TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh SUSI ERAWATI NIM : 1111104000016
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVRSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2015 Susi Erawati, NIM: 111110400016 Public Knowledge Level of Basic Life Support (BLS) in South Jakarta Administration City xxvi + 75 pages + 15 tables + 4 scheme + 5 attachments
ABSTRACT Basic Life Support (BLS) is crucial to save lives when cardiac arrest occurs. Incidence of Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) in the last three years in Asia-Pacific countries which Indonesia as a member that many as 60,000 cases. Survival is much more likely when OHCA’s victims receive Cardiopulmonary Resusciation (CPR) immediately from general public until medical team arrived. Therefore knowledge’s general public about basic life support is essential for research where knowledge is the domain in shaping one's actions. The aim is to describe level of knowledge of the general public in South Jakarta area on Basic Life Support (BLS). This study conducted on 246 respondents using a questionnaire designed by the American Heart Association, 2010. The results showed that knowledge level of public in South Jakarta about basic life support is good (52.8%). The level of knowledge is based on the characteristics of middle adulthood respondents (66.67%), female gender (56.83%), and primary school (81.48%) have a good knowledge. In general, respondents also have a good knowledge about the definition of BHD, danger theory, theories call for help, Only CPR techniques, and theories when to stop CPR. The public is expected to offset the knowledge possessed by improving skills in performing basic life support, one of them with periodical training, furthermore local Health Departement can facilitate this. Keywords: Science, Resuscitation
Society,
Basic
Reference: 65 (years 1998-2015)
iii
Life
Support,
Cardiac
Pulmonary
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015 Susi Erawati, NIM: 111110400016 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan xxvi + 75 halaman + 15 tabel + 4 skema + 5 lampiran ABSTRAK Bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung (cardiac arrest). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus. Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander (masyarakat awam) sembari menungu tim medis datang. Oleh karena itu pengetahuan pada masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar merupakan hal yang penting untuk diteliti dimana pengetahuan merupakan domain dalam membetuk tindakan seseorang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yang dilakukan pada 246 responden dengan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan American Heart Association 2010. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar baik (52,8%). Tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden didapatkan dewasa tengah (66,67%), jenis kelamin perempuan (56,83%), dan latar belakang pendidikan SD/sederajat (81,48 %) memiliki pengetahuan yang baik. Secara umum responden juga memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD, teori danger, teori call for help, teknik CPR Only, dan teori saat untuk menghentikan RJP. Masyarakat diharapkan dapat mengimbangi pengetahuan yang dimiliki dengan meningkatkan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar salah satunya dengan mengikuti pelatihan secara berkala, selain itu diharapkan Dinas Kesehatan setempat dapat memfasilitasi hal tersebut. Kata kunci : Pengetahuan, Masyarakat, Bantuan Hidup Dasar, Resusitasi Jantung Paru Referensi : 65 (tahun 1998-2015) iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: SUSI ERAWATI
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 25 Oktober 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jalan Kramat No.8 RT 001/02 Kel. Grogol Selatan Kec. Kebayoran Lama Kota Administrasi Jakarta Selatatan Kode pos 12220
HP
: 085853639034
E-mail
:
[email protected]
Fakultas/Jurusan
: Fakultas Kedokteran dan Imu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN 1. TK Budi Pangerti Grogol Selatan
1998-1999
2. Sekolah Dasar Negeri Grogol Selatan 04 Petang
1999-2005
3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 48 Jakarta
2005-2008
4. Sekolah Menengah Atas Negeri 29 Jakarta
2008-2011
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta2011-sekarang ORGANISASI 1. BEM PSIKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan”. Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai sarana belajar menjadi peneliti, serta merupakan aplikasi dari ilmu-ilmu yang telah dipelajari selama kuliah. Penulis telah berupaya menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi, sistematik, dan insya Allah mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari penyajian skripsi ini masih belum sempurna, hal tersebut didasari pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis yang belum luas dan perlu banyak belajar. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
ix
Dalam penyusunan skripsi banyak pihak yang telah memberikan motivasi dan bantuan sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. DR.H.Arif Sumantri,S.KM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Maulina Handayani.S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Ernawati,S.Kp,M.kep,Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jamaludin, S.Kp,M.Kep dan Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM selaku Dosen Pembimbing, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan waktu dan ilmunya dalam proses penyusunan proposal skripsi ini. 4. Ibu Maulina Handayani,S.Kp,M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan arahan selama proses perkuliahan. 5. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di Lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah membantu dalam pengadaan referensi sebagai bahan rujukan proposal skripsi. 7. Orang tua saya, Bpk. Parmin dan Ibu Sunarti yang telah menuntun saya hingga saat ini, kakak saya Sertu. Agus Setyawan yang senantiasa x
memberikan semangat dan bimbingannya kepada saya,dan sepupu saya Desy Tia Wahyuni yang senantiasa menemani dalam masa-masa sulit ketika penyusunan skripsi. 8. Teman-teman seperjuangan saya di PSIK 2011 dan terkhusus untuk Widiany Nurrahmah, Ratna Sari, Rifka Triasari, Tristi Agustin, Suci Rahma Wardani, Dina Setya Rahma Kelrey, Ita Samtasiyah, dan Lilis Zuhriyah
yang
telah
menghibur,
memberikan
inspirasi,
dan
memberikan semangat selama proses perkuliahan hingga saat ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Jakarta, Juli 2015
Susi Erawati
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i Lembar Pernyataan ........................................................................................... ii Abstract ............................................................................................................. iii Abstrak ............................................................................................................... ii Lembar Persetujuan .......................................................................................... v Lembar Pengesahan.......................................................................................... vi Pernyataan Pengesahan .................................................................................... vi Daftar Riwayat Hidup .................................................................................... viii Kata Pengantar ................................................................................................. ix Daftar Singkatan ............................................................................................ xvii Daftar Gambar ............................................................................................. xviii Daftar Tabel .................................................................................................. xviii Daftar Lampiran ............................................................................................. xix
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 7 D. Tujuan ....................................................................................................... 7 1.Tujuan Umum ..................................................................................... 7 2.Tujuan Khusus .................................................................................... 7 E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8 F.
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 9
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10 A. Pengetahuan ............................................................................................ 10 1.Definisi ............................................................................................. 10 2.Tingkat Pengetahuan ...…………………………………………….. 11 B. Masyarakat .............................................................................................. 13 1.Definisi Masyarakat .......................................................................... 13 2.Masyarakat sebagai first responder .................................................... 13 C. Bantuan Hidup Dasar .............................................................................. 14 1.Definisi Bantuan Hidup Dasar ........................................................... 14 2.Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar......................................... 15 3.Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010. ..................................................................... 16 4.Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010 ......................................................... 18 5.Saat Untuk Mengehentikan RJP Menurut Pro Emergency (2011) ...... 20 6.Komplikasi yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011) .. 21 7.Posisi Pemulihan ............................................................................... 21 8.Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007 ...................................................................................... 23 D. Penelitian Terkait .................................................................................... 25 E. Kerangka Teori ....................................................................................... 28
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 29 A. Kerangka Konsep .................................................................................... 29 B. Definisi Operasional ................................................................................ 30
xiii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 34 A. Desain Penelitian..................................................................................... 34 B. Lokasi dan Waktu Peneltian ................................................................... 34 C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 35 1.Populasi ............................................................................................ 35 2.Sampel .............................................................................................. 35 D. Instrumen Penelitian ................................................................................ 37 E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 38 1.Uji Validitas ...................................................................................... 38 2.Uji Reliabilitas .................................................................................. 41 F.
Langkah-langkah Pengumpulan Data ...................................................... 42
G. Etika Penelitian ....................................................................................... 44 H. Pengolahan Data ..................................................................................... 45 I.
Analisis Data ........................................................................................... 46
J.
Penyajian Data ........................................................................................ 47
BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................... 48 A. Karakteristik Responden ......................................................................... 48 1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan .................................. 48 2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan.................... 48 3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan ......... 49 4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar ............................ 50 B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) .. 50 C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) berdasarkan Karakteristik Responden ................................................. 51 xiv
1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Usia ..................................................................................................... 51 2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................................................... 52 3. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............................................................................ 53 D. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan tentang Teori BHD ............................ 53 1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD ........................... 54 2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger ..................................... 55 3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help ............................. 55 4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) .. 56 5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP .. 56
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 58 A. Gambaran Karakteristik Masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan ........................................................................................................... 58 1. Usia ................................................................................................. 58 2. Jenis Kelamin .................................................................................. 59 3. Tingkat Pendidikan.......................................................................... 60 4. Sumber Informasi yang Digunakan .................................................. 60 B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) .. 61 C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat ................... 63 1. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Usia.... 63 2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................................................... 64 3. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............................................................................. 65 D. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Tahapan-tahapan BHD ............ 66 xv
1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD ........................... 66 2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger ..................................... 67 3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help ............................. 68 4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) .. 69 5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP . 69 E. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 70
BAB VII PENUTUP ........................................................................................ 72 A. Kesimpulan ............................................................................................. 72 B. Saran ....................................................................................................... 74 1. Bagi Masyarakat .............................................................................. 74 2. Bagi Dinas Kesehatan Setempat ...................................................... 74 3. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A-B-C
: Airway-Breathing-Circulation
AED
: Automated External Defibrillator
AHA
: American Heart Association
BHD
: Bantuan Hidup Dasar
BIN
: Badan Inteligen Negara
BLS
: Basic Life Support
C-A-B
: Circulation-Airway-Breathing
CPR
: Cardiopulmonary Resuscitation
KUHP
: Kitab Undang-undang Hukum Pidana
OHCA
: Out-of-hospital Cardiac Arrest
PMR
:Palang Merah Remaja
RJP
: Resusitasi Jantung Paru
ROSC
: Return of Spontaneous Circulation
SCA
: Sudden Cardiac Arresst
Satpol PP
: Satuan Polisi Pamong Praja
SAR
: Search and Rescue
UIN
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
UK
: United Kingdom
UU
: Undang-undang
WHO
: World Health Organization
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Algoritma bantuan hidup dasar dewasa untuk umum Gambar 2.2: Recovery Position Gambar 2.3: Kerangka Teori Gambar 3.1: Kerangka Konsep
19 22 28 29
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
30
Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen BHD
37
Tabel 4.2 Interpretasi koefisioen reliabilitas 0-1
42
Tabel 5.1 Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan
48
Tabel 5.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan
48
Tabel 5.3 Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan
49
Tabel 5.4 Sumber Informasi tentang BHD
50
Tabel 5.5 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD
50
Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia
51
Tabel 5.7 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin
52
Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD
53 54
Tabel 5.10 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger
55
Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help
55
Tabel 5.12 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) 56 Tabel 5.13 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP 56
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Izin Studi Pendahuluan Lampiran 2. Izin Pengambilan Data dan Penelitian Lampiran 3. Uji validitas isi (Content Validity) Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Lampiran 5. Hasil Olah SPSS
xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung merupakan pembunuh terbesar nomer satu di dunia (WHO,2012). Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung (RISKESDAS,2013). Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7.4 juta pada tahun 2012 (WHO, 2015). Penyakit jantung koroner (PJK) atau disebut penyakit arteri koroner dapat menyebabkan masalah listrik yang menyebabkan SCA (Sudden Cardiac Arrest) (National Heart Lung and Blood Institute,2011). Sebagian besar kasus cardiac arrest terjadi pada orang yang memiliki penyakit arteri koroner (Mayo Clinic,2012). Penyakit arteri koroner adalah penyebab paling umum dari SCA pada orang berusia lebih dari 35 tahun (Uscher,2014). Prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner di DKI Jakarta sebesar 0,7 persen pada umur ≥ 15 tahun dimana Jakarta Selatan sebesar 0,6 persen berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter dan sebesar 2,0 persen (tertinggi pertama di DKI Jakarta) berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala (RISKESDAS DKI Jakarta, 2013). Artinya resiko terjadinya cardiac arrest karena penyakit jantung koroner cukup tinggi khususnya di wilayah Jakarta Selatan.
1
2
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung. Cardiac arrest terjadi ketika malfungsi sistem listrik jantung. Pada cardiac arrest kematian terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar. Hal ini mungkin disebabkan oleh tidak normal, atau tidak teratur,
irama
jantung (disebut
aritmia)
(American Heart
Association,2014). Setiap tahun, layanan gawat darurat medis mengkaji adanya lebih dari 420.000 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di Amerika Serikat (American Heart Association,2014). Pada tahun 2013 Layanan Medis Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of-hospital cardiac arrest (OHCA) (British Heart Foundation,2015). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus (Hock,2014). Sedangkan insiden cardiac arrest di Indonesia belum didapatkan data yang jelas. Sekitar 80% dari OHCA terjadi di rumah dan 20% di tempat umum. Hanya sekitar 20% berada dalam 'irama shockable' (yaitu dapat diobati dengan defibrilasi) pada saat EMS tiba. Ada banyak kasus OHCA yang terjadi namun EMS tidak mencoba resusitasi karena pada saat kedatangan, mereka menilai korban berada di luar resusitasi. Hal ini karena korban telah meninggal selama beberapa jam, atau telah mengalami trauma yang parah yang tidak kompatibel dengan kehidupan, atau karena
3
kesempatan untuk memulai resusitasi tidak diambil lebih cepat sementara EMS sedang dalam perjalanan. Jika bystander (pengamat atau masyarakat awam) memiliki kepercayaan diri dan keterampilan untuk memanggil 999 (Emergency Call di Inggris) lebih cepat, memberikan resusitasi kardiopulmoner yang efektif (CPR) sampai EMS tiba, dan saat yang tepat menggunakan defibrilator akses publik, jumlah kasus di mana EMS bisa mencoba resusitasi akan meningkat. (NHS England,2015) Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander . Oleh karena itu menghubungi Emergency Call dan CPR yang diberikan segera oleh bystander dapat meningkatkan jumlah orang yang diberi kesempatan bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan beberapa data yakni: angka korban OHCA yang selamat oleh bystander sebesar 31,7 persen (Sudden Cardiac Arrest Foundation,2015). Sedangkan menurut American Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban OHCA .terselamatkan setelah dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh bystander (American Heart Association,2015). Frame menyatakan bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus diberikan pada korban-korban yang mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD (Frame, 2010). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan
4
pengetahuan tetap berjalan. (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2011). Sering kali, bystander mungkin enggan untuk menawarkan bantuan terutama CPR, karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang "salah", mereka kemudian akan dituntut atau digugat untuk luka (meskipun tidak disengaja) atau kematian. Penundaan yang dihasilkan dalam perawatan darurat dapat menjadi faktor penentu dalam kelangsungan hidup korban, dan di sebagian besar negara, penundaan ini benar-benar tidak beralasan. “Good Samaritan Law” akan dikenakan pada seseorang yang memberikan bantuan (seperti pertolongan pertama, CPR, atau penggunaan AED) dalam keadaan darurat kepada orang yang terluka dalam kapasitas sukarela, tanpa mengharapkan kompensasi moneter, dan bukan dari penyelamat profesional atau profesional medis. Sebagian besar negara memiliki versi hukum di tempat, dengan beberapa variasi dalam rincian (CPR Seattle,2015). Hukum di Indonesia terkait kewenangan memberikan resusitasi jantung paru atau bantuan hidup dasar oleh masayarakat awam belum tersusun dengan baik, namun dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia ada beberapa pasal yang mencakup aspek tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar hukum dalam melakukan resusitasi jantung paru yakni Pasal 531 KUH Pidana menyatakan: "Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan
5
mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4.500,- (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memberikan bantuan hidup dasar sudah pernah diteliti oleh Nurchayati dkk, 2006. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan ipteks dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat masyarakat nelayan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian tersebut terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat setelah dilakukan penerapan ipteks. Terdapat 24 nelayan (41,37%) yang sudah menyebarkan ilmu yang didapat dalam pendidikan kesehatan kepada keluarganya dan 13 kapal nelayan yang melaut (17,33%) minimal ada satu orang awak yang mengetahui tentang pemberian bantuan hidup dasar (Nurchayati, Pranowo, & Jumaini, 2006). Pengetahuan tentang CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) diantara masyarakat umum di negara Barat masih lemah (Rasmus A, 2000 dalam Cheung, Dr BMY,2003). Penelitian lain dilakukan oleh Rajapakse dkk, 2010 tentang pengetahuan CPR di masyarakat Republik Slovenia, hasilnya pengetahuan keterampilan resusitasi umumnya lemah, hanya 1,2% mengetahui jumlah kompresi, 2,2% mengetahui perbandingan kompresi dan ventilasi yang benar pada dewasa, dan hanya tiga dari 500 subjek (0,6%) mengetahui keduanya (jumlah kompresi-ventilasi).
6
Sedangkan di Indonesia sendiri peneliti belum menemukan penelitian terkait gambaran pengetahuan masyarakat umum tentang bantuan hidup dasar, namun sudah ada penelitian tentang hubungan karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar di Direktorat lalu Lintas Polda Sulawesi Utara yang dilakukan oleh Lumangkun. Kumaat, & Rompas (2014). Hasil penelitian tersebut tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa kerja polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD. Jadi dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD (Lumangkun, Kumaat, & Rompas, 2014) B. Rumusan Masalah Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner penyebab paling umum
terjadinya
cardiac
arrest
khususnya
di
Jakarta
Selatan
(RISKESDAS DKI Jakarta, 2013) maka pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk melakukan bantuan hidup dasar dirasa perlu dikaji, terlebih masyarakat adalah orang yang terpapar pertama kali dengan kejadian cardiac arrest. Berdasarkan hal ini, penulis ingin mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar, atau apakah mereka pernah terpapar pengetahuan tentang bantuan hidup dasar. Inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian terkait gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar.
7
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar? 2. Bagaimana gambaran karakteristik responden? 3. Apakah masyarakat pernah mendapatkan informasi terkait bantuan hidup dasar? Jika Ya, darimana sumber informasi tersebut? D. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD). 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah diketahuinya: Karakteristik responden meliputi: usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir. a. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang konsep bantuan hidup dasar. b. Tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan karakteristik responden. c. Sumber informasi yang didapatkan responden tentang bantuan hidup dasar.
8
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat di wilayah Jakarta Selatan Membantu mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar dan sebagai kajian bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar. 2. Bagi Peneliti Melatih peneliti untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan sebagai bentuk implementasi dari ilmu-ilmu yang sudah dipelajari peneliti selama kuliah di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya ilmu kegawat daruratan. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan Menjadi dasar bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan bagian penting pada kurikulum pendidikan,
diharapkan
mahasiswa
keperawatan
mampu
melakukan hal tersebut dan menyebarkan pengetahuan yang mereka miliki tentang bantuan hidup dasar kepada masyarakat lain disekitarnya. 4. Bagi Profesi Keperawatan Dengan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar maka salah satu peran perawat yakni sebagai educator (pendidik) dapat mengidentifikasi metode
9
pendidikan kesehatan seperti apa yang sesuai dengan masyarakat ketika akan melakukan pelatihan kepada masyarakat. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang dibuat berdasarkan teori tentang resusitasi jantung paru berdasarkan American Heart Association 2010.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Definisi Menurut Bloom (1908) dalam Efendi (2009), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif domain merupakan hal yang sangat penting dalam membetuk tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1977) dalam Sunaryo (2004) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim AIETA), yaitu: a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus. c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.
10
11
e) Adoption,
individu
telah
berperilaku
baru
sesuai
dengan
pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu dasar terbentuknya perilaku pada seseorang, sehingga ketika perawat menjalankan salah satu perannya sebagai educator dalam pendidikan kesehatan maka hal yang perlu dilakukan yakni memberikan pengetahuan atau informasi terkait tujuan dari pendidikan kesehatan itu sendiri. 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Rogers (1974) dalam Efendi (2009) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut: a) Tahu (know). Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya. b) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
12
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e) Sintesis
(synthetic).
Sintesis
menunjuk
kepada
suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Contohnya, dapat menyusun, merencanakan, ,meringkaskan,
13
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f) Evaluasi
(evaluation).
Evaluasi
ini
berkaitan
dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. B. Masyarakat 1. Definisi Masyarakat Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, saling berinteraksi (Koentjaraningrat, (1990) dalam Effendy, Nasrul (1998) .masyarakat merupakan kesatuan-kesatuan hidup manusia yang dalam bahasa Inggrisnya dipakai istilah society, yang berarti kawan. Ciri-ciri
suatu
masyarakat
seperti
yang
dikemukakan
oleh
Koentjaraningrat (1990) adalah sebagai berikut: a) Interaksi antar warga-warganya b) Adat istiadat, norma-norma, hukum-hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga kota atau desa. c) Suatu komunitas dalam waktu d) Suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua warga 2. Masyarakat sebagai first responder Orang awam menurut perannya dalam masyarakat dibedakan menjadi dua (Pro Emergency, 2011) :
14
a) Orang awam biasa Orang awam biasa atau masyarakat umum biasanya adalah orang yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian. Apabila kejadian terjadi di jalan raya maka yang pertama kali menemukan korban adalah pengendara kendaraan, pejalan kaki, anak sekolah, pedagang disekitar lokasi dan lain-lain. Apabila kejadian di lokasi pabrik maka yang menemukan penderita adalah karyawan yang bekerja ditempat tersebut. Secara spontan sebagian dari mereka akan melakukan pertolongan terhadap korban sesuai dengan pengetahuannya. b) Orang awam khusus Orang awam khusus maksudnya adalah orang yang bekerja pada pelayanan masyarakat atau mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat yaitu Polisi, pemadam kebakaran,, Satpol PP, Satuan Pengamanan (SATPAM), Tim SAR dan tentara. Sesuai dengan tanggungjawabnya kepada masyarakat orang awam khususnya seharusnya dilatih khusus untuk melakukan pertolongan kepada penderita gawat darurat dilokasi kejadian. C. Bantuan Hidup Dasar 1. Definisi Bantuan Hidup Dasar Basic Life Support (BLS) atau bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung.
15
Aspek dasar dari BLS meliputi pengenalan langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan aktivasi sistem tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari BLS (Berg et al, 2010). Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin, 2009). Tujuan pemberian bantuan hidup dasar menurut Pro Emergency (2011) adala berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan. 2. Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar Setiap orang bisa menjadi penyelamat untuk korban cardiac arrest. Keterampilan CPR dan penerapannya tergantung pada pelatihan, pengalaman, dan keyakinan yang dimiliki penyelamat. Penekanan dada merupakan dasar dari CPR . Semua penyelamat meskipun belum pernah mengikuti pelatihan harus memberikan
16
kompresi dada untuk semua korban serangan jantung. Karena pentingnya, penekanan dada menjadi tindakan CPR awal untuk semua korban tanpa memandang usia. Tim penyelamat yang mampu harus menambahkan ventilasi untuk kompresi dada (Travers et al ,2010). Selama bertahun-tahun, CPR telah berkembang dari teknik yang dilakukan hampir secara eksklusif oleh dokter dan profesional kesehatan. Hari ini keterampilan menyelamatkan nyawa cukup mudah dilakukan bagi siapa saja yang ingin belajar. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa faktor yang menghalangi masyarakat untuk melakukan tindakan, yakni rasa takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan saat CPR, takut tanggung jawab hukum, dan takut infeksi dari melakukan mulut ke mulut. Keefektifan CPR yang diberikan segera setelah cardiac arrest memiliki dua atau tiga kesempatan korban dapat bertahan hidup, tetapi hanya 32 persen dari korban cardiac arrest mendapatkan CPR dari penyelamat. Sayangnya, kurang dari delapan persen orang yang menderita cardiac arrest di luar rumah sakit dapat bertahan hidup (American Heart Association,2011). 3. Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010. Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari “A-B-C” menjadi “C-A-B”, sehingga memungkinkan setiap
17
penolong memulai kompresi dada sesegera mungkin. Pada menitmenit awal korban mengalami henti jantung, dalam darah pasien masih
terkandung
residu
oksigen
dalam
bentuk
ikatan
oksihemoglobin yang dapat diedarkan dengan bantuan sirkulasi buatan melalui kompresi dada. Dengan perubahan urutan ke CAB, kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena ventilasi menjadi minimal. Pedoman baru ini berisi beberapa rekomendasi yang didasarkan pada pembuktian ilmiah, yaitu: a) Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiac arrest) didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal. b) Perubahan pada RJP berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi kecuali bayi baru lahir. c) “Look, Listen, and Feel” telah dihilangkan dari algoritme BHD. d) Kecepatan kompresi dada 100 x/menit. e) Kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm) f) Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation (ROSC). Algoritma basic life support (BLS) bagi dewasa menurut Berg et al (2010) secara umum adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk semua tingkat penyelamat di semua tempat. Menekankan komponen kunci yang dapat dan harus penyelamat lakukan. Ketika menemui korban serangan jantung mendadak dewasa, penyelamat tunggal pertama harus menyadari bahwa
18
korban telah mengalami serangan jantung, berdasarkan
tidak
adanya respon dan kurangnya pernapasan normal. Setelah pengenalan, penyelamat harus segera mengaktifkan sistem
tanggap
darurat
(misal:118),
mendapatkan
AED
/
defibrillator jika tersedia, dan mulai CPR dengan penekanan dada. Jika AED tidak ada, penyelamat langsung ke CPR. Jika penyelamat lainnya hadir, penyelamat pertama harus mengarahkan mereka untuk mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan AED / defibrilator; penyelamat pertama harus mulai CPR segera. Ketika AED / defibrillator tiba, pasang bantalan jika mungkin, tanpa mengganggu penekanan dada dan menghidupkan AED. AED akan menganalisis ritme dan langsung memberikan upaya defibrilasi) atau melanjutkan CPR.
kejutan (yaitu,
Jika AED
atau
defibrilator tidak tersedia, melanjutkan CPR tanpa henti sampai penyelamat berpengalaman mengambil alih. 4. Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010 a) Pastikan korban, orang disekitar, dan Anda aman. b) Cek respon korban: 1. Jika tidak ada respon 2. Tidak bernapas 3. Napas tidak normal (megap-megap)
19
c) Minta seseorang untuk memanggil ambulan (misal: 118) dan membawa AED jika tersedia. Jika Anda sendirian, gunakan telepon genggam Anda untuk memanggil ambulan. d) Jika Anda belum terlatih atau tidak mampu memberikan bantuan ventilasi, hanya berikan kompresi dada minimal 100 kali per menit (30 kali kompresi). e) Lanjutkan pemberian RJP sampai: 1. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih, 2. Korban mulai menunjukkan kesadaran kembali, misalnya batuk, membuka mata, berbicara, atau bergerak dan mulai bernapas normal, atau 3. Anda sudah lelah. Urutan pemberian bantuan hidup dasar bagi masyarakat umum: Gambar 2.1: Algoritma bantuan
hidup
dasar
dewasa untuk umum. Sumber : American Heart Association, 2010.
20
5. Saat Untuk Menghentikan RJP menurut Pro Emergency (2011) Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk mengentikan RJP antara lain: a) Penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kejadian. b) Penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup jantung lanjutan minimal 20 menit c) Adanya tanda-tanda kematian pasti. Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa penderita sudah mati biologis yakni: a. Kebiruan (livor mortis) Tanda merah tua sampai kebiruan pada bagian tubuh yang terbawa (kalau penderita dalam keadaan terlentang, pada pingang bagian terbawah). b. Kekakuan (rigor mortis) Anggota tubuh dan batang tubuh kaku, mulai empat jam, menghilang setelah 10 jam. c. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk d. Cedera yang tidak memungkinkan penderita hidup seperti terputusnya kepala, dll.
21
6. Komplikasi Yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011) Walaupun dilakukan dengan benar, RJP dapat menyebabkan komplikasi: a) Patahnya tulang iga terutama pada orang tua. b) Pneumotoraks (udara dalam ronga dada, tetapi di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru) c) Hemotoraks (darah dalam rongga dada, namun di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan pada paru-paru). d) Luka dan memar pada paru-paru e) Luka pada hati dan limpa f) Distensi abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang salah. 7. Posisi Pemulihan (Recovery Position) Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna untuk semua korban. Posisi harus stabil, setengah lateral dengan kepala dependen dan tidak ada tekanan yang menghalangi pada dada. Untuk menempatkan seseorang dalam posisi pemulihan: a) Berlutut di lantai di salah satu sisi korban b) Tempatkan lengan terdekat dari Anda ke kanan tubuh korban diluruskan ke arah kepala
22
c) Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala mereka, sehingga punggung tangan mereka menyentuh pipi mereka d) Menekuk lutut terjauh dari Anda ke sudut kanan e) Memiringkan korban ke arah penolong dengan hati-hati dengan menarik lutut yang ditekuk f) Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan menahan agar korban tidak bergulir terlalu jauh g) Membuka jalan napas korban dengan memiringkan kepala dan membuka dagu dengan perlahan h) Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan napas korban i) Tetap bersama korban sembari memonitor pernapasan dan denyut nadi terus menerus sampai bantuan tiba j) Jika memungkinkan ubah ke posisi miring yang lain setelah 30 menit
Gambar 2.2: Recovery Position Sumber : American Heart Association, 2010.
23
8. Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007 Urutan
Layanan
Darurat
terdiri
dari
tindakan
menyelamatkan nyawa yang diikuti dengan urutan tertentu: peringatan kecelakaan, pertolongan pertama, transportasi dan membawa ke perawatan medis terdekat. Tindakan harus dilakukan dalam hitungan menit setelah kecelakaan karena berpacu dengan waktu. Hal ini membutuhkan sumber daya. Jika salah satu bagian yang hilang, urutan akan rusak dan bantuan darurat tidak akan diberikan dengan benar. Meskipun dedikasi staff emergency medis besar pada negar-negara di dunia, pelayanan kegawatdaruratan tidak bekerja dengan baik, misalnya kesalahan sistem. Nomor telepon gawatdarurat yang spesifik harus ada, dimana masyarakat memiiki pengetahuan dan kebebasan menghubungi langsung dengan pelayanan gawat darurat. Semakin mudah dan cepat akses telepon harus disediakan. Kedua, terlalu sedikit orang yang memiliki pengetahuan tentang pertolongan pertama yang tepat. Di jalan-jalan di seluruh dunia, kemungkinan orang yang mampu mengambil tindakan protektif segera dan memberikan bantuan hidup dasar di lokasi kecelakaan sangat rendah. Ada kekurangan penyediaan transportasi ambulans darurat, dengan atau tanpa fasilitas medis. Entah
24
ambulans tidak tiba sama sekali atau mereka tiba di lokasi kecelakaan
terlambat.
Akibatnya,
korban
kecelakaan
jalan
umumnya diangkut ke rumah sakit menggunakan cara lain dan sering dalam kondisi yang sangat buruk. Ketiga, rumah sakit tidak dilengkapi peralatan penunjang dan korban kecelakaan jalan sering tidak diterima untuk mendapatkan perawatan. Bahkan di mana perawatan yang tepat tersedia, banyak korban kecelakaan mungkin tidak dapat memiliki akses ke sana untuk alasan keuangan kecuali teman-teman atau keluarga dapat membayar di muka untuk pelayanan medis. Situasi ini berlaku untuk kedua layanan medis di rumah sakit dan ambulans. Akses ke perawatan kesehatan dasar bagi masyarakat umum tergantung pada keberadaan sistem asuransi sosial. Sistem ini tidak ada di banyak negara. Korban kecelakaan jalan yang tidak sadar, yang mungkin melayang-layang antara hidup dan mati karena kecelakaan yang terjadi sekian mil jauhnya dari rumah mereka, berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena mereka mungkin tidak dapat membuktikan bahwa mereka dapat membayar pelayanan medis. Dengan demikian, pada dasarnya meningkatkan layanan pertolongan darurat dan sistem medis merupakan
komponen
penting
untuk
mencegah
kematian
25
kecelakaan jalan dan cacat jangka panjang di sebagian besar negara di seluruh dunia. Idealnya di dunia, semua orang mengenal teknik dasar pertolongan pertama dan mengikuti pelatihan yang berkala untuk memastikan bahwa pengetahuan ini tetap berjalan. Ini adalah kebijakan yang dipromosikan oleh Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang menawarkan pelatihan pertolongan pertama kepada masyarakat di seluruh dunia. D. Penelitian Terkait Penelitian dilakukan oleh Lontoh, Killing, & Wongkar (2013) dengan judul “Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili”. Tujuan mengetahui pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili. Metode penelitian yang digunakan desain penelitian One-Group Pre testpost test Design untuk membandingkan pengetahuan RJP sebelum dan sesudah pelatihan. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 72 orang yang terdiri dari 37 orang anggota pramuka dan 35anggota PMR (Palang Merah Remaja). Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS dan uji hipotesis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil. hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test pada responden yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dimana nilai p-value =0,000 (á<0.05). Kesimpulan. Secara statistik ada pengaruh yang signifikan pelatihan teori
26
bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswasiswi SMA Negeri 1 Toili. Tidak hanya di Indonesia, penelitian tentang bantuan hidup dasar juga pernah dilakukan oleh Pergola & Araujo (2009) di jalan raya pedesaan negara bagian Sao Paulo yang berjudul “Laypeople and basic life support”, pelatihan masayarakat awam untuk memberikan pertolongan pertama dalam situasi kegawatan dan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari gejala sisa. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi pengetahuan masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar (BHD). Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan bahasa non-teknis. sampel terdiri dari 385 subyek. sebagian besar (57,1%) adalah perempuan dengan lulusan tingkat pendidikan menengah dan tidak lulus pendidikan tinggi (53,7%). Hasilnya hanya 9,9% mengetahui ventilasi mulut ke mulut; 84,2% mengetahui teknik kompresi dada, dan 79,9% di antaranya mengetahui tujuannya. Hanya 14,5% mengetahui bagaimana posisi korban untuk melakukan kompresi dada; 82,4% melaporkan frekuensi kompresi dada di bawah per menit. Tidak memiliki informasi yang memadai dan lembaga pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) berdampak pada kesalahan dalam
memberikan
pertolongan
pertama
kepada
korban,
dan
membahayakan resusitasi. Adapula penelitian yang telah dilakukan oleh
Rajapakse, Noc, &
Kersnik (2010) yang berjudul “Public knowledge of cardiopulmonary resuscitation in Republic of Slovenia” hasilnya dari 500 responden yang
27
diwawancarai, hampir 70% dari subyek telah menghadiri kursus CPR, tetapi hampir 80% dari mereka melakukannya lebih dari 10 tahun yang lalu. Kurang dari setengah dari subyek telah mengikuti pelatihan CPR meliputi penyelamatan pernapasan (47%) pelatihan CPR mengetahui keduannya (p <0,001). Pengetahuan tentang keterampilan resusitasi pada umumnya rendah. Hanya tiga dari 500 responden mengetahui rasio kompresi-ventilasi dengan benar (0,6%). Lokasi dan kekuatan yang benar untuk kompresi dada dinyatakan masing-masing 37,6% dan 13,0%, hal tersbut lebih sering pada kelompok yang mengikuti pelatihan CPR.
28
E. Kerangka Teori
Pengetahuan tentang BHD: 1. Definisi bantuan hidup
Tingkat Pengetahuan:
dasar
1. Baik
2. Langkah
hidup
bantuan
dasar
2. Cukup
untuk
3. Kurang
masyarakat awam. 3. Posisi Pemulihan
Gambar 2.3. Kerangka Teori
Keterangan:
= Variabel yang diteliti
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINSI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang terdiri dari varibel orang yakni masyarakat tentang tingkat pengetahuan mereka terhadap bantuan hidup dasar.
Tingkat Pengetahuan BHD Masyarakat dengan Karakteristik
Usia
Jenis kelamin,
Pendidikan terakhir Gambar 3.1: Kerangka Konsep
Keteranga = Variabel yang diteliti
29
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil ukur
Skala
1
Tingkat
Pemahaman pengguna
Kuesioner
Responden
1. Baik= Jika persentase
Ordinal
Pengetahuan
jalan tentang usaha
menjawab
jawaban benar 76%-
tentang BHD
untuk mengembalikan
kuesioner dengan
100% dari seluruh
keadaan henti napas
memilih salah
pertanyaan.
dan atau henti jantung
satu dari pilihan
2. Cukup= Jika persentase
pada korban kecelakaan
jawaban “benar”
jawaban benar 56%-
lalu lintas, meliputi:
atau “salah”.
75% dari seluruh
30
31
1. Pengenalan arrest
Kuesioner terdiri
2. Meminta bantuan
dari 14
pertanyaan. 3. Kurang= Jika persentase
untuk
pernyataan.
jawaban benar < 56%
menghubungi
Pemberian skor
dari seluruh pertanyaan.
ambulans gawat
menggunakan
darurat 118.
skala Guttman:
3. Melakukan RJP
(Nursalam, 2008)
Benar = 1
hanya kompresi Salah = 0
saja 2.
Usia
Lamanya seseorang
hidup Kuesioner dihitung
Responden
Usia dikategorikan menjadi:
menjawab dengan
mulai dari lahir sampai
menuliskan
usia
ulang tahun terakhir.
pada
kuesioner
jenis
A
(data
1. Dewasa awal (18-40 tahun) 2. Dewasa tengah (4165 tahun.
Ordinal
3. Dewasa akhir (>66
demografi).
tahun) (Durkin.Kevin,t.th) 3.
Jenis kelamin
Perbedaan biologis dan Kuesioner
Responden
1. laki-laki
fisiologis
menjawab dengan
2. Perempuan
yang
membedakan responden
memilih
antara
satu jenis kelamin
laki-laki
dan
pada
perempuan
Nominal
salah
kuesioner
jenis A 4.
Pendidikan
Jenjang sekolah yang Kuesioner
Responden
terakhir
dicapai
menjawab dengan 2. Sekolah
saat
kuesioner.
mengisi
memilih satu
1. Tidak Sekolah
salah
Ordinal Dasar
(SD)/sederajat
jenjang 3. Sekolah Menengah Atas
33
pendidikan
pada
kuesioner jenis A
(SMP)/sederajat 4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat 5. Perguruan Tinggi
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan atau memaparkan variabelvariabel yang diteliti tanpa menganalisa hubungan antar variabel. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif agar pembaca dapat memahami data tersebut dengan mudah (Dharma, 2011) B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 13-30 Mei 2015 pada masyarakat yang tinggal Jakarta Selatan. Alasan peneliti memilih wilayah Jakarta Selatan sebagai lokasi karena tingginya proporsi penyakit jantung koroner di Jakarta Selatan sebesar 2,0% berdasarkan diagnosis dokter dan gejala dibandingkan lima wilayah DKI Jakarta lainnya, dimana penyakit jantung koroner merupakan penyebab paling umum terjadinya cardiac arrest dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan.
34
35
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Wilayah Jakarta Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) jumlah penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun berkisar 1.479.003 jiwa. 2. Sampel Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik pertimbangan atau
purposive sampling. Dikatakan pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan bila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan orang-orang yang telah berpengalaman (Budiarto, 2003). Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Wilayah Jakarta Selatan memenuhi kriteria inklusi: a) Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan kategori dewasa (>18 tahun). b) Minimal pernah mendengar tentang bantuan hidup dasar atau resusitasi jantung paru. c) Masyarakat yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
36
Perhitungan besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus berdasarkan proporsi yang dikemukakan oleh Issac & Michael yakni sebagai berikut (Arikunto,2013):
χ2NP (1-P) Rumus: S= d2 (N-1)+χ2P(1-P)
Keterangan: S
= Ukuran sampel
N
= Ukuran populasi
P
= Proporsi dalam populasi
d
= Ketelitian (error)
χ2
= harga table chi-kuadrat untuk ∞ (infinit) tertentu
Jika ditetapkan χ sebesar 1,96, d sebesar 0,05, P sebesar 2,0% dan N = 1.479.003 (jumlah penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun), maka besarnya sampel yang dihasilkan adalah:
1,962 X 1.479.003 X 0,2 (1-0,2) S=
0,05 2 X (1.479.003-1) +1,962 X 0,2(1-0,2)
37 909.078,068
S=
3.698,119656
S = 245,82 dibulatkan menjadi 246 responden. D. Instrumen Penelitian Peneliti menggunakan kuesioner yang dikembangkan berdasarkan teori tentang resusitasi jantung paru pada masyarakat awam (lay person) menurut American Heart Association 2010. Kuesioner terdiri dari bagian A berupa data demografi item 1-3 dan pada item pengkajian sumber informasi responden tentang BHD pada item 4. Kemudian kuesioner bagian B berupa pernyataan tentang teori BHD (item 1-14) Cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan skala Guttman untuk variabel bebas pada item 1-14. Adapun semua pernyatan merupakan pernyataan positif dan bernilai 1 untuk jawaban “benar” dan bernilai 0 untuk jawaban “salah”. Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen Pengetahuan BHD Komponen Definisi BHD Teori Danger Meminta Bantuan (Call for help) Teknik Kompresi (CPR Only) Menghentikan RJP
Favorable 1,2 3,4 5 6,7,8,9,10 11,12,13,14
Jumlah 2 2 1 5 4
38
Untuk analisis variabel pengetahuan tentang bantuan hidup dasar (item 114) dikategorikan menjadi (Nursalam,2008): a) Baik= Jika persentase jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan. b) Cukup= Jika persentase jawaban benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan. c) Kurang= Jika persentase jawaban benar < 56% dari seluruh pertanyaan. E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumen artinya suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas adala syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat digunakan dalam suatu pengukuran (Dharma, 2011). Menurut Gregory (2000) dalam Djaali & Muljon,Pudji (2007) validitas isi menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proprosional. Penentuan proporsi dapat didasarkan pendapat (judgement) para ahli dalam bidang yang bersangkutan. Jadi suatu tes akan mempunyai validitas isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak diukur. Salah satu cara yang biasa dilakukan untuk memperbaiki validitas isi suatu tes ialah dengan menggunakan blue-print untuk menentukan kisi-kisi tes.
39
Uji validitas pertama dilakukan pada tanggal 19 April 2015 bertempat di RW 12 Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Peneliti memanfaatkan kegiatan rutin masyarakat yang diadakan satu mingu sekali untuk menjaring responden. Adapun uji validitas tersebut menggunakan Pearson Product Moment dimana jumlah item pertanyaan pada kuesioner sebanyak 17 pertanyaan. Hasilnya didapatkan dari 17 pertanyaan hanya ada delapan item pertanyaan yang valid. Menurut Riwidikdo (2009) dikatakan valid jika hasil uji berdasarkan nilai signifikasi (p) dibandingkan dengan = 5% dimana nilap p<0,05, sehingga menunjukkan bahwa item tersebut valid.
Adapun item
pertanyaan yang valid yakni nomer 1,3,4,5,8,13,16, dan 17. Uji validitas kedua dilakukan pada tanggal 1-5 Mei 2015 menggunakan content validity atau validitas isi dengan meminta pendapat pakar pada bidang yang sedang diteliti. Dalam melakukan uji validitas ini peneliti mengkonsultasikan dengan tiga pakar di bidang Keperawatan Gawat Darurat dan merupakan dosen di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu peneliti membuat kisi-kisi pertanyaan berdasarkan teori resusitasi jantung paru menurut AHA 2010. Adapun ketiga pakar tersebut antara lain: a) Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM merupakan dosen mata kuliah keperawatan gawat darurat sekaligus pembimbing dua.
40
b) Ita Yuanita, S.Kp.,M.Kep dosen sekaligus koordintor mata kuliah keperawatan gawat darurat. c) Ratna Pelawati,S.Kp,M.Biomed memiliki sertifikat Intermediate Emergency Nursing. Berdasarkan hasil uji validitas isi, dari 17 pertanyaan pada kuesioener pengetahuan tentang BHD tersisa 14 item pertanyaan. Adapun beberapa item pertanyaan yang mengalami perubahan redaksi maupun reduksi antara lain: a) Item nomer 1,2,4, dan 5 mengalami perubahan redaksi. b) Item nomer 6 mengalami reduksi karena tidak valid pada saat uji Pearson, selain itu isi pertanyaan sudah terwakili pada item nomer 5. c) Item nomer 7, 8, 10, 11, 12, 14, 15, dan 17 mengalami perubahan redaksi dan perubahan nomer pertanyaan. Dimana perubahan nomer pertanyaan secara berurutan yakni: nomer 7 diganti menjadi nomer 6, nomer 8 diganti menjadi nomer 7, nomer 10 diganti menjadi nomer 8, nomer 11 diganti menjadi nomer 9, nomer 12 diganti menjadi nomer 10, nomer 14 diganti menjadi nomer 12, nomer 15diganti menjadi nomer 14, dan nomer 17 diganti menjadi nomer 13.
41
d) Item nomer 9 dan 16 mengalami reduksi karena pertanyaan pada item tersebut tidak sesuai dengan teori American Heart Association 2010. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran, reliabilitas menunjukkan apakah pengukuran mengasilkan data yang konsisten jika instrumen digunakan kembali secara berulang (Dharma,2011). Untuk mencari reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus K-R 20 dengan syarat jumlah butir pertanyaan ganjil dan data yang digunakan memiliki skor 1 dan 0.
)(
r11 =(
∑
)
Dengan keterangan: r11
: reliabilitas instrumen
k
: banyaknya butir pertanyaan
Vt
: varians total
p
: Proporsi ubjek yang menjawab betul pada sesuatu
butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1) p q
:
: proporsi subjek yang mendapat skor 0 (1 − p)
42
Tabel 4.2 Interpretasi koefisien reliabilitas 0-1 Nilai Artinya Nilai alfa 1 Sangat sempurna Nilai alfa 0,8 Sangat bagus Nilai alfa 0,6 Bagus Nilai alfa 0,4 Cukup Nilai alfa < 0,4 Jelek Sumber : Umar,2002 & Budiharto, 2008 Berdasarkan tabel tersebut peneliti menetukan kuesioner dikatakan reliable jika nilai alfa minimal 0,6. Uji reliabilitas dilakukan bersamaan dengan uji validitas pertama yakni pada tanggal 19 April 2015 bertempat di RW 12 Kelurahan Grogol Selatan Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Peneliti memanfaatkan kegiatan rutin masyarakat yang diadakan satu mingu sekali untuk menjaring responden. Didapatkan hasil nilai reliabilitas sebesar 0,95, karena >0,8 artinya reliabilitas sangat bagus. F. Langkah-langkah Pengumpulan Data 1. Setelah proposal penelitian disetujui, kemudian peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Peneliti menyebarkan link yang berisi form kuesioner online melalui media sosial antara lain Facebook, Path, Whatsapp, Line, dan Broadcast melalui BBM (Blackberry Messanger).
43
3. Adapun
alamat
link
yang
dapat
diakses
users
adalah
http://docs.google.com/document/d/1ZIoCopdFDC0SffdKwGzuhcMs jBNfwKwp7vnjOnL-W1M/edit?usp=sharing 4. Peneliti membuka aktifasi form online sampai jumlah responden terpenuhi. 5. Pengambilan data dimulai tanggal 13-30 Mei 2015. 6. Setelah membuka link tersebut, users diberikan tampilan awal berupa penjelasan penelitian. 7. Pada dokumen “Penjelasan Penelitian” user yang bersedia menjadi responden meng-klik link out yang berisi lembar kuesioner. 8. Responden yang bersedia kemudian mengisi seluruh pertanyaan yang ada pada kuesioner. 9. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan sampel yang digunakan sebanyak 246 orang berdasarkan teknik purposive sampling. 10. Selama satu minggu atau sampai tanggal 20 Mei 2015, responden yang terdaftar sebanyak 33 responden, karena jumlah tersebut masih < 50% maka peneliti melakukan kunjungan rumah kepada warga yang tinggal di wilayah Jakarta Selatan. 11. Teknis pengambilan data secara langsung kepada responden dilakukan dengan beberapa cara antara lain kunjungan ke rumah-rumah warga dan mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi warga dengan tidak memungut biaya bagi yang bersedia menjadi responden penelitian.
44
12. Tanggal 30 Mei 2015 jumlah responden sudah terpenuhi sebanyak 246 orang, kemudian peneliti menonakifkan form kuesioner online. 13. Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti. G. Etika Penelitian Penelitian ini melibatkan manusia sebagai subjek penelitian maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien. Prinsip etik menurut ANA (American Nurse Association) yang berkaitan dengan peran perawat sebagai peneliti adalah sebagai berikut: 1. Otonomi Prinsip ini berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan nasibnya sendiri (independen). Hak untuk memilih apakah ia disertakan atau tidak dalam suatu proyek penelitian dengan memberi persetujuannya atau tidak memberi persetujuannya dalam informed consent. Untuk itu sebelum pengisian kuesioner subjek penelitian diberikan penjelasan oleh peneliti terkait prosedur, tujuan, dan manfaat penelitian, serta memberi kesempatan kepada subjek untuk bertanya mengenai pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner. 2. Beneficence Peneliti berupaya agar penelitian yang dilakukan mengandung prinsip kebaikan (promote good). Adapun manfaat penelitian sebagaimana
45
dijabarkan dalam bab 1 yakni membantu mengidentifikasi tingkat pengetahuan pengguna jalan tentang bantuan hidup dasar dan sebagai kajian bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar. 3. Nonmaleficence Penelitian ini insya Allah tidak menimbulkan kerugian fisik dan psikis terhadap subjek penelitian. Responden diminta mengisi kuesioner tanpa diberikan intervensi lain. 4. Confidentiality Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Untuk itu peneliti tidak akan menyebarkan luaskan idenitas responden kepada siapapun yang tidak berwenang kecuali atas ijin responden. Kemudian setelah pengolahan data selesai peneliti akan memusnahkan data yang diperoleh dari responden. H. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan diolah melalui tahapan sebagai berikut:: 1. Penyuntingan (Editing) Setelah kuesioner terkumpul, kemudian kuesioner dipilih antara yang drop out atau tidak. Kuesioner yang drop out adalah kuesioner yang tidak lengkap, tidak konsisten dan tidak jelas. 2. Pemberian Kode (coding)
46
Pemberian kode pada data demografi untuk variabel usia adalah um, variabel jenis kelamin adalah jk, variabel pendidikan terakhir adalah pt, variabel “apakah responden pernah terpapar” adalah terpapar. Sedangkan untuk kuesioner pengetahuan diberi kode p1 sampai p14 untuk pertanyaan nomer satu sampai 14. 3. Memasukkan data (data entry) atau Processing Data yang sudah dilakukan pengkodean kemudian diproses agar data dapat dianalisis. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam master table dengan menggunakan software komputer. 4. Pembersihan Data (Cleaning) Melakukan
pengecekkan
kembali
bahwa
seluruh
data
yang
dimasukkan ke dalam software statistik memiliki kesalahan atau tidak, yaitu dengan mendeteksi data yang missing, mengetahui variasi data, dan mendeteksi adanya data yang tidak konsisten I. Analisis Data Pada penelitian ini menggunakan analisis data univariat yang digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Setiap variabel yang diteliti dihitung nilai frekuensi dan persentasenya menggunakan software computer. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan variabel penelitian yang meliputi: 1) Karakteristik masyarakat di wilayah Jakarta Selatan; 2) Tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar; 3) Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar
47
berdasarkan karakteristik responden; 4) Tingkat pengetahuan tentang teori BHD. J. Penyajian Data Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel tertutup pada setiap variabel yang diteliti. Kemudian masing-masing tabel diinterpretasikan dalam bentuk tulisan serta ditarik kesimpulan.
BAB V HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Responden 1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan Tabel 5.1 Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
186
75,6
60
24,4
0
0
246
100,0
Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa tengah (41-65 tahun) Dewasa akhir (>66 tahun) Total
Tabel 5.1 menunjukkan usia responden masuk dalam dua kategori dewasa. Responden dalam kategori dewasa awal sebanyak 186 orang (74,6%) dan dewasa tengah sebanyak 60 orang (24,4%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden masuk dalam kategori dewasa awal dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori dewasa akhir. 2. Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan Tabel 5.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
107
43,5
Perempuan
139
56,5
Total
246
100,0
48
49
Tabel 5.2 menunjukkan jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 107 orang (43,5%) sedangkan perempuan sebanyak 139 orang (56,5%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan. 3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan Tabel 5.3 Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan Pendidikan Terakhir Tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Total
Frekuensi
Persentase (%)
1 27 39 136 43 246
0,4 11,0 15,9 55,3 17,5 100,0
Tebel 5.3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir. Terdapat sebanyak 1 (0,4%) orang tidak sekolah, lulusan sekolah dasar atau sederajat sebanyak 27 orang (11%), lulusan sekolah menengah pertama atau sederajat sebanyak 39 orang (15,9%), lulusan sekolah menengah atas atau sederajat sebanyak 136 orang (55,3%), dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 43 orang (17,5%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir SMA dan terdapat satu responden yang tidak sekolah.
50
4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar Tabel 5.4 Frekuensi Sumber Informasi tentang BHD Sumber Informasi Buku Media cetak Media elektronik Informasi dari orang lain Total
Frekuensi
Persentase (%)
34 20 120
13,8 8,1 48,8
72
29,3
246
100,0
Responden memperoleh informasi tentang BHD yang didapat dari buku sebanyak 34 orang (13,8%%), dari media cetak sebanyak 20 orang (8,1%), dari media elektronik sebanyak 120 orang (48,8%), dan informasi dari orang sebanyak 72 orang (29,3%). Data tersebut menunjukkan sebagian besar responden menerima informasi tentang bantuan hidup dasar dari media elektronik.
B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Tabel 5.5 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD Tingkat Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
Baik Cukup Kurang Total
130 68 48 246
52,8 27,6 19,5 100,0
Tabel 5.5 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar. Masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 130 orang
51
(52,8%), pengetahuan cukup sebanyak 68 orang (27,6%), pengetahuan kurang sebanyak 48 orang (19,5%). Data tersebut menunjukkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.
C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) berdasarkan Karakterstik Responden 1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Usia Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia
Kategori Dewasa awal (18-40 tahun) Dewasa tengah (41-65 tahun) Total
Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang
Total
90 (36,6%)
52 (21,1%)
44 (17,9%)
186 (75,6%)
40 (16,3%)
16 (6,5%)
4 (1,6%)
60 (24,4%)
130 (52,8%) 68 (27,6%) 48 (19,5%) 246 (100,0%)
Tabel 5.6 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar responden berdasarkan kategori usia. Responden kategori dewasa awal memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 36,6%, pengetahuan cukup 21,1%, dan pengetahuan kurang sebanyak 17,9%. Sedangkan responden kategori dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 16,3%, pengetahuan cukup sebanyak 6,5%, dan pengetahuan kurang sebanyak 1,6%.
Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar
52
responden dewasa awal dan dewasa akhir memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar. 2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.7 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang
Total
Laki-laki
51 (20,7%)
37 (15,0%)
19 (7,7%)
107 (43,5%)
Perempuan
79 (32,1%)
31 (12,6%)
29 (11,8%)
139 (56,5%)
Total
130 (52,8%) 68 (27,6%) 48 (19,5%) 246 (100,0%)
Tabel 5.7 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar responden berdasarkan jenis kelamin. Tingkat pengetahuan responden laki-laki sebanyak 20,7% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 15% memiliki pengetahuan cukup, sebanyak 7,7% memiliki pengetahuan kurang, dan tingkat pengetahuan total responden laki-laki sebanyak 43,5%. Sedangkan tingkat pengetahuan responden perempuan sebanyak 32,1% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 12,6% memiliki pengetahuan cukup, sebanyak 11,8% memiliki pengetahuan kurang, dan tingkat pengetahuan total responden perempuan sebanyak 56,5%. Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.
53
3. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir
Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang
Total
Tidak Sekolah
0 (0%)
1 (0,4%)
0 (0)%
1 (0,4%)
Sekolah Dasar/sederajat
22 (8,9%)
4 (1,6%)
1 (0,4%)
27 (11,0%)
Sekolah Menengah Pertama/sederajat
24 (9,8%)
11 (4,5%)
4 (1,6%)
39 (16,3%)
Sekolah Menengah 63 (25,6%) 42 (17,1%) 31 (12,6%) Atas/sederajat Perguruan Tinggi
21 (8,5%)
10 (4,1%)
136 (54,9%)
12 (4,9%) 43 (17,5%)
Tabel 5.8 menunjukkan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar berdasarkan pendidikan terakhir responden. Responden yang tidak sekolah memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 0%, cukup sebanyak 4%, dan kurang sebanyak 0%. Responden dengan pendidikan terakhir sekolah dasar atau sederajat memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 8,9%, cukup sebanyak 1,6%, dan kurang sebanyak 0,4%. Responden dengan pendidikan terakhir sekolah menengah pertama atau sederajat memilki tingkat pengetahuan baik sebanyak 9,8%, cukup sebanyak 4,5%, dan kurang sebanyak 1,6%. Responden dengan pendidikan terakhir sekolah menengah atas atau sederajat memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 25,6%, cukup sebanyak 17,1 % dan kurang sebanyak 12,6%. Sedangkan responden dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi
54
memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 8,5%, cukup sebanyak 4,1% dan kurang sebanyak 4,9%. Data tersebut menunjukkan responden yang tidak sekolah memiliki pengetahuan cukup dan tidak ada yang memiliki pengetahuan baik maupun kurang sedangkan sebagian besar responden dengan pendidikan terakhir SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar.
D. Tingkat Pengetahuan tentang Teori BHD 1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Baik Cukup Kurang Total
184 0 62 246
74,8 0 25,2 100,0
Tabel 5.9 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang difinisi bantuan hidup dasar. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 184 orang (74,8%) dan kurang sebanyak 62 orang (25,2%). Data tersebut menujukkan sebagian besar responden memiiki pengetahuan yang baik tentang teori definisi BHD dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori pengetahuan cukup.
55
2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger Tabel 5.10 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Baik
178
72,4
Kurang Total
68 246
27,6 100,0
Tabel
5.10
menunjukkan
tingkat
pengetahuan
masyarakat
tentangdanger. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 178 orang (72,4%) dan kurang sebanyak 68 orang (27,6%). Berdasarkan hal tersebut sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teori danger dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori pengetahuan cukup. 3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for Help Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for Help Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Baik Cukup Kurang Total
185 0 61 246
75,2 0 24,8 100,0
Tabel 5.11 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang saat yang tepat untuk meminta bantuan (call for help). Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 185 orang (75,2%) dan kurang sebanyak 61 orang (24,8%). Berdasarkan hal tersebut sebagian besar
56
responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teori call for help dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori pengetahuan cukup. 4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) Tabel 5.12 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) Kategori
Frekuensi
Pesentase (%)
Baik Cukup Kurang Total
104 50 92 246
42,3 20,3 37,4 100,0
Tabel 5.12 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang teknik
kompresi.
Didapatkan
hasil
bahwa
masyarakat
memiliki
pengetahuan baik sebanyak 104 orang (42,3%), cukup sebanyak 50 orang (20,3%) dan kurang sebanyak 92 orang (37,4%). Berdasarkan hal tersebut didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teori tekni kompresi (CPR Only). 5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP Tabel 5.13 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP Kategori
Frekuensi
Pesentase (%)
Baik Cukup Kurang Total
92 67 87 246
37,4 27,2 35,4 100
57
Tabel 5.13 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang saat yang tepat untuk menghentikan RJP. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki pengetahuan baik sebanyak 92 orang (37,4%), cukup sebanyak 67 orang (27,2%), dan kurang sebanyak 87 orang (35,4%). Berdasarkan hal tersebut sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang teori “saat untuk menghentikan RJP”.
BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan pada penelitian ini difokuskan tentang karakteristik responden, pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan, dan sumber informasi yang digunakan responden. Pada akhir pembahasan peneliti menyertakan keterbatasan penelitian. A. Gambaran Karakteristik Masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan 1. Usia Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masuk dalam kategori dewasa awal yakni sebesar 75.6% sedangkan dewasa tengah sebanyak 24,4%. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara dewasa awal dan dewasa tengah. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan Santrock (1999) dalam Dariyo (2004) orang dewasa muda termasuk masa transisi, diantaranya transisi secara intelektual maupun peran sosial. Menurut anggapan Piaget (dalam Crain, 1992;Miler,1993;Santrock, 1999; Paplia Olds & Feldman, 1998), kapasitas kognitif dewasa muda tergolong masa operasional formal bahkan kadang-kadang mencapai masa post-operasi formal (Turner & Helms,1995). Taraf ini menyebabkan, dewasa muda mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berfikir abstrak, logis, dan rasional. Sedangkan berdasarkan peran sosial, sebagai anggota masyarakat, mereka pun terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial. (Dariyo, 2004).
58
59
Berdasarkan uraian tersebut terdapat beberapa hal yang mendasari mayoritas responden adalah dewasa awal atau dewasa muda. Dilihat dari aspek intelektual dewasa awal memiliki kapasitas intelektual yang baik sehingga dewasa awal cenderung aktif untuk menambah pengetahuan yang mereka miliki dan dari aspek peran sosial dewasa muda aktif bersosialiasi sehingga ketika peneliti meminta bantuan untuk penelitian ini, maka orang dewasa awal lebih antusias. 2. Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 107 orang (43,5%) sedangkan perempuan sebanyak 139 orang (56,5%). Jika dibandingkan antara proporsi responden laki-laki dan perempuan dengan proporsi penduduk Kota Administrasi Jakarta Selatan usia 18 sampai lebih dari 66 tahun, jumlah responden laki-laki sudah memenuhi 85,6% kuota sedangkan jumlah responden > 100% kuota. Berdasarkan ringkasan pencapaian status MDGs di Indonesia pada tujuan tiga yakni mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan. Upaya untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan telah mencapai sasaran MDGs tahun 2015 (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011). Proporsi perempuan yang lebih banyak pada penelitian ini menunjukkan bahwa kesempatan perempuan dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan di Indonesia sudah teraktualisasi.
60
3. Tingkat Pendidikan Hasil penelitian pada responden dimana tingkat pendidikan responden sebanyak 1 orang (0,4%) orang tidak sekolah, lulusan sekolah dasar atau sederajat sebanyak 27 orang (11%), lulusan sekolah menengah pertama atau sederajat sebanyak 39 orang (15,9%), lulusan sekolah menengah atas atau sederajat sebanyak 136 orang (55,3%), dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 43 orang (17,5%). Tingkat
pendidikan
rata-rata
penduduk
DKI
Jakarta
telah
menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini diperlihatkan oleh angka partisipasi kasar sekolah dasar (SD) yang pada tahun 1992 mencapai 104,2 %, dibadingkan tahun 1972 yang baru mencapai 68,9 %. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah dasar yang makin meningkat. Indikator lain pada tingkat kabupaten/kota menunjukkan bahwa tingkat buta huruf terendah terdapat di Kota Jakarta Selatan yakni sebesar (2,3%) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011). Berdasarkan
uraian
tersebut
menggambarkan
bahwa
tingkat
pendidikan masyarakat Jakarta Selatan telah mengalami kemajuan, tercermin bahwa mayoritas telah menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah menengah atas (SMA) atau pendidikan dasar dua belas tahun. 4. Sumber Informasi yang Digunakan Sumber infomasi yang memiliki peran besar terhadap pengetahuan responden adalah media elektronik yakni sebesar 120 orang (48,8%), disusul
61
informasi dari orang sebanyak 72 orang (29,3%), buku sebanyak 34 orang (13,8%%) dan dari media cetak sebanyak 20 orang (8,1%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jones,G Kirk. et al (2000) dimana sebanyak 96% responden belajar CPR dengan efektif karena beberapa fakor salah satunya penggunaan televisi sebagai sumber informasi tentang CPR. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nava, Stefano et al (2008) menyebutkan pengetahuan yang benar tentang CPR secara signifikan berkorelasi dengan paparan “pendidikan” pada program televisi kesehatan, tapi tidak pada cerita medis, koran, atau internet. Berdasarkan uraian tersebut televisi sebagai salah satu media elektronik sangat berperan memberikan informasi tentang bantuan hidup dasar.
B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Tingkat pengetahuan masyarakat di Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar secara umum baik (52,8%). Penelitian lain yang dilakukan Pergola (2009) menunjukkan sebagian kecil masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang bantuan hidup dasar. Sedangkan penelitian yang dilkukan oleh Rajapakse, Noc, & Kersnik (2010) pengetahuan tentang keterampilan resusitasi pada umumnya rendah. Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan dua penelitian sebelumnya terjadi karena perbedaan kuesioner yang digunakan, pada dua
62
penelitian terdahulu belum didasarkan rekomendasi American Heart Assocation 2010. Selama beberapa tahun, CPR berkembang dari teknik yang hanya dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan. Sekarang teknik penyelamatan nyawa ini cukup mudah untuk dipelajari oleh siapapun. Bagaimanapun penelitian menunjukkan beberapa faktor yang membatasi bystander untuk melakukannya, meliputi ketakutan bahwa mereka akan melakukan CPR yang salah, ketakutan tentang kewajiban hukum, dan ketakutan akan infeksi ketika melakukan mouth-to-mouth (American Heart Assocation, 2010). Rekomendasi sesuai 2010 AHA Guidelines for CPR & ECC (Emergency Cardiovascuar Care) berlanjut menjadi lebih mudah bagi penyelamat misalnya urutan A-B-C dirubah menjadi C-A-B, hal ini memungkinkan kompresi dada dapat dilakukan lebih dini, selain itu “look,listen, and feel” dihilangkan dari algoritme, dan masyarakat awam tidak diwajibkan memberikan ventilasi bagi korban, sehingga lebih banyak masyarakat dapat beraksi ketika terjadi kegawatdaruratan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rekomendasi American Heart Assocation 2010 tentang hands-only CPR for bystander dirasa lebih mudah dipelajari bagi masyarakat.
63
C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat 1. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Usia Hasil penelitian menggambarkan responden terbagi menajadi dua kelompok usia yakni dewasa awal (18-40 tahun) dan dewasa tengah (4165 tahun). Mayoritas responden di tiap kelompok usia memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Berdasarkan perbandingan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar pada kedua kelompok usia tersebut didapatkan responden dewasa awal yang berpengetahuan baik sebanyak 90 orang (48,38%) dari total 186 orang sedangkan responden dewasa tengah yang berpengetahuan baik sebanyak 40 orang (66,67%) dari total 60 orang, hal tersebut menunjukkan bahwa dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugianto, Kartika Mawar Sari (2013), dimana tingkat pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar lebih banyak dimiliki oleh responden dengan tahapan usia dewasa tengah dibandingkan dengan dewasa awal. Tuntutan kognitif dari kehidupan sehari-hari pada masa dewasa tengah terkadang lebih menantang. Dewasa tengah adalah waktu untuk memperluas tanggung jawab pada pekerjaan, kehidupan di masyarakat, dan di rumah. Untuk menjalankan peran dengan efektif, dewasa tengah perlu
memperluas
kemampuan
intelektual
meliputi
akumulasi
pengetahuan, kemampuan berbicara, memori, kecepatan menganalisi
64
informasi, penalaran, pemecahan masalah, dan keahlian di bidang mereka masing-masing (Martin Mike & Zimprich. Daniel, 2005) Penelitian yang dilakukan K.Warner Schgie (1996) dalam Martin Mike & Zimprich. Daniel (2005) didapatkan bahwa crystallized intelligence yang merupakan kemampuan tentang akumulasi pengetahuan dan pengalaman, keputusan terbaik, dan penguasaan tehadap kaidah sosial meningkat sampai usia dewasa tengah, selain itu verbal IQ (termasuk crystallized intelligence) mencapai puncak antara usia 45-54 dan tidak menurun sampai usia 80 tahun. Masa dewasa tengah perkembangan kognitif sudah matang ditambah dengan kematangan emosional dan pengalaman. Beberapa hal tersebut yang mendasari bahwa dewasa tengah memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar (BHD). 2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik responden laki-laki maupun perempuan memiliki pengetahuan yang baik tentang bantuan hidup dasar. Namun jika dibandingkan antara kedua jenis kelamin disimpulkan bahwa responden perempuan memiliki pengetahuan yang lebih baik (56,83%) dibandingkan responden laki-laki (47,60%). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sopka.Sasa et al (2013) setelah dilakukan pelatihan tentang BHD ternyata terjadi peningkatan kemampuan pada partisipan perempuan. Adielsson, Anna
65
(2011) menyatakan salah satu faktor predisposisi yang meningkatkan outcome penyelamatan CPR yang dilakukan oleh masyarakat awam yakni jenis kelamin perempuan. Perbedaan kognitif antara perempuan dan laki-laki tidak selalu muncul dalam berbagai bidang, ada kalanya menghilang di bidang lain, dan ketika mereka muncul hanya sedikit yang terlihat (Santrock, John W. 2003). Kesimpulannya pada penelitian ini pengetahuan perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki namun belum tentu dalam bidang lain. 3. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir Hasil penelitian menggambarkan bahwa responden dengan latar belakang SD memiliki pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lain yakni sebesar 81,48%. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) dalam Hutapea,Elda Lunera (2012) menyatakan bahwa orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang rendah. Perbedaan tersebut disebabkan belum adanya pendidikan tentang bantuan hidup dasar yang di dapat dari berbagai jenjang pendidikan yang ada di Indonesia. Sebenarnya pelatihan tentang bantuan hidup dasar dapat diajarkan sejak dini, seperti halnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Petric. Jasna et al (2013) bahwa siswa sekolah dasar minimal kelas dua
66
SD memiliki sikap positif terhadap pelatihan BHD, dan pelatihan tersebut dapat
meningkatkan
melakukan
BHD,
kepercayaan, dan
mengatasi
memungkinkan
ketakutan
terjadinya
mereka
peningkatan
penyelamatan korban cardiac arrest oleh orang awam.
D. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Tahapan-tahapan BHD 1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD Pengetahuan masyarakat tentang definisi bantuan hidup dasar baik, terlihat dari hasil yakni sebanyak 184 orang (74,8%) menjawab benar tentang definisi BHD. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Roshana.Shrestha et al (2012) bahwa sebagian besar responden (96,7 %) mengetahui kepanjangan dari kata CPR. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera (2012) dimana hasil penelitian tersebut didapatkan sebagian besar responden memilki tingkat pengetahuan yang kurang (24 responden atau 52,2%) dan tidak ada yang memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD. Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin, 2009). Hasil penelitian tentang variabel definisi BHD menunjukkan bahwa pengetahuan tentang variabel tersebut sudah baik dan diharapkan masyarakat sebagai first responder terus memperbarui pengetahuan yang mereka miliki
67
sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat sudden cardiac arrest in out-of-hospital. 2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger Hasil penelitian tentang teori danger
masyarakat memiliki
pengetahuan baik sebanyak 178 orang (72,4%) dan kurang sebanyak 68 orang (27,6%) dan untuk kategori cukup tidak ada. Sebuah studi yang dilakukan oleh Oguntona. T S (2012) pada pekerja pekerja pemakaman yang memiliki resiko bahaya yang sama dengan penolong (aider) menunjukkan hasil bahwa pekerja tersebut memiliki pengetahuan minimal yakni 50% tentang ketersediaan alat-alat perlindungan dan prosedur keselamatan di lokasi bekerja. Ketika akan menolong korban dalam kondisi emergency, penolong penting untuk melakukan primary survey untuk mengkaji apakah korban aman untuk tetap di lokasi atau perlu dipindahkan agar dapat memberikan pertongan secara efektif. Dalam waktu yang sama penolong juga harus memperhatikan keselamatan pribadi dan mengambil alat perlindungan diri. (International Federation of Red Cross and Red Crescent, 2011) Pengetahuan baik yang dimiliki responden tentang teori danger perlu diaktualisasikan karena jika penolong mengabaikan tentang hal tersebut, maka penolong juga berada dalam bahaya atau beresiko membahayakan diri sendiri.
68
3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Meminta Bantuan (Call for help) Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap variabel saat yang tepat untuk meminta bantuan yakni sebesar 185 orang (75,2%). Penelitian ini didukung dengan penelitian lain bahwa sebanyak 99% siswa (responden) mengetahui bagaimana menghubungi Emergeny Medical Service (EMS) pada kasus cardiac arrest (Aaberg. Anne Marie Roust et al, 2014). Penelitian lain yang tidak jauh berbeda yang dilakukan oleh Setiawan. Agus Budi (2014) mengatakan bahwa gambaran masyarakat tentang Yogya Emergency Service 118 (YES 118) di kecamatan Wirobajan Kota Yogyakarta yaitu lebih banyak dengan kategori sedang, dan sisanya dengan kategori baik dan kurang. Ketika menemui korban serangan jantung mendadak dewasa, penyelamat tunggal pertama harus menyadari bahwa korban telah mengalami serangan jantung, berdasarkan pernapasan
normal.
Setelah
tidak adanya respon dan kurangnya pengenalan,
penyelamat
harus
segera
mengaktifkan sistem tanggap darurat (Berg et al, 2010). Emegency Medical Service System (EMSS) adalah suatu sistem yang berfokus pada pertolongan pasien gawat darurat dari pra-rumah sakit sampai ke unit perawatan instensif (WHO EURO, 2008 dalam Setiawan.Agus Budi, 2014). Pengetahuan masyarakat yang baik tentang variabel saat yang tepat untuk meminta bantuan diharapkan keterlambatan dalam memberikan bantuan terhadap korban cardiac arrest dapat menurun.
69
4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) Didapatkan hasil bahwa mayoritas masyarakat memiliki pengetahuan baik tentang teknik kompresi yakni sebanyak 104 orang (42,3%). Sejalan dengan hasil penelitian ini, sebanyak 66% siswa mengetahui dengan benar rasio kompresi-ventilasi selama CPR yakni sebanyak 30:2 (Aaberg. Anne Marie Roust et al, 2014). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera (2012) hasil penelitian menggambarkan bahwa 69,6% atau 32 responden memiliki pengetahuan dalam tingkatan kurang dan tidak ada responden yang mewakili tingkatan pengetahuan baik dalam variabel ini. Perbedaan yang terjadi pada hasil penelitian dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera (2012) belum menggunakan rekomendasi ANA 2010, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti telah menggunakannya. Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari “A-B-C” menjadi “C-A-B”, sehingga memungkinkan setiap penolong memulai kompresi dada sesegera mungkin. Dengan perubahan urutan ke CAB, kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena ventilasi menjadi minimal. Kecepatan kompresi dada 100 x/menit dengan kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm) (American Heart Associaton, 2010). 5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP Hasil menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang saat yang tepat untuk menghentikan RJP. Didapatkan hasil bahwa masyarakat memiliki
70
pengetahuan baik sebanyak 92 orang (37,4%), cukup sebanyak 67 orang (27,2%), dan kurang sebanyak 87 orang (35,4%), artinya masyarakat mengetahui saat kapan saja bantuan hidup dasar dapat dihentikan. Menurut American Red Cross (2011) lakukan CPR secara terus menerus, jangan berhenti melakukan CPR kecuali terdapat salah satu dari beberapa situasi diantaranya menemukan tanda-tanda kehidupan misalnya bernapas, terdapat AED yang siap digunakan, ada penyelamat terlatih atau tim EMS telah tiba, penolong kelelahan, dan situasi yang tidak aman untuk dilakukan CPR. Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP antara lain penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kejadian,penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup jantung lanjutan minimal 20 menit serta adanya tanda-tanda kematian pasti.
71
E. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Masyarakat yang dijadikan responden dalam penelitian ini belum diproporsikan per wilayah kecamatan yang ada di Kota Administrasi Jakarta Selatan, hanya terbatas di beberapa kecamatan saja. 2. Ketika melakukan observasi pada responden yang sedang mengisi kuesioner, ada diantara responden yang bekerja sama menyelesaikan pertanyaan pada kuesioner sehingga pengetahuan pribadi responden belum terkaji dengan baik.
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran karakteristik masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan yang menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu: mayoritas masyarakat masuk dalam kategori dewasa awal (18-40 tahun) (75,6%), proporsi jenis kelmain perempuan lebih banyak (56,5%) dibandingkan laki-laki dan masyarakat mayoritas
memiliki
pendidikan
terakhir
SMA/sederajat
(55,3%). 2. Sumber informasi yang paling banyak digunakan masyarakat Jakarta Selatan yang menjadi responden untuk memperoleh infomasi tentang bantuan hidup dasar (BHD) adalah media elektronik yakni sebesar 60%. Hal ini dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dimana memanfaatkan media elektronik untuk menyampaikan informasi kesehatan. 3. Secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta Selatan tentang
bantuan
hidup
dasar
baik
(52,8%).
Tingkat
pengetahuan responden tersebut diharapakan dapat diimbangi dengan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar 72
73
terutama pada korban cardiac arret di luar lingkungan rumah sakit sehingga nantinya keterlambatan dalam penanganan korban dapat diminimalisir dan tentunya angka kematian dapat menurun khususnya di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan. 4. Gambaran pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar berdasarkan karakteristik responden didapatkan bebarapa hasil antara lain: dewasa tengah memiliki pengetahuan lebih baik (66,67%) tentang bantuan hidup dasar jika dibandingkan dewasa awal. Jenis kelamin perempuan memiliki pengetahuan yang lebih baik (56,83%) dibandingkan jenis kelamin laki-laki, kemudian latar belakang pendidikan SD/sederajat memiliki pengetahuan yang baik bila dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lain yakni sebesar 81,48 %. 5. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang tahapan-tahapan BHD dijabarkan melalui beberapa bahasan antara lain, masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD yakni sebesar 74,8%, masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang teori danger sebesar 72,4%, masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang teori meminta bantuan (call for help) sebesar 75,2%, pengetahuan masyarakat baik tentang teknik kompresi (CPR only) yakni sebesar 42,3%, dan memiliki pengetahuan yang baik tentang teori “saat yang tepat untuk menghentikan RJP” yakni sebesar 37,4%.
74
B. Saran 1. Bagi Masyarakat Berdasarkan ciri-ciri masyarakat salah satunya saling tergantung satu dengan lainnya dan pasal 531 KUHP diharapkan masyarakat dapat mengimbangi pengetahuan yang dimiliki dengan meningkatkan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar salah satunya dengan mengikuti pelatihan secara berkala. Sehingga diharapkan komplikasi akibat keterlambatan penanganan cardiac arrest di luar lingkungan rumah sakit dapat diminimalisir. 2. Bagi Dinas Kesehatan Setempat Diharapkan
Dinas
Kesehatan
setempat
mengadakan
kegiatan
pembinaan atau pelatihan masyarakat guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar yang dimiliki. Di samping itu bekerja sama dengan media elektronik nasional untuk membuat iklan layanan masyarakat tentang pentingnya mengetahui teknik bantuan hidup dasar. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan wilayah yang lebih luas misalnya tingkat Provinsi DKI Jakarta, sehingga nantinya akan tergambarkan lebih luas pengetahuan yang dimiliki masyarakat. b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memproporsikan responden yang digunakan berdasarkan data yang ada, sehingga proporsi responden dapat mewakili sutau wilayah dengan lebih akurat.
75
c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi sehingga penelitian menjadi lebih baik. d. Apabila peneliti selanjutnya ingin memanfaatkan penggunaan kuesioner online disarankan dalam proses pengisian kuesioner diberi batasan waktu atau time limit sehingga membatasi responden untuk tidak mencari jawaban dari sumber lain ketika proses pengisian kuesioner berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA Aaberg, A. M., Larsen, C. E., Rasmussen, B. S., Hansen, C. M., & Larsen, J. M.(2014).Basic life support knowledge, self-reported skills and fears in Danish high school students and effect of a single 45-min training session run by junior doctors; a prospective cohort study. Resuscitation and Emergency Medicine:22-24. Adielsson,Anna et al (2011). Increase in survival and bystander CPR in out-ofhospital shockable arrhythmia: bystander CPR and female gender are predictors of improved outcome. Experiences from Sweden in an 18-year perspective. Heart rhythm disorders American Heart Association (2010). Diunduh dari http://www.heart.org/idc/groups/heartpublic/@wcm/@ecc/documents/ downloadable/ucm_318152.pdf pada tanggal 15 September 2014. American Heart Association (2011). CPR & Sudden Cardiac Arrest (SCA) Fact Sheet, CPR Statistics. Dikutip dari http://www.heart.org/HEARTORG/CPRAndECC/WhatisCPR/CPRF actsandStats/CPR-Statistics_UCM_307542_Article.jsp pada tanggal 17 Oktober 2014. American Heart Association (2014). About Cardiac Arrest. Dikutip dari http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/ About-Cardiac-Arrest_UCM_307905_Article.jsp pada tanggal 25 Maret 2015. American Heart Association (2015). Cardiac Arrest Statistics. Dikutip dari http://www.heart.org/HEARTORG/General/Cardiac-ArrestStatistics_UCM_448311_Article.jsp pada tanggal 25 Maret 2015 American Red Cross.(2011). American Red Cross Basic Life Support for Healthcare Providers Handbook. Arikunto,Suharsimi.(2013).Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik-cet 15.Jakarta:Rineka Cipta Badan Inteligen Negara. (2013, March 21). Diunduh dari http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalulintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga pada tanggal 2 November 2014.
xx
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan MDGs Indonesia 2011 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2011). Pembanguan Daerah: Pembanguan Daerah di DKI Jakarta Badan Pusat Statistik. (2010). Dikutip dari http://sp2010.bps.go.id/ pada tanggal 14 Mei 2015 Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA.(2010). Part 5: Adult basic life support: American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.;122(suppl 3):S685–S705.
British Heart Foundation. (2015). Consensus Paper on Out-of-Hospital Cardiac Arrest in England. Dikutip dari https://www.bhf.org.uk/~/media/files/publications/ohca-consensuspaper.pdf pada tanggal 26 Maret 2015. Budiarto, Eko.(2003). Metodologi Penelitian Kedokteran; sebuah pengantar.Jakarta:EGC Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC Cheung, D. B. (2003). Knowledge of cardiopulmonary resuscitation among the public in Hong Kong:telephone questionnaire survey . Hong Kong Med J :323-328. Consensus Paper on Out of Hospital Cardiac Arrest in England.(2015). Diunduh dari https://www.resus.org.uk/pages/OHCA_consensus_paper.pdf pada tanggal 25 Maret 2015. CPR Seattle.(2015). The Good Samaritan Law-How does that work,exactly?. Dikutip dari http://www.cprseattle.com/blog/the-good-samaritan-lawhow-does-that-work-exactly pada tanggal 25 Maret 2015 Dariyo, Agoes. (2004).”Psikologi Perkembangan Dewasa Muda”, Jakarta : Grasindo
xxi
Dharma, Kelana Kusuma.(2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: CV. Trans Info Media Djaali & Muljono, Pudji.(2007). Pengukuran Dalam Bidang Penelitian. Jakarta:Grasindo Djemari. (2003) dalam Riwidikdo, Handoko.(2011).Statistik Kesehatan Edisi 3. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Durkin, Kevin.(t.th). Adolescence and Adulthood. Dikutip dari www.blackwellpublishing.com/intropsych/pdf/chapter10.pdf Efendi, Ferry. Makhfudli.(2009). Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Effendy, Nasrul .(1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC Frame, Scott B. (2010). PHTLS : Basic and Advanced Prehospital Trauma Life Support. Gérard LautrédouGérard Lautrédou. (2007). Practical guide on road safety. Switzerland: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. Hock, Marcus Ong Eng et al. (2014).PAN-Asian Network Promotes Regional Cardiac Arrest Research. Emergency Physicians International. Dikutip dari http://www.epijournal.com/articles/129/pan-asian-networkpromotes-regional-cardiac-arrest-research Hutapea, Elda Lunera.(2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Depok. International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.(2011). International First Aid and Resuscitation Guidelines 2011. Jones, Kirk G. et al (2000). Public Expectations of Survival Following Cardiopulmonary Resuscitation.Academy Emergency Medicine, 48-53 dikutip dari http://www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.15532712.2000.tb01891.x/pdf
xxii
Kitab Undang-undang Pidana. Dikutip dari http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undangundang%20Hu kum%20Pidana_KUHP.pdf Lontoh, Christie. Kiling, Maykel. Wongkar, Djon. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili.ejournal keperawatan,1-5. Lumangkun, P. E., Kumaat, L. T., & Rompas, S. (2014). Hubungan Karakteristik Polisi Lalu Lintas dengan Tingkat Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Utara. 1-5.
Martin,Mike & Zimprich,Daniel. (2005). Cognitive Development in Midlife Chapter 6. Dikutip dari http://www.sagepub.com/upmdata/5433_Willis_I_Proof_Chapter_6.pdf Mayo Clinic.(2012).Sudden Cardiac Arrest. Dikutip dari http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sudden-cardiacarrest/basics/causes/con-20042982 pada tanggal 25 Maret 2015.
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
National Heart Lung and Blood Institute. (2011). What Causes Sudden Cardiac Arrest. National Institute of Health. Dikutip dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/scda/causes pada tanggal 25 Maret 2015. Nava,Stefano.(2008).The influence of the media on COPD patients' knowledge regarding cardiopulmonary resuscitation. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18686738 padatanggal 17 Juni 2015 NHS. (2014, July 16). Diunduh dari http://www.nhs.uk/Conditions/Accidents-and-first-aid/Pages/Therecovery-position.aspx
Nurchayati, S., Pranowo, S., & Jumaini. (2006). Upaya Peningkatan Pengetahuan
xxiii
dan Keterampilan Masyarakat dalam Memberikan Bantuan Hidup Dasar Pada Kejadian Gawat Darurat Kelautan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap Tahun 2006. Bantuan Hidup Dasar .
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika Oguntona, T S. (2012). Awareness and Use of Personnel Protective Equipment (PPE) and Practice of Safety Precautions Among Funeral Home Workers in Lagos State. Transnational Journal of Science and Technology. Pergola, A. M., & Araujo, I. E. (2009). Laypeople and basic life support. Cardiopulmonary resuscitation , 43(2):334-41.
Petric. Jasna et al.(2013). Students and parents attitude toward basic life support training in primary schools.Medical Education.376-80 Pro Emergency.(2011).Basic Trauma Life Support. Cibinong:Pro Emergency
Pusat Informasi Transportasi Perkotaan. (2010, November 24). Dipetik dari http://bstp.hubdat.dephub.go.id/index.php?mod=detilSorotan&idMen uKiri=345&idSorotan=54 pada tanggal 12 November 2014.
Rajapakse, R., Noc, M., & Kersnik, J. (2010). Public knowledge of cardiopulmonary resuscitation in Republic of Slovenia. Wiener Klin Wochenschr , 667-672.
Resuscitation Council (UK).(2010, Oktober). Diunduh dari http://www.resus.org.uk/pages/gl2010.pdf pada tanggal 23 November 2014. Riskesdas.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehtan, Republik Indonesia. Riskesdas dalam angka DKI Jakarta.(2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehtan, Republik Indonesia.
xxiv
Riwidikdo, Handoko.(2009).Statistik Kesehatan. Yogyakarta:Mitra Cendika Press Roshana,Shrestha.(2012). Basic life support: knowledge and attitude of medical/paramedical professionals. Worls J Emerg Med.141-145 Santrock, John W.(2003). Adolescence. New York:Mc Graw Hill Setiawan, Agus Budi.(2014). Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang Yogya Emergency Service 118 (YES 118) di Kecamatan Wirobrajan Kota Yogyakarta. Sopka, Sasa et al (2013). Resuscitation training in small-group setting-gender matters. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2013:21:30 Sugianto, Kartika Mawar Sari.(2013).Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Bantuan Hidup Dasar di RSUD Ciawi Bogor: FIK UI Sunaryo, (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soar,Jasmeet et al. (2010). European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010 . Resuscitation , 1434-1444. Sudden Cardiac Arrest Foundation.(2015). Dikutip dari http://www.sca-aware.org/sca-news/aha-releases-2015-heart-andstroke-statistics pada tanggal 25 Maret 2015 Travers AH, Rea TD, Bobrow BJ, Edelson DP, Berg RA, Sayre MR, Berg MD, Chameides L, O'Connor RE, Swor RA. Part 4: CPR overview: (2010) American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S676–S684. Uscher,Jen.(2014). Sudden Cardiac Arrest:Why it happens. Dikutip dari http://www.webmd.com/heart-disease/heart-failure/features/suddencardiac-arrest-why pada tanggal 25 Maret 2015. WHO.(2012). 10 Caused Death.Dikutip dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/ pada tanggal 03 Maret 2015 WHO.(2015). Dikutip dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index4.html pada tanggal 03 Maret 2015 xxv