II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tomat merupakan tanaman asli di Benua Amerika yang tersebar dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan. Tanaman tomat pertama kali dibudidayakan oleh suku Inca dan suku Aztee pada tahun 700 SM. Sementara itu, bangsa Eropa mulai mengenal tomat sejak Christophorus Columbus pulang berlayar dari Amerika dan tiba di Pantai San Salvador. Di Eropa, orang-orang menamai tomat dengan berbagai julukan. Orang Prancis menyebut tomat dengan sebutan apel cinta, dan orang Jerman menyebut tomat dengan sebutan apel surga. Tahun 1821, orang-orang Lousiana di New Orleans mulai memakai tomat dalam berbagai menu masakan mereka. Kemudian, berita ini cepat menyebar sehingga banyak ditiru masyarakat luas yang menggunakan tomat sebagai campuran masakan seafood (Prajawati, 2006). Dalam botani atau ilmu tumbuh-tumbuhan, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut (Atherton dan Rudich, 1986). Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (berbiji berkeping satu) Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Lycopersicon Spesies : Lycopersicon esculentum Mill
Gambar 1. Buah tomat jenis “Martha/TW” Tomat merupakan sayuran populer di Indonesia (Gambar 1). Produksi tomat di Indonesia tiap tahun akan meningkat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang meningkat dan juga perluasan pasar (ekspor). Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasilnya dan kualitas buahnya. Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, tomat di Indonesia masih rendah. Rendahnya produksi tomat di Indonesia kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang kurang baik atau pemberantasan hama/penyakit yang kurang efisien. Namun seringkali terjadi penanaman tomat tanpa memperhatikan kualitasnya, sehingga hasil dan kualitas buahnya sangat rendah. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tomat yang semakin tinggi maka perlu diarahkan untuk meningkatkan hasil dan kualitas buah tomat dengan menanam varietas-varietas unggul. Kemampuan tomat untuk dapat menghasilkan buah sangat tergantung pada interaksi antara pertumbuhan tanaman dan kondisi lingkungannya. Faktor lain yang menyebabkan 3
produksi tomat rendah adalah penggunaan pupuk yang belum optimal serta pola tanam yang belum tepat. Upaya untuk menanggulangi kendala tersebut adalah dengan perbaikan teknik budidaya. Salah satu teknik budidaya tanaman yang diharapkan dapat meningkatkan hasil dan kualitas tomat adalah hidroponik. Definisi tomat segar menurut SNI 01-3162-1992 adalah buah dari tanaman tomat dalam keadaan utuh, segar dan bersih. Kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila terdapat keseragaman dalam bentuk tomat normal (bulat, bulat lonjong, bulat pipih, lonjong dan beralur) dan warna kulit buah. Buah tomat dinyatakan tua apabila buah tomat telah mencapai tingkat perkembangan fisiologi yang menjamin proses pematangan yang sempurna, dan isi dari dua atau lebih rongga buah telah berisi bahan yang mempunyai konsistensi/kekentalan serupa jeli dan biji-biji telah mencapai tingkat perkembangan yang sempurna. Buah tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai kematangan penuh dengan tekstur daging yang lunak dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya. Menurut beratnya, tomat digolongkan besar (jika beratnya lebih dari 150 gram/buah), sedang (jika beratnya 100-150 gram/buah), dan kecil (jika beratnya kurang dari 100 gram/buah). Tomat adalah komoditas hortikultura yang penting, baik karena harganya yang cukup baik maupun penggunanya dalam konsumsi masyarakat. Secara umum tomat dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian diatas 750 mdpl pada tanah yang gembur, sedikit mengandung pasir, dan kadar keasamannya (pH) antara 5-6, curah hujan 750-1.250 mm/tahun dan kelembaban relatif 25%. Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dapat dibedakan atas tipe determinate dan indeterminate. Tanaman tomat yang mempunyai tipe pertumbuhan determinate, pada ujung tanaman terdapat tandan bunga pada setiap ruas batang dan memiliki umur panen lebih pendek, yaitu hanya sekitar 60 hari sudah dapat dipetik buahnya. Tanaman tomat yang mempunyai tipe pertumbuhan indeterminate, tandan bunga tidak terdapat pada setiap ruas batang dan ujung tanaman senantiasa terdapat pucuk muda dan memiliki umur panen lebih panjang, yaitu berkisar antara 70-100 hari setelah tanam baru dapat dipetik buahnya. Tomat merupakan tanaman yang dipanen berkali-kali. Rata-rata pada satu kali pertanaman tomat dapat dipanen sebanyak 8-10 kali, namun jika pertumbuhan baik dapat mencapai 15 kali dengan selang 2-3 hari sekali untuk setiap panen. Petani tomat membedakan tiga tingkat kematangan saat dipetik, yaitu hijau tua, merah muda (pecah warna) dan merah tua (Marpaung, 1997). Cara untuk menentukan indeks panen adalah dengan mengadakan perubahan fisio-kimia yang terjadi selama proses pematangan buah yaitu berturut-turut: green mature, break, turning, pink, light red and red. Buah tomat dapat dipanen dengan cara dipetik dengan tangan (cara tradisional). Pantastico (1989) menyatakan penentuan waktu panen hanya berdasarkan umur panen tanaman sering kali kurang tepat karena banyak faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti, keadaan iklim setempat dan tanah. Kriteria masak petik yang optimal dapat dilihat dari warna kulit buah, ukuran buah, keadaan daun tanaman dan batang tanaman, yakni sebagai berikut: 1. Kulit buah berubah, dari warna hijau menjadi kekuning-kuningan 2. Bagian tepi daun tua telah mengering 3. Batang tanaman menguning/mengering Waktu pemetikan (pagi, siang, sore) juga berpengaruh pada kualitas yang dipanen. Saat pemetikan buah tomat yang baik adalah pada pagi atau sore hari dan keadaan cuaca cerah. Pemetikan yang dilakukan pada siang hari dari segi teknis kurang menguntungkan karena pada siang hari proses fotosintesis masih berlangsung sehingga mengurangi zat-zat gizi yang terkandung. Disamping itu, keadaan cuaca yang panas di siang hari dapat meningkatkan temperature dalam buah tomat sehingga
4
mempercepat proses transpirasi (penguapan air) dalam buah. Keadaan ini dapat menyebabkan daya simpan buah tomat menjadi lebih pendek. Tomat merupakan buah klimaterik yang dalam proses pemasakannya disertai dengan peningkatan laju respirasi dan produksi etilen yang disertai dengan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Proses pematangannya berlangsung walau telah dipetik dari pohonnya. Respirasi klimaterik pada buah tomat akan mulai terjadi bersamaan dengan tercapainya ukuran maksimum dari buah. Jenis tomat banyak yang dikenal di pasaran, antara lain sebagai berikut: 1. Tomat Martha/TW (var. validum Bailey). Berbentuk agak lonjong dan teksturnya keras. 2. Tomat apel atau pir (var. pyriforme Alef). Berbentuk bulat seperti buah apel atau pir. 3. Tomat kentang atau tomat daun lebar (var. grandifolium Bailey). Ukuran buahnya lebih besar dibandingkan dengan tomat apel. 4. Tomat Cherry (var. cerasiforme (Dun) Alef). Buahnya yang berukuran kecil berbentuk bulat atau bulat memanjang. Warnanya merah atau kuning. Tomat sebagai salah satu komoditas pertanian sangat bermanfaat bagi tubuh, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan gizi buah tomat tiap 100 gram Zat kimiawi yang
Jumlah dalam tiap jenis
Terkandung
Tomat muda
Tomat masak
Sari tomat
Air (gr)
93
94
94
Protein (gr)
2
1
1
Lemak (gr)
0.7
0.3
0.2
Karbohidrat
2.3
4.2
3.5
Kalsium
5
5
7
Fosfat
27
27
15
Besi
0.5
0.5
0.4
A
320
1500
600
B1
0.07
0.06
0.06
C
30
40
10
Energi 93 20 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1990)
15
Mineral : (mg)
Vitamin
Buah tomat juga mengandung zat pembangun jaringan tubuh manusia dan zat yang dapat meningkatkan energi untuk bergerak dan berpikir, yaitu karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Selain memiliki rasa yang enak, buah tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik (Wener, 2000).
B. Kerusakan Produk Hortikultura Akibat Transportasi Produk hortikultura memiliki sifat yang mudah rusak (perishable). Salah satu masalah pascapanen adalah kerusakan mekanis akibat transportasi karena adanya benturan antara buah dengan buah, benturan antara buah dengan wadah atau kemasan, gesekan dan himpitan. Penyebab kerusakan mekanis selama pengangkutan antara lain:
5
1. Isi kemasan terlalu penuh Kemasan yang berisi terlalu penuh menyebabkan peningkatan kerusakan tekan atau kompresi sebagai akibat tambahan tekanan dan tutup kemasan. 2. Isi kemasan kurang Kemasan yang berisi kurang menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas. Akibat adanya ruang di atas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar-lempar dan saling berbenturan. 3. Kelebihan permukaan Tumpukan yang terlalu tinggi di bagian kemasan menyebabkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan kompresi. Sedangkan kerusakan mekanis yang biasa terjadi karena tekanan dan kompresi, kerusakan akibat benturan dan kerusakan akibat vibrasi (Kusumah, 2007). Tinggi susunan komoditas dalam kemasan tergantung pada kecepatan respirasi komoditas. Bila susunannya terlalu padat dan tebal maka bagian tengah akan menjadi lebih panas akibat respirasi yang tidak dapat keluar. Soedibyo (1992) menyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan bahan di dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang baik, dengan demikian lapisan berikutnya akan mudah dikerjakan. Faktor-faktor yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi (Suherman, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain: 1. Gaya-gaya luar Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar yang diterima oleh buah semakin besar. 2. Sifat mekanis buah Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Sifat mekanis bahan dipelajari dalam ilmu reologi. Secara reologi, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yakni gaya, deformasi, dan waktu. Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan serta sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen. Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api. Truk dan alat angkut sejenisnya banyak dilakukan karena lebih fleksibel, tidak perlu mengikuti jadwal perjalanan seperti halnya dengan kereta api. Sayangnya pada pengangkutan dengan truk sering terjadi pemuatan yang terlalu padat (Satuhu, 2004). Untuk pengangkutan jarak jauh dalam satu pulau, yang lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin, sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin. Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan ketika ditransportasikan. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan yang terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi yang ditransportasikan (buah dan sayuran) dapat menyebabkan
6
kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran (Tirtosoekotjo, 1992). Guncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut bobot dan memperpendek masa simpan. Hal ini dapat terjadi terutama pada pengangkutan buah-buahan dan sayur-sayuan yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat angkut (Purwadaria, 1992). Menurut Satuhu (2004) perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai kurang dari 30-50%. Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pascapanen yang tidak sempurna. Kegiatan pascapanen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading dan sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran. Pantastico (1989) memberikan pertimbangan-pertimbangan dasar untuk pengangkutan jarak pendek dan jarak jauh sebagai berikut: 1. Pada pengangkutan dalam jarak pendek, komoditi harus dilindungi terhadap kerusakan mekanis dan kemungkinan suhu yang ekstrim. 2. Untuk pengangkutan jarak jauh, ada resiko tambahan berupa kerusakan komoditi disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan dan pelayuan, masuknya organisme pembusukan, kerusakan akibat pendinginan, pelunakan komoditi yang mengandung banyak air atau pematangan buah. Produk holtikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga potong mudah sekali rusak setelah dipanen. Kerusakan ini dapat dipercepat oleh adanya luka dan memar. Untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis yang diterima merancang alat simulasi pengangkutan disesuaikan dengan kondisi jalan dalam dan di luar kota. Dasar yang membedakan jalan dalam kota dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo rendah jika dibandingkan dengan jalan luar kota, jalan buruk beraspal, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo, 1992). Waktu pengangkutan sebaiknya dilakukan pada sore atau malam hari. Pemilihan waktu pengiriman dimaksudkan untuk menjaga kesegaran buah-buahan yang diangkut. Buah yang diangkut pada siang hari dalam cuaca terik akan mempercepat kerusakan buah. Suhu tinggi yang diperoleh selama pengangkutan akan menyebabkan kerusakan fisiologis dan memperbesar laju transpirasinya (Satuhu, 2004).
C. Pengemasan Pengemasan tidak memperbaiki mutu produk tetapi mempertahankan mutu. Oleh karena itu, pengemasan produk yang busuk atau rusak akan menjadi sumber kontaminasi bagi produk lain yang baik. Menurut Satuhu (2004) pengemasan buah ialah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang sesuai dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Kegiatan pengemasan ini sering juga disebut pengepakan atau packaging. Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta 7
gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan atau produk pangan bila tidak dikemas dapat mengalami kerusakan akibat serangan binatang (seperti tikus), serangga (seperti kecoa), maupun mikroba (bakteri, kapang, khamir). Kerusakan bisa terjadi mulai dari bahan pangan sebelum dipanen, setelah dipanen, selama penyimpanan, pada saat transportasi dan distribusi maupun selama penjualan. Adanya mikroba dalam bahan pangan akan mengakibatkan bahan menjadi tidak menarik karena bahan menjadi rusak, terjadi fermentasi atau ditumbuhi oleh kapang. Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan akan mempengaruhi kualitasnya, disamping itu ada kecenderungan menghasilkam senyawa beracun bagi konsumen. Sesuai tujuannya, kemasan yang digunakan untuk pengangkutan buah-buahan harus berfungsi baik dan efisien. Menurut Satuhu (2004) tujuan dari kegiatan pengemasan secara umum adalah: 1. Melindungi hasil (produk) dari kerusakan 2. Melindungi dari kehilangan air 3. Melindungi dari pencurian 4. Mempermudah dalam pengangkutan 5. Mempermudah penyusunan baik dalam pengangkutan maupun penyimpanan 6. Mempermudah dalam perhitungan Jenis pengemasan produk hortikultura dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan sifat kelenturannya, yaitu kemasan fleksibel dan kemasan kaku (rigid). Kemasan fleksibel merupakan kemasan yang hanya berfungsi untuk membungkus produk dan tidak untuk melindungi dari kerusakan mekanis. Contoh kemasan fleksibel seperti karung jala, kantong plastik dan karung goni yang biasanya digunakan untuk mengemas kentang, bawang merah dan cabai. Kemasan kaku adalah kemasan yang dapat menahan gaya tekan sehingga dapat melindungi keadaan fisik produk. Contoh kemasan kaku seperti kemasan karton (corrugated box), keranjang bambu dan peti kayu. Kemasan distribusi untuk produk hortikultura yang digunakan di Indonesia, antara lain karung goni, keranjang bambu, peti kayu. Pemilihan bahan kemasan harus tepat dan sesuai dengan sifat komoditi yang dikemas. Mutu buah yang akan dipasarkan sangat ditentukan oleh jenis dan cara kemasannya. Untuk itulah bentuk kemasan buah yang akan dikirim harus mempertimbangkan faktor transportasi. Pengemasan secara asal-asalan dalam pengangkutan akan menyebabkan buah menjadi lecet dan memar sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan mutu. Buah yang lecet dan memar cepat menjadi busuk. Pengemasan untuk pengiriman diperlukan wadah yang dirancang khusus untuk melindungi buah. Wadah kemasan harus dapat berfungsi sebagai pelindung dari luka memar, getaran, maupun berat wadah lain yang menumpuk. Bahan kemasan untuk pengangkutan dirancang sedemikian rupa disesuaikan dengan jarak angkut, lama perjalanan, keadaan jalan yang dilalui, macam alat angkut, panas respirasi yang timbul, serta kehilangan air atau kesegaran akibat proses transpirasi. Kemasan dapat digunakan untuk sekali atau beberapa kali pengiriman. Di negara maju, pengemasan untuk pengiriman umumnya digunakan sekali saja. Di negara berkembang kemasan dapat digunakan hingga berulang kali. Keranjang dan peti kayu sering dimanfaatkan ulang atau dijual untuk digunakan kembali (Satuhu, 2004). Menurut Satuhu (2004), bahan dan bentuk kemasan secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Kemasan langsung, yaitu kemasan utama yang langsung berhubungan dengan produk yang dikemas. Bahan pengemas utama bisa berupa karung, plastik, kertas dan daun.
8
2. Kemasan tidak langsung, yaitu kemasan kedua yang tidak bersentuhan langsung dengan produk. Jenis kemasan ini untuk melindungi bahan dari kerusakan fisik dan mekanis terutama untuk memudahkan pengaturan dalam alat angkut. Bahan pengemas jenis ini dapat terbuat dari peti kayu, peti plastik, peti karton dan keranjang bambu. Hambali (1995) menyatakan bahwa selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami luka memar akibat pukulan, kompresi, vibrasi, serta gesekan. Memar pukulan terjadi karena komoditas atau kemasannya jatuh diatas permukaan yang keras. Penanganan jenis memar ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan di dalam kemasan dengan baik. Memar akibat kompresi terjadi karena pengisian kemasan yang berlebihan sehingga komoditas harus menahan beban tumpukan yang cukup besar. Memar vibrasi dan gesekan terjadi akibat gesekan sesama produk di dalam kemasan atau gesekan antara produk dengan kemasan. Kerusakan tipe ini dapat dikurangi dengan merancang ukuran kemasan serta pengisian yang tepat dengan menghindari adanya ruang kosong terlalu besar di bagian atas kemasan. Perancangan kemasan selama pengangkutan ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan, jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur dan pola susunan biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi (Purwadaria, 1998). Kemasan buah tomat terbuat dari bahan kayu, bambu, kardus, kantong plastik, dan karung. Untuk pengiriman berjarak jauh biasanya kemasan peti (kayu dan bambu), sedangkan kemasan untuk pasar lokal, swalayan, super market dan lain-lain dapat digunakan kantong plastik atau kardus karton. Kapasitas kemasan peti kayu untuk pengiriman jarak jauh sekitar 10-30 kg. Kapasitas kemasan dan tingkat kemasakan buah tomat dapat mempengaruhi persentase kehilangan hasil akibat kerusakan setelah melalui pengiriman jarak jauh. Kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan sistem penanganan yang akan digunakan pada transportasi. Menurut Peleg (1985), kapasitas kemasan untuk penanganan sesuai kemampuan manusia (suitable for carrying man) adalah 10-30 kilogram dan sekitar 200-500 kilogram untuk sistem penanganan mesin (suitable for forklift handling). Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60-65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas-gas yang dihasilkan dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).
D. Bahan Kemasan 1. Peti Kayu Kayu merupakan bahan pengemas tertua yang diketahui oleh manusia, dan secara tradisional digunakan untuk mengemas berbagai macam produk pangan padat dan cair seperti buah-buahan dan sayuran, teh, anggur, bir dan minuman keras. Kayu adalah bahan baku dalam pembuatan palet, peti atau kotak kayu di negara-negara yang mempunyai sumber kayu alam dalam jumlah banyak. Tetapi saat ini penyediaan kayu untuk pembuatan kemasan juga banyak menimbulkan masalah karena makin langkanya hutan penghasil kayu. Menurut Hanlon (1984) kemasan peti kayu memiliki sifat fisik dan mekanik yang bervariasi sehingga untuk keperluan tertentu dilakukan pemilihan yang selektif terhadap jenis kayu yang digunakan. Pada dasarnya tidak ada kriteria khusus untuk menentukan jenis 9
kayu yang digunakan sebagai kemasan. Pemilihannya umumnya ditentukan hanya berdasarkan jumlah kayu yang tersedia, kemudahannya untuk dipaku, jenis produk yang akan dikemas, kekuatan dan kekakuan kayu, serta harganya. Bahan kayu yang dipilih untuk pembuatan kotak kayu ini biasanya kayu yang ringan dan kuat sehingga mudah dipindah-pindahkan dan dapat dilakukan penumpukan. Permukaan papan kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan yang harus dibuat sehalus mungkin. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan terjadinya luka pada buah atau sayuran gesekan dari serat kayu yang mencuat keluar. Sedangkan menurut Sjaifullah (1996), berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pustaka dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sub Bagian Perlakuan Segar Hasil Hortikultura Bagian Teknologi, Lembaga Penelitian Hortilkutura Pasar Minggu, jenis yang digunakan untuk membuat peti kayu adalah yang berwarna putih dan lentur seperti kayu teki (Albizia lebbeck Benth), kayu kenanga, dan kayu sengon. Peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasan yang masih banyak digunakan untuk pengangkutan komoditas hortikultura, misalnya untuk mengemas buah jeruk, salak, tomat dan komoditi lainnya. Bahan baku dan tenaga kerja untuk membuatnya juga relatif murah, disamping itu kebutuhan akan peralatan khusus tidak terlalu banyak. Keuntungan pemakaian kayu sebagai kemasan yaitu dapat ditumpuk dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut dan mampu melindungi komoditi yang dikemas terhadap kerusakan yang mungkin terjadi akibat adanya tekanan dari segala arah (Poernomo, 1979). Apabila dibandingkan dengan kemasan peti karton bergelombang, peti kayu mampu mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan yang lembab atau terkena air. Kelemahan lain dari penggunaan kayu sebagai kemasan adalah ketidakcukupan pengetahuan akan teknik dasar seperti struktur kayu, metode perakitan dan sebagainya. Hingga saat ini perakitan kemasan kayu masih dilakukan dengan cara yang sederhana, dan jarang sekali dilakukan pengamatan terhadap kandungan air kayu, rancang bangun/disain yang efisien, pengikatan/pelekatan tidak dengan jenis pengikat dan ukuran yang benar, sehingga dihasilkan kemasan kayu dengan kekuatan yang rendah. Akibatnya nilai ekonomis kemasan kayu menjadi rendah. Walaupun mempunyai kelemahan, tetapi kemasan kayu tetap digunakan pada industriindustri alat berat dan mesin. Kemasan kayu juga tetap merupakan alternatif untuk mengemaskan buah-buahan dan sayur-sayuran yaitu dengan kemasan kayu berat-ringan (light-weigh wooden). Peranan kemasan kayu di masa depan masih tetap baik terutama pada aplikasi palet, dan merupakan salah satu alternatif penting disamping kertas dan plastik. Hal ini disebabkan karena bahan baku kayu dan tenaga kerja yang masih cukup tersedia. Penggunaan peti kayu untuk transportasi buah dan sayur masih mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, sehingga perlu dikembangkan pengetahuan akan pembuatan kemasan berbahan baku kayu.
2.
Kardus Karton
Kardus karton gelombang adalah material mentah yang paling terkenal untuk kemasan transportasi pada berbagai jenis produk seperti buah dan sayuran segar, manufaktur, peralatan rumah tangga dan industri. Bahan kemasan ini juga digunakan dalam transportasi semi curah berbagai komoditi dengan jumlah yang luas. Papan karton bergelombang yang telah dibentuk sebagai kemasan sering disebut kardus. Peti karton gelombang adalah wadah yang ideal untuk buah selama pengangkutan (Liu dan Ma, 1983). Kemasan kardus karton dibuat dari karton bergelombang yang terdiri dari kertas linier yang merupakan kertas pelapis luar dan kertas medium, yaitu kertas yang digunakan sebagai lapisan 10
bergelombang. Keduanya kemudian direkatkan di dalam mesin corrugator, yaitu mesin penggelombang kertas. Kemasan ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: 1. Mempunyai bobot yang lebih ringan untuk material yang mempunyai kekuatan yang sama dan biaya yang lebih murah. 2. Mempunyai permukaan yang halus. 3. Mempunyai sifat meredam getaran yang baik. 4. Mudah untuk dicetak atau diberi label. 5. Mudah untuk dirakit dan dibongkar dalam penyimpanan. 6. Mudah didaur ulang dan dapat digunakan kembali. Kekurangan dari kemasan ini adalah kekuatannya akan berkurang pada kondisi udara yang lembab (Peleg, 1985). Kertas gelombang antara permukaan pada papan karton gelombang disebut fluiting atau media gelombang. Kualitas terbaik dari fluiting adalah yang terbuat dari serat kayu dengan metode pengolahan pulp secara khusus. Terdapat tiga daya tahan yang dimiliki oleh kemasan karton, yaitu daya tahan jebol, daya tahan susun, dan daya tahan air (basah). Ketahanan jebol dan daya tahan susun dari kemasan karton sangat bergantung pada kualitas bahan yang digunakan. Daya tahan terhadap air (basah) dapat dilakukan dengan menambah lapisan lilin pada permukaan karton, baik di bagian dalam, maupun di bagian luar sesuai kebutuhan (FPI 1983 dalam Wijandi 1989). Umumnya terdapat empat jenis utama dari papan karton gelombang, yaitu: 1. Single-faced board Papan ini terbuat dari satu permukaan pipih dengan sebuah medium bergelombang atau flutting. Material ini hanya digunakan untuk membuat produk kardus 2. Single-wall atau double-faced board Papan ini terbuat dari dua permukaan dengan satu bagian yang bergelombang di tengahnya. Hampir 90% dari semua kardus terbuat dari papan karton gelombang jenis ini. 3. Double-wall board Terbuat dari dua permukaan dan dua media bergelombang dengan penuh pembatas di tengahnya sehingga terdapat lima lapisan. Tingkatan ini sering digunakan untuk pengemasan skala ekspor. 4. Triple-wall board Tingkatan ini memiliki tiga media bergelombang sehingga seluruh lapisannya berjumlah tujuh lapisan. Hanya sebagian pabrik yang membuat jenis ini, yang mana sering digunakan untuk aplikasi industri yang sangat berat. Menurut Satuhu (2004), dengan lebih majunya industri kertas dan karton, pengguna kotak karton sekarang ini sudah cukup mendesak karena beberapa hal berikut ini: a. Pembuatannya dilakukan secara maksimal (dengan mesin) sehingga dapat diproduksi secara massal sesuai dengan ukuran dan kapasitas rancangan. b. Kemasan kotak karton bekas dapat dipakai kembali dan setelah rusak dapat didaur ulang menjadi karton kembali. c. Perancangannya dapat disesuaikan dengan kondisi buah yang dikemas. d. Kotak karton dapat dilengkapi dengan gambar buah yang dikemas, golongan ukuran, jenis mutu, keterangan jumlah, berat bersih, daerah asal, dan produsen. e. Kotak karton dapat dilengkapi dengan ventilasi. f. Sifat meredam getaran yang baik. g. Lapisan karton dapat dibuat bergelombang sebagai penyekat antar buah sehingga kerusakan akibat gesekan dan tekanan dapat dihindari.
11
h. Kotak karton memiliki bahan yang ringan sehingga akan mempermudah pembongkaran dan dinding karton yang halus dibandingkan peti kayu menyebabkan gesekan antara komoditi dengan dinding tidak berakibat buruk.
3.
Bahan Pengisi Kemasan
Selama transportasi dan penyimpanan, kemasan dan bahan segar akan menghadapi beberapa kerusakan, baik dari segi mekanis, lingkungan ataupun biologis. Kerusakan mekanis dapat dinyatakan sebagai kerusakan yang disebabkan oleh tumbukan, getaran kompresi, dan tusukan. Kerusakan tumbukan dapat terjadi jika kemasan jatuh atau terlempar. Buah di dalamnya akan bergerak dan bersentuhan antara sesama buah dan antara buah dengan kemasan yang mengakibatkan kerusakan. Untuk mengurangi efek produk tersebut pada produk kemasan harus dibuat tidak bergerak dan membagi beban yang ada pada setiap bagian dan memberikan bantalan. Efek merugikan dari getaran termasuk luka lecet yang disebabkan karena perpindahan relatif produk dari kemasan dan dari produk yang lain bisa dikurangi dengan menahan tiap bagian produk. Kerusakan kompresi terjadi selama penumupukan kemasan. Kemasan kaku yang terlampau penuh atau cacat dapat menyebabkan gaya kompresi yang ada dari penumpukan lebih banyak dilanjutkan kepada produk daripada kemasannya. Hasilnya, produk menjadi memar, tingkat kerusakannya tergantung pada besarnya gaya yang terjadi dan tingkat kematangan dari produk (Pantastico, 1989). Beberapa dari kerusakan ini dapat diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong yang terdapat di dalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang digunakan untuk mengisi ruang tersebut sering disebut dengan istilah bahan pengisi kemasan. Menurut Syarief et al. (1989) bahan pengisi merupakan material yang dijejalkan diantara kelebihan ruang gerak guna menahan gerak barang atau abrasi terhadap isi ruang. Bahan pengisi digunakan untuk melindungi produk atau barang selama distribusi dan penyimpanan. Kertas yang dicabik-cabik kecil merupakan bahan pengisi yang jelek kualitasnya karena kurang sifat anti getarannya dan tidak tahan air, tetapi bahan pengisi jenis ini memilliki beberapa keuntungan antara lain mudah didapatkan dan murah. Bahan pengisi dapat mengurangi sebagian besar kerusakan yang terjadi selama transportasi. Bahan pembantu yang bisa digunakan dalam pengemasan buah maupun sayuran yang menggunakan keranjang dan peti di Indonesia adalah merang, daun-daun kering, pelepah batang pisang, tikar atau kertas koran, potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai bahan pelapis dinding kemasan atau sebagai bahan pengganjal untuk melindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan dinding kemasan, sebagai alat penyekat antar produk atau sebagai bahan pengisi di sela-sela antara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas.
12