BAB
I
PEM^AHULUAN
A. Latar Belakang.
1. Pendidikan Dasar 9 tahun dan permasalahannya. Undang-undang
"pendidikan
dasar
(sembilan) tahun
No. 2 Tahun
1989
menegaskan
merupakan pendidikan
yang
diselenggarakan
yang
lamanya
selama
6
Tingkat
Pertama (SLTP) atau
satuan
9
(enam)
tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di
Lanjutan
bahwa
Sekolah
pendidikan
yang sederajat."
Direncanakan
pada permulaan
Pelita VI nanti, wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun akan mulai
dilaksanakan,
pada akhir Pelita V ini diharapkan SLTP telah mampu menampung 85 % lulusan SD atau yang sederajat. Sebagai
yang
relatif baru, berbagai masalah akan siap
pelaksanaannya.
banyak
masalah,
Agar pelaksanaannya nanti
berbagai
kemungkinan
sesuatu
menghadang
tidak
masalah
menemui
tersebut
harus sudah diantisipasi sedini mungkin.
Sal ah
satu tantangan berat dalam pelaksanaan
belajar 9 tahun, adalah
dasar
Yang
tingkat
rendahnya jumlah lulusan
melanjutkan pendidikan
pertama.
ke
sekolah
wajib
sekolah
lanjutan
Masalah tersebut merupakan bagian
yang
tidak terlepas dari beberapa persoalan pokok pendidikan di
Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Moch. Fakry Gaffar (1987:5)
bahwa persoalan pokok yang
dihadapi
pendidikan
antara lain berkaitan dengan ;
"(1) jumlah populasi anak usia sekolah yang cukup besar dan jumlah populasi angkatan kerja yang memerlukan pembinaan lebih lanjut untuk
meningkat-
kan produktivitasnya; (2) keterbatasan ekonomi untuk memperluas kesempatan pendidikan dan untuk
memngkatkan jenjang pendidikan angkatan kerja yang memerlukan; (3) relevansi program pendidikan yang sesuai dengan tuntutan pembangunan baik ditinjau dari segi jenjang maupun jenisnya; dan (4) keseim-
bangan
antara
terutama
jika
tuntutan
kualitas
dan
dikaitkan
dengan
nilai
kuantitas, ekonomik
pendidikan".
Masalah pendidikan yang senada, juga dikemukakan oleh
Coombs (1968) antara lain meliputi masalah efektivitas dan
efisiensi,
masalah
kuantitas
dan
kualitas,
pemerataan
kesempatan serta permasalahan pokok pendidikan lainnya. Latar
masalah-masalah
tersebut
cukup banyak dan bervariasi, yang secara garis
besarnya
dapat
belakang
dibedakan
munculnya
sebagai hal yang bersumber
pada
faktor
internal
dan faktor eksternal dari sistem pendidikan
sendiri.
Penyebab
yang
bersifat
eksternal
yang
menonjol diantaranya ialah faktor sosial ekonomik
nya
kemampuan ekonomi masyarakat), faktor
itu
lebih (lemah-
sosial
budaya
(rendahnya aspirasi serta tradisi yang kurang menunjang), faktor sosial demografis (padatnya penduduk perkotaan
dan
terpencilnya penduduk pedesaan) dan faktor iklim geografis yang
kurang
menguntungkan (Vaizey, 1967;
Bruner,
Levy, 1971; Pamantung, 1977; Abin, 1986). Adapun yang
1970;
penyebab
bersifat internal antara lain mencakup hal-hal
yang
bertalian dengan faktor hasil (output), antara lain ketat-
'•*.
nya
syarat kelulusan dan terbatasnya variasi jenjang dan
jalur program yang ditawarkan; faktor masukan dasar
input,
(raw-
heterogenitas karakteristik serta latar belakang
siswa);
faktor masukan instrumental
belajar
mengajar, seperti buku, guru, laboratorium
sarana
fasilitas
(terbatasnya
penunjang lainnya);
faktor
sumber serta
lingkungan
(kurangnya rasa keakraban dan keterlibatan dengan masyara kat kampusnya); faktor proses (kelemahan manajerial sistem
pendidikannya)
(Adams,1971;
Hayes, 1974;
Miller,
1973;
UNESCO, 1973; dan Abin, 1986).
Upaya penanggulangan yang ditujukan ke arah pemecahan masalah eksternal telah dicoba. antara lain dengan
dikem-
bangkannya pemikiran model perencanaan pembangunan bidang pendidikan secara terpadu an
dengan sektor-sektor pembangun
lainnya, terutama sektor ekonomi, seperti
dirintis
oleh
UNESCO
(1973).
yang
Model-model
telah
perencanaan
dimaksud yang lebih bersifat operasional telah dikembangkan
pula oleh
1973;
Correa (Adams, 1973; Banghart
Makagiansar,
Sedangkan
dengan
1976; Setijadi,
1977;
dan
Trull,
Abin,
1986).
upaya peningkatan relevansi hasil
tuntutan dan kebutuhan tenaga
telah dirintis
pula model-model
untuk
1986). struktur
pembangunan,
sekolah yang
pendidikannya mempunyai jalur dan jenjang yang
(Santoso,
(pendidikan)
bervariasi
1973; Makagiansar, 1976; Setijadi, 1977;
Sudah barang tentu diikuti pula
oleh
dan materi kurikulumnya, paket buku
program
Abin,
pembaharuan atau
bahan
4
pelajarannya, metode dan media mengajar belajarnya,
serta
sistem evaluasi, bimbingan dan penyuluhannya, administrasi
dan manajemen institutionalnya (BP3K, 1973;
Setijadi, 1977;
Abin, 1986).
UNESCO, 1973;
Dengan sendirinya komponen
personil kependidikannya juga mengalami pengembangan melalui
dalam
program
jabatan,
Abin,
pendidikan
maupun lanjutan
1986; Sarwono,
Dalam
yang
bersifat
(Tisna
baik
pra-jabatan,
Amidjaja,
1979;
1991).
beberapa hal Jawa Barat seringkali
dijadikan
"barometer" keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan di
bidang pendidikan. Namun dalarn pembangunan
dasar
Jawa
Barat
mempunyai
keunikan
pendidikan
tersendiri,
jika
ditelaah keadaan yang sebenarnya, belurn tentu
seluruhnya
benar.
pendidikan
Sebagai
contoh;
secara
kuantitatif
dasar
di Jawa Barat ternyata berada di
secara
nasional.
bawah
pencapaian
Sebagai gambaran, pada tahun 1990/1991 dari 5.448.113
anak
usia
7-12
tahun, yang bersekolah
di
SD
sebanyak
4.311.070 anak. Angka partisipasi murni (NER) yang dicapai adalah
89,39
persen.
Sedangkan
secara
nasional
angka
partisipasi telah mencapai 99,6 persen. Pada tingkat SLTP,
dari
2.463.370 anak usia 13-15 tahun, yang bersekolah
SLTP sebanyak 618.016 anak. Angka partisipasi murni
baru mencapai
25,09 persen.
Padahal
angka
secara nasional telah mencapai 62,3 persen.
di
(NER)
partisipasi
Angka mencapai
melanjutkan 45,2
persen.
ke
SLTP
tahun
1990/1991
Dari sekitar 635.936
baru
lulusan
SD
tahun 1989/1990 yang dapat diterima di kelas I SLTP' tahun
1990/1991 jutkan
sebanyak 287.702 anak. Sedangkan
secara
angka
nasional telah mencapai 72,2
melan
persen,
dan
Kabupaten Bogor baru mencapai 46,9 persen, berarti melanjutkan ke SLTP di Jawa Barat lebih rendah melanjutkan seluruh
secara nasional, bahkan
provinsi
yang ada di
dari angka
dibandingkan
Indonesia.
Hal
antara lain dikemukakan oleh Mendikbud bahwa
rnenduduki
angka
peringkat pa 1ing bawah pada
dengan tersebut
"Jawa
daftar
Barat
persentase
murid SD yang melanjutkan ke tingkat SLTP dari 27 provinsi
di
Indonesia,
wajib
sesuai dengan hasil
belajar
pendataan
SLTP", yakni baru mencapai
perintisan
angka
52,7
%
(Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992). Lebih lanjut Mendikbud menegaskan bahwa ,-
"Kerendahan
angka
itu patut
diselidiki
lebih
lanjut, seperti kemana mereka setelah lulus SD itu, penyelidikan itu perlu bagi perencanaan dan pelak sanaan lebih lanjut wajib belajar
9
tahun,
pendidikan dasar
yang terdiri dari SD 6 tahun dan SLTP
3
tahun."
Jika
pendidikan
provinsi
Jawa
Barat
dasar
mempunyai
(7-15 tahun)
jumlah
yang
penduduk
terbanyak
usia
diantara
yang ada di Indonesia, maka angka-angka di
atas
menunjukkan "ketertinggalan" Jawa Barat dalam mengusahakan perluasan
dapat
dan
pemerataan kesempatan belajar.
mengejar ketertinggalan itu
Dan
akan menyita
untuk
banyak
a
perhatian dan berbagai sumberdaya yang diperlukannya. Beberapa pakar pendidikan menduga bahwa penyebab rendahnya
kemungkinan
angka melanjutkan antara lain
.-
(1)
Toenlioe A.J.E. dalam Kompas, 14 Februai 1992 mengernukakan paling
sedikit
lulusan
SD
ada
dua ha 1 penyebab rendahnya
yang melanjutkan ke SMP. Kedua
hal
jumlah tersebut
adalah
rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, serta
dahnya
kesadaran orang tua tentang pentingnya
ren
pendidikan
SMP bagi anaknya; (2) Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh
1992,
kan.
Prof. Abdul Kodir dalam
Pikiran Rakyat, 21 Juni
yakni rendahnya minat masyarakat untuk
menyekolah-
Banyak masyarakat yang masih senang melihat
anaknya
bekerja bersama ketirnbang meneruskan pendidikan formal
sekolah,
di
disamping memang masih ada beberapa daerah yang
menghadapi masalah
kurangnya
daya tampung
sekolah;
(3)
Fuad Hasan dalam Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992 mengernukakan kemungkinan para lulusan SD/MI di Jawa Barat ini melanjut
kan pelajarannya pada pendidikan luar sekolah, seperti kursus atau bentuk keterampilan kerja lainya. "Sebab pendidikan
luar
sekolah di Pulau Jawa
ini
mernang
kuat
sekali".
2. Pendidikan dan Pembangunan.
Pembangunan
nasional
dilaksanakan
dalam
rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masya rakat
Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan itu
hanya mengejar kemajuan lahiriah saja;
tidak
seperti sandang.
7
pangan,
kesehatan
kemajuan
batiniah,
mengeluarkan
dan
sebagainya;
tetapi
berupa pendidikan, rasa
juga
untuk
aman,
bebas
juga
perlu
pendapat yang bertanggungjawab;
adanya keselarasan,
keserasian dan keseimbangan antara
keduanya.
Dalam antara
Garis-garis Besar Haluan
lain
ditegaskan pula
bahwa
Negara
(GBHN.1988)
pendidikan
nasional
bertujuan untuk "rneningkatkan kualitas manusia Indonesia".
Sedangkan pembangunan pendidikan merupakan bagian integral dari upaya pengembangan sumberdaya manusia.
Dalam hal ini
Moch. Fakry Gaffar (1987:2) mengernukakan bahwa ."Keberhasilan pembangunan itu sangat
oleh
faktor manusia, dan manusia
yang
ditentukan
menentukan
keberhasilan ini haruslah manusia yang mempunyai kemampuan membangun. Kemampuan membanqun ini hanya dapat dibina melalui pendidikan".
Oleh karena itu, sektor pendidikan
nasional
kita
dalam pembangunan
menjadi salah satu sektor yang mendapat
prioritas
yang
cukup
penting.
Pendidikan bukan
merupakan
sektor yang harus dibangun, tetapi
juga
hanya harus
turut mendukung pembangunan sektor lainnya.
Pembangunan pendidikan.
Titik berat pembanguan
pen
didikan diletakkan pada upaya peninakatan mutu pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Selain itu ditekankan pentingnya
perluasan kesempatan
belajar
dan
pula
perintisan
waJlb belajar hinqqa sekolah lanjutan tingkat pertama atau
pendidikan
dasar 9 tahun
(Pidato
kenegaraan
Presiden
8
Suharto, Tanggal 16 Agustus 1990). Kemudian pada pembukaan rapat
kerja
menegaskan
belajar Rakyat,
nasional Depdikbud (28 Juli
kembali
"realisasi
Presiden
pelaksanaan
9 tahun tidak dapat ditangguhkan
wajib
(Pikiran
lagi"
29 Juli 1992).
Dalam
pelita V ini telah dilontarkan
pengembangan fokus
bahwa
1992)
(human
manusia
pembangunan,
atau
gagasan
development)
peningkatan
akan
kualitas
Indonesia akan menjadi tujuan utama dalam era
bahwa
menjadi manusia
pembangunan
jangka panjang tahap kedua. Dan wahana yang paling strategis untuk itu adalah pendidikan,
Menjelang
berakhirnya
Rencana
Pembangunan
Panjang yang pertama, sektor pendidikan telah
kemajuan yang menonjol
kesempatan
cukup
berarti.
menunjukkan
Keberhasilan yang
misalnya, "berhasilnya pemerataan dan
pendidikan
Jangka
sekolah dasar".
Sejak
cukup
perluasan
pelita
I
hingga akhir pelita IV saja jumlah murid SD telah meningkat dua kali lipat, sekolah memengah tingkat pertama
tiga
kali, sekolah menengah tingkat atas menjadi lima kali
dan
mahasiswa
menjadi
(H.A.R. Tilaar,
1991
enam
kali lipat
dari
jumlah
semula
: 1).
Pemerataan pendidikan. Upaya pemerataan dan perluasan
kesempatan belajar yang dilancarkan sejak pelita I hingga pelita V sekarang ini menampakkan hasil yang paling menon
jol jika dilihat dari jumlah anggota masyarakat yang tampung dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
ter-
Bukti
antara
keberhasilan pemerataan
pendidikan
lain terlihat dari laju pertu.mbuhan
tersebut
jumlah
murid
sekolah dasar sampai pada perguruan tii. ng g i, sep e r t i t amp a k pada grafik 1-1 beriku.t.
ini. Grafik 1-1
PERKEMBANGAN JUMLAH MURID SD, SLTP, SLTA DAN MAHASISWA TAHUN 79/80 - 88/89 J
28
••
26
•-
Murid SD.
u m
26,57 26,55 26,44 26,66 26,73 24,70 25.80 _ -*
1 a
23,88 24
••
22,55
*-
*-
*
*
__-*.*-'
h
22 +21,17^ m
u
20
••
7
-•
Murid SLTP
r
i
6,45
d
5,19
m a
5
-•
4,76 4,27,-*'
h a
3
2
2,65 2,02 2,28_-*:
d a
1
u
t
o,6
a
o,5
a
o,4
J
n
1,76
^
$t— •"
it--''
.-*-'
Murid SLm
3,13,-^ 2,88 --*'' *'"
*''
Mahasiswa
"
1,5 1,4 1,3 1,2
1,1 1,0 o,9 o,8 o,7
a m
+ 1,57
a
^,-~'
3>50 379^.3*92
2,98.*-- --*'
s w
5,67
3,61^,*'
3,41
4
s
i
6,45
6,13
1,43 ^
1,43 K
1,28,-
1,05-" 0,98 „•*'
0,82,-*'' 0,72 ,>*"'
0,60 „--*'•"' 40,48 0,54 .-*•'''
+ *79'/80
*
80/81
SLMBER : Balitbang Dikbud, 1989
81/82 82l/83 83/84 84*/85 85/86 86/87 87^88 88/89
10
Pada murid
Pada
tingkat SD, tahun 1979/80 tercatat 21,17
dan tahun 1988/89 telah menjadi 26,73
tingkat SLTP untuk kurun waktu yang
juta
sama,
murid.
tercatat
kenaikan dari 2,89 juta murid menjadi 6,45 juta. kan
pada
juta
tingkat SLTA tercatat kenaikan dari
Sedang-
1,57
juta
murid menjadi 3.92 juta dan pada tingkat perguruan tinggi dari 0,48 juta menjadi 1,43 juta mahasiswa.
Laju
merupakan
pertumbuhan
bukti
keberhasilan
kesempatan belajar, peningkatan
jumlah
kemampuan
peserta
didik
tersebut
dan
perluasan
pemerataan
yang didukung oleh : (1) masyarakat
dan
adanya
pemerintah
dalam
menyediakan berbagai sumberdaya pendidikan; (2) meningkatnya
aspirasi masyarakat akan pendidikan,- dan
(3)
karena
laju pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi.
Pertumbuhan
tersebut
dicapai dengan
keras untuk menyisihkan sebagian dana
kemauan yang
pembangunan bagi
perluasan kesempatan belajar, untuk waktu yang akan datang berbagai tantangan yang akan dihadapi akan semakin
karena disamping kita harus tetap meningkatkan
berat,
kuantitas,
kita harus memelihara yang ada, mengganti yang rusak, meningkatkan program - dari wajib belajar 6 tahun
wajib belajar 9 tahun. Untuk itu diperlukan
menjadi
perhitungan-
perhitungan yang mantap, yang bukan hanya aspek tifnya saja, tetapi juga aspek kualitatifnya.
dan
kuantita-
11
3. Studi
tentang penelusuran penyebab rendahnya
anqka
melanjutkan SD ke SLTP.
Gejala
SD
ke
SLTP
rendahnya angka transisi (melanjutkan)
dari
sangat mendesak untuk
kita
dikaji,
karena
sedang melakukan berbagai persiapan menjelang
wajib
belajar
pelaksanaan
pendidikan dasar 9 tahun yang meliputi
tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Rendahnya angka
6
transisi
tersebut nampak pada tabel 1-1 berikut ini. Tabel
1-1
Prosentase angka transisi SD ke SLTP Tahun 1987/1988 - 1990/1991 Di Jawa Barat Tahun
Indikator
87/88
88/89
89/90
90/91
Kelas I SD Lulusan SD Kls.l SLTP
841.242 617.242 270.706
839.312 646.845 273.193
837.593 633.142 279.746
850 871 635 936 287.702
Prosentase
43,86 %
42.23 %
44,18 %
45,24 %
Sumber
Secara
kelas
.- Data/Informasi Dikbud Propinsi Jabar, 1991/1992.
absolut
baik lulusan SD maupun
I SLTP menunjukkan kenaikan
yang
siswa
berarti,
baru
namun
prosentase angka melanjutkannya hampir tetap tidak
beran-
jak. Data tahun terakhir tersebut menunjukkan bahwa
75,09
persen
dari anak yang masuk sekolah dasar dapat
saikan
studinya hingga kelas VI (lulus), dan hanya
persen
saja dari mereka yang lulus dapat
SLTP.
Pada
tahun 1969 hal yang
sama
menyele-
45,24
melanjutkan
menunjukkan
40,00 persen dari anak yang masuk SD di Indonesia
ke
bahwa
dropout
sebelum mereka lulus, dan hanya sekitar 40,00 persen
saja
dari mereka yang lulus dapat mengecap pendidikan di
kelas
I SMP (Britton,-1969). Keadaan itu menunjukkan bahwa upaya mengurangi
dropout
pada
tingkat SD selama
ini
dapat
dinilai berhasil, tetapi upaya menaikkan angka melanjutkan (transisi) belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Ada
indikasi bahwa (1) rendahnya angka
melanjutkan
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kurangnya daya tampung SLTP; (2) keberhasilan pembangunan SD inpres juga diikuti oleh
adanya gejala sekolah kekurangan murid. Oleh
karena
itu diperlukan adanya studi mengenai penelusuran penyebab rendahnya
angka melanjutkan SD ke SLTP,
sosio-antropologis, mantap
dengan
tinjauan
agar dapat dirumuskan rencana yang
untuk pelaksanaan program wajib belajar
9 tahun,
sehingga target yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. 4. Perencanaan dan manajemen Pendidikan.
Pendidikan yang
masih
di Indonesia dewasa ini
mempunyai
sangat sentralistik, uniformistik
ciri
dan biro-
kratik, sesuai dengan kecenderungan umum dalam perencana an pembangunan nasional yang
masih
sangat
sentralistik.
H.A.R. Tilaar (1990:5) mengernukakan bahwa "kecenderungan ini pada awal masa pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang narkan,
apabila
(RPJP) pertama memang masih dapat dibekita melihat
dana, kemampuan dan pengalaman". perencanaan
pada
keterbatasan
sumber
Tetapi untuk RPJP kedua,
pembangunan nasional harus berorientasi
pada
13
perencanaan yang lebih terbuka dan fleksibel.
sistem
Hal
ini berarti perlu adanya pergeseran dari perencanaan yang
birokratik
dan
sentralistik, ke
demokratis,
lebih
arah
perencanaan yang
yang memungkinkan lebih
banyak
peran
serta dan keterlibatan masyarakat serta aparat di daerah. Pada
H.A.R.
di
Medan
Tilaar ( 1992:15 ) juga mengungkapkan bahwa
untuk
menjamin
Konvensi
kekhasan
pendekatan
Nasional Pendidikan kedua
yang
ada,
perlu
memperhatikan
berikut: (1) sentralisasi dan
tiga
desentralisasi;
(2) otonomi daerah; dan (3) pendidikan yang terpadu dengan pembangunan daerah.
Pemerintah
dan
kini sedang berupaya
meningkatkan mutu sistem
untuk
memperbaiki
penyelenggaraan
pendidikan
nasional, sehingga menjadi suatu sistem yang lebih
serasi
dan menunjang kepada program-program pembangunan nasional.
Perbaikan dan peningkatan mutu penyelenggaraan
pendidikan
diarahkan pada pencapaian efektifitas, efisiensi,
produk-
tivitas, dan relevansi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam hal tersebut Oteng Sutisna ( 1988:4 ) mengernu
kakan bahwa tujuan pembaruan pendidikan itu ialah
tercip-
tanya suatu sistem pendidikan yang ,•
1) mampu
melayani
kebutuhan
masyarakat
berkembang akan pendidikan dalam arti
tif,
sedang kuantita-
serta menjamin lahirnya para lulusan
yang
secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat banyak (efektivitas dan produktivitas);
2) menyelenggarakan segi
pendidikan yang
dilihat
program kurikuler serta materi
dan
dari jenis
14
pengalaman belajar yang mengisinya, selaras dengan dunia pekerjaan yang akan dimasuki oleh
para lulusan (reievansi); 3) mendayagunakan
teknologi
tenaga,
yang
dana,
tersedia
fasilitas
dan
optimal
bagi
secara
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang
telah
ditetapkan (efisiensi).
Pembangunan pendidikan di Indonesia disamping memenuhi
program-program
pembangunan akan
tenaga
terdidik baik, harus pula mampu menghadapi tantangan
kekuatan-kekuatan adalah serta
baru yang sedang muncul.
pertumbuhan penduduk yang tergolong
cukup
masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini membawa
bagi
perluasan dan pemerataan
kerja
dari
Diantaranya
peningkatan dalam peningkatan aspirasi dan
berat
harus
tinggi harapan
implikasi
kesempatan
belajar
bagi seluruh penduduk. Pertumbuhan yang besar dalam jumlah
peserta didik, pendidik, dan fasilitas pendidikan cenderung
merespon
menambah
kelambanan
kebutuhan-kebutuhan
sistem
baru.
Hal
lainnya
pendidikan
dalam
tersebut
pada
gilirannya akan menuntut adanya usaha yang lebih besar dan berat.
Penelusuran
dari
SD ke
rencana
penyebab
SLTP
pelaksanaan
rendahnya
akan sangat wajib
angka
berarti
belajar
melanjutkan
bagi
pendidikan
tahun. Jika telah dapat diketahui penyebabnya,
pemantapan dasar
9
diharapkan
dapat dirumuskan kebijaksanaan yang paling "memungkinkan", baik ditinjau dari segi efektifitas, produktivitas,
rele-
vansi maupun efisiensi penyelenggaraan program tersebut.
Dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan pendi dikan
di Kabupaten Bogor atau hingga kecamatan-kecamatan
yang ada di bawahnya perlu lebih dimantapkan perencanaanya
sehingga menjamin tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pemantapan perencanaan tersebut dapat
dilakukan melalui
perencanaan mikro yang alatnya antara lain ialah
sekolah,
yaitu
rnenentukan
alokasi
dan
pemetaan
lokasi
sekolah
dengan tepat yang didasarkan atas masalah-masalah pendi dikan, kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, dan geografi
daerah setempat. Karena itu pemetaan sekolah hendaknya bersifat konseptual, karena di dalamnya telah memperhitungkan berbagai faktor dan menjangkau jauh ke depan secara menyeluruh.
B. Permasalahan.
1.
Identifikasi masalah.
Penelitian
ini
akan memfokuskan perhatian
pada
masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat melanjut kan dari SD/MI ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penelitian
ini
akan mencoba mengungkapkan berbagai misteri yang menjadi penyebab rendahnya angka melanjutkan tersebut, yang kajiannya
meliputi tiga aspek
utama, yaitu
sosial, ekonomi,
dan pendidikan. Diduga bahwa penyebab rendahnya angka melanjutkan tidak jauh berbeda dengan penyebab tingginya angka
dropout, keduanya merupakan indikator tidak
melan-
jutkannya seorang anak pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dari yang telah ia capai.
i6
Oleh karena itu penelitian ini juga berpedoman saran
yang
bahwa
jika negara-negara yang sedang berkembang
membuat
diajukan oleh Levy (1971).
Levy
pada
menyarankan
ingin
kebijakan yang efektif untuk mengurangi
tingkat
dropout dan meningkatkan efisiensi sistem sekolah
mereka,
maka mereka
harus memahami faktor sosial-ekonomik yang
dapat mempengaruhinya. Sebagaimana dikemukakan bahwa ; "Thus,
adopt
if the less developed countries
effective policies to reduce
are
dropout
to
rates
and thereby improve the efficiency of their school systems, they must understand the socioeconomic factors wich influence the dropout rate" (Levy • 1971
; 44).
Demikian
pendidikan out,
dan
pula
faktor
sosial
politik
dan
faktor
dapat juga mempengaruhi tingginya angka memungkinkan pula
menjadi
drop
penyebab rendahnya
angka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Beberapa isyu permasalahan sehubungan dengan masalah
rendahnya
angka
melanjutkan dari SD ke
SLTP
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, antara
atau
pada
lain dapat
diungkapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Rendahnya mengurangi
dapat
yang
kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini hasrat
orang tua dan semangat
melanjutkan pendidikannya ke jenjang
lebih
tinggi. Orang tua lebih
dapat
anak
untuk
pendidikan
merasa
tertolong
jika anaknya dapat membantu pekerjaannya, atau
bekerja
untuk menunjang pendapatan keluarganya (Santoso,
1969;
Edward
1979;
and
Bruner,
1970; Levy,
1971;
Beeby,
17
Toenlie,
1992);
b. Sebagai akibat kemampuan ekonomik masyarakat
yang
rendah, maka biaya pendidikan dinilai terlalu mahal dan
diluar jangkauan kemampuan masyarakat, sebagaian masyarakat
memandang
bahwa pendidikan
kebutuhan
yang mendesak.
Mereka
be 1urn
besar
menjadi
menganggap
bahwa
bersekolah hanya merupakan pemborosan semata;
c. Tumbuhnya
daerah-daerah
industri
di
pinggiran kota
telah banyak menyedot tenaga muda untuk bekerja upahan, persaratan
dasarkan
kerja
dan pemberian upah yang
tidak
ber-
tingkat pendidikan (ijazah), serta banyaknya
lulusan sekolah menengah yang
"menganggur",
banyak mengikis keyakinan masyarakat
telah
akan pentingnya
melanjutkan pendidikan,-
d. Nilai
ekonomik
seimbang
dengan
hasil biaya
pendidikan yang
masih
pendidikan yang
belum
dikeluarkan
(Engkoswara, 1991);
e. Daya tampung SLTP yang ada kurang memadai;
f. Faktor yang
geografis, dimana masih sangat
banyak
jauh dari lokasi sekolah,
daerah-daerah dengan
transportasi yang belum memadai atau belum ada '
sarana
(Beeby,
1979);
g. Angka melanjutkan ke mencapai
46,90
SLTP di
Kabupaten Bogor baru
%, sedikit di atas
angka
melanjutkan
yang dicapai Jawa Barat yaitu 45,20 %, sedangkan secara
IS
telah mencapai 65,87 %.
nasional
memberatkan
Hal ini tentu
akan
pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun
yang meliputi
enam tahun di Sekolah Dasar dan
tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
tiga
yang akan
dimulai pada awal pelita VI;
h. Terdapat
kecenderungan melemahnya semangat
siswa
dan
orang tua murid untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi
(di
kurangnya
atas
daya
SD), yang
tampung,
mungkin
jauhnya
disebabkan
lokasi
oleh
sekolah,
mahalnya biaya melanjutkan. serta pengaruh negatif dari pertumbuhan
2.
industri.
Rumusan Masalah.
Memperhatikan isyu permasalahan seperti telah
mukakan
di atas, rumusan masalah yang akan menjadi
pembahasan
dike-
fokus
dalam penelitian ini adalah : Faktor apa
saja
i^ang menyebabkan rendahnva angka melanjutkan dari SD/MI ke
SLTP
dan baqaimana impl ika_sinya bagi
pemantapan
rencana
pelaksanaan program wajib belajar SLTP dj_ Kabupaten Bogor? Secara lebih rinci masalah-masalah khusus dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut ini .-
a. Penelusuran awal lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992.
(1) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran
1991/1992
dan bagaimana gambaran penyebarannya ?
(2) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran yang
melanjutkan ke SLTP, jenis sekolah
1991/1992 apa yang
19
mereka masuki dan dimana lokasi sekolah yang mereka pilih itu ?
(3) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran
yang
1991/1992
tidak melanjutkan studinya ke SLTP, apa
menjadi alasan umum mereka tidak dapat
yang
melanjutkan
tersebut, di wilayah mana mereka umumnya berada dan selanjutnya akan kemana mereka itu ?
(4) Adakah
perbedaan
rungan
yang berarti
antar wilayah kecamatan
mengenai atau
kecende
antar
zone
pengembangan wilayah berkaitan dengan faktor-faktor yang terungkap melalui pertanyaan (1, 2, dan 3) atas
di
?
b. Indikator pendidikan yang menjadi kendala angka melan jutkan ke SLTP.
(1) Berapa tahun
besar
perbandingan
jumlah
lulusan
1991/1992 dengan daya tampung kelas
SD/MI I
SLTP
tahun ajaran 1992/1993 ?
(2) Berapa
besar jumlah SLTP yang dibutuhkan jika
bandingkan dengan jumlah SD/MI yang ada pada
disuatu
wilayah tertentu ?
(3) Bagaimana luas daerah jangkauan suatu SLTP
dari
segi besarnya sekolah, luas wilayah,
geografis, jarak jangkauan dan sarana umum
kondisi
transportasi
?
(4) Bagaimana
di
dilihat
SLTP,
gambaran umum biaya pendidikan
terutama berkaitan dengan
uang
lanjutan
pendaf-
20
taran, uang pangkal (yang harus dikeluarkan pada awal tahun), uang BP3, dan besarnya SPP, baik pada sekolah negeri maupun swasta ?
c. Penelusuran lanjutan mengenai penyebab lulusan SD/MI
tahun ajaran 1991/1992 tidak melanjutkan ke RjVTP^
(1) Bagaimana ungkapan lulusan SD/MI yang tidak melan
jutkan pendidikannya ke SLTP, yang
adakah
berarti, atau mereka menerima
penyesalan
sebagai
suatu
hal yang biasa, menurut mereka apa yang menyebabkan
mereka tidak dapat melanjutkan, bagaimana pandangan mereka tentang sekolah lanjutan itu, dan
bagaimana
harapan mereka sebenarnya ?
(2) Adakah perbedaan yang berarti mengenai hal-hal yang terungkap
melalui
pertanyaan
(1)
ditinjau
perbedaan
zone pengembangan wilayah dan
dari
ciri-ciri
wilayah tersebut ?
(3) Bagaimana ungkapan para orang tua murid yang anak nya
tidak melanjutkan studi ke SLTP.
Apa
alasan yang mereka ungkapkan, bagaimana mereka
tentang
sekolah
lanjutan,
alasan-
pandangan
apakah
mereka
telah memahami kebijakan pemerintah mengenai
belajar
pendidikan dasar 9 tahun,
dan
wajib
bagaimana
persepsi mereka mengenai pendidikan lanjutan
serta
pendidikan pada umumnya ?
(4) Berdasarkan hasil pertanyaan
(3),
yang dapat adakah
diungkap
perbedaan
yang
melalui berarti
mengenai makna ungkapan para orang tua yang anaknya
tidak melanjutkan studi ke SLTP ditinjau dari segi perbedaan
karakteristik wilayah,
dan
berdasarkan
perbedaan status solial mereka ?
(5) Bagaimana
pendapat
guru dan atau kepala
das.ar yang kebanyakan
lulusan
sekolah
sekolahnya
tidak
melanjutkan ke SLTP. Apakah karena faktor persaingan prestasi belajar yang tinggi atau karena lain
alasan
?
(6) Berdasarkan
hasil yang terungkap melalui
jawaban
pertanyaan (5), adakah perbedaan yang berarti
ditinjau
dari karakteristik sekolah
dan
bila
karakter
istik wilayah dimana sekolah tersebut berada ?
(7) Bagaimana dan
pendapat kepala
kandepdikbud
atau penilik SD sebagai tokoh
kecamatan
pendidikan
dan
tokoh masyarakat di suatu wilayah mengenai kendala-
kendala
yang
menyebabkan rendahnya
angka melan
jutkan ke SLTP ?
(8) Bagaimana
pendapat
lulusan
SD)
bekerja
di
mengenai
pabrik
kesejahteraan, merespon
peluangnya
masyarakat peluang
atau
industri lulusan
SD
perusahaannya,
kualitas unjuk kerja,
perintah,
(pemakai
kedisiplinan
untuk
mengenai
kemampuan
mereka,
serta
untuk menempati jenjang pekerjaan yang
sama dengan lulusan sekolah yang lebih tinggi ?
(9) Bagaimana pendapat para pejebat pengambil (keputus-
an/kebijakan) pada tingkat kabupaten dalam kaitannya dengan masalah wajib belajar pendidikan dasar serta
implikasinya
bagi pemantapan
rencana
pelaksanaan
wajib belajar pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ? d- Im&iikas_i dari qejala la)^ indikator (b) . dan penyebab i£± terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wajib bela jar SLTP di Kabupaten Bogor.
(1) Apakah diperlukan pembangunan unit gedung baru pada suatu wilayah tertentu, jenis satuan pendidikan apa yang perlu didirikan sesuai dengan rninat siswa
dan
harapan orang tua ?
(2) Apakah diperlukan tarnbahan ruang kelas baru, sesuai
dengan data yang ada dan minat siswa dan harapan orang tua terhadap sekolah tertentu di wilayahnya ?
(3) Pada suatu wilayah tertentu, apakah cocok digunakan pola SMP terbuka ?
(4) Pada
suatu wilayah tertentu, apakah
cocok
dibuka
atau disediakan pola Kejar Paket B ?
(5) Pada
suatu wilayah tertentu, apakah cocok menggu-
nakan pola pengembangan madrasah tsanawiyah ?
(6) Pada suatu wilayah tertentu, apakah dapat digunakan pola pengembangan pondok pesantren ?
(7) Adakah
pendekatan-pendekatan baru yang dapat
bantu, dalam upaya penuntasan wajib belajar
r
mempendi
dikan dasar, sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Bogor ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1.
Tujuan penelitian.
Penelitian
ini dilakukan dalam rangka
memenuhi
salah satu sarat bagi penyelesaian studi pada program Magister Pendidikan. Penelitian diarahkan untuk dapat menjawab pertanyaan utama mengenai faktor apa saja yang menyebabkan rendahnya angka melanjutkan dari SD ke SLTP
dan bagaimana implikasinya bagi pemantapan rencana pelaksanaan program wajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Penelitian ini ditujukan untuk mencoba mengaplikasikan teori administrasi pendidikan, khususnya untuk mengembangkan salah satu tahap dalam proses perencanaan
yaitu tahap "pre-planning",
pendidikan, mengungkapkan
angka
dengan
jalan
berbagai kemungkinan penyebab rendahnya
melanjutkan
lulusan SD ke SLTP.
Hal
tersebut
dapat dimanfaatkan untuk pemantapan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Secara khusus
penelitian ini ditujukan untuk .-
(1) mengadakan tahun
penelusuran awal tentang lulusan SD/MI
ajaran
1991/1992,
yakni
untuk
menjawab
pertanyaan berapa banyak mereka itu, berapa banyak mereka yang melanjutkan, kemana mereka melanjutkan,
dimana
dan berapa
melanjutkan,
itu,
banyak mereka
yang
tidak
kemana mereka yang tidak melanjutkan
serta apakah terdapat perbedaan yang berarti
mengenai
kecenderungan
antar wilayah
atau
antar
14
zone pengembangan wilayah berkaitan dengan
faktor-
faktor tersebut;
(2) menganalisis beberapa indikator pendidikan yang dapat
menjelaskan kedudukan angka
Si/TP,
antara
banyaknya
dengan
melanjutkan
lain berkaitan dengan perbandingan
jumlah
lulusan
SD/MI
tahun
daya tampung kelas I SLTP tahun
1991/1992
1992/1993,
perbandingan jumlah SD/MI dengan SLTP yang ada
yang
ideal
ke
bagi
suatu wilayah,
luas
dan
wilayah
jangkauan suatu SLTP, serta gambaran umum mengenai biaya pendidikan lanjutan di SLTP.-
(3) mengungkapkan berbagai
penyebab rendahnya angka
melanjutkan, khususnya penyebab lulusan SD/MI tahun
1991/1992
tidak melanjutkan ke SLTP. Hal
tersebut
akan diungkapkan berdasarkan persepsi lulusan yang tidak melanjutkan, orang tuanya, pendidik pada sekolah-sekolah yang angka melanjutkannya serta dari tokoh masyarakat yang menaruh
rendah, perhatian
besar pada masalah ini;
(4) menganalisis gejala rendahnya angka melanjutkan,
indikator pendidikan yang berkaitan dengan angka melanjutkan, tidak
dan berbagai penyebab mengapa mereka
dapat melanjutkan. Hasil
kemudian dimanfaatkan
untuk
analisis
tersebut
pemantapan
rencana
pelaksanaan program wajar SLTP di Kabupaten Bogor.
2. Manfaat penelitian.
Secara teoritik penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya pengembangan wawasan ilmu administrasi
pendidikan, khususnya dalam memanfaatkan
dan mengembangkan metodologi
perencanaan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Secara
praktis penelitian ini
diharapkan dapat
bermanfaat bagi akselerasi pembangunan pendidikan yang sesuai
dengan
pemantapan
kebutuhan daerah.
khususnya
bagi
rencana pelaksanaan program wajib
belajar
SLTP di Kabupaten Bogor, serta mempunyai nilai
terapan
bagi
perencanaan
pengembangan
pendidikan
di
daerah
lain.
Manfaat praktis ini antara lain berkaitan dengan
penyediaan kesempatan belajar yang seluas-1uasnya
bagi
lulusan SD/MI atau yang sederajat untuk dapat mening katkan
pendidikannya
ke SLTP.
Hasil
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
penelitian
ini
perencanaan .-
(1) pembangunan unit gedung baru,- (2) tambahan ruang kelas baru,- (3) penyelenggaraan pendidikan dengan pola SMP Terbuka,- (4) penyelenggaraan pendidikan dengan pola Kejar Paket B; (5) pola pengembangan Madrasah
yah;
Tsanawi-
(6) pola pengembangan pondok pesantren; atau
pengembangan pola kursus-kursus lainnya.
(7)
26
D. Kerangka Pemikiran.
Permasalahan
di
atas
akan dikembangkan
dan
dianalisis berdasarkan pola pikir seperti tampak pada gambar
l-l. Gambar 1-1
Kerangka Pemikiran
Pengumpulan dan Pengolahan Data (a)
i
:
i
r—
Gambaran angka melanjut
(b)
Indikator pendidikan yang
kan ke SLTP di Kabupaten
dapat menjadi kendala me lanjutkan ke SLTP di Kabu
Bogor Tahun 1992/1993
paten Bogor
(c)
D i a g n o s
i
s
Penyebab rendahnya angka melanjut kan ke SLTP di Kabupaten Bogor menurut persepsi anak,orang tua.pendidik & tokoh masyarakat/pendidik, (d)
Implikasi gejala (a),indikator (b) dan hasil diagnosis '(c) terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wa
jib belajar
SLTP
di Kabupaten
Bogor
Dalam
tahap awal penelitian ini akan
(a) penelusuran yang diharapkan melanjutkan ke 1992/1993; (b)
dilakukan
terhadap lulusan SD/MI tahun 1991/1992, dapat memberikan gambaran tentang angka SLTP di Kabupaten Bogor untuk tahun menghimpun dan mengolah data yang ber-
£f
kaitan dengan indikator pendidikan, yang dapat menjadi kendala melanjutkan pendidikan bagi lulusan SD/MI ke SLTP di
Kabupaten Bogor. Dengan memperhatikan kedua
faktor di atas akan dilakukan (c) penelusuran sis)
penyebab
lulusan SD/MI
tahun
melanjutkan ke SLTP, baik menurut orang
tua,
pendidik, maupun
(diagno
1991/1992 tidak
persepsi
lulusan,
tokoh masyarakat.
Pada
bagian akhir penelitian ini akan dilakukan (d)
anali-
sis berbagai implikasi dari gejala (a), indikator
(b),
dan penyebab (c) terhadap pemantapan rencana pelaksa naan wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Pengungkapan latar belakang penyebab rendahnya angka melanjutkan lulusan SD/MI ke SLTP akan sangat bermanfaat untuk menjelaskan apakah betul angka melan jutkan tersebut memang rendah. Jika betul, dimana saja hal itu menunjukkan angka yang paling menonjol, dan apa
latar belakang utamanya. Dengan demikian kita dapat mengambil langkah untuk memantapkan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP.
E. Sistematika Penulisan Laporan.
Laporan penelitian ini berisi lima bagian dan disusun dalam suatu sistimatika sebagai berikut:
Pendahuluan,
berisi
pembahasan mengenai
(A)
Latar
belakang masalah yang meliputi .- (1) Pendidikan dasar 9 tahun dan permasalahannya,- (2) Pendidikan dan Pemba ngunan,-
(3) Studi tentang- penelusuran rendahnya
angka
2ti
melanjutkan
dari
SD/MI ke SLTP; (4) .Perencanaan
dan
Manajemen Pendidikan. (B) Permasalahan, yang meliputi .(1) Identifikasi masalah.- dan (2) Rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. kerangka pemikiran dalam
penelitian
ini,
serta sistimatika
penulisan
laporan
penelitian yang dimuat dalam Bab I.
Tinjauan Pustaka, (A)
Konsep
tentang
dasar;
(C)
dalam pendidikan;
mempengaruhi
(E)
dasar perencanaan pendidikan,-
pendidikan
ekonomi
mengetengahkan pembahasan tentang
kelanjutan
(D)
Aspek-aspek
mengenai
pendidikan; annya
sosial-
pendidikan
dropout
dan
yang
pendidikan
anak;
suatu
gerakan wajib belajar SLTP; (F) Beberapa
empirik
Kajian
Faktor-faktor
Pendekatan perencanaan mikro sebagai
natif
(B)
alter-
temuan
discontinuing
(G) Intisari studi kepustakaan
dengan masalah penelitian ini,
dalam
dan
kait-
diuraikan
dalam
Bab II.
Prosedur penelitian, (1) berisi mengenai data yang diperlukan; (2) populasi dan sampel; (3) metode peneli tian yang digunakan,- (4) sumber
validitas
penelitian;
dan teknik pengumpulan data,- tahap
penelitian;
dan (6) pedoman pengolahan
(5)
pelaksanaan
atau
analisis
data, dimuat dalam Bab III.
Hasil Penelitian, berisi deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang meliputi (1) gambaran angka melanjutkan
29
ke SLTP di Kabupaten Bogor tahun 92/93; .(2)
gambaran
indikator pendidikan yang dapat mempengaruhi
angka
melanjutkan
hasil
ke
SLTP
di Kabupaten
Bogor;
(3)
diagnosis penyebab rendahnya angka melanjutkan persepsi
anak,
orang tuan dan
pendidik
menurut
serta
masyarakat. Data-data tersebut pada akhirnya
tokoh
dijadikan
dasar bagi pemantapan rencana pelaksanaan program wajib belajar
SLTP
di Kabupaten Bogor, yang
disajikan
dan
dibahas dalam Bab IV dan V.
Kesimpulan dan rekomendasi. yang disajikan pokok
permasalahan. kemudian
dengan
berdasarkan
direkomendasikan
permasalahan yang timbul dan
ditemukan
sesuai selama
penelitian berlangsung, disajikan pada Bab VI.
Kerangka
dirangkai berikut
dalam
ini.
penulisan laporan penelitian
sebuah bagan maka tampak
ini
gambar
jika
1-2
>u
Gambar 1-2
SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN (1)
PERMASALAHAN (2) TEORITIK
TINJAUAN EMPIRIK
(3)
PENELITIAN
(Pengumpulan & analisis data) (4)
HASIL PENELITIAN (5) JL
TEMUAN, PEMBAHASAN DAN
IMPLIKASI HASIL PENELITIAN (6)
KESIMPULAN DAN REKUMENDASI
3
PUSTAKA