5
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Pepaya Buah pepaya tergolong buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Daging buahnya lunak dengan warna merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Nilai gizi buah pepaya cukup tinggi karena banyak mengandung provitamin A dan vitamin C, juga mineral kalsium, selain itu dengan mengonsumsi buah pepaya ini akan memudahkan orang yang mengkonsumsi buang air besar (Kalie, 2008). Pepaya memiliki kandungan gizi yang lengkap, yang jarang terdapat pada buah-buahan lain. Disamping itu, buah pepaya juga merupakan sumber enzim papain dan pektin yang bernilai ekonomi sangat tinggi. Buah pepaya merupakan komoditas pertanian yang relatif murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat di segala lapisan. Sementara produk-produk olahan yang dihasilkan dari buah pepaya ini memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan banyak diminati oleh konsumen dalam dan luar negeri. Kondisi semacam ini sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suprapti, 2005). Hampir seluruh bagian tanaman pepaya memiliki multi guna bagi kehidupan manusia. Tanaman
ini
layak disebut “multi guna” karena dapat
dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman, obat tradisional, pakan ternak, industri penyamakan kulit, pelunak daging, dan bahan kecantikan (kosmetika). Dari pepaya daun, bunga, buah serta getah pepaya mempunyai manfaat yang sangat baik jika diolah lebih lanjut (Rukmana, 2003).
5
6
Buah pepaya yang masih muda dapat dimanfaatkan sebagai sayur. Selain itu, buah yang masih muda dapat menghasilkan enzim (papain) yang dapat digunakan untuk keperluan tertentu seperti mengempukkan daging. Buah pepaya yang setengah tua dapat dimanfaatkan untuk membuat manisan. Buah pepaya dapat digunakan untuk membuat berbagai makanan olahan. Bunga pepaya ternyata memiliki rasa yang cukup lezat dan merupakan sumber provitamin A (Warisno, 2003). Pepaya merupakan buah yang sangat populer, karena kaya akan vitamin A dan vitamin C. Pepaya juga dapat diolah menjadi produk baru seperti sari pepaya dan dodol pepaya. Selain itu, di dalam industri makanan, pepaya sering dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan saos tomat, yakni untuk menambah cita rasa, warna, dan kadar vitamin. Manfaat pepaya adalah sebagai sumber vitamin, protein, dan serat bagi tubuh, sebagai detoxificator (mengeluarkan racun dalam tubuh) dan sebagai obat cacing serta malaria (Nixon, 2009). Selama 10 tahun terakhir ini produksi buah pepaya menunjukkan peningkatan. Kenaikan produksi buah pepaya ini tampaknya berlanjut sesuai dengan permintaan pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, kenaikan produksi buah ini juga dipengaruhi oleh adanya pembangunan agroindustri (Rahardi, 2004). Pada tahun 2013 produksi pepaya di Indonesia mencapai 871.282 ton (BPS, 2013).
7
Komposisi Kimia Buah Pepaya Pepaya merupakan tanaman yang mengandung enzim papain, yaitu enzim yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Selain itu, enzim papain juga berfungsi sebagai stabilisator pergerakan usus secara optimal sehingga kerja usus tetap dalam kondisi normal. Selain kandungan papain, buah pepaya juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker usus besar. Serat pepaya dapat mengurangi kadar kolesterol dalam darah sehingga sangat baik untuk menjaga kesehatan jantung dan pada saat yang sama dapat mencegah penyakit jantung (Kurnianti, 2013). Komposisi kimia buah pepaya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia buah pepaya per 100 g bahan Komposisi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) B.d.d (%) Sumber: Departemen Kesehatan RI, (2004).
Jumlah 46,00 0,50 12,20 23,00 12,00 2,00 365,00 0,04 78,00 86,70 75,00
Buah pepaya merupakan sumber vitamin C dan vitamin A. Buah pepaya matang mengandung vitamin A sebesar 365 S.I dan bagian daunnya sebesar 18.250 S.I, sedangkan wortel mengandung vitamin A 12.000 S.I, alpukat 180 S.I, nanas 130 S.I, dan apel hanya 90 S.I. Bagian buah pepaya yang dapat dimakan sekitar 75% (Haryoto, 2006).
8
Pepaya mengandung zat atau unsur senyawa yang sering disebut papain. Komposisi kandungan zat gizi pada buah pepaya cukup tinggi. Pada buah pepaya masak setiap 100 g mengandung kalori sebesar 46 kalori yang berarti lebih besar jumlahnya dibanding buah pepaya muda yang hanya mengandung 26 kalori (Thomas, 2008).
Buah Belimbing Belimbing manis (Averhoa carambola L.) adalah buah yang cukup unik dan menarik. Belimbing manis memiliki bentuk buah seperti bintang sehingga disebut star fruit. Buah belimbing manis memiliki kelebihan, antara lain tahan disimpan dalam keadaan segar, memiliki produktivitas yang tinggi (150 kg buah per pohon per musim), dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, serta berpenampilan menarik (Rukmana, 1996). Belimbing bukan termasuk tanaman musiman. Panen buah belimbing dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Panen besar biasanya bulan Juli – Agustus. Umur petik dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah seperti Jakarta, umur petiknya sekitar 35-60 hari setelah pembungkusan atau 65-90 hari setelah bunga mekar (Rukmana, 1996). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 jumlah produksi belimbing di Indonesia sebesar 71.431 ton sehingga berpotensi besar untuk dijadikan bahan baku sari buah ataupun makanan olahan lainnya disamping kandungan gizinya yang baik. Setelah pemetikan, buah belimbing akan mengalami proses pematangan enzimatik. Proses inilah yang akan menyebabkan buah belimbing menjadi lebih manis, segar, enak, dan renyah (Satyawibawa, 1992). Proses ini juga menyebabkan perubahan warna pada buah belimbing, walaupun demikian hanya
9
sedikit perubahan yang terjadi pada kualitasnya. Laju produksi etilen buah belimbing termasuk rendah bergantung pada tingkat kematangan. Produksi etilen tertinggi terjadi setelah 20 hari penyimpanan pada suhu 20
o
C dan akan
berhubungan dengan kerusakan buah. Untuk laju respirasi buah belimbing akan berbeda bergantung pada jenis atau varietas buahnya dan tingkat kematangannya (Shiesh et al, 1987). Buah belimbing manis kaya akan vitamin C, zat besi dan zat kapur. Buah belimbing dapat digunakan sebagai antioksidan yang berfungsi mencegah penyebaran sel kanker, menurunkan tekanan darah, melancarkan pencernaan, menurunkan kolesterol dan membersihkan usus. Belimbing bertekstur serat yang halus sehingga baik untuk memperlancar pencernaan (Sirait, 1998). Buah belimbing manis dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgesik dan diuretik. Kegunaan dari buah belimbing manis adalah digunakan sebagai obat batuk, demam, kencing manis, kolesterol tinggi dan sakit tenggorokan (Soedibyo, 1998). Buah belimbing manis memiliki efek diuretik yang dapat memperlancar air seni sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung. Suatu makanan dikatakan makanan sehat untuk jantung dan pembuluh darah, apabila mengandung rasio kalium dengan natrium minimal 5:1. Buah belimbing mengandung kalium dan natrium dengan perbandingan 66:1, sehingga sangat bagus untuk penderita hipertensi (Astawan, 2009).
Komposisi Kimia Buah Belimbing Buah belimbing memiliki kandungan nutrisi dan vitamin yang sangat bermanfaat. Kandungan vitamin C yang tinggi dalam belimbing bermanfaat sebagai antioksidan yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dan
10
mencegah radikal bebas. Nutrisi yang terkandung dalam 100 g buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia buah belimbing per 100 g bahan Nutrisi
Satuan Air g Energi kkal Protein g Lemak g Karbohidrat g Diet serat g Gula g Kadar abu g Kalsium mg Besi mg Fosfor mg Seng mg Vitamin C mg Folat µg Asam pantotenat mg Vitamin B1 mg Vitamin B2 mg Kalium mg Sumber : USDA Nutrient Database, (2010)
Kadar 91,38 31,00 1,04 0,33 6,73 2,80 3,98 0,52 3,00 0,08 12,00 10,00 34,40 12,00 0,39 0,03 0,02 133,00
Selai Lembaran Selai merupakan makanan kental atau semi padat yang dibuat dari buahbuahan ditambah gula kemudian dipekatkan agar terbentuk padatan gula terlarut. Selai digunakan untuk mengisi berbagai jenis makanan, seperti isian berbagai jenis roti maupun jenis kue kering. Selai sebagai jenis makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat dalam maupun luar negeri serta mempunyai potensi sebagai produk olahan makanan untuk diperdagangkan (Palupi et al., 2009). Pemanfaatan agar-agar sebagai bahan tambahan selai diharapkan mampu mengubah teksur selai menjadi lembaran yang disukai. Selain itu diharapkan produk ini mampu menjadi salah satu alternatif diversifikasi pengolahan pangan
11
semi basah yang telah ada. Buah-buahan yang dijadikan selai biasanya buah yang sudah masak, tapi tidak terlalu matang dan mempunyai rasa sedikit masam misalnya: stroberi, blueberi, apel, anggur dan pir. Selain itu, selai bisa dibuat dari sayur-sayuran seperti wortel dan seledri. Di Indonesia sebagian besar selai dibuat dari buah-buahan tropis seperti: nanas, srikaya, jambu biji, pala dan ceremai, sedangkan jenis selai yang lain adalah selai kacang (peanut butter) yang dibuat dari kacang tanah yang sudah dihaluskan dicampur mentega atau margarin (Wikipedia, 2011). Untuk menghasilkan selai yang bermutu baik, buah yang akan diolah menjadi selai harus benar-benar matang penuh. Buah seperti ini aromanya sangat kuat, sehingga hasil olahannya mempunyai aroma yang kuat dan wangi pula, meskipun demikian penggunaan buah yang mengkal masih disarankan. Pencampuran buah matang dengan buah yang mengkal dapat memperbaiki konsistensi selai yang dihasilkan. Hal ini disebabkan buah yang mengkal banyak mengandung pektin. Pektin ini sangat diperlukan pada pembuatan selai. Fungsinya ialah untuk menggumpalkan (mengentalkan). Dengan semakin cepatnya selai mengental maka jumlah rendemen meningkat (Satuhu, 1994). Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan selai harus memenuhi persyaratan diantaranya, komposisi bahan berada dalam kondisi ideal yaitu, kandungan gula 65-75%, nilai pH antara 3.3-3.4, dan kandungan pektin 0,75-1,5%. Selai yang baik harus memiliki aroma dan rasa buah asli, serta punya daya oles yang baik artinya tidak terlalu encer (Abidanbita, 2010). Syarat mutu selai disajikan pada Tabel 3.
12
Tabel 3. Syarat mutu selai SNI 3746-2008 No. 1 1. 1 1. 2 1. 3 2 3 4 4. 1 5 6 6. 1 6. 2 6. 3
Kriteria Uji Satuan Keadaan Aroma Warna Rasa Serat Buah Padatan terlarut % Fraksi Massa Cemaran Logam mg/kg Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) mg/kg Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Koloni/g Bakteri Coliform APM/g Staphylococcus Koloni/g aureus 6. 4 Clostridium sp. Koloni/g 6. 5 Kapang/Khamir Koloni/g Keterangan :* Didalam kemasan kaleng Sumber : SNI 3746 (2008).
Persyaratan Normal Normal Normal Positif Minimal 65 Maksimal 250,0* Maksimal 1,0 Maksimal 1 x 10 <3 Maksimal 2 x 10 <10 Maksimal 5 x 10
Dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, selai lembaran terbaik didapatkan dari perlakuan N5G3 yaitu perlakuan dengan perbandingan buah naga merah dan sirsak 20%:80% dengan konsentrasi agar-agar 1,5%. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut menghasilkan nilai kadar vitamin C yang paling tinggi, serat yang tinggi serta tekstur yang kenyal dan rasa yang lebih disukai oleh panelis (Maria, 2014). Dari hasil penelitian Chairi (2004) dihasilkan selai sirsak lembaran terbaik dari perlakuan K2L2 yaitu dengan penambahan konsentrasi karagenan 3,5% dan lama penyimpanan selama 5 hari.
Bahan-bahan Tambahan dalam Pembuatan Selai Lembaran Gula Selain sebagai bahan pemanis, gula juga merupakan pengawet. Kandungan air pada bahan yang diawetkan ditarik dari sel buah sehingga mikroba menjadi
13
tidak cocok lagi tumbuh disana. Gula banyak digunakan untuk mengawetkan bahan makanan yang berasal dari buah-buahan. Bentuk produk olahan yang menggunakan gula sebagai pengawet antara lain sari buah, jam, jelly, marmalade, sirup, manisan basah, manisan kering dan sebagainya (Satuhu, 1994). Fungsi gula dalam produk bukanlah rasa manis saja meskipun sifat ini penting. Jadi gula bersifat menyempurnakan pada rasa asam dan cita rasa lainnya. Daya larut yang tinggi dari gula, ternyata memiliki kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (ERH) dan bersifat mengikat air, sehingga gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle et al., 1987). Penambahan gula dengan konsentrasi tinggi dapat menyerap dan mengikat air sehingga mikroba tidak bebas menggunakan air untuk tumbuh dan berkembang pada produk. Mikroba yang paling mengkontaminasi selai adalah kapang dan kamir. Larutan gula yang pekat dapat menyebabkan tekanan osmotik pada sel jasad renik. Air dari dalam sel terserap keluar sehingga kekurangan air dan mengakibatkan jasad renik mati (Astawan et al., 2004). Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdag angan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumbersumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau jagung, juga menghasilkan
14
semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa (Wikipedia, 2012). Komposisi kimia gula putih disajikan pada Tabel 4 Tabel 4. Komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan Komponen Kalori Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Posfor (mg) Besi (mg) Sumber : Gayo, (1987).
Jumlah 364 94 5 1 0,1
Karagenan Karagenan merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut. Bahan ini dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun mie sehingga dapat dijadikan alternatife pengganti boraks. Harga karagenan relative murah, hanya sekitar 750-900 rupiah untuk 0,5-1,5 gramnya (Yuliarti, 2007). Karagenan diperoleh dari ekstrak rumput laut merah Chondrus sp., Gigartina sp., dan Eucheuma sp., hingga 86 spesies telah dimanfaatkan. Setiap spesies memiliki polimer karagenan yang beragam, dan hal itu juga tergantung umur rumput laut, musim, dan lain sebagainya. Karagenan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut-pelarut lainnya, umumnya perlu pemanasan agar karagenan larut semuanya. Kemampuan karagenan membentuk gel dengan ionion merupakan dasar dalam penggunaannya di bidang pangan. Sifat-sifat karagenan sebagai hidrokoloid adalah reaktivitasnya dengan beberapa jenis protein, khususnya dengan protein susu yang menyebabkan timbulnya sifat-sifat yang menjadi alasan banyak penggunaannya dalam pangan (Cahyadi, 2006). Karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus
15
galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-(1,3) dan β-(1,4). Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat danβ-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% esters ulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua jenis karagenan lainnya. Iota karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6 anhidrogalaktosa. Semua jenis karagenan dapat larut dalam air panas tetapi hanya lambda serta bentuk garam sodium dari kappa dan iota karagenan yang dapat larut dalam air dingin. Kappa karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin sehingga dibutuhkan panas untuk dapat melarutkannya. Lambda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (Glicksman, 1969). Hanya kappa dan iota karagenan saja yang mampu membentuk gel. Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6 anhidrogalaktosa. Proses pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas karagenan
dibiarkan
menjadi
dingin.
Gel
yang
dihasilkan
bersifat
thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983). Kemampuan membentuk gel dari kappa karagenan dipengaruhi oleh beberapa jenis kation seperti K+, Rb+, dan Cs+. Diantara jenis kation tersebut
16 hanya ion K+ yang memberikan efek terbaik dalam pembentukan gel kappa karagenan. Gel yang dihasilkan kappa karagenan memiliki tekstur yang solid. Iota karagenan dapat membentuk gel jika direaksikan dengan ion Ca2+ dan menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut (BeMiller dan Whistler, 1996). Struktur kimia dari karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia iota, kappa dan lambda karagenan Pembuatan Selai Lembaran Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengisian serta pasteurisasi. Sortasi bahan akan menentukan hasil akhir dari selai, bahan baku yang baik akan menghasilkan selai yang baik. Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat pematangan. Pemanasan dan penambahan bahan tambahan selama proses pemasakan juga berpengaruh terhadap selai yang dihasilkan (Suryani et al., 2004).
17
Pada persiapan bahan, salah satu tahapan yang harus dilakukan adalah pencucian buah. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kulit buah, selanjutnya ditiriskan (Suyanti, 2010). Pembuatan selai dilakukan dengan memanaskan campuran dari bubur buah dengan pektin dan air sehingga diperoleh struktur gel yang kokoh. Dalam proses pembuatan selai lembaran dilakukan proses yang sama seperti dalam pembuatan selai pada umumnya, hanya dibutuhkan beberapa proses tambahan setelah pemasakan yaitu proses pembuatan lembaran dan pemotongan. Saat pemasakan setelah selai mencapai kondisi kekentalan tertentu, selai dituang ke dalam loyang dan dibentuk selai lembaran (Eliyasmi et al., 2011).. Pemasakan selai membutuhkan kontrol yang baik. Pemasakan yang terlalu lama menyebabkan selai menjadi keras dan kental sedangkan pemanasan yang kurang menghasilkan selai yang encer. Pemasakan selai berbeda-beda tergantung jenis buah atau perbandingan gula. Selama pemasakan dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk menghomogenkan campuran dan memperoleh struktur gel yang baik. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan gelembung yang dapat merusak tekstur dan pemasakan akhir. Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang singkat untuk mencegah hilangnya aroma, kerusakan warna, dan hidrolisa pektin. Pemasakan bisa diakhiri bila total padatan telah mencapai 65-68% yang diukur dengan refraktometer. Apabila tidak ada refraktometer, titik akhir pemasakan dapat diketahui dengan spoon test dengan cara mencelupkan sendok ke dalam selai, kemudian diangkat. Apabila selai yang terjatuh secara terputus-putus (tidak mengucur) maka pemasakan selai dapat dihentikan (Fachruddin, 2008).