TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi menggambarkan pelapukan yang terjadi dipermukaan tanah yang bersifat merusak. Meskipun tidak selamanya erosi yang terjadi dapat menimbulkan kerugian. Pada prinsipnya erosi merupakan proses penghancuran dan pelapukan partikel-partikel tanah, dan perpindahan pertikel tersebut akibat adanya erosive transport agent seperti air dan angin Pada daerah beriklim tropika basah seperti sebagian besar daerah di Indonesia, penyebab utama terjadinya erosi yaitu air hujan, sedangkan tenaga penggerak erosi yang lain seperti angin dan gleytser kurang begitu dominan (Nursa‟ban, 2006). Menurut Arsyad (2010), erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Di daerah beriklim basah, erosi oleh airlah yang penting, sedangkan erosi oleh angin tidak berarti. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk sumber air yang dinamai sedimen, akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat seperti di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian dan sebagainya. Erosi mempunyai dampak yang sangat luas. Kerusakan dan kerugian tidak saja dialami di daerah dimana erosi terjadi (daerah hulu), tetapi juga oleh daerah yang dilewati alliran endapan (daerah tengah), dan dibagian hilir. Secara spesifik kerugian akibat erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan menurunnya kualitas lahan pertanian, perkebunan, dan padang pengembalaan (Rahim, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Proses Terjadinya Erosi Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kekuatan jatuh air hujan dan kemampuan aliran permukaan menggerus permukaan tanah adalah merupakan penghancur utama agregat tanah. Agregat tanah yang sudah hancur kemudian diangkut oleh aliran permukaan, mengikuti gaya gravitasi sampai ke suatu tempat dimana pengendapan terjadi. Keseluruhan proses tersebut, yaitu penghancuran agregat, pengangkutan partikel-partikel tanah, dan pengendapan partikel tanah disebut sebagai erosi tanah (Dariah, dkk, 2004). Tentang terjadinya erosi yang disebabkan karena air dikemukakan oleh G.R. Foster dan L.D. Meyer yang menjelaskan bahwa erosi itu akan meliputi proses-proses : a. Detachment atau pelepasan partikel-partikel tanah b. Transportation atau penghanyutan partikel-partikel tanah c. Deposition
atau
pengendapan
partikel-partikel
tanah
yang
telah
terhanyutkan. (Kartasapoetra, dkk, 1995). Erosi diawali oleh terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tanah tanah. Hancuran dari tanah ini, terutama yang halus, akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga kapasitas infltrasi tanah menurun dan air mengalir dipermukaan tanah. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengkikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan atau dilewatinya. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan (Rahim, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu: a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah. b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi untuk mengangkut partikel. Selektivitas Erosi Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi yang lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi dari kandungan liat tanah semula. Proses ini behubungan dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Kejadian ini disebut selektivitas erosi, dan tanah yang telah mengalami erosi teksturnya menjadi lebih kasar dari sebelum terjadi erosi (Arsyad, 2010). Erosi lebih selektif pada partikel yang lebih halus (liat) dengan adanya guludan memotong lereng yang menciptakan hambatan terhadap aliran permukaan (memperlambat aliran permukaan) sehingga partikel yang lebih kasar (pasir) akan tertinggal atau mengendap terlebih dahulu, sedangkan partikel yang lebih halus (liat) sebagian besar tetap berada dalam suspensi dan terangkut bersama aliran permukaan. Pada umumnya energi aliran permukaan akan menurun apabila terdapat hambatan seperti adanya tindakan konservasi tanah, permukaan yang kasar atau sisa-sisa tanaman di permukaan tanah. Oleh karena itu teknik pengelolaan tanah dan tanaman yang dapat menurunkan energi aliran
Universitas Sumatera Utara
permukaan dapat meningkatkan selektivitas erosi dan sekaligus akan menurunkan jumlah tanah tererosi. Sebaliknya pada lahan dengan penanaman pada guludan searah lereng, erosi kurang selektif akibat aliran permukaan mengalir relatif tanpa hambatan sehingga partikel pasir, debu dan liat terbawa bersama aliran permukaan (Henny, dkk, 2011). Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukan yang dengan demikian memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad, 2010). Tipe-Tipe Erosi Pada umumnya dikenal tiga tipe erosi tanah akibat air hujan: erosi permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion) dan erosi parit (gully erosion). Tipe erosi permukaan, tanah terkikis dan terangkut merata di permukaan tanah sehingga kadang-kadang gejala erosi tidak nampak jelas, kecuali dalam waktu lama. Pada tipe erosi alur biasanya sudah terdapat parit-parit kecil atau alur secara tidak teratur searah lereng. Tipe erosi parit akan terjadi apabila terdapat akumulasi air di salah satu tempat tertentu yang mengalir cukup cepat, sehingga menimbulkan parit-parit yang semakin bertambah dalam dan lebar meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak (Sarief, 1993). Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu: a.
Erosi
percikan
(splash
erosion)
adalah
terlepas
dan
terlemparnya
partikelpartikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
b. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah. c. Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran saluran air. d. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. e. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan. f. Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan. g. Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. (Sarief, 1993). Faktor yang Mempengaruhi Erosi Faktor Iklim Faktor iklim yang penting dalam proses erosi curah hujan dan suhu. Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda ditempat-tempat yang berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat jelas bila dibandingkan daerah-daerah yang berjauhan dan mempunyai iklim yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda nyata .Pengaruh iklim dalam proses erosi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan, pencucian, translokasi, dan lain-lain. Sedang pengaruh tidak langsung terutama adalah melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi (Nursa‟ban, 2006). Hujan merupakan aktor yang paling penting di daerah tropika sebagai agensi yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energi kinetiknya yang dijabarkan sebagai intensitas, durasi, ukuran butiran hujan dan kecepatan jatuhnya. Faktor iklim dibedakan dalam dua kategori yakni bila curah hujan tahunan <2500 mm diperhitungkan daya rusaknya akan lebih kecil dari pada >2500 mm (Kementrian Lingkungan Hidup, 2008). Intensitas dan besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah. Sebaliknya jika jumlah dan intensitasnya tinggi akan mengakibatkan erosi yang besar (Nursa‟ban, 2006). Menurut Arsyad (2010), besarnya curah hujan serta intensitas dan distribusi butir hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, dan erosi. Air yang jatuh menimpa tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebahagian air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk menyerap air (kapasitas infiltrasi).
Universitas Sumatera Utara
Faktor Tanah Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah (1) ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan, dan (2) kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi (Utomo, 1989). Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah, dan berkurangnya pengisian air dalam tanah (Asdak, 2007) Sifat fisik tanah terhadap erosi dan dianggap paling penting yaitu tentang (1) kapasitas infiltrasi air kedalam tanah, dan (2) kepekaan terhadap kekuatan yang menghancurkannya. Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan (menginfiltrsikan) air yang terdapat dipermukaan atau aliran air kepermukaan kebagian dalam tanah tersebut, yang dengan sendirinya dengan adanya perembesan itu aliran air permukaan akan sangat berpengaruh. Jelasnya, makin besar aliran kapasitas infiltrasi maka aliran air permukaan makin berkurang (sedikit). Sebaliknya makin kecil kapasitas infiltrasi yang disebabkan banyaknya pori
tanah
yang
tersumbat,
maka
aliran
air
permukaan
makin
bertambah/meningkat (Kartasapoetra, 1985).
Universitas Sumatera Utara
Menurut arsyad (2010), beberapa sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah, sedangkan mudah atau tidaknya mengalami erosi ditentukan oleh sifat fisika tanah. Tanah bertekstur kasar mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, sedangkan tanah yang bertekstur halus mempunyai kapasitas infiltrasi kecil, sehingga dengan curah hujan yang cukup rendah pun akan menimbulkan limpasan permukaan. Namun demikian, laju erosi di daerah tropika basah tetap saja hebat tanpa mengabaikan perbedaan tekstur (Rahim, 2000). Tanah yang berstruktur baik (granular, remah) mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah di olah. Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik adalah bentuk membulat, sehingga tidak dapat bersinggungan dengan rapat (Yunus, 2004). Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik yang telah mulai mengalami pelapukan mempunyai kemapuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama berupa perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat
tanah
(Arsyad, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Faktor Topografi Topografi yang ditampilkan oleh suatu daerah aliran sungai (DAS) akan mempengaruhi proses berlangsungnya erosi. Menurut Asdak (1995) kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor penting untuk terjadinya erosi, karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan air larian. Faktor lereng juga merupakan penyebab besarnya potensi bahaya erosi pada usaha tani lahan kering. Di Indonesia, usaha tani tanaman pangan banyak dilakukan pada lahan kering berlereng. Hal ini sulit dihindari, karena sebagian besar lahan kering di Indonesia mempunyai kemiringan lebih besar dari 3 % dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung, yang meliputi 77,4 % dari seluruh daratan (Wischmeir dan Smith, 1978). Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 450. Selain dari memperbesar
jumlah
aliran
permukaan,
makin
curamnya
lereng
juga
memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butirbutir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar (Sinukaban, 1986). Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum air larian
Universitas Sumatera Utara
lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor (Asdak, 2007). Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik air masuk ke dalam saluran atau suungai, atau dengan kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir dipermukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng. Dengan demikian, lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian atas. Akibatnya adalah tanah-tanah bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian atas. Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi pula (Wischmeir dan Smith, 1978). Faktor Vegetasi Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya 1) intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi melalui energi air hujan, sehingga memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar-akarnya, 3) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 4) peningkatan aktifitas mikroorganisme dalam tanah, 5) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Vegetasi juga dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi, selain itu juga penyerapan air kedalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penyerapan air melalui vegetasi) (Nursa‟ban, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap penutup tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap tanah. Pergiliran tanaman terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah lainnya, merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting (Sinakaban, 1986). Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus diliat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan (Sukmana, 1995). Faktor Manusia Kepekaan terhadap erosi selain dipengaruhi oleh faktor alam juga dipengaruhi oleh faktor manusia. Bahkan manusialah yang merupakan faktor penentu apakah tanah yang diusahakan akan merusak atau tidak berproduksi atau justru
sebaliknya
menjadi
baik
akibat
pengelolaan
tanah
yang
tepat
(Arsyad,2010). Pengolahan tanah meliputi pemeliharaan kandungan bahan organik tanah, praktek pembajakan, dan penstabilan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah berfungsi tidak saja untuk mempertahankan kesuburan tanah, tetapi juga dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk meretensi air, dan menstabilkan agregat tanah. Penambahan bahan organik ke tanaha perlu memperhatikan jenis tanah, karena hal itu berhubungan dengan faktor isohumik jumlah humus yang dihasilkan persatuan bahan organik (Rahim, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lainnya untuk tanaman perladangan, dan lain sebagainya. Maka dengan praktek konservasi, tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah,yaitu teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu. (Asdak, 2007). Upaya Pengendalian Erosi Erosi yang disebabkan oleh air bukan hanya mengangkut partikel-partikel tanah saja, tetapi juga mengangkut hara tanaman dan bahan organik, baik yang terkandung di dalam tanah maupun yang berasal dari input pertanian, sehingga menurunkan kualitas tanah. Oleh karena itu penerapan teknik konservasi merupakan salah satu prasyarat keberlanjutan usahatani pada lahan kering. Beberapa macam teknologi telah tersedia dan dapat diaplikasikan, yang dapat digolongkan ke dalam 2 kelompok, yaitu: teknologi pengendalian erosi cara mekanis, dan cara vegetatif. Dalam prakteknya, pengendalian erosi cara vegetatif, sekalaigus
juga
berfungsi
sebagai
teknik
penambahan
bahan
organik
(Juarsah,dkk, 2010). Pencegahan erosi dengan metode mekanik adalah suatu upaya yang dilakukan agar memperlambat aliran permukaan dan pada gilirannya akan memperbesar erosi. Contoh metode mekanik untuk pengendalian erosi yang umum digunakan petani adalah: a. Penterasan (terasering) b. Pengolahan lahan secara kontur
Universitas Sumatera Utara
c. Pembuatan chek dam d. Pembuatan rorak e. Pembuatan guludan (terutama di lahan sawah) f. Reboisasi / penghijauan (Rahim, 2000). Pengendalian erosi secara vegetatif merupakan suatu cara pengendalian erosi yang menggunakan tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa mulsa mampu menurunkan laju erosi dengan sangat nyata. Suwardjo dkk ,(1989) melaporkan bahwa dengan penggunaan mulsa sisa tanaman pada tanah Tropudults (Lampung) berlereng 3,5%, yang ditanamai tanaman pangan semusim, laju erosi pada tahun ketiga tercatat mendekati nol, sedangkan pada petak tanpa mulsa erosi lebih dari 39ton/ha/tahun. Demikian juga pada tanah Haplorthox (Citayam) yang berlereng 14 %, laju erosi hanya 3 ton/ha/tahun, dibandingkan dengan 109 ton/ha/tahun pada petak serupa tetapi tanpa mulsa. Prinsip dari pengendalian erosi secara kimiawi adalah pemantapan agregat tanah dengan memberikan zat kimia, sehingga agregat tanah akan lebih mantap sehingga susah dipecah dengan adanya tumbukan butir-butir hujan. Zat kimia yang diberikan sebagai pemantap tanah haruslah mempunyai kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Tidak merupakan racun bagi tanaman b. Tidak mematikan mikroorganisme tanah c. Tidak mengurangi porositas tanah, bila memungkinkan dapat meningkatkan pori tanah d. Ramah terhadap lingkungan
Universitas Sumatera Utara
e. Dapat lebih memantapkan agregat tanah (Juarsah,dkk, 2010). Kondisi Umum Lahan Di Desa Lau Damak Kec. Bahorok Kab. Langkat Secara umum wilayah Kabupaten Langkat terletak pada elevasi 5 - 500 m di atas permukaan air laut (dpal). Berdasarkan peta topografi, wilayah dengan ketinggian 0 - 5 m dpal terletak di wilayah sebelah utara dan timur Kabupaten Langkat. Di beberapa wilayah ini sering terjadi banjir dan genangan. Misalnya, peristiwa banjir yang sering terjadi di Kabupaten Langkat, telah mengakibatkan hilangnya beberapa desa di Kecamatan Secanggang dan Tanjung Pura, seperti Desa Pematang Cengal, Pantai Cermin, Kepala Sungai, Tapak Kuda, Selotong dan Padang Tualang. Banjir yang terjadi secara periodik ini antara lain disebabkan oleh akumulasi dari berbagai kerusakan hutan di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sei Wampu dan rusaknya ekosistem hutan bakau di pesisir pantai (Tim penyusun, 2004). Daerah sekitar DAS Baharok ini merupakan zona lemah dimana adanya struktur patahan dan kekar yang merupakan daerah yang terpengaruh oleh kegiatan tektonik sangat kuat dan sangat aktif, sehingga membentuk lereng-lereng yang curam (kemiringan lereng diatas 60o) dan lurus dengan kondisi batuan yang lapuk dan rapuh (mudah terjadi gerakan tanah/longsor). Struktur patahan yang cukup rapat umumnya berarah barat laut-tenggara, merupakan bagian dari sistem sesar semangko di sepanjang pegunungan Bukit Barisan. Struktur patahan tersebut sangat aktif sehingga mengalami pergeseran yang terbukti dari adanya kejadian gempa-gempa yang lemah secara periodik (rata-rata 1-2 kali setiap tahun).
Universitas Sumatera Utara
Kelas lereng yang menempati wilayah paling kecil adalah lereng lebih dari 45o. Kelas lereng ini merupakan kelas lereng yang curarn dan merupakan daerah yang berbahaya, karena dengan kelerengan yang sangat curam, apabila wilayah tersebut tidak ada penutup lahan dan upaya konservasi tanah dan dengan curah hujan yang tinggi, merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan erosi terbesar. Oleh karena itulah sering daerah seperti ini harus diperuntukkan sebagai kawasan lindung. Kelas lereng ini sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Langkat bagian tengah dan barat, tepatnya di Kecamatan Besitang, Batang Serangan, Bahorok dan Sei Bingai (Tim penyusun, 2004). Tabel 1. Distribusi Luas menurut Kelas Kelerengan di Kabupaten Langkat No. Kelas Lereng (%) Luas (Ha) % 1
0-3
264,683.26
42.42
2
4-8
155,348.62
24.90
3
8-15
4,954.34
0.79
4
15-25
39,008.06
6.25
5
25-45
75,056.52
12.03
6
45-100
84,893.78
13.61
Sumber: Diolah dari Peta Topografi
Universitas Sumatera Utara