ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TINJAUAN PASAL 42 ATAT (l) CONVENTION ON THJS SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTE BETWKKN STATES AUD NATIONALS OF OTHER STATES. DALAM KAITANNXA DENGAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA
SKRIPSI
oleh
SOESILO HADI RIJANTO
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AlfiLANGGA SURABAIA 1985
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
m - y
ICL^ Trt,^8/K _ * ■’i
TINJAUAN PASAL 42 AlAT. (l> CONVENTION ON THE SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES BETWEEN STATES AND NATIONALS OF OTHER STATES DALAM KAITANNXA DJKNOAN PENANAMAN MODAL ASINd DI. INDONESIA
SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK HKLKNQKAPI TUGAS DAN MBMENUHI STARAT-STARAT UNTUK MENCAPAI GELAR SARJANA HUKUM
OLESi SOESILO HADI, RIJANTO 038111167
.7
MOCH« ISNAENI, S.H., M.S.
FAKULTAS. HUKUM UNIVERSITAS AIRLANOQA S URAB.AIA 1985
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
I am oontent to think of law as a social institution to satisfy social wants —
the olaims and
demands and expectations involved in the existence of civilised sooiety —
by giving effeot to as
much as we may with the least saorifioe so far as suoh wants may be satisfied or such olaims given effeot by ordering of human oonduot through politically organised sooiety. ROSCOE POUHD.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
&ATA Pi^C^mE Saya memanjatkan puji-syukur kepada Allah, Tuhan pemelihara arasi yang maha agung, atas kesempatan daa kekuatan yang diberiUya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Dalam hal ini, saya menguoapkaa terima kasih daa penghargaan kepada Bapak Mooh. Isnaeni, S..H*, tt«S. —
seorang pembimbing
humanis —- atas bimbingan beliau kepada saya* Di samping itu, saya pun menguoapkan terima kasih kepada Bapak Haraono Tjokroeoewarno, S.H. dan Bapak Djasadin flaragih, S.H. , LL.M yang telah memberikan saran-saran berharga kepada saya, dan Adil Paramarta, rekan. saya sefakultas, yang telah meminjamkan literatur* Pembahasan Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States dalam kaitannya dengan penanaman modal asing di Indonesia menoakup materi amat luas* Dalam arti, pemhahasannya menoakup aspek-aepek hukum perdata Internasional Indonesia, hukum internasional, hukum perdata, hukum dagang, hukum administrasi negara dan ekonomi* Meayadari hal itu dan kemampuan saya sebagai manusia, tentu, skripsi ini tidak luput dari oacat-oela. Kekhilafan dan kekurangan dalam skripsi ini| bila ada, merupakan tanggung jawab aaya* Semoga akripsi ini bermanfaat, bagi kalangan akademisi khususnya, dan easyarakat umumnya. Surabaya, awal (October 1985* SOESILO HADI RIJANTO
iv.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
daftaa
isi
Halaman KATa PENOANTAR .............. ........................ ir DAFTAR 131 .......................................... BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV.
BAB V
PENDAHULUAN
................... 1
1« Permaaalahant Latar Belafcang. dan Rumusannya
1
2* Penjelaaaa Judul .............. *......... .
7
3. Alascm pemilihan Judul *♦**.... *......... .
7
4« Tuj)ian Penulisam... ......... ....... ......
8
5« Metodologi ................................
6
6* Pertanggungjawabaa Sisteoatika
9
PENANAMAH MODAL ASIN& DX INDONESIA.............
11
1« Latar Belakang Kebijaka» Penanaman Modal Asing**
11
2. Pengertian Penanaman Modal Asing *..... ......
14
3* Pengaturan Penanaman Modal Asing........ .....
21
INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT. DISPUTES (ICSID) ............. ........ ....... .
27
X. Turisdiksi ICSID ......... *................
28
2. Dewan Arbitrase. ICSID....... ............. .
38
HUKUM IANG DIPAKAT DEWAN ARBITRASE INTERNATIONAL CENTRE FOR SETTLEMENT OF INVESTMENT DISPUTES ....
42
1* Ketentuan Pertama Pasal 42 ayat. (l) ...... ..
43
2. Ketentuan Kedua Pasal 42 ayat, (l) ............
46
P E N U T U P ................................
^
1. Kesimpulan ................... ........... .......
58
2. S a r a ..................................
61
DAFTAR BACAAN..... ..................................
SKRIPSI
v
TINJAUAN PASAL 42 ...
&
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB X PENDAHULUAN 1. Permasalahans Latar Belakang dan Humuaannya Dalaa rangka mewujudkaa oita-oita politik, mentis! kemerdekaaa dan menjalankaa kedaulatannya, Republlk Indonesia melakflaaakaa pembangunaa multidimensional. Pembangunan teraebut dilakukan seoara bertahap melalui peaiagkataa raaafaat s\finbereuraber alsuu di Indonesia* Oleh. karena itur Republik Indonesia memerlukaa modal saagat besar, teknologi caaggih, skill, dan maaajemea modern* Hal-hal terakhir ini belum dapat dipenuhi sepenuhnya oleh sumber-sumber dalam negeri, maka Indonesia menguadaag, penanam modal asing untuk ikut-serta menggali daa memaafaatkaa sumber-sumber daa kekayaaa alam di Indonesia* Orientaei daa atrategi Indonesia nenitikberatkaa pada peaaafaataa penanaman nodal asing seoara selektif meaurut relevaasi kepentingan peabaaguaaa nasional dan peraturan peruadaag-uadaagaa* Kegiatan operasional penanaman modal asing harus memenuhi pelbagai persyarataa daa prosedur yang ditetapkaa Pemerintah Indonesia* Persyarataa daa prosedur tersebut dibedakaa antara penanaman modal asing dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19^7 dengaa peaaaamaa modal asing di luar Uadaag-uadang nomor 1 tahua 1967* Penanaman modal asing di luar Undang-undang nomor 1 tahun 1967i dirlnci eebagai berikut t bidaag, miayak daa gas buui diatur oleh Uadaag-undaag aomor 44 P?P« tahun 19^0| bidaag
X
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
perbankan asing dan lembaga keuaagan bukan bank diatur oleh Undang-undang nomor 14 tahun 1967 serta beberapa peraturan. pelakeanaannya* bidang perasuransian diatur oleh Keputusan Presiden nomor 65 tahun 19&9 serta beberapa peraturan perundang-undangan I lainnya. Masing-masing bidang penanaman nodal asing tersebut mempunyai ruang-lingkup amat luas* Oleh sebab itu, saya hanya membahas penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967i yang aplikasinya tertuang dalam formulir eebagaimana ditetapkan Surat, Keputusan ketua Badan. Koordinasi Penanaman Modal nomor 15 tahun 1984* Salah satu persyarataa terpenting, bagi calon. penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 adalah kebijakan Pemerintah 22 Januari 1974* Kebijakan pemerintah 22 Januari 1974 tidak tertuang;dalam peraturan perundang-undangan. Kebijakan tersebut mensyaratkaa pembentukaa pamitcan patungan, dalam arti joint, venture, bagi penanaman modal dalam rangka 2 Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Joiint venture dalam hal ini merupakan ker ja-sama antara pemilik modal asinf dan petailik modal dalam negeri. Li segi lain, penanaman modal dalao rangka Undangundang nomor 1 tahun 1967 harus. tertuang ke dalaa wadah perseroan
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Inventarieagj Peraturan Perundang-undangan Dalam Rangka Pengolahan Bahan Rencana Xlmiah Bidang ^enanaaaa Modal, tanpa penerbit« 1981, passim. 2Tbid., h. 85.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
terbatas*^ Oleh karena itu, joint venture tersebut barua tertuang dalam wadah pereeroan terbatas. Dapat disimpulkan, joint venture yang dimaksud oleh kebijakan Pemerintah 22 Januari lt974 adalah. joint venture company. Prosedur aplikasi penanaman modal dalam rangka Undangundang nomor 1 tahun 19^7 diatur oleh Keputusan Presiden nomor 34 tahun 1977 tentang Ketentuan Pokok Tatacara Penanaman Nodal. Menurut pasal 2 ayat (l) dan ayat. (2) Keputusan Presiden nomor 34 tahun 1977, oalon penanam modal yang, aengadak&n usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19^7 jo* Undang-undang nomor 11 tahun 1970 mengajukan permohonan penanaman modal kepada ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (selanjutnya disingkat BKPM). Permohonan tersebut mempergunakan formulir aplikasi yang ditetapkao, BKPM. Pasal 2 Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977i adalah. sebagai. berikuts (1) Calon penanam modal yang akan. mengadakan usaha dalam. rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 19^7 jo* Undang^ undang nomor 11 tahun 1970 mempelajari lebih dulu Daftar Skala prioritas Penanaman Modal (DSE) yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat. (l), dan apabila diperlukaa penjelasan lebih laajut dapat menghubungi BKPM. (2) Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, lokasi proyek, tingkat prioritas, dan. ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan penanaman modal kepada Ketua BKPM dengan mempergunakan formulir permohonan yang ditetapkan BKPM.
Rudhi Praeetya, "Kedudukan Mandiri dan P©rtanggungjawabaa Terbatas dari Perseroaa Terbatas”^ Disertasi Fakultas Hukum Univereitaa Airlanggay 1983* h. 53.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
Aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tertuang dalam formulir model I/PMA dan model XX/PMA, berdasarkan Surat, Keputusan ketua BKPM nomor 15 tahun 19^4: tentang Penyederhanaan Tataoara Permohonan Persetujuan dan Fasilitas Penanaman Ro&al Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing,. Dalam formulir aplikasi penanaman. modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 terdapat klausula arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (selanjutnya disingkat ICSID)« Part VIIf sub D, pada formulir model i/PttA dan part VIII, sub D, pada formulir' model Il/PKA menyatakant ARBITRATION. With the explicit preclusion of disputes concerning tax matters, it is requested that in all disputes arising between the Joint Venture Company and Government of the Republic of Indonesia regarding the interpretation of the implementation of this investment application (projeot proposal) approved by the Government, of the Republic of Indonesia, which oan not be settled amicably, shall be settled under the Rule of the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States, to which the Republic of Indonesia is a member. Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States (selanjutnya disingkat Konvensi Washington) terbuka untuk ditandatangani pada tanggal 18 Karet 1965* Dalaci rangka memnciptakan iklim kondusif bagi penanaman modal asing. Indonesia menandatangani Konvensi Washington pada tanggal 16 Pebruari 1968. Selanjutnya, ratifikasi Konvensi itu melalui Undang-undang nomor 5 tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Peoyelesaian Perselisihan antara negara
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
dan warga negara asing* penyimpanan 'instrument of ratification1' yang ditandatangani Presiden Soeharto kepada International Bank for fteoonstruotion and Development (World Bank) dilakukan pada tanggal 18 September 1968* Pasal 1 Konvensi Washington menentukan: (1) There is hereby established the International Centre for Settlement of Investment disputes (hereinafter called the Centre) (2) The purpose of the Centre shall be to provide facilities for conciliation and arbitration of invettment disputes between Contracting States and nationals of other Contracting States in accordance with the provisions of the Convention. Dari ketentuan pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington dapat disimpulkan bahwa Konvensi tersebut bermaksud raendirikan. ICSID* Menurut pasal 1 ayat. (£) Konvensi Washington, ICSID menyediakan. sarana arbitrase dan konsiliasi bagi penyelesaian sengketa penanaman modal antara negara peserta Konvensi. Washington dan warga negara peserta lain Konvensi. Washington* Timbulnya sengketa penanaman modal di negara peserta Konvensi Washington, khususnya di Indonesia, bukanlah hal yang tidak mungkin* Hal ini disebabkam masing-masing pihak mempunyai orientasi dan strategi berbeda. Indonesia mempunyai orientasi dan strategi pemanfaatan penanaman modal asing sesuai relevansi kepentingan pembangunan nasional dan peraturan. perundang-undangan* Penanam modal mempunyai orientasi dan strategi pada poncapaian kepntungan sebesar-besarnya. Di segi lain, sampai saat ini Indonesia masih sangat
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
memerlukan modal asing untuk menunjang daa mengakselerasi pembangunan nasional* Sedangkaa bagi penanam modal asing, penanaman modal di luar aegaraaya merupakan earana memperluas bidang usaha, produksi, dan pemasaraanya serta menembus larangan. irapor barangr barang tertentu di Indonesia. Oleh karena itu, manakala^terjadi sengketa, altematif pemeoahaanya' diupayakan agar dapat diterima Indonesia daa penanam modal asing* Hal tersebut mempunyai kaitaa, antara lain, dengan hukum yang, dipak&i dewaa arbitrase ICSID untuk menyelesaikan sengketa para pihak, Pasal 42 Konvensi Washington menentukan: (l) The tribunal shall decide g, dispute in accordance with 8uoh rules of law as may be agreed by tfee parties. In the absenoe of such agreement, the Tribunal shall apply; the law of the Contracting State party to the dispute (including its rules on .the oonfliot of laws) and suoh rules of international law as may be applicable. Dari uraian-uraian di atas timbul pertaayaan-pertanyaani 1. apakah pengertian penanaman modal asing dalam konteks Undaaguadaag nomor 1 tahun 19^7* Uadaa^-uadaag nomor 6 tahua 196&, daa beberapa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia daa negara lain; 2. seberapa jauh yuriediksi ICSID terhadap sengketa peaaaamaa modal dalam raagka Undang-undang nomor 1 tahua 19^7} 3 * bagaimaaa penerapan hukum 'applicable* terhadap sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Pertanyaaa-pertanya*a;di atas merupakan rumusaa permasalahaa* dalaa skripsi ini.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
2* Penjelasan Judul Pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington menyatakan, hukum yang dipakai dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman nodal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara * peserta lain Konvensi itu adalah hukum yang dipilih para pihak. Dalam hal tiada pilihan hukum| dewan arbitrase ICSID memakai hukum negara tempat penanaman modal dilakukan, termasuk kaidah-kaidah hukum perdata internasionalnya, dan hukum intemasional yang sewajaraya diterapkan* Jadi, hukum yang diterapkan dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman modal asing mempunyai kaitan dengan ada tidakaya pilihan hukum para pihak yang bersengketa* Dalam hal sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* ada tidaknya pilihan hukum dapat dilihat pada formulir aplikasi yang ditetapkan oleh Surat Keputusan ketua BKPH nomor 1^ tahun 1984* 3* Alasan Pemillhan Judul iSksistensi dan esensi penanaman modal dalam rangka Undangundang nomor 1 tahun 1967 tidak dapat dielakkan lagi* Di segi lainf pemanfaatan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tidaklah begitu mudah dan sederhana* Hal ini disebabkan oleh perbedaan orientasi dan strategi antara Indonesia dan penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* sehingga perbedaan kepentingan di antara mereka dapat muncul* Oleh sebab itu, sengheta dapat munoul di antara mereka*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Manakala timbul sengketa, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum yang, 'applicable'. Hal itu disebabkan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun. 1967/ mempunyai kaitan dengan hukum Indonesia dan hukum dari penanam modal asing* Terlebih-lebih, sarana penyelesai sengketanya adalah dewan arbitrase ICSID* Pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington, menentukan hukum. yang dipakai oleh dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman modal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain Konvensi tersebut* Kenghadapi sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967, hukumi yang, dipakai, dewan arbitrase ICSID didasarkan pada pasal 42 ayat (l), Konvensi Washington, dalam kaitannya dengan ketentuan-ketentuan pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangjca Undang-undang, nomor 1 tahun 1967. 4« Tujuan. Pennlisaa Sesuai Judul skripsi, tujuan penulisan adalah. menguraikan dan mengkaji hukum yang, dipakai dewaa arbitrase ICSID dan bagaimana penerapannya untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka Undangrundang, nomor 1 tahun 19^7* Di eamping, itu, karya tulis ini dibuA*t untuk memenuhi persyarataa akademik sebelum mengakhiri. studi di Fakultas. Hukum Universitas Airlangga* 5 * Metodologi a* Pendekatan Masalah. Sesuai judul daa. materi skripsi ini, sa®a memakal metode
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
deekriptif analitis* pendekatan ini menitikberatkan pada masalah aktual* Di samping itu, data yang ada dieusun, dijelaskan, dan dianalisa* b* Sumber Data* Bah&n peayusunan tulisan ini terdiri dari buku-buku, jurnal hukum, surat kabar, dan peraturan: perundang-undangan berkaitan dengan masalah yang, dibahas • c« Prosedur pengumpulan dan pengolahani data* Data dikumpulkan sebagai hasil pendalaman buku-buku, jurnal hukujn, surat kabar dan peraturan perundang-undangan. yang, berkaitan dengan masalah yang dibahas, Data yang telah dikumpulkan. tersebut. dioleh untuk dikelompok-kelompokkan* sesuai. bidang, pembahasaanjja* d* Analists Data* Semua data yang ada diuraikan, disusun, dan. dijelaskan seoara eietematis serta menganalisanya secara cermat, sehingga diperoleh data selektif seBuai masalah yang, dibahas* 6 * Pertaaggung.iawaban Sistematika Sebagai pengantar. sebelum memasuki bab-bab. pembahasaa materi, dalam bab pertama diberikan gambaran umum dan sedikit tinjauan tentang. hal-hal di aeputan pokok. masalah yang menjadi pembahasan* Guna memberikan gambaran seberapa jauh esensi dan ruanglinkup penanaman modal asing, bah kedua membahas landasan fundamental kebijakan Pemerintah dan pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19^7* Pemanfaatan
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
peaaaamaa modal d&lam rangka Undang-undaag nomor 1 tahua 19^7 diaesuaikan deagaa kepentiagaa pembangunan aasioaal dan peraturaa peruadaag-undangan. Oleh kareaa itu, bab kodua membahas pula persyarataa yang ditetapkan Pemeriatah untuk meaaagaai peaaaamaa modal dalam rangka Undaag-uadaag nomor 1 tahua 19^7. Salah satu persyarataa tersebut adalah penyelesaian seagketa peaaaamaa modal dalam rangka Uadaag-undang nomor 1 tahua 1967, melalui arbitrase ICSID. Koaveasi Washiagtoa menentukan haaya Bengketa terteatu yang dapat dibawa ke ICSID. Demikiaa pula tldak semua oraag atau. badaa hukum dapat meagajukan. seagketa peaaaamaa modal ke ICSID, ICSID seadiri tidak oelakukan aktiritas arbitrase* Sebab itu, weweaang ICSID, pembeatukaa. dan tempat kedudukan dewaa arbitrase ICSID dibahas. Pembahasaa hal-hal tersebut saya letakkaa pada bab ketiga. Peaaaamaa modal dalam raagka Uadaag-uadang nomor 1 tahua 19^7 nelibatkan warga negara asiag, maka terdapat titik pertalian aatara hukum Indonesia dan hukum aaiag. Sebab itu, timbul pertaayaan bagaimana dewaa arbitrase ICSID menerapkaa hukum *applicable* untuk memutus eengketa peaaaamaa modal dalam raagka Uadaag-uadang nomor 1 tahua 19&7* Untuk itu, pasal-42 ayat (1) Konrftnei Washington dibahaa dalam kaitaanya deagaa formulir aplikasi peaaaamaa modal dalcub raagka Undang-undang no, 1 th. 19^7* Hal tersebut dibahas pada bab keempat* Akhiraya, dari pcmbahasan bab-bab terdahulu ditarik kesimpulan, sebagai analisa permaealahan, dan earan pada bab kelima.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BaB II PijNAUAMAA MODAL ASING Cl INDONESIA
I. Latar Belakang Kebijakan Penanaman Modal Asing Indonesia dalaa rangka mewujudkan cita-cita politiknya melaksanakan pemb&agunan multidimensional* pembangunan multidimensional mempunyai Bifat kompleks, Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan eeoara bertahap eesuai prioritas pembangunan. dan sumber dana yang ada. Sumber dana digali dari dalam dan luar negeri* Sumber dana luar negeri berupa, antara lain, penanaman modal asing* Landasan fundamental daa konsepsional kebijakan Pemerintah mengundang penanaman modal asing adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Kkonomi, Keuangan dan Pembangunan. Ketentuan-ketentuan di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIlX/ttPRS/1966 mempunyai kaitan dengan kebijakan penanaman modal asing* antara lain, dalam pasal 9 ditetapkani Pembangunan ekonomi terutama berarti mengolah kekuatan ekonomi potensiil menjadi kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peniagkatan ketrampilan, penambahan kemaapuan dan manajemen,4 Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XUII/MPR3/I966 menyatakan: Penanggulangan kemerosotan ekonomi eerta pembangunan lebih
\etetapan-ketetapan Majelia Permuayawaratan Rakyat Sementara, Pradnya Paramita, Jakarta, iy8o# h. I4 1 .
11
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
lanjut dari potensi ekonomi harus didaaarkan kepada kemampuan serta kesanggupan rakyat Indonesia sendiri. Akan tetapi azae Ini tidak boleh menimbulka»i keaeganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal, teknologi dan skill yang tersedia di luar negeri, selama segala bantuan itu benar-benar diabdikan kepada kepentingan ekonomi rakyat tanpa mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.5 Landaaan fundamental dan konsepsional kebijakan Pemerintah mengundang penanaman modal asing di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Seraeatara Nomor XXlIl/ttPRS/1966, dijabarkan oleh landaaan operasional. Landaaan operasional dalam hal ini adalah Undang-undang no. 1 th. I967 tentang Penanaman KocLal Aeing. Konsideran Undang-undang no. 1 th. 1967 menyebutkan bahwa kebijakan penanaman modal aging dibarengi aaaa penyelenggaraan pembangunan berdasarkan kemampuan sendiri. Meski demikian, aaas tersebut tidak boleh sampai melahirkan keseganan mengundang penanaman modal, teknologi, dan skill dari luar negeri. pun penggunaanya harus ditujukan untuk mengabdi kepentingan nasional dan tidak mengakibatkan ketergaatuagan kepada luar negeri. Kebijakan dan strategi Pemerintah mengundang penanaman modal asing dapat .pula dilihat pada pidato pejabat preslden Soeharto. Pidato itu diuoapkan pada konferensi investasi Indonesia di Jenewa, pada tahun 1967, menyatakan antara laint The Government of Indonesia sees the solution to its present eoonomio problems . . . But first of all we have to rebuild our society . . . We realize that this effort will require time, years of time, the willpower and determination of the
^Xbld.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
politioal leadership, the support of the publio, and the goodwill and assistanoe of the outside world • . . We realize that foreign aid, foreign teohnioal assistanoe and foreign private investment by themselves can never make a country a viable economy, but their role in a reoovery period can be oruioial • . • He are enoouraged indeed by the serious interest private international capital has shown in Indonesia, as demoaatrated again by this illustrious conference • • • From our part we are working hard to oreate neoessary climate of eoonomio and politioal stability.** Pada tahap selanjutnya, penanaman modal asing merupakan bagian pentlng pada pembangunan lima tahun (selanjutnya disingkat Pelita) tahap pertatna, kedua, ketiga dan renoana pembangunan lima tahun (selanjutnya disingkat Repelita) tahap keempat. Hal itu teroyata pada landasan tiap Pelita. Landasan tersebut memberikan pengarahan kepada peranan penanaman modal asing. Adapun landasan pelita tahap pertama adalah Ketetapan Hajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XJCIIl/HPRS/1966. Landasan Pelita tahap kedua dan ketiga adalah Ketetapan Kajelis Permusyawaratan Rakyat Honor IV/MPR/1973 dan Ketetapan Majelie Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978Repelita tahap keempat merupakan penjabaran Ketatapan Kajelis Permuayawaratan Rakyat Nomor II/MPR/19&3* Dalam hal ini, pengarahan peranan penanaman modal asing disesuaikan dengan perkembangan dan prioritas pembangunan dalam Repelita tahap keempat. Ketatapan Majelia permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/I983 menyatakant penanaman modal asing dimungklnkan di sektor-sektor tertentu yang menghaeilkan barang-baraag yang sangat kita perlukan
^Badan Pembinaan Uukum Nasional, op. oit.« h. 143-
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
dapat memperluas ekspor, memerlukan modal investasi yang besar dan teknologi yang oukup tinggi, Berta tidak akan metnbahayakan kepentingan ekonomi dan keamanan nasional dan tidak akan meaghambat perkembangan perusahaan nasional* penanaman modal asing dilaksanakan dalam; bentuk usaha patungan
oenjadikaa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 sebagai salah satu sumber pembangunan nasional* Oleh karena itu,, pengertian penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7
7 'Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Apollo, Surabaya, 1983, h. 71• '
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
perlu diketahui. pengertian penanaman modal dalam rangka Undangundang no* 1 th. 1967 dari segi yuridis mempunyai kaitan dengan ruang-lingkup dan pengaturannya. Ini dapat diamati dari pasal 1 Undang-undang no* 1 th* 19*>7 yang menetapkan: Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal aeing seoara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuaa Undangundang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Xndone8iaf dalam arti bahwa pemilik modal secara langaung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut. Berdasarkan pasal 1 Undang-undang no* 1 th* 19^7f pengertian penanaman modal aeing dibatasi hanya pada penanaman modal secara langsung* Penjelaean resmi pasal 1 Undang-undang no* 1 th. 1967 menentukan bahwa penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7 hanya diperbolehkan mamakai modal saja. Pasal 2 Undang-undang no. 1 th. 1967 acnentukaa pengertian modal asing sebagai berikuts Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini ialahs a. alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia* b. alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, sel&ma alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia* o* bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undangundang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Sesuai memori penjelaean pasal 2 Undang-undang no* 1 th. 1967, modal asing di atas harus diartikan sebagai modal asing milik orang / badan asing dan berasal dari luar negeri.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Undang-undang nomor 1 tahun 1967 menghendaki hanya modal saja yang dipakai pada penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Di lain pihak, pemerintah mengizinkan kredit luar negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undangundang nomor 1 tahun 19^7i* Hal itu. ditentukan oleh Keputusan presiden nomor 59 tahun 1972# Paeal 6 Kepwtusan Presiden nomor 59 tahun 1972 menyatakan: (l) Jika dalam rangka pelaksanaan penanaman modal, balk asin& maupun. dalam negeri, sebagaimana masing-masing diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 196X j°Undang-undang Nomor 11 Tahun 197P dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1966 jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, direnoanakan. juga menggunakan kredlt luar negeri tersebut harus dicantumkan dalam dokumen yang, berhuhungan dengan permohonani persetujuan atas rencana penanaman modal termaksud. Diizinkannya kredit luar negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undang-undang. nomor 1 tahun 1967.telah mengubah. pengertian modal asing yang tercantum pada pasal 2 Undang-undang nomor 1 tahun 19&7* Jadi, Keputusan Presiden nomor 59 tahun 1972, seoara tidak langsung, telah. menguhah pasal 2 Undang-undang nomor 1 tahun 1967• Di samping itu, penanaman modal seoara langsung —
sebagainana
dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1967 dimodifikasi oleh beberapa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan beberapa negara lain. Hal itu terbukti, nisalnya, dalaa perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan Belgia, Jernan Barat, Korea Selatan, Swiss. Pasal 1 Agreement between the Federal Republio of Germany
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
and the Republio of Indonesia concerning the finoouragoment and Reoiprooal Protection of Investment, dapat diaoati beberapa aspek cukup penting antora lains For the purpose of this Agreementt (1) The term "investment" shall comprise every kind of assets and acre particularly, though not exclusively! a) movable and immovable property as well as any; other rights in rem, such as mortgage, lien, pledge, uaufrucht and similar rights; b) shares of oompaaies or other kinds of interest; c) olaims to money or to any performance having an eoonomio value; d) oopyrights, industrial property rights, technical prooesses, trade-names, and goodwill; and e) business concessions under public law, including concessions regarding the prospecting for, or the extraction or winning of, natural resources* Pengertian penanaman modal pada perjanjian jaainan penanaman modal antara Indonesia dan Jeroan Barat tersebut teroantum pula pada perjanjiaa jaminan penanaman modal antara Indonesia daa Swias, Korea Selatan* Pasal 3 Agreement between the Republio of Indonesia and the Kingdom of Belgium on the Encouragement and Reciprocal Protection of Investment, maksud serupa tercermin dalam salah satu bagiannya yang menyatakaa* The term "investment" shall comprise every direct or indirect contribution of capital and any other kind of assets, invested or reinvested in enterprises in in the field of agriculture, industry, mining, fprestry, communications and tourism* • • • Pasal 3 perjanjian, jaminan penanaman modal antara Indonesia daa Belgia meliputi kategori yang tercaatum pada paeal 1 perjaajian jamlnan penanaman modal antara Indonesia daa Jerqyaa Barat* Tak pelak lagi, Keputusaa Preaiden nomor 59 tahun 1972 daa beberapa perjanjian jaminan penanaman modal di atas —
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
kesemuanya disahkan melalui keputusan presiden —
memodifikasi
pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 19^7« Hal Itu mengundang permasalahan manakala ditinjau dari hirarki peraturan perundangundangan sesuai Ketetapan Hajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/kPRS/1966» Bukankah suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat diubah oleh peraturan perundang-undangan sederajad• Perubahan pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 19$7 seharusnya dituangkan dalam; undang-undang* Atau, meningkatkan keputusan presiden tersebut menjadi undangrtmdang* Kemang, pada asaanya Undang-undang nomor 1 tahun 19^7 hanya mengizinkan penanaman modal secara langsung* Namun, pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 1967 memungkinkan pamitran patungan antara modal dalam negeri dan modal asing* Pada tahap selanjutnya, kebijakan Pemerintah 22 Januari 1974 — peraturan perundang-undangan —
tanpa tertuang dalam
mensyaratkan joint venture pada
penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967f« Joint venture merupakan bentuk pamitran patungan dua pihak atau lebih melalui pembentukan perusahaan baru* Perusahaan tersebut merupakan milik para £ihak melalui penggabungan modal, skill, dan hak milik lainnya* Pamitran patungan para pihak ini mempunyai sifat permanen* Perusahaan para pihak yang semula ada, tidak dibubarkan*
Q Hardjo Cunawan, "Apa itu Joint Venture-Csaha Patungan", Surabaya Post* 6 Januari 1979* k. 6*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
Sesuai pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahua 19^7» joint venture sebagai syarat terhadap penanaman modal dal
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
modal dalam negeri. Di segi lain, Undang-undang nomor 6 tahun 1968 memuaglcinkan eksistensi unsur modal asing, sebesar 49
dari
seluruh saham, dalam struktur modal perusahaan dalam rangka Undangundang nomor 6 tahun 1968* l>i samping itu, pasal 6 Keputusan Presiden nomor 59 tahun 1972 memberi izin penggunaan kredit luar negeri sebagai bagian penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 6 tahun 1968* Dari uraian-uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, terdapat kekaburaa pembedaan pengertian modal asing dan modal dalam negeri.
9
Dilihat dari Undang-undang nomor 1 tahun 19^71 suatu modal dianggap sebagai modal asing manakala modal tercebut berasal dari luar negeri, dieertai anggapan, dimiliki oleh orang / badan hukum asing. Namun, manakala dilihat dari perumusaa pasal 1 Undang-undang nomor 6 tahun 1968, semua modal untuk produksi dalam negeri merupakan modal
dalam negeri, kecuali yang dianggap Undang-undang
nomor 1 tahun 19^7 sebagai modal asing* Konsekuensinya, suatu modal dianggap sebagai modal asing atan modal dalam negeri eemata-mata tirletak pada "cap" modal asing menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1967 atau modal dalam negeri menurut Undang-undang nomor 6 tahun 19<8 . 10
"*Cf. Badaa Pembinaan Hokum Haaional, op. oit., b. 83 dan 84* 10IblA.. h. 75.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
3. pengaturaa penanaman Modal Aeinf
Kegiatan penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 mengundang penanganan interdepartemen* Oleh sebab itu, Pemerintah telah raenunjuk suatu lembaga koordinatif, yaitu BKPK. BKPK dibentuk oleh Keputusan President nomor 53 tahun 1977 junoties Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1961 dan Keputusan Presiden nomor 7& tahun 1982. Henurut pasal 3 sub 0 Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977 juncto pasal 3 sub i Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1931? BKPK mengajukan hasil penelitian dan penilaian atas penanaman modal asing kepada Presiden untuk meraperoleh keputusan. Kontrak antara Pemerintah dan penanam modal yang raengadakan usaha dalam rangka Undang-undang, nomor 1 tahun 19&7 terbentuk pada saat Presiden memberi keputusannya* Lahircya Keputusan Presiden nomor 53 tahun 1977 dibarengi oleh Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977* Menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977» calon penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 mengajukan aplikasi kepada ketua BKPM. dengan mempergunakan formulir yang ditetapkan BKPK. Kebijakan Pemerintah 22 Januari I974 measyara&kan joint venture bagi penanaman modal dalam> rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Sesuai pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 19^7» joint venture dilakukan antara pemilik modal asing dan pemilik modal dalam negeri* Oleh sebab itu, calon penanam modal dalam hal ini adalah pemilik modal dalaa negeri dan pemilik modal asing. Sedangkaa formulir yang
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
dimaksud adalah formulir model i/PKA dan model Il/pMA, sebagaimana ditetapkan oleh Surat Keputusan ketua BKPM nomor 15 tahua 19&4* Sebagaimana telah diuraikan di muka, joint venture antara pemilik modal dalam negeri dan pemilik modal asing harus tertuang dalam wadah perseroan terbatas* Dengan demikian, joint venture yang dimaksud oleh pasal 23 dan 27 Undang-undang nomor 1 tahun 19*>7 aorta kebijakan Pemerintah 22 Januari. 1974? adalah joint venture company- Pada joint venture company tersebut, mitra-usaha pemilik modal asing adalah pemilik modal dalam. negeri yang berwujud badan hukum9 perseroan terbatas dan kop.orasi, dan perorangan* Pemilik modal dalam negeri dan pemilik modal asing mendirikan perusahaan baru melalui penggabungan modal? know-how, dan pemilikan saham bereajna. Kelalui joint venture companyv Pemerintah, eecara implisit, oemberi kesempatan kepada pemilik modal dalam negeri untuk memanfaatkan teknologi, manajemen, dan good-will pemilik modal asing* Kontrak paoitran patungan antara pemilik modal asing dan pemilik modal dalan negeri tertuang di dalam 'master agreement on joint venture*• 'Master agreement on joint venture* mencakup, antara lain? struktur peroodalan? manajeaen, penggunaan tenaga ahli? pembagian laba, penyediaan peralatan dan bahan baku. 'Master agreement On joint venture' dirinci oleh berbagai kontrak, * 'patent licensing', ftechnical service agreement', 'management contract'*^
**5umantorot Kerjasama Patungan dengan Modal Asing* Alumni? Bandung, 1984? h. 25*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Para mitra-uaaha mengikutsertftkaa faster agreement on joint venture' manakala mereka mengajukan aplikasi penanaman oodal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Sampai kini, 12 belum terdapat standardisasi 'master agreement on joint venture*•
pembuatan dan pelaksanaan 'master agreement on joint venture' bertumpu pada hukum perdata intemasional Indonesia* Pada asasnya, orientasi dan strategi kebijakaa Pemerintah mengundang penanaman modal asing, didasarkan pada kepentingan pembangunan nasional* Sarana menoobawujudkan hal itu adalah peraturan perundang-undaagaa* Berlandaskan pada pasal 3 Undangundang nomor 1 tahun 19^7* kegiatan operasional penanaman modal asing harua dituangkan dalam wadah badaa hukum yang didirikaa nenurut hukum Indonesia dan berkedudukaa di Indonesia* Dalam kaita&nya dengan ketentuan tersebut, Moch* Isnaeni mengemukakan, ketentuan itu dimakaudkaa untuk menjaga akselerasi pembangunan nasional. Dalam arti, dihindarkan pemanfaatan hukum Indonesia eemata-mata hanya untuk mendirikan badan hukum, terlebih-lebih bermodal asing* Unsur asing, unsur modal penanam modal, sengaja didomestikkaa. Tanpa mendomostikkannya, hubungan hukum dengan pihak Indonesia tetap merupakan peristiwa perdata intemasionalr sehingga perlu oara penyelesaian yang panjang*^ Ketentuan
I2Ibld. *?Hooh. Isnaeni, "Haeionalitas Badaa Hukum Dalam Kerangka pe&aaamaa Modal Asing di Indonesia", Tesis Fakultas Hukum Universitas Airlaagga, 1981, h. 62*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
pasal 3 Undang-undang no,. 1 th* 1967 wajar dan dlperlukan oleh Indonesia yang berupaya melaksanakan pembangunan multidimensional* Tanpa ketentuan pasal 3 Undang-undang no* 1 th* 1967 akan lahir beberapa kondala terhadap upaya Pemerintah memanfaatkan seoara optimal dan maksimal
penanaman modal dalam rangka Undang-undang
no* 1 th* 1967 bagi kepentingan pembangunan national. Formulir model i/PMA dan model Il/pMA tidak mencantumkan ketentuan-ketentuan yang merupakan persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan* Hal itu mengundang pertanyaan mengenai peraturan perundang-undangan yang mengikat kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 1967* Part X pada formulir model i/PHA d&n -part XI pada formulir model Il/PHA: 2. It is understood that the applicants will fulfill all laws and regulations concerning the foreign investment in appropriate way, including company's obligation to take preventive measures against pollution caused by the operation of the joint venture company at its own expenses9 in conformity with the applicable rules and regulations. Dalam Keputusan Presiden nomor 54 tahun 1977 pun tidak dioantumkan peraturan perundang-undangan yang mengikat kegiatan operasional penanaman modali dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967« Pada asasnya, penanam modal yan£ mengadakan usaha dalam. rangka Undang-undang no* 1 th. 1967 wajib raemenuhi semua peraturan perundang-undangan. Pasal 6 K-eputusan Presiden no. 54 th* 1977 menyatakant. (l) Dalam hal pelakaanaan sesuatu penanaman modal tidak sesuai dengan persetujuan dan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dan atau penanam nodal tidak
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
memenuhi kewajiban menyampadkan laporan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4i maka kepada penanam modal dapat dikenakan Banks! sesoai dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk dioabutnya lain usaha dan atau fasilitas / keringanan fiskal yang telah diberikan. Peraturan perundang-undangan merupakan manifestasi kebijakan pemerintah mengarahkan kegiatan operational penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* agar sesuai dengan kepentingan pembangunan nasional* tiengan kalimat lain, peraturan perundang-undangan tersebut merupakan landasan. yuridis Pemerintah mengatur kegiatan operational penanaman modal dalam< rangka Undangundang nomor 1 tahun 19$7 * Di segi lain, peraturan perundang-undangan member! kepastian hukum bag! penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Penelitian peraturan perundang-undangan penanaman modal asing yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, menunjukkan terdapat pengaturan duplikatif hingga timbul peraturanperaturan kontradiktif* Di samping itu, efektiritas suatu peraturan dioabut oleh perubahan kebijakan yang belum tertuang dalam peraturan, dan suatu kebijakan efektif meski tanpa landasan 14 yuridis* Situasi tersebut dapat melahirkan ketidakpastian hukum bag! penanam mi)dal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Dengan kalimat lain, situasi tersebut kurang memberikan iklim kondusif bag! penanam modal yang mengadakan usaha
^^Badan Pembinaan Hukum Nasional, op, oit*f passim*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
dalan rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19$7* Di samping itu, dapat melahirkan silang-sengketa antara Indonesia dan penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19^7* Silang-sengketa tersebut dapat diiajukan ke pentas ICSID untuk mendapat penyelesaian*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III INTJilRffATIQNAL CENTRE FOR smuailiWT OF INVESTMENT DISPUTES (ICSID) Dalam rangka menciptakan ikllm kondusif bag! penanaman modal asing, Indonesia menadatangani Konvensi Washington pada tanggal 16 Pebruari 1968, Ratifikasi Konvensi tersebut melalui Undang-undang nomor 5 tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara negara dan warganegara asing* Pasal 1 Undang-undang nomor 5 tahun 1968 monyatakan: "Henyetujui Konvensi tentang Penyelesaian antara Negara dan Warganegara Asing mengenai Penanaman Modal* • • •” Lebih lanjut pasal 2 Undang-undang tersebut memberikan kepada Pemerintah: • • • wewenang untuk memberikan persetujuan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan Warganegara Asing diputuskan menurut Konvensi termaksud dan untuk mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut dengan hak subtitusi* penyimpanan piagam ratifikasl 'instrument of ratification1 yang dltandatftngani Presiden Soeharto ke ICSID dilakukan pada tanggal 16 September 1968. pasal 1 Konvensi Washington menyatakani (1) There is hereby established the International Centre for Settlement of Investment Disputes (hereinafter oalled the Centre)* (2) The purpose of the Centre shall be to provide facilities for conciliation and arbitration of Investment disputes between Contracting States and nationals of other Contracting States in accordance with the provision of the Convention* *
27
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
Dari ketentuan pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington dapat disimpulkan, Konvensi tersebut bermaksud mendirikan ICSID. Sesuai pasal 1 ayat (l) Konvensi Washington, ICSID menyediakaa sarana arbitrase dan konsiliasi bagi penyelesaian sengketa penanaman modal antara negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain Konvensi itu. Dengan demikian, ICSID sendiri tidak melakukan aktivitas arbitrase, atau konsiliasi. 1. Yurisdiksl ICSID Jieratifikasi Konvensi Washington tidak berarti serta-merta Indonesia menundukkan diri ke yurisdiksi ICSID. Dengan kalimat lain, ratifikasi Konvensi Washington tidak menelurkan kewajiban bagi Indonesia untuk aemakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID. Kukadimah Konvensi Washington, antara lain, menyatakan* Declaring that no Contracting State shall by the mere faot of its ratification, acceptance or approval of this Convention and without its consent be deemed to be under any obligation to submit any particular dispute to conciliation or arbitration. Xurisdiksi ICSID berlaku, manakala pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington dipenuhi. Pasal 25 Konvensi Washington menyatakan* (1) The jurisdiction of the Centre shall extend to any legal dispute arising directly out of an investment, between a Contracting State (or any constituent subdivision or agenoy of a Contracting State designated to the Centre by the State) and a national of another Contracting State, which the parties to the dispute oonsent in writing to submit to the Centre. When the parties have given their consent, no party may withdraw its consent unilaterally. Herujuk kepada pasal 25 ayat (1) Konvensi Washington, terdapat
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
tiga syarat berlakunya yuriediksi ICSID terhadap sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-uadang no* 1 th. i9^71* adanya persetujuan arbitrase ICSID seoara tertulis antara Indonesia, peserta Konvensi Washington, dan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi tersebut; 2. eengketa terjadi antara Indonesia, peserta Konvensi Washington, dan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi itu| 3. perkara yang diajukan ke ICSID merupakan sengketa hukum langsung timbul dari penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Manakala ketiga syarat tersebut dipenuhi, ICSID mempunyai yurisdiksi terhadap sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967. Ad. I Beranjak dari Surat Keputusan ketua BKPM no. 15 th. 1984* aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7 tartuang dalam formulir model i/PMA dan model Il/PMA. Merujuk ke pasal 3 sub d Keputusan Presiden no. 54 th. 1977 jo« pasal 3 eub; j Keputusan Presiden no. 33 th. 19^1, BKPH mengajukan hasil penelitian dan penilaian atas penanaman modal asing kepada Presiden untuk memperoleh keputusan. Manakala telah terbit keputusan Presiden ataa aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967> berarti Presiden telah menyetujui ketentuan-ketentuan dalam formulir aplikasinya. Salah satu ketentuan dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 adalah klausula arbitrase ICSID. Part VII, sub D, formulir model
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
i/PMA dan part VIII, sub D, formulir model Il/PKAi ARBITRATION. With the explioit preclusion of disputes oonoeming tax matters, it iB requested that in all disputes arising between the Joint Venture Company and the Government of the Hepublio of Indonesia regarding the interpretation or the implementation of this investment application (projeot proposal) approved by the Government of the Republic of Indonesia, which oan not be settled amicably, shall be settled under the Rule of the Convention- on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States, to which the Republic of Indonesia is a member* Jadi, Presiden secara langsung menyetujui, penyelesaian sengketa penanaman modal dalam raagka Undang-undang nomor 1 tahua 19^7 melalui arbitrase ICSID. Dapat saya tegaskan, BKPH.tidak memberi persetujuaa atas penyelesaian sengketa penanaman modal dalam raagka Undang-undang, no. 1 th. 19^7 melalui arbitrase ICSID Konsekuensinya, pasal 25 ayat (3) Konvensi Washington tidak berlaku. Pasal 25 ayat (3) Konvensi Washington menyatakaa: "Consent by a constituent subdivision or agency of a Contracting State shall require the approval of that State unless that State notifies the Centre that no such approval is required,n Di eamping itu, penerimaan yurisdiksi ICSID terdapat pada perjanjian international bilateral antara Indonesia dan Belgia, Peraaois, Korea Selataa. Pasal 10 Agreement Regarding Eoonomio and Technical Cooperation and Trade Promotion between the Republic
15Cf. Sudargo Gautama, Soal-aoal Aktual Hukum Perdata Internaslonal. Alumni, Bandung, 19^1, k*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
of Indonesia and the Republio of Korea menyatakani The Contracting party in the territory of which a national or a company of the other oountry made or is in the prosess of making an investment , shall assent to any demand on the part of suoh national or company and any such national or company shall comply with any request of the former Contracting Party, to submit, for conciliatipn or arbitration, to the Centre established by the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and National of other States of March 16th 1965, any dispute that may arise in connection with the investment* Ketentuan senada juga dituangkan dalam pasal 10 Agreement between the Republic of Indonesia and the Kingdom of Belgium on the Encouragement and Reciprocal Protection of Investments dan pasal 3 Agreement between the Republic of Indonesia and the Frenoh Republio on the i&couragement and proteotion of French Capital in Indonesia* Sebagairaana diuraikan di muka, meratifikasi Konvensi Washington tidak berarti serta-merta Indonesia menundukkan diri ke yuriediksi ICSID* Di segi lain, ketentuan-ketentuan dalam perjanjianr* perjanjian jaminan penanaman modal di atae menclurkan kewajiban bagi Indonesia memakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID* Ditlllk dari perj&njian-perjanjian jaminan penanaman modal di atas, manakala Indonesia tidak memakai arbitrase, atau konsiliasi, ICSID, raaka Indonesia dianggap melakukan wanprestasi dalam pentafi hukum intemasional* Ad. 2 pengertian warga negara peserta lain Konvensi Washington, dalam hal ini natuurlijk persoon, dijabarkan oleh. pasal 25 ayat (2) Konvensi tersebutt (a) any natural person who had the nationality of a Contracting.. State other than State party to the dispute on the date
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
M1LIK
perfustakaan
_
XJM1VERSITAS A l R L A N -
|
S U R A B A Y A ____
on whioh the parties consented to submit such dispute to * * • arbitration as well as on the date on whioh the request was registered pursuant to paragraph • • . (3) of Artiole 36, but does not inolude any person who on* either date also had the nationality, of the Contracting State party to the dispute; and . * * * Hanakala ketentuan itu dikaitkan dengan penana/nan. nodal d&latn rangka Undang-undang no. 1 th. 1967, aatuurlijk persoon warga Indonesia, mitra-usaha pada joint venture oompany dalam. rangka Undang-undang no* 1 th* 1967* tidak dapat tampil di pentaa ICSID, meski Indonesia menyetttjuinya* Sedangkan pengertian warga aegara peserta lain Konvensi Washington, dalan hal ini recht persoon, dijabarkan oleh pasal 25 ayat (2) Konvensi Washingtons (b) any juridioal person which had the'nationality of a Contracting State other than the State party to the dispute oa the date on which ..the parties oonseated to submit such dispute to conciliation or arbitratioa and any juridical person which had the nationality of the Contracting State party to the dispute oa that date and .which, because of foreign control, the parties have agreed.should be treated aa a national of another Contracting States for the purposes of this Convention* Telah diuraikan pada bab sebelumnya, kegiatan operasional penananaa nodal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 harus dituangkan dalam wadah perseroan terbatas* Timbul pertanyaant apakah naaionalitas perseroan terbatas dalam rangka Undang-undang no* 1 th. I967 ? Selanjutnya, apakah perseroan terbatas tersebut memenuhi ketentuan pasal 25 ayat (2) sub b Konvensi Washington* perluaya penetapaa nasionalitas badan hukum dinyatakaa J.G. stark#: "It is necessary to determine the nationality of such corporations, for the purpose of applying the 'nationality of olaims' principle
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
in a oase before an international tribunal, or for giving effeot 16 to a treaty applying to nationals of a State * . . ." Undang-undang. no. 62 th. I958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, hanya mengatur nasionalitas natuurlljk persoon. Ditopang penafsiran historis terhadap Undang-undang no. 62 th. 1958, terayata Undang-undang no. 3 th. 194$ tentang Kewarganegaraan dan Fenduduk Republik Indonesia junoto Undang-undang no. 6 th. 1947 diberlakukan terhadap nasionalitas badan hukum. Pasal 1 sub j Undang-undang no. 3 th. 194<», pasal tersebut ditambahkan oleh Undang-undang no. 6 th. 1947# menentukan, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia mempunyai nasionalitas Indonesia.
17
Perseroan terbatas, badan hukum yang dimaksud oleh pasal 3 Undang-undang no. 1 th. 19^7i harus didirikan menurut hukum Indonesia, dan berkedudukan di Indonesia. Oleh karena itu, perseroan terbatas dalaai rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 meraentihi ketentuan pasal 1 sub j Undang-undang no. 3 th. 1946 jo* Undang-undang no* 6 th. 1947* Dengan kalimat lain, perseroan terbatas dalam rangka 18 Undang-undang no. 1 th. 19^7 mempunyai nasionalitas Indonesia.
16
J.G. Starke, An Introduction to International Law. Butterworths, London, 1972, h. 345* 17 Koch. Ienaeni, op. oit.. h. 5^.
lQ
SKRIPSI
Ibid., h. 57 dan 64*
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
Dengan demikian, perseroan terbatas dalam rangka Undangundang no* X th* 1967 tidak memenuhi ketentuaa pasal 25 ayat (2) sub b Konvensi Washington* Konsekuensinya, perseroan terbatas dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7 tidak dapat tampil di pentad ICSID* {Sal tersebut memungkinkan penanam modal aBing, warga negara peserta lain Konvensi Washington, untuk tampil di pentae ICSID* Penanam modal asing tersebut bertindak untuk dan atas nama dirftnya, bukan untuk dan atas nama perseroan terbatas dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967* Tampilnya penanam modal asing untuk dan atas nama dirinya di pentaa ICSID mengundang permasalahan, manakala ditinjau sematamata dari kedudukaa perseroan terbatas aebagai badaa hukum* Ketboek vaa Koophaadel memberi status'badaa hukum kepada perseroan terbatas* Dengaa demikian, tampilaya penanam modal asing di ICSID memang oenerobos status perseroan terbatas sebagai badaa hukum* Hamun, hal itu merupakaa konsekuensi dari eksietensi daa eseasi pasal 3 Undang-undang no* 1 th* 1967 jo*
pasal 1 sub j Undang-undang
no. 3 th* 1946, dalam kaitannya dengan formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967* Mitra-usaha pada joint venture company dalam raagka Undangundang ao* 1 th* 19^7/, di antaranya, adalah perseroaa terbatas dalam rangka Undang-undang no* 6 th* 1968* Herujuk ke pasal 1 eub j Undang-undang no. 3 th* 194$, perseroan terbatas tersebut bornasionalitas Indonesia* Koasekuensinya, perseroaa terbatas dalam rangka Undang-undang no* 6 th* 1968 tidak memenuhi paaal 25
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
ayat (2} sub b Konvensi Washington* Dengan kalimat lain, perseroan terbatas dalam rangka Undang-undang no. 6 th* 1?68 tidak d&pat tampil di pentas ICSID* Dari urai&n-uraian di atas, dapat dieimpulkan, klausula arbitrase ICSID pada formulir aplikasi model i/PMA dan model Il/PMA hanya memberi persetujuan kep&da pemilik modal asing, warga negara peserta lain Konvensi Washington, tampil di pentas ICSID* Ad. 3 Paragraf 26 Report of the Executive Direotors mengenai Konvensi Washington menyatakanj "The dispute must conoem the existence or soope of a legal right or obligation, or the nature or extent of the reparation to be made for a breach of a legal obligation." Menurut ketentuan klausula arbitrase ICSID pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967* perkara yang dapat diajukan ke ICSID adalah "With the explicit preclusion of disputes oonoeming tax matters, « . . all disputes . * . regarding the interpretation or the implementation of this investment application. • . ." Dari uraian di atasy dapat disiopulkan, perkara yang dapat diajukan ke ICSID adalah sengketa hak dan kewajiban penanam modal ataupun Pemerintah Indonesia, yang teroantum pada formulir aplikaeiaya dan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, pasal 26 Konvensi Washington menentukanj •
.A Contracting State may require the exhaustion of looal
administrative or judioial remedies as oondition of its consent to arbitration under this Convention.* Menurut J.G. Starke, beberapa asas *looal remedies rule1 dalam pentas hukum intemasional adalahs
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
- a local remedy is not to be regarded as adequate and need not be resorted to if the municipal Courts are not. in a position to award compensation or damages; - a claimant is not required to exhaust justice if there is no justioe to exhaust; for example, where the supremo judicial tribunal is under the control of the executive organ responsible for the illegal act, or where an act of the legislative organ has caused tho injury suffered; - where the injury is due to an executive act of the government as suoh, which is clearly not subject to the jurisdiction, of the municipal Courts, semble the injured foreign citizens are not required to exhaust local remedies.19 Pada bagian lain J«G. Starke, merujuk ke the Ambatielos Arbitration, meuyimpulkant local remedies are not exhausted if an appeal to a higher Court is not definitely pressed or proceed with, or if essential evidenoe has not been adduced, or if there has been a significant failure to take some step necessary to succeed in the action. Di segi lain, dari the Ambatielos Arbitration, dapat disimpulkan, negara yang menuntut pemakaian upaya-upaya setempat harus dapat membuktikaa eksietensi dan kemampuan hukumnjia untuk menyelesaikan sengketa.
21
Dalam kasus Panevesys-Saldutiskis Railway, mahkamah
permanen menyatakan bahwa pengadilan negara yang menuntut pemakaian upaya setempat berwenang menentukan yurisdiksinya aebelum yurisdiksi
19
J.G. Starke, op. oit.« h. 308.
20 Ibid., h. 309. 2V r . O'Connell, International Law, Y
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37. s
intemasional muncul* 2 2 Dengan demikian, penanam modal
a s in g ,
warga negara peserta
lain Konvensi Washington, tidak dapat sertar-merta mengajukan sengketanya ke ICSID, manakala ia merasa dirugikan Pemerintah Indonesia* Sebagaimana
d ik e m u k a k a n d i
perundang-undangan penanaman modal
muka, penelitian peraturan yang diselenggarakan
a B in g
Badan Pembinaan Hukum ifasional menunjukkan, terdapat, banyak pengaturan duplikatif* Hal tersebut monimbulkan peraturan-peraturan k o n tr a d ik tif•
Bahkan,
e fe k tiv ita a
suatu
p e ra tu ra n
perubahan kebijakan yang belum tertuang dalam s a m p in g
itu, suatu kebijakan
e fe k tif
meski
dicabut oleh
p e ra tu ra n *
ta n p a
Di
landasan yuridis*
Situasi tersebut, tentu, kurang memberikan iklim kondusif bagi penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1?67/* Bahkan, hal tersebut a n ta ra
dapat
melahirkan
s e n g k e ta
Indonesia dan penanam modal yang, mengadakan usaha dalam
rangka Undang-undang nomor 1 tahun 19^7« Paragraf 32 Report, of the Executive Directors mengenai Konvenai Washington mempertegas, Konvensi itu tidak memodifikasi ketentuan hukum intemasional mengenai *exhaustion of looal remedies* Di segi lain, pasal 3 perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan Belgia men^takant "This oonsent, implies renunciation of the requirement that the Internal administrative or judicial resorts should be exhausted*"
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38 2* Dewan Arbitrase ICSID Dalam sub bab pertama dari bab ketiga, telah diuraikan bahwa ICSID sendiri tidak melakukan aktivitas arbitrase, atau konsiliasi. Sesuai ketentuan pada Konvensi Washington, arbitrase dilakukan oleh dewan arbitrase* Pasal 3 Konvensi Washington raenghendaki ICSID menyediakan panel arbitrator* Salah satu syarat menjadi anggota panel arbitrator, atau konsiliator, adalah sebagaimana ditentukan pasal 14 Konvensi Washingtons (1) Persons designated to serve on the Panels shall be persons of high moral character and recognized competence in the field of law, commerce, industry or finance, who may be relied upon the exercise independent judgement* Competence in the field of law shall be of particular importance in the oase of persons on the Panel of Arbitrators* Merujuk kepada gasal 14 ayat (l) Konvensi Washington, syarat-syarat menjadi anggota panel arbitrator, atau konsiliator, adalah: 1* mempunyai watak moral luhur; 2* berkompeten di bidang hukum, perdagangan, industri dan keuangan; 3* dapat member! keputusan tidak memihak* Dewan arbitrase dibentuk sesegera mungkin, setelah pendaftaran permohon&n arbitrase* Dewan arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau lebih, asalkan ganjil, yang do.tunjuk sesuai persetujuan para pihak* Hal. itu ditentukan pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) sub a Konvensi Washington* Manakala tidak ada persetujuan pihak-pihak yang bersengketa, mengenai jumlah dan cara pengangkatan arbitrator-arbitrator, dewan arbitrase terdiri dari tiga orang, Masing-masing pihak yang bersen^ceta memilih seorang arbitrator* Ketua dewan arbitrage ditunjuk berdasar
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
persetujuan para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dapat diamati dari pasal 37 ayat (2) sub b Konvensi Washington. Manakala dewan arbitrase belum terbentuk daliam waktu sembilan puluh hari setelah pemberitahuan pendaftaran permohonan arbitrase, atau setelah lampau waktu yang ditetapkan para pihak, ketua dewan administratif ICSID mengangkat arbitrator yang belum diangkat. Pengangkatan itu dilakukan, 8edapat mungkin, setelah rembukan dengan para pihak yang bersengketa. Hal tersebut dinyatakan oleh pasal 38 Konvensi Washington.
Merujuk kepada paragraf 35 Report of the
Executive Directors mengenai Konvensi Washington, pengangkatan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan kemacetan pembentukan dewan arbitrase ICSID, manakala para pihak tidak sepakat mengenai pengangkatan para arbitrator atau salah satu pihak tidak bersedia mengangkat arbitratornya Henurut pasal 38 Konvensi Washington, arbitrator-arbitrator.yang.. ditunjuk oleh ketua dewan adrainistratif ICSID, bukan warga negara peserta Konvensi Washington yang bersengketa di. ICSID, dan bukan warga negara peserta lain Konvensi ■Washington yang, warganya bersehgketa di ICSID. hayoritas arbitrator haruslah warga negara-negara lain daripada negara peserta Konvensi Washington yang bersengketa
di ICSID dan
negara peserta Konvensi Washington yang warganya bersengketa di ICSID. Naarnn, syarat. kewarganegaraan tersebut tidak berlaku, jika arbitrator tunggal atau anggota dewan arbitrase ICSID telah ditunjuk melalui persetujuan para pihak yang bersengketa. Hal
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
tersebut diatur oleh pasal 39 Konvensi Washington* Dewaa arbitrase ICSID mempunyai wewenang menetapkan kompetensinya atas sengketa yang diajukan kepadanya. Hal tersebut diatur pasal 41 ayat (l) Konvensi Washington t "The tribunal shall be the judge of its own competence." Merujuk kepada pasal 41 ayat (2), manakala salah satu yang bersengketa mengajukan keberataa atas koepeteasi ICSID, dewan arbitrase ICSID menentukan kompetensinya sebelum memeriksa pokok perkara, atau pada saa& memberi keputusan atas pokok perkara* Turisdiksi arbitrase ICSID hanya meliputi perkaraperkara tertentu* perkara tersebut harus merupakan sengketa hukun, sebagaimana ditentukan pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington* Di samping itu, perkara tersebut diajukaa oleh pihak-pihak yang memenuhi pasal 25 eyat (l) dan ayat (2) Konvensi Washington,berdasarkan persetujuan pihak-pihak mengenai arbitrase ICSID sebagaimana ditentukaa pasal 25 ayat (1) dan ayat (3) Konvensi Washington* Sebagaimana diuraikan pada sub bab pertama dari bab ketiga, sengketa penanaman modal dalaa rangka Undang-undang no* 1 th. 1967 dapat diajukaa ke pentas ICSID, manakala terpenuhi tiga syarat yang ditetapkan pasal 25 ayat (l) Konvensi Washington* Oleh sebab itu, dewan arbitrase ICSID akan menetapkan kompetensinya, manakala sengketa penaaaaaa modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 diajukan kepadanya* Sesuai pasal 62 Konvensi Washington, arbitrase dilakukan di tempat kedudukan ICSID, di Washington* Selanjutnya, menurut pasal 63 sub a Konvensi Washington, pihak-pihak yang bersengketa dapat pula menentukan tempat lain, misalnya tempat kedudukan
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
permanen Court of Arbitration, atau lembaga-lembaga arbitrase Iain yang telah nembuat persetujuan dengan ICSID untuk itu. Dalam kaitannya dengan pasal 63 sub a Konvensi Washington, ICSID telah mengadakan persetujuan dengan Asian-African. Legal Consultative Committee, yaitu s agreement•among the Asian-Afrioan Legal Consultative Committeef the regional centre for commercial arbitration (Kuala Lumpur) and the International Cantre for Settlement of Investment Disputes. Persetujuan tersebut memungkinkan arbitrase di bawah arahan ICSID diadakan di pusat arbitrase AsianAfrioan Legal Consultative Committee, di Kuala Lumpur atau di Kairo.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
HUKUM Ia WG DIPAKAl DKWAK ARBITRa SK INTitflNATIGNAL CJfiNTftK FOR SE!EPLJ!lU!)llT OP INVESTMENT DISPUTES Dalam rangka menciptakan iklim kondusif bag! penanaman modal asing, Indonesia meratifikaei Konvensi Washington. Di samping itu, V klausula arbitrase ICSID dicantumkan pula pada part VII, sub D, formulir model I/PMA dan part VIII, sub D, formulir model Il/PMA. Eksistensi d&n esensi klausula arbitrase ICSID tersebut, menegaskan pengakuan Indonesia dan pihak penanam modal asing mengenai yurisdiksi ICSID. Tang menjadi masalah adalah hukum apakah yang dipakai oleh dewan arbitrase ICSID untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Untuk memutus 6engketa penanaman modal asing, menurut Joy Cherian, dewan arbitrase akan memilih seoara sfclektif hukum yang diterapkannya. Hal ini disebabkan oleh karakteristik transnational kontrak penanaman modal 21 asing dan pihak-pihak yang mengadakan kontrak. 1 Pasal 42 Konvensi Washington menentukans (1) The Tribunal shall decide a dispute in accordance with such rules of law as may be agreed by the parties. In the absence of such agreement, the Tribunal shall apply the law of the Contracting States party to. the dispute (including its rules on the conflict of laws) and such rules of international law as may be applioable. Ada dua ketentuan yang dapat dipetik dari pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington. Ketentuan pertama pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington menentukan, dewan arbitrase ICSID memutus sengketa berdasarkan hukum
23
Joy Cherian, Investment Contracts and Arbitration— The World Bank Convention on the Settlement'of Investment Disputes, A.W. Si$thoff, Leyden, 1975i h. 19*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
yang dipilih para pihak. Ketentuan kedua pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington menentukan, dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum negara peserta Konvensi Washington yang menjadi pihak dalam sengketa, termasuk kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasionalnya, dan Hukum Internasional yang sew&jarnya diterapkan, manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum* 1, Ketentuan Pertama Pasal 42 ayat (l) Ketentuan pertama pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington menentukan : "The Tribunal shall deoide a dispute in accordance wi1h euoh rules of law as may be agreed by the parties •" Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Konvensi Washington mengakui eksistensi dan esensi salah satu ajaran pada teori umum Hukum Perdata Internasional, ' i.
-
yakni pilihan hukum* Di segi lain, ketentuan tersebut secara implicit menolak pandangan, kontrak penanaman modal asing antara negara dan penanam modal serta-merta hanya dikuasai hukum negara pengimpor modal (host state)* Konvensi Washington tidak mengatur hukum yang dapat dipilih negara peserta Konvensi Washington dan warga negara peserta lain Konvensi tersebut* Menurut Ssass, negara peserta Konvensi Washington daji warga negara peserta lain Konvensi itu dapat memilih hukum negara pengimpor modal, hukum negara ketiga, hukum negara pengekspor modal (home state), dan Hukum Internasional.^
24 Ibid., h. 75 ^Ibid.. dikutip dari Szasss, "The Investment Disputes Convention Opportunities and Pitfalls", The Journal of Law and floonomio Development Vol. I, 1970, h* 39.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
i/awasa ini, iuynpir eemua negara berupaya mewujudkaa dirinya sebagai negara kesejahteraan (welfare state)* Konsekuensinya, rentangan kendali negara seoara global telah coerasuki kehldupan ekonomi* Salah satu aspek kehidupan ekonomi di bawah rentangan kendali negara adalah penanaman modal asing* "Modem States exercise wide control over the economy, including such aspects of private Zi economic enterprise as * * * internal and external investment * » * *n, demikionlah Starke mengulas rentangan kendali negara di bidang kehidupan ekonomi, khususnya penanaman modal asing* Hal senada mengenai wewenang negara mengendalikan kehidupan ekonomi, khususnya penanaman modal asing juga ditekankan oleh Charter of Economic Rights and irnties of states. Menurut pasal 2 sub a Charter tersebut, setiap negara mempunyai hak mengatur dan menjalankan kekuasaannya mengenai penanaman modal asing, sesuai dengan hukum dan kepentingan nasionalnya* Di samping itu, tidak ada negara yang dapat dipaksa memberi perlaku&n preferensial kepada penanaman modal asing.^7 Negarar-negara pengimpor modal yang berupaya melakukan pembangunan nasional, tentu amat mengharapkan penanam modal asing berkiprah dalam rangka menunjang dan mengakselerasi pembangunan nasionalnya* Indonesia misalnya, mengundang penanaman modal asing secara selektif sesuai relevansi kepentingan pembangunan nasional dan peraturan
26 'Starke, op* oit*« h* 365* ^Tfeume H* Weston, "The Charter of Koonomic Rights and Duties of States, and .the Deprivation of Foreign - Qwaed Wealth", Aaerioam Journal of International-Law, No* 3f Juli I98I, h. 436*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
MILIK.
I
PERPUSTAKAAN
'
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
•UN1VERS1TAS AIRLANOO*'
___ S U R A B A Y A perundang-undangan. Oleh sebab itu, Indonesia tidak mungkin memilih hukum negara-negara pengekspor modal, sebagai sarana penyelesai sengketa antara Indonesia dan penanam-penaaam modal asing. rtealitanya, Indonesia tidak mencantumkan pilihan hukum negara pengekspor modal, pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967* Di segi lain, Indonesia dapat mencantumkan pilihan Hukum Intemasional, pada formulir aplikasi penanaman modal rangka Undangundang no. 1 th. 1967* Di dalam kontrak yang mengandung unsur publik dan perdataf eeperti halnya kontrak penanaman modal asing, negara dan wargazi&siog dapat.memilih Hukum.Intemasional. O'Connell mengemukahan antara lain : "When a state contract with foreign national . . . The parties to a contract of mixed public and private elements are as much at liberty to select the proper law as are private contractors, and they may choose international law."
28
Meskipun negara dan warga asing dapat memilih hukum Intemasional di dalam kontrak mereka, namun realitanya jarang terjadi mereka memilih Hukum Intemasional itu. "Altough it is theoritically possible, therefore, for a State to agree to subject its contracts with foreign national to the regime of international law* this has rarely if ever occured.", aemikianlah O'Connell mengulas realita kejarangan negara dan warga asing memilih Hukum Intemasional di dalam kontrak
pQ DJP. O'Connell, op. oit.. h. 979*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
mereka. Indonesia misalnya, secara tegas tidak mencantumkan pilihan Hukum Internasional, pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967* 'i'iadanya ketentuan pilihan Hukum Internasional, pada formulir aplikasi penanaman modal dalam tangka Ondang-undang no. 1 th. 1967, tidak menutup kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Internasional. penerapan hukum Internasional diuraikan lebih lanjut pada sub bab kedua dari bab ini. Jika kita telusuri ketentuan-ketentuan di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7, tidak terdapat ketentuan mengenai pilihan hukum. Artinya tidak terdapat. ketentuan di dalam formulir tersebut yang menunjuk hukum tertentu, termasuk Hukum Indonesia, untuk diterapkan manakala timbul sengketa antara Indonesia dan penanam modal asing* Pemilihan hukum negara pengimpor modal, dalam hal ini hukum Indonesia, mempunyai dampak tertentu* Sebagai konsekuensi ketentuan pertama pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington, dewan arbitrase ICSID akan menerapkan hukum intern Indonesia, tidak termasuk kaidah-kaidah Hukum perdata ^nternasional Indonesia. Hal ini berarti menutup kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum negara ketiga* 2. Ketentuan Keaua Pasal 42 ayat (1) 'findak Indonesia .tidak mencantumkan pilihan Hukum Indonesia, pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967, mempunyai motivaei tertentu. Pilihan Hukum Indonesia dapat melahirkan kendala terhadap upaya pemerintah mengundang modal asing ke Indonesia* Terlebih-lebih kini tidakl&h mudah mengundang
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
modal asing ke Indonesia* Hal ini disebabkan oleh adanya suaeana kompetitif di antara negara-negara, baik negara maju maupua negara sedang berkembang, untuk mengundang modal asing ke dalam wilayahnya. Sebagairaana telah diuraikan, di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 19^7 tidak terdapat ketentuan mengenai pilihan hukum. Ketentuan kedua pasal 42 ayat (l) Konvensi Washington menentukan : 11 . . . In the absence of euch agreement, the Tribunal shall apply the law of the Contracting State party to the dispute (including its rules on the conflict of laws) and such rules of international law as may be applicable." Beranjak dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dewan arbitrase ICSID menerapkan hukum Indonesia, kaidah-kaidah Hukum perdata Intemasional Indonesia, dan Hukum Intemasional yang sewajarnya diterapkan, manakala terjadi sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19^7* Dewan arbitrase ICSID pertama-tama menerapkan Hukum Indonesia, meskipun tidak terdapat ketentuan pilihan hukum di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undangundang no. 1 th. 1967.* Sementara itu, penerapan Hukum Indonesia sebagai negara pengimpor modal, ditopang oleh dua alasan: 1)
teori the most substantial connection dan lex loci solutionis;
2)
pendapat para pakar &ukum negara sedang berkembang. Ad. 1 Bertopang pada teori the most substantial connection,
kaitan paling substansial antara kontrak penanaman modal asing dan negara pengimpor modal, didasarkan pada dua alasan. hertwna, penanaman
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
modal asing dilakukan di wilayah territorial negara pengimpor modal. Kedua, penanaman modal asing mempunyai kaitan dengan proses pembangunan ekonomi negara pengimpor modal1^0 Hal tersebut juga tarjadi di Indonesia, penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 dilakukan di wilayah Indonesia* Di samping itu, penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 berkaitan dengan proses pembangunan nasional. Sesuai lex looi solutionis, hukum tempat kontrak dilakukan merupakan hukum yang sewajarnya diterapkan. Wilayah teritorial Indonesia merupakan tempat kontrak penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967 dilaksanakan* Dengan demikian, Hukum Indonesia merupakan hukum yang sewajarnya diterapkan untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7* Ad. 2 Menurut beberapa pakar hukum negara sedang berkembang, kegiatan operasional penanam modal asing di negara pengimpor modal, mempunyai maJcna bahwa penanam modal menyetujui yurisdiksi dan hukum negara pengimpor modal* Di dalam pertemuan konsultatif para pakar hukum, disponsori oleh World Bank, seorang wakil suatu negara menyatakani When a foreign investor made an investment it seemed obvious to assume that the act of making, ah investment in the host country would imply that the investors had consented to the jurisdiction and application of the law of the host state in all respects, unless there was a written and explicit declaration to the contrary. Senada dengan pernyataan itu, O’Connell mengungkapkan antara lain:
^°Joy Cherian, op* oit., h, 221*
5L Ibid., h. 132 dikutip dari International Centre for Settlement of Investment Disputes, History of the Convention, Vol. II, ICSID, Washington, 1^68, h, 5*3*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49 "When a State oontraot with foreign national it ordinarily eaters a relationship governed by its own municipal law .♦ • * .«32 pend.apa't para pakar hukum tersebut memberi keabsahan mengenai penerapan Hukum Indonesia sebagai negara pengimpor modal, meskipun tidak terdapat pilihan hukum pada formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-u&dang no* 1 th* 1967* Selain menerapkan Hukum Indonesia, dewan arbitrase ICSID juga menerapkan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia* Penerapan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia, ditopang oleh ketentuan kedua pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington* Penerapan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia membuka kemungkinan kepada dewan arbitrase ICSID menerapkan hukug negara ketiga* Di samping menerapkan Hukum Indonesia dan kaidah-kaidah Hukum Perdata Intemasional Indonesia, dewan arbitrase ICSID juga berwenang menerapkan Hukum Intemasional yang sewajarnya diterapkan* Sesu&i paragraf 40 Report of the Executive Directors, istilah Hukum Intemasional harus diartikan seperti ketentuan pasal 36 ayat (1) Statute of International Court of Justioe* Penyelesaian sengketa antara penanam modal asing dan pemerintah suatu negara melalui penerapan Hukum Intemasional, bukan merupakan persoalan. Hal ini dimungkinkan setelah ditolaknya pandangan bahwa Uukum Intemasional tidak dapat diterapkan terhadap. hubungan kontraktual antara pemerintah dan orang-perorangan.^ Berkenaan dengan
O 'C o n a e l l f
Q P* o i t . ,
h*
978
^Jjoy Cherian, op* oit*, h* 31«
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
kewenangan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional, Aron Brpohes mengemukahani The History of the provision leaves no doubt, in my opinion, that the tribunal may apply international law (i) where national law calls for its application, (ii) where the subject matter is directly regulated by international law ( a case which may not be easily distinguishable in practioe from (i)j, and (iii) where national law or action taken thereunder violates international law.^4 Beranjak dari pendapat Aron Broches, dapat disimpulkan ada tiga kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional bilamana: 1). hukum negara peserta Konvensi Washington, yang menjadi pihak dalam sengketa, mengundang penerapan Hukum Intemasional; 2). masalah yang disengketakan, seoara langsung diatur oleh Hukum Intemasional) 3) • hukum negara peserta Konvensi Washington, yang menjadi pihak dalam sengketa, melanggar Hukum Intemasional. Uraian berikut ini meraaparkan terjadinya tiga kemungkinan dewan arbitrase ICSID menerapkan Hukum Intemasional, untuk memutus sengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7 * Ad. 1 Jika ketentuan-ketentuan di dalam Undang-undang no. 1 th. 1967 ditelusuri, ternyata terdapat ketentuan yang menyangkut Hukum Intemasional. Merujuk kepada pasal 21 Undang-undang no. 1 th. 19<>7» pemerintah tidak akan aelakukan naeionalisasi perusahaan
h. 84 dikutip dari Aron Broohes, "The Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States 1 Applicable Law and Default-yrocedure",. dalam , Pieter Sanders (ed.), International Arbitration Liber Amioorum for Hartin Domke, Martinus ITijhoff, Hague, 1967, h.-15*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
perusahaan modal asing, kecuali Undang-undang menyatakan bahwa kepentingan negara menghendaki demikian* Manakala nasionalieasi dilakukan| Pemerintah wajib memberi ganti rugi sesuai dengan asasasas hukum internasional* Hal tersebut dapat diamati dari pasal 22 ayat (l) Undang-undang no* 1 th. 19*>7* Setelah perang-dunia kedua, bermunculan negara^-negara baru, terutaaa di kawasan Asia-Afrika. Kemerdekaan politik. negara-negara tersebut temyata tidak sertar-merta meningcatkan harkat kehidupan eosial-ekonomi mereka* Salah satu upaya memperbaiki kehidupan sosial-ekonomi adalah nasionalisasi, atau ekspropriasi* Nasionalieasi merupakan maaifestasi dari eksistensi dan esensi kedaulatan negara* Di segi lain| dalaa pentas hukum internasional, negara wajib memberi ganti-rugi secara ‘proapt, adequate, dan effektive1, jika ia melakukan nasionalieasi, atau ekspropriasi* Ketentuan tersebut tentu amat memberatkan perekonomian negara-negara baru merdeka. Apakah ketentuan itu tetap mempunyai eksistensi dan implementasi ? Oliver J« Lisaitzyn mengemukakan bahwat In traditional international law there has been an "international standard11 governing state responsibility for the treatment of aliens both as regards their person and their property. Thus, in case of expropriation or nationalization) the "international standard" has sequired the payment of what has often been described as "pronpt, adequate and. effective" compensation* Adequate compensation has been generally defined as payment of the full value of the property, whioh is normally determined by the market priced?
^Oliver J. Lisaitzyn, International Law Today and Tomnprowt Ooeana Publications, New Torkt.1965, h, 76 dan 71*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
Di segi lain, Oliver J. Lissitzyn akhirnya menyimpulkan bahwa "The norm of 'prompt, adequate and effective* compensation has been further weakened since World War II by expropriations without payment of what was considered adequate compensation in countries of Eastern Europe; in Iran, Egypt, Cuba, and elsewhere."
36
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, kini telah tiba lonceng kematian bagi aturan hukum intemasional yang mewajibkan negara pengekspropriasi, atau penasionalisasi, memberi ganti-rugi seoara "prompt, adequate dan effective1• Meski demikian, pemberian ganti-rugi, sebagai kotnpea*asi, tetap harus dilakukaa. Hal tersebut, menurut Oliver J. Lissitzyn, dapat diamati dari tindak Mexico, pada 1917 Mexico mengekspropriasi milik orang-orang asing. Mexico menyatakaa, tidak ada aturan hukum intemasional yang mewajibkan negara pengekspropriasi untuk memberi ganti-rugi, Namun, Mexico 17
tetap memberi ganti-rugi, 1 Jadi, dalam pentas hukum intemasional, negara wajib memberi ganti-rugi — dan effective* —
meski tidak harus 'prompt, adequate
manakala ia melakukan ekspropriasi, atau
nasionalisasi• Dengan demikian* dapat disimpulkan, pasal 22 ayat (1) Undangundang no. 1 th. 1967 mewajibkan Pemerintah memberi kompensasi, sesuai ketentuan hukum intemasional, manakala ia melakukan
36Ibid., h. 78.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53
nasionalieasi, atau ekspropriasi* Ad* 2 Adanya perjanjian internasional bilateral mengenai penanaman modal asing yang dibuat antara Indonesia daa beberapa negara lainnya* Tang tergolong dalam perjanjian internasional tersebut adalah perjanjian mengenai jaminan penanaman modal investment guarantee agreement** 'Investment guarantee agreement* merupakan perjanjian internasional mengandung, anitara lain, ketentuaa-ketentuan mengenai hak dan kewajiban. para penanam, modal asing dalam melakukan kegiatan operasionalnya di Indonesia* Dalam artiy perjanjian internasional tersebut memberi jaminan kepada penanam modal asing mengen&i hal-hal seperti misalnya: 1* kebebasan memindahkan hasil laba dari kegiatan operasionalnya di Indonesia; 2* terjaminnya kegiatan operasional penanaman modalnya dari nasionalisasi^ ekspropriasi, dan konfiskasi* Dalam arti, nasionalisasif ekspropriasi) dan konfiskasi harus diimbangi pembayaran ganti-rugi secara ’just, prompt, adequate, effective*| 3* terjaminnya kegiatan operasional penanaman modalnya dari perang, revolusi, keadaan darurat, dan pemberontakani di Indonesia* Jadi) Indonesia memberi ganti-rugi jika penanam modal asing rugi akibat perang, revolusi) keadaan darurat) dan pemberontakan* Sampai saat ini, Indonesia telah mengadakan *investment guarantee agreement* dengan Axnerika Serikat, Nederland, German, Norway) Belgium) Korea Selatan, Canada) Switzerland) Franoe, United Kingdom. Menurut laporaa tahunaa ICSID, negars^negara terakhir itu
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
merupakan negara peserta Konvensi Washington*
Dengan demikian,
dewan arbitrase ICSID akan menerapkan perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara peserta lain Konvensi Washington yang warganya bersengketa di ICSID. iInvestment guarantee agreement' antara Indonesia dan negara lain tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Hal tersebut merupakan konsekuensi asas umum dalam pentas hukum intemasional , yaitu: 'pacta tertiis nec nocent neo prosunt'. Meski demikian, dapat pula dewan arbitrase ICSID menerapkan. ketentuan* mengenai hak, dalam perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara ketiga. Jadi, dewan arbitrase ICSID tidak hanya menerapkan perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya bersengketa di ICSID. Hal itu dimungkinkan jika ketentuan yang mengandung. 'most favoured nation clause* dicantumkan pada perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya bersengketa di ICSID. Ketentuan 'most favoured nation olause' mempunyai makna bahwa "according to the most favoured nation clause ia its general form, all favours, whioh either Contracting Party has granted in the pastf or will grant in the future, to any third state must be granted to the other party."
39
Ketentuan yang mengandung
'most favoured nation clause* teroantum, antara lain, pada
^®Joy Cherian, op. oit., h. 121 - 123 dikutip dari ICSID, Kight Annual Report 1973/l974. ICSID, Washington, 1974* h. 9» ^L. Gppenheim, International Law. Vol. I, Longmans Green, London, 1966, h. 972.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan Belgium, Denmark, German, Korea Selatan, Nederland, Perancis. Ponerapan ketentuan hukum internasional, dalam hal ini perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara lain, sulit dibedakan dengan penerapan ketentuan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 19^7 yang menunjuk berlakunya hukum internasional. Hal tersebut disebabkan kedua-duaaya, yaitu perjanjian jaminan penanaman: modal dan Undang-undang nomor 1 tahun 1967, merupakan hukum positif Indonesia. Perjanjian jaminan penanaman modal mengikat Indonesia, setelah disahkaa oleh peraturan perundangundangan, yaitu: Keputusan Presiden. Undang-undang nomor 1 tahun 1967 pun merupakan peraturan perundang-undangan. Ad. 3 Manakala terjadi pertentangan antara hukum negara pengimpor modal dan hukum internasional, dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang menyingkirkan hukum negara pengimpor modal. Dengan kalimat lain, dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang menerapkan hukum internasional, manakala terjadi pertentangan antara hukum negara pengimpor modal dan hukum internasional. Hal tersebut disimpulkan dari pendapat pejabat-pejabat ICSID.
40
Di
samping itu, kewenangan dewan arbitrase ICSID tersebut dilandasi oleh pendapat Schwarzenberger. la menyatakan bahwa "If the arbitration under the Convention were international
tribunal,
40 Joy Cherian, op. oit., h. 69
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
they would have to apply their own lex fori which is international law."41 Dari uraian-uraian di atas, terdapat beberapa kemungkinan dewan arbitrase ICSID menyingkirkan hukum Indonesia, pada waktu memutus aengketa penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967, bilamanai 1. hukum Indonesia temyata bertentangan dengan hukum intemasional, khususnya perjanjian jaminan penanaman: modal antara Indonesia dan negara yang warganya bersengketa di ICSID*. Pada hakikatnya, peraturan perundang-undangan. mengenai penanaman. nodal asing adalah manifestasi kebijakan Pemerintah. mengatur kegiatan operasional penanam modal yang mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 196?* Oleh k&rena itu, peraturan perundang-undangan tersebut diubah, atau dicabut, seirama dengan perubahan kebijakan Pemerintah, yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, di bidang penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967* Di segi lain, dewan arbitrase mempunyai wewenang menyingkirkan peraturan perundang-undangan tersebut manakala bertentangan dengan perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negara yang warganya bersengceta di ICSID* 2* Indonesia mengubah, atau mencabut, hak-hak penanam modal asing, yang teroantum dalam, formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19^7* Salah satu hak penanam modal asing
41Ibid*, dikutip dari sohwarzenberger, Foreign Investments and International Law, Frederick A. Praeger, London, 19^9, h* 221*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
teroantum pada part VII, sub C, formulir model i/pM dan part VIII, sub C, formulir model Il/PMA. Sesuai dengan ketentuan tersebut, penanam modal asing mempunyai hak mentransfer, ancara lain, basil labanya dalam valuta asing, ke luar Indonesia* pemerintah tidak dapat mencabut, atau mengubah, hak penanam modal asing itu, meski pencabutan, atau perubahan, tersebut dilakukan melalui peraturan perundang-undangan. Pengundangan peraturan perundang-undangan yang mencabut, atau mengubah, hak penanam modal asing tersebut merupakan pelanggaran terhadap aeas hukum internasional, yaitu: fpacta sunt servanda* • *Pacta sunt servanda* merupakan suatu dcktria yang dikenal pada asae-asas hukum internasional tradisional. Dengan kalimat lain, pengundangan peraturan perundangundangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional, sehingga dewan arbitrase ICSID mempunyai wewenang menyingkirkan peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkaa, dewan arbitrase ICSID, seoara tidak langsung, ikut-serta mengawasi pelaksanaan perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan beberapa negara,,. yang warganya bereengketa di ICSID. Di samping itu, hak penanam modal asing, tertuang dalam formulir aplikasiixya maupun perjanjian jaminan penanaman modal antara Indonesia dan negaranya, tidak dapat dioabut, atau diubah, oleh Indonesia seoara sepihak, melalui peraturan perundang-undangan.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V P U U T U P 1, Kesimpulan Daleui raagka mewujudkan cita-cita politik, mengisi kemerdekaan tLan menjalankan kedaulatannya, Indonesia melakukan pembangunan multidimensional. Pembangunan itu dilakukan bertahap melalui peniagkatan manfaat sumber-sumber alam di Indonesia. Oleh karenanya, Indonesia memerlukan modal sangat beear, teknologi canggih, skill, dan manajemen modern* Hal-hal terakhir ini belum dapat dipenuhi oleh sumber-sumber dalam negeri, sehingga Indonesia mengundang penanaman modal asing. Dalam rangka menciptakan iklim kondusif bagi penanaman modal asing, Indonesia aeratifikasi Konvensi Washington. Keratifikasi Konvensi Washington tidak berarti Indonesia.serta-merta tunduk kepada yurisdiksi ICSID. Yuriadiksi ICSID berlaku, jika pasal 25 ayat (1J Konvensi Washington dipenuhi. Merujuk kepada ketentuan pas&l 25 ayat (1) Konvensi Washington, Indonesia mencantumkan klausula arbitrase ICSID di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalaa rangka Undang-undang no. 1 th. 19&7* Klausula tersebut memungkinkan penanam modal asing, warga negara peserta lain Konvensi Washington, mengajukan sengketa timbul dari Kegiatan operasionalnya ke ICSID. Part Jt, sub D, formulir model I/FHA dan part IX., sub D, formulir model Il/PMA mewajibkan penanam modal yang mengadak&n usaha dalaa rangka Undang-undang no* 1 th* 19&7 menaati semua
58
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
peraturan perundang-undangan* Ketentuan senada juga tercantum pada pasal 6 Keputusan Presiden no. 54 th* 1977* Ei segi lain, penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional menunjukkan kurangnya koordinasi dan sinkronisasi pongaturan penanaman modal dalaa rangka Undang-undang no, 1 th*. 1967* Hal tersebut melahirkan baayak pengaturan duplikatif hingga timbul peraturan-peraturan kontradiktif, bahkan efektivitas suatu peraturan dioabnt oleh perubahan kebijakan yang belum tertuang dalaa peraturan* Di samping, itu, suatu kebijakan efektif meski tanpa landasan yuridis dan juga terdapat aspek-aspek pengaturan yang belum atau kurang jelas dicakup dalam peraturan perundang-undangan* Situasi itu kurang member! ikli/n koadusif bagi penanam modal yang, mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 19<>7« Bahk&n situasi tersebut dagat melahirkan sengketa antara Indonesia dan penanam modal yang mengadakan usaha dalam. rangka Undang-undang, no* L th. 1967* Penanam m«dal asing dapat mengajukan sengketa hukum yang timbul dari kegiatan operasionalnya ke ICSID* Di segi lain, di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undangrundang, no. 1 th. 1967. tidak terdapat. ketentuan men&eaai pilihan hukum* Oleh sebab itu, berlakulah ketentuan kedua pasal 42 ayat (l) Konvensi Washingtons
. . In the absenoe of auoh agreement,
the Tribunal shall, apply the law of the Contracting State party; to the dispute
(including its rules on the conflict, of laws)
and such rules of international as may be applicable *0 Jadi,
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
devan arbitrase ICSID akan menerapkan Hukum Indonesia, kaidahicaidah Hukum Perdata Internasional Indonesia, dan Hukum Internasional yang sewajarnya diterapkan* Dengan demikian, dewan arbitrase ICSID tidak hanya menerapkan Hukum Indonesia, melainkan juga hukum negara ketiga dan Hukum Internasional yang sewajarnya diterapkan. Hukum negara ketiga dipakai oleh dewan arbitrase ICSID, melalui penerapan kaidah-kaidah Hukum Perdata Internasional Indonesia* Penerapan Hukum Internasional dlmungklnkan dalam tiga hal* Pertama, Hukum Indonesia mengundang penerapan Hukum Internasional* Kedua, permasalahan yang disengketakan diatur oleh Hukum Internasional seoara langsung. Hal itu memungkinkan dewan arbitrase ICSID menerapkan Investment Guarantee Agreement Indonesia dan negara yang-warganya bereengketa .di ICSID* Ketiga, Hukum Indonesia bertentangan dengan Hukum Internasional. Tidak ad&nya ketentuan pilihan Hukum Indonesia di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th. 1967, mempunyai motivasi tertentu* Pertama, hal itu memungkinkan dewaa arbitrase ICSID menerapkan Hukum Internasional, khususnya Investment Guarantee Agreement antara Indonesia dan negara yang warganya berperkara di ICSID. Hal tersebut tentu member! jaminan perlindungan kepentingan penanam modal asing di Indonesia. Kedua, pencantuman pilihan hukum Indonesia dapat melahirk&n kendala terhadap upaya Pemerintah mengundang modal asing. Terlebih-lebih kini tidaklah mudah mengundang modal asing
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61
ke Indonesia* Hal ini disebabkan suasana kompetitif di antara aegara-negara untuk mengundaag modal asing ke wilayahnya* i)i segi lain, Indonesia masih amat membutuhkan modal asing untuk menunjang dan mengakselerasi pembangunan nasional* Oleh sebab itu, kiranya wajar ketua BKPM, melalui Surat Keputusan ketua BKPM No: 15/1984, memformulasikan formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undaag-undang no. 1 th* I967 tanpa meacantumkan pilihan Hukum Indonesia* 2* Saran Kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undangundang no, 1 th* 1967 memerlukan penangan interdepartemen* Oleh sebab itu, Pemerintah menunjuk suatu lembaga koordinatif, yakai BKPM* Di segi lain9 terdapat kurangnya sinkronisasi dan koordinasi pengaturaa penanaman aodal dalam rangka Uhdang-undang no* 1 th* 1967. BKPM, lembaga terdepan yang berkaitan dengan kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th* 1967# t«atu lebih mengetahui hal-hal yang perlu diatur* Oleh sebab itu, perlu koordinasi antar departemen pemerintahan dan departemen pemerintahan dengan BKPM, untuk mengatur kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undang-undang no* 1 th, 1967* Dengan demikian, dapat dihindarkan pengaturan duplikatif dan peraturan-peraturan . kontradiktif Berta pencabutan efektivitas peraturan oleh kebijakan yang tidak oempunyai landasan yuridis* Dengan kalimat lainf ketidakpastian hukum yang dapat melahirkan silang-sengketa antara Indonesia dan >penanam modal asing, dapat dihindarkan*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62
Memang, klausula arbitrase ICSID di dalam formulir aplikasi penanaman modal dalam rangka Undang-undang no. 1 th. 1967 memberi iklim kondusif bagi kegiatan operasional penanaman modal dalaa rangka Undang-undang no. 1 th, 1^67* Namun, sesungguhnya iklim kondusif tersebut lebih tercipta, antara lain, melalui kepastian hukum bagi kegiatan operasional penanaman modal dalam rangka Undangundang no* 1 th* 1967*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63
DAFTAR BACAAN Badaa Pembinaan Hukum Nasional, InventariBaai Peraturan Perundangundangan Dalam Rangka Pengolahan Bahan Renoana XImiah Bidang Penanaman Modal, tanpa penorbit* 1930* Cherian, Joy, Investment Contracts and Arbitration — The World Bank Convention on. the Settlement of Investment Disputes» A*W* Sitjhoff, Leyden, 1975* Lissitzyn, Oliver J*, International Law Today and Tommorow, Ooeana Publications, New York, 19^5* Mooh. Isnaeni, "Nasionalitas Badan Hokum Dalam Kerangka Penanaman Modal Asing di Indonesia”, Tesis Pakultao Hukum Universitas Airlangga, 1981* O'Connell, D*P«, International Law, Vol. II, Stevens & Sons, London, 1970. Oppenheim, L*, International Law* Vol. I, Longmans Green, London, 1966. Rudhi Prasetya, "Kedudukan Handiri dan Pertanggungjawaban Terbutan dari Perseroan Terbatas'*, Bisertasi Fakultaa Hukum Univeraitas Airlangga, 1983* Starke, J.G*, An Introduction to International Law, Buttherworths, London, 1972* Sudargo Gautama, Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1931* Sumantoro, Kerjasama Patungan dengan Modal Asing, Alumni, Bandung, 1984* Ma.jalah Aaerloan Journal of International Law, No* 3, Juli 1981* Surat Kabar Surabaya post, 6 Januari 1981* Peraturan perundang-undangan Undang-undang no* 1 th* 1967* Undang-undang no, 6 th* 1968*
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6.4 Undang-undang no, 6 th. 1968. Keputusan Presiden no* 59 th. 1972. Keputusan Presiden no. 53 th. 1977* Keputusan Presiden no. 54 th* 1977* Keputusan Presiden no. 33 th, I98I. Keputusan Presiden ao. 78 th. 1982* Surat Keputusan ketua BKPM no. 15 th. 1984* Peraturan pelaksaaaan lainnya.
SKRIPSI
TINJAUAN PASAL 42 ...
SOESILO HADI RIJANTO
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
?3
V -J § 1 £ cJ ■3C >. .£> D C. *o P 4J
cj c L > nC
C -
t/3
fc
•id 5 H
..
u ~ u
tT
o
£ q >> «
o o u.
2 —
C£ UJ > Q Z < ID _} Z L. z o U J< rr H < p CL. CJ 00 «■« J UJ -1 a. > UJ < Z Q O z Z rZ UJ o UJ p a: 00 o UJ u. > Z
>% rj
>. t*° «
.J
y.
o
£
tj •C c3 O
o
-c
Z
o
Q UJ CO
O cu O 02 & L.
a
n T3
c. o
H 5
< Cu
< ? 2s o a S H uj a & £
UJ Z UJ > H Z
z o o -> p a. 5 u or? UJ D
V) hZ < O.
c.
o
00
o !>.
Q UJ c/3 O tx O a a.
•
J 5 n o ca 5 U
x o
"S H
o
r><
3 ca CJ
o uO •J ■j
UJ
.j O z
Z
Z
= -o
>Z £e ci -f a >% c. E a> IS) c 3a s < s > r t V o B 5 o a c o so u * ^ — *y < C UJ •o ■«5 « c* o S i ID &> 1o^_ w 'X H w V CJ *0 O ..Co Z o ■4) o > •« S o UJ O —3 0 > c. a h- a 2 3 Oi_ R o s Z CX ■*£. CL
z u
u
J
U
>>
a. 1 I I £ * *
fO < 0m
<
O ro h os U. — r^i
r> iJ TD p P l. O O ei O *3 > 5 “ S < u ^ >, a; 0m c > orr n S _ o > . o a“ o p r _) 0_
o —
3 O £ ~ x t*rt z £ , p " o* o -“ w• rt c on C _ ^ b s n (/> •- 3 > y
“2 ^ = Q X J EL —Si c ~ Z *
-i u
— Z
o
z
'■?
LU
_
2
•a
0 c ■*= I®
c
■a
C3
1 o t-.* ^ o C- -O
*- Q cJ
a
in fc- -* -*
O
> c 5 to/i •— - QJ ■3 ^ 8 a a, «
S JS
■o c
UJ
CJ o
(Li O
t-i c
fi n
T3
J = •3 W
c a
a u
5e ° tW
*o
O "
S J3
0J 1 »
4 >J
£ C n M c o ha C U5
3
u. >E « -> (O *D (U — o C J T3 u > C C 3 O 3 c to Z e t) •ta $ o. "73 •o rt i o O _5 0^ rs0 c3 n. - 1 o ^ o 2 o f" •— I c •5 a CO (_ j; o £3 c ffl 2 ^ c c Cn s& o> a> a) P £_ E ‘Q .«-1< * QJ a f3 Sc_j > c . ^ 0 ^ o •*U w O . c. '"' a . O <• C3 o JoS Xo o ^ z y^V S Cy T3 S i «o-> •o C3 « o in T3 ca CO H) on « — 1 r “ cb c *<3
Cv & o c 6 "u o u p r t ■a c c
o
O o 5 •£» C/D UJ O Z o ? U E G ^ ?■ = z 0 3 o W >> 7 a o Z c. o£ ca 6 a . Q
C' <
CJ h-
-j u £ C.
J
U uj Z . uJ !>/)>
Z
-2 °A
ca
§I jfiS
UJ
> O CC £L UJ
Q O o 7, o z
r-
sO O'
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
o c C
os
Z
z
s o H °
uj
cl-
u 3 Q O cs
p
o
< es Ll) 0. O
o
s y
S w uO
C3
• •>, c
w
« 3
a
'd 4> •=: .ii
©E
-a
5
^ W
= •“
o
£
o
*2
e D H
Z u) «■«
£S < 'J_ o
a UJ C£
o
t § H
*eb
E
Id g u u c* "q . a> 8 a 2 u 3 O
a. co ^
00
o
00 c
3 _c *o c o
(J CO
CL
•u o w
E OJ
c
c
W)
•c
< UJ • a. cu <
5 5 1/5
w
e o
>' 5
c
§. Si o
y
5>
U o
0
O
a.
t; td a « 5 § u t- C
*o
a « O T3 u C D. 3
a » 1_
•“ « tT3
£ a
CJ > CD U a a £ o u o .£>
*> O
0
TJ a
c
0
a
c> .. i Q w
o 3
o <
O
k
p UJ C£
S
y)
O CsS
>, C3
‘u C5
O
"T3
« 19
c
c o
o r 3
e
u 3 *u
a.
CJ
z
•c «J
to C
U 3 •o o
T3
p
U z w
O
z
o a
o c
WJ
:>
>.
O
w
u
fN
o •3 o 3 13 O
c
a rs o
n
■S 5)
c ■°G c z <» e. ~ Si § ! i w c a> Q l —1 o oP G •/“>
a> G
«* a
Z S 2 8
2
u x Q fc" O G* «: . CL.
a
C ly
s
o — —> a
o *(3 J5 S 3 '5
-9 £ g / C o S o oj <• ^
■*
< CS
8 e£
a.
O
S H UJ C£ < 3? Q
Z Z o u D Q O Q£ a.
1 > /—v y o —
“5D 2C C 4J -* “3 f «« 5 O *-> o 3 •o 0) o rt >- a C— w
H
a
Om
•-i O CUUJ C/) O fi.
o o'
dm
U,
o z o p cu
&
MM
UJ Q CQ
H < a.
c .fl K c W 6 > .E
c .3 *a *•5
< a
w c > -u u. c .a
CJ ~
13 ~1 C
_
> -c u_
e. i> Q. 3 CO
S
u o
■2 a Q
o (-
c -J E z U rn £J w
tt)*cj 1> L> 50 o
sb 1/5 C ■c . H —
c.
5 3-; tt-» ’O
c 'o
Cl u x w UJ
c a>
g
3 2 S
JD
CJ
C
* .c _ i n CJ c gP 3 0 t3 a C o C u O — ■o o -3 _3
o
•a
S3
o
“3
u. X ) CO
n
u
w n ?
UJ CQ O i /s On
..
UJ cu
Z O
P < OS U) a. O z
o «dM H u 3 Q O c*
0. LU
X H
Z H
UJ
Z ✓£, >O _J Q C. O
e^
CJ
c —
« C
u 3
u
=) wo Fk tft 1
l l " £
I I I M w 73
a
—
C O
.S « r
<j
w
— L_
t> v C *a O a
«
o U D— n S 4_ ,
ca
2 t§■ oi s
Cl
& s cu
n Q_
c U PJ w
§
r.
^ <— O
CQ ^ C o *a QJ
*- ^ ^ c-
3
o
n
£3
u
•O
u-
ri
a I = w w o V [— § =
'5 ^ 3 )
«
d -3 o S3 c rt c § '? ^3 t2 iS
CL
o -S5 ^
a «/>
^3
rt
■o JS -a S ‘c s
K g
DO
o
■a O
8 I
x> 3 O © •c 50 Cv .* ■o
■o 0>
u3 ci
&
i— 0 •t2 n *-* a< ■c o u ■3 *E -> u a a a> * ■
CJ 73■ .2
C
O
•a <— OJ C
cr n
3 u' o
m
00 w =
a
^3 Cl, ^C .£ x w c — P
C o
o to *S -0 o o -C o o tJZ O' & •o <S>
C V) W
S^ 03 a O
«M
*o w 4«
S1 5
« o
o ’2 K u- a u.
ON Ov
ON
00
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
\
<s,
IO
co CJ u c r t
f—
'J *
=
H -7, 'r C_ t/l £ e Wu - c 00
re —
= 0*0 r-
r“
o a o i_ C-
z t CE3 gd o P o
i i
5 O' UJ as < LU C£ < Cl z <
< ca
oo co
CO
I/O
CO
O'-,
=3
3 3 3
rr* o o
CO 00
3
O
CO
CJ
3
0
o
££
Cj > _CJ
v_l
U
CJ t/l
u
*“
Z
CJ
£.
j
cj
o o
a>
£ — « f“ c u *-•
i_ 3
o
r*
w
w
i_ r e
a>
u
CJ
C'
QJ
<s>
QJ
CJ
y 1/1 o — u c
u. C2 J • y l C n. ■s> “ CO P O I L > o •c 00 d cl u 0/v 3 Z 1) 3 U C3 .3 i“— ■ i/i U_ /“•s *3 ■3 3 L_ rt u ra 3 re > -J ca s C. o X H n — rO CL,
•3 O CJ CJ
a UJ as rt 3
<
CJ
l
CL.
-
r3
> cj •o C j: ■c « mi c
fc o
oo
oo
3
«
1
!
a
O
£n
H
S
o
< o
>,
■a o
X)
UJ
LU
h“ c/} > z
a
Ct UJ
z
UJ (-
Z
u
CO 00
1
1
O
X)
3
■a
3 1
2 .§ 3 ca * CiS *- H + O < fo ca
2
•dO, J r O i "g «
"S
QJ
g a cx ■a
*3 QJ
D
c 5 ■£
J=
-
{5
S- 2*=
ra
O O
o
si x .H u- *' • “
1O d =■ 2 ■ 2s w
0
S r-sI O
Cij
e-
cj
o
"
ca
•c fa. CJ _
^
—i
*-
3
0 3“ ’ •= 3 "2
^z
fN
t£ a -S c. LJ £ § o ^ £ >. — o> •p •5^ o — O on ui *3 4 > o -£ QJ S C 3 3 c > „ 3 £ > c s o CJ ■O o C 5 < E 3 t X / eo u 3 a c • u 8 . 5ui *■t , ^ . S c f3 <3 -D 3 C c ■a c *3 O CJ j« jj >> " J — j! t. 5 C x E j
H
Z
U y
a o
o O
C w
H
i— y O
3 UJ I u }
z o p u
o
O i— a 72 r |
•c H
3
c
£
o
H
CQJ
0
a
a
c
o <
f£ MM
UJ
cj
a
Q UJ
re >•. •3 re
J
a ‘55
u
__
o
•£ 3 o 3 o
a
0
U-
r—
o
o r~
GO
Z o o > fC£ «• £_
fc § 1 4^ 2 *«i XOi « 03 ~ k-
p C—
3
,o
£
O
P c rCj
a cj
CJ
■V* •3
w
O
C^.
CJ /—
QJ
u
■=
r~
CJ
u 2 c: O ra "3 5 '5i V5
Cj
o
*-
o
. -7t t_ 2 o
O
U-
Cm
>
S 2—
c_
ca
>.
s>
|
"O
,Ja to ■ GJ
Fc-
aS
3
£ C3 >, “ c £ > a ■o ) i— o u cl
£ £
8 < -1 UJ ’o © u 1 _ C3J cs a *° CJ qJ G < w an u c o > 3 X3) ’>o z •co o c < « H 05 re a. UJ J -J S a-
_) o z
SJ>
o o
D.
!Z u "3 a
CL
O
a
O •*-
^ >
3 ?5
<s>
c
TZ
«.
Cj
IS
• - -J 1/5 f / Q J L
a
C n
>> c X) • ■3 CJ
•c Uj
5 ca O
^
u— •“
o
i/)
o
<— o
x
«
c C S s
C
E
*-
CJ
■a _c O
o ■a T3 rj o
O
o
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
rj
*3 CJ
c
OJ
3
a
a
£
Xi
CJ
5
CC
*->
3
>
O
<■* > Cm* ■ .
a
O
> O
-
-5
C3
S
a s~
ra ^ 15 IS)
CL
xi
~
o
o
c
® ‘5 Q . CJ o C U. Q ~ CJ
Si o
u a
I 4--
C. y
ra o' —
£3
5
o u
5 3 C.
Ci£ &>
x .
J= >
CJ
«■* ra
+•< CO
o uo
CJ ■g
in
a
5ra C«O
> £ r. OJ > . 73
1
c
E o
>
c
3 S
Z
ra
E
<J — u CX ^ Cl. ~ « u . ~ o
w E
C o ■o
g I
Oj
o •a
c u « 8 2 o *■’ < j
CO
G* CJ
3
&
*
GO bO 00 D
>v 4-> •3
cr c
3J O
lm
a.
rj
c
| S c ,p5
—
a .cp S' c V O •o
w
D
UJ
UJ H
Z <
C4 < D U H
Z UJ *■
H oo
UJ >
z UJ
—
•.
D
0 0 GO CO 00
.».
C'l
O
w g> as ?s O H - ^ 3 3cr £ <Ti
(8 uj o
u
aa _ra r
•ja .r ra u *ra + a •J *p“ u ra
°I
c c UJ 0 .2 t
•
.
o - c £ra T 3 e >. O o *■> c o x> c U 00 —
Z O
P N
<
a d; < H H 00 cu _J < < U tz m fib < U sn
>
< a
x> ra
T3 4J *-> V) CD a
cr
>» S3
-a cj
e ?
CJ in
«
UJ +-’
TJ pc ^ ..
a
C OJ QJ
£ w
CJ
T3 —
•a “ CD c
.
o *
o
cj
5
5
-O
w» o
<
e
•D
P .5
o
■o cj
cj ra
2 ^ Ua U^ r: ^ 3 = -t-
CO
x: ■o 01 •u « E >» 3
CJ d. r~ 3 O O T> C a >, v-<
L.
O
5 (D -c
■0 0 JC=J
CJ r -
3
ra
■o •J vra q OCJ ra QJ
J5 n
CJ
ra
ra
ra TJ
"ra to
u c
—•
3
g •3
t/i
e
L-
(/)
O
*r “ ra
vi T3 r* r—
0 3 c < _ /3» o •a 0 8 T3 « o jO a a IA
n
"3
c: ■=
UJ
5- ef3 y h o au <~ X -a ra C8J 0 c H ~ CD «-• C£ “ • < .
a. —
X
UJ
z u UJ
C3
UJ UJ
hz < ci < 3 o
CO
Ci o Lu
C£ UJ Lu co Z < OS f-
O U_
cc
=a a^ •c r ' QJ §■■§ ra o r E o
QJ - 1
«-<
ra o
kra —. c. ^
a. S . QJ 3 r a v> u >- c .3 w 0 u. ” \D c 0 0 5 JSH
o
w S - to
4) - i
M . «„ o o QJ X *- CJ
CJ cr c o *• QJ o 5 3 U* l_ >-5 CJ 4> a r ii h- “ -a aj o C£ a .O p cu
3 c-
« i | x0i g > a K
ra §
— *o
C > O w CJ ’ 3 w -^1 • u QJ L.
U. O
u
cj t c JD O —
3 1) w 5 O _ > ^
CJ
tr 5*
o O u
CJ
>
2
u.
"O
C l.
o i_
s ^
CL
Z ll
o
CJ L_
Q. <•“ CO
>. w
o o
’C eg1
E
a
1
1
ca r
>%
H
a
g
T3
CO
D
CO
QJ
>
C
CJ
■3 CJ •o c
o H
u
U y O ^
.2 I 5 c. 5
£ > 0 «
2
-3
C 2 «
d _« C3 w
5 s
c 5 S c. . ec. o ra
5
E c^
C/I
CJ
sz
CJ
3^ . f3
0s
-o
=L-
—
t/5
•* ra
s ! ^ = - •- o 5 J2 C -3 5 ° 3 g
> , ra
= '3
>
£P O o o (/I
<J
£
sj
jo J ra >* -J § a P ^ o .y U r Lrt J-
3 ,tS c ? •2 ow > c ^ ra .E "S
“
o o u o CJ
—\
ra £ «- 1/5 — c re •o is o w". — w
i t s CJ
»-
t/1 «— u. —
ra
E
s Q£ <
^p«
<
p
z o
•= ra u o > a ^ £
ra
-S
5 =■ = M» = O S i“ o c. 3" .= U c ■a o O = -ca o C° . — «-• o i CO e3 a CJ ^3 r *XCJ “ ^ U y c > O ■“ - to 3
LU
— cj o z r ^ >» < X u
d
O' vn r1
c, Otf •a o CJ
■J
c .
o CC
O
! ? c
CJ
CJ
X « r a j= 3 ■3ra
to c u
QJ
C 5
.3
8 .S
o fcb w* .2
«
o.
CJ
<Sl
o- C * ra c. IA
w
o ~o
P
ra
c. -a
n o >. — s 2*
OJ
> r !_ a O -‘ 6 oo k. = O « o & G
*> ra
2,
C. w X
^ a> 'j
e >
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
a p p lic a n t (b ) In d o n e s ia n a o n lic a n t (S ) F o rc ic n I I Minisicr of Finances approval is needed for a state own*company participation on .Ifiint Venture Company.
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
jx
u >*
O
a. o Ti w
O
E
o z
X tj
t—
(U XI rt
Cl.
O J
oC
o C l.
& Ui
flj s
cj
(/)
< _
rt t0
o ~
o
m
u
a rt rt —i >
.UOi g .2 p
3
3
g ° z o P H z < U J
to c.
z ° UJ g o U. C2 UJ u
£
<
ri
c3
t0 a
rt -J
§l D Q UJ Z ^ > cl
O ^ Z
L_
.J
5? CL
H C£ u. < O O O u. z o 55 z <
H Z < d. Z LU X UJ
f— CO C/5 UJ UJ > > Z
z —
z o
p < y
El 5 o
Sz
cn O
uj
C/5 z < a. ,L l x O
Z o
p c. S u o o UJ Q
cj
Z o
P U 3 Q
O Ctf CL Ll. O ^
Z <
o e* PB
22 X w
£ 2
s
x
r < u
O
ZP
O u. z o c o U4 ‘t< rt — rt 5 o. 2 X u CJ t r" £ u- z o 5 ° o w 3 rt O w o O z 5 •“CJ> .< D ’■o o ks -« LJ C-
P u £ — es O 0< § <
T3 0) Ek i/) o Tw 3' ■ £ u rt a « u o> c a .2 (n o w 3 73 iO — a t fj c o c o Crt rrt a. X CJ
c o rt o c: <J '•6 rt a. o C3 2 u
*
V)
Cl.
o
i2 « »c
rt
s 0 a rt
> Z < C-
O UJ
u
es 3 H Z UJ
> H Z
O UJ
U.
I H O
e: r>
<
<
a.
H
<
c.
J c_
H Z < u
xy ' iiO •( « i j
« w u & -S c 1 s '*6 « .£P „• c. « & o -
CJ
00
rt
&{
u
0 — “ 9
S-S
7“
VJ Si
|o
_o
CJ
r*
C\
>>
~
> o i— a a rt CJ
ci> '5
•mm H c.
z o
fc w *0 rt
UJ o
3
rt *o "O CJ o
CT CJ i>. w c
O
•r.
'/I
ir--
F *?3
C rt
00
o
c rt
rt
3 % o. TO
.& S c o o > E .y o i/i ^ u- ~ w 0> o Z •e ^ « >> ? j = XJ o u *-" C- , _«iJ •a “3 ““o 7 l/l — n 3 C w O o S 3 '> £
cj
5 £ o L. ^ |/1
^5
4—>
c o L. rt o CQ C
.2
rt
*o 1_ c*
CJ
"O
p
*—
3 a>
r-
*0 CJ
P
5) > 5 a> c B e o s « •o C r- r -= J
.2
■Si '•5 O O ■ k. fO O
■o rt 23
SE *> £rtZ O * o. ■3 u ^ o*£ o O *0 *“*> w' •— O 0 o» o * ” O cr* 3 —
o S
.9 in rt C o ra > XO.
C. o c. rt Z
l l)
* r t -J ■oO C a>
U5 O
> ^ > O
■
O -o o o ■a cm « d z 0 UJ
73 «
li i-
.—
rt jz
C * £ .9 w rt .>r ‘ O o
5
T3 o
*9 a o -a
•C
& c Cj o Q -a m
n
>. CJ
-J
o z
>» Lu c O rt C/l >» " a . '5/ CJ x» rt r“ ca .■a O rt o CJ O x * u. "3 rt r“ «J (— CJ V) o W ^3 'Si o CJ O y I— U CL 9J >> H C_
c Z Z 0 Qi
X)
C1
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1/5
<-> O
■3
O’
*o 2 w y 3
5
.c* c 13 -o B
2
C
a o
a ••*
<*
y y
C *o
X 'o&
i = ^ e O £
E -a
& =
u c "D
8
-a
s .2 c d y u ° e £ in 3
y
c
5 15 g *c
y £
XJ y «
>
c 2 y
-
c •O — —i O
u 3
z
0
y
O d Uh £
^ a r*% y •— I c ©0 cy CJ o
a >
CU
t/i
"e
y
T3
o
C '3
i<S H cu OS s y rt
2
cu
_] U z UJ
£
c «
> O u a Q.
*3 r«*i ' o
a •c
O
O D. d T5 O d •— rt
1
^ S-
’> d
c o o >
E
5 g
^c I 0
rt
X)
> o
c y
S *= .a
«
—
O
£ £
XE) y q, 3 wC3 X
y
y
cQ
a
rt
< £
z
c
< ra
cu
X UJ
u * y Z
c£ 0
u. z
0
u • Cs; <
p z < o u to 0 z -1 < ■> cu X UJ UJ z 02 o O z < z 0 z o p P < u < 0 CJ J o -1 , 0 0 z UJ £ > 2 5 O O
O
LU
Z < J
< UJ os <
P
ca 2
60 C -1:
3
o y Z LU w d y K
E cx y
>>
o c O
Z
*0 O V-. a
•a .. 3
o o
> s I
>» y
TD O
a 3 yd
y « TD E d y 3 "O d « O •CJ
j: ^
o
S ^y y
y
y JS -» c 2 •- u < 2
y nto
y
J5
«rt n
b3 'c i eo 3
"U c—
CX
_>.
« a 3 GO
e 0
■o y M rt £> O
k. O0 n *D y
rt
'& T3 =3 § •a 2
O ’O
&) cx y 3 •a jC = U d *3 o c >. c o
< .2
y
Q
4)
j:
y
UJ CU Z O
o
2 a •o
Q S cu
< OS
UJ
cu
as
O Z o p u 3 Q 0 CU
UJ
1 H Z M
£
&
§1
* uO
C3
3
LO
32
*0 d
y *“ 3 I— o
*g T3 .t
£>
d UJ rt '— '
o
& t/5 a
c
r. ° ’ Z2 u
“O
^ o **-
*0 *H c
4>
So
O o ^
§ 2
.5
o T— ~ >, ■O
TJ o u OJ rt fc O ( U a Q
o
r° c
U- -s
y >- 2 £
^-s ^3
CO
■g g
I s. Is
o . j Q £2 o
H Z w M
rt
•O d
tA
m
^ a
rt
§k- uH
W
1r3 § 40
3
<s>
a — y
E S
-a
o
-o y c
^
y o
CO
c
C
1
b
O c a. O x ^ ^UJ c
p < OS UJ Cu O z 0z H CJ 0 Q z O < OS cu hX cu U 2 J U UJ X z H 0 Ed o 5 H < < 2 H Z UJ < UJ H M •fi; _J Ll. > < O O csJ u -J U J ci Cl. H s Lu 3 u3 < H cj »— d D Di t- 0 K OS 5 (S) UJ c.
3
U
f—
ro
~ J
y
O 'n
c
co c c
•o o
< Cu
•u o *s
05
u u
■o c
‘irt “
CL
^ 2 -C
te £ C. « u3 oo go^u
c
■s £ & ■§
t- 3 —
ow rt
c
CO c} Tb .S c 'C
« 2 T3
O
y
g-s g
O *-* CJ
t: -a £ <
o
2 -g =3 2 u2 £ -g S
5 ^ '2 2 3'? a. < E
rt
5s *no 5= 3 o * c
°
•—
W e
a. >
n
5 o ra •id CU
r*o SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
< co H O E 3 ^ Z
Lu
-
O ■> UJ h XU&<
c o a x o
c
(3
■oa O O * o e
cj u,
•a 3
x X
c o ' ia
rt
c
a x LU
a
5*
(J
<J
’C
OJ
CJ 1/1
c o £ - cCl a o E > o *T3 C
rt
* rt ro
a ©
O 8 «« « o cp £ .3 = -Oo T £ i/) o a. 3 x C 7 o ( U c *>» 0£) t "O
T3 e
-a cj
p 2 — (U >* “ C
rt
3
5
oo CO
3
o
< fVO H
co c *o
o
x= o C r-
fij rc Cl O CJ > Cl TD
3
O
to
CO 3
-a
2
d 5 <
a!
5 !
U2
s i a 1/5 o O
33
II
E ^
.s5 ^«
^ *o ca
c Q &
OJ '>a
s: > <
00
3
CO
H Z LU
?CO UJ > s
>
as 00 < a.
I—
c i/) CJ 60 rt
(A
o c
c
o ■o rt u c o
'■5
*o o o£) C a.
rt
rcuj * r-
U
J
U_ r-' O
CJ
t 1 U
c
o zLU > c
z 2 J N Q. J <
3 O co
c
CO CO 3
IA CO
•<3
E o «-* a> 6 o
ill n 8 •4-*a Xi o J5
o > o x» rt
c IS a) o 2 ^ U. £ CX a 4s->/1 ■3 .2C ■a o 1 UJ "O 'Co > CJ CJ
4->
r♦3 o o C
CJ
**“
rt
a) o
o
UJ OS O H — C-4r*“j
u o c rt 3 a> 5 CJ
o .5
r-
o c
o o
rt 3 a
V)
k a
a
__
0 $
u -
I
a r
•—
5 I c C8 /5
5 ■fc ■o S S
~U
IA
rt
rt
c
u O CJ o
‘
■S
QJ
to «-■ *3
o
E
O
c
4—1
J3
.s
o
a> o c
'55 •S c o E
^ H 5 oCO
'oa^c
cm
ro
On O
i > f X
w> «y P £ »r T«2 8' ■ OS M t « t . ^ o o ” gw "r ° w q ,u w „ s E o E c. w t E P T3 .2 E ^ E E * .o. ’ - - 3o o o o c C oo H G u ’ o u u o . “W o o
H Z H r- |a. *“* CL ftoo ~ CO •£ co
c o C
u.
C o Or o £ -ortO2 ~ > co o — c?.OS SU- *oa ••< -AC o
3
3 3 3
CO
oo > (/}
•rtoa
CSS
b 02 ^ CL
H O co Z & R o 2 U > to .z
§m mr ^ H y G 3 w Xr+ ot
O UJ X u co
3
UJ ~J
Lu
O
**
Z o p u u5 o s
uo UJ S
< u
< a.
£ s < U M > f—
o 3
> rt *->
O
* .5 £ «° -r J -o c « ra 7U S LU .£ .9* w
ra u
1 O « =5 ■a < x
O
J= o •a u u
c o E o •a
^ o 3 3 w X ■C Q 53 5Pg *c o -o *rt o
C w 5 c O 3 o c
?!
rt rt
CL.
l
rt _o 'tA >» QJ IA t_ c o u_ o vy o C CJ o a c 0u X UJ CL LU
CO
rt X .ts VO o cx J x CJ L Uz W' UJ 3 4_l O _u D. Vm u _O u. o ra C a o .^s .2c T3 ' 55 Xr5t CJ c u- 0 o ■C3 >v a o CJ
to
O
•oo
UJ 00 < UJ c* u UJ a
< H O o
10 UJ n
.3
O cu =
—rt <> , -< W
oG a
3
X T 3 o
>,
ex t: rt CJ
■o *^3 c C rt rt
^
o ^ •o -a f°*dz x: O UJ rt U o c C ‘5 E o O D c » — > o c 3 o o O E o l 0 O r& — o *5 o ‘cc C rt ■o
•v rt
C *a 1 —
o
•a *3 ■+* ■6 on c •o 4J < wo ,2 rt IA C Su
tL o
CJ > 0 > T3
K 2 o
CJ «—
/l (/) W OT 4u -J l CO CO CO CO 5 3 3 3 3
VO J O Z UJ
c rs
Q. XU O e. c E .2 o V) U cc> 4a 2V) c
c E V E
% H c
■O
'5 O LU
u c C
P rt
• cr 3 2 U *“ e *2 ci — c. 13 5 | o c O' 5 E a 4) U * W C « rt 2 <J rt v §j ■ U a: *3 a z < _j
<. u Xj — a
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
o
2 — 5 -j o
X UJ os <
X W
-J < H Cl.
< u
c ra .a a e op
a w O Un
>* 3 3 cr cr o 0>
Ln o
QJ 0) X X w Va O O
L. o
y~i w 00 oo D D
oo w oo to oo on D D D
13 — .
rt
a r a «y
O.
n
a ra — u n ■D « ci
<
£ CJ
^
a 3
u « O -O 'J CX
—
3 K < ^
X
CO
2 CO
&
1
>» t 5 cr cr o> CJ
u. O
&
O
'CiJ 1
C
ra
Cl
ra a s tg
**
">»
O
o
i>
X Um
o s
to w
o
•J u-
O
>> 4->
CJ
w
o
-C
CJ
*3 3 O* cr cr
/^N >>
w w 00 CO W) D D
u O
o
CJ CJ X X *->
c
ra
.9*
o «—1 k. ra
a c
.£? o u. O
U-
» •
** oo w co s U) w a D D
w
1 1 1 1 I 1
;
CJ 1 X «-l 1 u
0 ^ 10
w 00 3
O
H
O
2 5 j
o X UJ OS
< trt
X
a. o 2 O <
P OS UJ < u
*3 cr CJ CJ X V.O
u O
to CO D
*-1
s
>. x
o> CJ
x
CJ
cr cr
’5 CJ
x u_ O O
«—• *-l
CO D
(A '—' W c
ra ra
a o w u
a c
ra CJ
'w c o T3 c
—
u.
o
c o o O
3
a
<
LU
to
UJ
E E
ra cj
k
D a
00
3 a* o Cl
x
3 cr CJ CJ CJ
4= x o
n
o
t/1
x
o
o
o tfc
n
o
V)
x
o o n
t/)
X
o
II |_ u ra ra cj
O
D 3
CO CO 00
W W W ts => — k. «
O
> -> • > ■
u x >x c
ra a
E
o u o u. 3 4-1 c CJ >
D
Q UJ H > UJ
a
UJ
OS on UJ
£ H 2
u
UJ
2 OS
UJ X H O o
2 <
-J
CJ X >>
c
ra
cj
Q. £ O u
c
u •3 *»> a> >
CJ
X
ra
tn ob cj
cj cj
■o
cj
•O
CX >1
TJ O
C
CJ
3
^ 6
<-<
c
C
a
o
C
oj • ■I * o 2 -o c
- 3 CJ
£
•o to
3
a
? .-5 C U oo £.
a x (/) n o &Q c 3 cr u c CJ s to o > c CJ JZ
a f
E E2 —
vi on u u CJ • CJ
s_ ra ra
> H
2
3
U> —
a
5 < X W
3
5
>■ H Q H OS
o cu
ca
>,
“
«/>
fc X* O c
a 3 E 13 o t: u O a
o
+*»
t E Ic -o OJ > § C
4-^
o -g —> 1) u<
X 1C3 ~ J «- C s c
o
x4 —1 60 CJ T(3J X 2
8
E E
X
CJ
a
OJ
X
E 4J
*o «J a
§J •E « o
3
c o X
e
*o
o e
?
a
.ts a 3
-3
S =
w !n
_ 2
a
CJ
c
J8 ^ 5
c ra x
8
E E
cj
■tai f £c . o ra c
ra
cj
ra
— n o «J c3-^ c. x *- a -. N. ri. h ” C,
UJ £
< .H
O ^ i/) tn w M w w w S d d d a H .......... •O CJ O "<3 .S ' C ra o ra X u ‘a ol -g a ra 3 ra ra o Q > o a > ° 5 ■o ? o ID X
CJ
H S S ^ ra ra S o. O,.
UJ
8 °CJ u a a os a a
^ *o •o o
<
2 >> ^
^
60—'
c ra UJ LU O w
QJ CJ CJ trt c X X C- o
li, U V*1Xr O , <
X
cr
c
o
C
to
V) c z o
a
“s t< — > X H < H
OS < C-
to QJ
*o tu IU T3
§
a E
W
o
c
E o
ra J=
2 w
CJ X
V X UJ
— (N
ra UJ bb
"3 k. tSi
2
H
^ 2
X
>g OS ^
c
n UJ bO X — ra H x O a o •o 3 2 CJ < to > £ o OJ ? -J 3 £ < O . ? «o c o OJ 4—> E 2 •“VI Xw a - -O E
•3 a
QJ
E 3
M
OS
V
UJ
2
p
>
UJ
UJ os
UJ
UJ
Q
«
x
>%
OJ
x
o flj
o
cj
0& U 2 >* J J < a <
os a O 2
o
cz Q O u. -J
X
2 oo
2
os w
X
< UJ OS OS o <
o a
2
H UJ CO 2 UJ O a >
2
Q =
cr CJ CJ X
o £
yi CO D
3 cr
UJ o H
£ <
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI
ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c-l
o <1 E
5 . n < u . c£ O ■o c « « 3 Uj a
C
rs "O
/> a> •< mi u
C.
«j
i s-t ia
jJ c c = w ■« £ > & «
■= a
^J w t:5
c
u « c ■ ua !c u O C8 a a «
z o UJ
os o u a. O a: UJ a,
uj
5 2 > c• £o Q. u.
£ " o «U 5 U ^ ti p crt > *H
S < 8 ,E n «■>
Os
£ ra 00 —1
2 n e* o • O O j *; lu aj w * *\Q S£ £ 00 = «> . w O *" •> UJ UJ fc- O« >, (/}•£_ Z < - "o £ s — 4) z u e £ X
o
'U
<
a
c « o fN D. CX
c ca ,53
oi 5r> v> z: 4> C
*0 c
5? o
c
o
rt
a cx
60
< c o (x-
^
-2 cx
.0
U O
o
bfi —
c
- 0 0
E <x> t) a>
o to.
U-S.fi C +-<
O
§»
05
) .J. w « f— w U »— n
_CJ
c.
u
Cl
•o GJ > O ,L> a « *rt V)
1 c C3
0 JC u SI $ fs
OJ
CJ
os
aj JS cO 0)
3
c uo o
%“ "3
10 a <St 4> £ os
0 3 cj cx £
oi £
"ra
■s
c O
t—
C3 w o X
c O w £
0 a n 'a
C (/) ” a U O r-) X> >
" S£
X) u J S; rt u 00 — £> p k o " rt 5 c E T3 O 7 ca Cl «-j c ^ .52 4> to •2 ? «
16 W
0 #1*1 ■*-< 4 -* CX V |—• O c 1) a j= L0 •a *- .y a *D c +-i c 3 c s: u *■■■ u. . i/> CL u 4-* CJ to l-M o 3 3 a> , cx Xi 0 (U L> a c i_
rt
w
0
c
0
a> .= o f-*
CX
5 c- O
_
—
«J r t
C
w c c
I ^ 0 0
c (U c £ 0) (/i E a> c > u c a; > to 0 lc 0 w a> u JZ O c >. X)
4) a £ cx «-* rt u &0 0 .£ *5 trt to CJ u rt io u
c - i:OJ «.2 rt ~ "O c u
rtjj
o ~r o
cx
rt^ w >»
T3 C
•-
£ ft. 5J£ 5r 0 O z w< y' U O O)
p £ ca
2 *= * W 0c t £ 2w >w •0 OS < d .
UJ UJ
-C
c CJ
3
?-< 4 V On x> *o
< ?
■0
£ o
0 2
S2
c •c Z C3 r- *-• at « ^ •a rt >>T3 u * t; 3
•a g 1/1 q o c o X) “
c 0 o « ^ rt
3 X> T5 fl “ C c o « CX cx C 3-3
s .5
-2 a S?
k.
as •(U ©n 0
H
c «-> o o
*u k ■■ .% A > (< U
i
•(U o u c .2 •o F: o o >7CO5 rt C/3 u. 'K OS 03 rt c o> •C QU V UJ S j o
O '** O O o o-
>> v> ej c « c O Qi « s s a s I C L> £ o L> > o •O +-• c c >> « o CJ
J3 *•O <0 S3 >» <Si
u
O ■a cx « X3 o 0 c w 5 .e5 >> — o rt
- >> *.ti C
s 5
U O
a
.
Cu —
•<
v 8 cx c 0> J8 S, S <J X *° rt w — . 52 «/ £ « 3 > •5b -g o 3 p H *- £ O
=r H Z *-. •o c < rt « PS £ J= cx < 3 •o k. D H < O 3 Z O' UJ a> v» *a c aJ
7)
> Z
U2
ts
SOESILO HADI RIJANTO TINJAUAN PASAL 42 ... SKRIPSI