TINJAUAN ASAS ITIKAD BAIK (GOOD FAITH) DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL (STUDI KASUS DI KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA) Oleh : Fathul Laila Dosen Tidak Tetap Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Email :
[email protected] _____________________________________________________________________________________ Abstraksi Penelitian ini bertujuan, pertama, mengidentifikasi Pelaksanaan Prinsip Itikad Baik dari Notaris dalam Pembuatan Akta Notaris, Kedua, mengidentifikasi Pelaksanaan Prinsip Itikad Baik dari Orang Muncul di Pembuatan Akta Notaris. Penelitian ini menggunakan empiris, dengan wawancara terhadap responden yang terdiri dari 160 orang atau klien yang pernah menggunakan jasa Notaris di Kabupaten Sleman dan wawancara kepada dewan kontrol lokal, regional kontrol dewan, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, dan Indonesia Umum Ikatan Notaris . Untuk melengkapi data yang diperoleh dari penelitian lapangan data secondary, yaitu penelitian berdasarkan pustaka termasuk prinsiples dan norma-norma yang ada baik dalam Kisah Para Rasul, yurisprudensi atau doktrin dengan menerapkan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: Pertama, Pelaksanaan Prinsip Itikad Baik dari Notaris dalam Pembuatan Akta Notaris di Kabupaten Sleman telah diterapkan dengan baik. Notaris selalu mematuhi dengan Hukum Profesi Notaris dan Kode Etik Profesional. Dari beberapa kasus dibawa ke Dewan Pengawas Daerah, Ikatan Notaris. Untuk melengkapi data yang diperoleh dari penelitian lapangan untuk data sekunder, yaitu penelitian berdasarkan pustaka termasuk prinsip-prinsip dan norma-norma yang ada baik dalam Kisah tha, yurisprudensi atau doktrin dengan menerapkan studi dokumen. Hasilnya Penelitian menunjukkan sebagai berikut: pertama, Pelaksanaan Prinsip Itikad Baik dari Notaris dalam Pembuatan Akta Notaris di Kabupaten Sleman telah diterapkan dengan baik. Notaris selalu mematuhi dengan Hukum Profesi Notaris dan Kode Ethics.From Profesional beberapa kasus dibawa ke Dewan Pengawas Daerah, Notaris hanya difungsikan sebagai saksi. Sejak pembentukan Dewan Pengawas Daerah, tidak ada Publik Notaris yang dikenakan oleh Sanksi Sipil. Hanya ada Notaris di Kabupaten Sleman yang telah ditentukan oleh Sanksi Administrasi atau tertulis Pemberitahuan bukan karena dia / ia tidak memiliki Itikad Baik, tapi ketidaktepatan, kecerobohan dan kurang pengalaman. Kedua, Melaksanakan Prinsip Itikad Baik dari Orang Muncul di Pembuatan Akta Notaris di Kabupaten Sleman belum diterapkan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran beberapa kasus dibawa ke Dewan Pengawas Daerah. Setiap bulan, ada 2 (dua) kasus rata-rata dibawa ke Dewan Pengawas Daerah. Kasus-kasus yang tidak berhubungan dengan Akta Notaris tetapi disebabkan oleh Orang Muncul yang memiliki masalah dengan nya / pasangannya sehingga Notaris hanya dapat bertindak sebagai saksi. Hal ini karena umumnya orang tidak begitu mengerti tentang konsekuensi hukum dari perbuatan mereka membuat yang dapat menyebabkan masalah di masa depan. Selain itu, dalam perjanjian awal, orang yang muncul belum diakui erat satu sama lain dengan pasangan yang kadangkadang satu pihak, memang, tidak memiliki itikad baik. Kata kunci: Iman Baik, Notaris, Orang Tampil, kesepakatan Notaris. 96
Abstract This research aims at, First, identifying the Implementation of the Principle of Good Faith of Notary Public in the Making of Notarial Deed; Second, identifying the Implementation of the Principle of Good Faith of the Person Appearing in the Making of Notarial Deed. This research applies empirical, with interview to respondents consisting of 160 people or clients who have ever used the service of Notary Public in Sleman regency and interview to local kontrol council, regional kontrol council, ministry of justice and Human Right, and Indonesian Public Notary Association . To complete the data obtained from field research to scondary data, that is a research based on library including prinsiples and norms existing either in the Acts, yurisprudence or doctrine by applying documentary study. The result research indicates as follows: First, the Implementation of the Principle of Good Faith of Notary Public in the Making of Notarial Deed in Sleman Regency has been applied well. Notary Public always obeys to the Law of Notary Public Profession and Code of Professional Ethics. From some cases brought to Local Kontrol Council, Notary Association. To complete the data obtained from field research to secondary data, that is a research based on library including principles and norms existing either in tha Acts, yurisprudence or doctrine by applying documentary study. The result researchindicates as follows: first, the Implementation of the Principle of Good Faith of Notary Public in the Making of Notarial Deed in Sleman Regency has been applied well. Notary Public always obeys to the Law of Notary Public Profession and Code of Professional Ethics.From some cases brought to Local Kontrol Council, Notary Public only functioned as eyewitness. Since the establishment of Local Kontrol Council, there have been no Notaries Public imposed by Civil Sanctions. There was only Notary Public in Sleman Regency who has been imposed by Administration Sanctions or Written Notice not because of she/he has no Good Faith, but inaccuracy, carelessness and less experience. Second, the Implement of the Principle of Good Faith of the Person Appearing in the Making of Notarial Deed in Sleman Regency has not been applied well. It is proven with the presense of some cases brought to Local Kontrol Council. Every month, there are 2 (two) cases on average brough to Local Kontrol Council. Those cases are not related to Notarial Deed but it is caused by the Person Appearing who has trouble with his/her partner so the Notary Public can only act as eyewitness. It is because people generally do not quite understand about the legal consequences of the deed they made that may cause problems in the future. In addition, in the precontract, the person appearing has not closely recognized each other with the partner that sometimes one party, indeed, does not have a good faith. Key Word: Good Faith, Notary Public, The Person Appearing, Notarial Deal. ____________________________________________________________________________________ PENDAHULUAN Belum lama ini, Majelis Pengawas Pusat Notaris (MPPN), menyidangkan beberapa perkara banding yang diajukan oleh mayarakat atas putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Jawa Barat. Perkara pertama adalah Persidangan antara Siti
Komariah Lalo, Notaris Kota Depok Vs Departemen Keuangan cq kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok1 1
Mamo Pratomo, 2009, Dua Notaris Depok di berhentikan, Majalah Renvoi Nomor 2.74.VII/2009 hlm.60
97
Berikutnya perkara Notaris Depok lainnya, yakni R. Syarief Budiman vs Johanes Widjaya dan Inneke Widjaya. Kedua perkara tersebut telah disidangkan oleh Majelis Pengawas Notaris Wilayah Jawa Barat, yang mana masing-masing Notaris dijatuhi sanksi berupa teguran keras dalam bentuk tertulis dan pemberhentian sementara. “…Sejumlah Notaris memang tengah tersandung kasus, dan harus berurusan dengan hukum” pernyataan dari Mulyoto, salah seorang anggota Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Jawa Tengah.2 Fakta itu memang tidak terelakkan lagi, sehingga membuat beberapa Notaris merasa prihatin. Maklum sebagai Pejabat yang dianggap tahu betul seluk beluk hukum di banding masyarakat biasa toh kejeblos juga3 Dewasa ini beberapa kasus Notaris mencuat ditanah air yang membuat para notaris cukup mengelus dada. Dalam skala kuantitas maupun kwalitas, permasalahan-permasalahan kenotariat-an tersebut terdapat pada semua jenjang kehidupan kenotariatan baik mengenai kurangnya Sumber Daya Manusia karena pendidikan yang masih sangat mahal, pengangkatan notaris yang masih dipersulit oleh prosedur, kurangnya ketersediaan atau formasi notaris di daerah hingga kepada permasalahanpemasalahan atau kasus-kasus yang menimpa notaris sendiri. Kasus-kasus yang menimpa notaris terjadi mulai dari kota-kota besar hingga merambah ke kota-kota kecil. Di Surabaya dalam kongres Ikatan Notaris Indonesia yang ke XX terungkap masih banyak kasus dimana Notaris melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah, masih ada Notaris yang 2 3
Ibid Dwi Yan Suwiguya, 2007, Jangan Cuma Kejar Pendapatan, Majalah Renvoi nomor 2.74.VII/2009 hlm.5
tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Adapula Notaris yang tidak mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam akta lantaran kliennya merupakan limpahan dari Notaris di daerah lain. Hal tersebut salah satunya lantaran kecerobohan dan ketidak telitian seorang Notaris4. Padahal diketahui bahwa Konsekuensi pembuatan akta oleh Notaris seperti di atas bisa menyebabkan seseorang kehilangan haknya. Hal inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi. Akibatnya, pemanggilan Notaris ke Kepolisian menjadi momok yang menakutkan bagi para pembuat akta. Di Denpasar sendiri tahun 2007, dimana seorang Notaris dilaporkan ke Poltabes Denpasar karena diduga melakukan pelanggaran terhadap pasal 263 dan 264 KUHP5 tentang memasukkan keterangan palsu di dalam akta otentik dan pelanggaran Kode Etik Notaris6. Sementara Kepala Polisi Daerah Sumatera Utara Irjen Nurudin Usman menyatakan kasus tindak pidana yang melibatkan Notaris, sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 di Direktorat Reskrim dan Satuan Wilayah di jajaran Polisi Daerah Sumatera Utara sebanyak 153 kasus dimana 10 (sepuluh orang) Notaris sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang Notaris menjadi saksi7. Secara empirik banyak terjadi bagi Notaris Bank, dimana debitur menandatangani akta dihadapan Notaris sedangkan untuk pimpinan cabang, aktanya diantar oleh Notaris kepada pimpinan cabangnya dikantor bank, sehingga seringkali penandatanganan tidak dalam waktu bersamaan. Tidak jarang juga terjadi dimana Notaris harus memberikan pelayanan diluar hukum yang berlaku seperti ikut bermain bouwling dengan pimpinan 4
Www. hukum.online. anonim, berita hukum, ketika notaris di panggil, diakses pada tanggal 14 pebruari 2009 5 Lihat kitab undang-undang hukum pidana 6 .Www. hukum online.anonim. berita hukum notaris dilaporkan ke polisi. diakses 20 juli 2007. 7 ....Www.anonimwaspada.com. 2007, Notaris terlibat 153 Kasus Pidana, diakses tanggal 2 November 2007
98
cabang, makan siang bersama dengan pimpinan proyek, main golf dengan pimpinan Bank atau pimpinan proyek tersebut8. Tentu saja berolah raga atau makan bersama dengan siapapun adalah hak asasi setiap orang, akan tetapi yang terpenting keikut sertaan Notaris dalam acara tersebut tidak ada kaitannya dengan pekerjaan Notaris yang dapat mempengaruhi kemandirian Notaris dalam menjalankan jabatannya.
Dengan perkataan lain Indonesia sebagai Negara Hukum (rechstaat), amat berkepentingan terhadap keberadaan Notaris yang bermoral dan professional. Notaris yang bermoral dan professional bisa terwujud jika didalam membuat aktaakta Notariil, Notaris selalu berpegang kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan yang terpenting selalu berpegang kepada Asas Itikad Baik.
Masih banyak lagi kasus-kasus yang menimpa Notaris ditanah air yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akan tetapi banyaknya kasus-kasus penyimpangan yang terjadi dalam membuat Akta Notariil, menunjukkan bahwa dewasa ini pembuatan Akta Notariil dengan itikad baik oleh seorang Notaris ditanah air, masih dipertanyakan. Hal ini menunjukkan masalah yang cukup serius untuk mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik dari Majelis Pengawas Daerah Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris maupun Organisasi Ikatan Notaris Indonesia serta pihak-pihak lain yang terkait.
Notaris yang melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris kini mulai bermunculan. Wacana yang berkembang hal itu disebabkan oleh persaingan yang tidak sehat di antara sesama anggota, bahkan ada beberapa Notaris yang kini berlomba-lomba menurunkan harga serendahrendahnya dalam sebuah pembuatan akta. Kalau itu terjadi, jelas akan merusak citra Notaris9. Dinamika dunia Notaris layak mendapat perhatian. Di milis Notaris misalnya berkembang wacana tentang adanya Notaris yang bekerja sambilan sebagai legal officer di perusahaan swasta10. Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 sudah tegas melarang Notaris menjadi Pegawai Negeri atau pemimpin badan usaha milik negara atau milik swasta. Seiring dengan perkembangan kehidupan yang semakin modern yang diwarnai dengan meningkatnya hubungan-hubungan kontraktual antara sesama warga negara ataupun lembagalembaga sosial dan lembaga pemerintah, maka terasa sekali akan pentingnya jasa pelayanan Notaris, yaitu jasa pembuatan akta-akta Notariil yang mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. 8 9
10
Ibid Www. HukumOnline, Supardi, Suara Merdeka, Perekat Komunitas Jawa Tengah, 2003 hlm. 1 Www. Hukum Online. Habib Adji, 2009. Artikel. Ketika Notaris Dipanggil Polisi, diakses 2 Pebruari 2009. hml. 1
Betapa pentingnya Asas itikad baik dalam membuat Akta Notariil sehingga asas itikad baik menjadi syarat utama dalam pembuatan Akta Notariil. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi Asas itikad baik Notaris dalam pembuatan Akta Notariil di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana implementasi Asas itikad baik para penghadap dalam pembuatan Akta Notariil di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta? METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Tinjauan Asas Itikad Baik Dalam Pembuatan Akta Notariil ini merupakan penelitian yang bersifat empiris yaitu guna mendapatkan data primer dilakukan penelitian lapangan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan metode wawancara terstruktur dan 99
tidak terstruktur yang disebut semi terstruktur serta wawancara langsung kepada para responden yaitu 85 (delapanpuluh lima) orang Notaris dan 160 (seratus enampuluh) orang Klien pengguna jasa Notaris serta wawancara kepada narasumber yaitu Majelis Pengawas Daerah Istimewa Yogyakarta, Majelis Pengawas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Ketua dan Sekretaris Ikatan Notaris Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Pejabat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya untuk menunjang dan melengkapi data yang diperoleh dari lapangan untuk mendapatkan data sekunder maka didasarkan pada penelitian kepustakaan yang meliputi asas-asas dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam Undang-Undang, yurisprudensi maupun doktrin dengan menggunakan studi dokumen. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Impelementasi Asas Itikad Baik Notaris dalam pembuatan Akta Notariil di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Notaris sebagai Pejabat umum disebut pula dalam Undang-Undang Jabatan Notaris sub 1 ketentuan umum Pasal 1 angka 1 “ Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam UndangUndang ini. Notaris merupakan unifikasi dibidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk Undang – Undang yang mengatur Jabatan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu Undang-Undang nomor 30 tahun 2004. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara menempatkan Notaris sebagai Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas
yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berke-sinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Setiap wewenang yang diberikan kepada Jabatan harus ada aturan hukumnya, sebagai batasan agar Jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan dengan wewenang Jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang Pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar wewenang yang ditentukan, dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Wewenang Notaris dicantumkan dalam Pasal 15 ayat (1),(2) dan (3) Undang-Undang Jabatan Notaris. Kewenangan Notaris menurut Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris adalah membuat akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh Peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian pembuatan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Selain itu, Notaris juga mempunyai wewenang pula untuk : 1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus 2. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus 3. Membuat copy dari aseli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
100
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan 7. Membuat akta risalah lelang Melalui pengertian Notaris tersebut di atas terlihat bahwa tugas seorang Notaris adalah Pejabat umum (openbaar ambtenaar), sedangkan wewenangnya adalah membuat akta otentik. Notaris sebagai Pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggungjawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban Notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Tanggung Jawab Notaris selaku Pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil dibedakan menjadi 4 (empat ) point yaitu sebagai berikut :11 1. Tanggung Jawab Notaris secara Perdata terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya 2. Tanggung Jawab Notaris secara Pida-na terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya 3. Tanggung Jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya 4. Tanggung Jawab Notaris dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kode Etik Notaris Berdasarkan wawancara dengan responden yang pernah menggunakan jasa Notaris di kabupaten Sleman, 65% (enam puluh lima)prosen berpendapat bahwa banyak Notaris yang tidak peduli dengan kepentingan para pihak dan atas keotentikan akta yang dibuatnya sehingga ada kesan bahwa motivasi yang di 11
Nico, Tanggung Jawab Notaris selaku Pejabat umum, Yogyakarta: Center for Documentation and studies of Bussines Law
kedepankan adalah masalah ekonomi. Akan tetapi hal tersebut dibantah oleh Ketua Majelis Pengawas Notaris Kabupaten Sleman yang menyatakan bahwa pada dasarnya Notaris di Kabupaten Sleman dalam pembuatan akta selalu berpegang teguh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan Asas Itikad Baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang diperoleh dari Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman bahwa jumlah Notaris di Kabupaten Sleman sampai dengan tahun 2009 (dua ribu sembilan) sebanyak 149 (seratus empat puluh sembilan) orang Notaris. Jika melihat pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 permintaan terhadap Notaris yang menjadi saksi baik karena permintaan penyidik maupun karena laporan dari masyarakat sejumlah 17 orang Notaris. Akan tetapi yang dikabulkan oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman sejumlah 12 orang Notaris. Selebihnya lima orang Notaris tidak diijinkan atau dikabulkan oleh Majelis Pengawas Daerah kabupaten Sleman sebagai saksi. Di kabupaten Sleman sejak tahun 2008 sampai dengan 2009 pelaporan yang masuk ke Majelis Pengawas Daerah sebanyak 40 (empat puluh) kasus. Dari permohonan kepolisian yang masuk sebanyak 29 (duapuluh Sembilan) kasus dan dikabulkan atau di ijinkan untuk diperiksa sebanyak 11 (sebelas) kasus, selebihnya 18 (delapan belas) ditolak. Kasus lain yang masuk ke Majelis Pengawas Daerah kabupaten Sleman datangnya dari pengaduan masyarakat sebanyak 11 (sebelas) pengaduan. Dari kasus-kasus Notaris di Kabupaten Sleman yang masuk ke Majelis Pengawas Wilayah dan telah mempunyai Putusan tetap sebanyak 4 (empat) kasus. Untuk kasus-kasus tersebut, Majelis Pengawas wilayah memutuskan terhadap 3(tiga)kasus tidak berwenang karena terjadi pada tahun 2005, sedang terhadap 1 (satu) kasus Majelis Pengawas Wilayah memberikan 101
sanksi berupa teguran tertulis karena Notaris ini kurang teliti, kurang faham, kurang pengalaman serta kurang professional. Selebihnya menurut Sekretaris Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sle-man menyatakan ada satu kasus terbaru yang masuk tahun 2009 ke Majelis Pengawas Wilayah dan kasus ini masih dipelajari. Jadi di kabupaten Sleman sampai dengan tahun 2009 kasus yang masuk ke Majelis Pengawas Wilayah sebanyak 5 (lima ) kasus Sejak berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu Undang-Undang No.30 Tahun 2004, berdasarkan kajian secara kasat mata atau yang telah terjadi, ada satu masalah yang membawa perubahan yang sangat mendasar yaitu mengenai pengawasan terhadap Notaris, dan Pelaksanaan Pasal 66 UndangUndang Ja-batan Notaris dan yang berkaitan dengan Pe-ngawasan terhadap Notaris yang menjadi tugas Majelis Pengawas Notaris. Bentuk Majelis pengawas Notaris terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu dari unsur Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dari unsur pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebanyak 3 (tiga) orang dan unsur ahli atau akademisi bidang Hukum sebanyak 3 (tiga) orang. Substansi pengawasan tersebut tidak hanya meliputi pelaksanaan Jabatan Notaris berdasarkan Undang-Undang No.30 tahun 2004, juga mencakup Pengawasan terhadap Kode Etik Notaris, Perilaku Notaris dan aturan hukum lainnya.12 Pengawasan sebagaimana dimaksud mengandung pengertian kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif. Majelis Pengawas Notaris ini merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang kedudukannya diluar struktur organisasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Majelis Pengawas Notaris mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting didalam meminimalisir kasus-kasus yang terjadi terhadap diri seorang Notaris. 12
Pasal 67 ayat (5) Undang-Undang Jabatan Notaris
Fungsi dan Peran penting dari Majelis Pengawas Daerah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Pembinaan ditujukan agar yang diawasi, yaitu Notaris selalu diingatkan untuk selalu memahami dan mematuhi aturan-aturan baik yang berupa kode Etik Notaris maupun ketentuan dalam peraturan per Undang-undangan yang berlaku. Semua itu dilandasi oleh ruh atau makna sumpah Jabatan yang di ucapkan tidak hanya disaksikan oleh saksi dunia yaitu Pelaksana sumpah dan Para saksi yang khusus didatangkan untuk itu akan tetapi Sumpah Jabatan Notaris tersebut juga disaksikan oleh ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi. Sehingga untuk menangkal semua godaan dan iming-iming yang menggiurkan, untuk menangkal segala hal yang dapat menjatuhkan kehormatan dan martabat Notaris, maka diharapkan Notaris sudah mempunyai Self defence mechanism. 2. Fungsi Pengawasan kepada Notaris ditujukan agar dalam menjalankan Jabatannya Notaris senantiasa mematuhi ketentuan Peraturan PerUndang–Undangan yang berlaku, karena jika terbukti seorang Notaris melakukan pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi dimana sanksi tersebut dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat. Sedangkan peranan penting dari Majelis Pengawas Notaris yaitu : 1. Peranan dibidang administrative 2. Peranan di bidang yuridis. Sehingga mereka yang duduk sebagai anggota Majelis Pengawas bukan hanya memenuhi syarat formal sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tapi juga harus mempunyai kemampuan keilmuan baik Hukum 102
dan Notariat yang mumpuni. Selanjutnya anggota Majelis Pengawas harus patuh / taat terhadap norma agama, norma kesusilaan dan norma adat, tidak pernah berjudi, mabuk, menggunakan narkoba dan berzina. Susanto13 selaku Ketua Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman mengatakan bahwa Notaris di kabupaten Sleman pada dasarnya dalam pembuatan akta Notaris selalu berperang teguh pada asas itikad baik, Kode Etik Profesi dan Undang-Undang Jabatan Notaris, terutama bagian ke dua Pasal 16 yang mengatur mengenai kewajiban Notaris. Hal ini disebabkan jika Notaris tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan k Undang-Undang Jabatan Notaris, maka kepada Notaris yang bersangkutan akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris. Susanto menyatakan bahwa Notaris yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf L, maka akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris yang bersangkutan, mengakibatkan akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum yang dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, bunga dan denda kepada Notaris yang bersangkutan. Selanjutnya Sutanto menyatakan dengan tegas bahwa Notaris–Notaris di Kabupaten Sleman telah melaksanakan tugasnya dengan berpegang teguh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Profesi dan Asas Itikad Baik. Di dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan pula beberapa kaidah-kaidah yang harus dipegang oleh Notaris (selain berpegang teguh kepada Peraturan Jabatan Notaris), diantaranya adalah: 13
Wawancara tanggal 03 Desember 2009
1. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada peratuaran Jabatan Notaris, Sumpah Jabatan, Kode Etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik 2. Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional terutama sekali dalam bidang hukum 3. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris baik didalam maupun diluar tugas dan jabatannya Dalam menjalankan tugasnya notaris harus : 1. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab 2. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh Undang-Undang, tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara. 3. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi. Adapun hubungan Notaris dengan klien harus berlandaskan sebagai berikut : 1. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya. 2. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang mampu. 3. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya Di dalam pembuatan sebuah Akta Notariil diharapkan Notaris mempunyai etika dengan memegang teguh kepada asas itikad baik subyektif maupun obyektif. Hal tersebut agar akta yang dibuat tidak bermasalah dikemudian hari. Berdasarkan hasil penelitian bahwa 35 % (tigapuluh lima) persen responden Notaris menjawab bahwa salah satu motivasi menjadi 103
seorang Notaris disebabkan karena orientasi kebutuhan ekonomi. Penulis berpendapat bahwa motivasi Notaris karena orientasi ekonomi sebetulnya bisa diterima, asalkan tidak dengan menghalalkan segala cara atau mempermudah prosedur didalam membuat akta serta terkadang mentoleransi hal-hal yang seharusnya benarbenar diperhatikan. Tidak jarang yang terjadi didalam praktek Notaris kurang teliti dan kurang hati-hati, akhirnya melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris, melanggar Kode Etik serta pelanggaran nilai moral dan kebenaran. Penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran, hal itu disebabkan karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibanding dengan kebutuhan psikis yang seharusnya berbanding sama. Sehingga usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. Hakikat manusia sesungguhnya adalah manusia berbudaya yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dengan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis dan moral). Jika hal ini tidak diperhatikan, maka akhirnya dapat menyebabkan Notaris berlaku tidak professional didalam menjalankan Jabatannya. 2. Implementasi asas itikad baik para penghadap dalam pembuatan Akta Notariil di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil penelitian dengan wawancara kepada 120 (seratus duapuluh) responden yang pernah menggunakan jasa Notaris di Kabupaten Sleman, dan pengamatan secara langsung, bahwa masyarakat pengguna jasa Notaris pada umumnya kurang memahami tentang akta yang
ingin mereka buat. Tidak jarang para penghadap untuk memudahkan tujuannya melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, misalnya memalsukan data dan lain-lain, maka disini tentu saja akan mempengaruhi dan menentukan kwalitas akta-akta yang dibuat oleh Notaris. Menurut Sutanto14 bahwa Pada umumnya memang masyarakat pengguna jasa Notaris kurang memahami akan akibat perbuatan hukum yang akan dilakukannya. Lebih lanjut Sutanto menegaskan bahwa di Kabupaten Sleman tidak ada Notaris yang tidak ber itikad baik, selebihnya Notaris yang bermasalah, maka itu datangnya dari penghadap yang tidak punya itikad baik misalkan dengan memalsukan data. Pendapat Sutanto tersebut disetujui oleh anggota Majelis Pengawas Notaris dari unsur Notaris yaitu Niken Tiyas Tirlin15 ,menurutnya selama menjalankan Jabatannya sebagai Notaris, pernah beberapa kali hampir terjebak oleh Klien yang memalsukan data dan secara terangterangan ingin mengajaknya untuk melakukan suatu perjanjian fiktif. Lebih lanjut Niken mengemukakan bahwa yang sering terjadi penipuan lewat pengubahan identitas, sehingga Notaris harus benar-benar teliti apakah dokumen yang diserahkan penghadap aseli atau palsu. Didalam wawancara Niken menambahkan bahwa pernah beberapa kali mengalami kasus dimana Klien tidak mengakui bahwa klien tersebut pernah membuat akta kepadanya. Berdasarkan wawancara dengan Habib Adji16 mengatakan bahwa, dalam kasus-kasus yang menimpa seorang Notaris, bukan karena Notaris tersebut tidak mempunyai itikad baik, yang banyak terjadi karena kliennya yang bermasalah dengan memberikan keterangan yang palsu, jadi jangan sampai di generalisir, 14 15 16
Wawancara tanggal 13 Januari 2010 Wawancara tanggal 13 Januari 2010 PB Ikatan Notaris Indonesia Pusat, NotarisPPAT Senior Surabaya dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, wawancara pada tanggal 23 Desember 2009
104
walaupun sekitar 1 (satu) persennya ada Notaris yang tidak punya itikad tidak baik. Notaris Sumendro 17 menyatakan bahwa: “Lebih banyak para penghadap yang tidak ber itikad baik dibandingkan dengan Notaris.” Hal tersebut menurut Susanto18 bahwa, pada umumnya memang masyarakat pengguna jasa Notaris kurang memahami akan perbuatan hukum yang akan dilakukannya. Sehingga Notaris berkewajiban memberikan penyuluhan hukum terhadap para pihak sebelum membuat akta tersebut. Notaris haruslah menjelaskan akan akibat-akibat hukum terhadap akta yang akan dibuatnya. Undang-Undang Jabatan Notaris Sifat hukumnya adalah memaksa dan muatan sanksi dapat diberlakukan secara komulatif yakni sanksi administrative, ganti rugi dan sanksi pidana. Kultur Hukum adalah penamaan untuk unsur tuntutan atau permintaan. Tuntutan tersebut datangnya dari rakyat ataupun pemakai jasa hukum seperti Notaris. Tugas Notaris adalah pengemban fungsi public, sehingga harus menjaga keluhuran profesi jabatan Notaris. Seorang Notaris harus bersikap jujur, tidak memihak, seksama, mandiri dan tidak menyalahgunakan wewenang. Salah satu kewajiban Notaris yang bernilai social adalah Notaris wajib memberikan jasa hukum dibidang kenotariatan secara Cuma-Cuma kepada orang yang tidak mampu. Selain hal tersebut di atas, Notaris juga berwenang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-undang Jabatan Notaris. Sutanto kembali menegaskan di Kabupaten Sleman sendiri memang ada notaris 17 18
Wawancara tanggal 07 Januari 2010 Wawancara tanggal 13 Januari 2010
yang tidak beritikad baik, akan tetapi bisa dihitung dengan jari,selebihnya jika Notaris bermasalah, maka itu datangnya dari para pihak yang tidak ber itikad baik, misalnya dengan memalsukan data ataupun dokumen yang diserahkan kepada Notaris. Dari uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa asas itikad baik dari para penghadap di Kabupaten Sleman belum sepenuhnya diterapkan, hal ini disebabkan karena kurang fahamnya masyarakat pengguna jasa Notaris yang kurang memahami akan perbuatan hukum yang akan dilakukannya. Penegakan disiplin dan penegakan hukum tidak hanya diharapkan terhadap Notaris yang membuat akta, akan tetapi diharapkan juga kepada masyarakat atau para penghadap yang akan melakukan perbuatan hukum yang menghadap kepada Notaris. Di dalam Rumusan Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas Itikad baik ini terdiri dari itikad baik subyektif dan itikad baik obyektif. Di dalam pra kontrak atau pelaksanaan itikad baik subyektif, para penghadap harus mempunyai sikap batin yang jujur, memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, terbuka dan tidak ada yang disembunyikan atau digelapkan, tulus ikhlas serta sungguh-sungguh. Asas itikad Baik subyektif ini harus digunakan pada saat akan membuat suatu kontrak. Hal ini berarti bahwa pada waktu kontrak akan dilaksanakan, selain ketentuanketentuan yang telah disepakati bersama dalam kontrak wajib ditaati oleh penghadap atau para pihak, melainkan juga Itikad baik sebagai ketentuanketentuan yang tidak tertulis. Jadi Itikad Baik disini berfungsi menambah (aanvullend) ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam kontrak. 105
Penulis berpendapat didalam pra kontrak tentunya para penghadap diharapkan lebih mengenal secara dekat latar belakang mitranya satu sama lain. Pengenalan dan pemahaman akan mitra para pihak tentunya akan meminimalisir perbuatan hukum yang dapat diingkari oleh salah satu pihak, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak bermasalah dikemudian hari. Pengenalan dan pemahaman akan para pihak dapat dengan cara sebagai berikut : 1. Harus mengenal mitranya dengan baik. 2. Pengenalan mitra dengan baik oleh para penghadap akan mengetahui ‘identifikasi mitra’, sehingga dapat diketahui reputasi mitranya, pengalamannya, latar belakang keluarganya dan lain-lain didukung dengan persetujuan dari ahli waris mitra didalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang mengharuskan persetujuan ahli warisnya. 3. Dengan mengetahui secara baik, barulah para penghadap dapat bekerjasama atau melakukan suatu perbuatan hukum di depan Notaris. Sedangkan Itikad baik Obyektif dapat diartikan dimana para penghadap di dalam melaksanakan perjanjian tidak merugikan pihak lawan atau mitranya atau pelaksanaan perjanjian berjalan di atas rel yang benar. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan kewajiban para penghadap didalam melaksanakan perjanjian haruslah sesuai dengan yang diperjanjikan, artinya para penghadap selesai membuat akta, maka ada tanggungjawab yang harus diselesaikan. Salah satu bentuk Itikad Baik Obyektif para pihak/para penghadap didalam melaksanakan perjanjian yaitu berupa memenuhi tanggung jawab nya terhadap akta yang telah dibuatnya dihadapan Notaris yaitu para pihak / para penghadap tersebut wajib memberikan imbalan jasa sebagai honorarium kepada Notaris yang bersangkutan atas jasa hukum yang diberikan Notaris sesuai dengan kewenangannya
yang didasarkan kepada nilai ekonomis dan nilai sosiologis. Selain hal tersebut di atas, Itikad Baik Obyektif para penghadap/para pihak didalam melaksanakan perjanjian yaitu melaksanakan perjanjian atau isi akta yang berupa pernyataan atau perjanjian yang telah disepakati bersama sehingga terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing yang dituangkan secara tertulis didalam akta tersebut. Apabila terjadi keti-dak seimbangan antara hak dan kewajiban itu maka salah satu pihak atau pihak lain yang memperoleh hak, berhak untuk menuntut pihak yang melakukan pelanggaran terhadap isi akta yang telah diperjanjikan tersebut dimuka hakim. Perjanjian yang dilaksanakan berdasarkan Itikad baik berarti bahwa para pihak dalam pemenuhan kewajibannya harus melaksanakan perjanjian tersebut sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang beradab yaitu dengan persyaratan “ Redelijkheid en billijkheid“ Hooge Raad merumuskan hal tersebut dalam arrestnya tanggal 9 Februari 1923 yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara “Volgen de Eisen Van Redelijkheid en Billijkheid” Menurut Wery19 Redelijkheid diartikan sebagai apa yang dapat dimengerti dengan intelek atau akal sehat, sedangkan Billijkheid dapat diartikan sebagai apa yang dirasa sopan atau patut. Penulis berpendapat bahwa pelaksanaan Asas Itikad Baik secara Obyektif juga dapat diartikan bahwa para penghadap / para pihak harus berpegang kepada perilaku Win-Win Attitude yaitu suatu sikap yang dilandasi oleh Itikad bahwa negosiasi kontrak atau perbuatan hukum yang akan dilakukan itu sedapat mungkin 19
P.L. Wery,1990 Perkembangan Hukum tentang Itikad Baik di Nederland, Percetakan Negara republic Indonesia, Jakarta hlm 9
106
pada akhirnya akan menghasilkan suatu kontrak yang menguntungkan secara timbal balik dan tidak merugikan mitra. Tentunya tidak ada orang yang ingin berhadapan dengan orang yang hanya mau menang sendiri, yang akan membuat atau menimbulkan masalah dikemudian hari, sehingga dapat menghindari petualang dan tidak muncul sebuah pertanyaan : “ Do we have a case, or not? “. Dengan demikian hubungan timbal balik dari berbagai hak dan kewajiban yang akan berlaku bagi para pihak/para penghadap atau mitra ditetapkan secara adil dan masuk akal. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan, karena kadang-kadang dapat terjadi bahwa suatu pihak memang hendak membohongi atau menipu pihak yang lain jauh hari sebelum mereka benarbenar saling mengikatkan diri atau tidak mempunyai Itikad Baik Subyektif. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, diharapkan perbuatan hukum yang dilakukan para pihak / para penghadap didepan Notaris tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Implementasi Asas Itikad Baik Notaris didalam membuat akta Notariil di Kabupaten Sleman sudah diterapkan dengan baik, walaupun masih adanya kasus-kasus yang masuk ke Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah, hal tersebut lebih disebabkan antara lain Notaris kurang teliti, kurang hati-hati, kurang pemahaman, kurang pengetahuan sehingga menjadi kurang professional.
di Kabupaten Sleman belum sepenuhnya diterapkan dengan baik. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain masyarakat pada umumnya kurang memahami tentang akta yang ingin mereka buat. Hal lain dapat disebabkan didalam pra kontrak para penghadap belum mengenal lebih dekat latar belakang satu sama lain terhadap mitranya, sehingga kadang-kadang dapat terjadi bahwa suatu pihak memang hendak membohongi pihak lain jauh hari sebelum mereka benar-benar saling mengikatkan diri. Maka disini akan mempengaruhi dan menentukan kwalitas-kwalitas akta yang dibuat oleh Notaris. SARAN Saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak terkait adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah dalam hal ini Majelis Pengawas Daerah . Diketahui bahwa Majelis Pengawas Daerah sangat mempunyai peranan penting didalam meminimalisir kasus-kasus Notaris baik karena Notaris yang tidak beritikad baik maupun karena para pihak yang tidak ber itikad baik. Karenanya diharapkan Majelis Pengawas Daerah selalu aktif didalam menjalankan tugasnya khususnya didalam melakukan Pembinaan dan pengawasan terhadap seorang Notaris. 2. Khusus untuk Notaris Diharapkan pada saat menjalankan tugasnya seorang Notaris haruslah berpegang teguh serta menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan dan kepercayaan terhormat (Nobel Proffession). Selalu berpegang teguh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris serta selalu beritikad baik didalam membuat akta notariil. Dengan demikian Notaris selaku Pejabat Publik dapat mewujudkan kehidupan bangsa yang bermatabat dan berdaulat dalam nuansa kepastian hukum.
2. Implementasi Asas Itikad Baik para penghadap didalam membuat akta Notariil 107
3. Khusus Kepada masyarakat para pengguna jasa Notaris Bagi masyarakat yang akan menggunakan jasa Notaris dalam melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, diharapkan agar memiliki asas itikad baik. Itikad baik secara subyektif, dimana pada saat membuat suatu kontrak para penghadap diharapkan dapat mempunyai sikap batin yang jujur, memberikan keterangan yang sebenarbenarnya, terbuka dan tidak ada yang disembunyikan atau digelapkan, tulus ikhlas serta sungguh-sungguh. Serta para penghadap terhadap mitranya diharapkan mengenal lebih dekat latar belakang satu sama lain. Pengenalan dan pemahaman akan mitra para penghadap tentunya akan meminimalisir perbuatan hukum yang dapat diingkari oleh salah satu pihak, sehingga akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak bermasalah dikemudian hari. Sedangkan Itikad Baik secara obyektif dapat diartikan bahwa para penghadap terhadap pelaksanaan perjanjian atau terhadap pelaksanaan akta Notariil yang dibuat dihadapan Notaris agar ditaati dan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak merugikan pihak lawan atau harus berjalan di atas rel yang benar.
Percetakan Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Internet Www.Hukum.Online. Anonom, Berita hukum, Ketika Notaris Di panggil,.Diakses pada tanggal 14 Pebruari 2009 Www. Anonim, Waspada Online. 2007, Notaris terlibat 153 Kasus Pidana, diakses tanggal 2 November 2007 Www.Hukum Online. Anonim. Berita Hukum Notaris Dilaporkan Ke Polisi. Diakses 20 Juli 2007. Www.Hukum.Online Supardi, Suara Merdeka, Perekat Komunitas Jawa Tengah, 2003
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Artikel Adji, Habib, 2009 Artikel. Ketika Notaris Dipanggil Polisi, 2009 Dwi Yan Suwiguya ,2007, Jangan Cuma Kejar Pendapatan, Majalah Renvoi nomor 2.74.VII/2009 Mamo Pratomo, 2009, Dua Notaris Depok di berhentikan, Majalah Renvoi Nomor 2.74.VII/2009 Nico, Tanggung Jawab Notaris selaku Pejabat umum, Yogyakarta: Center for Documentation and studies of Bussines Law P.L. Wery, 1990 Perkembangan Hukum tentang Itikad Baik di Nederland, Jakarta
108