TINJAUAN PUSTAKA Kemasan Kayu dan ISPM #15 Seluruh komponen kemasan kayu adalah bahan organik, kecuali bahan pengikatnya, sehingga mudah sekali berinteraksi dengan kondisi lingkungannya, baik kondisi fisik maupun biotik. Stabilitas dimensi kemasan kayu dapat menjadi rendah karena sifat higroskopis yang dimilikinya, sehingga mudah berikatan dengan uap air di sekitarnya, atau melepaskan uap air pada saat kondisi di sekitarnya kering. Disamping itu, aspek yang sangat penting adalah bahwa kayu sebagai material organik merupakan sumber nutrisi bagi banyak jenis organisme, terutama serangga dan cendawan (Rismayadi 2008). Umumnya kemasan kayu terbuat dari kayu mentah yang rendah mutunya sehingga sangat berpotensi menjadi media penyebaran organisme pengganggu tumbuhan khususnya serangga penggerek kayu. Oleh karena itu, banyak negara yang menerapkan syarat-syarat dan tindakan karantina yang cukup ketat terhadap kemasan kayu tersebut. Untuk mengatur hal tersebut dan untuk
menghindari
terjadinya hambatan terhadap kelancaran perdagangan, FAO memandang perlu untuk menetapkan suatu standar sebagai pedoman bagi semua negara dalam mengatur syarat-syarat dan tindakan karantina bagi kemasan kayu yang digunakan untuk mengangkut komoditas dalam perdagangan intemasional. Standar tersebut adalah Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade (ISPM #15) yang telah disahkan oleh Interim Commission on Phytosanitary Measures (ICPM) pada Maret 2002 (FAO 2006). Tujuan ISPM #15 ini adalah sebagai pedoman dalam melaksanakan perlakuan dan sertifikasi terhadap kemasan kayu yang digunakan dalam pengangkutan komoditas ekspor. Dalam dokumen ini dijelaskan tentang cara-cara perlakuan dan sertifikasi serta syarat-syarat dan tata cara penilaian terhadap perusahaan yang akan ditunjuk untuk melaksanakan perlakuan dan sertifikasi terhadap kemasan kayu yang digunakan dalam pengangkutan komoditas ekspor. Jenis-jenis kayu yang perlu disertifikasi adalah :
a) Semua kemasan kayu yang terbuat dari kayu mentah, baik berupa peti, tong
5 kayu,
penopang, pengganjal dan sejenisnya
yang digunakan dalam
pengangkutan komoditas ekspor b) Pengecualian dari ketentuan huruf (a) adalah kemasan kayu yang terbuat dari kayu yang diolah dengan menggunakan perekat, panas, dan/atau tekanan seperti kayu lapis (plywood, veneer, dan particle board/lembaran kayu yang ketebalannya kurang dari 6 mm).
Sertifikasi Sertifikasi dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi kemasan kayu atas penunjukan Kepala Badan Karantina Pertanian dengan membubuhkan logo (marking) pada bagian samping pallet yang telah jadi dengan jelas berdasarkan aturan yang telah ada. Perusahaan yang dapat diregistrasi untuk melaksanakan perlakuan dan sertifikasi sebagaimana yang dimaksud dalam ISPM #15 ini adalah perusahaan yang memproduksi kemasan kayu dan memberikan jasa pengemasan terhadap pihak ketiga, berdomisili di Indonesia dan merupakan Badan Hukum Indonesia. Syarat-syarat registrasi meliputi administrasi dan teknis. Badan Karantina Pertanian bertindak selaku regulator dari ketentuan kemasan kayu terhadap semua aktivitas perusahaan kemasan kayu/wood packing house (Pusat Karantina Tumbuhan 2006).
Sifat-sifat Kayu Susunan unsur kimia kayu terdiri dari 50% Carbon, 6% Hidrogen, 44% Oksigen, dan sedikit unsur lainnya. Komposisi kimia kayu terutama tersusun oleh tiga bahan polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Substansi-substansi lain yang dijumpai didalam kayu adalah nitrogen, pektin, gula dengan berat molekul rendah, zat-zat ekstraktif dan mineral. Selulosa merupakan bagian terbesar yang terdapat dalam kayu (39 (21
24%), zat ekstraktif (2
55%), lignin (18
6%), dan mineral (0,2
32%), hemiselulosa
2%). Ciri-ciri struktural
yang dapat diamati secara makroskopis adalah lingkaran-lingkaran tahun, jari-jari, serat kayu, mata kayu serta struktur kayu teras dan gubal. Kayu gubal yang berada di bagian luar mengandung sel-sel yang hidup. Kayu teras secara fisiologis tidak
6 berfungsi lagi, hanya berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis. Pada kayu teras terdapat endapan-endapan bahan organik berupa beberapa jenis zat ekstraktif, seperti senyawa fenol dan resin yang berpengaruh terhadap keawetan kayu (Rismayadi 2008). Perbedaan komposisi kimia dan struktur kayu akan memberikan pengaruh terhadap sifat keawetan dan kekuatan (sifat fisis mekanis) kayu. Kayu-kayu kelas rendah yang biasa dipakai sebagai bahan bangunan seperti kayu sengon, afrika, rasalama, puspa, nangka, suren mengandung banyak kandungan selulosa dan hemiselulosa, serta sedikit sekali mengandung zat-zat ekstraktif yang berguna sebagai mekanisme kimia pertahanan kayu terhadap organisme perusaknya. Akibatnya, kayu-kayu kemasan yang banyak menggunakan jenis kayu tersebut diatas merupakan sumber makanan yang potensial bagi banyak organisme (Rismayadi 2008).
OPK yang Mungkin Terbawa pada Kemasan Kayu Fakta yang berkembang di lapangan adalah bahwa berbagai serangga dan cendawan telah disebarkan melalui distribusi kemasan kayu antar negara melalui proses perdagangan internasional. Beberapa OPK yang tersebar melalui distribusi kemasan kayu adalah Cryptotermes cynocephalus dan Coptotermes formosanus. C. cynocephalus (rayap kayu kering) sangat umum terdapat di Indonesia dan telah menyebar di hampir semua negara beriklim tropis karena pada masa lalu peredaran peti kemas kayu tidak diawasi (Rismayadi 2008). Serangga-serangga lain yang dapat menjadi OPK pada kayu bahan kemasan diantaranya adalah kumbang kulit kayu dan penggerek kulit kayu.
Kumbang kulit kayu Kumbang kulit kayu, Hylurdrectonus araucariae (Coleoptera : Scolytidae) merupakan serangga hama yang umum ditemukan pada pohon berkayu dan beberapa spesiesnya menyerang pohon yang berdaun lebar. Genus Hylurdrectonus memiliki beberapa ratus spesies dengan berbagai gejala kerusakan yang ditimbulkannya (Speigth and Wylie 1986).
7 Kumbang dewasa dapat ditemukan dengan mudah bersama telur, larva dan pupa dalam ranting pohon yang diserang. Baik larva dan serangga dewasa bertanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi. Serangga ini dapat ditemukan di daerah Papua. Serangga dewasa betina meletakkan telur dalam bentuk kelompok dan ditempatkan di bawah kulit kayu secara sejajar. Telur menetas menjadi larva dengan bantuan getah kayu yang kadang kala dikelilingi oleh spora cendawan bernoda biru. Larva berukuran panjang 6 sampai 7 mm berwarna putih susu, silindris dengan bagian atas kepala berwarna coklat pucat atau kuning tua. Larva akan membentuk kepompong dan keluar menjadi menjadi serangga dewasa di dalam kulit kayu dengan ukuran panjang 6 mm (Gray 1976).
Penggerek kulit kayu Kumbang penggerek kulit kayu (Ernobius molli) tergolong ke dalam ordo Coleoptera, famili Anobiidae. Kumbang ini dapat merambat melalui kerusakan yang terjadi pada tiang pagar dan kayu. Namun kumbang ini dapat pula ditemukan pada kayu yang keras, dan menyebabkan terbentuknya lubang kecil (Hickin 1968). Imago betina dapat meletakkan telur 20 sampai 30 butir yang ditempatkan di dalam celah-celah kulit kayu. Telur menetas 2-3 minggu setelah diletakkan. Kepompong umumnya terbentuk dalam waktu satu atau dua minggu. Kepompong akan keluar menjadi serangga dewasa selama periode waktu diantara bulan Mei dan Agustus. Serangga dewasa berukuran 3 sampai 6 mm, berwarna merah atau coklat muda, ditandai dengan terbentuknya rambut-rambut berwarna sutera kuning (Creefield 1991).
Rayap kayu kering Rayap kayu kering (Cryptotermes spp.) pada umumnya ditemukan pada kayu kering, misal kayu yang berstruktur. Biasanya rayap ini memperluas sarangnya dengan memakan kayu ke segala arah, dan adakalanya meninggalkan rongga, namun bagian luar kayu yang terinfestasi terlihat normal. Gejala serangan akibat rayap kayu kering biasanya ditandai dengan adanya serbuk pada bagian yang terinfestasi (Speigth and Wylie 1986).
8 Serangga dewasa yang bersayap (laron) berukuran 7 sampai 11 mm, tumbuh dan berkembang dari sarang dan kerumunan. Setelah penerbangan singkat, mereka akan hinggap dan melepaskan sayapnya. Serangga dewasa betina akan menarik perhatian serangga dewasa jantan untuk datang, setelah serangga dewasa betina dan jantan bertemu selanjutnya mencari tempat yang cocok, misalnya pada retakan tiang kayu. Mereka kemudian mulai membuat lubang pada kayu dan menunggu hingga sarang tertutup untuk kawin pada setiap koloninya. Perkembangan koloni berjalan lambat. Dalam setahun, raja dan ratu hanya dapat memproduksi 3 atau 4 larva. Larva berukuran 1 mm berwarna putih transparan, larva berkembang menjadi pekerja, prajurit atau laron. Laron berwarna pucat dengan ukuran rongga dada sekitar 5 mm dengan kepala lebih gelap (Thomasson et al. 2006).
Rayap tanah Rayap tanah merupakan rayap yang paling banyak menyerang kayu konstruksi pada suatu bangunan gedung. Kelompok rayap ini bersarang di dalam tanah, tetapi mampu menjangkau objek-objek serangannya yang berada jauh di atas permukaan tanah. Dari pusat sarang di dalam tanah ke objek-objek tersebut rayap terhubung melalui saluran-saluran tanah yang disebut sebagai liang kembara, sebagai jalan bagi rayap sekaligus sebagai tempat perlindungan. Oleh karena itu, setiap serangan oleh rayap ini ditandai oleh adanya tanah liang kembara rayap (Rismayadi 2008). Spesies rayap tanah yang terdapat di Indonesia adalah Nasutitermes sp. dan Macrotermes sp. (Borror et al. 1983).
Kumbang tepung Kumbang tepung (Lyctus brunneus) merupakan hama hutan dan umumnya menjadi penyebab utama kerusakan perabotan, peralatan olahraga, lantai blok kayu dan pengerjaan kayu halus. Stadium larva merupakan fase yang paling merusak (Eaton dan Hale 1993). Serangga dewasa betina bertelur jika kandungan kanji kayu cukup tinggi dan meletakkan telur ke dalam pori-pori kayu keras dan lebar. Telur yang diletakkan oleh betina dewasa berkisar antara 30 dan 50 telur, berwarna keputih-putihan, panjang dan silindris. Telur menetas menjadi larva dalam waktu satu sampai dua
9 minggu. Larva berwarna putih susu dan berukuran 6 mm saat berkembang sempurna dan berubah menjadi kepompong antara dua sampai empat minggu di dekat permukaan kulit kayu. Serangga akan keluar menjadi serangga dewasa dengan cara menggigit kulit kepompong. Serangga dewasa berukur panjang 5 mm, berwarna coklat kemerahan, tipis dan agak rata. Umumnya serangga keluar dari kepompong sekitar bulan Juni dan Agustus. Siklus hidup serangga ini berlangsung antara satu sampai tiga tahun dengan menginfestasi berbagai macam kayu dengan bergantung pada kondisi lingkungan (Robinson 1989).
Kumbang penggerek kayu Kumbang penggerek kayu (Euophryum sp.) merupakan serangga yang menginfestasi dan merusak kayu yang lembab dan kayu yang telah membusuk Serangga ini lebih umum ditemukan merusak kayu yang membusuk akibat adanya infeksi primer oleh cendawan pada bagian sel epidermis kayu dan menyebar secara lokal pada bagian kayu yang masih sehat (Eaton dan Hale 1993). Serangga dewasa betina mengeluarkan telur secara satu per satu, khususnya dalam lubang yang dipindahkan. Telurnya mengkilap, putih, lentur serta rata di salah satu ujungnya. Telur menetas menjadi larva setelah 16 hari. Larva berada dalam terowongan yang dibuat pada bagian dalam kayu selama enam bulan sampai satu tahun. Larva berwarna putih susu berbentuk C, berkerut dan tidak bertungkai. Larva berkembang menjadi kepompong dan menempati permukaan dalam kayu selama dua hingga tiga minggu. Serangga dewasa akan keluar dari kepompong dengan cara menggerek kulit kepompong, dan umumnya terjadi pada saat musim kering atau panas. Serangga dewasa berukuran panjang 2,5 sampai 5 mm, berwarna coklat kemerahan sampai hitam. Serangga ini memiliki moncong yang panjang, tubuh silindris dan tungkai pendek. Serangga dewasa dapat bertahan hidup hingga lebih dari setahun (Hickin 1968).
10 Cendawan Tambang Cendawan tambang (Fibroporia vaillantii) menginfeksi dan merusak kayu dan menyebabkan terjadinya pembusukan kayu dan mengakibatkan kulit kayu menjadi kering. Lebih lanjut dijelaskan bahwa akibat infeksi dari cendawan ini akan mengakibatkan permukaan kayu yang membusuk terpecah menjadi beberapa bagian persegi. Cendawan membentuk percabangan hifa atau miselium yang berwarna putih, menyerupai pakis. Benang-benang hifa sangat lentur pada saat kering. Cendawan ini memiliki sporongospora berbentuk pelat berwarna putih, tidak beraturan dengan
kedalaman yang bervariasi antara 2 sampai 12 mm.
Sporongospora memiliki spora yang berwarna putih dan sulit terlihat dalam jumlah yang besar, memperlihatkan miselium cendawan dan sporongospora pada ujung tangkai miselium
Busuk kering Penyakit busuk kering disebabkan oleh cendawan Serpula lacrymans Cendawan ini memiliki hifa yang berwarna kuning keputih-putihan, coklat kekuning-kuningan. Sporongospora cendawan tersebut berwarna kuning susu seperti pelat tipis hingga kemudian coklat zaitun. Spora cendawan ini berkelompok dan berwarna coklat zaitun. Cendawan ini menginfeksi kayu-kayu yang lembab pada bagian akar dan bersentuhan langsung dengan tanah dan hidup di dalam tanah dan batu-batuan yang ada di sekitar pertanaman. Gejala serangan akibat infeksi cendawan ini memeprlihatkan adanya keretakan kayu, terjadinya penggelembungan permukaan dan menimbulkan adanya bau cendawan.
11 Regulasi ISPM #15 Kemasan yang menggunakan bahan baku kayu mentah yang dapat menjadi media penyebaran OPK dapat berupa pallet, kayu penopang (dunnage), krat kayu (crates), kayu pengganjal (packing block), tong kayu (drums), papan bantu untuk bongkar muat barang (load boards), rangka pallet (pallet collars) dan penyangga (skids). Kemasan kayu yang tidak terkena aturan ISPM #15 adalah kayu yang proses pembuatannya menggunakan lem, panas, dan tekanan atau kombinasinya, seperti kayu lapis (plywood), partikel kayu (wood particle), oriented strand board, veneer, veneer peleer cores, serbuk kayu gergajian (sawdust), serat kayu (wood wool), kayu serutan (shaving), potongan kayu mentah berbentuk potongan yang ketebalannya kurang dari 6 mm. Berdasarkan ketentuan ISPM #15, kayu kemasan harus memenuhi syarat : bebas dari kulit kayu, bebas dari infestasi OPK (hama kayu), bersih dari tanah dan atau kotoran, tidak keropos atau lapuk, bebas dari lubang gerekan serangga, kadar air (kelembaban) dari kayu kurang dari 15%, bebas dari cendawan, tidak banyak mata kayu, tidak retak maupun patah-patah (FAO 1995). Landasan hukum penyelenggaraan tindakan perlakuan dan sertifikasi terhadap kemasan kayu dalam perdagangan internasional sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Piagam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. 4. Keputusan Republik Indonesia No. 22 Tahun 1977 juncto Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 45 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Perlindungan
Tanaman
Internasional
(International
Plant
Protection
Convention). 5. Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/OT.210/1/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian sebagaiman telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 354.1/Kpts/OT.210/7/2001.
12 6. Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
99/Kpts/OT.210/2/2001
tentang
Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Pertanian No. 354.1/Kpts/OT.210/ 7/2001. 7. Pasal IV Ayat 1 Huruf (a) Konvensi Perlindungan Tanaman Internasional (International Plant Protection Convention). 8. ISPM #15 International Standard for Pytosanitari Measures tentang Guidelines for Regulating Word Packaging Material in International Trade.
Perlakuan panas (Heat treatment/HT) Perlakuan terhadap kemasan kayu yang sesuai ketentuan ISPM #15 di antaranya adalah perlakuan panas (Heat Treatment/HT). Perlakuan panas merupakan perlakuan dengan menggunakan pemanasan secara buatan (artifisial) dalam sebuah tungku pemanas yang memenuhi persyaratan. Fasilitas yang dianggap ideal untuk perlakuan panas adalah Kiln Drying (KD), yang dilengkapi dengan peralatan ukur dan pengkondisi atmosfer ruangan. Prosedur pelaksanaan perlakuan panas yang sesuai dengan ketentuan ISPM#15 adalah sebagai berikut : 1. Kayu ditumpuk sesuai ketentuan di dalam Kiln Drying (KD). 2. Thermocouple dipasang pada kayu yang paling tebal dan keras dengan posisi di bawah, tengah dan atas secara diagonal. 3. Suhu inti kayu ditunggu sampai dengan 56 oC. 4. Dibuat laporan perlakuan panas. 5. Bahan baku disortir. 6. Tahap persiapan pengeringan dengan cara menyusun kayu di dalam ruang pengering berdasarkan jenis dan ukuran kayu dengan susunan bersilang bata, pintu ruangan pengering (KD) ditutup dan dipastikan semua instrumen dalam kondisi normal, semua katup (valve) yang menuju KD dan boiler dibuka, kemudian controller dan panel KD dinyalakan. 7. Tahap pemanasan awal (heating up) dengan cara mengatur dry bulb dan wet bulb sesuai dengan jadwal pengeringan. Lama heating up adalah 2 jam x ketebalan kayu (cm), jadwal yang digunakan adalah dengan menambahkan 1-
13 2 oC pada wet bulb, kadar air (Moisture Content/MC) awal dan suhu inti kayu dicatat di dalam form dan diperiksa setiap 6 jam. 8. Tahap pengeringan utama (Main Drying), didasarkan pada MC kayu rata-rata, dry bulb dan wet bulb diatur sesuai dengan jadwal pengeringan sampai MC akhir (final MC). 9. Tahap pengkondisian (Conditioning), bertujuan untuk mencegah terjadinya perbedaan kerapatan kayu yang tinggi antara lapisan tengah dan luar. Proses ini dilakukan dengan cara dry bulb dan wet bulb diatur setelah MC kayu mencapai 1% di bawah MC yang diinginkan. Conditioning berlangsung selama 1 jam x tebal kayu (cm), jadwal yang digunakan adalah dengan menambahkan 3-5oC pada wet bulb. Jadwal tersebut berdasarkan pada MC kayu rata-rata. 10. Tahap pendinginan (Cooling Down), dilakukan dengan cara tombol controller dimatikan, suhu ruang KD dibiarkan mencapai 40-45 oC, tombol dumper dan power pada panel KD dimatikan bila suhu sudah tercapai. Pengeringan selesai, pintu KD dibuka dan kayu dikeluarkan.