Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur Tahun 2014 Nurilma Fauzia, Agustin Kusumayati Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Kondisi pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia semakin menampakkan kondisi yang sangat memperihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Kadar debu pada 3 kota besar di Indonesia yakni DKI Jakarta, Yogyakarta dan Semarang sebesar 280µg/m3, dimana nilai tersebut sudah melebihi baku mutu. Kontribusi debu pada udara ambient di DKI Jakarta yang bersumber dari kendaraan bermotor sebesar 4.486.991 ton/tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besar risiko kesehatan akibat pajanan PM10 pada populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung. Desain studi dalam penelitian ini menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Hasil penelitian didapatkan bahwa nilai tingkat risiko (RQ) pajanan PM 10 berisiko terhadap kesehatan populasi berisiko baik untuk perhitungan real time maupun life span. Rekomendasi manajemen risiko dapat dilakukan dengan mengurangi konsentrasi PM10 sampai batas aman yaitu dengan upaya perbaikan lingkungan terminal. Kata Kunci : Analisis Risiko Kesehatan; PM10; Populasi Berisiko
Health Risk Level of PM10 Exposure at Risk Population in Pulogadung Bus Terminal in East Jakarta 2014 Abstract Condition of air pollution in major cities in Indonesia are increasingly displaying very poor condition . Sources of air pollution can come from a variety of activities such as industry, transport, offices, and housing. The Dust levels in the three major cities in Indonesia, Jakarta , Yogyakarta and Semarang for 280µg/m3 , where the value has exceeded the threshold limit value ( TLV ) . Contributions of dust in ambient air in Jakarta that comes from motor vehicles amounted to 4,486,991 tons / year. This aim of this study is to analyze the big health risk of PM10 exposure at risk populations in Pulogadung Bus Terminal . The design of this study used the method of Environmental Health Risk Analysis. The results showed that in real time or life span calculation the level of risk (RQ) for risk agent PM10 is risky for the risk population health. Risk management recommendations can be done by reducing PM10 concentrations to safe limits as environmental improvement terminal. Keywords : Health Risk Analysis; PM10; Risk Population
Pendahuluan Udara dapat diartikan sebagai atmosfer yang berada di sekeliling bumi dan merupakan faktor penting dalam kehidupan, akan tetapi dengan meningkatnya pembangunan fisik kota, kegiatan transportasi dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Berbagai kegiatan tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam mencemari udara. Selain itu
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam seperti, kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun dan lain-lain. Aktivitas kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pencemaran udara di daerah perkotaan. Dari berbagai sumber bergerak, kendaraan bermotor saat ini maupun dikemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan bagi pencemaran udara di perkotaan. Menurut WHO (1997) emisi dari kendaraan bermotor dalam pemakaian BBM dan BBG menghasilkan debu SPM (Suspended Particulate Matter) dengan ukuran yang beragam, SO2, NO2, CO, VOC (Volatil Organic Compounds) dan Pb ke udara. Di dalam Status Lingkungan Hidup Daerah yang dikeluarkan oleh BPLHD DKI Jakarta (2012) menyatakan bahwa hingga saat ini jumlah kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta mencapai 6.154.532 unit, dengan laju pertambahan kendaraan setiap tahunnya mencapai 10%. Di DKI Jakarta bahan pencemar udara yang bersumber dari kendaraan bermotor memiliki kontribusi sebesar 70% (Tugaswati, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan (1999), pada 3 kota besar di Indonesia yakni DKI Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukan bahwa kadar debu (SPM) 280µg/m3, dimana angka tersebut telah melebihi baku mutu atau standar kualitas udara. Kontribusi debu pada udara ambien di DKI Jakarta yang bersumber dari kendaraan bermotor sebesar 4.486.991 ton/tahun (BPLHD DKI Jakarta, 2012). Partikel debu atau particulate metter (PM) yang berukuran 10 mikron sering dijadikan indikator pencemaran udara, karena jika dibandingkan dengan zat-zat pencemar yang lain PM10 merupakan penyebab masalah kesehatan akibat pencemaran udara pada umumnya. Turun atau naiknya PM10 berasosiasi dengan kadar zat-zat pencemar lain ketika secara bersama-sama berada didalam udara, dengan demikian PM10 menjadi prediktor kesehatan. Dengan kata lain, jika PM10 di udara meningkat maka polutan-polutan lain yang berada di udara juga meningkat, begitu juga sebaliknya (Purwana, 1999). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronchitis (Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI, 2007). Seperti yang telah disebutkan bahwa kontribusi terbesar pencemaran udara di DKI Jakarta berasal dari aktivitas transportasi, dimana terminal bus sebagai salah satu kawasan yang digunakan sebagai tempat persinggahan kendaraan umum dalam kota maupun antar provinsi. Terminal Bus Pulogadung merupakan salah satu terminal terbesar di DKI Jakarta dengan tipe A. Dimana tipe terminal ini melayani rute kendaraan umum dalam kota, antar kota dan antar provinsi dengan jumlah kendaraan sebanyak 1033 kendaraan umum per hari (Laporan Bulanan Terminal Pulogadung, 2013). Tingginya aktivitas transportasi kendaraan di
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Terminal Bus Pulogadung dapat diperkirakan akan memberikan dampak kesehatan kepada populasi berisiko di kawasan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko kesehatan akibat pajanan PM10 pada populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung dan merumuskan langkah manajemen risiko kesehatan yang bisa dilakukan.
Tinjauan Teoritis Menurut WHO (2011) Particulate matter atau partikel debu melayang merupakan campuran yang sangat kompleks dari berbagai senyawa organik dan anorganik seperti sulfat, nitrat, ammonia, sodium klorida, karbon, debu mineral, dan air. Partikel debu yang berukuran ≤ 10 mikron disebut juga PM10. Hanya partikulat dengan ukuran tertentu yang bisa terdeposit dalam sistem pernafasan manusia. PM10 dapat masuk ke dalam saluran pernafasan namun tidak sampai dibagian dalam karena masih bisa tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas (EPA, 2013). Ukuran partikel debu ≤5 mikron, langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Hal ini bukan berarti bahwa ukuran partikel debu yang ≥5 mikron tidak berbahaya, karena dapat juga mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Selain itu pengaruh partikulat terhadap lingkungan yaitu visibilitas berkurang (kabut), peningkatan keasaman danau dan sungai, penurunan tingkat nutrisi dalam tanah, kerusakan hutan dan tanaman, mengurangi keanekaragaman dalam ekosistem, dan kerusakan batu serta bahan lainnya (US EPA, 2013). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999, baku mutu udara ambien nasional dinyatakan bahwa kadar debu partikel 10 mikron di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari 150 µg/m3 untuk episode 24 jam. WHO menetapkan 50 µg/m3 untuk episode 24 jam. Sedangkan NAAQS menetapkan 150 µg/m3 untuk episode 24 jam dan 50 µg/m3 untuk arithmatic mean tahunan.(EPA, 1990). Ada beberapa definisi dari analisis risiko, menurut IPCS (2004) analisis risiko adalah proses untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau (sub) populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian yang menyertainya setelah terpajan oleh agen tertentu dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Analisis risiko adalah karakteristisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan (U.S. EPA, 2013). Manfaat analisis risiko adalah untuk melindungi manusia dari kemungkinan efek yang merugikan dari suatu bahan berbahaya. Tujuan analisis risiko adalah
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
untuk menyediakan kerangka ilmiah guna membantu para pengambil keputusan dan orangorang yang berkepentingan dalam memecahkan masalah lingkungan dan kesehatan (Louvar dan Louvar, 1998). Informasi dari hasil analisis risiko digunakan dalam proses manajemen risiko dalam mempersiapkan pengambilan keputusan dalam rangka perlindungan ekosistem lingkungan (U.S. EPA, 2013). Pengertian analisis risiko kesehatan lingkungan adalah salah satu bagian dari manajemen risiko dimana merupakan proses memperkirakan peningkatan risiko kesehatan pada populasi yang terpajan oleh sejumlah zat beracun (EPA, 2011). Langkah-langkah didalam menganalisis risiko terdiri dri empat tahap yaitu identifikasi bahaya, analisis dosis respon, analisis pemajanan dan karakteristik risiko yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan manajemen risiko dan komunikasi risiko (Louvar dan Louvar, 1998).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan studi analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL), dengn desain ini dapat menghitung dan mengestimasi tingkat risiko kesehatan suatu pajanan bahaya lingkungan pada suatu populasi. Subjek dalam penelitin ini ada dua subjek yaitu populasi manusia yang berisiko terpajan PM10 dalam hal ini adalah pedagang, timer angkutan umum dan petugas dinas perhubungan. Subjek penelitian selanjutnya yaitu risk agent berupa PM10 di dalam udara ambient yang berada di lingkungan Terminal Bus Pulogadung yang memajani populasi manusia yang berisiko disana. Penelitian ini dilakukan di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur pada bulan Februari sampai Juni 2014. Populasi dalam penelitin ini adalah seluruh pedagang, timer angkutan umum dan petugas Dinas Perhubungan yang beraktivitas lama di Terminal Bus Pulogadung. Definisi dari pedagang terminal yaitu orang yang pekerjaan utamanya menjual barang dagangan di terminal, baik itu yang memiliki kios permanen, semi permanen, dan lapak atau gerobak di terminal. Sedangkan sampel pada penelitian inni adalah sebagian dari populasi studi yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan, yang bekerja selama satu tahun atau lebih di tempat tersebut. Perhitungan besar sampel menggunakan estimasi proporsi simpangan mutlak, diperoleh sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 58 sampel. Teknik pengambilan sampel lingkungan, dimana penentuan titik lokasi pengukuran PM10 di udara ambien disesuaikan dengan SNI 19-7119.62005 tentang penentuan lokasi pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien. Dari pertimbangan tersebut, maka ditetapkan 6 titik pengukuran konsentrasi PM10 di Terminal
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Bus Pulogadung. Lokasi titik-titik sampel tersebut berdekatan dengan lokasi pedagang, timer angkutan dan petugas sebagai unit analisis penelitian agar didapatkan intake PM10 yang mewakili setiap individu. Sementara untuk waktu pengukuran dilakukan pada 3 waktu yang berbeda untuk setiap titiknya, yaitu pagi (07.00-10.00), siang (11.00-14.00) dan sore (17.0019.00) dengan durasi pengambilan masing-masing sampel 30 menit. Pada penelitian ini tidak dilakukan pada malam hari karena sebagian besar responden sudah meninggalkan area terminal. Sedangkan teknik pengambilan sampel manusia dalam penelitian ini diambil secara proporsional dari 6 titik pengukuran udara. Pada titik 1 dan titik 2 masing-masing diambil sebanyak 9 responden, sedangkan pada titik 3, titik 4, titik 5 dan titik 6 masing-masing diambil sebanyak 10 responden. Sampel yang diambil yaitu responden yang berada disekitar titik pengukuran udara, dan diambil secara random, dimana setiap orang mempunyai kesempatan untuk dijadikan responden pada penelitian ini. Data mengenai konsentrasi PM10 di udara ambient di dapat dengan pengukuran langsung, menggunakan alat Haz Dust EPAM-5000 pada 6 titik yang telah ditetapkan. Alat ini menggunakan metode laser analyzer dalam melakukan pengukuran partikulat baik outdoor maupun indoor, berbeda dengan metode gravimetric yang menggunakan filter. Selain itu alat ini memiliki sensitivitas yang tinggi dan keakuratan yang tinggi dalam merekam data konsentrasi partikel debu dalam satuan mg/m3. Data antropometri diambil dengan pengukuran langsung pada responden menggunakan timbangan, sedangkan data pola aktivitas dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Pola aktivitas yang ditanyakan antara lain lama bekerja dalam hari maupun tahun, perilaku responden, dan gangguan kesehatan yang dialami selama dua minggu terakhir. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut pertama data sampel manusia yang beraktivitas di Terminal Bus Dalam Kota Pulogadung dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu pedagang, timer angkutan dan petugas dinas perhubungan. Kedua, seluruh data yang didapat yaitu data hasil pengukuran konsentrasi PM10 dan hasil wawancara dari kondisi antropometri dan pola aktivitas responden dimasukkan ke dalam perangkat lunak pengolah data, kemudian dilakukan pemeriksaan ulang data tersebut. Semua data yang telah dimasukkan dan diperiksa ulang, kemudian melakukan uji kenormalan data untuk variabel konsentrasi PM10, berat badan, lama pajanan, durasi pajanan dan frekuensi pajanan. Data yang berdistribusi normal (p>0.05) nilai yang digunakan adalah rata-rata (mean) sedangkan data yang tidak berdistribusi normal (p<0.05) nilai yang digunakan adalah nilai tengah (median). Ketiga, melakukan analisis pemajanan untuk mendapatkan nilai intake dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
!"#$%& ! =
! ! ! ! t ! x f! x D! !! ! ! !"#
Dimana I adalah asupan atau intake (mg/kg/hari), C adalah konsentrasi agen risiko (mg/m3), R adalah laju inhalasi (m3/jam), tE adalah waktu pajanan (jam/hari), fE adalah frekuensi pajanan (hari/tahun), Dt adalah durasi pajanan (tahun), Wb adalah berat badan (kg) dan tavg adalah periode rata-rata harian (30 tahun x 365 hari/tahun). Nilai Dt merupakan hasil penelitian yang menyatakan waktu responden tinggal di lokasi studi dan terpajan agen risiko untuk perhitungan realtime, sedangkan untuk perhitungan sepanjang hayat atau life span dapat digunakan nilai Dt default, yaitu 30 tahun. Nilai laju inhalasi dalam penelitian ini menggunakan 3 referensi yaitu dari EPA (1990), Abrianto (2004) dan EPA (2011). Setelah didapat nilai intake dilakukan perhitungan untuk mengetahui karakteristik risiko (RQ), dengan menggunakan persamaan !" =
!"#$%& !"#
Karakteristik resiko adalah perkiraan risiko numerik, didapat dari perbandingan asupan (intake) dengan dosis respons (RfC). Risiko kesehatan perlu dikendalikan jika RQ >1, jika RQ <1 risiko tidak perlu dikendalikan tetapi kondisi harus dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1. Keempat, dilakukan manajemen risiko pada responden yang berisiko (RQ>1) dengan mengitung konsentrasi aman, lama pajanan harian yang aman dan frekuensi pajanan tahunan yang aman bagi populasi berisiko. Adapun perhitungan dilakukan dengan persamaan berikut !!"!# =
!"# ! !! ! !!"# ! ! !! ! !! ! !!
!! ! !!"# ! !"# ! ! !" !! ! !! !! ! !!"# ! !"# = ! ! !" !! ! !!
!! (!"!#) = !!(!"!#)
Hasil Konsentrasi Risk Agent Konsentrasi PM10 di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur, diperoleh dari pengukuran langsung dengan menggunakan alat sampel digital direct reading Haz-Dust EPAM 5000. Alat ini menggabungkan metode laser analyser dalam melakukan pengukuran partikulat sehingga hasil pengukuran secara real time dapat segera diketahui melalui layar
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
monitor. Data konsentrasi rata-rata dalam 30 menit pengukuran dari masing-masing titiknya, kemudian dilakukan uji normalitas, yang bisa dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Konsentrasi PM10 di Terminal Bus Pulogadung Tahun 2014 Parameter
PM10
Waktu Pengukuran Pagi Siang Sore
Minimal 0,099 0,164 0,158
Konsentrasi PM10 (mg/m3) Maksimal Mean±SD Median 0,151 0,125±0,0224 0,126 0,216 0,175±0,0202 0,167 0,170 0,164±0,0039 0,163
p-value* 0,200 0,000 0,200
Keterangan : * = Uji normalitas data (One-Sampel Kolmogrov-Smirnov Test)
Karakteristik Populasi Berisiko Karakteristik populasi berisiko yang dikumpulkan dari hasil penelitian ini terdiri dari berat badan, lama pajanan, frekuensi pajanan dalam satu tahun, dan durasi pajanan. Laju inhalasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 referensi yang ada, yaitu pertama, laju inhalasi menurut EPA (1990) yang merupakan nilai default faktor pemajanan yaitu 20 m3/hari dengan berat badan 70kg, yang kemudian dikonversi menjadi 0,83 m3/jam. Kedua, laju inhalasi yang didapat dari kurva logaritmik berat badan terhadap laju inhalasi normal (Abrianto, 2004) yang menghasilkan persamaan y = 5,3Ln(x)-6,9 , dengan y = laju inhalasi (m3/hari) dan x = Wb (kg). Pada penelitian ini rata-rata berat badan responden secara keseluruhan yaitu 57,5 kg, maka dengan persamaan tersebut diatas didapatkan laju inhalasi (R) sebesar 14,62 m3/hari yang kemudian di konversi menjadi 0,61 m3/jam. Ketiga, laju inhalasi menurut EPA (2011) dalam Exposure Factors Handbook, direkomendasikan rata-rata harian laju inhalasi pajanan jangka panjang. Pada penelitian ini rata-rata usia responden yaitu 44 tahun, maka didapatkan laju inhalasi sebesar 16 m3/hari, yang kemudian dikonversi menjadi 0,67 m3/jam. Karakteristik populasi berisiko dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini Tabel 2. Gambaran Usia, Berat Badan, Lama Pajanan, Frekuensi Pajanan, dan Durasi Pajanan Responden di Terminal Bus Pulogadung Tahun 2014 Variabel Usia (tahun) Berat Badan (kg) Pajanan Harian (jam/hari) Frekuensi Pajanan (hari/tahun) Durasi Pajanan (tahun)
(Wb) (tE) (fE)
Minimal Maksimal 22 - 70 42 - 72 6 - 24 260 - 365
(Dt)
1 - 31
Mean±SD
Median
p-value*
44,59±9,55 56,83±7,22 12,41±3,90 350,62±21,61
45 57,5 12 358
0,200 0,043 0,042 0,000
15 15,84±6,9 Keterangan : * = Uji normalitas data (One-Sampel Kolmogrov-Smirnov Test)
0,066
Pada penelitian ini, jenis pekerjaan responden yang mendominasi yaitu pedagang sebesar 69%, dan sebagian besar tingkat pendidikan responden SMA sebesar 43,1%. Pada variabel perilaku, sebesar 60,3% responden memiliki kebiasaan merokok, sebesar 100%
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
responden tidak menggunakan masker pada saat bekerja dan sebesar 67,2% responden menggunakan obat anti nyamuk dengan jenis penggunaan obat anti nyamuk bakar sebesar 36,2%. Selain itu gangguan kesehatan yang dirasakan responden berupa sesak nafas selama 2 minggu terakhir sebesar 60,3%, batuk selama 2 minggu terakhir sebesar 65,5% dan responden yang pernah mengalami gangguan pernapasan selama bekerja di Terminal Bus Pulogadung sebesar 69%. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Analisis pajanan dapat dilakukan berdasarkan dua kategori yaitu pajanan real time dan pajanan life span. Pajanan real time menggunakan data nilai durasi pajanan (Dt) yang sebenarnya, yaitu lama responden bekerja atau beraktivitas di lokasi penelitian dengan satuan tahun. Sedangkan pajanan life span yaitu estimasi pajanan untuk lama responden beraktivitas di lokasi penelitian sampai 30 tahun kedepan. Pada tabel 3, diketahui nilai rata-rata intake pada responden yang dibedakan berdasarkan konsentrasi PM10 pada pagi hari, siang hari dan sore hari. Tabel 3. Estimasi Nilai Intake PM10 untuk Pajanan Real Time dan Life Span Berdasarkan Periode Waktu Pengukuran pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Tahun 2014 Parameter
Laju Inhalasi (R)
PM10
0,83 m3/jam (EPA, 1990) 0,61 m3/jam (Abrianto, 2004) 0,67 m3/jam (EPA, 2011)
Intake Real Time (mg/kg/hari) Pagi Siang Sore
Intake Life Span (mg/kg/hari) Pagi Siang Sore
0,01200
0,01603
0,01574
0,02251
0,03007
0,02953
0,00881
0,01177
0,01155
0,01652
0,02207
0,02167
0,00964
0,01288
0,01264
0,01808
0,02415
0,02372
Selanjutnya nilai intake rata-rata intake pada pagi hari, siang hari dan sore hari tersebut, akan dirata-ratakan kembali, sehingga perbedaan antara rata-rata intake real time dan intake life span secara keseluruhan di Terminal Bus Pulogadung tercantum pada tabel 4. berikut ini. Tabel 4. Estimasi Nilai Intake PM10 untuk Pajanan Real Time dan Life Span pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Tahun 2014 Parameter PM10
Laju Inhalasi (R) 0,83 m3/jam (EPA, 1990) 0,61 m3/jam (Abrianto, 2004) 0,67 m3/jam (EPA, 2011)
Intake (mg/kg/hari) Real Time Life Span 0,01459 0,02737 0,01071 0,02009 0,01172 0,02198
Dari tabel diatas, diketahui bahwa estimasi nilai intake PM10 jika menggunakan referensi laju inhalasi dari EPA (1990) untuk pajanan real time dan life span lebih besar
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
dibanding dari referensi laju inhalasi menurut Abrianto (2004) dan EPA (2011). Perbedaan ini dikarenakan nilai laju inhalasinya berbeda dari ketiga referensi tersebut. Analisis Dosis Respon Analisis dosis respon ditujukan untuk menetapkan nilai-nilai kuantitatif toksisitas suatu risk agent apakah mempunyai potensi menimbulkan efek merugikan bagi kesehatan pada poplasi berisiko atau tidak. Nilai toksisitas dari suatu risk agent dengan efek non karsinogen dalam analisis risiko kesehatan lingkungan untuk jalur pemajanan dihirup (inhalasi) dinyatakan dengan RfC (Reference Concentration). Nilai RfC untuk parameter PM10 diambil dari nilai yang diturunkan dari National Ambient Air Quality Standar (NAAQS) EPA oleh karena dosis acuan untuk debu PM10 belum tersedia baik di dalam daftar Integreted Risk Information System (IRIS) EPA maupun tabel Minimum Risk Level ATSDR. Baku mutu nasional udara ambien menurut Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 tidak dapat digunakan karena nilai default faktor-faktor pemajanannya tidak diketahui. Baku primer (Primary Standard) NAAQS EPA untuk PM10 adalah 50 µg/m3 (arithmetic mean tahunan), dengan nilai default R = 0,83 m3/jam, tE = 24 jam/hari, fE = 350 hari/tahun, Wb = 70 kg dan tavg = 30 tahun x 365 hari/tahun. RfC =
C x R x tE x fE x D t Wb x t avg
mg m3 jam hari 0,05 m3 x 0,83 x 24 x 350 jam hari tahun x 30 tahun !"# = = 0,014 mg/kg/hari hari 70 kg x (30 tahun x 365 tahun) Karakteristik Risiko Karakteristik risiko merupakan upaya untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko atau tingkat bahaya dari risk agent yang memajan ke dalam tubuh suatu populasi. Karakteristik risiko dinyatakan dengan RQ, apabila nilai RQ≤1 berarti pemajanan masih dianggap aman bagi manusia, sedangkan apabila nilai RQ>1 berarti pemajanan tidak aman bagi manusia sehingga perlu dilakukan pengendalian. Nilai rata-rata tingkat risiko real time dan life span pajanan PM10 pada populasi berisiko di Terminl Bus Pulogdung dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Tabel 5. Estimasi Tingkat Risiko (RQ) PM10 untuk Pajanan Real Time dan Life Span pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Tahun 2014 Parameter
Laju Inhalasi (R)
PM10
0,83 m3/jam (EPA, 1990) 0,61 m3/jam (Abrianto, 2004) 0,67 m3/jam (EPA, 2011)
Karakteristik Risiko Real Time Life Span 1,04217 1,95483 0,76490 1,43476 0,83708 1,57015
Pada tabel 5. diketahui bahwa estimasi tingkat risiko pajanan PM10 di Terminal Bus Pulogadung untuk pajanan real time dengan menggunakan referensi laju inhalasi dari EPA (1990) dinggap tidak aman atau berisiko karena nilai RQ>1, sedangkan pajanan real time dengan mengunakan referensi laju inhalasi dari kurva logaritmik Abrianto (2004) dan EPA (2011) dianggap masih aman atau tidak berisiko karena mempunyai nilai RQ≤1. Akan tetapi, estimasi tingkat risiko pajanan PM10 untuk pajanan life span atau untuk 30 tahun kedepan dengan menggunakan 3 referensi laju inhalasi yang ada, diketahui bahwa nilai RQ>1 dianggap tidak aman atau berisiko terhadap kesehatan pada populasi berisiko yang menghabiskan waktunya untuk bekerja atau beraktivitas di Terminal Bus Pulogadung, sehingga perlu dilakukan pengendalian atau manajemen risiko. Manajemen Risiko Manajemen risiko dilakukan dengan tujuan agar individu atau populasi yang berisiko terpajan oleh risk agent bisa tetap aman dari gangguan kesehatan akibat risk agent dengan cara memanipulasi komponen yang ada agar diperoleh nilai RQ=1. Untuk mendapatkan nilai RQ=1 dpt dilakukan dengan menurunkan konsentrasi risk agent dengan waktu pajanan harian dan tahunan tetap untuk jangka waktu 30 tahun kedepan. Serta mengurangi waktu pajanan harian dan mengurangi waktu pajanan tahunan dengan konsentrasi risk agent tetap seperti pada saat dilakukan penelitian. Hasil rumusan manajemen risiko dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Rekomendasi Konsentrasi PM10, Waktu Pajanan Harian dan Frekuensi Pajanan Tahunan yang Aman pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Tahun 2014 Hasil Survey Rekomendasi yang Aman Risk Laju C tE fE C tE fE Agent Inhalasi (R) (mg/m3) (jam/hari) (hari/tahun) (mg/m3) (jam/hari) (hari/tahun)
PM10
0,83 m3/jam (EPA, 1990) 0,61 m3/jam (Abrianto, 2004) 0,67 m3/jam (EPA, 2011)
0,152
12
358
0,092
6,6
209,7
0,152
12
358
0,126
9
285,7
0,152
12
358
0,115
8,22
261,1
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Pembahasan Konsentrasi Risk Agent Pengukuran konsentrasi PM10 dilakukan pada 3 periode waktu pengkuran yaitu pagi hari (07.00-10.30), siang hari (11.00-14.30) dan sore hari (16.00-19.30) dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar konsentrasi PM10 selama populasi berisiko beraktivitas di Terminal Bus Pulogadung. Pengukuran PM10 pada penelitian ini berbeda dengan pengkuruan yang digunakan di Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pada peraturan tersebut menggunakan alat High Volume Sampler (HVS) dengan metode gravimetric sedangkan pada penelitian ini menggunakan alat Haz Dust EPAM-5000. Keuntungan dari alat Haz Dust EPAM-5000 ini yaitu memiliki sensitivitas yang tinggi dan hasil pengukuran konsentrasi PM10 bisa diketahui langsung pada layar, karena alat ini menggunakan sensor laser analyzer. Sedangkan pada alat (HVS) menggunakan metode gravimetric, dimana partikel debu yang terhirup oleh vakum menempel dipermukaan filter dan kemudian ditimbang untuk mengetahui massa jenisnya. Kerugian dari alat HVS ini memungkinan terjadinya perubahan massa jenis partikel debu yang telah dihisap vakum, karena filter atau kertas penyaring tidak langsung ditimbang saat itu juga, sehingga bisa dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti terjatuh atau terpengaruh oleh debu sekitar. Jadi dengan alat Haz Dust EPAM-5000 konsentrasi PM10 yang dihasilkan lebih akurat dan menggambarkan langsung konsentrasi PM10 yang terhirup oleh populasi berisiko. Hasil pengukuran konsentrasi PM10 di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur secara keseluruhan yaitu 0,152 mg/m3 atau 152 µg/m3, hal ini memperlihatkan bahwa melebihi baku mutu jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yaitu 150 µg/m3. Baku mutu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 ini seharusnya perlu dilakukan peninjauan ulang kembali, karena sudah melewati 5 tahun dari tahun berlakunya peraturan tersebut, sebagaimana yang disebut pada pasal 4 ayat 2. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 hanya mengenal satu kategori baku mutu. Padahal, ada dua baku mutu kualitas udara yaitu primary standard yang lebih ketat dan secondary standard yang lebih longgar. Primary standard dimaksudkan sebagai baku mutu untuk melindungi kesehatan manusia sedangkan secondary standard ditetapkan untuk melindungi lingkungan hidup secara umum. Peraturan tersebut seharusnya di atur sebagai baku mutu primary standard supaya manusia dan lingkungan juga ikut terlindungi. Selain itu juga seiring dengan tuntutan dan kemajuan teknologi saat ini, seharusnya peralatan yang digunakan untuk mengukur zat pencemar udara khusunya PM10 bisa diganti ke peralatan yang lebih akurat dan efisien.
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Rata-rata secara keseluruhan konsentrasi PM10 di Terminal Bus Pulogadung lebih rendah daripada PM10 di 9 kota besar dengan nilai mediannya 165 µg/m3 (Nukman et al., 2005). Studi serupa sebelumnya di Terminal Kampung Rambutan menemukan rata-rata konsentrasi PM10 sebesar 170 µg/m3 (Sari, 2013). Jelas konsentrasi PM10 ini lebih tinggi daripada konsentrasi PM10 di 9 kota besar dan di Terminal Bus Pulogadung. Karakteristik Populasi Berisiko Pada penelitian ini karakteristik antropometri dan pola aktivitas meliputi berat badan, pajanan harian, frekuensi pajanan, dan durasi pajanan. Nilai laju inhalasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 referensi, yang pertama nilai default faktor pemajanan yaitu 20 m3/hari dengan berat badan 70kg, yang kemudian dikonversi menjadi 0,83 m3/jam (EPA, 1990), kedua laju inhalasi yang didapat dari kurva logaritmik berat badan terhadap laju inhalasi normal (Abrianto, 2004) dengan persamaan y = 5,3Ln(x)-6,9 , hasilnya laju inhalasi sebesar 0,61 m3/jam, dan yang ketiga nilai default laju inhalasi menurut EPA (2011) yang menunjukan rata-rata laju inhalasi harian untuk pajanan jangka panjang dilihat berdasarkan umur, didapatkan laju inhalasi sebesar 0,67 m3/jam. Berdasarkan penjelasan mengenai 3 referensi laju inhalasi tersebut, bahwa laju inhalasi menurut EPA (1990) menggunakan nilai default berat badan yang berbeda dengan rata-rata berat badan orang Indonesia, selain itu laju inhalasi EPA (1990) digunakan untuk kepentingan regulasi, sehingga dikhawatirkan jika angka-angka baku mutu atau nilai default berat badan rata-rata orang Amerika yaitu 70 kg diadopsi bulat-bulat menjadi peraturan di Indonesia, maka baku mutu terebut tidak dapat melindungi orang Indonesia yang berat badannya kurang dari 70 kg. Sedangkan untuk persamaan yang dihasilkan dari kurva logaritmik berat badan terhadap laju inhalasi normal Abrianto (2004), diperkirakan bisa sesuai dengan karakteristik antropometri masyarakat Indonesia. Selain itu laju inhalasi dari EPA (2011) juga bisa digunakan, karena menunjukan rata-rata laju inhalasi harian untuk pajanan jangka panjang pada anak-anak dan dewasa dilihat berdasarkan tingkat usia responden. Referensi laju inhalasi dari EPA (2011) ini juga dianggap paling cocok digunakan, karena sudah teruji dan lebih diakui secara internasional dibandingkan dengan referensi laju inhalasi dari Abrianto (2004). Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan bahwa sebaran data berat badan populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan nilai mediannya yaitu 57,5 kg. Rata-rata berat badan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat badan orang dewasa yaitu 70 kg (EPA, 1990). Berat badan ini sangat mempengaruhi nilai asupan (intake) dan tingkat risiko (RQ) pada suatu
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
populasi. Berdasarkan hasil perhitungan nilai intake dan RQ, dimana semakin besar berat badan seseorang maka semakin kecil asupan (intake) dan tingkat risikonya. Dalam penelitian ini nilai pajanan harian yang dimiliki pedagang, petugas dan timer angkutan umum diambil dari nilai median karena distribusi data tidak normal yaitu 12 jam/hari. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2006) dimana pajanan harian pada pedagang kaki lima di Jalan Raya Margonda Depok yaitu 11 jam/hari. Nilai frekuensi pajanan (fE) dalam penelitian ini menggunakan nilai median yaitu 358 hari/tahun. Hal ini berbeda dengan frekuensi pajanan yang dimiliki oleh pedagang di 5 kawasan di 9 kota besar padat transportasi di Indonesia (Nukman et al, 2005) dan juga lama pajanan pada pedagang kaki lima di Terminal Bus Pasar Senen (Martanti, 2007) yang lama pajanannya yaitu 350 hari/tahun. Nilai durasi pajanan (Dt) yang digunakan adalah nilai rata-rata yaitu 15 tahun. Pada Perilaku responden, dimana sebagian besar responden merokok, tidak menggunakan masker saat bekerja dan menggunakan obat anti nyamuk saat tidur dengan jenis obat anti nyamuk bakar yang paling banyak digunakan. Perilaku ini bisa menyebabkan responden semakin berisiko terkena gangguan pernafasan. Hal ini diperkuat dengan lebih tingginya jumlah responden yang mengalami gangguan kesehatan seperti sesak nafas, nyeri pada bagian dada, dan batuk selama bekerja di Terminal Bus Pulogadung. Jadi selain konsentrasi PM10 yang melebihi baku mutu, perilaku merokok, tidak menggunakan masker, dan penggunaan obat anti nyamuk saat tidur juga menjadi pemicu terjadinya gangguan pernafasan pada populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung. Analisis Pajanan dan Perhitungan Intake Estimasi rata-rata nilai intake PM10 di Terminal Bus Pulogadung berdasarkan pajanan real time dan pajanan life span pada populasi berisiko, dimana terdapat perbedaan intake real time dan life span yang dihasilkan dari ketiga referensi laju inhalasi. Hal ini dikarenakan laju asupan atau laju inhalasi berbeda, semakin tinggi laju inhalasi yang digunakan maka nilai asupan (intake) seseorang akan semakin tinggi juga. Responden yang mempunyai nilai intake yang tinggi maka dapat diasumsikan bahwa responden tersebut akan lebih mudah untuk terkena gangguan kesehatan terkait pajanan risk agent dalam hal ini PM10. Analisis Dosis Respon Analisis dosis respon merupakan nilai estimasi pajanan harian bagi populasi berisiko yang aman, tidak menimbulkan efek merugikan kesehatan sepanjang hidupnya, yang dikenal dengan (RfC) untuk efek non karsinogenik. Dikarenakan dosis acuan untuk PM10 belum
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
tersedia di dalam daftar Integreted Risk Information System (IRIS) EPA maupun tabel Minimum Risk Level ATSDR, maka untuk konsentrasi PM10 diturunkan dari tabel National Ambient Air Quality Standar (NAAQS) EPA. Sehingga hasil perhitungan dosis respon (RfC) PM10 pada penelitian ini yaitu 0,014 mg/kg/hari. Nilai tersebut sama dengan dosis respon yang digunakan dalam penelitian (Rahman, 2008) dan (Suryaman, 2006). Baku mutu PM10 menurut Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999 tidak dapat digunakan karena nilai default faktor pemajanannya tidak diketahui. Sehingga menggunakan baku primer (Primary Standard) dari NAAQS EPA untuk PM10 yaitu 50 µg/m3 (arithmetic mean tahunan). Penggunaan primary standard dimaksudkan sebagai baku mutu untuk melindungi kesehatan manusia. Oleh karena itu baku mutu kualitas udara menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 perlu dilakukan revisi dan disesuaikan dengan menggunakan karakteristik antropometri orang Indonesia sebagai dasar perhitungannya. Karakteristik Risiko Karakteristik risiko yang dinyatakan dalam RQ merupakan upaya untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko dari risk agent yang masuk kedalam tubuh manusia, apakah berisiko terhadap kesehatan atau masuk dalam batas aman. Apabila nilai RQ>1 berarti pajanan PM10 tersebut memiliki risiko terhadap gangguan kesehatan, sedangkan apabila nilai RQ≤1 maka pajanan PM10 masih dianggap aman bagi manusia. Perbedaan hasil tingkat risiko atau nilai RQ yang terdapat pada tabel 6 ini diakibatkan karena nilai laju inhalasi yang digunakan besarnya berbeda, walaupun demikian pajanan PM10 di Terminal Bus Pulogadung dapat diartikan berisiko terhadap kesehatan. Nilai RQ untuk pajanan PM10 pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian (Nukman et al., 2005) di kawasan terminal di kota Jakarta dengan segmen populasinya pedagang kaki lima, yaitu 0,28 untuk pajanan real time dan 0,79 untuk pajanan life span. Jika dilihat dari data gangguan pernapasan (sesak, nyeri, batuk, dll) ada 69% dari responden mengalami gangguan pernapasan tersebut selama bekerja di Terminal Bus Pulogadung. Nilai ini bisa jadi disebabkan oleh risk agent PM10 yang pada populasi berisiko nilai RQ>1. Selain itu juga faktor perilaku dari masing-masing individu seperti merokok, dan tidak menggunakan masker saat beraktivitas juga berpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinya gangguan pernafasan pada populasi berisiko. Oleh karena itu diperlukan adanya manajemen dan pengendalian terhadap risiko dari pajanan PM10 untuk mempertahankan segala kondisi agar nilai RQ tidak melebihi 1 pada populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung.
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Manajemen Risiko Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan dengan tujuan agar individu atau populasi yang berisiko terpajan oleh risk agent tetap aman dari gangguan kesehatan akbat risk agent tersebut yaitu dengan cara memanipulasi nilai asupan (intake) agar sama dengan nilai (RfC) sehingga tingkat risiko (RQ) ≤ 1. Mengurangi konsentrasi PM10 sampai pada konsentrasi aman yaitu diturunkan dibawah rata-rata konsentrasi saat ini, agar semua populasi yang berisiko di Terminal Bus Pulogadung aman dari gangguan kesehatan. Batas konsentrasi PM10 yang aman bagi populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung yaitu sebesar 0,115mg/m3 atau 115µg/m3. Jika dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, rekomendasi batas aman konsentrasi PM10 di Terminal Bus Pulogadung harus dibaca sebagai episode pemajanan dalam 1 tahun karena dihitung dengan frekuensi pajanan 358 hari/tahun dan durasi pajanan 30 tahun. Didalam Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999, episode ini ditulis secara keliru sebagai ”waktu pengukuran” 24 jam. Jadi tidak boleh ada episode lebih dari 1x24 jam dalam setahun yang konsentrasi PM10 melebihi 115µg/m3. Menurunkan konsentrasi PM10 berarti menurunkan sumber pencemar utama dalam kasus ini yang berasal dari kendaraan umum. Selain itu dapat juga dilakukan dengan menambahkan ruang terbuka hijau didalam terminal, menghimbau bagi perusahaan pemilik kendaraan umum yang beroperasi di Terminal Bus Pulogadung agar melakukan uji emisi secara rutin serta memperketat peraturan bagi kendaraan yang belum melakukan uji emisi agar tidak boleh beroperasi, mengurangi pemakaian bahan bakar kendaraan seperti tidak menghidupkan mesin kendaraan saat menunggu penumpang atau “ngetem” hal ini dapat mengurangi emisi kendaraan. Mengurangi waktu pajanan harian maupun frekuensi pajanan tahunan juga merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan pada populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung. Rekomendasi waktu pajanan harian yang aman yaitu 8 jam/hari, sedangkan frekuensi pajanan tahunan yang aman sebesar 261 hari/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan manajemen risiko sebelumnya, yang paling memungkinkan untuk bisa diterapkan yaitu dengan mengurangi konsentrasi pajanan PM10. Dikarenakan akan menyulitkan bahkan merugikan populasi berisiko apabila waktu berada di lokasi penelitian dikurangi, mengingat Terminal Bus Pulogadung merupakan sumber utama mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Selain itu untuk mengurangi risiko kesehatan, responden juga bisa membiasakan diri untuk menggunakan masker saat beraktivitas atau bekerja serta mengurangi kebiasaan merokok.
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Kesimpulan Estimasi tingkat risiko gangguan kesehatan pada populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung akibat pajanan PM10 baik real time dan life time yaitu jika menggunakan laju inhalasi dari EPA (1990) menunjukan nilai RQ > 1 yang artinya pajanan PM10 berisiko terhadap gangguan kesehatan pada manusia di lokasi penelitian. Sedangkan estimasi tingkat risiko jika menggunakan referensi laju inhalasi dari Abrianto (2004) dan EPA (2011) pada pajanan real time memiliki nilai RQ ≤ 1, sehingga PM10 masih dianggap aman, dan pada pajanan life span dari laju inhalasi Abrianto (2004) dan EPA (2011) memiliki nilai RQ>1 yang dapat diartikan bahwa PM10 akan berisiko terhadap gangguan kesehatan pada populasi berisiko di lokasi penelitian dalam 30 tahun kedepan. Manajemen risiko agar populasi yang berisiko tidak mengalami gangguan kesehatan di Terminal Bus Pulogadung yaitu dengan mengurangi pajanan PM10 sampai batas aman sebesar 0,115 mg/m3 atau 115 µg/m3 dengan mengurangi kapasitas sumber pencemar diudara ambien, mengurangi waktu pajanan harian sampai batas aman yaitu 8 jam/hari dan mengurangi frekuensi pajanan tahunan sampai batas aman 261 hari/tahun. Saran Populasi berisiko di Terminal Bus Pulogadung agar lebih waspada terhadap pajanan PM10 dengan memperhatikan waktu kerja harian yang aman yaitu 8 jam/hari dan frekuensi kerja tahunan 261 hari/tahun, serta membiasakan diri untuk menggunakan masker saat beraktivitas atau bekerja di terminal, mengurangi kebiasaan merokok. Pihak Terminal Bus Pulogadung sebaiknya semakin menghijaukan kawasan terminal dengan menambah tanaman yang dapat mengurangi polusi udara, melakukan sosialisasi penggunaan masker pada populasi berisiko di terminal sebagai alat pelindung diri yang paling sederhana, namun cukup efektif digunakan dengan cara yang benar selama beraktivitas atau bekerja di terminal. Serta melakukan sosialisasi gerakan untuk mematikan mesin kendaraan saat mengisi penumpang, atau bisa dengan menempelkan poster atau sticker himbauan tersebut. Dinas kesehatan DKI Jakarta dalam hal ini Puskesmas Pulogadung, bisa melakukan kegiatan untuk meningkatkan kualitas dari populasi berisiko, seperti melakukan penyuluhan mengenai pentingnya penggunaan alat pelindung diri saat bekerja, bahaya rokok, bahaya penggunaan obat anti nyamuk saat tidur bagi kesehatan, pentingnya menjaga daya tahan tubuh melalui makanan bergizi, dan imunisasi bagi bayi atau balita. Selain itu menyediakan media
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
promosi kesehatan misalnya leaflet, stiker, maupun poster tentang akibat pencemaran udara dan upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pengendaliannya. Bagi Pemerintah Republik Indonesia Perlu melakukan revisi atau peninjauan ulang terhadap Peraturan Pemerintas Nomor 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, karena pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa baku mutu harus ditinjau kembali setelah 5 tahun. Serta mengganti istilah “waktu pengukuran” dengan “lama pemajanan maksimum” untuk setiap tingkat baku mutunya dan mempertegas karakteristik populasi orang Indonesia, karena akan berpengaruh terhadap nilai kuantitatif baku mutu.
Daftar Referensi Abrianto, H. (2004). Analisis Risiko Pencemaran Partikel Debu Terhirup (PM10) Terhadap Siswa Selama Berada di Sekolah Dasar negeri 1 Pondok Cina, Kota Depok, Jawa Barat. Skripsi. FKM UI BPLHD DKI Jakarta. (2012). Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012.
Januari
18,
2014.
http://bplhd.jakarta.go.id/SLHD2012/pdf/Buku%20I/Buku%20I%Bab%202D.pdf
IPCS. (2004). IPCS Risk Assessment Terminology. Part 1: IPCS/OECD Key Generic Terms used in Chemical Hazard/Risk Assessment; Part 2: IPCS Glossary of Key Exposure Assessment Terminology. Geneva: World Health Organization and International Programme on Chemicl Safety Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI. (2007). Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan 2007 Program
Langit
Biru.
Januari
25,
2014.
http://langitbiru.menlh.go.id/index.php?module=detailprog&id=13 Kementrian Kesehatan RI (1999). Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Januari 25, 2014. www.depkes.go.id/downloads/udara.PDF Louvar, Joseph. Diane Louvar. (1998). Health and Environmental Risk Analysis: Fundamentals with Applications. Upper Saddle River: Prentice Hall PTR Mariani, R. (2006). Kajian Analisis Risiko Kesehatan Pencemaran Udara oleh Debu PM10 Studi Penilaian Risiko Kesehatan Masyarakat yang Bekerja di Sepanjang Jalan Margonda Raya Depok Tahun 2006. Skripsi, FKM UI Martanti, D. (2007). Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan Pencemaran Debu TSP dan PM10 pada Pedagang Kaki Lima di Terminal Bus Pasar Senen Jakarta Pusat Tahun 2007. Skripsi. FKM UI
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Nukman et al. (2005). Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan Pencemaran Udara : Studi Kasus di Sembilan Kota Besar Padat Transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan, 4(2).270-289.
April
25,
2014.
http://isjd.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=68434&idc=24 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara Purwana, R. (1999). Partikulat Rumah Sebagai Faktor Risiko Gangguan Pernapasan Anak Balita, Disertasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Rahman, A. (2008). Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pertambangan Kapur di Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara dan Tulung Agung. Jurnal Ekologi Kesehatan. 7(1), 665-667. April 25, 2014. http://isjd.pdii.lipi.go.id Sari, N. (2013). Hubungan Konsentrasi PM10 dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Skripsi. Program Studi Kesehatan Lingkungan FKM UI Suryaman, U.S. (2006). Wilayah Aman Bagi Pemukiman Dekat Tambang Batu Kapur : Suatu Pendekatan Manajemen Risiko. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.10 No.4, Desember 2011 : 256 - 265 Terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi Pulogadung. (2014). Laporan Bulan Januari 2014. Jakarta Terminal Bus Dalam Kota Pulogadung. (2014). Laporan Bulan Januari 2014. Jakarta Tugaswati, A.T. 2005. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya terhadap Kesehatan.
Januari
25,
2014.
http://www.kpbb.org/makalah_ind/Emisi%20Gas%20Buang%20Bermotor%20&%20 Dampaknya%20Terhadap%20Kesehatan.pdf. US EPA. (1990). Exposure Factors Handbook. EPA 600/8-87/045 US EPA. (2011). Exposure Factors Handbook: 2011 Edition. EPA/600/R-090/052F US EPA. (2011). Air Quality Planning and Standards. Februari 20, 2014. www.epa.gov US EPA. (2013). Particulate Matter (PM) : Basic Information. United State Environmental Protection Agency. Februari 17, 2014. http://www.epa.gov/pm/basic.html US EPA. (2013). Particulate Matter (PM) : Health. United State Environmental Protection Agency. Februari 17, 2014. http://www.epa.gov/pm/health.html US
EPA.
(2013).
Risk
Assessment
:
Basic
Information.
http://epa.gov/riskassessment/basicinformation.htm#risk
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014
Februari
20,
2014.
World Health Organization. (1997). Health and Environment in Sustatnable Development: Five Years After The Earth Summit. Geneva. WHO. World Health Organization. (2011). Health Aspects of Air Pollution with Particulte Matter, Ozone and Nitrogen Dioxide. Report on WHO Working Group: Bonn
Gambaran stress…, Tika Dwi Ariyanti, FPsi UI, 2014