IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen (Level Of Knowledge About The Preparation Of Pregnant Women Face Primigravid Labor In Primary Health Care Kedawung I District Sragen) Danik Dwiyanti Akademi Kebidanan YAPPI Sragen
[email protected] Abstract:
Keywords: Abstrak
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
5
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata Kunci: I.
PENDAHULUAN Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Sekarang ini secara umum sudah diterima bahwa setiap kehamilan membawa risiko bagi ibu. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya, serta dapat mengancam jiwanya. Dari 5.600.000 wanita hamil di Indonesia, sebagian besar akan mengalami komplikasi atau masalah Kesehatan yang dilaksanakan pada tahun 1997 menyatakan bahwa dari tahun 1992-1997, 2% wanita dengan kelahiran hidup mengalami komplikasi (Fadlun & Feryanto, 2014). Kehamilan risiko tinggi merupakan suatu kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari biasanya, baik bagi ibu maupun bayinya, yang akan menyebabkan terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan. Untuk menentukan suatu kehamilan berisiko tinggi atau tidak, perlu dilakukan penilaian terhadap wanita hamil guna mengetahui adanya ciri-ciri yang menyebabkan ia dan janinnya lebih rentan terhadap penyakit atau kematian, keadaan atau ciri tersebut dinamakan faktor risiko. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan (Musbikin, 2010).
6
Wanita yang hamil pertama kali hanya mengetahui sedikit mengenai proses yang terjadi pada dirinya, mengapa terjadi berbagai perubahan, serta bagaimanakah kehamilan dan persalinan dapat berjalan normal. Kurangnya pengetahuan dan kesiapan akan apa yang dihadapi dalam persalinan dapat mengakibatkan rasa cemas dan takut, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit persalinan. Mengingat hal-hal tersebut, apabila di dalam proses persalinan tidak disertai persiapan maka persalinan tidak dapat berjalan menyenangkan (Nolan, 2004). Persalinan merupakan titik kulminasi dari kehamilan, yaitu titik tertinggi dari seluruh persiapan yang telah dilakukan. Hal ini sangat dan tentunya setiap ibu hamil mengharapkan persalinan yang lancar dan menyenangkan. Jika setiap ibu hamil telah mengetahui selukbeluk persalinan, maka dalam menghadapi proses persalinan ibu tidak merasa begitu sakit dan justru menikmati persalinan. Kesiapan dalam menghadapi persalinan sangat tergantung pada pengetahuan ibu tentang persalinan, pengetahuan tersebut bisa didapat saat ibu melakukan ANC. Pada ibu yang sering melakukan kunjungan telah diberitahukan perkiraan tanggal persalinan, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri saat persalinan tiba. Karena sewaktu – waktu mereka merasakan tanda – tanda persalinan seperti perut sakit disertai dengan keluarnya lendir bercampur darah, ibu dapat segera ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan pertolongan persalinan yang aman (Stoppard, 2007).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen didapatkan bahwa pada bulan Juli-Desember 2010 kunjungan ANC sebanyak 97 orang yang meliputi ibu hamil Multigravida dan Primigravida. Terdiri dari Primigravida 45 orang (46,39%) dan Multigravida 52 orang (53,61%). Sedangkan data yang didapat dari Puskesmas Karang Malang, didapatkan bahwa pada bulan Juli- Desember 2010 kunjungan ANC sebanyak 87 orang yang meliputi ibu hamil Primigravida 37 orang (42,53%) dan Multigravida 50 orang (57,47%). Setelah dilakukan wawancara dan menjawab pertanyaan dari kuesioner yang diberikan kepada responden di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen dari 8 orang ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan 3 orang diantaranya dalam kategori baik tentang apa persiapan persalinan, sedangkan 5 orang diantaranya dalam kategori kurang tentang apa persiapan persalinan. Sedangkan dari Puskesmas Karang Malang dari 8 orang ibu hamil primigravida 5 orang diantaranya dalam kategori baik dan 3 orang diantaranya dalam kategori kurang tentang apa persiapan persalinan.
II. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen. Penelitian dilakukan Januari- Agustus 2011. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan metode pendekatan Cross Sectional. Tehnik sampel yang digunakan dengan teknik total sampling. Subyek penelitian yang digunakan yaitu ibu-ibu hamil primigravida sebanyak 30 responden. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa Data dengan menggunakan univariate.
Berdasarkan dari hasil wawancara dan menjawab pertanyaan dari kuesioner tentang persiapan dalam menghadapi persalinan yang diberikan kepada responden di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen dari 8 orang ibu hamil primigravida 3 orang diantaranya sudah mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang, sedangkan 5 orang diantaranya belum mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang. Sedangkan dari Puskesmas Karang Malang dari 8 orang ibu hamil primigravida 5 orang diantaranya sudah mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang dan 3 orang diantaranya belum mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang.
Berdasarkan Gambar 1 menunjukan bahwa responden yang terbanyak mempunyai tingkat pendidikan SMA yaitu 12 responden (40%).
III. HASIL PENELITIAN Berikut adalah hasil penelitian setelah dilakukan olah data.
Gambar 1. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan
Gambar 2. Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
Responden
Responden
7
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 21 responden (89,99%). Tabel 1. Tingkat pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Kedawung I Tingkat Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Pendidikan
F
f
f
SMP
10 (33,33%)
1 (3,33%)
0
11 (36,66%)
SD
1 (3,33%)
1 (3,33%)
2 (6,66%)
4 (13,33%)
SMA
12 (40%)
0
0
12 (40%)
PT Jumlah
3 (9,99%) 26 (86,66%)
0 2 (6,66%)
0 2 (6,66%)
3 (9,99%) 30 (100%)
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan pendidikan responden yang paling banyak adalah responden yang berpendidikan SMA dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 12 responden (40%). Tabel 2. Tingkat pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Kedawung I Tingkat Pengetahuan
Baik
Pekerjaan
F
IRT
18 (59,99%)
1(3,33%)
2(6,66%)
21(69,99%)
Swasta
6 (20%)
0
0
6(20%)
Wiraswasta
2 (6,66%)
0
0
2(6,66%)
Tani
1 (3,33%)
0
0
1(33,33%)
Jumlah
27 (89,99%)
1(3,33%)
2(6,66%)
30(100%)
Cukup f
Kurang
Jumlah
f
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak adalah responden yang mempunyai pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 18 responden (59,99%). Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 26 responden (86,66%).
Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan
IV. IV. PEMBAHASAN Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan di Pusksmas Kedawung I mempunyai tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 26responden (86,66%). Pengetahuan, (knowledge) adalah Hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Mubarak, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstilions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Soekanto, 2005). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalamam, kebudayaan sekitar dan informasi (Mubarak, 2007). Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Mubarak, 2007). Berbagai pekerjaan seseorang berdasarkan kemampuan yang bisa dilihat dari masing – masing orang serta pengalaman pekerjaan yang luas dan bisa mempengaruhi pengetahuan orang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya (Hendra, 2008). Dalam penelitian ini, sebagian besar responden bekerja sebagai IRT. Meskipun
sebagai IRT sesorang dapat juga mendapatkan pengetahuan atau informasi melalui berbagai media seperti surat kabar, TV maupun radio sehingga dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Selain faktor umur dan pendidikan, faktor sosial ekonomi yang berkaitan dengan pekerjaan juga mempengaruhi ibu dalam mempersiapkan menghadapi persalinan yang akan dihadapi nanti yang sesuai dengan kemampuannya. Pekerjaan mempengaruhi seseorang untuk mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Hendra, 2008). Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai – nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, et al, 2007). Dalam penelitian ini, responden yang berpendidikan SMA tingkat pengetahuannya lebih baik dari pada yang berpendidikan dibawah SMA. Pada umumya seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
9
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
maka pengetahuannya akan lebih baik pula. Pendidikan mempengaruhi terhadap daya tangkap seseorang terhadap informasi yang didapat. V. SIMPULAN Simpulan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan di Puskesmas Kedawung I dalam kategori baik.
DAFTAR PUSTAKA Fadlun dan Feryanto, A. 2014. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hendra, (2008). Pengetahuan. Available o nl in e: h t t p: / / a ja ng ka rya . wo rdp re ss. com/.10 Desember 2010. Jam 16.00WIB. Mubarak, Wahid iqbal et.al (2007). Promosi Kesehatan. Graha Ilmu: Yogyakarta Musbikin, I. 2010. Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta : Mitra Pustaka. Nolan, Mary, (2004). Kehamilan Dan Kelahiran. Arcan: Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta. Stoppard, M (2007). Kehamilan dan Panduan Mempersiapkan Kelahiran Untuk Calon Ibu dan Ayah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Soekanto. (2005). Sosiologi Suatu Pengantar.
10
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Pengaruh Perendaman Larutan Tomat (Solanum lycopersicum L.) Terhadap Penurunan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) The Effect of Soaking Solution Tomato (Solanum lycopersicum L.) With The Decreasing Level of Heavy Metals Lead (Pb) and Cadmium (Cd) On Mussels Blood (Anadara granosa) Akademi Farmasi Theresiana Semarang Maria Mita Susanti 1, Margareta Retno Priamsari 2
[email protected] ABSTRACT.
Keywords
ABSTRAK
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
11
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata kunci I.
PENDAHULUAN Kerang darah hidup dengan cara membenamkan diri di pantai pada substrat lumpur dan pasir, merupakan makhluk feeder (memperoleh makanan dengan cara menyaring air) dan suka menetap di suatu tempat, karena pergerakannya yang lambat. Cara hidup yang menetap menyebabkan akumulasi kandungan logam berat di dalam tubuh kerang darah (Darmono, 2001; Oemarjati, 1990). Logam berat yang sering ditemukan dalam kerang darah yaitu kadmium (Cd) dan Timbal (Pb). Cd dan Pb adalah bahan pencemar dalam air yang berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah pertambangan. Peningkatan kadar Cd dan Pb di dalam kerang darah semakin meningkat sejalan dengan proses industrialisasi yang semakin berkembang (Achmad, 2004; Widowati et.al, 2008). Menurut Wulandari dkk (2009) kandungan logam berat Cd dalam kerang darah yang ditemukan di sekitar muara Banjir Kanal Timur mencapai 1,6770 mg/kg dan menurut Ardy.C (2010) rata – rata kadar logam berat Pb dalam kerang hijau sebesar 3,0762 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar logam berat pada kerang melebihi syarat yang diperbolehkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yaitu di bawah 1 ppm untuk Cd dan 1,5 ppm untuk Pb. Informasi dan pengetahuan masyarakat yang masih kurang mengenai pengolahan biota laut salah satunya adalah kerang darah menyebabkan masih tingginya kandungan
12
logam berat Cd dan Pb, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menurunkan kadar Cd dan Pb dalam kerang darah. Logam berat dapat diturunkan kadarnya dengan zat yang disebut dengan sekuestran. Menurut Jones (1999) tomat merupakan buah yang memiliki kandungan asam sitrat yang tinggi karena jumlah asam sitrat dan malat dalam buah tomat adalah 60% dari total asam organik yang terkandung. Asam sitrat dapat berfungsi sebagai sekuestran yaitu zat yang dapat mengikat logam pada makanan, sehingga toksisitas logam dapat berkurang (Sarwono, 2001). Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perendaman larutan tomat ( L.) terhadap penurunan kadar logam berat kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada kerang darah ( ). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi larutan tomat (15%, 25% dan 50%) dan lama perendaman (15 menit dan 30 menit).Variabel terikat pada penelitian ini adalah penurunan logam Pb dan Cd. a. Perendaman Kerang Darah dalam Larutan Tomat Ditimbang daging kerang darah 100 g masukkan ke dalam cawan porselin, ditambahkan larutan tomat dengan konsentrasi 15%, 25% dan 50%. Masing – masing dilakukan perendaman selama 15 menit dan 30 menit. Daging kerang darah setelah direndam dilakukan pencucian,
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
tidak lebih dari 3 kali pencucian (Izza dkk., 2014). b. Preparasi Sampel dengan Destruksi Kering Sampel kerang darah yang sudah dicuci diblender, ditimbang sebanyak 10 g dalam cawan porselin dan dipanaskan di atas hot dengan suhu 250°C selama 2 jam sampai kering. Sampel kering dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 550°C selama 8 jam sampai menjadi abu. Abu di dalam cawan porselin ditambahkan 2 mL HNO3 65% dan diencerkan dengan aquadest. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 40 ke dalam labu takar 50,0 mL dan ditepatkan sampai tanda batas dengan aquadest (SNI 2354.5:2011). c. Pembuatan Larutan Baku Standart Pb Larutan standar Pb disiapkan dalam beberapa titik konsentrasi yaitu 0,1 mg/L; 0,2 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 2 mg/L dan 5 mg/L. Absorbansi larutan standar Pb dan sampel dibaca dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 283,3 nm.
dilakukan replikasi sebanyak tiga kali (SNI 2354.5:2011). III. HASIL PENELITIAN a. Kadar Pb dan Cd Dalam Kerang Berdasarkan hasil analisis kadar logam berat Cd sebelum dilakukan perendaman yaitu 1,27 mg/kg sedangkan untuk logam Pb sebesar 0,9603 mg/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah masih di atas NAB yang ditentukan BPOM (2009). b. Penurunan Kandungan Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Penurunan kadar logam berat Pb dan Cd dilakukan dengan perendaman kerang
yang digunakan yaitu 15 %, 25 %, dan 50 %, sedangkan lama perendaman yaitu 15 menit dan 30 menit. Penentuan kadar Pb dan Cd dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil penurunan kadar Cd dalam kerang darah setelah dilakukan perendaman disajikan pada Gambar 1.
d. Pembuatan Baku Standart Cd Larutan standar Pb disiapkan dalam beberapa titik konsentrasi yaitu 0,1 mg/L; 0,2 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 2 mg/L dan 5 mg/L. Absorbansi larutan standar Pb dan sampel dibaca dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 228,8 nm. e. Analisis Kadar Logam Pb dan Cd Penentuan kadar Pb dan Cd dilakukan dengan penyiapan larutan standar dan larutan sampel. Larutan standar 0,1 mg/L; 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; dan 2,0 mg/L dan 5 mg/L diinjeksikan pada burner secara bergantian, kemudian alat secara otomatis akan mencetak kurva kalibrasi larutan standar, selanjutnya diinjeksikan larutan sampel pada burner yang masing – masing
Gambar 1. Penurunan Kadar Cd
Dari Gambar 1 terlihat bahwa kadar Cd menggunakan lama perendaman selama 30 menit menunjukkan kadar logam berat Cd mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lama perendaman 15 menit. Hasil penurunan kadar Pb dalam kerang darah setelah
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
13
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
dilakukan perendaman Gambar 2.
disajikan
pada
Gambar 2. Penurunan Kadar Pb Dari Gambar 2 terlihat bahwa kadar Pb menggunakan lama perendaman selama 30 menit menunjukkan kadar logam berat Pb mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lama perendaman 15 menit. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit menghasilkan penurunan terhadap logam berat Pb dan Cd lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit. c. Pengaruh Perendaman Larutan Tomat Terhadap Penurunan Kadar Pb dan Cd Data penurunan kadar Pb dan Cd diuji normalitas data mengunakan ShapiroWilk diperorel hasil (p>0,05) yang menunjukkan bahwa distribusi data normal. Analisa data kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Anova. Hasil uji Anova disajikan pada Tabel I Tabel I. Pengaruh Penurunan Kadar Pb dan Cd Pb
Cd
Mean square
0,103
0,138
Sig
0,00
0,00
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bawa ada perbedaan pengaruh penurunan kadar Pb maupun Cd (p=0,00). Hal ini menunjukkan bahwa larutan tomat ( L) mampu menurunkan kadar logam berat Pb dan Cd pada kerang darah ( ). IV. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah masih di atas NAB yang ditentukan BPOM
14
(2009). Tingginya kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah ini dapat dipengaruhi akibat pencemaran di perairan Semarang, karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perairan Semarang. Menurut Bappeda Kota Semarang dan BPS Kota Semarang (2010) bahwa industri yang terdapat di kota Semarang antara lain yaitu industri mebel, furniture, biji plastik, kayu ukiran, air accu, percetakan, farmasi, reparasi kapal, kertas, buku tulis, kabel dan travo, komponen otomotif, sablon, pipa baja, mesin diesel, dan lain – lain yang berpotensi menghasilkan buangan limbah jenis logam berat seperti Pb dan Cd. Logam berat yang masuk di perairan akan mengalami pengendapan kemudian terdispersi dan diserap oleh organisme yang tidak bisa di metabolisme, sehingga akan mengalami akumulasi dalam organisme yang hidup di perairan (Puspita dkk, 2012). Umur kerang merupakan indikator terjadinya akumulasi logam berat pada perairan yang telah tercemar logam berat, semakin lama umur kerang semakin tinggi logam berat yang terakumulasi di dalam tubuh kerang darah dan semakin besar ukuran kerang semakin banyak pula jumlah logam berat yang terakumulasi. Kerang darah merupakan biota laut yang memperoleh makanan dengan cara menyaring air dan tinggal menetap di suatu tempat karena pergerakannya yang lambat, sehingga menyebabkan terakumulasinya logam berat Pb dan Cd di dalam tubuh kerang darah. Jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik sebagai parameter tingkat pencemaran lingkungan (Darmono, 2001). Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit menghasilkan penurunan terhadap logam berat Pb dan Cd lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit. Perbedaan mempengaruhi penurunan kadar Cd dalam daging kerang darah. Hasil menunjukkan bahwa
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
lama perendaman, semakin banyak asam sitrat logam sehingga akan menurunkan kadar Cd dan Pb dalam kerang darah. Perlakuan dengan lama perendaman 30 menit lebih efektif menurunkan logam berat jika dibandingkan dengan lama perendaman 15 menit, karena semakin lama waktu kontak antara asam sitrat dengan logam berat, maka semakin banyak pula logam berat yang dapat berikatan dengan asam sitrat membentuk garam sitrat. Penurunan logam berat Cd dan Pb menggunakan larutan tomat memberikan menurunkan logam berat, hal ini dipengaruhi oleh asam sitrat dalam tomat yang berikatan dengan logam Pb dan Cd dalam kerang darah membentuk garam sitrat. Asam sitrat sebagai sekuestran (zat pengikat logam) dapat menurunkan kadar logam berat dalam kerang darah dengan cara merusak ikatan logam protein. Ion logam yang terdapat dalam tubuh organisme hidup hampir semuanya berikatan dengan protein. Asam sitrat tiap molekulnya mengandung gugus karboksil (COOH) dan satu gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Gugus fungsional tersebut yang dapat menyebabkan ion sitrat bereaksi dengan ion logam membentuk garam sitrat.Ion sitrat akan mengikat logam sehingga dapat menghilangkan ion logam yang terakumulasi pada kerang sebagai garam sitrat (Setiawan dkk, 2013). Garam karboksilat apabila direaksikan dengan asam akan diperoleh kembali asam karboksilat yang disebut dengan reaksi kebalikan.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, R., 2004. Yogyakarta: Penerbit Andi.
.
Ardy, A., Mifbakhuddin, M., dan Nurullita., 2010.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Bappeda Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik, 2010. .Pemerintah Kota Semarang. Semarang. Hal 1-10. BPOM, 2009. . Jakarta : BSN. SNI 7387-2009. Darmono,
2001. Jakarta:
Universitas
Indonesia Press. Izza, A.T., Hidayat, N., & Mulyadi, A.F., 2014.
.
. Universitas
Brawijaya. Jones., J.B., Jr., 1999. , CRC Press, Boca Raton, FL. Oemarjati,
Boen
S.,
&Wisnu W., 1990. . Jakarta: Penerbit
UI-Press. V. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh perendaman larutan tomat dengan penurunan kadar logam berat Cd dan Pb pada kerang darah (p
Puspita, F., Melannisa, R., & Santoso, B., 2012.
. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
.
15
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Setiawan, A., Yulianto, B., &Wijayanti, D.P., 2013.
1(2), 129-142. Standar
Nasional
Indonesia,
2011.
SNI 2354.5:2011. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Widowati, W., 2008. Yogyakarta: Penerbit Andi.
16
.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Gambaran Pengetahuan Pasien Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien SC(Sectio Caesaria) Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mei Tahun 2014 (Picture Of Patients Knowledge Of The Rights An Obligations Of Hospitalized Patients Sc (Sectio Caesaria) In RSUD Dr. Moewardi Surakarta May Year 2014) Bekti Suharto Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo
[email protected]
Abstract:
Keywords
Abstrak
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
17
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata kunci I.
PENDAHULUAN Banyak hal lain dalam persetujuan tindakan medis ini belum jelas untuk kalangan dokter dan rumah sakit maupun untuk pasien dan masyarakat pada umumnya. Bagaimana kedudukan hukumnya, apa isi perjanjian ini sudah baik sehingga kepentingan dokter dan rumah sakit seimbang dengan kepentingan pasien dan keluarga. Menurut Permenkes No.290//MENKES/PER/III/2008, persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Berdasarkan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 31 mengenai kewajiban pasien yaitu setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap rumah sakit atas pelayanan yang diterimanya, dan Pasal 32 mengenai hak pasien yaitu memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien, memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi, memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, dan sebagainya. Pada akhir-akhir ini terjadi beberapa kasus yang bergulir seperti dugaan malpraktik di rumah sakit yang mengakibatkan meninggalnya seorang pasien. Kasus yang paling banyak terjadi adalah pada tindakan pada proses persalinan. Hal ini sebenarnya bisa
18
diatasi dengan prosedur pelaksanaan sebelum tindakan pasien dan keluarga harus diberi penjelasan tentang resiko/ akibat apa saja yang akan terjadi setelah dilakukan , kemudian harus menandatangi setiap tindakan baik besar maupun kecil. Namun kenyataannya di beberapa rumah sakit terjadi beberapa pelanggaran disiplin seperti dalam penjelasan informasi tentang hak dan kewajiban pasien kurang jelas dan dipahami oleh pasien, sehingga hal ini bisa menyebabkan kejadian salah paham yang berujung pada gugatan kasus malpraktik kepada tenaga kesehatan. Pelanggaran itu umumnya juga terkait dengan pelanggaran hukum, seperti misalnya : melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan ( ), ketidakmampuan tenaga medik untuk menjalankan profesinya, menulis surat keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataannya, penelantaran pasien ( ), dan sebagainya. Angka kejadian di Indonesia menurut data survei nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Di RSDM angka kelahiran bayi dengan persalinan sectio menempati urutan ke-4 pada laporan 10 besar penyakit rawat inap tahun 2013 yaitu sebanyak 1.502 pasien. Persalinan dengan memiliki resiko tinggi karena dilakukan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi transabdominal uterus, sehingga sangat penting pemberian informasi tersebut kepada pasien agar mereka siap menerima apapun
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
yang akan terjadi dan tidak akan melakukan gugatan setelah dilakukan tindakan yang sudah disetujui pasien dengan / persetujuan tindakan medis. II. METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian 1. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. 2. Metode yang digunakan yaitu metode observasi dan wawancara. 3. Penelitian ini menggunakan metode . b. Populasi dan Sampel Penelitian Objek penelitian pasien pada bulan Mei Tahun 2014, populasi dan sampel total pasien pada bulan Mei. III. HASIL PENELITIAN Diketahui bahwa dari total 19 pasien yang sudah jelas informasi tentang persetujuan umum sebanyak 16 (84,2%) dan yang belum jelas memperoleh informasi tentang persetujuan umum sebanyak 3 (15,8%), pasien yang sudah memahami informasi berjumlah sebanyak 17 (89,5%) sedangkan yang belum jelas memahami informasi sebanyak 2 (10,5%), pasien yang sudah jelas informasi tentang hak pasien sebanyak 19 (100%) atau total semua pasien, pasien yang sudah jelas memahami informasi tentang kewajiban pasien/ keluarga sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang sudah mendapatkan informasi mengenai persetujuan tindakan medis sebanyak 14 (73,7%) dan yang belum jelas mendapatkan informasi tentang persetujuan tindakan medis sebanyak 5 (26,3%), pasien yang sudah mendapatkan informasi dengan jelas mengenai persetujuan tertulis persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang sudah mendapatkan informasi dengan jelas mengenai penjelasan persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien,
pasien yang mendapatkan informasi dengan jelas mengenai risiko sebanyak 17 (89,5%) dan yang belum jelas sebanyak 2 (10,5%), pasien yang sudah jelas mendapatkan informasi dan menandatangani persetujuan dengan kesadaran sendiri sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien. IV. PEMBAHASAN 1. Rekam Medis Menurut Permenkes no 269 tentang Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatn dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengoibatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai dalam Pasal 46 ayat (“UU Praktik Kedokteran”) yang mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 2. Hukum Kesehatan Menurut Van Der Mijn, hukum kesehatan adalah hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara. Dan hukum kesehatan menurut Leenen, Profesor pada mata kuliah hukum kedokteran hukum kesehatan sebagai keseluruhan di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya. (Dahlan, 2000) Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendapatkan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
19
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Sedang kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Dalam buku Manjemen Mutu Pelayanan Kesehatan (Wijono, 2000), hak pasien yaitu hak pribadi yang dimilki setiap manusia sebagai pasien. Hak dan kewajiban pasien antara lain : Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur, Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran, kedokteran gigi, dan tanpa diskriminasi, Memperoleh asuhan keperawatan setara sesuai dengan keinginannya dan sesuai peraturan di rumah sakit, Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan peraturan di rumah sakit, Di rawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar, Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdapat di rumah sakit tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat, Berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya termasuk data-data mediknya, Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi :Penyakit yang dideritanya, Tindakan medik apa yang hendak dilakuka, Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, Alternative terapi lainnya, Prognosanya, Perkiraan biaya pengobatan. Pasien berhak menyetujui atau memberikan ijin tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengn penyakit yang diderita. Pasien berhak menolak tindakan yagakan dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri setelah memperoleh informasi yang jelas dalam keadaan kritis.Pasien berhak didampingi keluarga dalam keadaan kritis. Berhak
20
atas menjalankan ibadah. Berhak atas keamanan dan keselamatan diri. Berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya. Berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual. Pasien berkewajiban mentaati segala peraturan dan tata tertib di rumah sakit. Pasien wajib mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam perawatan. Pasien wajib memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit kepada dokter yang merawat. Pasien wajib melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau dokter. Pasien wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuatnya. Hak dan Kewajiban Dokter, meliputi : Berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, Berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasar hak otonomi, Berhak menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien, Berhak atas privasi (berhak menuntut apabila nama baiknya tercemar oleh pasien), Berhak mendapatkan informasi secara lengkap dari pasien, Berhak memperoleh informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya. Berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun pasien, Berhak mendapatkan imbalan jasa berdasarkan peraturan di rumah sakit, Dokter wajib mematuhi peraturan dirumah sakit. Hak dan Kewajiban pemberi pelayanan kesehatan (Provider/Rumah Sakit), meliputi : Provider berhak membuat peraturanperaturan sesuai dengan kondisi yang ada Berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan rumah sakit, Berhak
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya, Berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja dirumah sakit melalui panitia kredensial, Berhak menuntut pihakpihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga dll), Berhak mendapatkan perlindungan hukum, Wajib mematuhi perundangan dan aturan-aturan yang dikeluarkan pihak pemerintah, Wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, sex, dan status sosial pasien, Wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membeda-bedakan kelas perawatan ( ), Wajib menjaga mutu keperawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan ( ), Wajib memberikan pertolongan pengobatan di UGD tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu, Wajib menyediakan sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan, Wajib menyediakan sarana peralatan medic sesuai dengan standar, Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai ( ), Wajib merujuk kepada rumah sakit yang lain jika rumah sakit tersebut tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, Mengusahakan adanya sistem sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana, Wajib melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum jika dokter tersebut mendapatkan tuntutan hukum dari pasien atau keluarga, Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter, Membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayanan medik, penunjang medik dan non medik. (Rustiyanto, 2009) Hak pasien atas isi rekam medis ini juga ditegaskan dalam Pasal 52 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran “Pasien, dalam menerima pelayanan
pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; menolak tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam medis.” Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 diganti dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan belum secara terperinci mengatur tugas dan wewenang perawat serta berbagai hal yang berkaitan dengan keperawatan, sehingga amat diperlukan suatu UU tersendiri yaitu UU Praktik Keperawatan yang dapat menjadi standar praktik dan jaminan terhadap mutu pelayanan keperawatan serta perlindungan hukum bagi perawat, pasien atau masyarakat yang memperoleh pelayanan keperawatan. 3. Unit Rawat Inap Unit rawat inap atau instalasi rawat inap merupakan inti kegiatan rumah sakit yang berfungsi memberikan pelayanan pasien suatu hari atau lebih dengan berbagai jenis didalam suatu ruangan dengan kelas perawatan yang berbeda. Perbedaan ruangan dan kelas tidak menunjukan perbedaan mutu pelayanan namun semata-mata pada jenis dan tarif pelayanan. Unit Rawat Inap juga merupakan pelayanan klinis yang melayani pasien karena keadaannya harus dirawat selama 1 hari atau lebih. Dalam perawatan tersebut dapat terjadi beberapa kemungkinan: harus dilakukan tindakan operasi sehingga harus dirujuk ke kamar bedah, harus ditolong persalinan sehingga harus dirujuk ke kamar bersalin, dan harus dilakukan pengawasan insentif sehingga harus dirujuk dan dirawat di kamar insentif seperti ICU, ICCU, NICU, dan PICU. (Sofari, 2002) 4. Persalinan Sectio Caesaria
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
21
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Mitayani, 2009) Sectio caesarea telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia sejak jaman kuno, beberapa referensi tentang sectio caesarea telah ada pada kebudayaan kuno Hindu, Mesir, Yunani, Roma, dan beberapa cerita rakyat dari Eropa. Undang-Undang untuk Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 15 dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan : berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya; pada sarana kesehatan tertentu. Menurut Solikhah, merupakan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan uterus melalui dinding depan perut. juga diartikan sebagai pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi transabdominal uterus. umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak meungkinkan atau karena adanya indikasi medis ataupun nonmedis. Tindakan medis hanya dilakukan ada masalah pada proses kelahiran yang bisa mengancam nyawa ibu dan janin misalnya
kehamilan dengan preeklampsi (Judhita, 2009). Berdasar hasil wawancara dengan pasien, dalam penelitian mengenai pengetahuan informasi hak dan kewajiban pasien sc ( ) rawat inap di RSUD Dr. Moewardi diketahui sudah baik dalam menerima informasi. Hal ini terbukti dari pemahaman informasi hak dan kewajiban pasien/ keluarga dengan hasil sebanyak 19 (100%), namun dari itu belum bisa diambil kesimpulan baik secara total karena masih ada pasien yang belum jelas mengenai informasi persetujuan tindakan medis sebanyak 5 (26,3%). Hal ini dipengaruhi oleh usia > 28 tahun cenderung merasa belum jelas dalam menerima penjelasan tentang hak dan kewajiban pasien sc ( ) di RSUD Dr. Moewardi, sehingga bisa mempengaruhi hasil penilaian mutu pelayanan dan rentannya kesalah pahaman yang berakibat keluhan/ gugatan tentang penanganan medis diakhir pelayanan jika dalam perawatan tidak sesuai dengan pemahaman pribadi pasien, karena kurang memahami informasi pada saat awal pendaftaran rawat inap. V. SIMPULAN 1. Informasi hak dan kewajiban pasien untuk general consent persetujuan umum pasien sectio caesaria di RSUD Dr. Moewardi sudah berjalan dengan baik karena petugas memberikan informasi kepada pasien dan keluarga sebelum pasien berobat rawat inap. 2. Dari 19 pasien diketahui jelas dan belum jelas memahami informasi mengenai hak dan kewajiban pasien SC (Sectio Caesaria) sebanyak : a. Informasi tentang persetujuan umum sebanyak 16 (84,2%) jelas dan belum jelas 3 (15,8%), b. Memahami
22
informasi
berjumlah
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
sebanyak 17 (89,5%) jelas sedangkan yang belum jelas 2 (10,5%), c. Informasi tentang hak pasien sebanyak 19 (100%) jelas atau total semua pasien,
Muhamad Yaeni. 2013. Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.Vol. 2013.
d. Memahami informasi tentang kewajiban pasien/ keluarga sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien,
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/ MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis.
e. Informasi mengenai persetujuan tindakan medis sebanyak 14 (73,7%) jelas dan yang belum jelas 5 (26,3%),
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290/ MENKES/PER/III/2008.
f.
Persetujuan tertulis persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien,
g. Persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien, h. Informasi mengenai risiko sebanyak 17 (89,5%) jelas dan belum jelas 2 (10,5%), i.
Rustiyanto, Ery. 2009. Graha Ilmu. Yogyakarta. Shofari, Bambang. 2002.
PORMIKI Jawa Tengah. Semarang. Solikhah, Umi. 2011. Nuha Medika. Yogyakarta
Menandatangani persetujuan dengan kesadaran sendiri sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien.
3. Penyebab belum jelasnya informasi adalah pengaruh umur pasien, kurangnya memahami informasi saat membaca, mendengarkan dan sebelum menyetujui persetujuan umum.
DAFTAR PUSTAKA Dahlan, Sofwan. 2000. . Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
. 2010. Bandung : Citra Umbara.
Djoko wijono, 2000.manajemen mutu pelayanan kesehatan.surabaya : airlangga university Dwi Hastuti. 2015. Hubungan Pengetahuan Tentang Dengan Kecemasan Ibu Pre Operasi Di Ruang Catleya Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Stikes Kusuma Husada Surakarta, Vol. 2015.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
23
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo
Bebas Pada
(Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) 2 Mia Dwi Indah P1 Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo
[email protected] ,
[email protected]
Abstract : is
Keyword :
Abstrak
24
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata Kunci : I.
PENDAHULUAN Pembangunan keluarga berencana (KB) adalah salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), dalam upaya tersebut diciptakan model keluarga berkualitas dengan sasaran adalah generasi muda usia 15 – 24 tahun. Generasi muda ini, disebut generasi berencana (Genre); yaitu generasi yang dapat menunda usia perkawinan dan berperilaku sehat sehingga terhindar dari resiko HIV/AIDS ( )dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif Lainnya). Generasi berencana (Genre) ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi teman sebayanya. Generasi berencana (Genre) diwadahi dalam sebuah pusat informasi dan konseling remaja (PIK-R) yang dibentuk di sekolah, universitas, dan organisasi kepemudaan,(BKKBN,2012). Perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan melewati batas kewajaran, yaitu dari ciuman bibir sampai dengan hubungan seksual merupakan perilaku seksual beresiko. Resiko – resiko yang dapat terjadi diantaranya terjangkit penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, dan meningkatnya angka kematian ibu (AKI) serta angka kematian bayi (AKB), (Sarwono, 2007). Data BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ) mencatatkan bahwa setiap tahunnya jumlah kejadian aborsi di Indonesia semakin meningkat yaitu 15 %. Berdasarkan riset pada tahun 2012 oleh BKKBN, diperkirakan setiap tahunnya jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. 800.000 diantaranya terjadi di kalangan remaja, (BKKBN,2014).
Perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin, peranan keluarga, pengaruh dari teman sebaya, jumlah uang saku, kurangnya pengetahuan, paparan iklan, pemahaman agama, sumber informasi, gaya hidup, budaya, dan ketidakpastian ekonomi, (Darmasih, 2009). Menurut Morton dan Farhat dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai kontribusi yang sangat dominan dari aspek pengaruh dan percontohan ( ) dalam perilaku seksual remaja dan pasangannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dengan wawancara dari guru Bimbingan Konseling (BK),pada tahun 2015 didapatkan empat orang siswa yang berpacaran di tempat sepi pada saat gedung sekolah kosong. Kejadian ini berulang pada beberapa bulan kedepan. Penelitian –penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian ini yaitu penelitian dari Suwarni (2009) tentang monitoring parental dan perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja SMA di Kota Pontianak, dengan hasil bahwa ada pengaruh yang besar pada perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja di SMA Kota Pontianak. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Maryatun (2013), tentang peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta, yang memaparkan hasil bahwa peran teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku seksual pranikah pada remaja. Kelompok sebaya memberikan lingkungan dimana remaja dapat melakukan sosialisasi dengan aturan yang ditetapkan oleh mereka
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
25
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
sendiri. Sehingga mereka akan cenderung lebih banyak di luar rumah bersama teman sebayanya, dan hal inilah yang menjadi salah satu cara mereka menemukan konsep diri, (Depkes RI,2012). Menurut Santrock (2007), bahwa kawan – kawan sebaya adalah anak – anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Parlee dalam Siregar (2010), mengungkapkan bahwa ciri – ciri dalam berteman yaitu secara sukarela, unik, kedekatan, dan keintiman. Sehingga, kita perlu memelihara pertemanan agar dapat saling mengenal dan mengerti satu sama lainnya. Teman sebaya mempunyai peran penting yaitu sebagai sumber informasi mengenai keadaan di luar lingkungan keluarga, sumber pengetahuan, dan sumber untuk mengungkapkan ekspresi sebagai identitas diri, (Santrock,2007). Ikatan pertemanan, selain mempunyai peran; juga dapat berfungsi sebagai yaitu memberikan kesempatan seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika melakukan aktivitas, yaitu melalui berteman akan membuat seseorang terasah bakat dan minatnya sehingga mudah mendapatkan kesempatan di lingkungan sosial, yaitu dengan kehadiran teman akan membuat seseorang lebih berarti dalam suatu lingkungan, dukungan ego yaitu apa yang dihadapi seseorang akan dirahasiakan dan dipikirkan oleh orang lain (temannya), yaitu akan membuka kesempatan seseorang untuk mengungkapkan segala kompetensi dan minatnya, yaitu akan tebentuk sikap saling percaya,menghargai, dan menghormati orang lain, (Santrock, 2007). Setiap remaja mempunyai tahapan perkembangan psikososial dan seksual yang terbagi menjadi 3 yaitu masa remaja awal atau dini (11 – 13 tahun),masa remaja pertengahan (14 – 16 tahun), dan masa remaja lanjut (17 – 20 tahun), (Irianto,2014). Pada masa remaja
26
primer yaitu terjadinya haid (menstruasi) pada remaja putri dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki – laki; dan tanda – tanda seks sekunder yaitu terjadinya perubahan suara, tumbuhnya jakun, tumbuhnya kumis; dan pada remaja perempuan terjadi perubahan pada payudara yaitu bertambah ukurannya dan tumbuhnya rambut ketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan, pada perubahan kejiwaan yang berlangsung lebih lambat daripada perubahan menjadi lebih sensitif, agresif, dan reaktif terhadap rangsangan luar yang mempengaruhi; juga perkembangan intelegensi yaitu seorang remaja akan lebih berpikir abstrak, senang memberikan kritik dan mencoba hal – hal yang baru, (Kumalasari dan Andhyantoro,2012). Perilaku seksual pada remaja dapat berupa sesuatu yang tidak tampak seperti berfantasi, dan sesuatu yang tampak seperti berpegangan tangan, cium kering dan cium basah, perabaan, berpelukan, masturbasi, oral, , serta , (Imran,2009). Menurut Sarwono (2007), seorang remaja dalam melakukan penyimpangan seksual bebas, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri, antara lain yaitu meningkatnya libido seksualitas yang berkaitan dengan kematangan yang tercermin dari kontrol diri dan emosional. Faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual seorang remaja, antara lain yaitu kurangnya informasi tentang pendidikan seks, adanya orientasi pada pemuasan nafsu, kurangnya komunikasi antara orangtua dengan anak, lingkungan pertemanan, serta adanya penundaan usia perkawinan. Selain kedua faktor tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang termasuk perilaku seks bebas pada remaja, yaitu faktor predisposisi atau pemudah seperti pendidikan, sikap , motivasi, pengetahuan; faktor pendukung seperti media
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
massa dan kualitas pelayanan kesehatan; dan faktor penguat seperti peran teman sebaya, (Notoatmodjo,2007). Apabila seorang remaja melakukan perilaku seks bebas, akan menimbulkan beberapa akibat diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), terjangkitnya penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS, konsekuensi psikologis yang menyebabkan psikologis tubuh, (Notoatmodjo,2007). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada siswa SMK Bina Patria 1 Sukoharjo pada bulan April – Mei tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan pendekatan . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Pada Variabel Teman Sebaya pada Remaja Kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo No.
Peran Teman Sebaya Lemah Kuat
1 2 Total Sumber : Data Primer 2016
F
%
37 44 81
46 54 100
SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dengan teknik sampling . Teknik pengumpulan data dengan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis univariat pada data kategorik yaitu peran teman sebaya dan perilaku seksual bebas. Analisis bivariat menggunakan uji yang hasilnya ditunjukkan dengan nilai p. III. HASIL PENELITIAN Peran teman sebaya, hasil analisa univariat yang didapatkan yaitu peran teman kuat dan peran teman lemah. Sama pada variabel perilaku seksual yang dibagi menjadi tidak melakukan dan melakukan. Kedua variabel tersebut, yaitu peran teman sebaya dan perilaku seksual bebas, hasil analisisnya ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.
Menurut tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja kelas X di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo (53%) melakukan perilaku seksual bebas. Analisa Bivariat pada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dimulai dengan hasil variabel peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas yangditampilkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1 dapat diketahui bahwa peran teman sebaya yang kuat yaitu apabila hasil dari kuesioner adalah lebih dari sama dengan 50% lebih besar (54%) dibandingkan dengan peran teman sebaya yang lemah yaitu apabila hasil dari kuesioner kurang dari 50%. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Pada Variabel Perilaku Seksual Bebas pada Remaja Kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo No.
Perilaku Seksual Bebas Tidak Melakukan Melakukan
1 2 Total Sumber : Data Primer 2016
F
%
38 43 81
47 53 100
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
27
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 3 Crosstab variabel peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas No.
Peran Teman Sebaya
1. Lemah 2. Kuat Total Sumber : Data Primer 2016
Perilaku Seksual Bebas Tidak melakukan % Melakukan 27 71 10 11 29 33 38 100 43
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dilakukan uji , didapatkan hasil nilai p yaitu 0,000 kurang dari 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas pada remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo. IV. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa peran teman sebaya pada siswa kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, kuat. Hasil ini sesuai dengan pembahasan dalam Modul Kesehatan Reproduksi Remaja (2012), bahwa seorang remaja akan cenderung lebih banyak di luar rumah bersama teman sebayanya, untuk mendapatkan konsep diri mereka. Karena pada lingkungan teman sebaya ini, seorang remaja dapat melakukan sosialisasi, dimana aturan telah ditetapkan oleh mereka sendiri. Selain dapat menemukan konsep diri dalam lingkungan teman sebaya, seorang remaja mampu mengungkapkan identitas diri, memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan mendapatkan informasi dari dunia luar karena adanya peran teman sebaya, (Santrock,2007). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarni (2009), menemukan bahwa perilaku teman sebaya mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perilaku remaja. Menurut Sarwono (2007), teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja; hal ini dibuktikan dengan adanya tekanan dari teman sebaya yang sering
28
% 23 77 100
Total 37 44 81
membuat remaja berperilaku kearah hal – hal yang negatif, (Yusuf,2002). Menurut Azwar (2005); bahwa rasa ingin tahu seorang remaja dalam segala hal termasuk perilaku seksual bebas, didorong oleh adanya pengaurh dari teman sebaya agar remaja tersebut dapat diterima di dalam kelompok dengan mengikuti semua norma yang telah dianut oleh teman sebayanya. Seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mempercayai semua informasi dari teman sebayanya tanpa mencari kejelasan sumber informasi tersebut. Karena pada masa remaja, ikatan antara teman sebaya lebih kuat sehingga terkadang dapat menggantikan peran keluarga. Selain itu teman sebaya dianggap mempunyai rasa simpati, pengertian, dan dapat saling berbagi pengalaman, sehingga remaja dapat mempunyai kebebasan tersendiri, (Branstetter,2003). Selain penelitian Suwarni (2009), penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2013), bahwa remaja yang memperoleh informasi seksualitas dari teman sebaya akan lebih beresiko dalam berperilaku seksual pranikah dibandingkan remaja yang tidak memperoleh informasi seksual pranikah dari teman sebayanya. Seorang remaja yang telah masuk dalam kelompok teman sebaya, mendapatkan bahwa teman sebagai orang yang dapat memberikan simpati dan pengertian karena hampir sama. Proses mencari identitas diri dan kemandirian menyebabkan remaja memilih untuk menghabiskan waktu dengan teman sebayanya.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Sebagian masyarakat termasuk remaja sendiri, beranggapan bahwa perilaku seksual bebas selalu berhubungan dengan adanya hubungan intim ( ). Tetapi, perilaku seksual yang sering dilakukan pada remaja berupa berfantasi, berpegangan tangan, cium kering (dipipi atau kening), cium basah (dibibir sampai lidah), berpelukan, masturbasi, oral, menempelkan atau menggesekkan alat kelamin, sampai pada bersenggama, (Imran, 2009). Seorang remaja laki – laki maupun perempuan menghabiskan waktu dua kali lebih banyak bersama teman sebaya dibandingkan dengan kedua orangtuanya. Seorang remaja pada umumnya tidak bersedia mengakui aktivitas seksualnya pada orangtua ataupun guru kecuali pada teman sebayanya. Karena menurut mereka, teman sebaya lebih dapat menyimpan rahasia, lebih terbuka dalam membicarakan lawan jenis serta dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan orangtua atau keluarganya, (Sarwono, 2007).
seksual bebas yang sedikit, semakin mudahnya akses informasi, pelayanan kesehatan yang kurang menyentuh tingkat usia remaja, dan peran teman sebaya yang kuat dalam mempengaruhi pola pikir seorang remaja.
Perilaku seksual bebas pada remaja mengakibatkan beberapa kejadian yang tidak diinginkan seperti pengguguran kandungan (aborsi), perdarahan, infeksi, kematian, hingga penyebaran penyakit menular seksual
. diakses tanggal 10 oktober 2015 jam 13.03 WIB.
AIDS. Selain beberapa hal tersebut, juga dapat mengakibatkan timbulnya perasaan malu, berdosa, bersalah, dan depresi pada diri remaja tersebut, (Notoatmodjo, 2007). Akibat yang ditimbulkan dari perilaku seksual bebas tersebut, terjadi karena kurangnya peran keluarga dalam kehidupan seorang remaja dan remaja tersebut lebih memilih teman sebayanya sebagai sarana dalam mengekspresikan segala keingintahuan juga bakat mereka. Menurut Notoatmodjo (2007), seorang remaja dapat melakukan perilaku seksual bebas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sikap terhadap stimulus sosial yang ada dalam diri remaja, motivasi atau dorongan untuk melakukan perilaku seksual bebas, pengetahuan remaja tentang pendidikan
V. SIMPULAN sebaya dengan perilaku seksual bebas pada remaja kelas X di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo.
DAFTAR PUSTAKA Azwar,S. 2005. .
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset. BKKBN.
2012.
. diakses tanggal 10 oktober 2015 jam 12.45 WIB. . 2014.
Branstetter,S.A. 2003.
NIDAGrant F31 DA015030-01: University of Denver Department of Psychology. Damarsih,R. 2009.
Kesehatan Surakarta.
. Surakarta: Fakultas Ilmu Universitas Muhammadiyah
Depkes RI. 2012. . Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dewi,A.
2012.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
29
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Imran.
2009. . Jakarta:PKBI.
Kumalasari I dan
Andhyantoro,I.
2012. Jakarta:
Salemba Medika. Maryatun.
2013.
Surakarta: Stikes Aisyiyah Surakarta. Notoatmodjo. 2007. . Jakarta: Rineka Cipta. Santrock. 2007. Erlangga. Sarwono,S. 2007.
.
Jakarta: Jakarta:
Suwarni,L. 2009.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol.4 No.2. Yusuf,S.L.N. 2002. Bandung: Remaja Rosdakarya.
30
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Uji Daya Analgetik Ekstrak Etanol Daun Jinten (Coleus Amboinicus L.) Pada Mencit Dengan Metode Rangsang Kimia (Analgesic Power Test Of Ethanol Extract Of Jinten Leaves (Coleus Amboinicus L.) On Mice With Chemical Stimulation Methods) Ganang Caesar Ramadhan, Siwi Hastuti Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo
[email protected] [email protected]
Abstract: Jinten Leaf ( This research aims to know the power of ethanol extract of analgesic leaves jinten to the male mice (Mus musculus L.) in the induction of acetic acid. Ethanol extract of jinten leaf retrieval method treatment leaves jinten with a dose of 50 mg/kg, 100 mg/kg, 200 mg/kg body weight, coconut oil 25 ml/kg (control), asetosal and 39 mg/kg body weight (a comparison). The amount of stretching the acetic acid induced mice are used to calculate the percent power analgesic test preparations. Percent with a dose of analgesic power 50, 100, 200 mg/kg body weight respectively are (4.17 ± 0,227)%, (10.86 ± 0,262)% and (22,98 ± 0,246)%. The result is still less than the power with a dose power obtained from the amount of stretching that mice are induced by intraperitoneal acetic acid an interval of 30 minutes after oral induced. The data obtained were analyzed using test.
Keywords Abstrak: Daun jinten minyak atsiri. Flavonoid dan polivenol yang ada dalam daun jinten dapat memberikan daya analgetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun jinten terhadap mencit jantan yang di induksi asam asetat. Pengambilan ekstrak etanol daun jinten menggunakan metode maserasi. Mencit dikelompokan dalam lima kelompok (n=5), masing-masing diberi perlakuan secara oral ekstrak etanol daun jinten dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, minyak kelapa 25 ml/kg BB (kontrol), dan asetosal 39 mg/kg BB (pembanding). Jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat digunakan untuk menghitung persen daya analgetik sediaan uji. Persen daya analgetik dengan dosis 50, 100, 200 mg/kg BB berturut-turut adalah (4,17 ± 0,227)% ,(10,86 ± 0,262)% dan (22,98 ± 0,246)%. Hasil masih lebih kecil dari daya analgetik asetosal dengan dosis 39 mg/kg BB (33,64 ± 0,122)% yang intraperitoneal selang waktu 30 menit setelah pemberian oral. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji . Ekstrak etanol daun jinten dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/ p Kata kunci:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
31
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
I.
PENDAHULUAN Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001). Intensitas nyeri merupakan gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006). Tanaman tradisional merupakan salah satu modal dasar pembangunan kesehatan nasional, di Indonesia disamping pelayanan formal, pengobatan dengan cara tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh masyarakat secara luas, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Istilah tanaman obat diartikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Banyak orang ber-anggapan penggunaan obat tradisional relatif lebih aman, namun bukan berarti obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan penyalah-gunaan obat tradisional dan tanaman obat (Ramadhan, 2009). Terdapat berbagai obat tradisional dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiatnya. Namun masih banyak tanaman yang belum diketahui kadar analgetiknya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Cahyadi, 2009). 32
Jinten ( ) merupakan tanaman etnobotani Indonesia yang telah dimanfatkan secara turun-temurun oleh masyarakat Sumatera Utara, terutama ibuibu yang baru melahirkan, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas air susu ibu (ASI) (Santosa and Hertiani, 2005). jinten juga dilaporkan aktif terhadap beberapa bakteri dan (Ragasa ., 1999). Secara tradisional, daun jinten digunakan untuk mengobati batuk, infeksi tenggorokan, hidung tersumbat dan penyembuh luka. II. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan ekstrak etanol daun jinten (EEDJ) perlu dilakukan ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi, karena pada penelitian sebelumnya juga menggunakan metode maserasi ekstrak etanol dengan menguji terhadap gel antibakteri pada jerawat. Penyarian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan etanol 70% perbandingan (1:5) kemudian ditutup dengan plastik. Dibiarkan selama dua hari terlindung dari cahaya matahari, sambil berulang–ulang diaduk, setelah dua hari dalam , kemudian sari diuapkan diatas waterbath sampai etanol menguap semua (Dirjen Binfar and Alkes, 2010). Pada uji aktivitas, mencit dibagi menjadi 5 kelompok sebagai berikut sebelumnya mencit dipuasakan selama 18-24 jam dengan tetap diberi minum. Kelompok I kontrol negatif diberi minyak kelapa 25 ml/kg BB secara peroral. Kelompok II kontrol positif diberi suspensi asetosal 39 mg/kg BB. Kelompok III EEDJ 50 mg/kg BB. Kelompok IV EEDJ 100 mg/kg BB. Kelompok V EEDJ 200 mg/kg BB. Pemberian sediaan uji masing-masing kelompok secara peroral, 30 menit kemudian hewan uji diberikan larutan asam asetat 100 mg/kg BB secara intraperitoneal. Setelah itu diamati dan dihitung jumlah kumulatif geliat mencit tiap selang waktu
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
5 menit selama 1 jam. Nyeri ditandai dengan timbulnya writhing (geliat), yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik ke belakang. Pengujian efek analgetik dengan metode geliat ditetapkan dengan menghitung jumlah kumulatif selama 60 menit. Teknik Analisis Data Data penelitian berupa jumlah geliat kumulatif pada masing-masing kelompok perlakuan. Kemudian dihitung daya analgetikanya yang dinyatakan sebagai % daya analgetik (% DA) dengan rumus sebagai berikut:
masing dosis berurutan yaitu 583,6 geliat dan 206 geliat. Uji pendahuluan kedua untuk menentukan kg BB dilihat dari hasil uji Anova satu jalan menunjukkan bahwa waktu induksi asam asetat pada lima menit, 30 menit, dan 60 menit setelah pemberian senyawa uji menunjukan perbedaan dilakukan uji Post Hoc Tests (LSD) diperoleh waktu induksi lima menit dengan 30 menit dan 60 menit. Waktu induksi 30 menit dengan lima
Tetapi untuk waktu induksi 30 menit dengan Ket :
maka Ho diterima tidak ada perbedaan yang
P = jumlah geliat kelompok perlakuan K = jumlah geliat kontrol negatif III. HASIL Hasil maserasi daun jinten memperoleh dari EEDJ yaitu bentuk ekstrak kental, warna hijau kehitaman, bau khas daun jinten dan rasa getir. Uji pendahuluan pertama dilakukan untuk
tersebut didapat kumulatif
waktu induksi 60 menit. Uji pendahuluan ketiga yaitu mengorientasi dosis sediaan EEDJ yang akan digunakan untuk uji aktivitas. Peneliti menggunakan sampel dosis percobaan yaitu Hasil uji analgetik pada mencit yang diinduksi asam asetat, menunjukkan jumlah geliat dan daya analgetik sediaan uji dan kontrol positif yang terlihat pada tabel 1. kontrol negatif yang digunakan adalah minyak kelapa sebagai pelarut sediaan uji.
geliat masing-
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
33
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 1. Pengaruh sediaan uji terhadap jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat Perlakuan
Mean ± SEM (%)
Daya analgetik (%)
Mean ± SEM (%)
191,4 ± 0,070
0
0
No
Jumlah Geliat
I
188
Minyak kelapa
II
204
kg BB
III IV
175 206
V
184
I
135
29,46 %
II
115
39,91 %
III
133
IV V
125 127
34,69 % 33,64 %
I
137
28,42 %
II III
158 143
17,45% 25,28%
IV
139
27,37%
V I
160 172
16,40% 10,13 %
II
176
8,04 %
III IV
162 174
V
169
11,70 %
I II
181 186
5,43 % 2,82 %
III
184
IV
183
4,38 %
V
183
4,38 %
Asetosal Dosis 39
EEDJ Dosis 200
EEDJ Dosis 100
kg BB
127±0,058
147,4±0,073
170,6±0,031
183,4±0,009
Kolmogorov-Smirnov Tests dan untuk memberi nilai tentang hasil analisis apabila terdapat perbedaan variabel uji, maka dibuat Ho dan H1. Ho yaitu persen daya analgetik kontrol positif dan ekstrak Etanol daun jinten dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg adalah sama. H1 yaitu persen daya analgetik kontrol positif dan ekstrak Etanol daun jinten dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg
diperoleh
30,51 %
15,36 % 9,09 %
33,64±0,122
22,984±0,246
10,864±0,262
3,86 %
mempunyai
4,174±0,227
varian
yang
tidak
antara persen daya analgetik ekstrak etanol daun jinten. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc
asetosal dengan dosis 100 mg, dan asetosal dengan dosis 200 mg maka Ho ditolak, ada sama, jadi Ho diterima. Berdasarkan hasil uji
dapat disimpulkan data terdistribusi normal.
asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 50 mg dengan asetosal dan dosis 50 mg dengan dosis 200 mg memiliki
Uji homogenitas menggunakan Test of
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
pemberian asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 100 mg dengan
pemberian asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 200 mg dengan dosis asetosal, dosis 200 mg dengan 50 mg, dan dosis 200 mg dengan 100 mg memiliki nilai
ekstrak etanol daun jinten.
IV. PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun jinten pada mencit jantan galur swiss dengan induksi rangsang kimia. Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (Priyanto, 2008). Uji daya analgetik daun jinten pada percobaan ini dilakukan karena melihat pemanfaatan tanaman obat di masyarakat masih belum dilakukan secara optimal untuk kesehatan. Daun jinten diambil dari jenis jinten putih (Coleus amboinicus Lour). Bagian daun yang digunakan adalah berwarna hijau, utuh dan masih segar. Setelah dipanen daun segera dikeringkan kedalam oven, agar kandungan air tidak mempengaruhi proses pembusukan. Pengovenan dilakukan dengan oven listrik pada suhu lebih kurang 50ºC sampai menjadi simplisia yang kering agar zat yang terkandung dalam daun tidak mudah rusak. Penyerbukan dilakukan dengan mesin penyerbukan yaitu blender. Penyerbukan ini ditujukan untuk mempermudah proses penarikan zat aktif oleh penyari agar tertarik secara maksimal. Isolasi ekstrak etanol daun jinten dilakukan dengan metode maserasi dengan penyari etanol. Metode ini adalah metode penyarian dengan cara dingin yang murah dan mudah dilaksanakan. Prinsip kerjanya adalah adanya perpindahan zat aktif dari dalam sel ke luar sel karena adanyan perbedaan konsentrasi dan akan terjadi kesetimbangan Adanya pengadukan dan penyarian berulang akan
yang berupa minyak. EEDJ diujikan ke mencit untuk mengetahui aktivitas analgetiknya. Pada uji aktivitas analgetik, induksi nyeri dilakukan dengan induksi rangsang kimia yang digunakan adalah asam asetat (Putri and Hastuti, 2015). Asam asetat dapat merangsang rasa sakit pada mencit sehingga akan timbul geliat kesakitan pada mencit. Jumlah geliat untuk setiap perlakuan sediaan uji dapat digunakan untuk menentukan daya analgetik sediaan uji. Jumlah geliat berbanding lurus dengan daya analgetiknya. Semakin sedikit jumlah geliat mencit, semakin besar daya analgetiknya, berarti sediaan uji semakin poten.
Berdasarkan orientasi dosis asam asetat yang telah dilakukan, peneliti mengunakan tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan dari jumlah geliat yang ditimbulkan oleh mencit BB menimbulkan komulatif geliat yang terlalu tinggi. Berdasarkan hasil orientasi penentuan selang waktu pemberian sediaan uji dengan induksi nyeri, pada uji utama dipilih waktu yang
dengan waktu induksi 30 menit dan 60 menit antara 30 menit. Hasil orientasi dosis seperti yang terlihat pada gambar 1 menunjukkan bahwa pemberian masih di bawah dari asetosal. Menurut Sirait et al. (1993), adanya aktivitas analgetik dalam bahan uji ditunjukkan dengan jumlah geliat yang lebih sedikit sampai lebih dari 50% dibanding BB menunjukkan adanya jumlah geliat yang lebih sedikit sampai lebih dari 50% dibanding menunjukkan adanya aktivitas analgetik dalam daun jinten. Sehingga peneliti menentukan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Gambar 1. Uji pendahuluan dosis sediaan yang digunakan untuk uji aktivitas Variasi dosis ekstrak yang digunakan adalah dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg. Persen daya analgetik dari variasi dosis ekstrak tersebut akan dibandingkan dengan persen daya analgetik kontrol positif yaitu asetosal dan kontrol pelarut yaitu minyak kelapa dengan berdasarkan jumlah geliat yang merupakan reaksi nyeri yang diperlihatkan oleh hewan uji, pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan selang waktu pengamatan setiap 5 menit.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa percobaan pada mencit dengan kontrol negatif (minyak kelapa) memiliki rata-rata jumlah geliat yang paling besar dibanding dengan percobaan pada mencit dengan variasi dosis ekstrak 50 mg, 100 mg, 200 mg dan juga kontrol positif (asetosal). Pada percobaan variasi dosis ekstrak 200 mg, 100 mg, 50 mg, rata-rata jumlah geliat secara berturut-turut adalah (147,4 ± 0,073); (170,6 ± 0,031); (183,4 ± 0,009). Pada hasil tersebut maka dapat dilihat bahwa pola rata-rata jumlah geliat menurun seiring dengan peningkatan dosis, hal ini disebabkan oleh karena semakin tinggi dosis yang diberikan maka jumlah geliat sebagai tanda nyeri juga semakin menurun. Pada gambar 2 memperlihatkan bahwa kontrol pelarut (minyak kelapa) memiliki daya geliat yang paling tinggi, hal ini sangat relevan karena minyak kelapa tidak memiliki efek analgetik, dan ketika hewan uji merasakan nyeri maka geliat akan semakin bertambah tinggi.
Gambar 2. Pengaruh sediaan uji terhadap
Gambar 4. Presentase daya analgetik EEDJ pada mencit yang diinduksi asam asetat
asetat
Untuk memperlihatkan gambaran perbandingan persen daya analgetik dari senyawa uji ditunjukan pada gambar 4 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah persen daya analgetik untuk kontrol positif (asetosal
mencapai puncak ditunjukkan pada menit ke 1025, kemudian setelah menit ke-30 jumlah geliat menurun hingga menit ke-60 atau mendekati normal, yang artinya antara kontrol positif dengan kontrol negatif mempunyai perbedaan bermakna sehingga pada uji pendahuluan dan perlakuan dilakukan pengamatan jumlah geliat sampai dengan 60 menit.
dibandingkan dengan variasi dosis ekstrak 200 mg, 100 mg, 50 mg terhadap mencit yang diinduksi asam asetat berturut-turut adalah (22,98 ± 0,246)%, (10,86 ± 0,262)%, (4,17 ± 0,227)%. EEDJ masih memiliki daya analgetik BB. Hasil data yang diperoleh dari pengujian analgetik selanjutnya dianalisis secara statistik
Gambar 3. Jumlah komulatif geliat mencit yang diinduksi asam asetat berdasarkan sediaan uji
daya analgetik dari kelima perlakuan yang sebelumnya memenuhi syarat normalitas dan homogenitas. Pada penelitian ini berdasarkan uji statistik
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
sediaan uji dari ekstrak etanol daun jinten antar perlakuan. Hal ini mendukung pengalaman empiris yang dilakukan oleh masyarakat dalam penggunaan daun jinten untuk mengurangi rasa sakit pada luka memar. Daun jinten juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat baru sebagai analgetik.
V. SIMPULAN Ekstrak etanol daun jinten (EEDJ) memiliki efek daya analgetik, pada dosis 200, 100, dan terhadap mencit yang diinduksi asam asetat berturut-turut adalah (22,98 ± 0,246)%, (10,86 ± 0,262)%, dan (4,17 ± 0,227)% masih lebih kecil dari daya analgetik asetosal dengan
from Coleus amboinicus. Santosa, C. M., & Hertiani, T. 2005. Kandungan senyawa kimia dan efek ekstrak air daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus, L.) putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi Indonesia. 16 (3): 141 – 148. Smeltzer,S.C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran. Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Tamsuri A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Dirjen Binfar dan Alkes Suplemen I. 2010. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Cahyadi, R. 2009. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro. Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi. Depok analgetik ekstrak etanol daun saga (Adenanthera pavonina L.) terhadap mencit jantan (Mus Musculus) galur swiss. IJMS. 2(2):126-133 Ramadhan, A.N. 2009. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro. Ragasa CY, Sangalang V, Pendon Z dan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Di Sma Negeri 8 Surakarta Relationship The Parenting Pattern And The Juvenile Delinquency At State Senior Secondary School 8 Surakarta Sri Sayekti Heni Sunaryanti AKPER Mamba’ul ‘Ulum Surakarta Jl. Ringroad Utara Tawangsari, Jebres Mojosongo
[email protected] Abstract
th
th
Keywords Abstrak
38
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
= Kata kunci I.
PENDAHULUAN Remaja atau mempunyai arti yaitu mencakup kematangan mental, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama sekurangkurangnya dalam masalah hak. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, masa ini harus lebih diperhatikan oleh orang tua karena apabila tidak ditanggapi, remaja dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan moral dan etika yang dapat merusak dirinya sendiri. Dalam masa remaja sifat kesadarannya masih (keadaan dimana kesadaran manusia belum tersusun rapi) walaupun isinya sudah banyak (ilmu pengetahuan, perasaan, dan sebagainya). Remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana individu yang berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ini mencapai kematangan seksualnya, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Soekanto, 2000). Kenakalan remaja adalah gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh pengabaian sosial. Akhibatnya mereka mengembangkan bentuk perilaku menyimpang (Kartono, 2003). Kenakalan remaja merupakan semua perbuatan yang tidak sesuai atau keluar dari nilai dan norma yang dapat menimbulkan keonaran dan kecemasan sosial dalam masyarakat (Santrock,2002). Pengaruh
peran
orang
tua
sebagai
pengasuh dirumah sangat memberikan kontribusi terhadap pembentukan kepribadian dan moral anak.Remaja yang nakal seringkali berasal dari keluarga-keluarga dimana orang tua jarang memantau anak-anak mereka, memberi sedikit dukungan dan mendisiplinkan mereka secara tidak efektif (Sarwono,2002). Adapun fenomena kenakalan remaja adalah dari 1.110 remaja di Jawa Barat (Bandung dan Cianjur) dan 877 remaja di Bali (Denpasar dan Gianyar) didapatkan bahwa remaja yang pernah mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi di Jawa Barat-urban 22,4 %, sementara di rural 10,6 %. Sebaliknya Bali di urban hanya 18,4 % sedangkan di rural 22,4 %. Pengalaman pernah absent tidak mengikuti pelajaran di sekolah tanpa ijin guru (membolos) di Jawa Barat-urban 51,9 %, rural 33,7 % sebaliknya di Bali-urban 30,1 %, rural 37,1 % dan meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua secara berturut-turut dapat dikemukakan sebagai berikut : di Jawa Baraturban 54,4 %, rural 42,3 % sementara di Baliurban 58,4 %, rural 52,7 %. Kenakalan remaja berupa corat-coret dinding baik di propinsi Jawa Barat maupun Bali cukup tinggi juga. Di propinsi Jawa Barat hampir seimbang yaitu untuk urban 26,3 %, sedangkan di rural 23,6 %. Sebaliknya di Bali-urban 31,7 % lebih tinggi daripada di rural 19,6 %. Bentuk kenakalan remaja yang lain kearah kriminalitas, meliputi pemerasan dan pencurian hanya sekitar 2,2 %. Nampaknya di rural agak meningkat yaitu 5,0 %. Sementara di propinsi Bali-urban sekitar 7,2 %, keadaan ini hampir sama dengan di rural yaitu 5,8 %. Pencurian yang dilakukan oleh remaja juga dapat dikemukakan disini, 6,3 % remaja di Jawa Barat-urban pernah melakukannya, sedangkan di rural sedikit meningkat 8,2 %. Lain halnya di Bali, di urban 8,9 % lebih rendah daripada di rural 17,7 % (Sapardiyah, 2000).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
39
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
SMA Negeri 8 Surakarta merupakah salah satu sekolah menengah atas yang terdapat di Surakarta. Banyaknya kasus kenakalan remaja ternyata juga terjadi di SMA Negeri 8 Surakarta. Dari daftar pelanggaran dan kenakalan peserta didik di SMA Negeri 8 Surakarta diketahui bahwa angka pelanggaran dan kenakalan peserta didik di tahun 2011/2012. Pada semester ganjil besarnya tingkat kenakalan remaja mencapai 20,08% dan pada semester genap sebesar 18,32%. Namun seiring berjalannya waktu tingkat kenakalan remaja semakin mengalami penurunan yang mana terlihat bahwa jumlah kenakalan di tahun ajaran 2012/2013 pada semester ganjil mencapai 15,15%. Tentunya angka ini bukan angka yang kecil, sehingga diharapkan manajemen SMA Negeri 8 Surakarta terus berusaha untuk menurunkan jumlah pelanggaran dan kenakalan di SMA 8 Surakarta. Adapun jenis pelanggaran dan kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik di SMA Negeri 8 Surakarta adalah pelanggaran yang bersifat internal dan eksternal yaitu merokok, membolos, berbohong, mencuri, melanggar tata tertib sekolah, hal yang menjurus kepada perjudian, pemalakan, membuang sampah sembarangan, keluyuran dan kebut-kebutan. (BK & STP2K SMA Negeri 8 Surakarta, 2012). Pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang dihadapkan pada umumnya (Casmini,2007). Macam pola asuh orang tua menurut Daryono (2004) adalah pola asuh demokrasi dimana kedudukan anak dan orang tua sejajar, mengambil keputusan bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Pola asuh kedua adalah pola asuh otoriter dimana pola asuh jenis ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Anak harus nurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan orang tua. Pola asuh
40
ketiga adalah pola asuh permisif yakni aturan dan ketetapan keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semenamena tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Pola asuh keempat adalah pola asuh situasional yaitu pola asuh yang diterapkan secara kaku artinya orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh diatas, ada kemungkinan orang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana individu yang berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ini mencapai kematangan seksualnya, individu mengalami dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Kenakalan adalah suatu kelainan tingkah laku, dan tingkah laku merupakan usaha untuk mendapat kepuasan pribadi, sedang masyarakat dapat menerimanya atau menolaknya (Notosoedirjo, 2002). Dalam proses pencarian jati dirinya seperti dijelaskan diatas, remaja sering melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan dan keluarga inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja. Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan normanorma yang hidup didalam masyarakatnya (Kartono,2003). Remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan” (Kartono, 2003).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Menurut pendapat Kartono (2003) wujud dari perilaku kenakalan remaja adalah Kebutkebut di jalan yang mengganggu lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri dan orang lain, Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengancam ketentraman lingkungan sekitar, Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadangkadang membawa korban jiwa, Membolos sekolah lalu menggelandang sepanjan jalan, dan Kriminalitas anak, remaja dan kenakalan seperti mengancam, intimidasi, mencuri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja adalah pengaruh teman sepermainan, pendidikan, penggunaan waktu luang, uang saku, perilaku seksual, kondisi keluarga yang berantakan ( ), kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, status sosial ekonomi orang tua yang rendah dan penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat (Daryono,2004). Indikator kenakalan remaja menurut Sunarwiyati (2005) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan yaitu kenakalan biasa, sedang dan tinggi. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Surakarta pada tanggal 10 Maret sampai 10 April 2013. Jenis penelitiannya adalah jenis penelitian deskriptif korelatif dengan metode survey analitik yaitu survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi. Desain yang digunakan adalah di mana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan) (Notoatmojo, 2005). Teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan yaitu teknik pengambilan sampel secara acak (Notoatmodjo, 2005). Jumlah siswa di SMA Negeri 8 Surakarta
tahun ajaran 2012/2013 adalah sebanyak 960 siswa. Dengan menggunakan rumus ukuran sampe penelitian sesuai rumus Notoadmojo (2005) menjadi sebanyak 91 siswa. Pengumpulan data dengan metode angket atau kuesioner. Dalam penelitian ini dapat dijelaskan instrumen kuesioner ada 2 yaitu : kuesioner kenalan remaja dan kuesioner pola asuh orang tua. Teknik perhitungan validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik dari (Nursalam, 2008). Berdasarkan hasil uji validitas variabel pola asuh orang tua yang dilakukan pada 30 responden di SMA Negeri 8 Surakarta tanggal 21 Februari 2012 diketahui bahwa nilai rhitung berkisar antara 0,380 – 0,569 yang lebih besar dari rtabel (0,361), sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh instrumen variabel pola asuh orang tua valid serta dapat digunakan untuk penelitian. Sedangkan untuk variabel kenakalan remaja diketahui bahwa nilai rhitung berkisar antara 0,400 – 0,630 yang lebih besar dari rtabel (0,361), sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh instrumen variabel kenakalan remaja valid serta dapat digunakan untuk penelitian. Untuk melakukan uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik ( ). Kuesioner dapat dikatakan lebih dari 0,6. Berdasarkan hasil uji coba diketahui bahwa nilai r11 untuk variabel pola asuh orang tua sebesar 0,809 dan nilai r11 untuk variabel kenakalan remaja adalah 0,823. Oleh karena nilai r11 lebih besar dari 0,600; ini berarti instrumen yang diujicobakan bersifat reliabel (handal). III. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden penelitian ini adalah 91 siswa SMA Negeri 8 Surakarta, dengan karakteristik sebagai berikut:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
41
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
a. Jenis Kelamin Distribusi frekuensi jenis kelamin responden penelitian dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden No. 1. 2.
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
Persentase Komulatif
Laki-laki Perempuan
50 41
54,9 45,1
54,9 100,0
Jumlah
91
100,0
Sumber : Data Primer yang diolah Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan data jumlah responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan. Kenakalan remaja memang sering dan banyak dilakukan oleh laki-laki. Karena laki-laki mempunyai perilaku yang keras dan emosi tinggi. Sehingga bagi sebagian besar siswa laki-laki akan melakukan
kenakalan di saat mempunyai masalah terkait dengan keluarga, pacar dan lain sebagainya. Pendekatan secara manusiawi dan pribadi oleh orang tua yang bijaksana akan memberikan dampak yang baik dalam meminimalisir kenakalan remaja. b. Umur Distribusi frekuensi umur responden penelitian dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut:
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Umur Responden No.
Umur Responden
Jumlah
Persentase
Persentase Komulatif
1.
15 Tahun
15
16,4
16,4
2. 3.
16 Tahun 17 Tahun
31 18
34,1 19,8
50,5 70,3
4.
18Tahun
27
29,7
100,0
91
100,0
Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah
Selain itu jumlah responden dengan usia 16 tahun menjadi faktor rendahnya tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Pada usia ini merupakan usia remaja yang masih mencari jati diri. Dalam proses pencarian jati dirinya seperti dijelaskan diatas, remaja sering melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan dan keluarga inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja.Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai
42
dengan norma-norma yang hidup didalam masyarakatnya (Kartono,2003). Dengan adanya perhatian orang tua secara intensif dengan berbagai contoh perilaku akan memberikan pengertian yang lebih baik dalam berperilaku. c. Asal Tempat Tinggal Distribusi frekuensi asal tempat tinggal responden dapat dilihat pada tabel dan digram berikut:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Asal Tempat Tinggal Responden
1.
Asal Tempat Tinggal Responden Pedesaan
2.
Perkotaan
No.
Jumlah
Persentase
45
49,5
Persentase Komulatif 49,5
46
50,5
100,0
Jumlah 91 Sumber : Data Primer yang diolah Hasil distribusi frekuensi asal tempat tinggal menunjukkan jumlah yang hampir sama antara pedesaaan dan perkotaan. Tapi ada perbedaan jumlah siswa diperkotaan sedikit lebih banyak, sesuai dengan teori Sosiogenis, yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber-sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Termasuk dalam teori sosiogenis ini adalah teori dari Mc. Cord, dan teori “penyalahgunaan anak” (dalam Sarwono, 2001). Healy dan Bronner sarjana Ilmu sosial dari Universitas Chicago yang banyak mendalami sebab-sebab sosiogenis kenakalan remaja sangat terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial
100,0
dikota-kota yang berkembang pesat, dan banyak membuahkan perilaku pada anak, remaja serta pola kriminal pada orang dewasa. Argumen sentral dari teori ini menyatakan bahwa perilaku pada dasarnya disebabkan oleh stimulusstimulus yang ada diluar individu (Sarwono, 2001) Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola asuh orang tua dan tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. a. Pola Asuh Orang Tua pola asuh orang tua dari siswa SMA Negeri 8 Surakarta.
Tabel 4 Pola Asuh Orang Tua dari siswa SMA Negeri 8 Surakarta No.
Pola Asuh Orang Tua
Jumlah
Persentase
Persentase Komulatif
1. 2.
Permisif Otoriter
14 31
15,4 34,1
15,4 49,5
3.
Demokratis
46
50,5
100,0
Jumlah 91 Sumber : Data Primer yang diolah
100,0
Hasil analisis univariat berhubungan dengan pola asuh orang tua didapatkan data pola asuh terbesar adalah demokratis, sebesar 46 responden (50,5%). Pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan normanorma yang dihadapkan pada umumnya (Casmini,2007). Pola asuh Demokratis
adalah pola asuh dimana kedudukan orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan di ambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
43
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akhibat positif dari pola asuh ini anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya,
anak cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua.
b. Kenakalan Remaja kenakalan remaja pada siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Tabel 5 Kenakalan Remaja dari siswa SMA Negeri 8 Surakarta No.
Kenakalan Remaja
Jumlah
Persentase
Persentase Komulatif
1.
Biasa
41
45,1
45,1
2. 3.
Sedang Tinggi
32 18
35,2 19,7
80,3 100,0
Jumlah 91 Sumber : Data Primer yang diolah
100,0
Hasil distribusi frekuensi kenakalan remaja di SMA 8 Surakarta terbanyak dalam kategori biasa sebesar 41 siswa (45,1%). Menurut Sunarwiyati S (2005) yang termasuk kategori kenakalan remaja biasa seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, berbohong, membuang sampah sembarangan. Hal ini sesuai dengan Laporan Bagian BK&STP2K SMAN 8 Surakarta Tahun 2012, jenis pelanggaran dan kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik di SMA Negeri 8 Surakarta adalah pelanggaran yang bersifat internal
dan eksternal yaitu merokok, membolos, berbohong, mencuri, melanggar tata tertib sekolah, hal yang menjurus kepada perjudian, pemalakan, membuang sampah sembarangan, keluyuran dan kebutkebutan. Sehingga kategori kenalan remaja yang dilakukan masih dalam kategori biasa. Analisis bivariat dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan alat analisis korelasi Kendall’s Tau. Adapun berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 6 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di SMA Negeri 8 Surakarta Kenakalan Remaja
Pola Asuh Permisif
Otoriter
Biasa
Sedang
Tinggi
4
2
8
(4,4%)
(2,2%)
(8,8%)
2
24
5
(2,2%)
(26,4%)
(5,5%)
6
5
(6,6%)
(5,5%)
Kendall’s tau b
-0,520 Demokratis 35 (38,5%)
Sig
0,000
Sumber : Data Primer yang diolah 44
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Sedangkan hasil perhitungan korelasi Kendall’s Tau diketahui bahwa besarnya nilai adalah -0,520. Hal itu menunjukkan adanya antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Selanjutnya diberlakukan pada populasi dimana sampel dengan menggunakan rumus zhitung dengan taraf kesalahan 5%. Adapun hasilnya adalah -7,300. Harga zhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ztabel. Untuk uji sehingga menjadi 0,5%. Selanjutnya harga z dapat dilihat pada kurva normal dengan z= 0,495 (0,495 diperoleh dari 0,5-0,005). Pada tabel kurve normal diperoleh nilai ztabel sebesar -2,58. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa zhitung lebih kecil dari ztabel disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Sehingga pola asuh orang tua mempunyai hubungan yang negatif dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Berdasarkan tabel silang hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta diketahui bahwa 8,8% atau 8 orang responden yang mempunyai orang tua dengan pola asuh permisif, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori tinggi, 26,4% atau 24 responden yang mempunyai orang tua dengan pola asuh yang termasuk kategori otoriter, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori sedang; dan 38,5% atau 35 responden yang mempunyai orang tua dengan pola asuh demokratis, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori biasa. Sehingga dapat diketahui adanya kecenderungan bahwa semakin baik pola asuh orang tua, maka tingkat kenakalan remaja semakin rendah dan sebaliknya semakin kurang pola asuh orang tua, tingkat kenakalan remaja termasuk
kategori tinggi. Hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Kendall’s Tau diketahui bahwa besarnya nilai adalah -0,520.Harga zhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ztabel kesalahan 1% dibagi 2, sehingga menjadi 0,5%. Selanjutnya harga z dapat dilihat pada kurva normal dengan z= 0,495 (0,495 diperoleh dari 0,5-0,005). Pada tabel kurve normal diperoleh nilai ztabel sebesar -2,58. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa zhitung lebih kecil dari ztabel dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Sehingga pola asuh orang tua mempunyai hubungan yang negatif dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Orang tua dengan pola asuh dimana kontrol dan kehangatan yang diberikan kepada remaja sama rendah, dimana orang tua sangat tua yang menerapkan pola asuh ini hanya memberikan sedikit perhatian dan kontrol yang cukup longgar. Mereka cenderung untuk menggunakan sedikit waktu dan energi mereka untuk berinteraksi dengan remaja dan hampir tidak pernah memperhitungkan pendapat remaja dalam membuat keputusan. Orang tua hanya siapa saja orang-orang yang terlibat dalam kehidupan remaja, bahkan dalam kasus yang ekstrim. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini hampir tidak memperdulikan lagi keberadaan remajanya. Jika situasi tersebut berlangsung selama terus menerus maka akan membuat remaja bersikap masa bodoh, pasif dan bahkan depresi. Remaja akan memiliki interaksi yang kurang baik dengan orang tua sehingga proses sosialisasi dan internalisasi nilai tidak terjadi. Pola asuh ini akan menghasilkan remaja yang memiliki pengertian bahwa aspek lain dalam kehidupan orang tua lebih penting dari pada
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
45
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
mereka. Mereka cenderung tidak memiliki kompetensi sosial dan emosi anak, serta memiliki kontrol diri yang rendah. Pola asuh ini yang akan menimbulkan perilaku impulsif, kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat dan timbulnya perilaku menyimpang serta perilaku anti sosial atau kenakalan (Yusuf,2001).Sehingga pola asuh orang tua berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berada ditengah-tengah masyarakat hanya akan berhasil apabila ada kerjasama dan dukungan penuh dari masyarakat da keluarga (Hamzah B Uno,2008) Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Yeni Diana Sari (2009) Dalam Skripsinya yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Di SMK Textile Pandaan Pasuruan menyimpulkan bahwa pola asuh yang diberikan orang tua terhadap anak didapatkan bahwa hampir setengah siswa yang mendapatkan pola asuh penelantaran sebanyak 28 orang (37,8%). Siswa mendapatkan pola asuh penyabar sebanyak 20 orang (27%), siswa mendapatkan pola asuh otoriter sebanyak 15 orang (20,3%) dan siswa mendapatkan pola asuh yang demokratis sebanyak 10 orang (14,9%). Sedangkan dari hasil pengujian dengan menggunakan statistik uji tanda dengan tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh hasil ada hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja Melihat hasil penelitian ini maka pola asuh orang tua terhadap anak sebaiknya demokratis untuk meminimalkan kenakalan remaja. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa keluarga merupakan salah satu penanggung jawab pendidikan dasar, disamping masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dasar yang dimaksud berkenaan dengan keagamaan dan budaya sebagai dasar pembinaan pribadi anak. Oleh karena itu kedudukan keluarga 46
sebagai lembaga pendidikan sangatlah vital, bagi kelangsungan pendidikan generasi muda maupun bagi pembinaan bangsa pada umumnya (Soelaeman, 2001). Kiat-kiat dalam menangani kenakalan remaja disekolah adalah dengan : keteladanan, pendekatan agama&kesehatan, optimalisasi pendidikan moral&pekerti, pendekatan psikologius yang humanis&persuasive, bimbingan dan konseling, tata tertib sekolah, komisi disiplin, kerjasama sekolah,orang tua&lingkungan, pembekalan aspek hukum, menciptakan ruang kelas&lingkungan sekolah yang menyenangkan, menggunakan tindakan preventif dan mengisi waktu luang remaja dengan tindakan yang positif (Ma’mur Jamal Asmani, 2011) IV. SIMPULAN Pola asuh orang tua di SMA Negeri 8 Surakarta termasuk kategori demokratis (50,5%), Tingkat kenakalan remaja mempunyai tingkat kenakalan remaja yang termasuk kategori biasa (45,1%). Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta ( = -0,520; Zhitung = ; p= . Adanya berbagai keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Pendidikan a. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan kepustakaan mengenai pelaksanaan bimbingan pola asuh pada orang tua. b. Menjadi bahan evaluasi penurunan kenakalan remaja.
dalam
c. Berperan aktif dalam memperbaiki pola asuh orang tua dengan turun ke lapangan dan memberikan penyuluhan pada masyarakat. d. Perlu ditingkatkan kedisiplinan dan perhatian bagi siswa didiknya
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
khususnya yang masuk dalam catatan guru BK dengan diberikan sanksi agar laku. 2. Bagi Remaja/ siswa a. Menggali potensi diri untuk mempersiapkan masa depan karena itu merupakan salah satu tugas perkembangan remaja. b. Memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan yang lebih positif agar terhindar dari kenakalan remaja yang banyak muncul sebagai akibat dari kegiatan negatif remaja. c. Memilih teman maupun lingkungan yang baik agar kejadian munculnya kenakalan remaja dapat dihindari. 3. Bagi Masyarakat a. Senantiasa aktif dalam mencari informasi tentang pemberian pola asuh yang tepat untuk anak. b. Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah. 4. Bagi Peneliti Lain Lebih meningkatkan penelitian dengan mencari faktor lain yang berpengaruh terhadap kenakalan remaja. 5. Bagi institusi Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan penelitian, khususnya dalam upaya menurunkan kenakalan remaja. DAFTAR PUSTAKA Bimbingan Konseling&STP2K.2011. daftar Pelanggaran Remaja SMAN 8 Surakarta Casmini.2007.Emotional Parenting. Yogyakarta.Pilar Media Daryono,A.2004. Hal-hal Yang Mempengaruhi Timbulnya Kenakalan Remaja. http:// h4b13/wordpress.com. Akses 05 Maret 2012 Hamzah B Uno.2008. Profesi Kependidikan
Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia.Jakarta. Bumi Aksara Kartono,K.2003. Patologi Sosial 2. Jakarta. PT Ma’mur Jamal Asmani.2011.Kiat Mengatasi Kenakalan Remajadi Sekolah.Jokjakarta. Diva Press Notoatmodjo,S.2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta Pusat. PT Rineka Cipta Notosoedirjo,M.2002. Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang : Universitas Muhammadiyah Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Sapardiyah,S.2000. Kenakalan Remaja di Propinsi Jawa Barat dan Bali. Center for Research and Development of Health Ecology, NIHRD. http://digilib.itb.ac.id/gdl. php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppkgdl- grey-2000-siti-105-kenakalan. Akses 10 Mei 2010. Santrock,J.W.2002.Life Span Development (Terjemahan).Boston:Mac Graw-Hill Sarwono,S.W.2002.Psikologi Remaja.Jakarta: Soekanto,S.2000. sosiologi Keluarga: Tentang Ihwal Keluarga, Remaja dan Anak.Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Soelaeman.2001. Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung.Alfabeta Sunarwiyati,S.2005. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulannya. Yogyakarta: Kanisius Yusuf,S.2001. Psikologi Perkembangan Anak Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya Yeni Diana Sari.2009. Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Kenakalan Remaja di SMK Textile Pandaan Pasuruan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Universitas Yudharta Pasuruan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
47
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi (Body Mass Index And Hemoglobin Level Related To Wound Healing Of Patients Undergoing Laparatomy Surgery) Yuli Widyastuti1, Risti Widyaningsih2 Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstract
Keywords
Abstrak
48
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata Kunci I.
PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit salah satunya adalah pelayanan tindakan pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi semakin maju, prosedur tindakan pembedahan mengalami kemajuan pesat. Sejumlah peyakit merupakan indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu tindakan operasi atau pembedahan adalah laparatomi. RSUD dr Moewardi Surakarta merupakan rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi yang lengkap, dimana sebagian besar bedah mayor dilakukan di rumah sakit ini. Dari data rekam medik pasien RSUD dr Moewardi Surakarta pada tahun 2014 diperoleh data rata-rata 556 tindakan pembedahan laparatomi dilakukan setiap bulannya dan total mencapai 6681 operasi laparatomi dilakukakan pada tahun 2014. Berdasarkan pembagian luka operasi, tindakan bedah laparatomi merupakan jenis luka operasi bersih terkontaminasi, yaitu jenis operasi yang membutuhkan proses penyembuhan yang lebih lama (Hidayat, 2006). Lama penyembuhan luka laparatomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti nutrisi, sirkulasi, oksigenasi, obesitas, iskemia, benda asing, penyakit kronis, kebiasaan merokok, dan obat-obatan (Sjamsuhidayat, 2005). Aspek yang mempengaruhi penyembuhan luka salah satunya adalah nutrisi. Nutrisi sangat penting pada pasien yang menderita penyakit kritis atau pasien yang memiliki luka, baik luka akut maupun kronis. Untuk sembuh sebagaimana mestinya, tubuh memerlukan karbohidrat, lemak, protein, mineral, kalori, vitamin, dan hidrasi yang adekuat (Morton, et al 2011). Terdapat 4 indikator untuk menilai status nutrisi individu yaitu Antopometri (IMT, LILA, lingkar kepala, lingkar pinggang), Biokimia (uji
specimen darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot), Clinical sign (tanda-tanda klinis), Dietary History (riwayat gizi). Studi yang dilakukan oleh Sulastri (2012) dengan judul “Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Mawar I RSUD DR Moewardi Surakarta” didapat hasil bahwa hemoglobin dengan penyembuhan luka. Penelitian ini untuk mengetahui lebih lanjut hubungan Index Masa Tubuh (IMT) dan kadar Hemoglobin dengan proses penyembuhan luka pada pasien post operasi Laparatomi di RSUD dr Moewardi Surakarta. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan studi penelitian deskriptif korelasi dengan desain penelitian cross-sectional. Pengumpulan datanya melalui observasi. Sampel nya adalah seluruh pasien post operasi laparatomi di bangsal Mawar II RSUD Dr Moewardi Surakarta sebanyak 15 orang dan menggunakan teknik accidental sampling. Uji statistik menggunakan Spearman Rank. Instrumen yang digunakan adalah hasil penghitungan IMT, hasil pemeriksaan Haemoglobin dan penyembuhan luka. III. HASIL PENELITIAN Karakteristik Data Umur Tabel 1 Distribusi Umur Kategori 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 Total
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
Frekuensi 3 3 2 3 4 15
% 20% 20% 13,3% 20% 26,7% 100%
49
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan umur. Distribusi umur cukup merata pada semua kategori umur. Paling sedikit terdapat pada kategori umur 40-49 tahun ada 2 orang (13,3%). Sedangkan paling banyak terdapat pada kategori umur 6060 tahun ada 4 orang (26,7%). Jenis Kelamin Tabel 2 Distribusi Jenis Kelamin Kategori Frekuensi Laki-laki Perempuan
11 4
Total
15
% 73,3% 26,7%
100%
Tabel 2 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin. Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (73,3%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (26,7%). Index Masa Tubuh (IMT) Tabel 3 Distribusi Index (IMT) Kategori Kurang Normal (18,524,9) Berlebih (2529,9) Total
Masa Tubuh
Total 15 100.0 Tabel 4 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan kadar hemoglobin. Sebagian besar responden mengalami anemia ringan sekali yaitu ada 7 orang (53,3%), sedangkan responden yang mempunyai kadar hemoglobin normal dan yang mengalami anemia ringan masing-masing ada 4 orang (26,7%). Proses Penyembuhan Luka Tabel 5 Distribusi Proses Penyembuhan Luka
Frekuensi 7
% 46,7%
8
53,3%
Kategori Infeksi Ringan (1-3) Infeksi Sedang (4-5) Infeksi Berat (5-7)
0
0%
Total
15
100.0
Tabel 3 memperlihatkan distribusi BB berdasarkan IMT. Responden yang mempunyai Dan 8 orang (53,3%) mempunyai BB normal (18,5-24,9).
50
Hemoglobin Tabel 4 Distribusi Kadar Hemoglobin Kategori Frekuensi % Normal 4 26,7% (13-16 g/dl) Anemia Ringan 7 53,3% sekali (10-13 g/dl) Anemia Ringan 4 26,7 % (8-9,9 g/dl)
Frekuensi 8
% 53.3%
5
33,3%
2
13,3%
15
100.0
Tabel memperlihatkan distribusi responden berdasarkan proses penyembuhan luka. Ada 8 orang (53,3%) mengalami infeksi ringan. Sementara ada 2 orang (13,3%) yang mengalami Infeksi berat.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Analisis Korelasi Spearman Rank Tabel 6 hasil uji Spearman Rank Variabel r hitung p Keterangan IMT dengan Proses Penyembuhan Luka
Kadar Hemoglobin denganProses Penyembuhan Luka
0,961
b. Index Masa Tubuh (IMT)
0,000 berarti ha diterima r hitung >r tabel yang berarti ada hubungan bermakna
0,691
kelamin, secara umum antara laki-laki dan perempuan tidak ada pengaruh terhadap proses penyembuhan luka.
0,004 berarti ha diterima r hitung >r tabel yang berarti ada hubungan bermakna
Hasil Tabel di atas, antara IMT dengan proses penyembuhan luka dan kadar hemoglobin dengan proses penyembuhan luka maka Ha diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan Proses Penyembuhan Luka.
IV. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin dan Umur Karakteristik responden yang diteliti meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian menujukkan bahwa responden adalah pasien yang berumur 22 tahun hingga umur 63 tahun dengan distribusi yang merata pada rentang umur tersebut. Secara keseluruhan dewasa. Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena semakin lanjut usia luka akan semakin lama sembuh karena respon sel dalam proses penyembuhan luka akan lebih lambat. Sementara untuk jenis
Berdasarkan penelitian di atas, dapat diketahui bahwa ada responden yang mengalami penurunan berat seluruh responden di bangsal Mawar II merupakan pasien laparatomi dengan indikasi adanya masa pada abdomen atau tumor intra abdominal. Sehingga seluruh pasien laparatomi dibatasi dalam konsumsi baik makanan maupun minuman. Serta diharuskan melaksanakan puasa sebagai persiapan pre operasi. c. Kadar Hemoglobin Berdasarkan penelitian di atas, sebagian besar responden mengalami anemia atau kadar hemoglobin dibawah angka normal. Observasi kadar hemoglobin dilakukan sebelum operasi laparatomi dilakukan, bukan setelah operasi. Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sehingga kadar hemoglobin sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka. 2. Hubungan antara Index Masa Tubuh (IMT) dengan proses penyembuhan luka post operasi laparatomi Dari hasil uji statistik antara IMT dengan proses penyembuhan luka, diperoleh nilai p diterima a dan nilai r hitung 0,961 > nilai r tabel 0,506 yang menunjukkan korelasi antara IMT dengan proses penyembuhan luka adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman Rank sebesar 0,961 menunjukkan arah korelasi positif atau searah yang berarti
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
51
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
semakin baik IMT semakin baik pula proses penyembuhan luka dengan keeratan yang sangat kuat.
responden yang mempunyai IMT yang baik akan mengalami proses penyembuhan luka yang baik juga.
Seperti yang dikemukakan oleh Boyle (2008) hal-hal yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah perfusi jaringan, merokok, gangguan tidur, stress, kondisi medis dan pengobatan, status nutrisi, infeksi, asuhan kurang optimal, serta obesitas. Salah satu cara untuk menilai status nutrisi adalah dengan mengukur IMT (Index Masa Tubuh).
3. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Proses Penyembuhan Luka Hasil uji statistik antara kadar hemoglobin dengan proses peyembuhan
IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel. Asam lemak essensial tidak bisa disintesis oleh tubuh. Sehingga harus didapatkan dari diet keseharian. Peran asam lemak dalam penyembuhan luka masih belum begitu dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel tubuh. Kekurangan lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Akan tetapi pasien yang gemuk atau kelebihan lemak dalam tubuh/jaringan dapat meningkatkan resiko infeksi pada luka karena supply darah jaringan adiposa tidak adekuat. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Said, Tamrin, (2013) yang berjudul “Hubungan IMT dan kadar Albumin dengan Lama Penyembuhan Luka dan lama rawat inap pada Pasien Post Operasi Gastrointestinal di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar’’. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa dengan penyembuhan luka pada pasien post operasi gastrointestinal. Sehingga dari pembahasan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa 52
menunjukka Ha diterima dan nilai r hitung 0,691 > nilai r tabel 0,506 yang menunjukkan korelasi antara kadar hemoglobin dengan proses penyembuhan luka adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar 0.691 menunjukkan arah korelasi positif atau searah yang berarti semakin besar nilai kadar hemoglobin semakin baik pula proses penyembuhan luka dengan keeratan korelasi kuat Seperti yang dikemukakan oleh Cuningham (2006) hemoglobin (Hb) merupakan komponen utama dari sel darah merah yang mentransport oksigen. Pembentukan hemoglobin membutuhkan suplai protein yang adekuat dalam membentuk asam amino. Nilai hemoglobin membantu dalam mengkaji kapasitas oksigen darah dan berguna untuk diagnosa hidrasi. Penurunan hemoglobin (Hb) dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan mengganggu perbaikan jaringan. Oksigen sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka, karena tidak ada jaringan baru yang dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient (Boyle, 2008). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sulastri (2012) dengan judul “Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Mawar I RSUD DR Moewardi Surakarta”. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan proses penyembuhan luka.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
V. SIMPULAN dengan kadar proses penyembuhan luka di bangsal Mawar II RSUD Dr Moewardi Surakarta ditandai dengan nilai r hitung 0,961 > r tabel 0,506 dengan arah korelasi positif dan tingkat keeratan sangat kuat. Dan ditandai dengan nilai diterima. a Hemoglobin dengan proses penyembuhan luka di bangsal Mawar II RSUD Dr Moewardi Surakarta ditandai dengan nilai r hitung 0,691 > r tabel 0,506 dengan arah korelasi positif dan tingkat keeratan kuat. Dan ditandai dengan nilai diterima. a
DAFTAR PUSTAKA Boyle, Maureen. 2009. Jakarta : EGC
Pemulihan
Luka.
Cunningham, F. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC Hidayat. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika Morton, Patricia Gonce., fontaine, Dorsie.,Carolyn, M., Hudak., Gallo, Barbara. 2012 . Keperawatan Kritis Volume 2. Jakarta : EGC Sulastri. 2012. Hubungan Kadar Hemolobin dengan Luka Post Sectio Caecarea (SC) di Ruang Mawar I RSUD Dr Moewardi Surakarta. http://download.portalgaruda. org Sjamsuhidayat.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC Said, S, Taslim, N, Bahar Burhanuddin. 2013. Hubungan IMT dan kadar Albumin berhubungan dengan Penyembuhan luka. Pusat peneliyian Gizi dan kesehatan, Universitas Hasanuddin, Makasar. Makasar 2013.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
53
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Gangguan Siklus Menstruasi Siswi Kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen (Description of Level Of Knowledge of Adolescent Disorders Menstrual Cycle Grader XI SMK PGRI District Karangmalang Sragen) Aprilica Manggalaning Murti Akademi Kebidanan YAPPI Sragen
[email protected] Abstract:
Keywords:
Abstrak:
Kata Kunci:
54
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
I.
PENDAHULUAN Masa remaja adalah masa transisi yang
kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting.
dan psikis (Widyastuti, dkk, 2009). Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Dan menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti, dkk, 2009). Masa remaja (usia 10-19 tahun) adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, merupakan masa transisi yang emosi dan psikis (Pinem, 2009). Memasuki masa remaja, anak-anak perempuan biasanya mulai mendapat haid yang membuktikan seorang remaja telah berubah menjadi wanita dewasa (Sibagariang, dkk, 2010a). Pada
masa
remaja
terjadi
suatu
banyak perubahan, termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi (Widyastuti, dkk, 2009). Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut: 1) Tanda-tanda seks primer Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid (Widyastuti, dkk, 2009). Haid atau menstruasi merupakan peluruhan dinding rahim yang terdiri dari darah dan jaringan tubuh (Sibagariang, dkk, 2010a). 2) Tanda-tanda seks sekunder: a. Rambut : tumbuhnya rambut kemaluan itu terjadi setelah haid. Semua rambut
b. Pinggul : Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak dibawah kulit. c. Payudara : Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan putting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. d. Kulit : Seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, poripori membesar. Tetapi kulit pada wanita tetap lebih lembut. e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat : menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid. f.
Otot : Menjelang masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.
g.
Suara : Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita. (Widyastuti, dkk, 2009).
Menstruasi merupakan siklus bulanan yang normal pada wanita. Siklus menstruasi biasanya dimulai pada wanita muda umur 12-15 tahun (menarche) yang terus berlanjut sampai umur 40-50 tahun (menopouse) tergantung pada berbagai faktor (Saryono & Sejati, 2009). Interval antar periode menstruasi bervariasi Siklus menstruasi normal umumnya tetap setiap 28 hari, tetapi interval 24-32 hari masih dianggap normal kecuali siklusnya sangat tidak teratur (Benson, 2008).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
55
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Terjadinya menstruasi sangat bervarisi. Setelah tahun pertama dan seterusnya siklus haid akan menjadi teratur. Dengan datangnya haid, berarti system reproduksi sudah berfungsi mengadakan reproduksi atau sudah mampu menghasilkan keturunan (Pinem 2009). Gangguan siklus menstruasi diantaranya polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari), oligomenorea yaitu siklus menstruasi lebih panjang (lebih dari 35 hari) dan amenorea yaitu keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya tiga bulan berturut-turut (Wiknojosastro, dkk, 2007a). Pengamatan perjalanan siklus menstruasi setiap wanita adalah penting, agar dapat diusahakan pengaturan siklus apabila terjadi gangguan proses menstruasinya (Saryono & Sejati, 2009). Salah satunya yaitu oligomenorea menyerang 16,7% remaja dan terjadi biasanya pada tahun pertama sesudah menarke. Berdasarkan data kunjungan poliklinik ginekologi remaja di beberapa rumah sakit tahun 2004 menunjukkan adanya gangguan siklus menstruasi yang cukup besar. Di RS Dr. Karyadi Semarang tercatat gangguan siklus menstruasi sebesar 22,52%, sedangkan di RS Sanglah Bali tercatat gangguan siklus menstruasi sebesar 20,14%. Gangguan tersebut meliputi irregularitas haid dan amenorea (Said, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dapat diketahui bahwa dari hasil wawancara terhadap 10 siswi SMK PGRI Karangmalang Sragen, terdapat 7 siswi pernah mengalami gangguan siklus menstruasi dan 3 siswi belum pernah mengalami gangguan siklus menstruasi. Tingkat pengetahuan beberapa siswi tersebut diantaranya 4 siswi dalam kategori cukup dan 6 siswi kategori kurang. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap 10 siswi SMK Negeri I Sragen, terdapat 5 siswi pernah mengalami gangguan siklus menstruasi dan 5 siswi belum pernah mengalami gangguan siklus menstruasi dengan
56
tingkat pengetahuan 4 siswi dalam kategori cukup dan 6 siswi dalam kategori kurang. Kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu mereka juga tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi. Informasi biasanya hanya dari teman dan atau media, yang biasanya sering tidak akurat (Widyastuti, dkk, 2009). Dengan pengetahuan yang dimiliki tentang gangguan siklus menstruasi maka gangguan siklus tersebut dapat dihindari dengan menghilangkan penyebabnya dan apabila masih terjadi gangguan siklus menstruasi remaja tahu bagaimana cara penanganannya. Jumlah remaja di Kabupaten Sragen adalah 170.780 jiwa yang terdiri dari remaja laki-laki 86.637 jiwa (50,73%) dan remaja perempuan 84.143 jiwa (49,27%). Jumlah remaja di Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen adalah 19.196 jiwa yang meliputi remaja lakilaki 9.711 jiwa (50,59%) dan remaja perempuan 9.485 jiwa (49,41%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, 2010). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Dantes, 2012). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu penelitian pada beberapa populasi yang diamati pada waktu yang sama (Hidayat, 2011). Dalam penelitian ini populasinya adalah semua siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen yang berjumlah 210 siswi. Dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, ialah pengambilan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagian sampel. Besarnya sampel apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua. Dan apabila subyeknya besar dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih. Dalam penelitian ini diambil sampel 20% dari populasi yang ada berdasarkan kemampuan peneliti dalam segi sarana, waktu dan dana, luas sempitnya wilayah pengamatan penelitian dan besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti jumlah sampel yang digunakan adalah 42 siswi/responden. Instrument yang digunakan yaitu angket atau kuesioner. Uji validitas yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan cronbach’s alpha. Skala ordinal yang digunakan peneliti untuk pengukuran variabel, yaitu himpunan yang beranggotakan menurut ranking, urutan (order), pangkat atau jabatan. Dengan menggunakan skala tersebut memungkinkan peneliti untuk mengurutkan responden dari tingkat “paling rendah” ke tingkat “paling tinggi” menurut atribut tertentu dengan kategori baik, cukup, kurang (Saryono, 2008). Penilaian dilakukan dengan cara pemberian skor, yaitu setiap jawaban benar mendapat skor 1 (satu), sedangkan jawaban yang salah diberi skor 0 (nol) (Suyanto dan Salamah, 2009). Bentuk pernyataan dalam kuesioner ada dua tipe yaitu pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif jika jawabannya benar maka nilainya adalah 1 (satu), dan apabila jawabannya salah maka nilainya 0 (nol). Pernyataan negatif jika jawabannya salah maka nilainya 1 (satu), dan apabila jawabannya benar maka nilainya 0 (nol) (Suyanto dan Salamah, 2009). Hasil jawaban responden yang telah diberi pembobotan dijumlahkan dan kemudian dipersentasikan. Dalam penelitian ini analisis yang dilakukan adalah analisis univariate, yaitu
untuk menggambarkan karakteristik responden yang diteliti atau variabel yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi (Sibagariang, dkk, 2010). Variabel yang di analisis secara univariate dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang gangguan siklus menstruasi. Hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat karakteristik responden dan tingkat pengetahuan responden dengan kiteria baik, cukup, kurang. III. HASIL PENELITIAN Gambaran umum tempat penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen yang didirikan pada tanggal 10 November 1938 dan beralamat di jalan Candi Baru, desa Plumbungan, kecamatan Karangmalang, kabupaten Sragen. SMK ini berada diatas tanah seluas 3.490 m2 dengan batas sebelah utara desa Teguh Jajar, sebelah selatan desa Sungkul, sebelah barat desa Teguhan dan sebelah timur desa Ndedekan. Sebagai sarana penunjang keberhasilan pendidikan tersedia ruang kelas, laboratorium bahasa, laboratorium computer, laboratorium multimedia, perpustakaan, ruang praktek Teknik Komputer Jaringan (TKJ) dan tata boga, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, ruang usaha kesehatan sekolah (UKS), ruang BP/BK, ruang OSIS dan Pramuka, koperasi, ruang ibadah, aula, kantin, toilet, gudang, ruang penjaga sekolah dan unit produksi. SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen yang memiliki beberapa program keahlian yaitu Keuangan, Administrasi, Perkantoran, Tata Boga dan TKJ. SMK ini terdiri dari siswa sebanyak 38 jiwa dan siswi sebanyak 660 jiwa berdasarkan data tahun 2011. Dengan tenaga pendidik terdiri dari 48 orang guru dan 14 orang tenaga kependidikan.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
57
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen, maka didapatkan hasil yang akan peneliti sajikan dalam bentuk narasi dan Gambar. Hasil penelitian ini didasarkan pada data yang telah diperoleh dari data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui pembagian dan pengisian kuesioner. Kemudian hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen dengan subjek penelitian sebanyak 42 responden, diperoleh hasil sebagai berikut:
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan macam-macam gangguan siklus menstruasi dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%). 4,76%
50,00%
Baik
45,24%
Cukup
Kurang
14,29% 0,00%
Gambar 3. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan tanda-tanda gangguan siklus menstruasi.
85,71%
Baik
Cukup
Kurang
Gambar 1. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi. Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 36 responden (85,71%).
Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan tanda-tanda gangguan siklus menstruasi dari 42 responden paling banyak memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sejumlah 21 responden (50%). 2,38% 45,24% 52,38%
Baik
Gambar 2. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan macam gangguan siklus menstruasi.
Cukup
Kurang
Gambar 4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan penyebab gangguan siklus menstruasi.
Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan penyebab gangguan siklus menstruasi dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%).
23,81% 52,38% 23,81%
Baik
Cukup
Kurang
Gambar 5. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan penanganan gangguan siklus menstruasi. Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan penanganan gangguan siklus menstruasi dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sejumlah 22 responden (52,38%).
IV. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka berikut ini akan disajikan pembahasan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu berdasarkan macam-macam, tandatanda, penyebab dan penanganan gangguan siklus menstruasi. Berdasarkan Gambar 1 tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi khususnya siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan cukup
yaitu sejumlah 36 responden (85,71%). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Umumnya siklus haid terjadi sekitar 28 hari, meski tidak selalu. Terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 35 hari. Namun sebagian perempuan memiliki siklus haid yang tidak normal (Ahira, 2010). Siklus yang normal mempunyai interval waktu 21-25 hari dan berlangsung 2-7 hari. Rata-rata tampon berisi darah sebanyak 5 ml, dan rata-rata duk berisi 5 sampai 15 ml darah sebelum perlu diganti. Perubahan interval atau lamanya haid penting. Polimenorea (metroragia) adalah perdarahan yang irregular atau terlalu sering (Rayburn, 2001). Secara umum pengetahuan responden tentang gangguan siklus menstruasi sudah cukup baik. Responden memperoleh pengetahuan tentang gangguan siklus menstruasi dari pendidikan di sekolah dan buku-buku membahas tentang gangguan siklus menstruasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yaitu, faktor pendukung yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya pendidikan yang berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Mubarak, 2011). Berdasarkan Gambar 2 jawaban responden untuk sebelas pertanyaan tentang macammacam gangguan siklus menstruasi dapat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
59
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Biasanya perempuan mendapatkan menstruasi setiap empat minggu sekali. Bila diluar siklus tersebut dapat dikatakan ada ketidaknormalan pada tubuh perempuan itu. Faktanya, banyak perempuan yang memilki siklus menstruasi tidak teratur (Ahira, 2010). Hasil penelitian menunjukkan responden telah dapat menjawab sebagian besar pertanyaan-pertanyaan tentang macammacam gangguan siklus menstruasi. Hal ini menunjukkan bahwa diantara responden sudah banyak yang mengetahui keadaan yang disebut sebagai gangguan siklus menstruasi. Ini bisa didukung karena semua siswi pasti sudah pernah mengalami menstruasi dan kemungkinan besar juga sebagian pernah mengalami salah satu gangguan siklus menstruasi tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yaitu, pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman adalah guru yang paling baik, merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan Gambar 3 jawaban responden untuk sepuluh pertanyaan mengenai tanda-tanda gangguan siklus menstruasi dapat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sejumlah 21 responden (50%). Tanda-tanda gangguan siklus menstruasi adalah kejang pada punggung dan otot terasa kencang, payudara yang lebih berat, sakit kepala, jerawat bermunculan, waktu tidur yang tidak normal, gangguan pada mood, bengkakbengkak pada tubuh dan perdarahan lebih sakit dari biasanya oligomenore (Ahira, 2010). Beberapa gadis remaja memiliki siklus menstruasi seperti kerja jam. Lainnya memiliki siklus berbeda tipis setiap bulannya. Beberapa remaja mendapatkan siklus yang teratur,
60
namun meloncati satu periode atau mengalami menstruasi lebih lama akibat stres. Faktanya, ketika sedang dalam perjalanan atau terjadi perubahan jadwal dalam aktivitas sehari-hari siklus menstruasi akan telat (Ahira, 2010). Hasil penelitian menunjukkan responden masih belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda-tanda gangguan siklus menstruasi. Hal ini bisa disebabkan karena responden tidak menyadari ketika mengalami gangguan siklus menstruasi dan tanda-tanda yang menyertainya. Kemungkinan mereka tidak memperhatikan siklus menstruasinya karena menganggap hal ini tidaklah penting. Namun akan terjadi sebaliknya jika mereka memiliki rasa ingin tahu akan hal-hal tersebut. Berdasarkan Gambar 4.4 jawaban responden untuk delapan pertanyaan mengenai penyebab gangguan siklus menstruasi dapat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%). Gangguan siklus menstruasi disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, hal ini sesuai dengan beberapa teori yang akan diuraikan berikut ini: Teori yang pertama menjelaskan tentang penyebab oligomenorea sebagai salah satu gangguan siklus menstruasi. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain adalah gangguan hormonal, psikologik dan efek penyakit tertentu (Ahira, 2010). Teori yang kedua menjelaskan tentang penyebab amenorea primer yaitu kelainan kongenital dan kelainan genetik dan penyebab amenorea sekunder gangguan gizi, gangguan metabolisme, keganasan dan penyakit infeksi (Saryono dan Sejati, 2009). Teori yang ketiga menjelaskan tentang penyebab polimenorea yaitu gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi atau menjadi pendeknya masa luteal, adanya kongesti ovarium karena peradangan, dan endometriosis (Saryono dan Sejati, 2009).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Panjang daur menstruasi dapat bervariasi pada satu wanita selama saat-saat yang berbeda selama hidupnya, dan bahkan dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai hal, wanita tersebut (Saryono & Sejati, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyebab gangguan siklus menstruasi. Dari keadaan menstruasi yang lalu maka responden bisa mengingat kembali tanda-tanda yang dialami ketika mengalami gangguan siklus menstruasi, sehingga responden mendapat pengetahuan melalui pengalamannya mendapatkan menstruasi. Berdasarkan Gambar 5 jawaban responden untuk enam pertanyaan mengenai penanganan gangguan siklus menstruasi dapat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan dalam kategori kurang sejumlah 22 responden (52,38%). Berikut adalah penanganan yang dapat diberikan untuk penderita gangguan siklus menstruasi menurut beberapa teori yang telah digunakan, yaitu: a) Kontrasepsi oral secara efektif dapat mengoreksi banyak sekali kasus ketidakteraturan menstruasi (Rayburn, 2001). mefenamat) dapat mengurangi kehilangan darah pada saat menstruasi (Norwitz & Schorge, 2007).
Sejati, 2009). f)
Perdarahan yang sedikit selama dua periode waktu merupakan bagian dari perkembangan yang normal, jarang memerlukan intervensi, kecuali dalam bentuk pemberian pendidikan kesehatan untuk wanita tentang kenormalan perdarahan yang sedang terjadi (Varney, 2006).
g) Untuk kelainan-kelainan struktural seringkali memerlukan intervensi bedah untuk menghilangkan gejala (Norwitz & Schorge, 2007). Hasil penelitian menunjukkan responden masih belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang penanganan gangguan siklus menstruasi. Ini didukung oleh kurangnya informasi tentang gangguan siklus menstruasi sehingga menjadikan tidak adanya penanganan yang sesuai, karena kurangnya penyuluhan kesehatan dan pembelajaran tentang kesehatan reproduksi remaja. Materi kesehatan reproduksi yang seharusnya diperoleh responden di sekolah seyogyanya menjadi pertimbangan penting. Hal ini sebagai faktor pendukung meningkatnya ilmu pengetahuan tentang gangguan siklus menstruasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yaitu, dengan memberikan informasi atau pesanpesan kesehatan diharapkan masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2010).
c) Mengubah gaya hidup agar siklus menstruasi bisa teratur (Ahira, 2010). d) Dalam praktek biostimulasi dengan sinar laser dapat dibantu ketepatan waktu agar menstruasi wanita teratur setiap bulannya, setelah mempelajari terlebih dahulu pola siklus menstruasinya (Saryono & Sejati, 2009). e) Rangsangan titik akupuntur terpilih dapat menolong beberapa jenis gangguan menstruasi amenore sekunder (Saryono &
V. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyebab gangguan siklus menstruasi, tetapi responden masih belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang penanganan gangguan siklus menstruasi.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
61
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
DAFTAR PUSTAKA Ahira, A. 2010. Gangguan Siklus Menstruasi. http://www.anneahira.com. Dinas Kesehatan Kota Sragen. 2010. Laporan ASI Eksklusif Kabupaten Sragen 2013. DKK Sragen : Sragen. Hidayat, A. A. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Norwitz, E.R and Schorge, J.O. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Erlangga, Jakarta. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta. Rayburn, W.F and Carey, J.C. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika, Jakarta. Said, U. 2006. Masa Depan Ginekologi Remaja dalam Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia Saryono dan Sejati, W. 2009. Sindrom Premenstruasi. Nuha Medika, Yogyakarta. Sibagariang, E.E, Pusmaika, R, Rismalinda. 2010. Kesehatan Reproduksi Wanita. Trans Info Media, Jakarta. Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. ECC, Jakarta. Widyastuti, Y, Rahmawati, A, Purnamaningrum, Y.E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya, Yogyakarta. Wiknojosastro, H, Saifuddin, A.B, Rachimhadhi, T. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. ___________________________________ ____________. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
62
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Hubungan Tingkat Stress Dengan Siklus Menstruasi Pada Mahasiswa Kebidanan Tingkat I Dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Relationship Between The Level Of Stress To The Menstrual Cycle In Midwifery Students I And Ii Levels Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Francisca Endah Wahyuningrum Chusnul Chotimah ² Prodi Kebidanan Poltekkes Bhakti Mulia
[email protected] [email protected] Abstract:
Keywords : Abstrak:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
63
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata kunci : I.
PENDAHULUAN Kesehatan reproduksi merupakan bagian paling penting dalam program kesehatan, kesehatan reproduksi mempunyai pengaruh terhadap aspek kehidupan yaitu sejak dalam kandungan sampai dia berusia lanjut. Beberapa penyakit ginekologi dan gangguan kesehatan reproduksi merupakan masalah yang serius seperti siklus menstruasi yang tidak teratur, kemandulan, keputihan, kanker rahim (Wiknjosastro, 2007). Siklus mensturasi merupakan waktu sejak hari pertama mensturasi sampai datangnya mensturasi periode berikutnya. Siklus mensturasi pada wanita normalnya berkisar antara 21-32 hari dengan lama mensturasi 3-7 hari, dengan jumlah darah selama menstruasi berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali per hari (Prawiroharjo, 2011). Berdasarkan hasil studi terhadap 4000 wanita, hanya 3% diantaranya yang mempunyai siklus menstruasi yang teratur. Hampir semua wanita mengalami siklus menstruasi yang kurang teratur dari bulan yang satu ke bulan yang lain, pasti ada perubahan sedikit (Beri-Beri, 2010). Siklus haid yang tidak teratur tidak memiliki pola tertentu seperti siklus menstruasi yang memanjang atau lebih dari 35 hari (oligomenore), siklus menstruasi yang pendek kurang dari 21 hari atau dalam sebulan mengalami menstruasi lebih dari sekali (polimenore), bahkan tidak menstruasi selama 3 bulan (amenore) (Hestiantoro, 2007). Siklus pendek maupun panjang sama-sama menunjukkan ketidakberesan pada sistem metabolisme dan hormonal. Dampaknya yaitu jadi lebih sulit hamil (infertilitas). Siklus pendek yang terjadi pada wanita dapat mengalami unovulasi karena sel telur tidak terlalu matang sehingga sulit
64
untuk dibuahi. Siklus panjang pada wanita menandakan sel telur jarang sekali diproduksi atau wanita mengalami ketidaksuburan yang cukup panjang. Apabila sel telur jarang diproduksi berarti pembuahan akan sangat jarang terjadi. Ketidakteraturan siklus menstruasi juga membuat wanita sulit mencari kapan masa suburnya. Wanita yang memiliki siklus 28 hari hanya sekitar 10-15% (Hestiantoro, 2007). Siklus menstruasi ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah stress. Selain itu fungsi hormon terganggu, kelainan sistemik, kelenjar gondok, hormon proklatin dan hormon proklatin berlebih juga merupakan penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi (Hestiantoro,2007). Wangsa (2010) menjelaskan bahwa stress adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Penyebab utama stress (ketegangan) dan masalah yang ada pada remaja berasal dari hubungan dengan teman dan keluarga, tekanan dan harapan dari diri mereka sendiri dan orang lain, tekanan di sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan hal buruk yang terjadi dalam kehidupan mereka misalnya kematian, perceraian dan penyakit yang dideritanya atau anggota keluarganya (Nasution,2007). Manusia mengalami stres dari tiga sumber Stres lingkungan mencakup kebisingan, kepadatan, tekanan waktu, standar prestasi, ancaman terhadap rasa aman dan harga diri serta penyesuaian diri dengan teman,pasangan (dari tubuh) antara lain perubahan kondisi tubuh seperti masa remaja, haid,proses menua,kecelakaan, kurang gizi, kurang tidur.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Stres pikiran merupakan pemaknaan diri dan lingkungan dimana pikiran menginterpretasidan menerjemahkan pengalaman perubahan (Gunarya, 2008). Menurut Kusmiran (2011), faktor dari variasi siklus menstruasi yaitu pengaruh dari merupakan faktor penting yang berhubungan dengan ketidakteraturan siklus menstruasi dan nyeri pada saat menstruasi (dismenorhea). Hasil wawancara terstruktur terhadap 10 mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo menunjukkan bahwa keluhan terbesar yaitu oligomenore 7 mahasiswa (70%) dan 2 mahasiswa (20%) mengalami polimenore 1 mahasiswa (10%) mengalami amenorea. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat Stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat Stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016. II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Prodi D III Kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2016. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan 46 mahasiswa. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total sampling. Variabel penelitian meliputi a) variabel bebas: tingkat stress. b) variabel terikat: siklus menstruasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini yang menggunakan kuesioner meliputi
variabel tingkat stress sedangkan variabel siklus menstruasi menggunakan pedoman wawancara. Hubungan tingkat stress dengan siklus menstruasi dianalisis dengan Uji Chi Square. Kemaknaan statistik ditunjukan oleh nilai p. III. HASIL PENELITIAN Distribusi frekuensi untuk karakteristik responden berdasarkan semester tercantum pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Karakteristik berdasarkan semester
responden
Frekuensi
Persen %
Semester II
15
32,6
Semester IV
31
67,4
Total
46
100,0
Sumber : data sekunder, 2016 Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa dari 46 responden sebagian besar adalah mahasiswa semester IV dengan jumlah mahasiswa 31 mahasiswa dengan presentase 67,4 %. Distribusi frekuensi untuk tingkat stress tercantum pada tabel dibawah ini : Tingkat stress Normal
Frekuensi (jiwa) 33
Persentase (%) 71,7
Ringan
7
15,2
Sedang Berat
4 2
8,7 4,3
Sangat berat
0
0
Total
46
100,0
Sumber : data primer, 2016 Berdasarkan tabel 2, dari 46 responden sebagian besar mengalami stress normal sebanyak 33 mahasiswa (71,7%) dan sebagian kecil mengalami stress berat sebanyak 2 mahasiswa (4,3 %) dan tidak ada mahasiswa yang mengalami tingkat stress sangat berat.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
65
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Data keteraturan siklus menstruasi didapat melalui teknik wawancara. Distribusi frekuensi keteraturan siklus menstruasi tercantum pada tabel dibawah ini : Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan keteraturan siklus menstruasi Siklus menstruasi
Frekuensi (jiwa)
Persentase (%)
Teratur
33
71,7
Tidak teratur
13
28,3
Total
46
100,0
Sumber : data primer, 2016 Berdasarkan tabel 3, dari 46 responden sebagian besar mengalami siklus menstruasi yang teratur yaitu dengan persentase (71,7%), 33 mahasiswa. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Tabel 4. Hubungan tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Siklus menstruasi
Tingkat stress
Tidak teratur (jiwa)
Teratur (jiwa)
Total
x2
p Value
Normal
3 (6,5)
30 (65,2%)
33 (71,7%)
24, 092
0,000
Ringan
4 (8,7%)
3 (6,5%)
7 (15,2%)
Sedang
4 (8,7%)
0 (0%)
4 (8,7%)
Berat
2 (4,3%)
0 (0%)
2 (4,3%)
Sangat berat
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
Total
13 (28,3%)
33 (71,7%)
46 (100,0%)
66
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 46 responden dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai tingkat stress berat dengan siklus haid tidak teratur adalah 2 mahasiswa dengan persentasi 4,3 %. Sedangkan responden yang mengalami tingkat stress normal dengan siklus menstruasi teratur sebanyak 30 mahasiswa prosentasenya 65,2 %. Untuk mengetahui hubungan tingkat stress sebagai variabel bebas dengan siklus menstruasi sebagai variabel terikat menggunakan uji statistik chi square yang diperoleh dari uji hipotesis dengan rumus chi square dan didapatkan nilai x2 hitung = 24,092 > x2 tabel = 7,81473 dan p value = 0,000 <0,05 dengan demikian disimpulkan bahwa ada dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016.
IV. PEMBAHASAN 1. Tingkat stress pada mahasiswa kebidanan tingkat I Dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Dari hasil penelitian diperoleh data seperti pada tabel 4.2 tentang tingkat stress yang dilakukan pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II di Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016 dapat diketahui bahwa dari semua responden sebagian besar mahasiswa mengalami stress normal, disusul oleh mahasiswa yang mengalami stress ringan, selanjutnya oleh mahasiswa yang mengalami stress sedang, adapun sebagian kecil mahasiswa mengalami stress berat dan tidak ada yang mengalami stress sangat berat. Ini sesuai dengan teori menurut Agolla dan Ongori dalam Purwati (2012) mengemukakan bahwa sumber stres akademik meliputi manajemen waktu, tuntutan akademik, dan lingkungan akademik. Sumber stres tersebut dijabarkan dan diperoleh berupa tugastugas akademik, penurunan motivasi, peran akademik, jadwal perkulihan yang padat dan tidak jelas, serta kecemasan tidak mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah. Adapun teori lain yang mendukung penelitian ini adalah teori Psychology Foundation of Australia (2010), yang mengatakan bahwa stress normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih keras setelah aktivitas. Stress normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap orang pasti pernah mengalami stress bahkan sejak dalam kandungan.
rentang sedang. Karakteristik mahasiswa reguler angkatan 2010 FIK UI rata-rata berusia 19,38 tahun, didominasi oleh perempuan, memiliki indeks prestasi cum laude, dan tidak pernah mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dalam waktu satu bulan terakhir.
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stress yang dialami seseorang tidak saja yang bersangkutan mengeluh secara subyektif bagaimana diuraikan pada tahapan Stress. (Sriati, 2008).
2. Siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan Tingkat I Dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Dari hasil penelitian diperoleh data seperti pada tabel 4.3 tentang siklus mestruasi yang dilakukan pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II di Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016 dapat diketahui bahwa dari semua responden terdapat sebagian besar mahasiswa dengan siklus menstruasi teratur dan sebagian kecil mengalami siklus tidak teratur.
Tingkatan stress, stress normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung Stress ringan adalah stressor yang dihadapi secara teratur yang dapat berlangsung beberapa menit atau jam. Situasi seperti banyak tidur, kemacetan atau dimarahi dosen. Stress sedang adalah stressor yang dihadapi lebih lama, antara beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan teman atau pacar. Stress berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai tahun, seperti perselisihan dengan dosen atau teman secara terus-menerus, kesulitan
Stress sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa bulan dan dalam beberapa waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang mengalami stress sangat berat tidak memeiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah (Psychology Foundation of Australia, 2010). Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Susi Purwati 2012) yaitu Tingkat Stress Akademik Pada Mahasiswa Reguler Angkatan 2010 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas indonesia. Dengan hasil Tingkat Stres Akademik Pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Indonesia
Siklus menstruasi yaitu merupakan salah satu siklus menstruasi yang berlangsung selama 28 hari. Siklus normal berlangsung dalam rentang waktu 21-35 hari. Panjang daur dapat bervariasi pada satu wanita selama saatsaat yang berbeda dalam hidupnya, bahkan dari bulan kebulan tergantung pada berbagai wanita tersebut. Selama siklus menstruasi, ovarium menghasilkan hormone estrogen dan progesteron (Saryono, 2009). Faktor – faktor penyebab gangguan siklus menstruasi adalah fungsi hormon yang terganggu ini dikarenakan menstruasi terkait erat dengan sistem hormon yang diatur oleh sistemik yaitu wanita yang memiliki tubuh terlalu gemuk maupun terlalu kurus. Stress ini jangan dianggap enteng sebab akan mengganggu sistem metabolisme didalam tubuh. Kelenjar gondok jika terganggunya fungsi kelenjar gondok atau tiroid juga bisa menjadi penyebab tidak teraturnya siklus menstruasi. Jika kelenjar gondok terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengganggu sistem hormonal tubuh. Hormon prolaktin berlebih pada ibu menyusui, ini dikarenakan hormon ini menekan tingkat kesuburan ibu, hormon prolaktin juga bisa tinggi biasanya disebabkan kelainan pada (Proverawati dan Misaroh, 2009). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Desty Nur Isnaeni (2010), yaitu Hubungan tingkat stress dengan pola menstruasi pada mahasiswa D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas sebelas Maret
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
67
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Surakarta. Dengan hasil ada hubungan antara stress dengan pola menstruasi dengan kekuatan korelasi lemah. 3. Hubungan tingkat stress dengan siklus mentruasi pada mahasiswa kebidanan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016 Dari hasil penelitian diperoleh data seperti pada tabel 4.4 tentang hubungan tingkat stress dengan siklus mestruasi yang dilakukan pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II di Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016 dapat dikatakan bahwa tingkat stress berpengaruh pada siklus menstruasi. Sebagian besar responden mengalami tingkat stress normal dengan siklus menstruasi normal, sedangkan sebagian kecil mengalami tingkat stress normal dengan siklus menstruasi tidak normal. Disusul oleh responden yang mengalami tingkat stress ringan dengan siklus menstruasi tidak teratur maupun responden yang mengalami tingkat stress ringan dengan siklus menstruasi teratur. Berikutnya ada responden yang mengalami tingkat stress sedang dengan siklus menstruasi tidak normal, untuk tingkat stress sedang dengan siklus menstruasi normal tidak ada responden yang mengalaminya. Bagian paling kecil responden mengalami tingkat stress berat dengan siklus menstruasi tidak teratur, dan tidak ada responden yang mengalami tingkat stress berat dengan siklus menstruasi teratur. Sedangkan untuk tingkat stress sangat berat dengan siklus menstruasi teratur ataupun tidak teratur tidak ada yang mengalaminya. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mulastin (2010) yaitu Hubungan stress dengan siklus menstruasi pada wanita pekerja di desa Palemkerep kecamatan Mayong kabupaten Jepara. Dengan hasil penelitian sebagian besar responden mengalami stress dengan siklus normal, dan sebagian kecil mengalami stress dengan siklus tidak normal. Stress seringkali membuat siklus mentruasi yang tidak teratur. Hal ini terjadi karena Stress sebagai rangsangan sistem saraf diteruskan ke susunan saraf pusat yaitu limbic system melalui tranmisi saraf, selanjutnya melalui saraf autonom akan diteruskan ke kelenjar- kelenjar hormonal (endokrin) hingga mengeluarkan secret (cairan) neurohormonal menuju hipofhisis melalui sistem prontal guna mengeluarkan gonadotropin dalam bentuk FSH (Folikell Stimulazing Hormone) dan
68
LH (Leutenizing Hormon), produksi kedua hormon tersebut adalah dipengaruhi oleh RH (Realizing Hormone) yang di salurkan dari sangat dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus sehingga selanjutnya mempengaruhi proses menstuasi (Prawirohardjo, 2011).
V. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan tingkat stress dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo tahun 2016 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat stress pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo sebagian besarnya mengalami tingkat stress normal, sebanyak 33 mahasiswa (71,7%). 2. Siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan tingkat I dan II Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo sebagian besar siklusnya adalah teratur yaitu 33 mahasiswa (71,7%). 3. Dengan nilai p=0,000 < 0,05. Dan nilai X2hitung =24,092 > X2tabel= 7,81473. Maka dapat disimpulkan Ada hubungan dengan siklus menstruasi pada mahasiswa kebidanan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. DAFTAR PUSTAKA Beri-beri. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak teraturnya siklus menstruasi pada mahasiswa tingkat program studi kebidanan. http://www. Beriberi.com//Diakses tanggal 27 Mei 2016. Desti, N. 2010. Hubungan Stress dengan pola menstruasi. Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta. Gunarya, A. 2008. Manajemen Stress.http:// www.unhas.ac.id//Manajemen. Diakses tanggal 30 Mei 2016 Hestiantoro, A. 2007. Mengapa Haid Tidak teratur? Penyebab dan solusinya.http:// www.gambarhidup.blogspot. com. Diakses tanggal 5 Juni Kusmiran, E. 2011. Reproduksi Remaja dan Wanita.Jakarta:Salemba Medika
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Mulastin. 2011. Hubungan Stress dengan Siklus Menstruasi pada Wanita Pekerja Di Desa Pelemkerep Kecaatan Mayong Kabupaten Jepara. Karya Tulis Ilmiah. Jepara. Nasution, Indri Kemala. 2007. Stres pada Remaja. http://library.usu.ac.id//. Diakses tanggal 10 Juni 2016. Prawirohardjo, S 2011. Ilmu kandungan. Edisi 3. Jakarta : EGC. Proverawati, A dan Misaroh, S. 2009. Menarche: mentruasi pertama penuh makna. Yogyakarta: Nuha Medika. Psychology Foundamention of Australia. 2010. Depression anxiety Stress scale. British Journal of Clinical Psycology.[Diakses tanggal 3 April 2016]. Didapat dari : http:// www.academia.edu/ Purwati, S. 2012. Tingkat Stres Akademik Pada Mahasiswa Reguler Angkatan 2010 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saryono. 2009. Sindrom Premenstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika. Sriati, A. 2008. Tinjauan tentang Stress. [Diakses pada tanggal 5 maret 2015]. Didapat dari http://resources.unpad. ac.id. Wangsa, T. 2010. Menghadapi Stress Dan Depresi, Seni Menikmati Hidup agar Selalu Bahagia. Jakarta : Oryza Wiknjsastro, H. 2007. Ilmu Kandungan dan Kebidanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
69
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Perbandingan Stabilitas Fisik Sabun Susu Dan Sabun Transparan Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus undatus) Hasil Pemurnian Minyak Jelantah (Comparison of Physical Stability And Milk Soap Transparent Soap Skin Extractsfruit (Hylocereus undatus) Results of Used Cooking Oil
Anom Parmadi1, Rita Dewi Andrianti2 Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia
[email protected] Abstract
Keywords: soap, cooking oil, dragon fruit peel
Abstrak
70
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata Kunci : I.
PENDAHULUAN Menurut standarisasi kesehatan, minyak goreng tidak boleh dipergunakan berulang kali karena membuat komposisi kimia minyak tersebut meningkat (dilihat dari bilangan asam dan peroksidanya), dan menghasilkan senyawa karsinogenik. Penggunaan minyak jelantah yang dikonsumsi dapat menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit kanker, dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya, dan pengendapan lemak dan pembuluh darah.Tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein yang dapat menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak jenuh (Ketaren,1986). Minyak jelantah yang dibuang secara sembarangan dan tidak diuraikan terlebih dahulu akan menyebabkan minyak tersebut menjadi limbah. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian yang tepat agar limbah minyak jelantah dapat bermanfaat dan tidak merugikan kesehatan serta lingkungan manusia. Kandungan adsorben didalam tempurung kelapa dapat digunakan untuk menjernihkan minyak goreng bekas. Hal tersebut yang mendasari bahwa arang tempurung kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pebuatan arang aktif (Simanjuntak, 1995). Kandungan vit C pada Kulit Buah Naga dapat digunakan sebagai anti oksidan. Antioksidan dapat dihasilkan dari kulit buah naga yang bewarna merah dan kuning. Kulit Buah Naga juga mengandung senyawa kimia Bethasianin, dapat menghambat aktivitas bakteri, virus dan kuman yang ada didalam tubuh.
Sebagai insan sosial manusia memerlukan hubungan harmonis satu dengan yang lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau sedap.Untuk itu memerlukan bahan seperti kosmetika.Kosmetika yang dikenal manusia adalah sabun, bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk pengharum kulit.Zat aktif didalam kulit buah naga dapat digunakan sebagai anti oksidan untuk menangkal radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan sabun transparan sesuai standart SNI SNI 06-35321994. ekstrak kulit buah naga dengan metode maserasi 96% dengan menggunakan minyak jelatah yang sudah dijernihkan menggunakan arang aktif yang mempunyai susu dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga hasil penjernihan dari minyak jelantah dan sabun yang dihasilkan memenuhi standar SNI 06-3532 1994. II. METODE PENELITIAN Pelaksanaan penelitian dilakukan di labolatorium Kimia Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo dan dilakukan pada bulan November 2014-Maret 2015.Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan perbandingan uji stabilitas sediaan sabun susu dan sabun transparan ektrak kulit buah naga dari minyak jelantah hasil penjernihan dengan arang aktif. Populasi dalam penelitian ini adalah Sabun susu dan sabun transparan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah . Jumlah sampel yang digunakan adalah 5 buah sabun susu dan 5 buah sabun transparan.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
71
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 4. Hasil formulasi dan uji evaluasi Uji Evaluasi Organoleptis Bentuk Warna Bau Ph Transparasi Stabilitas Bilangan penyabunan
Sabun Susu Padat Kotak Kuning Muda Melati 11 1 cm (-) Tidak transparan (+) Stabil 6,545
Sabun Transparan Padat Kotak Kuning Transparan Melati 10 1,23 cm (+) Jernih transparan (+) Stabil 8,415
Standar SNI Padat Warna asli Khas 8-11 0,87-2,73 cm (+)Stabil
Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Panjang Busa sabun Sabun Susu Sabun Transparan
Asymp.Sig. (2-tailed)
P (value)
Ho
Keterangan
1,000 0,766
P > 0.05 P > 0.05
Diterima Diterima
Terdistribusi normal Terdistribusi normal
Tabel 6. Uji Independent Samples Test Uji Independent Samples Test Panjang Busa Sabun Nilai Sig. (2tailed) P (value) Ho
Sabun Susu
Sabu Transparan
0,025
0,036 P < 0,05 Ho ditolak
Keterangan
Tabel 7.Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Panjang Busa sabun
Asymp.Sig. (2-tailed)
P (value)
Ho
Keterangan
Sabun Susu Sabun Transparan
6,545000 8,415000
P > 0.05 P > 0.05
Diterima Diterima
Terdistribusi normal Terdistribusi normal
Tabel 8. Uji Independent Samples Test Uji Independent Samples Test Panjang Busa Sabun Nilai Sig. (2tailed) P (value) Ho Keterangan
Sabun Susu
Sabun Transparan
0,116
0,134 P > 0,05 Ho diterima
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
IV. PEMBAHASAN Kandungan vitamin C pada Kulit Buah Naga dapat digunakan sebagai anti oksidan. Antioksidan dapat dihasilkan dari kulit buah naga yang bewarna merah dan kuning.Kulit Buah Naga juga mengandung senyawa kimia Bethasianin, dapat menghambat aktivitas bakteri, virus dan kuman yang ada didalam tubuh (Setyowati, 2008). Pemurnian minyak bekas menggunakan adsorben arang aktif dari tempurung kelapa dapat menurunkan kekeruhan absorbansi dalam minyak tersebut.Semakin banyak adsorben semakin kecil Absorbansi pada minyak hasil adsorbsi.Arang aktif dioven selama 10 menit.Tujuanya untuk mengaktifkan arang aktif tersebut sehingga zat- zat yang ada dalam arang aktif dapat menetralisir radikal bebas yang ada dalam minyak. Adanya proses pengadukan, maka molekul H O yang terkandung dalam minyak jelantah akan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan foam arang aktif dan saling tarik menarik. Sehingga, molekul H O berpindah dari minyak menuju foam arang aktif, selanjutnya molekul H O tersebut akan menyebar dan mengisi atau menempel pada dinding permukaan foam arang aktif. Kemudian didiamkan selama 1 hari tujuannya adalah agar minyak dan arang aktif memisah kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring sebanyak tiga kali.Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk menyaring sisa-sisa pengotor yang ada dalam minyak dan partikel-partikel yang halus dari arang aktif sehingga didapatkan minyak yang murni, jernih dan stabil. Bila tidak dilakukan penyaringan lagi minyak masih mengandung pengotor–pengotor sehingga masih keruh dan mudah teroksidasi (Widayat et al, 2006). Pada penelitian ini hasil minyak jelantah yang sudah murni digunakan untuk formulasi pembuatan sabun susu dan transparan menjadi basis sabun yang dikombinasikan dengan ekstrak kulit buah naga. Hasil Organoleptis sediaan sabun, warna sabun yang dihasilkan merupakan warna asli tanpa penambahan bahan pewarna. Hasil formulasi sabun susu didapatkan rerata yang bewarnakuning muda sedangkan sabun transparan didapatkan rerata yang berwarna kuning sehingga ekstrak kulit buah naga mempunyai pengaruh pada warna sabun. Bentuk sabun yang dihasilkan pada sabun
susu dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga adalah padat kotak sesuai dengan cetakan dan transparan. Tekstur yang didapatkan dari sabunsusu dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga sesuai SNI tidak berminyak, kesat dan keras. Rerata rendemen sabun susu ekstrak kulit buah naga 85,58 % b/b dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga 86,76 % b/b. Sabun SNI memiliki rendemen 84,22% b/b –92,39%b/b sabun susu dan sabun transparanekstrak kulit buah naga. Rendemen kedua sabun tersebut memenuhi standar SNI.Rendemen. Rerata pH sabun susu 11 dan sabun transparan 10. pH sabun SNI berkisar antara 8-11. Dalam uji Ph untuk sabun susu dan sabun dan pH sabun susu dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga memenuhi standar SNI. pHsabun yang baik adalah basa karena sabun digunakan untuk menghancurkan lemak pada kulit sehingga kotoran yang melekat pada lemak dapat larut air dan pH mempengaruhi absorbsi kulit sehingga pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Rerata panjang busa sabun susu 1cm dan sabun transparan 1,23 cm. Panjang busa SNI 0,87-2,73 cm. Dengan uji statistik tidak ada dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga. Transparasi pada sabun susu dihasilkan (-) tidak transparan sedangkan sabun transparan dihasilkan (+) jernih transparan karena sabun susu tidak menggunakan basis etanol dan gliserin sedangkan sabun transparan menggunan basis etanol dan gliserin yang dapat membuat sabun menjadi transparan. Stabilitas sabun susu dan sabun transparan diperoleh sabun yang stabil dalam suhu dingin maupun dalam suhu ruangan. Sabun susu dan sabun transparan tidak terjadi perubahan warna, bau, bentuk dan kekerasan pada suhu dingin maupun suhu ruangan. Sabun susu dan sabun transparan pada suhu ruangan masih memiliki warna yang tajam dan kontras sabun tidak lembek. Angka bilangan penyabunan pada sabun susu 6,545 mg dan sabun transparan 8,415 mg. Angka bilangan penyabunan sabun susu dan sabun transparan dilihat secara nyata sudah
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
memenuhi angka bilangan penyabunan sabun
V. SIMPULAN sabun susu dan sabun transparan ekstrak kulit buah naga kecuali bilangan penyabunan. organoleptis, pH, panjang busa, homogenitas dan bilangan penyabunan memenuhi standar SNI.
DAFTAR PUSTAKA Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Jurnal Pangan Dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.170-177, Skripsi. Setyowati, A. 2008. Buah Naga Punya Banyak Khasiat. www.waspada.co.id/ seni_7_budaya/tirai/artikel.php?article_ id=55799-2k-, Jurnal Analisis Morfologi Dan Sitologi Tanaman Buah Naga, Skripsi. Simanjuntak., L. 1995. Pengaruh Bahan Baku dan Cara Pengaktifan Terhadap Mutu Arang Aktif sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas, Jurnal Aktivasi Arang Tempurung Kelapa Dengan ZnCl2 dan Aplikasinya Dalam Pengolahan
Widayat, Suherman and Haryani, K. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar, 17, 77 – 82, Skripsi. Susinggih. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Trubus Agrisarana, Surabaya.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Formulasi Ekstrak Daun Kokang (Lepisanthes amoena (Hassk.) Leenh.) dalam Bentuk Gel Anti Acne Formulation of Kokang (Lepisanthes amoena (Hassk.) Leenh.) Leaves Extract in Anti-acne Gel Husnul Warnida1, Yullia Sukawati2 Akademi Farmasi Samarinda
[email protected] Abstract: (Hassk.) Leenh.) (Hassk.) Leenh.)
(Hassk.) Leenh.)
Keywords: Abstrak
Kata kunci: ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
I.
PENDAHULUAN Jerawat ( ) adalah salah satu penyakit kulit yang umum ditemukan. Jerawat mempengaruhi daerah kulit yang memiliki banyak (kelenjar minyak) seperti wajah, dada bagian atas dan punggung (Webster, 2002). Penyebab jerawat belum diketahui secara lengkap tetapi penyebab jerawat yang sudah pasti adalah multi faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain genetik, ras, haid, pil antihamil, endokrin, makanan, pengaruh kejiwaan (psikis), infeksi bakterial atau kosmetik. Jerawat terjadi karena penyumbatan pilosebaseus (kelenjer minyak) dan peradangan yang disebabkan oleh bakteri dan
proses pengeringan sehingga mampu bertahan lama pada permukaan kulit. Penelitian ini bertujuan memformulasi ekstrak etanol daun kokang dalam bentuk gel menggunakan dan gliserin sebagai humektan. Selanjutnya menentukan formula gel ekstrak etanol daun kokang yang paling baik. II. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat-alat gelas (iwaki-pyrex), blender (philips), , pH meter, neraca analitik (Ohaus), rotary evaporator (IKA), jangka
(Atlas,
1997). Secara empiris, suku Kutai dan suku Dayak di Kalimantan Timur menggunakan daun kokang untuk perawatan kulit. Daun kokang ( (Hassk.) Leenh.) merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar desa dan di hutan-hutan. Suku Kutai dan suku Dayak Tunjung menggunakan daun kokang untuk mengatasi berbagai masalah kulit di antaranya menghilangkan noda hitam di wajah, menyembuhkan bekas luka cacar dan bekas jerawat (Batubara, 2011, Setyowati, 2010). Suku Dayak Benuaq mengenal (Hassk.) Leenh. dengan nama selekop. Daun selekop diolah menjadi bedak dingin (pupur) untuk merawat kulit dan mengobati jerawat. Daun kokang memiliki aktivitas terhadap bakteri . Hasil penelitian Kuspradini (2012) menyatakan bahwa daun kokang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 30 mg/ml. Bentuk sediaan gel cocok untuk terapi topikal pada jerawat terutama penderita dengan tipe kulit berminyak karena tidak mengandung fase minyak seperti sediaan krim. Bahan dasar gel untuk terapi jerawat adalah bahan dasar yang larut dalam air dan bersifat memperlambat
Bahan: air suling, daun kokang, etanol 95%, gliserin (kualitas farmasetis), metilselulosa (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas farmasetis), (kualitas farmasetis) B. Prosedur Kerja 1. Pengolahan Sampel Tanaman kokang diambil dari Desa Senoni Kabupaten Kutai Kartanegara. Daun kokang yang berwarna hijau tua dibersihkan, dirajang, dan dikeringkan selama 1 minggu. Selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk dan diayak dengan pengayak nomor 40. 2. Ekstraksi Sampel Sebanyak 200 gram serbuk daun kokang dimaserasi dengan pelarut etanol 95% sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk. Simplisia disaring dan diperoleh maserat. Ampas dimaserasi kembali dengan etanol 95% menggunakan prosedur yang sama, maserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat sampai diperoleh ekstrak kental yang diuapkan hingga kental. Selanjutnya disimpan dalam desikator.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
3. Formulasi Gel Ekstrak Daun Kokang Fomula gel ekstrak daun kokang disajikan di tabel 1. Metilselulosa didispersikan dalam air suling suhu 80oC. kemudian didinginkan dalam lemari pendingin selama 24 jam.
Metilparaben dilarutkan dalam gliserin dan ditambah ekstrak. Ditambahkan dispersi metilselulose, diaduk hingga homogen. Ditambahkan dan diaduk hingga homogen.
Tabel 1. Formula gel ekstrak daun kokang Nama Bahan
Fungsi
Ekstrak daun kokang Methylcellulose Glycerin Methylparaben rose essential oil aqua destillata ad
bahan aktif
A 5 3 5 0,2 0,1 100
Humektan Pengawet Pengaroma Pelarut
C. Evaluasi Stabilitas Gel 1. Uji Organoleptis Dilakukan pengamatan visual terhadap bau, warna, dan bentuk gel selama7 hari. Gel biasanya jernih dengan konsistensi setengah padat (Ansel, 1989) 2. Pemeriksaan homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca atau bahan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak menunjukkan butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
Formula (%) B 5 5 4 0,2 0,1 100
C 5 7 3 0,2 0,1 100
ke dalam gelas piala 250 ml kemudian viskositasnya diukur dengan yang dilengkapi dengan no. 64 dengan kecepatan 50 (putaran per menit) kemudian data yang diperoleh dicatat dan dianalisis secara statistik (Djajadisastra, 2004).
III. HASIL PENELITIAN Ekstrak etanol daun kokang diormulasi menjadi bentuk sediaan gel dengan variasi gliserin sebagai humektandan metilselulosa
3. Pengukuran Daya Sebar Sampel seberat 0,5 g diletakkan di atas kaca dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar sampel diukur. Selanjutnya ditambah 150 g beban dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter yang konstan. Daya sebar 5-7 cm menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaan (Garg ., 2002).
ekstrak etanol daun kokang dapat dilihat pada tabel berikut:
4. Pengukuran pH Dilakukan pengukuran pH gel menggunakan indikator pH universal. pH sediaan topikal berkisar 4-8 (Aulton, 1988).
Bentuk Homo genitas Keterangan
5. Pengukuran Viskositas] Sebanyak 100 ml gel dimasukkan
Tabel 2. Pengamatan ekstrak daun kokang
organoleptis
gel
Warna
Hari ke-1 FA FB + +
FC +
Hari ke-7 FA FB + +
FC +
Bau
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Organo leptis
(+)
: Tidak terjadi perubahan
(-)
: Terjadi perubahan
Warna
: hijau tua
Bau
: khas
Bentuk
: semisolid kental
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 3. Nilai pH, Viskositas, dan Daya Sebar Gel Ekstrak Etanol Daun Kokang Formula Gel Formula A Formula B Formula C
Nilai pH Hari ke-1 Hari ke-7 6,3 6,2 6,1 6,0 6,1 6,0
Viskositas (cps) Hari ke-1 Hari ke-7 34600 27633 143500 79066 152600 134466
Daya sebar (cm) Hari ke-1 Hari ke-7 5,0 5,3 3,7 3,9 3,1 3,3
Keterangan : Formula A: metilselulosa 3% dan gliserin 5% Formula B: metilselulosa 5% dan gliserin 4% Formula C: metilselulosa 7% dan gliserin 3% IV. PEMBAHASAN Simplisia daun kokang dimaserasi dengan pelarut etanol 95% menghasilkan ekstrak dengan rendemen 21,81 %. Ekstrak etanol daun kokang diormulasi menjadi bentuk sediaan gel dengan variasi gliserin sebagai humektan dan metilselulosa sebagai gelling pengamatan organoleptis, pengamatan homogenitas, pengukuran pH, pengukuran viskositas, dan pengukuran daya sebar gel. Hasil pengamatan organoleptis selama 7 hari menunjukkan tidak ada perubahan bentuk, bau, dan warna dari ketiga formula. Warna hijau tua pada formula diperoleh dari warna ekstrak daun kokang. Semakin tinggi penambahan ekstrak pada formula maka semakin gelap warna yang dihasilkan. Aroma gel diperoleh dari minyak atsiri, oil. Konsistensi dari setiap formula A, B, dan C memiliki konsistensi yang sama yaitu semisolid kental. Sediaan gel ekstrak daun kokang formula A, B, dan C memenuhi persyaratan homogenitas gel dalam penyimpanan selama 7 hari yaitu gel tetap homogen dan tidak terdapat butiran kasar. Persyaratan homogenitas gel dimaksudkan agar bahan aktif dalam gel terdistribusi merata. Selain itu agar gel tidak mengiritasi ketika dioleskan di kulit. Pemeriksaan pH merupakan parameter topikal karena pH berkaitan dengan efektivitas
zat aktif, stabilitas zat aktif dan sediaan, serta kenyamanan di kulit sewaktu digunakan. pH yang terlalu asam dapat mengakibatkan iritasi sedangkan pH yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik. Dari hasil pengukuran pH terlihat bahwa ketiga formula gel ekstrak daun kokang memenuhi persyaratan pH untuk sediaan topikal yaitu antara 4-8 (Aulton, 1988). Uji daya sebar sediaan gel dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan menyebar gel saat dioleskan pada kulit. Kemampuan menyebar adalah karakteristik penting dalam formulasi karena mempengaruhi transfer bahan aktif pada daerah target dalam dosis yang tepat, kemudahan penggunaan, tekanan yang diperlukan agar dapat keluar dari kemasan, dan penerimaan oleh konsumen (Garg, ., 2002). Dari hasil pengukuran, diameter daya sebar gel ekstrak daun kokang formula A sebesar 5,0 cm memenuhi persyaratan daya sebar yaitu 5 sampai 7 cm. Sedangkan formula B dan C tidak memenuhi persyaratan daya sebar. Viskositas adalah suatu pernyataan tekanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin rendah viskositas maka makin tinggi tahanannya. Hasil pengujian viskositas dari ketiga formulasi memenuhi persyaratan nilai viskositas menurut SNI 16-4399-1996, yaitu 2000-50000 cp. Nilai viskositas gel mengalami perubahan selama masa penyimpanan. Perubahan yang diamati dari pengujian hari ke-1 dan hari ke-7 memiliki perbedaan yang besar. Penurunan nilai viskositas diduga karena pengaruh dari
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
penambahan ekstrak yang bersifat asam. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan nilai viskositas gel. Meskipun mengalami penurunan, viskositas gel tetap memenuhi persyaratan.
V. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis uji stabilitas
. . Setyowati,
Webster, G.F. Acne Vulgaris. 2002; 325(7362): 575-479
DAFTAR PUSTAKA H.C. . Edisi 4. Jakarta: UI Press. 1989
Atlas, R.M. . Edisi 2. Iowa: WNC Brown Balsam, 1997. Aulton, M. . NewYork: Curchill Living Stone. 1988 Batubara I, Darusman,L.K, Mitsunaga, T, Rahminawati, M, and Djauhari, E. 2010.
Journal Of Biological Sciences.10 (2) : 138144. Ditjen POM. Edisi III Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1979. Djajadisastra, J. Makalah Seminar. Himpunan Ilmuwan Kosmetika Indonesia. Jakarta 2004 Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Sigla, A. K. . Pharmaceutical Technology. September 2002: 84-102. Kuspradini, H., Susanto, Mitsunaga, T.
D.,
2010.
Media Kesehatan Volume XX No 3.
ekstrak daun kokang memenuhi persyaratan uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, dan uji viskositas adalah formula A dengan konsentrasi 3% metilselulosa dan 5% gliserin.
Ansel,
F.
Ritmaleni,
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
Litbang .
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 7-24 Bulan di Desa Jembungan (The Relationship of The Exclusive Breastfeeding with Fine Motoric Development of Children Ages 7-24 Months in Jembungan Village) Titik Anggraeni Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta
[email protected] Abstract:
Keywords Abstrak:
Kata kunci:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
I.
PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan (Depkes RI, 2009). Pemberian ASI eksklusif, dimana ibu harus menyusui bayi secara murni dalam
meningkatkan kecerdasan dan menjalin kasih sayang antara ibu dan bayi (Dwiharso, 2011). Pencapaian ASI eksklusif masih kurang, hal ini berdasarkan data hasil Survey tahun 2007, pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 0-1 bulan hanya 48%. Persentase ini kemudian menurun cukup tajam menjadi 34,4 % pada bayi berumur 2-3 bulan dan 17,8 % pada bayi berumur 4–5 bulan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 di Indonesia pemberian ASI baru mencapai 15,3% dan pemberian susu formula meningkat tiga kali lipat dari 10,3% menjadi 32,5% eksklusif adalah memberikan ASI Eksklusif adalah sebanyak 55%. Pada kenyataannya, data yang tercatat menunjukkan bahwa total jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif di provinsi Jawa Tengah tahun 2009 baru mencapai 40,21% Dari keterangan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan rumusan masalah: “Adakah hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik pada anak usia 7 – 24 bulan di desa Jembungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan antara Pemberian Asi Eksklusif dengan Perkembangan Motorik Halus pada Anak Usia 7-24 Bulan di Desa Jembungan. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis korelasi, yaitu merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variable pada suatu situasi atau sekelompok subjek dengan metode pendekatannya adalah yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data dan sekaligus pada suatu saat Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ASI secara eksklusif, dan variabel terikatnya adalah perkembangan motorik halus pada anak usia 7 – 24 bulan. Populasi penelitian ini adalah semua anak usia 7 – 12 bulan di desa Jembungan, berjumlah 22 anak yang selanjutnya menjadi sampel dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan di desa Jembungan, kecamatan Banyudono, kabupaten Boyolali, pada bulan januari sampai Juni tahun 2013. Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat uji karena skala data yang digunakan adalah data nominal. Analisis univariat digunakan untuk mengambarkan distribusi frekuensi dari reponden penelitian. III. HASIL PENENLITIAN Analisa Univariat ASI Eksklusif Tabel 1. Tabel Distribusi Pemberian ASI Eksklusif Pemberian F ASI Eksklusif 1 Ya 13 2 Tidak 9 Total 22 Sumber Data Primer 2012 No
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
Frekuensi Presentase (%) 59,1 40,9 100
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 13 anak (59,1%). Motorik Halus Tabel 2. Tabel Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus No 1 2
Perkembangan Motorik Halus Normal Tidak normal Total
F
Presentase (%)
17 5 22
77,3 22,7 100
Sumber Data Primer 2012
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar perkembangan motorik halus anak dalam kategori normal yaitu sebanyak 17 anak (77,3%).
ASI Eksklusif Ya Tidak
Analisa Bivariat Tabel 3. Tabulasi silang antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik halus
Perkembangan Motorik Halus Normal Tidak Normal N % N %
N
%
12 5
54,6 22,7
Jumlah 17 77,3 Sumber Data Primer Diolah 2012
1 4
4.5 18,2
13 9
59,1 40,9
5
22,7
22
100
Tabel 3 menunjukan bahwa anak dengan ASI eksklusif yang mengalami perkembangan motorik halus dalam kategori normal sebanyak 12 anak (54,6%) dan 1 anak (4,5%) mengalami perkembangan motorik halus dalam kategori tidak normal. Sedangkan yang tidak diberikan ASI eksklusif mengalami perkembangan motorik halus dalam kategori normal sebanyak 5 anak (22,7%) dan 4 anak (18,2%) mengalami perkembangan motorik halus dalam kategori tidak normal. 2
Hasil analisis 2 hitung
Jumlah
) dengan program 2 (4,090 > tabel
3,841) Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan dengan perkembangan motorik halus anak usia 7-24 bulan.
2
0,043
IV. PEMBAHASAN Analisa Univariat ASI eksklusif Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 22 anak, terdapat 13 anak yang diberikan ASI eksklusif dan 9 anak tidak diberikan ASI eksklusif. Dari 13 anak yang mendapatkan ASI eksklusif dilatarbelakangi oleh faktor pendidikan yang tinggi. Karena semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah dan mampu seseorang menerima informasi khususnya tentang pengertian dan manfaat ASI eksklusif sehingga budaya-budaya yang tidak benar dapat diperbaiki. Walaupun mayoritas status pendidikan rata-rata setara dengan SMP dan SMA namun sebagian besar ibu bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga, sehingga lebih mudah dalam memberikan ASI nya secara eksklusif. Adapun beberapa anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif disebabkan karena
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
motorik halus khususnya untuk anak usia 7-24 bulan yang ditunjukkan dari hasil analisis data 2 2 (4,090 > 3,841) hitung tabel
Perkembangan motorik halus Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 22 anak, terdapat 17 anak yang mengalami perkembangan motorik halus normal dan 5 anak lainnya mengalami perkembangan motorik halus tidak normal. Selain faktor ASI eksklusif terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soetjiningsih. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa temuan bahwa dari 17 anak yang mengalami perkembangan motorik halus normal selain dipengaruhi oleh faktor pemberian ASI eksklusif namun dipengaruhi oleh lingkungan postnatal anak. Dalam kasus ini ditemukan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh stimulasi yang secara tidak langsung diperoleh dari kegiatan posyandu bayi balita yang dilaksanakan rutin tiap bulan oleh bidan desa dan kader yang aktif didukung dengan fasilitas APE yang memadai. Setelah berumur 6 bulan, sudah waktunya anak diberi makanan tambahan atau makanan pendamping ASI. Pemberian makanan tambahan ini penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang mulai meningkat, karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sangat pesat terutama perkembangan otak. Misalnya saja anak dengan berat badan sangat berlebihan (obesitas) cenderung malas untuk melakukan kegiatan dan perintah berbeda dengan anak yang mendapatkan makanan tambahan dengan nutrisi yang baik. Analisis Bivariat Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Keterampilan motorik halus ( ) merupakan keterampilan yang memerlukan kontrol dari otot kecil dari tubuh untuk mencapai tujuan dari keterampilan. Secara umum keterampilan motorik halus meliputi koordinasi mata dan tangan keterampilan ini membutuhkan kecermatan yang tinggi. Contohnya membenturkan 2 kubus, menyusun menara, mencoret-coret, dan meniru garis vertikal (Magill Richard A, 2010). Faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal dapat mempengaruhi tempo atau kecepatan dan sifat atau perkembangan seseorang, contohnya fakor nutrisi yaitu ASI yang diberikan secara eksklusif (Elizabeth B.Hurlock, 1998: 63). ASI eksklusif adalah bayi yang hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan atau makanan apapun sampai usia 6 bulan.
meningkatkan kecerdasan dan menjalin kasih sayang antara ibu dan bayi. Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI ekslusif menurut Roesli (2000 dalam Haniarti, 2011) untuk bayi antara lain sebagai nutrisi, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan risiko mortalitas, risiko penyakit akut dan kronis, meningkatkan kecerdasan, menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang, sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai usia selama enam bulan, mengandung asam lemak yang diperlukan untuk untuk pertumbuhan otak sehingga bayi yang diberi ASI ekslusif lebih pandai, mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung, menunjang perkembangan motorik.
pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Dari fenomena yang ada, bayi yang diberikan ASI secara eksklusif cenderung mangalami perkembangan motorik halus normal karena ASI mengandung asam lemak yang diperlukan unruk pertumbuhan otak, lemak jenuh ikatan panjang (DHA dan AA) untuk pertumbuhan otak dan retina, kolesterol untuk mielinisasi jaringan sarap, taurin neurotransmitter inhibitor dan stabilisator membrane, laktosa untuk pertumbuhan otak, kolin untuk meningkatkan memori, mengandung lebih dari 100 macam enzim. ASI mengandung protein lebih banyak sehingga akan membentuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna serta diserap usus bayi, menjadikan nutrisi utama yang paling memenuhi persyaratan untuk tumbuh kembang bayi terserap dengan sempurna. Karena diawal hidupnya bayi membutuhkan nutrisi yang adekuat sehingga dengan pemberian ASI secara eksklusif dapat mengoptimalkan seluruh proses tumbuh kembang dan ASI merupakan cairan biologis kompleks yang mengandung semua nutrien yang diperlukan tumbuh kembang anak. Pada penelitian ini terdapat 1 anak berusia 14 bulan yang diberikan ASI secara eksklusif namun mengalami perkembangan motorik kasar dalam kategori tidak normal dimana anak belum bisa menyusun menara dari 2 kubus dan belum bisa mencoret-coret . Hal ini disebabkan karena tumbuh kembang seorang anak secara optimal dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor genetis, herediter, dan konstitusi dengan faktor lingkungan. Selain itu sangat jarang ditemukan seorang ibu atau pengasuh yang memberikan stimulasi motorik halus dengan sengaja kepada anaknya karena ketidaktahuan tentang stimulasi perkembangan motorik halus, hal ini mempengaruhi keterlambatan perkembangan motorik halus seorang anak. Temuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hidayat (2009: 11-13) bahwa Lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal dapat mempengaruhi tempo/ kecepatan dan sifat atau perkembangan seseorang. Menurut Elizabeth B.Hurlock (1998: 63) keturunan atau genetik juga dapat
mempengaruhi perkembangan terutama dari orang tua, ayah, ibu, nenek dan kakek. Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dalam mencapai perkembangan anak di sampinng faktor-faktor lain. Dari 9 anak yang tidak diberikan ASI secara eksklusif terdapat 5 anak yang mengalami perkembangan motorik halus normal, perkembangan motorik halus normal berusia 14 bulan, 20 bulan, dan 2 anak berusia 23 bulan dimana anak bisa melakukan keterampilan sesuai dengan usianya. 1 anak berusia 24 bulan mengalami perkembangan motorik halus dimana anak sudah bisa mengikuti garis vertikal. Dari fenomena yang ada disebabkan karena faktor lingkungan, genetik, stimulasi, juga nutrisi tambahan selanjutnya yang seimbang untuk anak. Hal ini sesuai menurut Soetjiningsih (2000 dalam Nursalam, 2008: 41-42) bahwa tumbuh kembang seorang anak secara optimal dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor genetis, herediter, dan konstitusi dengan faktor lingkungan. Agar faktor lingkungan memberikan pengaruh yang positif bagi tumbuh kembang anak, maka diperlukan pemenuhan atas kebutuhan dasar tertentu seperti kebutuhan asuh (Kebutuhan FisikBiomedis), asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang), dan asah (Kebutuhan Stimulasi). V. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: pemberian ASI eksklusif telah diberikan sebanyak 13 anak (59,1%) dan yang tidak diberikan ASI secara eksklusif sebanyak semblan anak (40,9%); perkembangan motorik halus dalam kategori normal yaitu sebanyak 17 anak (77,3%) dan dalam kategori tidak normal sebanyak lima anak (22,7%); serta terdapat eksklusif dengan perkembangan motorik halus anak usia 7-24 bulan di Desa Jembungan. Hal
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
2 hitung 2 tabel
>
(4,090 > 3,841)
DAFTAR PUSTAKA Dinkes Jateng. 2011. . Diperoleh dari http://www. dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/ profil2011/BAB%20I-VI%202011.pdfv. Diakses pada Tanggal 29 Januari 2012. Dwiharso. Christoforus Nata. 2010. . Diperoleh dari http:// www.rri.co.id/index.php?option=com_ content&task=view&id=428. Diakses Pada Tanggal 28 Januari 2012. Haniarti, 2011. “Pengaruh Edukasi Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Inisiasi Menyusui Dini dan Manajemen Laktasi Pada Ibu Hamil di Kota Parepare”. Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin. Hidayat, A.A. 2009. . Jakarta: Salemba Medika: 10. Hurlock, Elizabeth B. 1998. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga: 39. Magill, Richard A. 2010. Florida: Social Sciences: 11. Nursalam, dkk. 2008. . Jakarta: Salemba Medika: 41-43.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ditinjau dari Status Sosial Ekonomi (Studi Eksperimen Pada Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo) Effect On Extension Of Health Behavior And Healthy Living (PHBS) Based On Status Socio Economic (Experimental Study On Student Nursing Prodi DIII Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ) Kukuh Raharjo1, Mulyoto 2, Nunuk Suryani 3 Family Medical Magister of Postgraduate Program of UNS
[email protected]
Keywords:
Abstrak:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata Kunci : I.
PENDAHULUAN Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia dan dapat mewujudkan bangsa yang mandiri maju dan sejahtera. Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan kesehatan dan kesejahteraan maka pemerintah telah menetapkan pola dasar pembangunan yaitu pembangunan mutu SDM di berbagai sektor serta masih menitik beratkan pada program-program pra-upaya kuratif dan rehabilitatif yang didukung oleh informasi kesehatan secara berkesinambungan sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat, lingkungan sehat dan memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas di tahun 2015 (Depkes RI, 2011). Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat, maka strategi pembangunan kesehatan diarahkan pada misi pembangunan kesehatan yaitu : 1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. 2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, rata dan terjangkau. 4. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Secara nasional hanya 24,9% rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat. Perilaku merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain, cenderung di perdesaan, dengan pendidikan rendah yaitu tidak tamat dan tamat SD. Menurut pekerjaan, prevalensi perokok dalam rumah ketika bersama anggota keluarga lebih banyak yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh diikuti wiraswasta dan yang tidak bekerja, dan cenderung meningkat dengan meningkatnya status ekonomi.(Kemenkes RI, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Secara nasional, penduduk yang telah memenuhi kriteria PHBS baik sebesar 32,3%. Padahal rencana strategis (renstra) Kementerian Kesehatan menargetkan pada 2014 rumah tangga yang mempraktekan PHBS harus mencapai 70% (Kemenkes RI, 2012). Menurut Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 sebesar 38,9% perokok aktif di Indonesia berusia 10 – 24 tahun, penduduk 33,8%, penduduk yang mengkonsumsi bumbu penyedap 77,3%, penduduk yang kurang mengkonsumsi sayur dan buah 85%, perilaku menyikat gigi dengan benar setelah makan pagi dan sebelum tidur malam untuk Indonesia ditemukan 2,3%.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
87
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu upaya yang strategis untuk menggerakan dan memberdayakan anggota rumah tangga untuk hidup bersih dan sehat. Sehingga masyarakat makin tahu, mau dan mampu untuk menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Pendidikan kesehatan tentang PHBS sangat tepat dilakukan pada anak usia sekolah karena merupakan umur rawan terhadap masalah kesehatan. Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan kebiasaan hidup sehat. Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisir dengan baik. Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia penduduk. Pendidikan kesehatan melalui anak sekolah sangat efektif untuk merubah perilaku dan kebiasaan hidup sehat umumnya. Tujuan umum penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah ada pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ditinjau dari status sosial ekonomi di mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan (Effendy, 2003). Penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat (Public Health Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya.
Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran. Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output) (Notoatmodjo, 2003). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri dalam kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2006). PHBS harus diterapkan dalam setiap kehidupan manusia kapan saja dan dimana saja. PHBS di rumah tangga / keluarga, institusi kesehatan, tempat-tempat umum, sekolah maupun ditempat kerja karena perilaku merupakan sikap dan tindakan yang akan membentuk kebiasaan sehingga melekat dalam diri seseorang. PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban Negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan. Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder (Soetjiningsih, 2004). Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006).
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : (1) Terdapat pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap perilaku hidup hidup bersih dan sehat (PHBS). (2) Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). (3) Pemberian penyuluhan kesehatan dan status sosial ekonomi dapat mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). II. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo, pada bulan Januari 2016. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu (quasi eksperimental) dengan desain post test only control dengan analisis varian dua jalur (Anova Two way). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo sejumlah 212 mahasiswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik pencuplikan random berstrata penelitian ini berjumlah 70 mahasiswa, yang terdiri dari 35 mahasiswa sebagai kelompok perlakuan dan 35 mahasiswa sebagai kelompok kontrol. Variabel dalam penelitian ini adalah : Variabel bebas : adalah penyuluhan kesehatan tentang PHBS, variabel moderator : adalah status sosial ekonomi, variabel terikat : adalah perilaku hidup bersih dan sehat . Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner status sosial ekonomi, dan checklist tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kuesioner dibuat dalam bentuk pernyataan berdasarkan kisi-kisi Berdasarkan dari tinjauan sejumlah teori, penelitian ini memastikan bahwa variabel-variabel yang diteliti diukur dengan benar sesuai dengan teori yang relevan . Uji validitas menggunakan Product Moment dari Pearson dan reliabilitas dengan Alpha Cronbach.
dari dua bagian yaitu analis diskriptif dan analisi infrensial. Ananlisis diskriptif dilakukan dengan menyajikan data melalui tabel distribusi frekuensi, histogram. Analisis infrensial digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunkan uji Anava 2 jalur menggunakan SPSS versi 16. Rumus penelitian ini Apabila data berbentuk skala ordinal dalam mengukur interaksi penyuluhan dan status sosial ekonomi terhadap perilaku PHBS maka uji yang digunakan adalah Anova dua jalur, apabila f hitung > dari f tabel, maka Ho ditolak artinya ada beda varians diantara kelompok tersebut (Ghozali,2013). III. HASIL PENELITIAN Deskripsi Data 1. Deskripsi data status sosial ekonomi secara keseluruhan Tabel 1. Distribusi frekuensi status sosial ekonomi No
Status Sosial Ekonomi
Frekuensi %
1 2
Sangat Baik 12 Baik 58
17 83
3
Kurang Baik
0
0
4 Total
Tidak Baik
0
0 100
2. Deskripsi data status sosial ekonomi kelompok kontrol Tabel 2. Distribusi frekuensi status sosial ekonomi kelompok kontrol No
1 2
Status Frekuensi Sosial Ekonomi Sangat 6 Baik
%
Baik
83
Analisis data dalam penelitian ini terdiri
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
29
17
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
3 4
Kurang Baik Tidak Baik
0
0
0
0
2 3
No
Status Sosial Frekuensi % Ekonomi
1
Sangat Baik
6
17
2
Baik
29
83
3
Kurang Baik
0
0
4
Tidak Baik
0
0
4. Deskripsi data perilaku PHBS secara keseluruhan Perilaku PHBS Tinggi
Frekuensi 50
20 0
29 0
Total 100 5. Deskripsi data perilaku PHBS kelompok kontrol
3. Distribusi data status sosial ekonomi kelompok perlakuan Tabel 3. Distribusi frekuensi status sosial ekonomi kelompok perlakuan
No 1
Sedang Rendah
% 71
No 1
Perilaku PHBS Tinggi
Frekuensi 15
% 43
2
Sedang
20
57
3
Rendah
0
0 100
Jumlah
6. Deskripsi data perilaku PHBS kelompok perlakuan No
Perilaku PHBS
Frekuensi
1
Tinggi
35
2
Sedang
0
3
Rendah
0
Pengujian Hipotesis Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji Anava 2 jalur. Hasil Anava 2 Jalur dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7. Tabel Uji Anava 2 Jalur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:PHBS Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 11.044a
df 3
Mean Square 3.681
F 43.844
Sig. .000
Intercept
241.935
1
241.935
2.881E3
.000
SOSEK
.471
1
.471
5.615
.021
SULUH
2.696
1
2.696
32.111
.000
SOSEK * SULUH
.471
1
.471
5.615
.021
Error
5.542
66
.084
Total
495.000
70
Corrected 16.586 69 Total a. R Squared = .666 (Adjusted R Squared = .651)
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
a. Hasil Uji hipotesis 1 dapat dilihat pada Tabel 7 diatas, menjelaskan bahwa dari hasil uji anova dua jalur pengaruh penyuluhan terhadap perilaku PHBS didapatkan hasil f sehingga ada pengaruh penyuluhan terhadap perilaku PHBS pada mahasiswa. b. Untuk Hipotesis 2, berdasarkan data pada Tabel 7 pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih didapatkan f hitung sehingga ada pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. c. Untuk mengetahui interaksi pemberian penyuluhan terhadap perilaku hidup bersih ditinjau dari sosial ekonomi dianalisis menggunakan uji Anova dua Jalur dilanjutkan uji scheeffer. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai f tabel 5.615 ada pengaruh pemberian penyuluhan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan kampus Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. IV. PEMBAHASAN 1. Pengaruh penyuluhan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
sehingga dapat diambil kesimpulan terdapat pengaruh pemberian penyuluhan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Penyuluhan adalah proses transfer tekhnologi, edukasi, inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. yang bersangkutan yang merupakan tindakan yang mempunyai rentang yang sangat luas baik yang dapat diamati langsun maupun tidak langsung yang merupakan respon atau reaksi seorang terhadap setimulus rangsangan dari
luar (Arif,2009). Hasil uji Anova dua jalur didapatkan data f hitung > f tabel sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pemberian penyuluhan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dilingkungan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Arif,(2009) bahwa penyuluhan bukan hanya sekedar sebagai proses penyebaran informasi dan proses penerangan atau pemberian penjelasan, tetapi bisa juga sebagai proses untuk melakukan perubahan perilaku. Proses perubahan perilaku ini merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/ pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Pengaruh status sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil uji hipotesis pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih dan sehat didapatkan data f hitung 0,471 dengan kesimpulan terdapat pengaruh status sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi seseorang yaitu pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal. Pendidikan memainkan peranan penting dalam mengasah keterampilan seorang individu yang membuat dia sebagai orang yang siap untuk mencari dan memperoleh pekerjaan,
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
orang dengan status sosial ekonomi tertinggi dari status sosial ekonomi terendah. Annette Lareau berbicara pada gagasan budidaya terpadu, di mana orang tua kelas menengah mengambil peran aktif dalam pendidikan dan pengembangan anak-anak mereka dengan menggunakan kendali mengorganisir kegiatan dan mendorong rasa hak melalui diskusi. Laureau berpendapat bahwa keluarga dengan pendapatan rendah tidak berpartisipasi dalam gerakan ini, menyebabkan anak-anak mereka memiliki rasa kendala. Sebuah divisi dalam pencapaian pendidikan dengan demikian lahir dari dua perbedaan dalam membesarkan anak. Secara teori, keluarga berpenghasilan rendah memiliki anak yang tidak berhasil ke tingkat anak-anak berpenghasilan menengah, yang merasa berhak, yang argumentatif, dan lebih siap untuk kehidupan dewasa. Penelitian ini mirip dengan yang dilakukan oleh Ameta, Nur Izah (2013) dengan judul Pengaruh Promosi Kesehatan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Tatanan Sekolahan Terhadap Pengetahuan PHBS Siswa Kelas IV Dan V Di SD Negeri Ngemplak Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh promosi kesehatan terhadap pengetahuan perilaku hidup bersih dan sehat. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian pre experimental design dengan rancangan one group pretes posttest design yang dilaksanakan pada 12 April 2013 di SD Negeri Ngemplak Surakarta. Hasil: Penelitian ini menunjukkan (1) Pengetahuan meningkat setelah dilakukan promosi kesehatan perilaku hidup bersih dan sehat sejumlah 62 siswa atau 88,57% dari seluruh siswa yang hadir, siswa yang pengetahuannya menurun sebanyak 2 siswa atau 2,8% dan yang tetap 6 siswa atau 8,57% (2) hasil Uji Marginal Homogeneity menunjukkan p = 0,000. Simpulan: Terdapat pengaruh promosi kesehatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tatanan sekolah terhadap peningkatan pengetahuan PHBS siswa kelas IV dan V di SD Negeri Ngemplak Surakarta. Siswa yang berpengetahuan baik setelah intervensi lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
3. Interaksi antara pemberian penyuluhan dan status soial ekonomi terhadap perilaku bersih dan sehat. Hasil uji anova menunjukkan taraf
terdapat interaksi positif antara penyuluhan dengan status sosial ekonomi mahasiswa. Hasil penelitian ini mirip dengan yang dilakukan oleh Gomo (2011) Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Sekolah Pada Siswa Kelas Akselerasi Di SMPN 8 Manado. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran PHBS siswa akselerasi di SMPN 8 Manado. Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan pada bulan Desember 2011 – Januari 2012. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa akselerasi A dan B yang berjumlah 56 siswa. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu total populasi dan jumlah sampelnya 56 siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan siswa akselerasi SMPN 8 Manado terhadap PHBS sekolah adalah baik, dimana 90,4% siswa m engetahui akan PHBS sekolah. Sikap siswa akselerasi SMPN 8 Manado terhadap PHBS sekolah adalah baik, dimana 89% setuju terhadap konsep PHBS sekolah. Tindakan siswa akselerasi SMPN 8 Manado terhadap PHBS sekolah adalah baik, dengan 68% siswa mempraktekan pengetahuan mereka.
IV. SIMPULAN Setelah dilakukan analisis uji Anova dua jalur, maka dapat disimpulkan, yaitu : penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat terhadap perilaku melakukan pola hidup bersih dan sehat dilingkungan kampus Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo yang ditunjukkan dengan hasil nilai f hitung sehingga ada pengaruh penyuluhan terhadap perilaku PHBS pada mahasiswa. b. Ada pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih didapatkan f hitung
c.
sehingga ada pengaruh sosial ekonomi terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Hasil uji anova menunjukkan taraf terdapat interaksi positif antara penyuluhan dengan status sosial ekonomi mahasiswa
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
DAFTAR PUSTAKA Ameta, Nur Izah. 2013. Pengaruh Promosi Kesehatan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Tatanan Sekolahan Terhadap Pengetahuan PHBS Siswa Kelas IV Dan V Di SD Negeri Ngemplak Surakarta. diakses tanggal 24 April 2015. Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogakarta: LaksBang Mediatama. Depdiknas. Departemen Kesehatan RI. 2006. Panduan Manajemen PHBS menuju Kota/Kabupaten Sehat. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. 2011. Panduan Pembinaan dan Penilaian PHBS di Sekolah. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI Effendy N. 2003. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Ed. 2. Jakarta: EGC. Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 update PLS Regresi. Edisi 7. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gomo. 2011. Gambaran Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Sekolah Pada Siswa Kelas Akselerasi Di SMPN 8 Manado. diakses tanggal 24 April 2015. Kartono. 2006. Jakarta.
Perilaku
Manusia.
ISBN.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Tahun 2011. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip - Prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Ovulasi Dalam Rangka Program Kehamilan Di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen Level Of Knowledge About Women Ages Lush Ovulatory Program In Order To Pregnancy District In The Village Jenggrik Kedawung District Sragen Treistiana Prahesti AKBID YAPPI Sragen
[email protected]
Abstract:
Keywords
Abstrak:
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kata Kunci : I.
PENDAHULUAN Suatu kejadian yang penting dan salah satu fase dalam siklus hidup wanita yang sudah menikah yaitu kehamilan, maka dari itu harus di rencanakan sebelum kehamilan tersebut terjadi. Kehamilan merupakan proses yang alamiah, ibu adalah pelaku utama dalam suatu kehamilan. Oleh karena itu, bidan harus memberdayakan ibu (dan keluarga) dengan meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mereka melalui pendidikan kesehatan agar dapat merawat dan menolong diri sendiri pada kondisi tertentu. Hindarkan sikap negatife dan banyak mengkritik (Sunarsi, 2011). Delapan puluh empat persen (84%) perempuan akan mengalami kehamilan dalam kurun waktu satu tahun pertama pernikahan bila mereka melakukan hubungan suami istri secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi. Angka kehamilan komulatif akan meningkat menjadi 92% ketika lama usia pernikahan dua tahun (Sarwono, 2011). Secara garis besar penyebab infertilitas dapat di bagi menjadi faktor tuba dan pelvik (35%), faktor lelaki (35%), faktor ovulasi (15%), faktor idiopatik (10%), faktor lain (5%) (Sarwono, 2011). Indonesia (SDKI) 2012 mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia yang melibatkan responden pria dan wanita usia 15 sampai 24 tahun yang belum menikah menunjukan hanya 18 persen remaja yang mengetahui masa subur, dan 48 persen remaja pria tidak mengetahui masa subur wanita. Itu artinya hanya satu dari enam remaja wanita dan satu dari sepuluh remaja pria mempunyai pemahaman yang benar tentang siklus masa haid (BPPKB, 2014). Dari data di atas di sebutkan bahwa pengetahuan remaja tentang masa subur adalah kurang, kasus ini tentu memprihatinkan karena masa subur menjadi penanda seberapa besar peluang kehamilan itu terjadi. (SDKI) Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 mengenai keinginan mempunyai anak dengan
hasil 37% Wanita Kawin menyatakan bahwa ingin mempunyai anak lagi, 26% ingin anak dalam waktu 2 tahun ini, 32% ingin mempunyai anak setelah 2 tahun atau lebih dan 3% ingin mempunyai anak tetapi tidak tahu kapan (BKKBN, 2009). Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 15 November 2014 yang dilakukan peneliti di Desa Jenggrik, Kedawung, Sragen dari catatan kelurahan di dapatkan jumlah Wanita Usia Subur adalah 548 WUS. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti tentang ovulasi terhadap 10 orang Wanita Usia Subur didapatkan 1 orang (10%) mengetahui tentang ovulasi, dan 9 orang (90%) Wanita Usia Subur belum mengetahui tentang ovulasi. Berdasarkan latar belakang di atas, pengetahuan tentang ovulasi perlu di ketahui oleh Ibu Wanita Usia Subur karena dapat digunakan sebagai persiapan dalam rangka program kehamilan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Ovulasi Dalam Rangka Program Kehamilan Di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung Sragen”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang ovulasi dalam rangka program kehamilan di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Sragen. Pengetahuan ( ) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Apabila pengetahuan itu mempunyai sarana yang tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji obyek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan di akui secara maka terbentuklah ilmu atau lebih sering disebut ilmu pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu : Cara Coba-Salah (Trial and Error), Secara Kebetulan, Cara Kekuasaan atau Otoritas,
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Berdasarkan Pengalaman Pribadi, Cara Akal Sehat, Kebenaran Melalui Wahyu, Kebenaran Intuitif, Melalui Jalan Pikiran, Induksi, Deduksi, Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan, Menurut Mubarak (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain : Pendidikan, Pekerjaan, Umur, Minat, Pengalaman, Kebudayaan lingkungan sekitar, Informasi. Menurut Mubarak (2012), pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu Tahu (know), Memahami ( ), Aplikasi (application), Analisis ( ), Sintesis ( ), Evaluasi ( ). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden (Mubarak, 2012). Wanita Usia Subur adalah wanita berumur 20 - 45 tahun yang organ reproduksinya berfungsi dengan baik. Masa subur wanita berlangsung lebih cepat dari pada pria. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an tahun prosentasenya menurun hingga 90%. Sementara memasuki usia 40, kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil (Mubarak, 2012). Masa subur adalah masa dimana tersedia sel telur yang siap untuk dibuahi (Rahmawati, 2012). Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim ( ) yang disertai dengan pendarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang berulang stiap bulan tersebut akhirnya membentuk siklus menstruasi. Siklus menstruasi dihitung dari hari pertama haid sampai tepat satu hari pertama haid bulan berikutnya. Siklus menstrusi berkisar antara 21-40 hari hanya sekitar 10-15 persen wanita yang memiliki siklus 28 hari (Rahmawati, 2012). Dengan mengetahui kapan waktu subur dan masa tidak subur, maka seseorang dapat mengambil kembali keputusan unatuk hamil atau tidak hamil (Rahmawati, 2012).
Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur ( ) dan sel mani ( ) (Saminem, 2009). Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitumg dari hari pertama terakhir hingga di mulainnya persalinan sejati. Yang menandai awal periode antepartum (Padila, 2014). Setiap wanita melepaskan satu atau dua sel telur dari indung telur ( ) yang ditangkap oleh umbai-umbai ( )dan masuk ke dalam sel telur. Waktu persetubuhan, cairan semen tumpah ke dalam vagina dan berjutajuta sperma bergerak memasuki rongga rahim lalu masuk ke sel telur. Pembuahan sel telur oleh sperma biasanya terjadi di bagian yang mengembang dari tuba fallopi. Pada sekeliling sel telur banyak berkumpul sperma yang mengeuarkan ragi untuk mencairkan zat yang melindungi ovum kemudian pada tempat yang paling mudah dimasuki, masuklah satu sperma dan kemudian bersatu dengan ovum. Peristiwa ini disebut proses pembuahan ( ). Ovum yang telah dibuahi ini membelah dari sambil bergerak oleh rambut getar tuba menuju rahim kemudian melekat pada rahim untuk selanjutnya bersarung di ruang rahim. Peristiwa ini disebut nidasi ( ). Dari pembuahan sampai nidasi diperlkan waktu kira-kira 6 – 7 hari. Untuk menyuplai darah dan zat-zat makanan bagi mudigah dan janin, disiapkan uru ( ). Jadi, dapat dikatakan bahwa untuk setiap kehamilan harus ovum, spermatozoa, pembuahan, nidasi, dan plasenta. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita ( ) terjadi ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, dimana akan melepaskan cairan mani yang berisi sel-sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita. Jika senggama terjadi dalam sekitar masa ovulasi (disebut masa subur wanita), maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanitaakn bertemu dangan ovum yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi. Pertemuan sperma dengan ovum inilah yang disebut pembuahan (Sunarsi, 2011)
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
II.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah survey deskriptif, yaitu peneliti deskripsi mengenai tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur tentang ovulasi dalam rangka program kehamilan Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur tentang ovulasi dalam rangka program kehamilan maka penelitian ini menggunakan pendekatan yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek penelitian pada saat pemeriksaan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wanita Usia Subur yang berumur 20-45 tahun yang bertempat tinggal di Wilayah Desa Jengngrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen, yang berjumlah 548 orang. Jumlah responden yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi Ibu Wanita Usia Subur yang berada di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen, jadi responden yang akan digunakan sebagai sampel adalah 70 orang. Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini untuk menentukan pengetahuan Wanita Usia Subur tentang ovulasi di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen dan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Jenis kuesioner ini menggunakan kuesioner tertutup, yaitu yang sudah disediakan jawabanya sehingga responden tinggal memilih. Dan bentuk dari kuesioner ini adalah , sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check ( pada kolom yang sesuai. Sebelum kuesioner digunakan untuk penelitian dilakukan uji validitas dan reliabititas terlebih dahulu. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan rumus :
F x100% N
III. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden a. Pendididkan Tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh 70 responden yaitu sebagian besar adalah SMP sebanyak 34 responden (49%), dan PT (perguruan tinggi) adalah pendidikan terakhir yang paling sedikit ditempuh oleh 70 responden yakni sebanyak 5 responden (7%). b. Pekerjaan Pekerjaan dari 70 Responden, sebagian besar pekerjaannya yaitu IRT (Ibu Rumah Tangga) sebanyak 36 responden (51%). Dan PNS adalah pekerjaan yang paling sedikit dari 70 responden yaitu sebanyak 2 responden (3%).
2. Deskriptif Variabel Penelitian a. Tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur tentang ovulasi berdasarkan pendidikan. Karakteristik dari 70 Responden berdasarkan aspek Pendidikan menunjukkan sebagian besar Wanita Usia Subur di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen paling banyak berpendidikan SMP dan memiliki tingkat pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 19 responden (27.14%). b. Tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur tentang ovulasi berdasarkan pekerjaan. Karakteristik dari 70 Responden berdasarkan aspek pekerjaan menunjukkan sebagian besar Wanita Usia Subur di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) dan mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 22 responden (31.43%). c. Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Ovulasi di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen secara umum. tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Ovulasi dalam rangka kehamilan di Desa Jenggrik
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa sebagian besar mempunyai tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 39 responden (56%).
IV. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pendidikan a. Pendidikan Hasil penelitian diatas paling banyak responden memiliki pendidikan terakhir SMP, pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Damar, 2011). b. Pekerjaan Sebagian besar pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga, secara tidak langsung pekerjaaan turut andil dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, hal ini dikarenakan pekerjaan berhubungan erat dengan faktor interaksi sosial, sedangkan interaksi sosial berhubungan dengan proses informasi. Dan hal ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. (Damar, 2011). Seseorang yang bekerja cenderung mempunyai wawasan yang luas, Wanita Usia Subur yang bekerja bisa mendapatkan informasi tentang Ovulasi dari rekan kerja yang telah lebih dulu mendapat informasi. Namun Ibu Rumah Tangga yang tidak berkerja juga memiliki pengetahuan yang baik juga dikarenakan pengetahuan tentang masa subur merupakan pengetahuan yang tidak harus dipelajari secara rasional dan sistematis jadi memudahkan Ibu Wanita Usia Subur untuk memahami tentang ovulasi atau masa subur itu sendiri. 2. Deskriptif Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan dan pekerjaan. (Mubarak, W. I, 2011). Dapat disimpulkan
dari hasil penelitian bahwa pendidikan dan pekerjaan akan pempengaruhi penyerapan pengetahuan seseorang, namun pengetahuan dapat kita peroleh melalui indera pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) yang diperoleh dari pendidikan kesehatan yang di berikan oleh bidan setempat. Ovulasi atau masa subur itu di alami oleh wanita usia subur itu sendiri jadi tidak hanya mendengarkan dan melihat seorang wanita usia subur pun dapat merasakan perubahan perubahan apa saja yang mereka alami saat mengalami masa subur.
V. SIMPULAN 1. Karakteristik responden dilihat dari aspek pekerjaan dan pendidikan disimpulkan bahwa pendidikan terakhir yang pernah ditempuh responden sebagian besar adalah SMP dan pekerjaan responden sebagian besar sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga). 2. Tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Ovulasi berdasarkan karakteristik responden disimpulkan bahwa berdasarkan karakteristik pendidikan SMP dan pekerjaan IRT memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Ovulasi Dalam Rangka Program Kehamilan Di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen, sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan dalam ketegori yang baik. 3. Tingkat Pengetahuan Wanta Usia Subur Tentang Ovulasi Dalam Rangka Program Kehamilan Di Desa Jenggrik Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen secara khusus. Tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang pengertian ovulasi atau masa subur memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang siklus menstruasi memiliki tingkat pengetahuan yang kurang, tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang cara mendeteksi periode atau masa subur memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, dan tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang proses terjadinya kehamilan memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
DAFTAR PUSTAKA Indonesia 2007 Provinsi jawa tengah. BPPKB. 2014. Minim, Remaja yang Paham Tentang Masa Suburnya. http://bppkbpangkep.com/minim-remaja-yang-pahamtentang-masa-suburnya/. Accessed on November, 17th 2014 Damar, S.P. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan. http://www. Damarsatriopanalu.com. Accessed on April, 14th 2015 Mubarak, W. I. 2012. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, S. 2010. . Jakarta: Rineka cipta Padila. 2014. Yogyakarta: Nuha Medika
.
Rahmawati, T. 2012. Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya
.
Saminem. 2009. .
Jakarta:
Buku
Kedokteran EGC Sarwono, P. 2011. . Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sunarsi, T, dkk. 2011. . Jakarta: Salemba Medika
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
99
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Analisa Faktor Kinerja Kader Jumantik Dalam Pemberantasan DBD Di Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta Analysis Of Performance Factors Cadres Jumantik On Dengue Fever Eradication In Kadipiro Surakarta Indarwati, Haryanto Prayitno Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Surakarta
Abstract: Dengue fever is one of the most infectious diseases in the world. In Indonesia morbidity DBD always increase, DBD also remains a serious problem in Central Java and based on data Analyzing the relationship between the characteristics, perceptions and attitudes cadres jumantik performance in combating dengue in Gambirsari health centers Kadipiro Village Surakarta. Analytic survey research with cross sectional. Sampling with cluster random sampling technique, with a total sample of 81 respondents, while research instruments using questionnaires. Bivariate analysis using tau Kendal test and chi square test and multivariate analysis using multiple linear regression test. Results of analysis of bivariate relationship between the characteristics, perceptions and attitudes with the performance result, age (p=0.483), the background jobs (p=0.251), education level (p= 0.033), perception (p=0.026) and attitude (p= 0379 and the results of multivariate analysis partially between the level of education (p=0.105) and perception (p=0.032). There is a relationship between level of education and perception of cadres jumantik with the performance, in partial of dengue fever in the region of Kadipiro Village Surakarta city gambirsari health centers. Keywords: Characteristics, perception, attitude, performance
Abstrak: Demam berdarah merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak didunia. Diindonesia angka kesakitan DBD selalu mengalami peningkatan, DBD juga masih menjadi permasalahan serius Provinsi Jawa Tengah dan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta Puskesmas Gambirsari menduduki urutan pertama kasus akibat DBD. Menganalisa adanya hubungan antara karakteristik, persepsi dan sikap kader jumantik dengan kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gambirsari Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta. Penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang responden, sedangkan instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Analisa bivariat menggunakan uji Kendall tau dan uji chi square dan analisa multivariat menggunakan uji Regresi Linier Berganda. Hasil analisa bivariat hubungan antara karakteristik, persepsi dan sikap dengan kinerja diperoleh hasil, umur (p=0.483), latarbelakang pekerjaan (p=0.251), tingkat pendidikan (p=0.033), persepsi (p=0.026) dan sikap (p=0.379) dan hasil analisa multivariat secara parsial antara tingkat pendidikan (p=0.105) dan persepsi (p=0.032). Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan persepsi kader jumantik dengan kinerja, secara parsial variabel persepsi lebih berpengaruh dibandingkan dengan tingkat pendidikan terhadap kinerja kader dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gambirsari Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta. Kata Kunci : Karakteristik, persepsi, sikap, kinerja
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
I.
PENDAHULUAN Demam berdarah merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak di dunia. Diperkirakan 100 juta manusia terinfeksi demam berdarah setiap tahunnya. Virus dengue sendiri ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui gigitan nyamuk dan (Oswari & Sofan, 2009). Menurut WHO di negara yang tergabung dalam negara Asia Tenggara, Thailand merupakan negara peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus demam berdarah dengue (Soegijanto S, 2006). Sebagai negara yang masuk dalam asia tenggara di Indonesia kasus DBD menjadi edemis baik di daerah perkotaan (Urban) maupun di daerah pedesaan ( (Soedarto, 2012). Pada tahun 2012 jumlah penderita DBD dengan IR ( ) 37.11 per 100.000 penduduk yang dilaporkan meningkat bila dibandingkan dengan jumlah penderita DBD tahun 2011 dengan IR ( ) 27.67 per 100.000 penduduk. Rate) selama kurun waktu 2011 sampai 2012 (Kemenkes RI, 2012). Sejalan dengan peningkatan jumlah kasus DBD di Indonesia Wilayah Jawa tengah DBD juga masih merupakan permasalahan serius terbukti dari 35 Kabupaten Kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD (Dinkes Jawa Tengah, 2012). Angka kesakitan/ (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 hingga triwulan ke tiga tahun 2013 cendrung meningkat bila dilihat dari jumlah IR ( ) dan CFR ( ) (Dinkes Jawa Tengah, 2013). Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk yang cukup potensial, selain itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat sehingga menimbulkan KLB penyakit DBD di beberapa Kabupaten Kota (Dinkes Jawa Tengah, 2012 ). Surakarta merupakan Kota terpadat di Jawa Tengahyang termasuk dalam wilayah endemis penyakit demam berdarah (DBD) dari 5 Kecamatan yang ada semua merupakan daerah endemis DBD dari (Dinkes Surakarta, 2012). Berdasarkan laporan pengamatan penyakit dari puskesmas tahun 2012 hingga tahun 2013 ditemukan terjadi peningkatan kasus DBD sebesar 79.52% dimana pada tahun 2012
tercatat 30 (10.24%) kasus sedangkan pada tahun 2013 tercatat 263 (89.76%) kasus. Dari tahun 2012 hingga tahun 2013 kasus terbanyak ada di wilayah Puskesmas Gambirsari (Dinkes Surakarta, 2013). Puskesmas Gambirsari merupakan Puskesmas yang memiliki wilayah kerja di Kelurahan Kadipiro. Menurut kepala koordinator Puskesmas Gambirsari bagian sanitasi mengatakan bahwa Kelurahan Kadiporo menjadi daerah endemis dan daerah terbanyak kasus demam berdarah dengue (DBD) karena wilayah kerja puskesmas paling luas jika dibandingkan dengan Puskesmas lain, wilayah Kadipiro merupakan daerah transit antar kota dan persepsi yang salah berkembang dimasyarakat bahwa fogging merupakan tindakan yang paling tepat untuk menaggulangi DBD. Beliau berharap peran aktif kader jumantik akan mempengaruhi peran aktif masyarakat dalam pemberantasan DBD dengan tepat, dan berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kader jumantik di salah satu RW mengatakan bahwa 14 anggota kadernya hampir 85% memiliki kinerja yang kurang baik Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang analisa persepsi dan sikap kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD untuk membuktikan apakah pengakuan dari seorang kader dan ketua kader jumantik tersebut berlaku pada kader jumantik yang lain di wilayah Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta. Penelitian ini penting dilakukan, untuk Menganalisa adanya hubungan antara karakteristik, persepsi dan sikap kader jumantik dengan kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gambirsarin Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta.
II. METODE PENELITIAN Penelitian survey analitik dengan pendekatan . Populasi penelitian ini adalah seluruh kader jumantik sebanyak 434 orang di Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta. Ppengambilan sampel dengan teknik clucter Analisa data univariat dengan distribusi frekuensi, untuk analisa bivariat menggunakan uji dan uji sedangkan analisa multivariat menggunakan uji berganda.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
III. HASIL PENELITIAN Gambaran Wilayah Kelurahan Kadipiro Kelurahan Kadipiro merupakan Kelurahan yang terletak di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta dan terletak kurang lebih 8 KM disebelah utara dari Balai Kota Surakarta. Akses kelurahan kadipiro sudah baik dan mudah diakses karena banyak akomodasi untuk menuju Kelurahan tersebut. Kelurahan Kadipiro memiliki batas wilayah dengan kelurahan lain,diantaranya sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Karanganyar, sebelah selatan dengan Kelurahan Nusukan, sebalah barat dengan Kelurahan Buanyuanyar dan sebelah timur dengan Kelurahan Mojosongo. Dengan luas tanah sekitar 508,8 hektar dan terletak pada 110 meter diatas permukaan laut menjadikan Kelurahan Kadopiro memiliki 95 mm/Tahun curah hujan. Kadipiro merupakan salah satu kelurahan terbesar baik dari sisi luas wilayah dan jumlah penduduk serta sebagai daerah industri dan pembangunan menjadikan wilayah ini lengkap dengan masalah-masalah salah satu nya masalah kesehatan. Penyakit yang umum diderita adalah diare, demam berdarah dan ISPA yang berkaitan dengan kondisi air dan udara, drainase yang buruk menjadi sarang nyamuk yang menyebabkan penyakit. Wilayah endemis DBD di kelurahan kadipiro adalah di RW XIV dikarenakan RW XIV memiliki sanitasi yang buruk, dengan kepadaan penduduk terpadat, tingkat ekonomi dan pendidikan yang sebagian besar rendah membuat sulit merubah pola hidup yang bersih dan sehat pada warganya sehingga berdampak pada masalah kesehatan salah satu diantaranya DBD. Fasilitas kesehatan yang dimiliki Kelurahan Kadipiro diantaranya 1 buah Rumah Sakit Pemerintah, 1 buah Puskesmas induk, 2 buah Puskesmas pembentu, 8 buah POS/ Klinik KB, dan 41 buah posyandu yang tersebar di 34 RW. Analisa Univariat Distribusi frekuensi karakterisik, persepsi, sikap dan kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD di wilyah Keluraha Kadipiro Kota Surakarta.
Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik kader jumantik dalam pemberantasan DBD No
Variabel
Frekuensi
Presentase (%)
1
Umur >40 tahun 75 92.6 <40 tahun 6 7.4 2 Jenis kelamin Laki- laki 0 0 Perempuan 81 100 3 Latar belakang pekerjaan Tidak bekerja 4 4.9 IRT 63 77.8 Guru/ PNS 1 1.2 Swasta/ buruh 10 12.3 Pensiun 3 3.7 4 Tingkat pendidikan SD 6 7.4 SMP 18 22.2 SMA 44 54.3 PERGURUAN 13 16 TINGGI 5 Lama menjadi kader >1 tahun 81 100 <1 tahun 0 0 6 Persepsi Baik 33 40.7 Kurang baik 48 59.3 7 Sikap Positif 38 46.9 Negatif 43 53.1 8 Kinerja Baik 47 58 Kurang baik 34 42 Sumber : Data Primer diloah tahun 2015 Berdasarkan Tabel 1 memberikan gambaran karakteristik responden sebagian besar berusia lebih dari 40 tahun artinya sebagian besar para kader tergolong dalam usia produktif. Berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa seluruh responden berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan latar belakang pekerjaan, sebagian besar responden adalah IRT (Ibu Rumah Tangga).Sedangkan jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 54.3% bahkan masih ada kader yang berpendidikan SD yaitu 7.4%.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tabel 1 juma memberikan gambaran bahwa seluruh responden telah menjadi kader lebih dari 1 (satu) tahun, sedangkan dilihat berdasarkan variabel persepsi kader jumantik dalam pemberantasan DBD sebagian besar responden memiliki persepsi kurang baik. Dan dilihat dari variabel sikap kader jumantik dalam pemberantasan DBD sebagian besar adalah bersikap negatif. Selanjutnya dilihat dari hasil analisis kinerja kader menunjukkan bahwa kader telah bekerja dengan kategori baik. Analisa Bivariat Hubungan karakteristik, persepsi dan sikap kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD. Tabel 2. Hasil analisis hubungan antara karakteristik, persepsi dan sikap kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD Variabel
P value
Umur Latar belakang pekerjaan Tingkat pendidikan Persepsi Sikap
0.483 0.251 0.033 0.026 0.379
Sumber : Data Primer diolah tahun 2015 Hasil analisis data secara bivariate pada penelitian ini menunujukkan bahwa variable umur, latar belakang pekerjaan dan sikap tidak berhubungan dengan kinerja kader Jumantik. Hanya ada dua variable yang berhubungan dengan kinerja kader, variable tersebut adalah tingkat pendidikan dan kader. Analisa Multivariat Analisa multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel bebas (tingkat pendidikan dan persepsi kader jumantik) dengan variabel terikat (kinerja kader jumantik) secara bersama-sama. Tabel 3. Hubungan simultan tingkat pendidikan dan persepsi kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD Model
df
Mean square
F
Sig.
Regression 2 0.910 3.965 0.023 Residual 78 0.230 Sumber : Data Primer diolah tahun 2015
Tabel 4. Hubungan parsial tingkat pendidikan dan persepsi kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD Variabel
Sig.
t
B
Tingkat pendidikan kader jumantik
0.105 1.639 0.177
Persepsi kader jumantik
0.032 2.178 0.235
R Square
0.092
Sumber : Data Primer diolah tahun 2015 Analisis multivariat menyimpulkan bahwa secara simultan ada pengaruh tingkat pendidikan dan persepsi kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD. Berdasarkan analisa dengan uji regresi binary logistik menunjukkan bahwa Secara parsial yang berpengaruh hanya variabel persepsi. Oleh karena itu dikatakan semakin baik persepsi kader jumantik maka kinerja nya juga akan semakin baik. Pada penelitian ini persepsi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD.
IV. PEMBAHASAN Hasibuan dalam Dewi (2010) berpendapat mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Karyawan yang umumnya lebih dengan ulet, mempunyai kedewasaan teknis dan psikologis serta bertanggung jawab besar. Menurut teori Gipson dalam Nursalam (2014) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor individu termasuk didalam nya adalah umur. Penelitian ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilukan oleh Widjayanti (2012) dan Mulyatiningsih (2013). Jika dilihat pada tabel 1. menunjukkan bahwa seluruh responden berjenis kelamin perempuan. Menurut Mowday dalam Wuryanto (2010) mejelaskan bahwa perempuan sebagai kelompok cendrung memiliki komitmen terhadap organisasi dan dengan banyak rintangan yang dihadapi dalam mencapai posisi, menjadikan organisasi lebih penting bagi mereka. Hasil
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizki & Lubis (2013) bahwa komitmen organisasi perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Penelitian Handayani H (2012) menyimpulkan bahwa komitmen organisasi berhubungan dengan kualitas kerja. Berdasarkan karakteristik latar belakang pekerjaan, sebagian besar responden adalah IRT (Ibu Rumah Tangga). Penelitian yang dilakukan oleh Asdyanti (2012) bahwa beban kerja mental dengan kinerja karyawan arah hubungan negatif dan kategori kekuatan hubungan sedang, semakin tinggi beban kerja mental akan semakin rendah kinerja karyawan. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Bahri (2005) dan Khiat (2013) dimana latarbelakang pekerjaan berhubungan dengan kinerja karyawan. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak 54% ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar kader berpendidikan diatas sembilan tahun. Mubarak, et al (2007) berpendapat bahwa pendidikan yang baik akan membuat orang mudah menerima informasi sehingga akan meningkatkan pengetahuannya. Dengan pengetahuan akan merpermudah terjadinya perilaku (Lawrence dalam Nursalam,2010). Teori tersebut didukung oleh penelitan yang dilakukan Isaura (2011) dan Farisa (2012). Milhat paparan teori diatas dan didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya peneliti mengambil kesimpulan bahwa dengan pendidikan yang sebagian besar SMA dan tergolong dalam pendidikan yang cukup tersebut kader jumantik akan mudah menerima informasi sehingga meningkatkan pengetahuannya, dan dengan pengetahuan yang baik pula akan berdampak baik juga pada kinerja sebagai juru pemantu jentik. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa seluruh responden telah menjadi kader lebih dari 1 (satu) tahun ini memberikan gambaran kepada kita bahwa dengan bekerja sebagi pekerja sosial tanpa mendapatkan gaji mereka mampu menjalankan tugas yang dibebankan dan mereka dapat bertahan menjalankan tugas lebih dari 1 (satu) tahun. Menurut Sastrohadiwiryo dalam Sandhi & Martini (2014) berpendapat bahwa semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak pengalaman
yang diperolehnya begitu sebaliknya. Teori Gibson dalam Nursalam (2014) mengemukaan bahwa pengalaman bekerja merupakan salah satu bagian dari faktor individu yang berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muttaqin, et al (2014) dan Rezania & Handayani (2015). Dengan masa kerja lebih dari satu tahun dapat menambah pengalaman dalam menjalankan tugas, dengan bertambahnya pengalaman tersebut para kader akan semakin terampil dalam menjalankan tugas-tugas tersebut sehingga akan berdampak pada peningkatan kinerjanya. Distribusi frekuensi dari variabel persepsi kader jumantik dalam pemberantasan DBD sebagian besar responden memiliki persepsi kurang baik. Notoatmodjo (2010) yang menjelaskan bahwa salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang adalah faktor pengalaman atau pengetahuan. Faktor yang mempengaruhi persepsi kurang baik pada kader jumantik salah satunya adalah faktor pengalaman yang kurang baik yang didapatkan kader dalam menjalankan tugas sehingga akan berdampak pada hasil penelitian dimana didapatkan hasil sebagian besar kader memiliki persepsi yang kurang baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) dan Anggita (2012). Distribusi frekuensi paling banyak dari variabel sikap kader jumantik dalam pemberantasan DBD adalah sikap negatif. Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa perilaku dapat terjadi diawali dengan pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor- faktor di luar orang tersebut (lingkungan), diketahui, dipersepsikan dan diyakini sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan ahirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku. pengalaman pribadi dari kader jumantik yang kurang baik yang didapat oleh kader kemudian dari pengalaman tersebut dipersepsikan kurang baik sehingga menimbulkan motivasi dan sikap negatif para kader dalam pemberantasan DBD di wilayah Kelurahan kadipiro Kota Surakarta. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sonatha (2012) dan Winarsih (2012) . Distribusi frekuensi dari variabel kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
sebagian besar dalam kategori kinerja baik yaitu. Kopelman dalam Nursalam (2014) berpendapat bahwa pemberian penghargaan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan apa yang diinginkan rumah sakit dalam jangka panjang untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan, praktik dan proses. Penghargaan diartikan sebagai suatu stimulus terhadap perbaikan kinerja parawat dalam memberikan asuhan keperawatan. pemberian dana rutin dari pihak swasta merupakan penghargaan bagi para kader terhadap tugas yang di jalankan selama ini, penghargaan tersebut menjadi stimulis yang baik bagi para kader sehingga dapat berdampak baik pula pada kinerjanya. Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Herawati (2007), Simanjuntak (2012) dan Syafutri (2012). Hasil tabel 2. Memberikan gambaran bahwa usia tidak berhububungan dengan kinerja kader Jumantik. Penelitian ini berlawanan dengan penelitian Dewi (2010) dan Muzaputri (2008). Usia seseorang mempengaruhi kematangan untuk bekerja (Nursalam, 2001) menurut Mubarak (2007) semakin bertambahnya usia
semakin dewasa. Depkes RI (2009) dalam Kostania (2015) menjelaskan bahwa puncak kedewasaan yang baik seseorang barada pada rentang 26 sampai 45 tahun. Berdasarkan teori tersebut kader jumantik sebagian besar dan bekerja. Kader jumantik dengan rentang usia 31 sampai dengan 70 tahun telah berhasil mencapai target dalam kerja sehingga sebagian besar kader tergolong dalam kader dengan kinerja yang baik serta dalam menjalankan tugas kader yang selama ini di berikan menuntut mereka seluruh kader memiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan kinerja, sehingga faktor usia bukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja kader dalam melakukan pemberantasan DBD. Tabel 2 juga ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang antara latar belakang pekerjaan kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Maretha (2011) dan Komara (2012). Gipson dalam Nursalam (2014) merpendapat bahwa tiga faktor besar yang mempengaruhi kinerja salah satunya adalah faktor individu yang terdiri dari kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja dan pada teori tersebut tidak menyebutkan latar belakang pekerjaan termasuk dalam faktor individu sehingga dapat disimpulkan bahwa latar belakang pekerjaan kader jumantik bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja kader dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gambirsari Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat tingkat pendidikan kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD. Penelitian ini mendukung penelitian Rahmawati (2012), Auliani (2012), dan Mamahit (2013). Pendidikan merupakan bimbingan sehingga seseorang dapat memiliki pemahaman yang dapat memudahkan seseorang untuk menerima informasi sehingga pengetahuannya dapat meningkat (Mubarak, et al 2007), menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku seseorang. Perilaku organisasi yang secara langsung dapat diartikan merupakan suatu kinerja (Nursalam, 2014) dari pemaparan teori-teori tersebut peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh kader jumantik merupakan kekuatan yang dapat memudahkan kader dalam menerima informasi dengan baik sehingga akan meningkatkan pengetahuan kader jumantik dalam upaya pemberantasan DBD di wilayahnya, dengan meningkatnya pengatahuan akan berdampak pada meningkatnya kinerja kader terhadap pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gambirsari Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta. Pada penelitian ini menujukkan bahwa variabel persepsi kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemberantasan DBD. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pratiwi & Himawan (2014), Trisnaniyanti, et al (2010) dan Indrawati (2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh Gipson dalam Nursalam (2014) yang menjelaskan bahwa
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
persepsi merupakan salah satu bagian dari faktor psokologis yang berpengaruh terhadap kinerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapatan hubungan antara variabel sikap kader jumantik dengan kinerja kader dalam pemeberantasan DBD. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap kader jumantik tidak mempengaruhi kinerja kader dalam pemberantasan DBD. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Karnigsih (2010) dan Kuncoro (2012). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus (Mubarak, et al 2007). Komponen utama sikap menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010) ada tiga yaitu kepercayaan/ keyakinan, kehidupan emosional dan kecendrungan untuk bertindak, ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) dalam menentukan sikap yang utuh tersebut pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti berasumsi bahwa sikap berkaitan dengan banyak komponen diantaranya pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi dan lain-lain. Kemungkinan komponen yang sering muncul tersebut dapat meningkatkan sikap sehingga membuat sikap dapat memiliki pengaruh atau tidak terhadap peningkatan kinerja, hal ini tergantung dari komponen mana yang terkait terhadap sikap. Pada penelitian ini persepsi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD. Persepsi merupakan proses mengamati situasi dunia luar dengan menggunakan proses perhatian, pemahaman dan pengenalan terhadap objek atau peristiwa (Pieter, et al. 2011) penelitian Marsiyah (2012) menyimpulkan bahwa salah satu yang berpengaruh terhadap persepsi adalah tingkat pengetahuan. Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh kader jumantik akan menjadi dasar kader dalam mempersepsikan sesuatau tentang perilakunya termasuk dalam bekerja yang dapat dinilai sebagai kinerja. Tingkat pendidikan seseorang yang semakin tinggi akan membuat seseorang mudah untuk menerima informasi yang dapat
meningkatkan pengetahuan (Mubarak, et al. 2007), sedangkan pengetahuan berpengaruh pada persepsi (Anggita, 2012) selanjutnya persepsi akan berpengaruh pada perilaku (Murti, 2011) dari dasar keterkaitan pada penelitian tersebut sehingga peneliti berasumsi bahwa persepsi memegang peranan penting dari suatu rantai keterkaitan antara hubungan dari masing-masing variabel terhadap terjadinya sebuah perilaku sehingga pesepsi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja kader jumantik dibandingkan dengan tingkat pendidikan kader.
V. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa 1) faktor yang berpengaruh terhadap kinerja kader jumantik dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja Puskesmas Gambirsari Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta adalah tingkat pendidikan dan persepsi kader.2) uji analisa multivariat dari dua faktor tingkat pendidikan dan persepsi faktor persepsi lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan faktor tingkat pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA Anggita, N, 2012, Hubungan faktor konsumsi dan karakteristik individu dengan persepsi gangguan lambung pada mahasiswa penderita gangguan lambung di Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM) Universitas Indonesia tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Asdyanti, R, 2012, Analisis hubungan beban kerja mental dengan kinerja karyawan departemen contract category manegement di chefron indoasia business unit. Skripsi. Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Universitas Indonesia. Bahri, S, 2005, Faktor-faktor yag berhubungan dengan kinerja tenaga pelaksana gizi Puskesmas dalam penanggulanagan gizi buruk di Kabupaten Padang Pariaman Propinsi Sumatra Barat tahun 2005. Tesis. Universitas Indonesia. Dewi, R, 2010, Hubungan pengetahuan mengenai akreditasi Rumah Sakit dan karakteristik individu dengan kinerja perawat Rumahsakit Zahirah tahun 2010.
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indinesia. Farisa, S, 2012, Hubungan sikap, pengetahuan, ketersediaan dan keterpaparan media masa dengan konsumsi buah dan sayur pada siswa SMPN8 Depok tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia. Handayani, H, 2012, Model hubungan komitmen karyawan ke organisasinya terhadap loyalitas dan kualitas kinerja karyawan. Tesis. Fakultas Teknik. Universitas Indinesia. Indrawati, L, 2012, Analisa faktor yang berhubungan dengan kemampuan pasien PJK melakukan pencegahan sekunder faktor risiko di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Isaura, V, 2011, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tarusan Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas. Kementrian Kesehatan Repoblik Indonesia, 2012. , Kementrian Kesehatan Repoblik Indonesia, Jakarta. Khiat, L, 2013, Pengaruh kompetensi dan beban kerja terhadap kinerja manejer Rumah Sakit Hermina Hospital Group tahun 2013. Tesis. Universitas Indonesia. Komara, E, 2012, Kinerja jumantik dan program pengendalian DBD di Kecamatan Tebet tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia. Kostania, G. 2015. Pelaksanaan pelayanan kebidanan komlementer pada Bidan praktek mandiri di Kabupaten Klaten. Gaster. Vol. XII No. 1pp 48-72. Kuncoro, T, 2012, Hubungan antara pengetahuan, sikap dan kualitas kehidupan kerja dengan kinerja perawat dalam pencapaian sistem keselamatan pasien di Rumah Sakit XY tahun 2011. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Mamahit, R. 2013. Tingkat pendidikan, pelatihan dan kepuasan kerja pengaruhnya terhadap
kinerja pegawai di Badan Penanggulangan Bencana Privinsi Sulawesi Utara. Jurnal EMBA. Vol. 1 No. 4pp 936-945. Maretha, F, 2011, Tanggapaan kader terhadap kunjungan masyarakat di Posyandu serta faktor-faktor yang berhubungan di Puskesmas Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Mubarak, W, Chahyatin, N, Rozikin,K & Supradi. 2007. Promosi kesehatan pengantar belajar mengajar dalam pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Mulyatiningsih, S, 2013, Determinan perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien di rawat inap RSAU DR. Esnawan Antariksa Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Murti, DK, 2011, Analisa faktot-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih Telkomsel Flash sebagai layanan mobile internet. Tesis . Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Muttaqin, A, Nurijda, M & Tripalupi, L. 2014. Pengaruh latar belakang pendidikan, masa kerja dam motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Indocitra Jaya Samudra Negara Bali tahun 2013. Jurnal Ekonomi. Vol. 4 No. 1. Muzaputri, G, 2008, Hubungan karakteristik induvidu dan faktor organisasi dengan kinerja perawat di RSUD Langsa Nanggro Aceh Darussalam. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Notoatmodjo. 2005. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. . 2010. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2001. Pendekatan praktis metodologi dan riset keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. . 2014. Manajemen keperawatan aplikasi praktik keperawatan profesional. Jakarta: Salemba Medika. Oswari, H & Sofan, R. 2009. 123 penyakit dan gangguan pada anak. , Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Popular. Pieter, H. 2011. Pengantar psikopatology untuk
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org
10
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 3 No 2 - Juli 2016
keperawatan. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. Pratiwi, K & Himam, F. 2014. Kualitas kehidupan kerja ditinjau dari kepuasan kerja dan persepsi terhadap kinerja. Jurnal Psikologi Undip. Vol. 13 No. 1 pp. 42- 49. Putri, D, 2009, Persepsi visual pada pengalaman ruang di cyberspace. Skripsi. Fakultas Tehnik. Universitasn indonesia. Rahmawati, P, 2012, Analisa kinerja pegawai kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2012. Tesis. Fakutas Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Rezania, N & Handayani, O. 2015. Hubungan karakteristik individu dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan Semarang. Unnes Journal Of Public Health. Vol 4 No. 1pp. 31-38. Rizki, P & Lubis, R. 2013. Perbedaan komitmen organisasi ditinjau dari gender karyawan PT. Indomarco Prismatama Medan. Jurnal Psikologi. Vol. 8 No. 1pp. 19-24. Sandhi, NP & Martini, NK. 2014. Pengaruh faktor motivasi terhadap kinerja juru pementau jentik dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk di Kecamatan Denpasar Selatan tahun 2013. Artikel Penelitian Comunity Health. Vol. 2 No. 1. Simanjuntak, M. 2012. Karakteristik sosial
pegawai di bagian SDM RSUP Fatmawati tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia. Trisnaniyanti, I, Prabandari, Y & Citraningsih. PSN DBD terhadap pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 26 No. 3 pp. 132- 137. Widjayanti,T, 2012, Hubungan karakteristik individu, psikologis dan organisasi dengan perilaku pendokumentasian ASKEP unit rawat inap RS. MH.THAMRIN Purwakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Winarsih, B, 2012, Hubungan peran serta orang tua dengan dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah di RSUD RA Kartini Jepara. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Wulandari, S., 2012. Pengaruh persepsi tentang kepemimpinan kepala Mandrasah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru MI Kecamatan Gebog. Tesis. Program Magister. Institut Agama Islam Walisongo Semarang. Wuryanto, 2010, Hubungan lingkungan kerja dan karakteristik individu dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakait Umum Daerah Tugurejo Semarang. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.
peningkatan kinerja kader posyandu. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil. Vol. 2 No. 01pp 49-58. Soedarto. 2012. Penyakit zoonis manusia ditularkan oleh binatang. Jakarta: Sanggung Seto. Soegijanto, S. 2006. Demam berdarah dengue. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Supyono, 2010, Hubungan karakteristik dan persepsi perawat supervisor tentang keterlibatan dengan kinerja mereka dalam perbaikan ketidaksesuaian ISO 9001:2000 di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Syafutri, M, 2012, Analisa hubungan karakteristik individu, motivasi kerja dan
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org