Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
TINGKAT PENDAPATAN DAN KEMAMPUAN MENGEMBALIKAN KREDIT DAN INVESTASI PETERNAK AYAM RAS PEDAGING SECARA MANDIRI DI KABUPATEN PANDEGLANG (Level of Income and Ability of Self-Help Broiler Chicken Farmer in Returning Capital Loan and Investment in Pandeglang District) UKA KUSNADI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Broiler chicken population in Pandeglang district from 1999 to 2000 increased dramatically to the level 145,6%, but in 2000 to 2003 decreased by 8%. This was caused by a quite large number of independent farmers that could not sustain their husbandry of broiler chicken. It was assumed that their income from this effort was so low, that could not return their loan and capital cost. This assumption led to investigate 17 broiler chicken farmers who did not cooperate with any partner in 3 densely populated chicken subdistrics i.e. Menes (8 respondents), Pandeglang (6 respondents) and Saketi (3 respondents). Survey methods through structured interview and direct observation method were applied to obtain performances of production techniques, price and input-output, during one rearing period. The results showed that rearing 3000 chickens, capital and production operation costs reached Rp. 28.885.100 and return as live broiler chicken of Rp. 33.639.725, thus net return was Rp. 4.754.625 per period with profitability of 14,13%. If this return was used to return operation cost, the farmer could maintain his production without significant losses for more than 6 period of production or about one years. Key words: Income, capital loan, broiler chicken ABSTRAK Populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Pandeglang dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu sebesar 145,6%. Namun dari tahun 2000 sampai 2003 ada penurunan dari 281.000 ekor menjadi 259.000 ekor (8%). Penurunan ini terjadi karena banyak peternak yang tidak dapat melanjutkan usahanya khususnya peternak ayam ras pedaging secara mandiri (tidak ikut pola kemitraan). Hal ini diduga bahwa tingkat pendapatan dari usaha ayam ras pedaging rendah, sehingga tidak mampu mengembalikan kredit dan investasi yang ditanamkan. Berdasarkan pemikiran tersebut dilakukan penelitian terhadap 17 peternak ayam ras pedaging secara mandiri di tiga kecamatan dengan populasi terbanyak yaitu Kecamatan Menes 8 orang, Kecamatan Pandeglang 6 orang dan Kecamatan Saketi 3 orang. Penelitian dilakukan dengan metode survai melalui wawancara berstruktur dan pengamatan langsung untuk memperoleh data performans teknik produksi, harga dan input-output dalam satu periode pemeliharaan dan waktu bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemeliharaan rata-rata 3000 ekor dibutuhkan modal kerja dan biaya produksi sebesar Rp. 28.885.100 sedangkan penerimaan usaha berupa penjualan ayam dan pupuk sebesar Rp. 33.639.725 sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp. 4.754.625 per periode dengan profitabilitas 14,13%. Apabila seluruh pendapatan tersebut digunakan untuk mengembalikan modal kerja maka dapat terlunasi selama lebih dari enam kali periode pemeliharaan atau kurang lebih satu tahun. Kata kunci: Pendapatan, kredit, ayam ras pedaging
PENDAHULUAN Usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu
502
usaha yang potensial memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan pertanian di Propinsi Banten. Populasi ayam ras pedaging di Propinsi Banten meningkat lebih dari 30 kali
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
lipat pada tahun 2000 dibanding tahun 1980. Sedangkan hal tersebut untuk ayam ras petelur hanya meningkat 10 kali lipat (SABRANI et al., 2000; BANTEN DALAM ANGKA, 2000). Bahkan khusus di Kabupaten Pandeglang, populasi ayam ras pedaging dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, mengalami peningkatan yang cukup drastis yaitu sebesar 145,6%. Namun dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 terjadi penurunan dari 281.000 ekor menjadi 259.000 ekor (8%) (PANDEGLANG DALAM ANGKA, 2003). Pelaku usaha ayam ras pedaging di Kabupaten Pandeglang sebagian besar (60%) dilaksanakan oleh peternak rakyat secara mandiri dengan skala pemilikan 500-6000 ekor setiap periode pemeliharaan (PANDEGLANG DALAM ANGKA, 2003). Rendahnya pemilikan atau skala usaha pada peternakan rakyat dalam produksi ayam pedaging disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah lemahnya modal, manajemen pemeliharaan, kesulitan dalam pemasaran, serta kurang terjaminnya penyediaan sarana produksi, berupa bibit, pakan dan obat-obatan (KOHLS et al., 1990; KUSNADI et al. 2001). Oleh karena itu banyak peternak yang tidak dapat melanjutkan usahanya, sehingga berpengaruh terhadap penurunan populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Pandeglang. Fenomena ini diduga bahwa tingkat pendapatan dari usaha ayam ras pedaging rendah, sehingga peternak tidak mampu mengembalikan kredit dan investasi yang ditanam pada usaha ayam ras pedaging. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan kemampuan petani peternak dalam mengembalikan kredit dan investasi usaha ayam ras pedaging. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dasar bagi berbagai pihak dalam membuat kebijakan khususnya dalam usaha pengembangan usaha ayam ras pedaging. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni dan Juli tahun 2003 di Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Metode penelitian yang digunakan adalah survai lapangan terhadap petani ayam ras pedaging secara mandiri (tidak
ikut pola kemitraan) pada lokasi kecamatan yang memliki populasi ayam ras pedaging terbanyak. Jumlah sample petani yang diamati sebanyak 17 orang yaitu di Kecamatan Menes 8 orang, Kecamatan Pandeglang 6 orang, dan Kecamatan Saketi 2 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berstruktur dan pengamatan langsung dilapangan dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data yang dikumpulkan meliputi performans teknik produksi, harga dan inputoutput usaha serta tenaga kerja yang dinilai dengan rupiah. Data yang digunakan untuk analisa terbatas pada pengamatan dalam satu periode pemeliharaan dan waktu yang bersamaan. Untuk mengetahui tingkat pendapatan, data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan perhitungan laba rugi usaha (PRAWIROKUSUMO et al., 1986; SABRANI 2000). Laba diperoleh dari hasil penjualan ayam hidup dan kotoran sebagai pupuk, setelah dikurangi biaya pokok penjualan (biaya produksi), biaya usaha dan lain-lain (PRAWIROKOSUMO et al., 1986). Dalam analisa ini laba usaha belum termasuk pajak (Gross Profit Margin) dalam satu periode pemeliharaan, itulah yang merupakan pendapatan petani peternak ayam ras pedaging. Untuk menghitung profitabilitas digunakan rumus menurut PRAWIROKUSUMO et al., 1986; GRAY et al., 1986 yaitu Ratio Gross Profit Margin (GPM) dengan hasil penjualan (HP). GPM = HP
Hasil penjualan–Harga pokok penjualan Hasil Penjualan
Semakin tinggi nilai profitabilitas ini semakin baik nilai usaha tersebut untuk memperoleh laba atau pendapatan. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan petani untuk mengembalikan kredit dan investasi dengan cara menghitung PBP (Pay Back Periode) digunakan rumus menurut GRAY et al. (1986); HENRY et al. (1995) sebagai berikut: PBP = MK + MO x T LU PBP MK Mo LU
= = = =
Pay Back Periode Modal Kerja Modal Operasional Laba Usaha
503
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
T
= Waktu produksi (dalam hal ini siklus produksi pemeliharaan ayam pedaging diasumsikan 2 bulan termasuk pengosongan kandang dan persiapan materi usaha)
Semakin kecil nilai PBP semakin baik kemampuan petani untuk mengembalikan kredit dan investasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Performans teknis poduksi Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani peternak ayam ras pedaging yang dalam hal ini diukur dengan laba usaha yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah performans produksi secara teknis dan harga input-output usaha (GRAY et al. 1986 dan SAPTANA et al. 1998). Dari faktor tersebut dapat diketahui biaya produksi dan penerimaan usaha. Selanjutnya dapat dihitung nilai laba usaha tersebut yang merupakan tingkat pendapatan petani dalam satu siklus produksi (GRAY et al., 1986 dan HENRY et al., 1995). Daya berproduksi atau tingkat kemampuan ayam untuk memproduksi daging merupakan faktor penting dalam keterkaitan usaha peternak ayam ras pedaging (SANTOSO, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans teknis produksi ayam ras pedaging yang dipelihara peternak secara mandiri di Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah ayam yang dipelihara petani secara mandiri adalah 3000 ekor + 60 ekor bonus dari perusahaan. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan petani peternak yang ikut dalam pola kemitraan yaitu antara 7.000 ekor sampai 15.000 ekor per peternak (SABRANI, 2000). Rendahnya jumlah pemeliharaan ayam ini disebabkan karena kemampuan petani dalam menyediakan modal dan sarana produksi masih rendah. Strain ayam yang dipelihara sangat tergantung pada ketersediaan bibit ayam dipasaran. Pada saat penelitian strain ayam yang dipelihara adalah starbro dan hubbard CP. Lama waktu pemeliharaan adalah 35 hari sejak DOC (Day Old Chick) sampai dipanen. Waktu panen ini sangat tergantung dari permintaan pasar/konsumen, baik terhadap bobot badan ayam tertentu maupun ketersediaan waktu pembeli untuk panen serta ketersediaan uang pembeli untuk membayar. Jadi waktu pemeliharaan lebih banyak ditentukan oleh konsumen. Dari Tabel 1 terlihat pula bahwa performans teknis produksi ayam ras pedaging berupa FCR menunjukkan angka 1,75. Angka ini cukup baik bila dibandingkan dengan hasil penelitian SINURAT et al. (2001) bahwa konsumsi ransum (FCR) ayam broiler periode starter (1 hari–3 minggu) menunjukkan angka bervariasi dari 1,92 sampai 2,17. Sedangkan KETAREN et al. (2001) melaporkan bahwa ayam pedaging yang diberi ransum mengandung rayap sampai umur 5 minggu mempunyai nilai FCR yang bervariasi dari
Tabel 1. Performans teknis produksi ayam ras pedaging yang dipelihara peternak secara mandiri di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten Uraian Rata-rata jumlah ayam yang dipelihara per peternak (ekor) Strain ayam ras pedaging Lama waktu pemeliharaan (hari) Konsumsi pakan selama pemeliharaan (kg) Angka kematian (ekor) Jumlah ayam yang terjual (ekor) Bobot ayam terjual (kg) Rata-rata bobot badan ayam (kg/ekor) Produksi pupuk kandang (karung) Feed Conversion Ratio (FCR)
504
Keterangan/nilai 3.000 + 60 starbro, hubbard CP 35 7.429 230 (7,5%) 2.830 4.245 1,5 285 1,75
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
1,75 sampai dengan 1,86. Berarti nilai FCR yang diperoleh peternak ayam ras pedaging di Pandeglang lebih baik dari hasil penelitian tersebut. Hal ini mungkin disebabkan karena perhatian peternak di Pandeglang terhadap FCR ini cukup tinggi karena merupakan ukuran keberhasilan usaha yang selalu berorientasi kepada efisiensi usaha yang menguntungkan. Dalam usaha pemeliharaan ayam ras pedaging, angka kematian ternak merupakan tolok ukur untuk memperoleh tingkat pendapatan usaha (SABRANI et al. 2000 dan KUSNADI et al. 2001). Angka kematian ternak ayam ras pedaging yang dicapai petani peternak di Kabupaten Pandeglang adalah 230 ekor atau 7,5%. Angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian yang dicapai peternak yang ikut pola kemitraan di Jawa Barat yaitu 4% (SABRANI et al., 2000). Tingginya angka kematian ternak ayam ras pedaging yang dipelihara peternak di Pandeglang karena masalah kesehatan ternak lebih banyak ditangani oleh peternak dengan kemampuan dan pengalaman yang terbatas. Sebaliknya peternak pola kemitraan masalah kesehatan ternak lebih banyak ditangani oleh perusahaan dengan tenaga ahli yang terdidik. Harga input-output Besarnya keuntungan dalam pemeliharaan ayam ras pedaging ditentukan oleh faktor harga input-output usaha (SABRANI et al., 2000). Harga input produksi yang paling berperan dalam pemeliharaan ayam ras pedaging adalah harga bibit (DOC), pakan dan obat-obatan. Sedangkan output usaha dipengaruhi oleh harga jual ayam per kilogram bobot hidup (PRAWIROKUSUMO et al., 1986). Berdasarkan hasil penelitian ini harga input-output usaha yang berlaku ditingkat petani pada saat penelitian adalah sebagai berikut. Input: • DOC (Rp/ekor) = 3.125 • Pakan (Rp/kg) = 2.200 • Vaksin, obat-obatan dan vitamin (Rp/ekor) = 250 Output: • Penjualan ayam hidup (Rp/kg) • Pupuk (Rp/karung)
= 7.803 = 1.810
Harga input produksi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan harga pada peternak yang ikut pola kemitraan. Sebaliknya harga output pada peternak ayam ras pedaging secara mandiri lebih tinggi. Kondisi ini disebabkan karena harga input-output pada peternak pola kemitraan merupakan “kontrak harga” dengan pihak perusahaan yang dijadikan pedoman untuk memperoleh besarnya kredit. Dengan demikian peternak tidak mempunyai pilihan harga baik input maupun output (KUSNADI et al., 2001). Sebaliknya harga input-output pada peternak ayam ras pedaging secara mandiri di Pandeglang disesuaikan dengan harga pasar pada saat transaksi. Tingkat pendapatan dan kemampuan mengembalikan kredit dan investasi Seperti telah dikemukakan pada materi dam metode, bahwa tingkat pendapatan petani diukur dengan menggunakan laba-rugi usaha. Dalam usaha peternakan ayam ras pedaging laba-rugi diperoleh dari perhitungan hasil penjualan ayam hidup, kotoran (pupuk) dan bonus dikurangi harga pokok penjualan (SABRANI et al., 2000). Selanjtunya menurut PRAWIROKUSUMO (1986), bahwa jumlah penerimaan hasil produksi dikurangi biaya produksi bernilai positif merupakan laba atau pendapatan petani dalam satu kegiatan usaha. Namun apabila bernilai negatif merupakan kerugian usaha. Berdasarkan perhitungan tersebut seperti pada Tabel 2 menunjukkan bahwa peternak ayam ras pedaging yang dilakukan secara mandiri di Kabupaten Pandeglang dengan pemeliharaan rata-rata 3.000 ekor memperoleh laba Rp 4.754.625 per periode atau laba per ekor ayam adalah Rp 1.585. Angka ini lebih rendah dari laba yang diperoleh peternak mandiri di Jawa Barat yang mencapai Rp 1.626,9/ekor (SABRANI et al., 2000). Ditinjau dari perhitungan profitabilitas usaha yang diukur dengan ratio GPM/HP, yaitu perbandingan antara laba usaha dengan hasil penjualan produksi ayam ras pedaging diperoleh nilai 14,13%. Hasil perhitungan GPM/HP ini menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara skala usaha dan GPM/HP, yaitu semakin besar skala usaha makin tinggi ratio yang dihasilkan sehingga nilai profitabilitas
505
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
menjadi tinggi. Dari angka tersebut diatas berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang dilakukan oleh peternak mampu menghasilkan laba bruto sebesar Rp 14,13. Oleh karena itu dengan melihat nilai profitabilitas usaha tingkat pendapatan peternak masih dapat ditingkatkan lagi dengan menambah skala usaha atau jumlah ternak yang terjual lebih banyak (angka kematian diturunkan). Dari nilai profitabilitas, usaha peternakan ayam ras pedaging yang dilakukan secara mandiri cukup layak untuk dikembangkan, namun perlu memperhatikan suku bunga yang berlaku pada saat mendapatkan kredit untuk modal usaha. Tabel 2. Perhitungan laba rugi Pay Back Periode dan Profitabilitas usaha ternak ayam ras pedaging secara mandiri di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten Uraian
Nilai (Rp)
Modal kerja Pembelian DOC
9.375.000
Pembelian pakan
16.343.000
Vaksin, obat-obatan dan vitamin
750.000
Jumlah
26.468.000
Modal operasional
636.750
Bahan bakar/minyak pelumas
84.900
Sekam
191.025
Tenaga kerja
955.125
Penyusutan kandang dan alat
549.300
Jumlah
2.417.100
Total modal kerja dan operasional
28.885.100
Hasil produksi Penjualan ayam
33.123.725
Penjualan pupuk
516.000
Jumlah
33.639.725
Laba/pendapatan satu siklus produksi
4.757.625
Profitabilitas (%)
14,13
Pay back periode (bulan)
12,15
Tingkat kemampuan petani untuk mengembalikan kredit dan investasi yang diukur dengan nilai PBP, menunjukkan bahwa dengan jumlah modal kerja dan biaya produksi sebesar Rp 28.885.100 yang diperoleh dari kredit, mampu dikembalikan dalam waktu 12,15 bulan atau lebih dari enam kali periode
506
pemeliharaan. Dari angka tersebut belum termasuk bunga kredit dan laba untuk kebutuhan hidup petani dan keluarganya, sehingga kondisi yang demikian tidak memberikan gairah bagi petani untuk melanjutkan usahanya. Untuk meningkatkan gairah usaha petani sekaligus meningkatkan jumlah petani peternak dan populasi ayam ras pedaging maka perlu adanya usaha-usaha kearah peningkatan pendapatan petani peternak melalui peningkatan skala usaha manajemen pemeliharaan yang baik terutama dalam pencegahan penyakit untuk mengurangi angka kematian, pemberian kredit dengan bunga lunak dan jangka waktu pengembalian yang lebih lama dengan grace periode lebih dari dua bulan (satu siklus produksi). KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Performans produksi secara teknis cukup baik ditinjau dari FCR dengan nilai 1,75 namun angka kematian relatif masih tinggi, (2) Dengan pemeliharaan 3000 ekor tingkat pendapatan petani adalah Rp. 4.754.625, selama satu periode pemeliharaan (dua bulan) atau Rp 1.585/ekor, (3) Tingkat profitabilitas usaha yang dicapai cukup baik yaitu 14,13%, (4) Tingkat kemampuan petani untuk mengembalikan kredit dan investasi usaha adalah selama 12,15 bulan atau lebih dari enam kali periode pemeliharaan tanpa bunga kredit dan biaya hidup petani dan keluarga sehingga petani kurang bergairah untuk melanjutkan usahanya, (5) Untuk meningkatkan gairah usaha dan sekaligus meningkatkan jumlah petani dan populasi ternak ayam ras pedaging disarankan adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan melalui a) peningkatan skala usaha; b) mengurangi angka kematian; c) memberikan kredit dengan bunga lunak; dan d) pemberian grace periode selama 2 bulan atau satu siklus produksi. DAFTAR PUSTAKA BANTEN DALAM ANGKA. 2002. Badan Pusat Statistik Pemerintah Daerah Propinsi Banten. GRAY, C., LIEN K SABUR., P. SIMANJUNTAK dan P.F.L. MASPAITELLA. 1986. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia, Jakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
HENRY, RICHARD and GRAEME ROTHWELL 1995. The World Poultry Industri–Washington DC The World Bank and The Internasional Finance Corporation. KETAREN. P.P., A.D. SINURAT, T. PURWADARIA, I-P. KOMPIANG dan M. AMIR. 2001. Penggunaan rayap (Glyptotermes montanus) sebagai bahan pakan ayam. JITV 6(2): 100−106. KOHLS, RICHARD L. and JOSEPH. N.UHL. 1990 Marketing of Agricultural Products, 7th Ed. New York. Macmillan Publishing Company. KUSNADI. U., L.H. PRASETYO., ARNOLD P. SINURAT, HELMI HAMID., ELAN MASBULAN, MAIJON PURBA, H. HASINAH dan ATIEN PRIYANTI. 2001. Laporan penelitian pengembangan kelembagaan bagi stabilitas usaha ayam ras rakyat serta fasilitasi kemitraan yang lestari. Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Peternakan. PANDEGLANG DALAM ANGKA. 2002. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. PRAWIROKUSUMO. S., NASRUDIN, KRISNA AGUNG SANTOSA dan SYAFRIL DARANA. 1986. Dampak jumlah pemilikan, tingkat produksi, nilai input pada peternakan ayam ras di daerah Bogor, Tangerang dan Bekasi terhadap optimasi pendapatan. Laporan Kerjasama Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan UGM.
SABRANI. M., L. HARDI PRASETYO, ARNOLD. P. SINURAT, UKA KUSNADI., I-W. RUSASTRA., YUSMICHAD YUSDJA., ATIEN PRIYANTI., ELAN MASBULAN., OLOAN. S. BUTAR BUTAR dan TETTY SARTIKA. 2000. Laporan penelitian, Analisa Kebijakan Pengembangan Bibit dan Pakan Ayam Ras Pada Peternakan Rakyat Badan Litbang Pertanian Puslitbang Peternakan. SANTOSO, U. 2002. Pengaruh Tipe Kandang dan Pembatasan Pakan di awal Pertumbuhan terhadap Performans dan Penimbunan Lemak Pada Ayam Pedaging. Unsexed. JITV 7(2): 84-89. SAPTANA, EDI BASUNO dan ERWIDODO. 1998. Analisis Kebijakan Situasi dan Prospek Indutri Perunggasan di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian. SINURAT. A.P., T. PURWADARIA, T. PASARIBU, J. DARMA, I.A.K. BINTANG dan M.H. TOGATOROP. 2001. Pemanfaatan Lumpur Sawit Untuk Ransum Unggas: 3. Penggunaan Produk Fermentasi Lumpur Sawit Sebelum dan Setelah Dikeringkan Dalam Ransum Ayam Pedaging. JITV 6(2): 107−112.
DISKUSI Pertanyaan:
1. Apakah harga DOC dan pakan pada setiap peternak berbeda? 2. Apakah ketujuh belas peternak perlakuannya sama atau tidak? 3. Profitabilitas dengan 14% sebenarnya sudah cukup baik. Mengapa masih perlu bunga lunak? Jawaban: 1.
Ya, berbeda, sedangkan dalam analisa dipakai harga rata-rata.
2.
Tidak memberikan perlakuan dalam pemeliharaan, sepenuhnya dilakukan oleh petani.
3.
Memang dengan profitabilits 14% sudah cukup baik, namun untuk meningkatkan skala usaha perlu kredit untuk investasi selanjutnya perlu bunga lunak mengingat perlu waktu untuk pengembalian yang cukup lama.
507