3
TINJAUAN PUSTAKA Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Tanaman Adas
(Foeniculum vulgare Mill.) adalah tanaman herba
tahunan dari kerajaan plantae, kelas Magnoliopsida, ordo Apiales, familii Umbelliferae dan genus Foeniculum. Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies yaitu Foenculum vulgare (adas), F. azoricum (adas bunga digunakan sebagai sayuran) dan F. dulce (digunakan juga sebagai sayuran). Foeniculum vulgare mempunyai sub spesies yaitu Foeniculum vulgare varietas dulce (adas manis) dan F. vulgare varietas vulgare (adas pedas). Di Indonesia dikenal dua jenis adas yang termasuk ke dalam famili Umbelliferae, yaitu adas (F. vulgare Mill.) dan adas sowa (Anetum graveolens Linn.).
Kedua jenis ini telah banyak
dibudidayakan di Indonesia, terutama adas (F. vulgare Mill.). Sedangkan Anetum graveolens Linn lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah dan daunnya dimakan sebagai lalap (Anonim 2008). Adas memiliki beberapa nama lokal. Adas disebut hades di Sunda. Di Jawa adas disebut adas, adas londa, adas (Bali), wala wunga (Sumba), das pedas (Aceh), adas, adas pedas (melayu), adeh, manih (Minangkabau), paapang, paampas (Manado), adasa, rempasu (Makasar). Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia. Di Cina tanaman ini disebut hsiao hui (China). Di Thailand adas disebut phong karee atau mellet karee. Jintan manis sebutan adas di Malaysia dan di Inggris disebut Fennel (Anonim 2008). Tanaman adas dicirikan sebagai bentuk herba tahunan, tinggi tanaman dapat mencapai 1-2 m dengan percabangan yang banyak, batang beralur. Daun berbagi menyirip, berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 cm, bunga berwarna kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar terdapat 15 - 40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1 - 6 cm. Bunga berbentuk oblong dengan panjang 3,5 - 4 mm. Dalam masing-masing biji terdapat tabung minyak yang letaknya berselang-seling. Buahnya adalah biji kering dengan panjang 4 hingga 9 mm dan lebar separuh panjangnya, serta
4
mempunyai alur. Gambar 1 menunjukkan buah adas kering yang dikenal sebagai biji adas. Pada waktu muda biji adas bewarna hijau kemudian kuning kehijauan dan kuning kecokelatan pada saat panen (Anonim 2008).
Gambar 1 Buah Adas Buah adas terdiri dari dua jenis yaitu adas manis dan adas pedas. Buah adas yang digunakan dalam penelitian ini adalah adas manis (F. vulgare Miller subsp. vulgare varietas dulce (Miller) Thellung) dan memiliki kadungan fitoestrogen (trans - anethole) lebih tinggi dibandingkan adas pedas. Tabel 1 menunjukkan perbedaan karakteristik fito-kimia antara adas manis dan pedas. Adas pedas dikarakteristikkan dengan kandungan minyak esensial minimal 40% dari berat kering buah sedangkan adas manis 20%. Minyak esensial adas pedas mengandung minimal 60 % anethole, 15% fenchone dan maksimal 6% estragole sedangkan minyak esensial adas manis mengandung minimal 80% anethole, 7,5% fenchone dan maksimal 10% estragole (EMEA 2008). Table 1 Identifikasi komposisi kimia minyak esensial buah adas manis dan pedas dengan metode steam distillation Kandungan Trans Anethole Fenchone Estragole Limopinene Cis-Anethole Anisaldehyde Beta-myrcene Sumber : EMEA (2008)
Adas Pedas 55-75% 12-25% 6% 0,9-5% 0,5 (max) 2 (max)
Adas Manis 79,8-83,1% 4,6% 3,9-5,1% 2,2-3,8%
1,4%
5
Buah adas memiliki beberapa khasiat yaitu sebagai antispasmodik, karminatif, diuretik (pelancar air seni), ekspektoran (pengencer dahak), laksatif, stimulan (perangsang), dan obat sakit perut. Adas juga digunakan sebagai obat untuk merangsang Air Susu Ibu (ASI), pelancar haid, obat kolik dan digunakan untuk memperbaiki rasa obat lainnya. Minyak esensial dan oleoresin adas dapat digunakan untuk aroma sabun, krem, parfum dan minuman beralkohol. Obatobatan herbal Cina juga menggunakan adas sebagai obat grastroenteritis, hernia, gangguan pencernaan, gangguan abdomen, dan meng-hancurkan lendir. Minyak esensial adas dilaporkan bisa menstimulasi perbaikan liver pada tikus putih dan juga sebagai antibakteri. Untuk kesehatan wanita selain memperlancar ASI, adas juga dapat memperlancar haid, dan meningkatkan efek estrogenik sehingga buah adas dapat memperlambat menopause (Anonim 2008).
Fitoestrogen Kajian dan penelitian tentang fitoestrogen dewasa ini semakin intensif dilakukan. Fitoestrogen pertama kali diamati pada tahun 1926. Pada saat itu masih belum diketahui apakah zat ini dapat mempengaruhi metabolisme hewan atau manusia.
Pada tahun 1940 an baru disadari bahwa domba yang
digembalakan di daerah yang banyak ditumbuhi red clover atau semanggi merah ternyata menyebabkan domba tersebut menjadi sangat subur karena diduga banyak memakan tumbuhan yang kaya akan fitoestrogen. Semenjak itu mulai banyak penelitian mengkaji manfaat dari fitoestrogen ini (Yildiz 2005). Fitoestrogen adalah senyawa nonsteroidal berasal dari tumbuhan yang memiliki sifat estrogenik (Tsourounis 2004).
Fitoestrogen sebenarnya adalah
substrat asal tumbuhan yang memiliki khasiat seperti estrogen.
Khasiat
estrogenik terjadi karena fitoestrogen juga memiliki dua gugus hidroksil (-OH) yang berjarak 11,0-11,5 Å pada intinya yang sama persis dengan inti estrogen itu sendiri. Para peneliti telah sepakat bahwa jarak 11,0 Å dan gugus hidroksil ini yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, yakni memiliki afinitas tertentu untuk dapat menduduki reseptor estrogen. Fitoestrogen memiliki afinitas yang sangat rendah terhadap reseptor estrogen bila dibanding estrogen. Fitoestrogen diperlukan dalam jumlah yang sangat besar
6
untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen. Jika substrat berikatan dengan reseptor-reseptor estrogen maka efek estrogenik baru terjadi (Achadiat 2007). Selain jarak antara dua gugus hidroksil, menurut Yildiz (2005) kunci struktural penting dari suatu zat agar dapat berperan sebagai estrogen atau estradiol-like effect adalah memiliki cincin fenol yang sangat penting perannya dalam berikatan dengan reseptor estrogen, pola hidrosilasi maksimal, dan berat molekul yang harus sama dengan berat molekul estrogen (BM=272). Fitoestrogen memiliki tiga kelompok utama yaitu isoflavone, lignane, dan coumestane, dan beberapa herbal lain. Tiga kelompok tersebut terdapat pada sekitar 300 jenis tanaman, terutama keluarga polong-polongan.
Menurut
Tsourounis (2004) kelompok fitoestrogen tersebut adalah isoflavone terdapat pada soy bean (kacang kedelai), lentil (miju-miju), chickpeas (buncis), red clover (semanggi merah).
Lignan terdapat pada flax seed (biji rami), cereal (padi-
padian), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Fitoestrogen yang terkandung di dalam adas termasuk dalam kelompok lignan. Coumestan terdapat pada sun flower seed (biji bunga matahari) dan kecambah. Semua fitoestrogen secara garis besar diabsorbsi sebagai metabolit prekursor yaitu dalam bentuk awal dari fitoestrogen yang belum aktif atau kurang bersifat estrogenik (merupakan fitoestrogen dalam bentuk glikosida terkonjugasi). Fitoestrogen
kelompok
lignan
akan
diabsorbsi
sebagai
matairesinol,
secoisolaricinol. Selanjutnya metabolit prekursor ini akan dimetabolisme oleh bakteri intestinum menjadi senyawa aktif yang bersifat estrogenik yaitu enterolacton dan enterodiol (Wolf 2005). Fitoestrogen memiliki struktur kimia mirip 17β estradiol, sehingga dapat berikatan dengan kedua reseptor estrogen yaitu reseptor estrogen alpa (REα) dan reseptor estrogen beta (REβ). Afinitas ikatan fitoestrogen pada kedua reseptor tidak sama (Tabel 2), afinitas fitoestrogen lebih besar terhadap REβ dibanding REα.
Kadar sirkulasi yang berulang dari fitoestrogen mampu menghasilkan
aktivitas biologik potensial (Tsourounis 2004).
7
Tabel 2 Relative binding affinity (RBA) berbagai hormon pada reseptor estrogen α dan β pada tikus RBA 17β estradiol Estron 17α estradiol Estriol Tamoxifen Coumestrol Genistein β –zearanol Sumber: Ibanez & Baulieu (2005)
REα 100 60 58 14 7 94 5 16
REβ 100 37 11 21 6 185 36 14
Prostat, ovarium, paru-paru, vesika urinaria, ginjal, uterus, dan testis merupakan beberapa organ yang dipengaruhi khusus oleh fitoestrogen (Tsourounis 2004). Fitoestrogen dengan kadar tinggi dan sirkulasi yang berulang dapat menyebabkan efek yang potensial.
Hal ini disebabkan karena reseptor
estrogen akan diblokir oleh fitoestrogen dan tidak dapat diduduki oleh estrogen. Fitoestrogen setelah berikatan pada reseptor estrogen, akan menyebabkan timbulnya aktivitas estrogenik yang lemah (Tsourounis 2004). Dengan kata lain fitoestrogen dapat bersaing dan menggantikan fungsi estrogen.
Fitoestrogen
berperan dalam menstabilkan fungsi hormonal, yakni dengan cara menghambat aktivitas estrogen yang berlebihan yang dapat menginduksi terjadinya kanker dan juga dapat mensubstitusi estrogen ketika kadarnya di dalam tubuh rendah (Anonim 2008).
Biologi Tikus Putih Tikus putih (Rattus sp.)
galur Sprague–Dawley merupakan hewan
percobaan yang sering digunakan dalam penelitian. Tikus telah diketahui sifatsifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, dan relatif sehat (Malole dan Pramono 1989). Galur ini lebih cepat pertumbuhannya, lebih resisten terhadap infeksi terutama penyakit saluran pernafasan (Ballanger 2000). Ciri-ciri tikus ini adalah albino, kepala kecil, dan ekor lebih panjang dari badannya (Malole dan Pramono 1989). Parameter normal fisiologi reproduksi dan biologi tikus putih disajikan dalam Tabel 3.
8
Tabel 3 Parameter normal fisiologi reproduksi dan biologi tikus putih Kriteria Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama kebuntingan Kawin Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Siklus berahi Lama estrus Perkawinan Ovulasi Fertilisasi Implantasi Berat dewasa Berat Lahir Jumlah anak Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
2-4 tahun 1 tahun 20-22 hari 1 -24 jam 21 hari 40-60 hari 10 minggu Poliestrus 4-5 hari 9-20 jam Pada waktu estrus 8-11 jam sesudah estrus, spontan 7-10 jam setelah kawin 5-6 hari setelah fertilisasi 300-400 g (jantan), 250-300 g (betina) 5-6 g Rata-rata 9, dapat 20 ekor
Siklus Estrus Tikus Panjang siklus estrus tikus rata-rata 4-5 hari. Siklus estrus terdiri dari empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Turner dan Bagnara 1976). Masing-masing fase ini menggambarkan proses fisiologis yang berbeda. Perbedaan irisan melintang dinding vagina tiap fase ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Irisan melintang dinding vagina tikus putih selama berbagai fase siklus estrus (Turner dan Bagnara 1976) Proestrus Proestrus merupakan fase yang menandakan akan datangnya berahi. Fase ini ditandai dengan periode pertumbuhan folikel ovarium yang cepat di bawah
9
pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH) (McDonald 1989). Pada fase ini estrogen mulai dibentuk oleh folikel ovarium.
Selain itu Toelihere (1979)
menyatakan pada tahap ini terjadi peningkatan vaskularisasi epitel vagina dan penandukan yang terjadi pada beberapa spesies. Peningkatan vaskularisasi ini disebabkan oleh estrogen yang semakin tinggi. Proestrus berlangsung selama 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Pada preparat ulas vagina terlihat
adanya dominasi sel-sel epitel berinti (Nalbandov 1990).
Estrus Estrus adalah periode penerimaan seksual (berahi) pada hewan betina yang ditentukan oleh tingkat sirkulasi estrogen. Ovulasi terjadi selama atau segera setelah periode tersebut. Hal ini disebabkan penurunan tingkat FSH dalam darah dan kenaikan tingkat Luteinizing Hormone (LH). Tingginya kadar estrogen ini akan menekan sekresi FSH dan sebaliknya merupakan umpan balik positif terhadap LH sehingga terjadi lonjakan LH yang sangat tinggi (LH surge) sesaat sebelum ovulasi. Ciri hewan yang mengalami estrus adalah adanya aktivitas berlari-lari yang sangat tinggi di bawah pengaruh estrogen. Estrus merupakan periode sekresi estrogen yang tinggi. Estrogen dari folikel de Graaf yang matang menyebabkan berbagai perubahan pada saluran reproduksi, uterus tegang, mukosa vagina tumbuh cepat serta adanya sekresi lendir. Selama siklus estrus uterus akan mengalami vaskularisasi sampai sepuluh kali lipat sehingga dapat menyebabkan perubahan keseimbangan antara estrogen dan progesteron dalam saluran reproduksi (Schramm et al. 1984). Fase ini berlangsung selama 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Pada preparat ulas vagina ditemukan banyak sel tanduk (Nalbandov 1990).
Metestrus Metestrus adalah fase pasca ovulasi dan mulai terbentuknya korpus luteum.
Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya
waktu
Luteotropik Hormon (LH) disekresi oleh adenohipifisis. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan korpus luteum (Guyton 1994).
Selama periode ini terjadi penurunan estrogen dan peningkatan
10
progesteron. Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai teratur kembali. Lapisan pada folikel yang pecah mulai ke dalam sementara suplai vaskularisasi darah meningkat dalam rongga.
Struktur yang baru ini
disebut korpus luteum atau badan kuning (Frandson 1999). Metestrus disebut juga periode transisi antara ovulasi dan matangnya korpus luteum (McDonald 1989). Korpus luteum merupakan perubahan bentuk dari folikel de Graaf pada tahap akhir yang berubah fungsi setelah menglami ovulasi.
Stadium ini
berlangsung kira-kira 10-14 jam setelah ovulasi berlangsung. Pada preparat ulas vagina terlihat banyak leukosit muncul di dalam lumen vagina diantara sel bertanduk (Nalbandov 1990).
Diestrus Diestrus merupakan periode matangnya korpus luteum dan organ-organ reproduksi karena adanya progesteron (McDonald 1989). Korpus luteum yang telah berkembang sempurna memberikan pengaruh yang menonjol pada uterus. Selaput endometrium lebih menebal, kelenjar uterin membesar dan otot uterin juga menunjukkan perkembangan.
Apabila ovum tidak dibuahi maka korpus
luteum akan regresi (Frandson 1999). Regresinya korpus luteum menyebabkan penurunan progesteron yang dihasilkan.
Rendahnya kadar progesteron dan
estrogen akan merangsang kembali hipotalamus dan hipofise anterior untuk mensekresi FSH dan LH dan siklus berulang ke proestrus. Fase ini berlangsung selama 65 jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Pada preparat ulas vagina terlihat leukosit dalam jumlah tinggi dan mulai terbentuknya sel-sel epitel berinti (Nalbandov 1990).
Morfologi Organ Reproduksi Tikus Betina Ovari Secara umum mamalia memiliki sepasang ovari yang terletak dalam ruang abdomen atau dalam ruang pelvis. Ovari kanan dan kiri memiliki selang berat yang sama yaitu 0.08-0.01 g (Anonim 2009). Tikus memiliki anatomi ovari yang diselubungi oleh bursa ovari dan bursa ini biasanya terhubung dengan ruang peritonium. Infundibulum berada pada bagian proksimal dari ovari. Ampula
11
merupakan lanjutan dari infundibulum, berada pada sepertiga bagian oviduk tempat terjadi fertilisasi. Isthmus merupakan lanjutan ampula, berada pada bagian proksimal dari kornua uterus, dan memiliki tunika muskularis (Ownby 2002) Perkembangan folikel ovari dipengaruhi oleh FSH dan LH yang disekresikan oleh hipofise pars distalis dibawah regulasi hipotalamus.
FSH
menstimulasi pertumbuhan dan kematangan folikel tetapi tidak menyebabkan ovulasi, luteinisasi atau stimulasi terhadap jaringan interstisial ovari. Sedangkan LH bekerjasama dengan FSH untuk menstimulir pematangan folikel dan pelepasan estrogen (Toelihere 1979). Ovari dapat bertindak sebagai kelenjar endokrin karena kemampuannya untuk memproduksi estrogen, progesteron, dan androgen di bawah pengaruh hormon FSH dan LH.
Pengaruh LH terhadap sel teka adalah untuk
mensekresikan androgen dan progesteron. Sedangkan FSH mempengaruhi sel granulosa (teka interna) untuk mensekresikan estrogen (estradiol 17β).
Teka
androgen kemudian akan mencapai sel granulosa dan melalui reaksi enzimatis, androgen dirubah menjadi estrogen (Banks 1986). Uterus Tikus mempunyai uterus berbentuk dupleks, dengan dua serviks dan pemisahan tanduk uterus secara sempurna. Dinding uterus terdiri atas lapisan endometrium, miometrium, dan perimetrium. Endometrium yaitu lapisan yang merupakan dinding lumen uterus dan terdiri atas epitel, lapisan kelenjar-kelenjar uterus dan tenunan pengikat (Partodiharjo 1987).
Menurut Hartono (1992)
endometrium terbagi menjadi dua bagian yaitu lamina propria yang berupa jaringan ikat longgar yang mengandung banyak sel dan disebut stratum selulare, dan di bawahnya terdapat jaringan ikat longgar dengan ruang antar sel yang luas yang disebut stratum spongiosum yang penuh oleh cairan pada saat estrus sehingga akan tampak menggembung. Bagian kedua adalah kelenjar uterus yang aktivitasnya tergantung pada siklus berahi.
Lapisan berikutnya adalah
miometrium terdiri atas lapisan otot dalam yang tersusun melingkar, lapisan otot luar yang tersusun membujur dan lapisan vaskuler yang memisahkan kedua lapisan otot tersebut.
Lapisan terluar adalah perimetrium yang membungkus
seluruh organ (Nalbandov 1990).
12
Perubahan Ovari dan Uterus selama Siklus Estrus Proestrus ditandai oleh adanya peningkatan pertumbuhan folikel ovari di bawah pengaruh FSH yang disertai oleh sekresi estrogen. Fase proestrus akan memperlihatkan struktur epitel mukosa endometrium yang mengalami hipertropi dan diinfiltrasi oleh neurofil, selain itu propri-submukosa mengalami peningkatan vaskularisasi dan nampak adanya kongesti seperti edema. Kelenjar uteri tampak lurus dan beberapa hingga memanjang (Samoelson 2003). Saat estrus, epitel mukosa berlanjut hipertropi hingga menebal dengan diinfiltrasi oleh sel-sel mononuclear. Pada propria-submukosa akan mencapai vaskularisasi yang maksimum dengan adanya kongesti dan hemoragi seperti edema. Kelenjar uterus akan mengalami pemanjangan dan lebih tinggi dengan adanya edema dan keberadaan sel Mast secara mikroskopik mengalami hemoragi, metrorrhagia hingga sebelum ovulasi (Samoelson 2003). Metestrus merupakan periode setelah fase estrus. Pembuluh darah akan mengalami penurunan kongesti dan edema. Kelenjar uterus akan tumbuh secara progresif hingga tampak seperti menggulung (Samoelson 2003). Periode diestrus merupakan lanjutan dari metestrus. Pembuluh darah akan berlanjut mengalami penurunan kongesti dan edema jaringan ikat. Pertumbuhan kelenjar uterus mencapai puncak ditandai dengan adanya percabangan hingga menggulung. Jika tidak terjadi fertilisasi maka secara bertahap kelenjar uterus akan mengalami involusi (Samoelson 2003). Estrogen Estrogen adalah
steroid alamiah yang disekresikan oleh teka interna
folikel de Graaf atau oleh plasenta (Toelihere 1979). Estrogen terdapat di dalam berbagai jaringan hewan seperti testes, adrenal, dan plasenta serta dalam jumlah kecil ditemukan dalam spermatozoa (Turner dan Bagnara 1976). Pada hewan betina, estrogen disintesis dan dibebaskan dalam sirkulasi darah oleh ovarium, baik oleh sel teka maupun oleh sel granulosa, plasenta, dan adrenal korteks (Veldhuis et al. 1986). Estrogen secara kimia maupun potensinya terdapat dalam berbagai bentuk yaitu estron yang mempunyai potensi rendah, estriol yang berasal dari plasenta yang juga memiliki potensi rendah, dan estradiol yang berasal dari ovarium yang
13
mempunyai potensi paling kuat (Lasley et al. 1988). Estradiol dikeluarkan oleh ovarium dan segera mengalami dehidrogenasi menjadi estron, kemudian dimetabolisis menjadi estriol dan dikeluarkan oleh urin. Estron adalah hormon estrogen alami yang paling banyak dalam darah (Siswandono 1995). Fungsi utama estrogen adalah menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin serta jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Pengikatan estrogen dengan reseptor khas dalam sitoplasma atau protein di luar inti menyebabkan perubahan bentuk konformasi protein sehingga memudahkan penetrasi kompleks estrogen-reseptor ke dalam inti sel. Kompleks kemudian mengikat sisi aseptor di kromosom, memicu sintesis mRNA dan protein, sehingga meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan jaringan saluran reproduksi (Siswandono 1995). Menurut Guyton dan Hall (1994) estrogen menyebabkan pembesaran ovarium, tuba fallopi, uterus, dan vagina. Pembesaran ini terjadi pada genetelia eksterna akibat meningkatnya deposisi lemak.
Estrogen menstimulasi
peningkatan pertumbuhan epitel vagina untuk berkornifikasi. Estrogen mengubah epitel vagina yang semula adalah epitel pipih selapis menjadi kuboid bertingkat. Estrogen menyebabkan perubahan nyata pada endometrium dan kelenjarnya. Estrogen merangsang hipertrofi dan hiperplasia endometrium dan miometrium akibatnya ukuran uterus bertambah dua sampai tiga kali lipat dibandingkan sebelum pubertas. Pada tuba fallopi estrogen menyababkan prolifesai tuba fallopi dan menyebabkan bertambahnya sel silia yang membatasi tuba fallopi. Kekurangan estrogen pada usia tua akan menyebabkan berkurangnya aktivitas osteoblastik, matriks tulang, dan deposit kalsium serta fosfat tulang, sehingga menyebabkan osteoporosis.
Estrogen sedikit menyebabkan peningkatan laju
kecepatan metabolism lemak dengan meningkatkan jumlah deposit lemak dalam jaringan subkutan. Estrogen menyebabkan kulit akan berkembang membentuk tekstur yang halus dan lembut serta menyebabkan kulit lebih vaskular dari normal. Pada hewan multipara/politokus seperti tikus dan mencit, estrogen akan menyebabkan perubahan vaskularisasi pembuluh darah.
Estrogen dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah secara tidak langsung yaitu melalui terjadinya peningkatan prostaglandin yang dapat menyebabkan vasodilatasi
14
pembuluh darah pada miometrium maupun pada endometrium. Estrogen akan menyebabkan hiperemi uterus yang pada umumnya berhubungan dengan peningkatan sekresi cairan luminal sehingga terjadi distensi lumen uterus (Schramm et al. 1984). Estrogen digunakan untuk pengobatan ketidaknormalan sistem reproduksi wanita seperti tumor prostat dan payudara dan kontrasepsi oral, biasanya dikombinasi dengan hormon progestin.
Estrogen juga sangat berguna untuk
pengobatan endometriosis, menstruasi yang tidak normal, osteoporosis, kegagalan pengembangan ovarium dan untuk mengontrol sindrom sesudah menopause. Efek samping yang ditimbulkan antara lain mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala, ketegangan payudara, spoting, kegemukan, dan tromboemboli (Siswandono 1995). Berbagai zat alami maupun buatan telah ditemukan memiliki aktivitas bersisfat mirip estrogen.
Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut
xenoestrogen, sedangkan bahan alami dari tumbuhan yang memiliki aktivitas seperti estrogen disebut fitoestrogen. Estrogen-estrogen ini akan berikatan pada dua jenis reseptor yang dikenal dengan REα dan REβ (Ibanez dan Baulieu 2005). REα) dan REβ) banyak terdapat dalam jaringan reproduksi wanita (ovarium, endometrium, dan payudara), kulit, pembuluh darah, tulang, dan otak. Pada sistem reproduksi laki-laki reseptor ini banyak terdapat pada prostat (Brown 2004).
Susunan syaraf pusat adalah target lain dari estrogen yang akan
memodulasi sekresi LH dan FSH melalui sistem hipotalamus-hipofisis. Berdasarkan kadarnya dalam plasma, estrogen dapat berperan sebagai kontrol umpan balik negatif dengan menurunkan sekresi LH dan FSH, atau sebagai kontrol umpan balik positif dengan menstimulasi sekresi LH dan FSH (Yoles et al. 2005).