiliki tungkai, sepasang sayap, dan tidak makan. Kutu betina mengalami tiga perubahan instar dan satu imago. Instar kedua, ketiga, dan imago betina tidak memiliki tungkai (pub. USDA).Instar pertama (crawler) aktif bergerak karena memiliki tiga pasang tungkai. Perisai berwarna putih terbentuk dari kulit fase sebelumnya dan sekresi lilin. Bagian perisai pada KAS jantan berwarna putih, memanjang, hampir sejajar sama sisi, dengan dua atau tiga garis punggung. Imago KAS betina memiliki panjang sekitar 2.0 mm, lebih besar dari jantan, berbentuk hampir oval, dengan perisai putih bertekstur halus.Jika perisai diangkat, terlihat tubuh KAS betina berwarna cokelat
6
kemerahan dan telur yang diletakkannya.Telur berwarna kuning pucat saat pertama kali diletakkan dan menjadi cokelat kemerahan saat hampir menetas (Muniappanet al. 2012).
Biologi Hama Telur disimpan di bawah perisai imago betina dan menetas dalam 12 hari pada suhu 25oC (Weisslinget al. 1999). Bailey et al. (2010) melaporkan bahwa imago betina KAS dapat meletakkan telur lebih dari seratus butir.Setelah menetas, hama masuk pada fase instar satu yang disebut crawler. Crawler memiliki kemampuan memencar untuk mencari titik tempat ia menghisap cairan tanaman. Selain itu, crawler juga dapat disebarkan oleh angin. Saat mereka menemukan tempat yang tepat untuk makan, mereka akan mulai menghisap, berganti ke fase perkembangan berikutnya, dan akan menetap menyelesaikan siklus hidupnya. Bergantung kepada suhu setempat, kutu betina memasuki imago, melakukan perkawinan, bertelur, hingga melahirkan generasi berikutnya dalam 21-35 hari (pub. USDA). Instar pertama akan mengalami perubahan ke fase berikutnya setelah dua minggu. Sekitar satu bulan setelah menetas, hama masuk ke fase instar (pradewasa). Selanjutnya pada kutu betina, mereka akan langsung memasuki fase imago (dewasa). Sedangkan kutu jantan mengalami fase pupa. Kemudian muncul sebagai imago. Setelah melakukan perkawinan, spesies betina mampu bertahan hidup selama kurang lebih satu bulan untuk berreproduksi dengan meletakkan hingga 100 telur di bawah perisainya (Howard et al. 1999). Perkembangan hama sangat bergantung pada suhu lingkungan. Baileyet al. (2010) melaporkan tentang biologi A. yasumatsui pada kondisi laboratorium, yaitu dengan suhu 24 ± 1oC dan kelembapan udara 70 ± 10% RH. Telur yang diletakkan oleh imago betina memiliki masa inkubasi dengan kisaran 7.27 sampai 7.30. Pada KAS betina perkembangan yang diamati adalah fase nimfa instar satu dengan rataan lama hidup 8.58 hari, fase nimfa instar dua dengan rataan lama 10.08 hari, lama fase nimfa instar tiga mencapai rataan 10.00 hari, lama hidup untuk fase pradewasa mencapai rataan 35.92 hari, dan imago dapat mencapai hidup maksimal enam puluh tujuh hari. Berbeda dengan KAS betina, spesies jantan memiliki rentang waktu hidup lebih singkat. Fase instar satu diselesaikan
7
dalam waktu rataan 9.40 hari, lama fase instar dua mencapai rataan 9.60 hari, fase pradewasa kutu jantan diselesaikan dalam waktu rataan 26.33 hari, dan imago jantan hanya hidup satu hari saja.
Kisaran Inang Diungkapkan oleh Weisslinget al. (1999), A. yasumatsui telah menyebar di wilayah negara-negara bagian, terutama sepanjang Miami dan menyerang berbagai tanaman sikas. Kisaran inang KAS disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1 Famili Cycadaceae
Zamiaceae
Kisaran inang A. yasumatsui(Sumber: Howard et al. 1999) Genus Cycas
Dioon
Encephalartos
Microcycas Stangeriaceae
Stangeria
Spesies media R. Brown panzhlhuaensis L. Shou dan S. Y. Yang revoluta Thunberg rumphii Miguel seemannii A. Braun szehuanensis W. C. Cheng dan L. K. Fu thouarsii R. Brown ex Gaudich wadei Merrill califanoi De Luca dan Sabatori edule Lindley merolae De Luca rzedowskii De Luca, Moreti, Sabatori, dan Vasquez spinulosum Dyer (hanya strobilus) tomasellii De Luca var. Sonorense barteri Miguel (hanya strobilus) ferox Bertoloni hildebrandtii nr. Lembombensis A. braun dan Bouch manikensis Gililand pterogonus R. A. Dyer dan I. Verd whitelockii P. J. H. hurter colocoma (Miguel) de Candolle (hanya strobilus) eriopus (Kunze) Bailon
Asal Geografis Australia & Papua Nugini China Jepang, kepulauan Ryukyu India, Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik Kepulauan Pasifik Cina Afrika Filipina Meksiko Meksiko Meksiko Meksiko Meksiko Meksiko Afrika Afrika Afrika Afrika Afrika Afrika Cuba Afrika
8
Persebaran Hama Hama ini untuk pertama kalinya dipertelakan oleh Dr. Sadao Takagi di Thailand pada tahun 1977 dari koleksi spesimen K. Yasumatsu yang berasal dari wilayah Bangkok pada tanaman Cycas sp. pada tahun 1972. Sejak awal tahun 1990-an KAS menyebar ke luar wilayah asalnya, yang diduga karena adanya importasi sikas dari wilayah terserang. Pada tahun 1996 hama ini ditemukan menyerang C. revoluta di Florida (Howard et al. 1999) dan pada tahun 1999 di Puerto Rico (Segarra-Carmona dan Perez-Padilla 2008). Hal yang sama terjadi juga di Asia. Hama KAS masuk ke Cina bagian selatan pada tahun 1990-an melalui importasi C. insermis Lour dari Vietnam, kemudian menyebar
ke
Hongkong, lalu ke Taiwan, dan juga ke Singapura. Hama ini juga dilaporkan kemudian menyebar ke wilayah Pasifik seperti Hawaii dan Guam (Haynes 2005). Hama KAS dilaporkan beberapa kali terintersepsi pada sikas di beberapa pelabuhan masuk seperti di Republik Korea (Suh & Hodges 2007).A. yasumatsui terintersepsi di pelabuhan Perancis pada Januari 2006, kutu ini masuk bersamaan dengan importasi tanaman sikas dari Pantai Gading, Afrika. Sedangkan pada April 2006, hama ini terintersepsi pula di pelabuhan Inggris, kutu ini ditemukan pada daun sikas yang diimpor dari Vietnam melalui Belanda (Germain dan Hodges 2007). Pada tahun 2011, KAS ditemukan menyerang C. revoluta di beberapa lokasi di Bogor (Muniappan et al. 2012).