3 November 2010
Tinjauan Perekonomian Bulanan Perekonomian Domestik Makin Robust, AS Tetap Loyo
Ringkasan Eksekutif •
Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi
[email protected]
Anton.Guanawan Ekonom Kepala
[email protected]
Helmi Arman Ekonom/Analis Pasar Obligasi
P e m• u l i • h a n •
[email protected]
Helmi Arman Ekonom/Analis Pasar Obligasi
[email protected]
Helmi Arman
•
Pemulihan perekonomian domestik AS masih lemah, sehingga AS diperkirakan akan melakukan kebijakan quantitative easing tahap II untuk mendorong percepatan pemulihan ekonominya. Inflasi tahunan Indonesia relatif aman pada bulan Oktober, begitu juga dengan inflasi intinya. Dengan perkembangan inflasi inti yang cukup rendah, kami perkirakan kenaikan suku bunga acuan BI mulai terjadi pada kuartal II tahun 2011. Surplus perdagangan Indonesia melonjak bulan September, terkait menurunnya impor secara signifikan pasca puasa dan lebaran. Arus modal asing terus mengalir deras dan menekan penguatan Rupiah. Namun, nilai tukar masih bertahan di sekitar 8.900 – 8.950/US$ seiring dengan pergerakan indeks Dolar AS yang agak mendatar akhir-akhir ini. Keberadaan instrumen term deposit, bisa berakibat jumlah SBI yang dikeluarkan akan mengecil. Diharapkan ruang gerak investor asing akan lebih terbatas memburu SBI. Sehingga, investor asing akan cenderung memilih obligasi Rupiah tenor pendek.
Pemulihan Perekonomian Domestik AS Masih Sangat Lemah
Pemulihan ekonomi AS masih buruk
Pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal III 2010 agak mengecawakan. Secara sepintas, pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, dengan pertumbuhan kuartalan sebesar 2,0% dari 1,7% pada kuartal II 2010. Namun, kalau digali lebih dalam lagi, ternyata pertumbuhan ekonominya lebih banyak ditopang oleh kenaikan stok (inventory) sebesar 1,4%, bukan karena menggeliatnya penjualan. Kontribusi permintaan domestik relatif rendah yaitu hanya 0,6% pada kuartal III 2010. Permintaan domestik masih terperangkap dalam kelesuan dan sulit beranjak ke zona yang mampu memberikan optimisme kepada para investor/pelaku pasar. Tidak mengherankan kalau aktivitas kegiatan produksi di sektor manufaktur dan jasa masih menunjukkan kelesuannya. Indeks Purchasing Managers (PMI), terutama sektor manufaktur terus mengalami penurunan selama 5 bulan terakhir dan menuju ke level kontraksi (Gambar 1).
Tingkat pengganguran masih tinggi, begitu juga dengan initial jobless
claim
Konsumen AS mengalami pesimis yang berkepanjangan
Danamon Economic and Market Research
Buruknya aktivitas produksi menyebabkan tingkat pengangguran tidak berangsur turun. Tingkat pengangguran masih berkutat pada level yang tinggi yaitu sebesar 9.6% pada bulan September, belum ada tanda-tanda tren menurun (Gambar 2). Untungnya, di saat tingkat pengangguran masih tinggi, ternyata telah terjadi penurunan inital jobless claim menjadi 434 ribu orang pada bulan Oktober dari 456 ribu orang pada bulan sebelumnya. Tren pemulihan yang lambat ini menyebabkan kepercayaan konsumen AS selalu berada dalam level pesimis (indeks < 100) (Gambar 3). Setelah krisis ekonomi tahun 2008, indeks kepercayaan selalu berada di kisaran level 50-an. Indeks
1
kepercayaan konsumen ini berada pada level rendah dalam rentang waktu yang terpanjang dalam 30 tahun terkahir sejarah perekonomian AS. Dolar AS melemah, investor bersifat risk
appetite
Waspada akan terjadi resesi kembali, jika tren pemulihan di luar jalur yang diharapkan
Di saat perekonomian AS masih labil, global risk appetite investor terus meningkat. Investor terus memburu aset finansial yang berisiko tinggi di kawasan Emerging Markets/negara berkembang, khususnya di Asia karena pertumbuhan ekonominya yang jauh lebih baik dan menariknya imbal hasil investasi dibandingkan dengan AS dan kawasan Uni Eropa. Arus modal asing terus berbondong-bondong masuk ke kawasan Emerging Markets. Akibatnya, mata uang Asia mendapat tekanan menguat terhadap Dolar AS sebesar 0,79% selama bulan Oktober 2010 dan ini mungkin akan berlanjut terus. Dengan masih tingginya resiko kemacetan KPR di AS, kebijakan quantitative easing yang diperkirakan akan dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi AS belum tentu efektif mendorong pemulihan perekonomian domestik. Oleh sebab itu, resiko terjadinya resesi ekonomi dunia lagi (double dip) masih terbuka. Juga timbul resiko pelarian modal ke ke negara berkembang karena pertimbangan imbal hasil yang jauh lebih menarik.
Inflasi Oktober di Indonesia Relatif Aman Inflasi Oktober aman
Di Indonesia, inflasi harga umum bulanan pada bulan Oktober 2010 tercatat sebesar 0,06%, jauh lebih rendah daripada ekspektasi pasar sebesar 0,28% (Gambar 4). Rendahnya inflasi ini merupakan fenomena yang wajar setelah bulan puasa dan lebaran di mana harga secara umum melonjak tajam. Inflasi bulanan yang cukup rendah tersebut menyebabkan inflasi tahunan menurun menjadi 5,67% dari 5,80% pada bulan September 2010. Sementara itu inflasi inti naik sedikit, yaitu 4,19% dari 4,02% pada bulan sebelumnya. Kenaikan inflasi inti ini seiring dengan naiknya harga komoditas dunia terutama emas; selain itu secara ratarata tertimbang (REER) nilai tukar Rupiah riil juga mengalami depresiasi: Penguatan Rupiah terhadap Dolar AS lebih rendah dibandingkan dengan penguatan mata uang negara-negara mitra dagang Indonesia selain AS.
BI akan menaikkan suku bunga acuannya pada kuartal II 2011
Melihat perkembangan inflasi sampai saat ini, kami perkirakan inflasi tahun 2010 akan mendekati 6,1%. Selanjutnya, dengan tren inflasi inti yang relatif aman, menurut perkiraan, kami kenaikan suku bunga acuan BI akan mulai terjadi pada kuartal II tahun 2011, terutama bila inflasi inti naik mencapai 5,5% atau bahkan 6%.
Perdagangan Internasional Indonesia: Surplus Melonjak di September Surplus perdagangan September Melonjak Tajam
Surplus neraca perdagangan pada bulan September 2010 mengalami lonjakan tajam, lebih dari 1 ½ kali surplus perdagangan bulan sebelumnya. Membaiknya neraca ini disebabkan penurunan yang sangat tajam dari impor dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara itu, penurunan ekspor tidak sedalam seperti yang terjadi pada impor (Gambar 5) Anjloknya impor pada bulan September bukanlah hal yang mengejutkan, karena impor sebelumnya mengalami lonjakan yang tajam pada bulan Juni/Juli yang bersifat musiman (puasa dan lebaran). Secara umum, kinerja perdagangan sampai bulan September 2010 jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Surplus perdagangan sampai bulan September 2010 sebesar 13,6 miliar USD dari 11,9 miliar USD pada tahun yang lalu. Ke depannya, surplus neraca perdagangan ini akan menyusut secara gradual seiring
Danamon Economic & Market Research
2
dengan makin kuatnya permintaan domestik yang dapat mendorong pertumbuhan impor. Neraca transaksi berjalan relatif aman sampai akhir tahun
Melihat perkembangan perdagangan internasional ini, diharapkan surplus transaksi berjalan (barang, jasa, dan pendapatan) dapat relatif terjaga, paling tidak sampai tahun 2010. Namun kita tetap harus waspada dengan kasus utang di negaranegara Eropa dan labilnya pemulihan perekonomian AS, yang pada akhirnya dapat mengganggu kinerja ekspor Indonesia.
Rupiah Terus Mengalami Tekanan Penguatan Secara rata-rata selama bulan Oktober, Dolar AS melemah terhadap hampir seluruh mata uang dunia karena dampak sampingan dari ekspektasi kebijakan quantitative easing dilakukan oleh FED. Tekanan terhadap menguatnya indeks mata uang utama dunia dan mata uang Asia sulit dibendung oleh Bank Sentral negara-negara di dunia. Sampai saat ini, BI cukup berhasil menjaga penguatan Rupiah, terbukti pada bulan Oktober, Rupiah hanya menguat 0,50% terhadap Dolar AS. Sedangkan mata uang negara lainnya penguatannya jauh lebih besar. Indeks mata uang Asia dan indeks mata uang utama dunia terhadap Dolar AS menguat masing-masing sebesar 1,77% dan 4,47% (Gambar 6). Lesunya perekonomian AS pada bulan Oktober dan masih labilnya perekonomian kawasan Uni Eropa tidak menyebabkan investor bersifat risk averse. Derasnya aliran modal asing ke perekonomian domestik membuat Rupiah bertahan di bawah Rp. 9.000/USD. Posisi asing di pasar obligasi meningkat terus hampir Rp. 10 triliun dalam waktu hampir 1 bulan. Dengan kepemilikan asing sebesar Rp. 192,23 triliun per 28 Oktober dari Rp. 182,26 triliun pada akhir bulan September ((Gambar 7). Rupiah akan bergerak lebih fleksibel
Cadangan devisa dilaporkan terus menanjak menjadi $86,6 di bulan September dan diperkirakan telah naik lagi pada bulan Oktober. Seiring dengan kenaikan cadangan devisa yang sedemikian pesat, kami perkirakan BI akan lebih akomodatif terhadap penguatan rupiah ke depannya—terutama bila mata uang regional lainnya juga menguat terhadap Dolar AS. Apalagi, daya saing komoditi ekspor Indonesia mengalami peningkatan kembali sejak bulan Agustus 2010.
SBI Makin Sedikit, Obligasi Diburu? Derasnya arus modal asing ke perekonomian domestik menjadi pusat perhatian utama BI agar volatilitas Rupiah tetap terjaga dengan baik. Berbagai kebijakan telah diambil, mulai dari mewajibkan memegang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama sebulan. Ke depannya BI telah mengisyaratkan akan menambah variasi instrumen term deposit dari hanya 1 dan 2 bulan menjadi 5 pilihan yaitu: 1, 2, 3, 6, dan 9 bulan. Term deposit ini tidak dapat diperjualbelikan, namun dapat dicairkan ke BI sebelum jatuh tempo. Bila jumlah SBI yang dikeluarkan mengecil dengan keberadaan instrumen term deposit ini, maka ruang gerak investor asing akan lebih terbatas untuk memburu SBI. SBI terbatas, obligasi Rupiah tenor pendek jadi pilihan
Bagi pasar obligasi, potensi ‘kelangkaan instrumen SBI’ ini bisa berakibat positif. Investor asing bisa cenderung beralih ke obligasi pemerintah sehingga mengakibatkan kuatnya permintaan obligasi Rupiah tenor pendek (1 atau 2 tahun) yang berpotensi terus menekan seluruh kurva imbal hasil obligasi ke bawah (menekan turun imbal hasil). Dalam waktu hanya 2 hari, imbal hasil obligasi Rupiah 1 tahun turun cukup siginifikan menjadi 4,8% dari 5,2% per 1 Nov, kemudian untuk tenor 2 tahun turun tipis menjadi 5,6% dari 5,8%. Sementara itu, untuk tenor 4 tahun ke atas, imbal hasil bergerak berlawanan arah, dengan kenaikan yang relatif kecil (Gambar 8).
Danamon Economic & Market Research
3
Gambar 1. PMI Sektor Manufaktur AS Terus Memburuk
Gambar 2. Tingkat Pengangguran dan Initial Jobless Claim AS Masih Tinggi 11
725
65 Non-Manufaktur
Manufaktur
60
Initial Jobless Claim (Ribu Orang)
650
> 50: Ekspansi
10
Tingkat Pengangguran (%, sumbu kanan)
55
575
9
50
500
8
425
7
350
6
275
5
45 < 50: Kontraksi 40 35
Ja n0 M 7 ar M 07 ay -0 Ju 7 lS e 07 pN 07 ov -0 Ja 7 n0 M 8 ar M 08 ay -0 Ju 8 lS 08 ep N 08 ov -0 Ja 8 n0 M 9 ar M 09 ay -0 Ju 9 l-0 Se 9 pN 09 ov -0 Ja 9 n1 M 0 ar M 10 ay -1 Ju 0 lS e 10 p10
30
4
200 Jan- Jun- Nov- Apr- Sep- Feb- Jul- Dec- May- Oct- Mar- Aug- Jan- Jun- Nov- Apr- Sep04 04 04 05 05 06 06 06 07 07 08 08 09 09 09 10 10
Sumber: Bloomberg (1 November 10)
Sumber: Bloomberg (1 November 10)
Gambar 3. Indeks Kepercayaan Konsumen AS Masih Sangat Lemah
Gambar 4. Inflasi Indonesia Bulan Oktober Aman
1200
90
2.0
12.5 Inflasi Umum (%MoM, sumbu kiri)
Kepemilikan Rumah Baru (ribu unit, sumbu kanan) 80
1100
Indeks Kepercayaan Konsumen
Inflasi Umum (%YoY) 1.5
70
900
10.0
Suku Bunga Acuan BI (%)
1000
Inflasi Inti (%YoY) 1.0
7.5
0.5
5.0
0.0
2.5
60 800 50 700 40
600
30
500
-0.5
0.0 08091011 12010203 04050607 080910 11120102 03040506 07080910
20
400 Jan-08
Apr-08
Jul-08
Oct-08
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Oct-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
2008
Oct-10
2009
2010
Sumber: Bloomberg (1 November 10)
Sumber: BPS, CEIC
Gambar 5. Surplus Perdagangan Indonesia Melonjak Kembali
Gambar 6. Dolar AS Cenderung Melemah Terus; Apresiasi (+)/ Depresiasi (-)
3.5
Miliar USD
%YoY
150
Surplus Perdagangan (sumbu kiri) 3.0 2.5
125
Ekspor (fob)
7.2 6.0 4.8
100
Impor (cif)
3.6
2.0
75
2.4
1.5
50
1.2
1.0
25
0.0 Indonesia
Korea
Malaysia
Filipina
-2.4
Singapura
Thailand
India
Indeks Asia
Indeks Dolar AS
Eropa
-1.2
0.5
0
0.0
-25
-3.6
-0.5
-50
-4.8
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 2009
Sumber: BPS, CEIC Danamon Economic & Market Research
2010
Japan -6.0 Agt 10
Sep 10
Okt 10
Sumber: Bloomberg (1 November 10)
4
Gambar 7. Kepemilikan Asing Di SBI dan SBN Terus Meningkat 90
Triliun Rp
Triliun Rp
80 70
Gambar 8. Imbal Hasi Obligasi Rupiah
195 180
SBI
SBN (sumbu kanan)
165
60
150
50
135
40
120
30
105
20
90
10
75
0
60 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 2009
Sumber: Depkeu, BI
Danamon Economic & Market Research
2010
Sumber: Bloomberg (3 November 10)
5
Indonesia: Proyeksi Indikator-Indikator Perekonomian
Produk Domestik Bruto Riil (% tahun thd tahun) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Neraca Perdagangan Barang (USD miliar) Neraca Transaksi Berjalan (% thd PDB) Cadangan Devisa Bank Indonesia (USD miliar) Nilai Tukar Rp/USD (akhir-tahun) Nilai Tukar Rp/USD (rata-rata) Suku bunga kebijakan BI (%, akhir-tahun) Inflasi harga konsumen (%, tahun thd tahun) Defisit / Surplus APBN (% thd PDB) Peringkat utang oleh S&P
2007
2008
2009
2010E*
2011E*
6,3 9,8 32,8 2,5 56,9 9.419 9.136 8,00 6,6 -1,3 BB-
6,1 8,6 22.9 0,1 51,6 10.950 9.678 9,25 11,1 -0,1 BB-
4,5 7,9 35,2 2,0 66,1 9.400 10.399 6,50 2, 8 -1,6 BB-
6,1 7,2 36,6 1,1 83,2 9.075 9.100 6,50 6,1 -1,4 BB
6,4 6,9 37,5 0,6 95,4 9.150 9.155 7,50 6,2 -1,2 BB+
Sumber: BPS, CEIC, * Proyeksi Danamon
Kamus istilah Inflasi umum/headline
: Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, yang tercermin dari perkembangan indeks harga konsumen (IHK).
Inflasi inti/core
: inflasi komoditas yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental, seperti: ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan & penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen/menetap.
Indeks Dolar AS
: Indeks rata-rata tertimbang nilai tukar Dolar AS terhadap mata uang utama, yang terdiri atas enam negara maju (G6) yakni: Euro, Yen Jepang, Pound Sterling Inggris, Dolar Kanada, Danish Krone Denmark, dan Swiss Franc. Indeks Dolar populer dipakai untuk menggambarkan tren Dolar AS secara umum.
Indeks Asia
: Indeks rata-rata tertimbang nilai tukar Dolar AS terhadap sepuluh mata uang negara Asia: Yuan Cina, Dolar Hongkong, Ruppe India, Rupiah Indonesia, Won Korea, Ringgit Malaysia, Peso Filipina, Dolar Singapura, Dolar Taiwan, Bath Thailand.
Neraca Perdagangan
: Selisih ekspor terhadap impor barang (merchandise) dari suatu negara
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
: Surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-6 bulan) dengan sistem diskonto / bunga.
Surat Berharga Negara (SBN)
: Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI dan digunakan untuk membiayai defisit APBN serta menutup kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran.
Danamon Economic & Market Research
6
Riset Ekonomi dan Pasar Keuangan Anton H. Gunawan
[email protected] Helmi Arman
[email protected] Anton Hendranata
[email protected]
Kepala Ekonom
+62 21 5799-1466
Ekonom/Analis Pasar Obligasi
+62 21 5799-1563
Ekonom/Ekonometrisi
+62 21 5799-1563
PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. Menara Bank Danamon Jalan Prof. Dr. Satrio Kav. E IV #6 Mega Kuningan, Jakarta 12950 INDONESIA *** Facs: +62 21 5799-1048
SERTIFIKASI ANALIS Dengan ini kami mensertifikasi bahwa semua pandangan yang diutarakan dalam laporan riset ini merefleksikan pendapat pribadi kami secara akurat. Tidak ada bagian dari remunerisasi kami yang dihubungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan rekomendasi dan/atau pendapat yang diutarakan dalam laporan ini. DISKLAIMER Informasi yang terkandung dalam laporan ini diambil dari sumber-sumber yang kami anggap bisa dipercaya. Namun, P.T. Bank Danamon Indonesia, perusahaan-perusahaan afiliasinya, serta karyawan-karyawannya tidak menjamin atau menerima tanggungjawab terkait dengan keakuratan dan kelengkapan dari informasi dan/atau pandangan-pandangan yang diutarakan dalam laporan ini. Kami menolak permintaan tanggung jawab terhadap segala kerugian, kerusakan, tagihan, dan/atau biaya-biaya yang timbul dari siapapun sebagai akibat dari tindakan yang didasari pada informasi atau pandangan yang diutarakan dalam laporan ini. Informasi dalam laporan ini dimaksudkan sebagai bahan informasi umum dan tidak boleh dianggap sebagai rekomendasi dari P.T. Bank Danamon Indonesia, perusahaan-perusahaan afiliasinya, serta karyawan-karyawannya untuk melakukan investasi, transaksi keuangan dan/atau perjanjian tertentu dengan pihak manapun. Laporan ini tidak ditujukan secara khusus bagi pihak-pihak yang menerimanya. Dalam membuat suatu keputusan investasi, sebaiknya anda melakukan analisa dan evaluasi independen, serta mencari nasihat hukum dan keuangan profesional.
Danamon Economic & Market Research
7