TINGKAT EMISI CH4 DAN N2O SERTA PRODUKTIVITAS TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TIGA SUMBER PUPUK NITROGEN
MERCY BIENTRI YUNINDANOVA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Tingkat emisi
CH4 dan N2O serta produktivitas tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tiga sumber pupuk nitrogen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Mercy Bientri Yunindanova NIM A252090041
ABSTRACT MERCY BIENTRI YUNINDANOVA. CH4 and N2O Emissions and Productivity of Physic nut (Jatropha curcas L.) In Three Nitrogen Fertilizer Sources. Under direction of HERDHATA AGUSTA and M SYAKIR Methane (CH4) and nitrous oxide (N2O) are important atmospheric trace gases influencing radiative forcing and atmospheric chemistry. Agriculture is one of the anthropogenic sources of CH4 and N2O. Physic nut (Jatropha curcas L.) is a kind of plant than can be used as plant oil sources. Application of nitrogen fertilizer can increase plant growing including physic nut. The effect of nitrogen addition through fertilization on greenhouse gases (CH4 and N2O) in physic nut cultivation area is poorly understood. Therefore, the aim of this study was to investigate effects of nitrogen fertilization on CH4 and N2O emissions and grow of physic nut. For this purposes, 13 treatments of nitrogen fertilizer was applied including surface application of urea 50%, surface application of urea 100%, deep placement of urea 50%, deep placement of urea 100%, surface application of jatropha cake 50%, surface application of jatropha cake 100%, deep placement of jatropha cake 50%, deep placement of jatropha cake 100%, surface application of slow release urea 50%, surface application of slow release urea 100%, deep placement of slow release urea 50%, deep placement of slow release urea 100% and control. Application of 100 % fertilizer was 80 g for urea and slow release urea, and 2 kg of jatropha cake. This experiment was arranged in Completely Random Block Design in three repetitions. The result of the experiment showed that deep placement of jatropha cake 100% gave the best result in plant height and number of leaf. Surface application of urea 100% gave the best result on physic nut productivity. Surface application of urea 100% produced 28.56 numbers of fruits, more than the other treatments, but this treatment was not significant different to deep placement of jatropha cake 100%. From diurnal change analysis, we determined the best time to take gas emission, that is between 07.00-09.00 a.m. CH4 emission had significant correlation with NH4+ concentration (p: 0.0487; r: 0.556). CH4 emission was not have correlation with pH, Eh, soil moisture, and soil nitrate. Increasing N concentration could affect N2O emission. N2O emission was not influenced by pH, soil moisture, and Eh. Measurement of soil variable in different soil depth showed that pH value had significant correlation with Eh (p<0.0001; r ; -0.840). Whereas, NH4+ and NO3- were not different in various soil depths because soil depth that measured is still rhizosphere area of physic nut root. The deep placement of jatropha cake 100% treatment gave the best result in carbon stock analysis. Carbon stock of physic nut by this treatment reached 11.159 ton C/ha/year. Urea deep placement 100% gave the highest output energy value of 134 675 MJ/ha along 5 months. Keywords :CH4, N2O, emission, nitrogen fertilizer,physic nut, Jatropha curcas L., energy, carbon stock
RINGKASAN
MERCY BIENTRI YUNINDANOVA. Tingkat emisi CH4 dan N2O serta
produktivitas tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tiga sumber pupuk nitrogen. Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA dan MUHAMMAD SYAKIR Metana (CH4) dan dinitro oksida (N2O) adalah adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer. Pertanian adalah salah satu kegiatan manusia yang menjadi sumber emisi CH4 dan N2O. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati. Peenggunaan pupuk nitrogen telah diketahui mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman termasuk diantaranya tanaman jarak pagar. Acuan rekomendasi pemupukan telah diketahui. Namun, bagaimana perannya dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca belum diketahui. Pengaturan pemupukan yang baik diharapkan dapat mereduksi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan serapan karbon tanaman. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk nitrogen terhadap emisi CH4 dan N2O dan pertumbuhan tanaman jarak pagar. Penelitian ini terdiri dari 13 perlakuan pupuk nitrogen dengan tiga ulangan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang digunakan terdiri dari Urea tebar setengah 100%, Urea tebar 100%, Urea benam 50%, Urea benam 100%, Bungkil tebar 50%, Bungkil tebar 100%, Bungkil benam 50%, Bungkil benam 100%, Slow release tebar 50%, Slow release tebar 100%, Slow release benam 50%, Slow release benam 100% dan Kontrol (tanpa pupuk). Dosis pupuk 100% pada masing-masing perlakuan terdiri dari kompos 2 kg/pohon, urea 80 g/pohon, dan urea slow release 80 g/pohon. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini dalah jarak pagar yang telah berumur 2 tahun. Sebelum aplikasi pemupukan, tanaman dipangkas setinggi 50 cm pada semua perlakuan. Selanjutnya pupuk diaplikasikan sesuai perlakuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil pertumbuhan vegetatif yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun diperoleh dari perlakuan bungkil benam 100% yang mencapai 123.41 cm. Jumlah daun yang terbanyak mencapai 1170 daun pada bulan ke-5 setelah aplikasi pupuk. Jumlah cabang tertinggi diperoleh dari perlakuan urea tebar 100%, namun hasil ini tidak berbeda dengan bungkil benam 100%. Hasil peubah generatif berupa jumlah buah terbanyak diperoleh dari perlakuan urea tebar 100%, begitu juga dengan bobot buah dan jumlah biji. Pengamatan terhadap emisi diurnal change memberikan hasil waktu ratarata terbaik untuk pengambilan sampel emisi. Berdasarkan diurnal change, ditetapkan pukul 07.00-09.00 pagi sebagai waktu pengambilan sampel. Emisi CH4 pada pengamatan hari ke-3, ke-5, ke-7 dan ke-14 menunjukkan pola yang berbeda. Emisi pada hari ke-7 setelah perlakuan menunjukkan nilai teringgi diperoleh pada perlakuan urea tebar 100% sebesar 0.888 ppm atau 0.842 mg C/m2/jam. Sementara itu pada hari ke-14 setelah pemupukan, hasil emisi tertinggi
diperoleh dari perlakuan bungkil tebar 50% yang mencapai 1.200 ppm. Emisi CH4 pada pengamatan hari ke-14 setelah pemupukan menujukan korelasi yang nyata dengan peubah NH4+(p: 0.0487; r: 0.556). Semakin tinggi tingkat NH4+ akan menghasilkan emisi CH4 yang lebih tinggi. Peubah tanah lainnya seperti pH, Eh, kelembaban tanah dan kadar nitrat tidak menunjukkan korelasi dengan emisi CH4. Emisi N2O memiliki kecenderungan peningkatan dengan meningkatnya kadar N tanah. Tingkat emisi pada keseluruhan penggunaan dosis pupuk penuh memiliki nilai yang lebih tinggi melebihi 1.300 ppm atau 4.522 mg N2O/m2/jam. Sementara itu, peubah tanah lainnya seperti kadar air, pH dan Eh tanah tidak mempengaruhi konsentrasi emisi N2O. Hasil pengamatan peubah tanah setelah 5 bulan aplikasi pupuk menunjukkan bahwa perbedaan jenis pupuk masih mempengaruhi ketersediaan N tanah. Kadar nitrat tertingi didapat pada perlakuan bungkil benam 100% yang masih mencapai 56.11 ppm, disusul oleh urea benam 100% sebesar 48.76 ppm dan slow release urea 100% yang mencapai 41.11 ppm. Nilai pH tanah dan Eh tanah berkorelasi nyata negatif (p<0.0001; r ; -0.840). Kadar NH4+ dan NO3- tidak menunjukkan perbedaan antar kedalaman tanah. Hal ini disebabkan pada area pengamatan kedalaman tanah masih merupakan zona rhizosfer perkaranan tanaman jarak. Penggunaan pupuk bungkil benam dengan 100% mampu menyerap CO2 tertinggi hingga mencapai 42.961 ton CO2/ha/tahun dan memiliki simpanan biomassa tertingi hingga hingga 11 159 kg C/ha/tahun. Penggunaan pupuk Urea benam 100% menghasilkan energi tertinggi sebesar 134 675 MJ/ha selama 5 bulan.
Kata kunci : CH4, N2O, emisi, pupuk nitrogen, jarak pagar, Jatropha curcas L., energi, serapan karbon
.
©HAK Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
TINGKAT EMISI CH4 DAN N2O SERTA PRODUKTIVITAS TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TIGA SUMBER PUPUK NITROGEN
MERCY BIENTRI YUNINDANOVA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Arief Sabdo Yuwono M. Sc. Ph. D
Judul Tesis
Tingkat emisi CH4 dan N2O serta produktivitas
:
tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tiga sumber pupuk nitrogen Nama NRP Mayor
: : :
Mercy Bientri Yunindanova A252090041 Agronomi dan Hortikultura
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Herdhata Agusta
Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Tanggal Ujian :
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang ini adalah Tingkat emisi CH4 dan N2O serta produktivitas tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tiga sumber pupuk nitrogen. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Herdhata Agusta dan Dr. Ir. H. Muhammad Syakir, MS sebagai komisi pembimbing yang dengan sabar telah memberikan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Misnen SP, M.Si, PT. Indocement Tunggal Prakarsa, SBRC dan Central Research Institute of Electric Power Industry, Japan (CRIEPI). Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas dukungan yang selalu diberikan oleh ibunda tercinta, adik-adik, dan suami serta semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011 Mercy Bientri Yunindanova
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Juni 1987 sebagai anak pertama dari pasangan Suwarsih, S.Pd, M. Pd dan Drs. Satudi (Alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Program studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan program pascasarjana pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Selama tahun 2009-2010, penulis juga bekerja pada beberapa kegiatan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan di Departemen Agronomi dan Hortikultura sebagai asisten ahli biologi, diantaranya pada PT PetroChina International Jabung Ltd, JOB Pertamina-PetroChina East Java, PT PetroChina International (Bermuda) Ltd, JOB Pertamina-PetroChina Salawati, dan PT Bumi Parahyangan Ranhill Energi Citarum (BPREC). Selama mengikuti program S2, penulis aktif dalam Forum Mahasiswa Pascasarjana Agronomi dan Horikultura (FORSCA).
xii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xvii
PENDAHULAN Latar Belakang ...................................................................................
1
Perumusan Masalah ...........................................................................
4
Tujuan ...............................................................................................
4
Hipotesis ............................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Nabati ..........................................
6
Daun Jarak Pagar ...............................................................................
7
Bunga Jarak Pagar .............................................................................
7
Kapsul dan Biji Jarak Pagar ...............................................................
7
Pemupukan Pada Jarak Pagar ............................................................
8
Metana (CH4) .....................................................................................
9
Dinitrogen Oksida (N2O) ...................................................................
10
Kemampuan Tanaman dalam Menyerap CO2 ..................................
11
Biomassa ............................................................................................
11
Potensi Serapan Karbon .....................................................................
12
Input Energi dalam Pertanian ............................................................
12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
14
Bahan dan Alat ..................................................................................
14
Metode Penelitian ..............................................................................
14
Pelaksanaan........................................................................................
16
Pengamatan .......................................................................................
18
xiii
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ......................................................................................................
24
Kondisi Umum Penelitian .................................................................
24
Pertumbuhan Vegetatif ......................................................................
25
Pertumbuhan Generatif .....................................................................
27
Panen .................................................................................................
28
Emisi ................................................................................................
31
Pola Emisi Diurnal ............................................................................
31
Emisi Metana (CH4) ..........................................................................
31
Emisi Dinitrogen Oksida (N2O) ........................................................
32
Pola Emisi Harian .............................................................................
35
Kondisi Tanah ...................................................................................
36
Kadar Karbon dan Nitrogen Total Tanah..........................................
42
Kapasitas Penyerapan CO2 ...............................................................
44
Simpanan Karbon ..............................................................................
45
Energi ................................................................................................
49
Pembahasan ..........................................................................................
55
Pertumbuhan .....................................................................................
55
Panen .................................................................................................
56
Diurnal Change.................................................................................
57
Emisi Gas CH4 ..................................................................................
57
Emisi Gas N2O ..................................................................................
60
Pola Emisi Harian .............................................................................
64
Fluktuasi Peubah Tanah pada Berbagai Kedalaman .........................
65
Kapasitas Serapan CO2 dan Simpanan Karbon .................................
66
Energi ................................................................................................
68
Keuntungan Ekonomi Budidaya Jarak ..............................................
69
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...........................................................................................
71
Saran ..................................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
72
LAMPIRAN .................................................................................................
85
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian ........................................................
24
2. Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap tingi tanaman .......................
25
3. Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap jumlah daun per tanaman .....
26
4. Jumlah cabang tersier pada berbagai perlakuan pupuk ................................
27
5. Persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif pada umur 12 minggu setelah pemupukan .....................................................................
28
6. Jumlah buah, bobot buah, jumlah biji dan bobot biji basah pada berbagai perlakuan pupuk selama 5 bulan ...................................................
30
7. Hasil uji korelasi antar peubah pada analisis perubahan harian emisi CH4 dan N2O .......................................................................................
32
8. Emisi gas metana (CH4) pada teknik pemupukan yang berbeda .................
33
9. Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) pada pemupukan yang berbeda ............
34
10. Nilai pH, Eh, kadar air tanah, kadar amonium dan nitrat tanah setelah 2 minggu aplikasi pupuk .................................................................................
38
11. Pengaruh jenis pupuk terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah ....................................................................................................
40
12. Pengaruh kedalaman terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah ....................................................................................................
41
13. Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai pHtanah .....................
41
14. Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai kadar air tanah ...........
42
15. Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap kadar nitrat tanah ..............
42
16. Luas daun tanaman jarak yang dihasilkan pada beberapa perlakuan ............
44
17. Kemampuan menyerap CO2 berdasarkan perhitungan laju fotosintesis ......
45
18. Kadar karbon organik pada tanaman jarak pagar menurut bagian tanaman .
46
19. Pengaruh jenis pupuk terhadap biomassa yang terbentuk.............................
47
20. Pengaruh jenis pupuk terhadap simpanan karbon dalam tajuk tanaman ......
48
21. Kandungan energi tiap bagian tanaman .......................................................
50
22. Input energi yang digunakan pada beberapa perlakuan pemupukan selama 5 bulan ..............................................................................................
51
xv
23. Output energi yang dihasilkan pada beberapa perlakuan pemupukan selama 5 bulan .............................................................................................
52
24. Perbandingan energi input dan produksi buah jarak ....................................
53
25. Penentuan energi bersih yang dihasilkan per tanaman selama 5 bulan .......
54
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur penelitian ......................................................................................
5
2. Gas Chamber .......................................................................................
17
3. Pemasangan tabung gas, aplikasi pupuk dan penempatan tanaman ....
17
4. Kondisi awal penelitian .......................................................................
25
5. Emisi gas CH4 setiap jam selama 24 jam .............................................
31
6. Emisi gas N2O setiap jam selama 24 jam ...........................................
32
7. Pola emisi pada 3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan ......................
35
8. Suhu udara dan suhu tanah saat pengamatan CH4 dan N2O ................
36
9. Kadar air tanah saat pengamatan CH4 dan N2O ..................................
36
10. Pola emisi harian CH4 dan N2O ..........................................................
36
11. Radiasi matahari sat pengamatan CH4 dan N2O ..................................
36
12. Kadar karbon organik pada perlakuan pemupukan .............................
43
13. Kadar Nitrogen total pada perlakuan pemupukan ...............................
43
14. Kondisi serasah di lapangan ................................................................
49
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pupuk yang Digunakan ........................................................................
84
2. Emisi gas metana (CH4) dalam satuan ppm .........................................
85
3. Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) dalam satuan ppm ........................
85
4. Kondisi Cuaca Saat Pengambilan Sampel Gas Diurnal Change ........
86
5. Kondisi Cuaca Saat Pengambilan Sampel Gas ....................................
86
6. Kadar CH4 dan N2O ambient Diurnal Change .....................................
87
7. Hasil Analisis Bungkil ........................................................................
88
8. Asumsi pengukuran serapan CO2 ........................................................
88
9. Laju fotosintesis tanaman jarak ............................................................
89
10. Hasil analisis tanah di lokasi penelitian ...............................................
90
11. Hasil analisis C-organik dan N-total tanah ..........................................
91
12. Hasil analisis C-organik tanaman.........................................................
93
13. Hasil analisis energi .............................................................................
94
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH4 dan dinitrogen oksida (N2O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH4 dan N2O telah meningkat dengan sangat tinggi sejak jaman praindusri (IPCC 2001). Pertukaran CH4 dan N2O pada ekosistem tanah dan atmosfir memiliki peran yang penting dalam kondisi global gas tersebut. Konsentrasi metana atmosfir telah mengalami peningkatan 2.5 kali sejak jaman pra-industri (IPCC 2001). Meskipun selama dua dekade terakhir peningkatan konsentrasi atmosfir tahunan mengalami penurunan yaitu 1 % hingga 0.5 % (Dlugokncky et al. 2003). Konsentrasi metana mengalami peningkatan dikarenankan pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan budidaya pertanian yang intensif, seperti budidaya padi dan pemeliharaan hewan (Keppler et al. 2006). Tanah pertanian dan kondisi alam adalah sumber terpenting bagi emisi N2O yaitu sebesar 6.0 dan 4.2 Tg N2O-N/tahun (IPCC 2001). Dinitro-oksida atau nitrous oksida (N2O) juga merupakan emisi gas yang dihasilkan dari lahan pertanian khususnya saat aplikasi pupuk nitrogen yang berlebih. Seperti yang dilaporkan oleh Wayhuni dan Wihardjaka (2007) bahwa sekitar 94% emisi gas dinitro-oksida (N2O) berasal dari bidang pertanian. Jarak pagar merupakan salah satu tanaman pengahasil bahan bakar nabati (BBN) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif. Produktivitas optimum dan stabil akan tercapai sejak tanaman berumur 5 tahun, yakni mencapai 0,4-12 ton biji per hektar per tahun. Kandungan minyak dari biji jarak pagar rata-rata 1.500 liter per ha per tahun. Rendemen minyak (trigliserida) dari inti biji sekitar 55 % atau 33 % dari berat total biji. Minyak jarak pagar termasuk tipe minyak tak dapat dikonsumsi ( non edible oil ) (Prihandana et al. 2007a). Jarak pagar sebagai tanaman yang berpotensi dalam penyerapan emisi karbon telah dianalisis dan diprediksikan oleh June et al. (2008) dalam Syahbuddin (2008) yang menunjukkan potensi serap karbon pada jarak pagar pada umur 7 tahun dapat mencapai 158 – 191 ton CO2/ha/th. Kandungan stok
2
karbon tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertanaman monokultur tebu, kopi, dan kakau pada luasan yang sama. Faktor emisi CO2 dari biodiesel juga lebih rendah dibandingkan solar yaitu 70.800 kg/TJ, sedangkan solar mencapai 74.100 kg/TJ. Pengembangan budidaya berwawasan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mendukung potensi jarak dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Budidaya berwawasan lingkungan termasuk didalamnya pengaturan dalam pemupukan. Pengembangan budidaya jarak pagar yang tepat dan efisien diharapkan dapat meningkatkan potensi serap karbon dan mereduksi emisi GRK. Pengembangan budidaya tanaman untuk mereduksi pupuk dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan tanaman sela maupun penggunaan bahan organik. Acuan rekomendasi pemupukan tanaman jarak seperti yang dikemukakan oleh Hambali et a.l (2006) yang menyatakan bahwa pada tahun pertama pupuk yang diberikan berupa adalah urea, SP-36, dan KCl 40 g/pohon, diberikan dua kali masing-masing setengah takaran. Begitu juga dengan Mahmud et al. (2006) yang mengemukakan jika tanah tidak subur, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 2 kg/lubang. Kebutuhan pupuk pada tahun kedua dan seterusnya adalah 2,5 sampai 5 t pupuk kandang/ha (1-2 kg/tanaman) ditambah 50 kg urea, 150 kg SP-36 dan 30 kg KCl/ha. Hasil penelitian mengenai penggunaan bahan organik telah dilakukan oleh Hasibuan et al. (2007) diperoleh bahwa penggunaan bahan organik berpengaruh nyata bagi pertumbuhan tanaman jarak pagar terutama pada fase generatif. Penggunaan bahan organik dapat meningkatkan persentase berbunga tanaman jarak pagar dibanding tanaman kontrol yang tidak menggunakan bahan organik pada umur 8 minggu setelah tanam. Peranan bahan organik yang berasal dari serasah gulma hasil pembersihan lahan dapat menggantikan pupuk kandang sapi yang digunakan sehingga usahatani akan lebih efisien. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh hubungan antara penggunaan pupuk dengan taraf emisi pada beberapa lahan budidaya tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Abdalla (2010) pada tanaman barley menyatakan bahwa pengurangan pemupukan nitrogen hingga 50 % dibandingkan dosis
3
normal, mampu menurunkan tingkat emisi N2O hingga 57 % dengan tanpa penurunan signifikan terhadap hasil dan kualitas panen. Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pengaruh atau akibat, baik berupa panas yang ditimbulkan maupun berupa akibat mekanik (Abdullah 1979 dalam Moechalil 1983). Klasifikasi energi pertanian menurut Stout (1990) digolongkan menjadi energi komersial dan energi nonkomersial. Energi komersial meliputi bahan bakar, alat dan mesin pertanian, pupuk, pestisida, pompa air, irigasi dan lain-lain yang dibutuhkan untuk peningkatan produksi pertanian. Energi nonkomersial meliputi energi surya, air, angin dan sebagainya yang dapat diperoleh secara bebas. Efisiensi energi merupakan perbandingan antara produksi energi ekuivalen dari hasil dengan penggunaan energi. Menurut Wiroatmojo (1979) dalam Utomo (1991) menjelaskan bahwa dengan mempelajari efisiensi energi pertanian dapat diketahui besarnya sumbangan input energi untuk setiap peubah yang diujikan terhadap output hasil dalam bentuk energi. Acuan rekomendasi pemupukan pada tanaman jarak pagar telah diketahui. Namun, sejauh mana perannya dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca belum diketahui. Pengaturan pemupukan yang baik meliputi jenis, dosis dan cara aplikasi diharapkan dapat mereduksi emisi gas rumah kaca. Penggunaan pupuk yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas jarak pagar serta dapat mengurangi emisi GRK dan meningkatkan potensi daya serap karbon tanaman jarak pagar. Penggunaan pupuk yang tepat juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi energi pada budidaya tanaman jarak pagar.
4
Perumusan Masalah Bahan bakar fosil merupakan sumber polutan di udara dan berdampak terhadap pemanasan global. Di Indonesia penggunaan bahan bakar fosil sangat voluminous dan intensif seperti pada bidang penerangan, transportasi dan industri. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan bahan bakar nabati yang bersifat ramah lingkungan. Jarak pagar merupakan salah satu tanaman penghasil bioenergi yang dapat mengurangi dampak pemanasan global karena tidak mengandung polutan yang berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup. Hal ini dapat diketahui dari rendahnya nilai faktor emisi pada minyak jarak pagar dibandingkan bahan bakar solar yang bersumber dari fosil. Namun, dalam budidaya pertanian tidak terlepas dari pemupukan. Padahal aplikasi pupuk terutama nitrogen menimbulkan emisi dinitro oksida. Salah satu upaya dalam pengurangan pupuk anorganik dapat menggunakan bungkil sebagai sumber pupuk alami. Oleh karena itu, kajian utama dalam penelitian ini adalah besarnya potensi emisi dan potensi daya serap karbon pada tanaman jarak pagar dari aplikasi pemupukan N dari sumber yang berbeda. Tujuan Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memperoleh sumber pupuk nitrogen terbaik dalam pertumbuhan dan produktivitas tanaman jarak pagar. 2. Mendapatkan informasi mengenai kandungan emisi metan dan dinitro-oksida dan daya serap karbon yang dihasilkan oleh tanaman jarak pagar. 3. Memperoleh budidaya jarak dengan efisiensi energi terbaik Hipotesis Hipotesis yang diajukan yaitu : 1. Penggunaan pupuk setengah dosis dapat mengurangi emisi GRK hingga 10 % 2. Penggunaan pupuk slow release dapat mengurangi emisi GRK hingga 10 % 3. Penggunaan cara aplikasi pupuk secara benam mampu mengurangi emisi GRK hingga 20 % 4. Penggunaan pupuk organik menghasilkan efisiensi energi hingga 50 %
5
Gambar 1 Alur penelitian
5
6
TINJAUAN PUSTAKA
Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Nabati Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman tahunan yang toleran kekeringan. Tanaman ini berasal dari Amerika Latin dan menyebar di daerah tropika baik pada iklim kering dan setengah-kering. Bijinya beracun dan mengandung sekitar 35% minyak. Jarak pagar merupakan tanaman multifungsi, karena disamping merupakan tanaman obat (bijinya untuk obat sembelit, getahnya untuk obat luka, daunnya sebagai anti malaria); dapat menghasilkan bahan bakar alternatif (Henning 1998). Nilai ekonomis tanaman jarak pagar sebagai sumber energi alternatif sangat tergantung oleh besarnya biaya tenaga kerja serta harga dari minyak solar dan minyak tanah yang biasanya masih disubsidi. Tanaman jarak pagar relatif mudah tumbuh pada berbagai lingkungan. Jarak pagar tumbuh baik pada kisaran curah hujan 900-1200 mm/tahun, tinggi tempat 0-400 m dpl, dengan bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan) 4-5 bulan. Tanaman jarak ini membutuhkan syarat temperatur 20º-30ºC sepanjang hidupnya (Allorerung et al. 2006; Prihandana et al. 2007b). Kelebihan dari jarak pagar adalah kemudahan dalam budidayanya, tidak membutuhkan perawatan yang intensif. Kelebihan lain dari jarak pagar di antaranya adalah tidak manja air, bisa hidup di lahan marginal dan kritis yang miskin hara, umurnya bisa lebih dari 50 tahun, tidak memerlukan banyak pupuk, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap suhu udara. Tanaman jarak masih dapat tumbuh pada kisaran curah hujan 480-2.380 mm per tahun (Prihandana et al. 2007b). Produktivitas optimum dan stabil akan tercapai sejak tanaman berumur 5 tahun, yakni mencapai 0,4-12 ton biji per hektar per tahun. Kandungan minyak dari biji jarak pagar rata-rata 1.500 liter per ha per tahun. Rendemen minyak (trigliserida) dari inti biji sekitar 55 % atau 33 % dari berat total biji. Minyak jarak pagar termasuk tipe minyak tak dapat dikonsumsi ( non edible oil ) (Prihandana et al. 2007b).
7
Daun Jarak Pagar Daun jarak pagar bertipe tunggal dan terletak pada buku batang yang dihubungkan oleh tangkai daun, sehingga susunan atau tata letak daun (filotaksis) jarak pagar disebut tersebar (foliar sparsa) (Tjitrosoepomo 1987). Susunan daun tersebut mengikuti rumus daun (divergensi) 5/13 searah putaran jarum jam, kecuali ekotipe Lombok Timur sebagian populasi tanaman memiliki filotaksis 4/13. Orientasi daun terhadap batang tempat daun duduk bervariasi dari tegak hingga horizontal. Orientasi tegak bilamana daun masih muda dan kemudian menjadi horizontal setelah dewasa (Santoso 2009). Bentuk daun jarak pagar pada dasarnya bulat (Tjitrosoepomo 1987). Namun pada tepi daun terdapat lekuk yang tidak terlalu dalam sehingga seolah membentuk jari. Oleh karena itu, maka bentuk daun jarak pagar seluruh ekotipe yang diteliti menjadi dan agak membulat. Jumlah lekukan tersebut berkisar 5-7. Tepi daun agak bergelombang. Gelombang pada tepi daun akan nampak nyata jika daun menghadapi terik sinar matahari (Santoso 2009). Bunga Jarak Pagar Umur tanaman mulai berbunga berbeda diantara ekotipe, yaitu tercepat menghasilkan bunga pada ekotipe Lombok Barat (105 hst) dan paling lambat pada ekotipe Lombok Timur (163 hst). Mulai bunga terbentuk di ujung cabang (flos terminalis) dengan warna bunga diantara ekotipe tidak berbeda yaitu kuning kehijauan (Santoso 2009). Tanaman jarak pagar berbunga banyak atau disebut planta multiflora dan berkumpul membentuk suatu rangkaian bunga atau disebut bunga majemuk atau inflorescentia (Tjitrosoepomo 1987). Bunga jarak pagar merupakan bunga berkelamin tunggal (unisexualis) berumah satu (monoecious). Jumlah bunga total (bunga betina dan bunga jantan) ada perbedaan diantara ekotipe (Santoso 2009). Kapsul dan biji jarak pagar Buah jarak pagar sering disebut kapsul atau istilah biologinya buah kendaga (rhegma) karena buah ini mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap
8
bagian mudah pecah sehingga biji yang ada di dalamnya mudah terlepas dari bilik atau ruang (Tjitrosoepomo 1987). Karakter fisik kapsul seperti diameter, panjang, dan bentuk kapsul serta berat kapsul saat masak tidak ada perbedaan antar ekotipe. Diameter kapsul rata-rata berkisar 2.8-2.9 cm, panjang berkisar 2.9-3.1 cm sehingga kapsul sebagian besar ekotipe berbentuk bulat, kecuali ekotipe Lombok Timur berbentuk lonjong. Bobot kapsul saat masak kuning rata-rata berkisar 10.211.4 g (Santoso 2009). Biji jarak pagar berwarna hitam, namun seiring semakin kering kan tampak garis-garis putih yang sebenarnya merupakan retakan-retakan kecil dan dangkal pada lapisan kulit luar biji. Tidak ada perbedaan diantara ekotipe pada warna biji, jumlah biji per kapsul, panjang dan tebal biji, bobot kering biji per kapsul dan bobot kering individu. Jumlah biji per kapsul tiga dengan panjang berkisar 1.7-1.8 cm dan tebal berkisar 0.6-0.8 cm, bobot kering biji berkisar 0.70.8 g, dan bobot kering biji per kapsul berkisar 2.3-2.4 g (Santoso 2009). Bobot biji kering per ha pada tahun pertama berkisar 351.67 – 674.72 kg. Sedangkan pada tahun kedua mencapai 875.53 – 1 215,22 kg/ha (Santoso 2009). Kadar minyak jarak pagar berbeda antar ekotipe, namun pengaruh waktu panen tidak berbeda nyata. Rata-rata kandungan minyak biji jarak pagar pada tahun pertama adalah 40.3 – 42.8 %. Sedangkan pada tahun kedua memiliki nilai 40.6 – 42.9 %. Hasil minyak pada tahun pertama mencapai 144.98 – 288.78 kg/ha. Sedangkan pada tahun kedua mencapai 358.31- 520.64 kg/ha (Santoso 2009).
Pemupukan pada Jarak Pagar Pemupukan merupakan suatu kegiatan dalam rangka penambahan hara bagi tanaman dimana tanah tidak mampu lagi memenuhinya. Acuan rekomendasi pemupukan tanaman jarak pada tahun pertama adalah urea, SP-36, dan KCl 40 g/pohon, diberikan dua kali masing-masing setengah takaran (Hambali et al. 2006). Jika tanah tidak subur, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 2 kg/lubang. Kebutuhan pupuk pada tahun kedua dan seterusnya adalah 2,5
9
sampai 5 t pupuk kandang/ha (1-2 kg/tanaman) ditambah 50 kg urea, 150 kg SP36 dan 30 kg KCl/ha ( Mahmud et al. 2006). Pemberian pupuk organik untuk budidaya jarak pagar memiliki peran yang besar (Hasibuan et al. 2007). Untuk mendapatkan tanaman jarak pagar yang maksimal, tanah hendaknya memiliki drainase dan aerase yang baik dengan kesuburan cukup. Bila tanah kurang subur, produksi maksimal bisa dicapai dengan penambahan pupuk organik ditambah dengan pupuk non organik sesuai dengan kesuburan tanah. Selain itu, penggunaan bahan organik dapat mengurangi pengaruh kekeringan terutama pada musim kemarau (Rivaie 2006). Pemberian bahan organik bermanfaat untuk mensubsitusi pupuk kimia dalam penyediaan hara tanaman, pupuk organik bermanfaat untuk perbaikan sifat fisik tanah seperti penurunan BD tanah, peningkatan ruang pori total, drainase cepat dan permeabilitas tanah (Putuwigena et al. 1979). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hasibuan et al. (2007) diperoleh bahwa penggunaan bahan organik berpengaruh nyata bagi pertumbuhan tanaman jarak pagar terutama pada fase generatif. Penggunaan bahan organik dapat meningkatkan persentase berbunga tanaman jarak pagar dibanding tanaman kontrol yang tidak menggunakan bahan organik pada umur 8 minggu setelah tanam. Peranan bahan organik yang berasal dari serasah gulma hasil pembersihan lahan dapat menggantikan pupuk kandang sapi yang digunakan sehingga usahatani akan lebih efisien.
Methana (CH4) Kadar methana (CH4) global saat ini telah mencapai konsentrasi 1780 ppbv, lebih tinggi dua kali dibandingkan kadarnya pada masa sebelum industri sebesar 800 ppbv. Laju peningkatan kandungan CH4 relatif lambat dari sekitar 15 ppbv per tahun pada tahun 1980-an hingga mendekati nol pada 1999 (Dlugokenky 2001). Semenjak 1990, rataan tahunan peningkatan CH4 di atmosfer bervariasi antara kurang dari nol hingga 15 ppbv (Rudolph 1994). Tanah adalah salah satu faktor kunci yang berperan penting dalam produksi dan emisi CH4. Tanah memiliki kapasitas baik sebagai produsen maupun penyerap CH4. Jenis mikroorganisme tanah khusus, methanogen bertanggung
10
jawab dalam produksi methana. Sedangkan jenis yang lain yaitu methanotrop berperan dalam mengkonsumsi CH4. Saat ini diperkirakan emisi CH4 dari tanah di seluruh dunia berkisar antara150 hingga 250 Tg CH4 tahun-1 (IPCC 2001). Sebanyak 1/3 dan ¼ ( kira-kira 65 Tg CH4 tahun-1) diemisikan dari lahan basah pada lintang tinggi (Walter et al. 2001). Diperkirakan konsumsi CH4 oleh mikroba tanah berkisar antara 10 hingga 30 Tg CH4 tahun-1, lebih rendah dari emisi yang diperkirakan ( IPCC 2001). Emisi CH4 dari lahan pertanian tropis menyumbangkan porsi yang signifikan terhadap emisi global tahunan CH4. Lahan sawah, pembakaran biomassa, dan fermentasi dipandang sebagai kontributor utama ( Mosier et al. 2004). Sektor pertanian merupakan penyumbang emisi gas metan (CH4) terbesar yang dihasilkan dari lahan padi, peternakan, pembakaran residu pertanian dan padang sabana (Irmansyah 2004). Kontribusi seekor sapi dewasa dalam mengemisikan metan yaitu sebesar 80 – 110 kg/th (Thalib 2008).
Dinitrogen Oksida (N2O) Saat ini, konsentrasi N2O diatmosfer berkisar pada 317 ppbv, yang meningkat dari 200 ppbv pada tahun 2001. Kebanyakan dari peningkatan ini terjadi selama 50 tahun terakhir dengan pola peningkatan yang linier sebesar 0.7 ppbv per tahun (CMDL 2001). Peningkatan antara 0.2-0.3 % pada konsentasi atmosfer akan berkontribusi sebesar 5 % terhadap pemanasan akibat gas rumah kaca ( Cicerone and Oremland 1988). Sumber utama N2O adalah mikroba denitrifikasi tanah yang memproduksi N2 dan N2O dalam jumlah yang sangat besar (Tiedje 1988; Robertson 1999). Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi faksi mol N2O, diantaranya kelembaban tanah, konsentrasi nitrat dan nitrit, pH, aerasi, temperatur, ketersediaan karbon, aktivitas relatif NO2- dan N2O reduktase (Colourn and Dowdell 1984; Sahrawat and Keeney 1986; Aulakh et al. 1992). Lahan pertanian dianggap sebagai sumber utama gas N2O atmosfer (IPCC 1996). Dinitro-oksida atau nitrous oksida (N2O) merupakan emisi gas yang dihasilkan dari lahan pertanian khususnya saat aplikasi pupuk nitrogen yang
11
berlebih. Seperti yang dilaporkan oleh Wahyuni dan Wihardjaka (2007) bahwa sekitar 94% emisi gas dinitro-oksida (N2O) berasal dari bidang pertanian.
Kemampuan Tanaman dalam Menyerap CO2 Tanaman menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis tersebut sangat mempengaruhi produktivitas dan biomassa tanaman yang dihasilkan. Secara umum fotosintesis dipengaruhi oleh karakteristik daun (umur daun dan morfologi daun), besarnya kebutuhan hasil asimilasi oleh sink, dan faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, kandungan CO2 atmosfer, kelembaban, suhu dan cahaya. Sebagai sumber utama karbohidrat, potensi daun sebagai “source” yang diukur melalui laju fotosintesis pada tanaman jarak pagar, maksimum dicapai pada umur daun 6 minggu yaitu sebesar 8.99 μmol CO2/m2/s (Raden 2009), sedangkan laju fotosintesis pada kedelai sebesar 20.67 – 25.36 μmol CO2/m2/s (Muhuria 2007). Laju fotosintesis pada tanaman jarak pagar meningkat sampai daun mengalami perkembangan penuh dan kemudian menurun secara perlahan seiring dengan meningkatnya umur daun (Raden 2009). Hal ini sejalan dengan pernyataan Lakitan (1993) bahwa stadia perkembangan daun (umur daun) mempengaruhi fotosintesis.
Biomassa Biomassa adalah jumlah total dari materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang diekspresikan sebagai berat kering tanaman per unit areal (Brown 1993). Biomassa dapat diukur dari biomassa di atas permukaan tanah (above ground) dan di bawah permukaan tanah (below ground). Biomassa disusun terutama oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen yang dihasilkan pada proses foosintesis tanaman (White and Plaskett 1981). Biomassa yang dapat dinyatakan dengan berat kering tanaman budidaya terjadi akibat penimbunan hasil asimilasi bersih CO2 sepanjang musim pertumbuhannya. Walaupun konsentrasi CO2 di atmosfer kecil (0.03 %), tetapi
12
85-92 % berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosintesis (Gardner et al. 1991). Bimassa biasanya dinyatakan dalam ukuran berat kering, dalam ukuran gram atau kalori, dengan unit satuan biomassa adalah gram/m2 atau kg/ha atau ton/ha (Chapman 1976; Brown 1997). Sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya dinyatakan per satuan waktu, misal kg/ha/tahun.
Potensi Serapan Karbon Tanaman jarak pagar, berpotensi sebagai penyerap karbon. Jarak pagar sebagai tanaman yang berpotensi dalam penyerapan emisi karbon telah dianalisis dan diprediksikan oleh June et al. (2008) dalam Syahbuddin (2008) yang menunjukkan potensi serap karbon pada jarak pagar pada umur 7 tahun dapat mencapai 158 – 191 ton CO2/ha/th. Kandungan stok karbon tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertanaman monokultur tebu, kopi, dan kakao pada luasan yang sama. Input Energi dalam Pertanian
Pengertian Umum Energi Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pengaruh atau akibat, baik berupa panas yang ditimbulkan maupun berupa akibat mekanik (Abdullah 1979 dalam Moechalil 1983). Energi dalam bidang pertanian dikenal dalam beberapa sumber dan aktivitasnya. Cox dan Akins (1979) menggolongkan energi pertanian ke dalam dua macam bentuk yaitu energi ekologi dan energi kultural. Energi ekologi meliputi radiasi matahari untuk proses fotosintesisi, suhu lingkungan, sirkulasi atmosfer dan presipitasi. Energi kultural dapat dibedakan atas dua macam yaitu masukan energi biologi dan energi industri. Energi biologi meliputi tenaga kerja manusia dan hewan serta bahan organik seperti pupuk kandang dan benih. Energi industri meliputi semua masukan yang dihasilkan dari proses teknologi modern seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin-mesin pertanian. Energi yang berasal dari tenaga kerja manusia, hewan, atau bahan bakar disebut
13
juga energi langsung. Pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian disebut juga energi tidak langsung. Stout (1990) membedakan energi yang biasa digunakan dalam bidang pertanian dalam dua bagian yaitu energi komersial dan energi non komersial. Energi komersial meliputi bahan bakar, alat dan mesin pertanian, pupuk, pestisida, pompa air, dan irigasi yang dibutuhkan untuk peningkatan produksi pertanian. Energi nonkomersial terdiri atas energi surya, air, angin, dan lainnya yang dapat diperoleh secara bebas.
Energi tenaga kerja manusia Input energi tenaga manusia adalah banyaknya energi yang dipakai untuk melakukan aktivitas selama proses produksi. Revelle (1978) diacu dalam Moechalil (1983) menentukan energi yang digunakan berdasarkan energi metabolik, dengan cara mengukur oksigen atau CO2 yang dihembuskan dari respirasi. Abdullah (1979) mengemukakan bahwa laki-laki sehat berumur 20-29 tahun memerlukan energi dari bahan makanan per hari sebesar 12.50 MJ atau berkisar 10.9-14.2 MJ. Sugito (1993) menggunakan nilai konversi tenaga manusia sebesar 1.453 MJ/jam (laki-laki) dan 1.163 MJ/jam (wanita) untuk menghitung neraca energi produksi tanaman ubi kayu.
Efisiensi energi pertanian Efisiensi energi dalam kegiatan pertanian diperoleh dari perbandingan antara energi input dengan energi output yang dihasilkan. Kegiatan budidaya kedelai yang dilakukan oleh Moeljanto (1994) membutuhkan masukan energi sebesar 753 359 – 888 474 kcal/ha atau 3 156.574 - 3 722.706 MJ/ha. Energi yang dihasilkan dalam kegiatan budidaya tersebut sebesar 942 240 – 1 436 640 kcal/ha atau 3 947.986 - 6 019.522 MJ/ha, dengan efisiensi energi sebesar 1.15 – 1.80. Budidaya padi konvensional yang dilakukan oleh Anuar (1994) membutuhkan masukan energi sebesar 17 162 407 MJ/ha dengan produksi gabah kering giling sebesar 3.27 ton/ha atau energi setara dengan 40 610 455 MJ/ha. Selain energi dari gabah kering giling, dihasilkan pula energi dari jerami sebesar 62 230 947 MJ/ha.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 – April 2011. Lokasi penelitian dilakukan di kebun percobaan jarak pagar milik PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Pengujian kandungan gas di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-IPB dan Laboratorium Gas Chomatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB. Pengujian kandungan nitrat dan amonium tanah serta karbon organik dilakukan di Laboratorium Plant Analysis and Gas Chromatography, Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB. Pengujian kandungan hara pada tanah dan jaringan tanaman jarak pagar di Laboratorium Balai Kesuburan Tanah.
Bahan dan Alat Jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak pagar lokal Dompu-NTB. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, urea slow release dan kompos bungkil jarak. Alat yang digunakan adalah Gas Chamber (tabung gas), Syringe (suntikan), Gas Chromatografi (alat pengukur gas), Global Positioning System/GPS (alat pengukur ketinggian), Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari), ORP meter (alat pengukur keasaman tanah dan potensial reduksi tanah), Spektrofotometer, Bor tanah, Termometer tanah, Moisture Tester, serta oven.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang digunakan terdiri dari 13 taraf dengan tiga ulangan. Dosis pupuk 100% pada masing-masing perlakuan terdiri dari : kompos 2 kg/pohon, urea 80 g/pohon, dan urea slow release 80 g/pohon. Penggunaan
15
dosis urea tersebut berdasarkan penelitian Romli et al. (2006), sedangkan pemakaian dosis kompos didasarkan pada dosis penggunaan pupuk kandang berdasarkan budidaya jarak pagar PT Indocement. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : Urea tebar 50% Urea tebar 100% Urea benam 50% Urea benam 100% Bungkil tebar 50% Bungkil benam 100% Bungkil benam 50% Bungkil benam 100% Slow release tebar 50% Slow release tebar 100% Slow release benam 50% Slow release benam 100% Kontrol (tanpa pupuk) Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu : Bentuk umum dari model linier aditif RKLT: Yij
= μ + τi + βj + ε ij
i
= 1, 2, 3, …, t
j
= 1, 2, …, r
Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ
= rataan umum
τI
= nilai tambah pengaruh perlakuan ke-i
βj
= nilai tambah pengaruh kelompok ke-j
εij
= galat percobaan (nilai tambah pengaruh acak pada perlakuan ke-i kelompok ke-j )
16
Total unit percobaan sebanyak 39 unit. Setiap unit percobaan menggunakan 16 tanaman dengan luasan 64 m2. Sehingga total kebutuhan tanaman sebanyak 624 tanaman, dengan luasan 2 496 m2. Selanjutnya peubah yang diamati dilakukan uji statistik dengan uji F. Apabila setiap perlakuan memberikan pengaruh yang nyata maka diteruskan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pelaksanaan 1.
Identifikasi Lahan Penelitian Tahapan pelaksanaan dalam identifikasi lahan penelitian adalah sebagai berikut: a. Pengambilan sampel tanah untuk mengukur kandungan hara, pH, struktur dan tekstur tanah. b. Pengambilan data cuaca dan iklim di balai lokasi penelitian meliputi curah hujan bulanan dan tahunan, suhu dan kelembaban dengan alat Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari)
2.
Identifikasi GHG Emission Pada Jarak Pagar Melalui Perlakuan Pemupukan a. Persiapan Lahan dan Pemilihan Pohon Jarak Pagar Sebelum dilakukan pemupukan, lahan dibersihkan terlebih dahulu. Kemudian dibuat petak perlakuan. Jarak pagar yang digunakan berumur 2 tahun yang telah ditanam di kebun Indocement dengan jarak tanam 2 x 2.5 m. Pemilihan pohon jarak pagar berdasarkan keseragaman dilihat dari pertumbuhan vegetatif. Caranya dengan memangkas pohon jarak pagar pada ketinggian yang sama yaitu 50 cm dan menyisahkan cabang dengan jumlah yang sama. Selanjutnya, sebelum ditanam kandungan emisi gas rumah kaca pada lahan percobaan dianalisis untuk mengetahui besarnya emisi.
17
b. Perlakuan Pemupukan p Perlakuan pemupukan hanya dilakkukan satu kaali sesuai denngan perlakuuan. c. Pemasangaan Tabung Gas G Bentuk tabbung untuk pengambilaan gas di lapangan l daapat dilihat pada gambar 2. Tabung gas diletakkan di d lahan perccobaan sekittar tanaman jarak j pagar. Tabbung dibenaamkan dengan kedalam man +10 cm dari permuukaan tanah. Tanah tempat peeletakan tabuung gas haru us terhindar dari rerumpputan. Terdapat tiga t posisi tabung t gas pada lahann percobaann. Pertama dekat d dengan tannaman jaraak pagar, kedua diantaara jarak paagar dan ketiga k diletakkan ditengah an ntara empat tanaman jaraak pagar (Gaambar 3).
Selang 2
Selang 1
Valve
Selang 3 Lubang g
Gambar 2 Gas Chhamber (Tab m tanah). Seelang bung untuk pengambilan p n gas di dalam 1 (temppat masuknyya gas ke valve), selang 2 (tempat syyiringe), selaang 3 (tempaat penyimpan n gas, lubanng (keseimb bangan gas di dalam daan di luar tabbung).
Gambar 3 Pem masangan tabuung gas, apllikasi pupuk dan penemppatan tanamaan
18
Pengamatan 1. Pengamatan Emisi Gas a. Pengambilan Gas Pengambilan gas dilakukan pada tiga posisi pemasangan tabung. Sehingga dari 39 satuan percobaan, akan dilakukan pengambilan gas sebanyak 117 tabung. Pengambilan gas dilapangan dilakukan pada pukul 07.00 - 09.00 setiap minggu. Pengambilan gas dilakukan setelah pemasangan Gas chamber selama 10 menit. Gas chamber terbuat dari PVC yang tidak tembus cahaya dengan ukuran diameter 30 cm dan tingginya 30 cm dengan bagian atas tertutup. Gas yang berada pada gas chamber selanjutnya diambil dengan syringe dan dimasukkan dalam tempat penyimpanan gas (tadler bag). b. Pengujian Kandungan Gas Pengujian kandungan gas dilakukan terhadap pola emisi harian (Diurnal Change), kadar gas CH4 dan N2O pada udara ambient, emisi CH4, dan emisi N2O. Pengujian kandungan gas harian (Diurnal Change) dilakukan pada awal sebelum aplikasi pupuk dengan tujuan untuk melihat pola emisi harian gas CH4 dan N2O pada lokasi penelitian. Bila telah diketahui polanya, maka akan dapat ditentukan waktu pengambilan gas rata-rata. Penentuan kadar gas pada ambient ditujukan untuk menentukan emisi yang dihasilkan dari flux yang ada. Pengujian
kandungan
gas
dilakukan
dengan
menggunakan
Gas
chromatography (GC), metode sesuai standar nasional Indonesia (SNI). Pengujian
dilakukan
terhadap
kadar
N2 O
dan
CH4.
Penelitian
menggunakan standar gas CH4 dan N2O sebesar 50 ppm.
¾ Pengukuran N2O dilakukan dengan gas chromatography model HP seri 5890 A dengan panjang kolom 30 m, detector : ECD (Electron Capture Detector); carrier gas : He; suhu detector : 260°C; suhu inlet : 80°C dan suhu kolom : 80°C. Volume injeksi yang digunakan adalah 1ml.
¾ Pengukuran CH4 dilakukan dengan gas chromatography model HP seri 5890 A dengan panjang kolom 30 m, detector : FID (Flame Ionization
19
Detectoor); carrier gas g : N2; suuhu detector : 150°C; suuhu inlet : 120°C dan suh hu kolom : 60°C. 6 Volum me injeksi yaang digunakaan adalah 0.6 6 ml. Sebagai daata pendukun ng, dilakukaan pula peng gamatan terhadap suhu udara, u suhu tanah h, radiasi mattahari dan kaadar air tanaah.
Perhitungaan jumlah em misi :
E
: laju em misi gas (mgg /m2 / jam)
Konsentrassi
: ppm (m ml/m3)
BM
: Bobott molekul CH H4 (16 mgram m / mmol), dan d N2O (444 m / mmol) mgram
Volume
: Volum me gas cham mber ( r = 0.15 m dan t = 0.3 m)
6
: Faktorr pengali perr jam (60 meenit/10 menitt)
STP
: volum me gas dalam m keadaan staandar ( ml / mmol m )
Luas
: Luas area a pengam mbilan sampeel pada gas chamber moll(m2)
2. Pengamattan Peubah Tanah c. Kadar Hara Awal dan Akhir Pengujian kadar haraa dilakukann dengan annalisis tanahh lengkap yang dilakukan di Balai Peenelitian Tannah pada saaat awal sebbelum penelitian dimulai.
Pengujian kadar haraa setelah penelitian p seelesai dilakkukan
terhadap kadar N total dan C-organnik. h d. Pengukuraan Kadar Nittrat dan Amoonium Tanah Pengukuraan kadar nittrat dan am monium tanaah dilakukann sesuai deengan pengamataan gas. Prosses ini didaahului dengaan ekstraksi ion yang dapat d dipertukarkkan dari am monium dann nitrat tanaah. Caranyaa adalah deengan terlebih daahulu mempersiapkan 100 gram tanaah pada botool berukurann 250 ml. Tambaahkan 100 ml m air bebass ion. Pengggunaan air bebas ion seb bagai pengekstraak dikarenaakan pengguunaan KCl yang biassanya digunnakan
20
sebagai pengekstrak N tanah dikhawatirkan mengganggu analisis tanah yang berkadar kapur tinggi. Botol ditutup dan dikocol dengan mechanical shaker selama 1 jam. Biarkan mengendap (kira-kira 10 menit). Lakukan analisis terhadap aliquot yang dihasilkan. Analisi kadar nitrat dan amonium dilakukan dengan metode Steam distillation (Bremner and Keeney, 1965). e. Pengukuran Kadar Air Tanah Pengukuran kadar air tanah dilakukan di laboratorium dengan metode gravimetri. f. Pengukuran pH dan Eh tanah Pengukuran pH dan Eh tanah dilakukan setiap pengambilan sampel nitrat dan amonium. Pengukuran dilakukan dengan ORP meter. Prosedur pengamatan diawali dengan pengambilan sampel tanah sebanyak 10 gram sesuai perlakuan dengan menggunakan bor tanah. Tanah dimasukan ke dalam botol kocok, kemudian ditambahkan air bebas ion sebanyak 50 ml. Campuran tanah dan air bebas ion dikocok secara manual. Pengukuran dilakukan terhadap cairan campuran tanah dan air bebas ion hingga nilai yang stabil. g. Pengukuran Suhu udara dan Kelembaban Udara Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan setiap kali pengamatan dengan penggunaan Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari). h. Analisis Kandungan Hara Pada Tanah Analisis kandungan hara C dan N dilakukan di laboratorium kesuburan tanah. Analisis C dilakukan dengan metode Walkley and Black (Greweling and Peech 1960). Analisis N dilakukan dengan metode Kjeldahl (Bremner 1960). Analisis kadar N dan C dilakukan pada akhir periode perlakuan (5 bulan) pada 6 kedalaman (0-10 hingga 50-60 cm) pada tiga perlakuan yaitu KO (kontrol), SB1 (Slow release benam 100%), BB1 (bungkil benam 100%) dan UB1 (Urea benam 100%).
21
i. Pengukuran Daya Serap atau Carbon Stock pada tanaman dan serasah Pengukuran serapan C organik tanaman dilakukan dengan metode pengabuan kering (Allison et al. 1965). Pengukuran daya serap karbon dilakukan pada seluruh bagian tanaman (akar, tangkai, daun dan batang). Berikut ini adalah prosedur analisis serapan karbon pada tanaman : 1. Biomas tanaman termasuk akar dikeringkan dengan oven pengering, kemudian digiling menggunakan grinder sampai halus atau berbentuk serbuk. 2. Biomas yang telah dihaluskan kemudian ditimbang dan diletakkan di cawan yang sudah diketahui bobotnya. 3. Biomas kemudian dipanaskan menggunakan tanur pembakar pada suhu 105°C. 4. Setelah didinginkan, cawan dan sampel biomas ditimbang untuk mengetahui bobot yang hilang setelah pembakaran. 5. Cawan dan biomas kemudian dimasukkan kembali tanur pembakar hingga tanur bersuhu 700°C dan sampel berubah menjadi abu. 6. Cawan dan sampel ditimbang kembali untuk mengetahui kadar C organik yang tertinggal dalam tanaman. Analisis karbon organik dari sampel tanaman yang telah diambil dapat menggunakan persamaan berikut ini :
C-Organik (%)
1.724
100 %
Keterangan : A
= bobot cawan kosong (g)
B
= bobot cawan kosong + contoh (g)
C
= bobot cawan kosong + contoh setelah dipanaskan dengan suhu 105°C (g)
D
= bobot cawan kosong + contoh setelah dipanaskan dengan suhu 700°C (g)
1.724
= faktor koreksi (kadar C 58 % mudah teroksidasi)
22
2
Pengukuran Pertumbuhan dan Produktivitas Jarak Pagar Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tanaman jarak pagar kaitannya dengan penggunaan berbagai jenis pupuk. Peubah yang diamati meliputi fase vegetatif dan generatif. Peubah tersebut terdiri dari : a. Tinggi tanaman (diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi) b. Diameter batang (diukur dari 10 cm dari permukaan tanah) c. Jumlah daun per tanaman d. Jumlah cabang tersier e. Jumlah cabang produktif f. Persentase tanaman berbunga g. Jumlah buah per tanaman h. Bobot buah segar per tanaman i. Bobot biji basah per tanaman j. Bobot biji kering per tanaman k. Bobot biji kering per ha
3
Analisis Energi Asumsi Dalam Perhitungan Energi a. Energi yang dimasukan dalam perhitungan efisiensi energi dibatasi pada input energi komersial. b. Input energi komersial yang diperhitungkan dibatasi pada input yang diperlukan untuk proses produksi dan panen. c. Standar nilai energi ditentukan berdasarkan perhitungan para pakar yang pernah dipublikasikan. Jika belum diketahui, ditentukan berdasarkan energi masukan untuk memproduksi materi tersebut. Output energi ditentukan dengan menggunakan bom kalorimeter.
23
Perhitungan Output dan Input Energi a. Output energi dihitung berdasarkan nilai kandungan energi seluruh hasil ekonomi (biji) dan brangkasan (bagian atas) tanaman. Untuk mengukur kandungan energi dalam bahan kering hasil tersebut digunakan bom kalorimeter. b. Input energi komersial, dihitung berdasarkan nilai konversi energi setiap bahan atau aktivitas dengan jumlah masukan yang dipakai (pupuk dan tenaga kerja manusia).
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah bertanah kapur dengan karakteristik pH tinggi (agak basa). Kondisi N total tergolong sangat rendah. Tabel 1 Hasil analisis tanah di lokasi penelitian Sifat Tanah Tekstur
Satuan %
C N C/N P2O5 HCl 25% P2O5 Bray I P2O5 Olsen K2O HCL 25% KTK K Na Mg Ca Alumunium
(%) (%) (mg/100g) (ppm) (ppm) (mg/100g) (cmol(+)/kg) (cmol(+)/kg) (cmol(+)/kg) (cmol(+)/kg) (cmol(+)/kg) (%)
Hasil analisis Pasir 24%, debu 46%, liat 30% 0.92 0.08 12 21 10 8 8.59 0.08 0.16 0.96 17.88 -
Kriteria tanah Lempung berliat Sangat rendah Sangat rendah Sedang Sedang Rendah Sangat rendah Rendah Sangat rendah Rendah Rendah Tinggi -
Ket: Standar berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Sumber : Hasil analisis laboratorium balai penelitian tanah, Bogor (Lampiran 10)
Tanah di daerah penelitian memiliki karakteristik agak basa. Kondisi pH pada kisaran 7.7 masih tergolong kondisi yang baik dalam hal kemampuannya melarutkan unsur hara tanah. Unsur N dan unsur hara makro lainnya tersedia dengan baik pada pH > 6 hingga netral atau sedikit alkalis. Kondisi Ca yang tinggi berdampak buruk bagi kadar P total tanah, karena unsur fosfat menjadi tidak tersedia dikarenakan P terikat dengan Ca membentuk Ca-P, sehingga ketersediaan P rendah. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman yang telah tumbuh selama 2 tahun. Tanaman dipangkas setinggi 50 cm pada semua perlakuan. Antar perlakuan dipisahkan dengan adanya parit dengan lebar 40 cm.
25
Gambar 4 Kondisi awal penelitian
Pertumbuhan Vegetatif
Tinggi Tanaman Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 14 minggu setelah perlakuan. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Bungkil Benam 100% memberikan tinggi tanaman terbaik hingga mencapai 123.41 cm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, bungkil terbar dosis penuh, Slow Release Tebar 100% dan Slow Release Tebar 50%. Penggunaan perlakuan pupuk slow release benam, bungkil tebar, Bungkil Benam 50%, urea tebar, dan Urea Benam 50% memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Tabel 2 Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap tinggi tanaman 7 MSP 9 MSP 12 MSP 14 MSP Tinggi tanaman (cm)
Perlakuan
Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50%
74.50 78.60 76.31 84.28 79.90 76.78 80.23 86.06 87.40
79.56 92.23 88.07 99.72 91.87 89.57 91.06 102.26 99.98
86.85 97.87 92.41 106.06 93.07 98.70 92.52 110.22 105.45
91.12 101.93 101.79 117.99 96.53 105.40 102.78 123.41 111.59
d b-d b-d ab cd a-d b-d a a-c
26 Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
77.64 78.47 74.07 80.20
90.65 87.01 82.80 87.37
94.55 88.03 85.57 91.05
106.58 94.38 91.27 95.99
a-d cd d cd
MSP : Minggu setelah perlakuan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Jumlah Daun Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata memberikan peningkatan jumlah daun tanaman jarak. Pengaruh tersebut terlihat pada akhir pengamatan, yaitu umur 5 bulan setelah aplikasi pupuk. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Bungkil Benam 100%
memberikan jumlah daun tanaman terbanyak.
Jumlah daun terbanyak mencapai 1 170 daun/tanaman. Tabel 3 Pengaruh berbagai perlakuan pupuk terhadap jumlah daun per tanaman Perlakuan Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
7 MSP* 17.47 19.20 18.58 19.29 20.33 18.52 18.77 20.89 20.00 18.76 18.86 17.20 19.05
9 MSP* 20.60 23.47 23.88 23.08 24.90 21.78 22.43 26.41 23.67 23.64 21.75 20.43 23.65
5 BULAN (total) 1 006.9 ab 1 037.1 ab 683.4 bc 855.4 a-c 771.3 a-c 788.1 a-c 960.0 ab 1 170.0 a 1 095.6 ab 993.2 ab 785.2 a-c 642.3 bc 473.1 c
MSP : Minggu setelah perlakuan *: jumlah daun yang dihitung pada cabang sampel Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
27
Jumlah Cabang Pengukuran terhadap jumlah cabang dilakukan pada jumlah cabang tersier hasil perlakuan pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cabang tersier terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100% dengan jumlah cabang sebanyak 20.6 cabang/tanaman. Namun hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk Bungkil Benam 100% yang sebelumnya memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Tabel 4 Jumlah cabang tersier pada berbagai perlakuan pupuk Perlakuan Cabang tersier** 18.0 ab Urea Tebar 50% 20.6 a Urea Tebar 100% 8.9 d Urea Benam 50% 12.9 c Urea Benam 100% 16.6 bc Bungkil Tebar 50% 14.0 bc Bungkil Tebar 100% 16.9 a-c Bungkil Benam 50% 16.9 a-c Bungkil Benam 100% 18.1 ab Slow Release Tebar 50% 15.2 bc Slow Release Tebar 100% 14.3 bc Slow Release Benam 50% 14.0 bc Slow Release Benam 100% 15.2 bc Kontrol Ket
:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %
Pertumbuhan Generatif
Persentase Tanaman Berbunga dan Jumlah Cabang Produktif Pengamatan persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif dilakukan pada umur 12 minggu setelah perlakuan. Penggunaan waktu 12 minggu, dikarenakan waktu tersebut adalah periode umum pembungaan tanaman jarak. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Bungkil Benam 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Tebar 100%, dan Urea Tebar 100% memberikan persentase tanaman berbunga yang tertinggi. Perlakuan kontrol terlihat belum menghasilkan bunga pada umur 12 minggu setelah perlakuan.
28
Jumlah cabang produktif terbanyak dihasilkan oleh penggunaan pupuk Urea Tebar 100%, yaitu sebanyak 9 cabang. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan penggunaan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, dan Bungkil Benam 100%. Tabel 5 Persentase tanaman berbunga dan jumlah cabang produktif pada umur 12 minggu setelah pemupukan Perlakuan Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
Persentase tanaman berbunga (%) 40 b-e 80 a 60 a-d 60 a-d 60 a-d 80 a 80 a 80 a 60 a-d 60 a-d 20 de 20 de 0 e
Jumlah cabang produktif 4 b-f 9 a 1 ef 5 a-e 3 c-f 5 a-e 7 ab 7 ab 5 a-e 6 a-d 2 d-f 2 d-f 0 f
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Panen Penggunaan pupuk berpengaruh nyata meningkatkan peubah panen tanaman jarak. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah buah yang dihasilkan, dan berpengaruh nyata terhadap bobot buah dan jumlah biji. Bobot biji basah tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil jumlah buah terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100% sebanyak 28.56 biji. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, dan Slow Release Tebar 100% maupun 50%. Penggunaan pupuk Urea Tebar 50% menghasilkan jumlah buah paling sedikit. Peubah bobot buah dan jumlah biji dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemupukan. Bobot buah terbanyak diperoleh dari penggunaan pupuk
29
Urea Tebar 100%
sebanyak 147.01 g/tanaman. Jumlah biji terbanyak juga
dihasilkan dari perlakuan Urea Tebar 100% sebanyak 75 biji/pohon. Hasil tertinggi bobot buah dan jumlah biji pada perlakuan Urea Tebar 100%, tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, dan Slow Release Tebar 100% maupun 50%.
30
Tabel 6 Jumlah buah, bobot buah, jumlah biji dan bobot biji basah pada berbagai perlakuan pupuk selama 5 bulan Perlakuan
Jumlah buah
Bobot buah (g)
Jumlah biji
Bobot biji basah (g)
Bobot biji kering per ha (populasi 2500) (kg)
Per tanaman Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
2.33 28.56 6.00 17.43 3.83 18.76 9.18 15.30 15.06 13.33 3.50 7.83 4.17 :
e a b-e a-c de ab a-e a-d a-e a-e c-e b-e c-e
10.60 c 147.01 a 14.57 c 70.00 a-c 29.98 bc 88.99 ab 53.67 a-c 67.78 a-c 84.27 ab 54.59 a-c 20.80 bc 41.83 bc 29.97 bc
6.67 75.00 19.86 34.14 9.42 47.39 24.52 40.07 39.61 33.33 11.29 20.00 11.00
d a b-d a-d cd ab b-d a-c a-d a-d b-d b-d b-d
5.17 56.51 11.90 38.16 8.13 33.40 19.07 28.93 31.13 23.80 9.50 16.72 11.07
d a b-d ab d ab abc a-c a-c a-c cd b-d b-d
6.46 70.64 14.88 47.70 10.16 41.75 23.84 36.16 38.91 29.75 11.88 20.90 13.84
d a b-d ab d ab a-c a-c a-c a-c cd b-d b-d
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
30
31
Emisi
Pola Emisi Diurnal Penggunaan pupuk tidak terlepas dari pengaruhnya terhadap lingkungan udara. Selain pengaruh positifnya terhadap penambahan kadar hara tanah dan pengaruhnya dalam menyuplai hara tanaman, penggunaan pupuk juga mampu menghasilkan emisi gas yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Penentuan waktu pengambilam sampel terbaik dilakukan dengan uji perubahan harian (Diurnal Change) terhadap gas-gas yang berpotensi dihasilkan. Gas yang dianalisis adalah gas metana (CH4) dan gas dinitrogen oksida (N2O). Pengukuran perubahan harian gas dilakukan setiap jam selama 24 jam. Diurnal Metana (CH4) Hasil pengukuran CH4 per jam selama 24 jam memberikan nilai sebesar 0 - 0.648 ppm atau setara dengan 0 - 0.615 mg C/m2/jam. Emisi rata-rata gas metana sebesar 0.244 ppm atau setara 0.231 mg C/m2/jam. Konsentrasi emisi metana tertinggi dihasilkan pada pukul 24.00. Konsentrasi CH4 yang mendekati nilai ratarata dihasilkan pada pukul 06.00, 13.00, 14.00, 19.00, 22.00, dan 23.00. Pengukuran kadar ambient CH4 saat pengambilan sampel Diurnal Change ditampilkan dalam Lampiran. CH4
2.0
RATA-RATA
CH4 (ppm)
1.5 1.0 0.5 0.0 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5 -0.5
Waktu (Jam) Gambar 5 Emisi gas CH4 setiap jam selama 24 jam
32
Diurnal Dinitrogen Oksida (N2O) Hasil pengukuran emisi gas N2O setiap jam selama 24 jam menunjukkan bahwa konsentrasi emisi N2O berkisar 0-2.607 ppm atau setara dengan 0- 2.885 mg N/m2/jam. Emisi rata-rata N2O sebesar 1.200 ppm atau 1.328 mg N/m2/jam. Konsentrasi tertinggi emisi N2O dihasilkan pada pukul 10.00, 11.00, 18.00, 19.00, 21.00, 23.00 dan 5.00. 5.0 N2O
N2O (ppm)
4.0
RATA-RATA
3.0 2.0 1.0 0.0 6 7 8 9 101112131415161718192021222324 1 2 3 4 5 -1.0
Waktu (Jam) Gambar 6 Emisi gas N2O setiap jam selama 24 jam Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa emisi gas metana dan gas dinitrogen oksida berkorelasi sangat nyata dengan korelasi positif (p<.0001; r =0.916). Pada siklus harian emisi, gas metana dan dinitrogen oksida tidak berkorelasi dengan suhu tanah dan suhu udara. Pengukuran kadar ambient N2O saat pengambilan sampel Diurnal Change ditampilkan dalam Lampiran. Tabel 7 Hasil uji korelasi antar peubah pada analisis perubahan harian emisi CH4 dan N2O Peubah Suhu tanah Suhu tanah 1 Suhu udara 0.74902** CH4 tn tn N2 O Ket: 0-1 : Koefisien Korelasi, berpengaruh nyata
N2 O Suhu udara CH4 0.74902** tn tn 1 tn tn tn 1 0.91588** tn 0.91588** 1 **: berpengaruh sangat nyata, tn : tidak
33
Emisi Metana (CH4) Emisi gas metana diukur sebanyak empat kali yaitu 3 hari setelah perlakuan, 5 hari setelah perlakuan, 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap emisi gas metana. Hasil ini terlihat pada waktu 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan. Emisi gas metana tertinggi pada 7 hari setelah pemupukan terdapat pada perlakuan Urea Tebar 100% sebesar 1.126
mg CH4/m2/jam. Emisi terendah
terdapat pada perlakuan Urea Benam 50% sebesar 0.020 mg CH4/m2/jam. Emisi terendah yang dihasilkan oleh perlakuan Urea Benam 50% tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Bungkil Tebar 50%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Tebar 100%, Slow Release Benam 100% dan kontrol. Emisi metana pada 14 hari setelah pemupukan menunjukkan bahwa emisi metana tertinggi dihasilkan oleh perlakuan Bungkil Tebar 50% sebesar 1.521 mg CH4/m2/jam. Emisi metana terendah terdapat pada perlakuan Urea Tebar 50%. Emisi terendah tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, Urea Benam 50%, urea benam 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Benam 50%, Slow Release Benam 100% dan kontrol. Tabel 8 Emisi gas metana (CH4) pada teknik pemupukan yang berbeda Perlakuan
Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100%
3 HSP
5 HSP
0.436 0.307 0.539 0.588 0.547 0.445 0.540 0.402 0.515 0.371
0.458 1.189 0.195 1.310 0.573 0.228 0.642 0.655 0.765 0.326
7 HSP 14 HSP 2 mg CH4/ m /jam 0.266 1.126 0.020 0.938 0.221 0.511 0.877 0.387 0.448 0.682
b-d a d ab cd a-d a-c b-d b-d a-d
0.404 0.651 0.927 0.800 1.521 1.094 0.775 0.895 0.749 1.275
d cd b-d b-d a a-c b-d b-d b-d ab
Rata-rata 0.392 0.819 0.421 0.909 0.716 0.569 0.709 0.584 0.619 0.663
34 Perlakuan
3 HSP
5 HSP
Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol
0.492 0.273 0.265
0.529 0.546 0.486
Ket
:
7 HSP 14 HSP mg CH4/ m2/jam 0.839 a-c 0.552 cd 0.503 a-d 0.782 b-d 0.236 cd 0.739 b-d
Rata-rata 0.604 0.526 0.431
HSP: Hari setelah perlakuan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Emisi N2O Emisi gas dinitrogen oksida diukur sebanyak empat kali yaitu 3 hari setelah perlakuan, 5 hari setelah perlakuan, 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan. Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap emisi gas dinitrogen oksida. Hasil ini terlihat pada waktu 7 hari setelah perlakuan dan 14 hari setelah perlakuan. Tabel 9 Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) pada pemupukan yang berbeda Perlakuan Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
3 HSP 0.317 0.264 0.202 0.344 0.630 0.564 0.344 0.431 0.699 0.358 0.337 0.237 0.647
5 HSP 0.386 0.483 0.414 0.696 0.525 0.348 0.675 0.567 0.588 0.397 0.762 0.522 0.894
7 HSP 14HSP mg N2O/ m2/jam 0.431 0.508 0.574 1.179 0.870 0.661 0.859 1.026 1.005 0.957 0.741 0.984 0.129
a a a a a a a a a a a a b
2.898 4.762 2.769 4.703 4.139 5.252 4.271 4.755 1.739 5.513 4.463 5.913 2.560
Rataan b-d a-c b-d a-c a-d a-c a-d a-c d ab a-d a cd
1.009 1.506 0.991 1.732 1.541 1.708 1.537 1.694 1.009 1.805 1.576 1.913 1.057
HSP: Hari setelah perlakuan Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
35
1.8
UT0.5 UT1 UB0.5 UB1 BT0.5 BT1 BB0.5 BB1 ST0.5 ST1 SB0.5 SB1 K0
1.6
N2O (ppm)
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 3
5
7
14
Hari Setelah Pemupukan
Gambar 7 Pola emisi pada 3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan Emisi gas dinitrogen oksida lebih tinggi pada perlakuan pupuk dibandingkan kontrol pada 7 hari setelah pemupukan. Kadar emisi gas dinitrogen oksigen pada 14 hari setelah pemupukan menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Kadar emisi dinitrogen oksida tertinggi terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 100% yang mencapai 5.913 mg N2O/m2/jam. Kadar emisi gas dinitrogen oksida terendah terlihat pada perlakuan Slow Release Tebar 50% sebesar 1.739 mg N2O/m2/jam. Hasil terendah ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Benam 50%, dan kontrol.
Pola Emisi Harian Pola emisi harian dilihat untuk mengetahui adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi perbedaan rataan emisi pada hari ke-3, 5, 7 dan 14 hari setelah pemupukan. Pola emisi harian menunjukkan bahwa tren emisi CH4 memiliki tren yang sama dengan suhu tanah. Peubah lingkungan lainnya seperti suhu udara, radiasi matahari, dan kadar air tanah tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan emisi CH4. lingkungan.
Emisi N2O tidak menunjukan dipengaruhi oleh peubah
36
0.27
31.00 30.00
Suhu (oC)
29.00 Suhu tanah (°C)
28.00 27.00 26.00
0.26
Kadar Air (m3/m3)
Suhu udara (°C)
25.00
0.26 0.25 0.25 0.24 0.24 0.23
24.00
0.23 3 5 7 14 Hari setelah pemupukan
3
5 7 14 Hari setelah pemupukan
saat pengamatan CH4 dan N2O
pengamatan CH4 dan N2O
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
CH4 n2o N2O
Radiasi matahari (W/m2)
Gambar 9 Kadar air tanah saat
Emisi (ppm)
Gambar 8 Suhu udara dan suhu tanah
3 5 7 14 Hari setelah pemupukan
700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 3
5
7
14
Hari setelah pemupukan
Gambar 10 Pola emisi harian CH4 dan
Gambar 11 Radiasi matahari saat
N2 O
pengamatan CH4 dan N2O
Kondisi Tanah Kadar Amonium, Nitrat, pH, Eh, Kadar Air Pada Hari Ke-14 Setelah Pemupukan Pengamatan terhadap peubah tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap kadar hara nitrogen tanah dan hubungannya dengan emisi gas metana dan gas dinitrogen oksida. Analisis peubah tanah dilakukan pada waktu 2 minggu setelah aplikasi pemupukan. Hasil analisis menunjukkan bawah kadar Eh tanah dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan pupuk. Kadar amonium, nitrat dan kadar air
37
berbeda sangat nyata oleh penggunaan pupuk. Kadar pH tidak dipengaruhi oleh penggunaan pupuk. Hasil analisis Eh tanah menunjukkan bawah nilai Eh tanah tertinggi terdapat pada perlakuan urea tebar sebesar -2.73 mV. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50% dan Slow Release Benam 100%. Nilai Eh tanah terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar -43.45 mV. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, urea benam 100%, Bungkil Tebar 50%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Tebar 100%, dan Slow Release Benam 50%.
38
Tabel 10 Nilai pH, Eh, kadar air tanah, kadar amonium dan nitrat tanah setelah 2 minggu aplikasi pupuk Perlakuan
pH
Eh*
Kadar air** %
mV Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
7.80 7.30 7.95 7.67 7.80 7.26 7.83 7.55 7.24 7.76 7.88 7.38 8.02
-31.00 - 2.73 -39.70 -23.73 -30.20 -32.80 -33.70 -16.77 -16.80 -30.43 -35.50 - 6.60 -43.45
b-d a cd a-d b-d cd cd a-c a-c b-d cd ab d
32.75 40.15 28.16 32.09 24.79 37.08 33.60 43.80 37.59 36.09 26.56 34.99 32.40
b-e ab c-e b-e e a-c b-e a a-c a-d de a-d b-e
Amonium**
Nitrat**
ppm
ppm
13.82 11.51 11.39 14.56 21.06 25.50 15.79 15.86 20.63 18.26 14.83 17.04 9.42
b-c cd cd b-c ab a b-d b-d ab a-c b-d b-d d
165.64 297.20 122.12 357.24 138.91 197.62 127.02 293.33 274.76 235.68 102.47 281.00 107.71
b-d ab c-d a b-d a-d c-d ab a-c a-d d a-c d
* : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 % ** : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %
38
39
Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100% sebesar 43.80%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, Bungkil Tebar 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Tebar 100%, dan Slow Release Benam 100%. Kadar air terendah terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 50% sebesar 24.79%. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, urea benam 100%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Benam 50%, dan kontrol. Hasil analisis tingkat disosiasi nitrogen menunjukkan bahwa kadar amonium lebih rendah dibandingkan kadar nitrat. Hal ini dikarenakan kondisi lahan kering lebih memungkinkan kondisi oksidasi. Hal ini mendorong lebih banyak terbentuknya ion nitrat sebagai hasil reaksi oksidasi N dibandingkan ion amonium sebagai hasil proses reduksi. Kadar amonium tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 100% sebesar 25.50 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Bungkil Tebar 50%, dan Slow Release Tebar 50%. Kadar amonium terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 9.42 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, urea benam 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Benam 50%, dan Slow Release Benam 100%. Kadar nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan Urea Benam 100% sebesar 357.24 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 100%, Slow Release Tebar 50%, Slow Release Tebar 100%, dan Slow Release Benam 100%. Kadar nitrat terendah terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 50% sebesar 102.47 ppm. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Urea Tebar 50%, Urea Benam 50%, Bungkil Tebar 50%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Slow Release Tebar 100% dan kontrol.
40
Kadar Amonium, Nitrat, pH, Eh, Kadar Air, Karbon dan Nitrogen Pada Akhir Pengamatan Analisis peubah tanah juga dilakukan pada akhir pengamatan untuk menentukan kadar N setelah lima bulan aplikasi pupuk N. Namun, analisis peubah tanah pada bulan ke-5 setelah perlakuan hanya dilakukan pada perlakuan pemupukan benam dosis penuh pada ketiga jenis pupuk yang digunakan. Analisis peubah tanah dilakukan pada 6 kedalaman yaitu 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm dan 50-60 cm.
Jenis Pupuk Jenis pupuk berpengaruh nyata terhadap nilai pH, Eh, kadar air dan nitrat tanah. Nilai pH dan Eh berkorelasi sangat nyata dengan korelasi negatif (p<.0001; r : 0.840). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai pH akan diikuti rendahnya nilai Eh tanah. Perlakuan Bungkil Benam 100% menghasilkan nilai pH tertinggi dan Eh terendah yaitu 7.76 dan -36.68 mV. Perlakuan Bungkil Benam 100% juga menghasilkan kadar air tertinggi yaitu 30.03 % dan kadar nitrat tertinggi hingga 56.11 ppm. Kadar amonium tidak dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan pupuk pada lima bulan setelah perlakuan. Tabel 11 Pengaruh jenis pupuk terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah Perlakuan Bungkil Benam 100% Slow Release 100% Urea Benam 100% Ket
:
pH
Eh (mV)
7.76 a 7.33 c 7.51 b
-36.68 c - 9.74 a -26.53 b
Kadar Air (%) 30.03 a 25.76 b 24.93 b
Amonium (ppm) 17.04 15.04 16.03
Nitrat (ppm) 56.11 a 41.11 b 48.76 ab
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
41
Kedalaman Kedalaman lapisan tanah mempengaruhi secara nyata terhadap nilai pH dan Eh tanah, namun tidak mempengaruhi kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah. Kedalaman tanah 0-10 cm memiliki nilai pH tertinggi (7.77) dan Eh terendah yaitu -36.59 mV. Nilai pH terlihat semakin menurun secara nyata oleh kedalaman tanah. Sebaliknya, nilai Eh tanah semakin meningkat dengan kedalaman tanah. Kadar nitrogen anorganik tanah tidak dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Hal ini dikarenakan pada kedalaman 0 cm hingga 60 cm merupakan kedalaman tanah dimana masih ditemukan adanya akar-akar tanaman jarak. Tabel 12 Pengaruh kedalaman terhadap nilai pH, Eh, kadar air, kadar amonium dan nitrat tanah Kedalaman 0-10 10_20 20-30 30-40 40-50 50-60
pH 7.77 7.69 7.57 7.53 7.52 7.11
a ab ab b b c
Eh (mV) -36.69 -33.63 -25.14 -22.40 -20.94 - 6.74
c c b b b a
Kadar Air (%) 23.74 25.92 25.96 27.56 28.25 29.76
Amonium (ppm) 19.17 19.32 11.48 12.94 16.69 17.06
Nitrat (ppm) 56.34 43.44 45.13 45.91 55.67 45.49
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Interaksi Kedalaman dan Jenis Pupuk Nilai pH dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi kedalaman dan jenis pupuk. Perlakuan bungkil benam
pada kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm
memiliki nilai pH tertinggi hingga 7.85. Tabel 13 Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai pH** tanah Perlakuan Bungkil Benam 100% Slow Release 100% Urea Benam 100% Ket
:
0-10 7.74 a-d 7.81 ab 7.75 a-d
10_20 7.85 a 7.41 c-f 7.82 ab
20-30 7.85 a 7.23 fg 7.64 a-e
30-40 7.76 a-c 7.34 e-g 7.49 a-f
40-50 7.76 a-c 7.44 b-f 7.36 d-g
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %
50-60 7.63 a-e 6.46 h 7.02 g
42
Kadar air dipengaruhi secara nyata oleh interaksi kedalaman dan jenis pupuk. Perlakuan bungkil benam pada kedalaman 0-10 cm memberikan kadar air tertinggi hingga 42.37 %. Tabel 14 Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap nilai kadar air tanah* Perlakuan
0-10
Bungkil Benam 100% Slow Release 100% Urea Benam 100% Ket
:
42.37 a
10_20
20-30 30-40 40-50 50-60 Kadar air (%) 25.70 bc 26.99 bc 29.02 bc 29.27 bc 30.93 b
22.62 bc 23.26 bc 27.11 bc 29.44 bc 31.75 b 17.72 c 18.25 c 22.26 bc 23.79 bc 26.30 bc 28.24 bc 30.77 b
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Kadar nitrat juga dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi kedalaman dan pupuk. Terlihat bahwa perlakuan bungkil benam pada kedalaman 0-10 cm menghasilkan kadar nitrat tertinggi mencapai 84.39 ppm. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan Bungkil Benam 100% pada kedalaman 40-50 cm. Tabel 15 Pengaruh jenis pupuk dan kedalaman terhadap kadar nitrat** tanah Perlakuan
0-10
Bungkil Benam 100% Slow Release 100% Urea Benam 100% Ket
:
10_20
84.39 a
20-30 30-40 40-50 Kadar nitrat (ppm) 46.78 b-d 38.71 cd 49.00 b-d 68.02 ab
49.79 b-d
43.41 b-d 41.22 cd
40.41 cd 45.09 b-d 43.14 b-d 51.58 b-d
27.53 d 59.15 bc
46.95 b-d 43.29 b-d 41.77 cd 55.68 bc
50-60
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 %
Kadar Karbon dan Nitrogen Total Tanah Kadar karbon dan nitrogen tanah semakin menurun dengan penambahan kedalaman tanah. Kadar karbon organik tertinggi terdapat pada penggunaan Bungkil Benam 100% hingga mencapai > 2 %. Kadar N total tertinggi terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100% yang mencapai 0.18 %.
43
Kadar C‐Organik (%)
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50
0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60
0.00
KO
SB1
BB1
UB1
Kedalaman (cm)
Gambar 12 Kadar karbon organik pada perlakuan pemupukan Ket :
KO : kontrol SB1 : Slow Release Benam 100%
BB1 : Bungkil Benam 100% UB1 : Urea benam 100%
0.20 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60 0‐10 10_20 20‐30 30‐40 40‐50 50‐60
Kadar N‐Total (%)
Sumber : Hasil analisis laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, Bogor (Lampiran 11)
KO
SB
BB
UB
Kedalaman (cm)
\Gambar 13 Kadar Nitrogen total pada perlakuan pemupukan Ket :
KO : kontrol SB1 : Slow Release Benam 100%
BB1 : Bungkil Benam 100% UB1 : Urea benam 100%
Sumber : Hasil analisis laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, Bogor (Lampiran 11)
44
Kapasitas penyerapan CO2 Kapasitas penyerapan CO2 dapat dihitung dari laju fotosintesis tanaman persatuan luas persatuan waktu yang dikalikan dengan waktu dan luas daun tanaman jarak sesuai dengan periode pertumbuhannya. Laju fotosintesis tanaman jarak dihitung berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raden (2009) yang dilakukan selama 14 minggu umur daun dengan nilai rataan laju fotosintesis sebesar 5.39145 μmol CO2/m2/s (Lampiran 9). Pemupukan berpengaruh secara nyata terhadap kapasitas penyerapan CO2 tanaman jarak pagar pada umur 7 dan 9 MST sesuai dengan perkembangan jumlah daun. Kapasitas penyerapan CO2 tertinggi pada umur 7 MST tercapai pada perlakuan Urea Tebar 50% yang mencapai 0.0398 ton CO2/ha/hari. Perlakuan Urea Tebar 50% juga memberikan hasil terbaik pada umur 9 MST yang mencapai 0.0486 ton CO2/ha/hari. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan CO2 tertinggi pada umur tanaman 5 bulan terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100% yang mencapai 0.1177 ton CO2/ha/hari. Kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 pertahun (365 hari) dapat mencapai 42.961 ton CO2/ha/tahun pada perlakuan Bungkil Benam 100% atau 42% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Nilai ini dihitung berdasarkan kondisi tanaman dewasa yaitu saat berumur 5 bulan dengan asumsi peningkatan yang sama tiap bulannya. Kemampuan serapan CO2 tanaman selain dibedakan oleh laju fotosintesis tanaman, dibedakan juga oleh luas daun yang dihasilkan.
Tabel. 16 Luas daun tanaman jarak yang dihasilkan pada beberapa perlakuan Perlakuan Slow Release Tebar 50% Slow Release Benam 50% Urea Tebar 50% Urea Benam 50% Kontrol
Luas daun tanaman jarak (m2/ha) 9 MSP 20 MSP 7 MSP 3 312.046 2 543.727 3 085.050 3 881.040 2 841.308
4 055.899 2 991.341 3 638.475 4 743.493 3 527.398
10 750.140 7 704.993 9 880.097 6 706.299 8 068.056
45 Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Benam 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 100% Urea Tebar 100% Urea Benam 100%
3 112.100 3 464.491 3 552.125 2 797.391 2 646.178 2 362.850 1 622.906 2 441.963
3 720.148 4 379.327 4 203.348 3 526.569 3 051.933 2 807.029 2 085.761 2 920.862
9 633.694 6 302.896 7 568.708 9 420.000 7 733.340 11 480.630 10 176.650 8 394.049
Tabel 17 Kemampuan menyerap CO2 berdasarkan perhitungan laju fotosintesis Perlakuan Slow Release Tebar 50% Slow Release Benam 50% Urea Tebar 50% Urea Benam 50% Kontrol Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Benam 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 100% Urea Tebar 100% Urea Benam 100% Ket
:
Kemampuan menyerap CO2 (ton/ha/hari) 9 MSP 20 MSP 7 MSP 0.0316 0.0166 0.0398 0.0250 0.0364 0.0271 0.0287 0.0242 0.0339 0.0319 0.0261 0.0355 0.0291
bc e a d ab cd cd d b bc d ab cd
0.0373 0.0214 0.0486 0.0299 0.0431 0.0313 0.0361 0.0288 0.0416 0.0381 0.0307 0.0449 0.0361
b-d f a de a-c de c-e ef a-c b-d de ab c-e
0.1102 0.0790 0.1013 0.0687 0.0827 0.0987 0.0646 0.0776 0.0965 0.0792 0.1177 0.1043 0.0860
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 1 % Asumsi pengukuran : 1. Daun aktif adalah ¼ bagian dari total daun yang terbentuk tanpa pemangkasan. Hal ini diperhitungkan dari kondisi lapangan (Lampiran 8 ) 2. Kondisi ¼ daun atas yang terbuka berada dalam kondisi aktif berfotosintesis 3. Cuaca cerah 4. Perhitungan waktu fotosintesis dilakukan selama 12 jam atau 43 200 detik/hari.
Simpanan Karbon
Simpanan Karbon dari Tanaman Tanaman memiliki kemampuan dalam menyerap karbon di udara (carbon sequestration) dalam proses fotosintesisnya. Kemampuan tanaman dalam mengakumulasi karbon ditentukan oleh jenis tanaman. Hasil analisis karbon pada tanaman jarak pagar menunjukkan bahwa kadar karbon organik (C-organic) tanaman pada berbagai bagian tanaman memiliki nilai antara 49.95 %-55.01 %.
46
Tabel
18
Kadar karbon organik pada tanaman jarak pagar menurut bagian tanaman Bagian tanaman Batang primer Batang sekunder Batang tersier Daun Tangkai Akar primer Akar sekunder Akar tersier
Kadar karbon organik (%) 55.01 54.38 53.20 50.35 49.95 51.56 52.53 50.86
Sumber : Hasil analisis laboratorium Ilmu Tanah dan Sumber Data Lahan IPB, Bogor (Lampiran 12)
Hasil perhitungan dan analisis terhadap tajuk tanaman jarak hasil perlakuan jenis pupuk menunjukkan bahwa kadar karbon organik dipengaruhi secara nyata oleh jenis pupuk pada bagian daun dan tangkai daun tanaman jarak. Karbon organik pada bagian batang dan total tanaman tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan. Kadar karbon organik pada daun dan tangkai tertinggi terdapat pada perlakuan bungkil benam. Akumulasi karbon organik pada daun dan tangkai daun berturut-turut mencapai 211.25 g/tanaman dan 63.64 g/tanaman. Apabila penggunaan pupuk bungkil benam ini diaplikasikan pada populasi 1 hektar (2 500 tanaman/ha), dengan asumsi peningkatan C yang konstan dalam rentang waku yang sama, maka akumulasi karbon yang mampu ditambat mencapai 11 159 kg C/ha/tahun. Terlihat bahwa penggunaan pupuk mampu meningkatkan simpanan karbon tanaman. Hal ini dapat terlihat dari nilai akumulasi karbon perlakuan kontrol yang memiliki nilai terendah.
47
47
Tabel 19 Pengaruh jenis pupuk terhadap biomassa yang terbentuk Perlakuan
Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
Batang (5 bulan)
Daun (5 bulan)
Tangkai (5 bulan)
Akar (5 bulan)
Total per ha (5bulan)
(g)
(g)
(g)
(g)
(g)
4 128.289 3 174.342 4 650.376 6 051.692 4 367.481 3 203.477 3 475.564 6 148.966 4 828.007 4 234.492 3 112.312 3 083.177 3 855.263
902.681 929.792 612.711 766.932 691.509 706.554 860.626 1 048.908 982.175 890.367 703.972 575.869 425.472
ab ab bc a-c a-c a-c ab a ab ab a-c bc c
274.124 282.332 186.036 232.883 209.960 214.565 261.361 318.519 298.248 267.267 213.764 174.875 193.043
a-d a-c cd a-d b-d a-d a-d a ab a-d a-d d b-d
1 016.602 921.830 904.792 1 159.342 918.780 792.449 915.731 1 338.335 1 145.160 993.901 780.300 700.774 973.524
6 321.697 5 308.296 6 353.915 8 210.848 6 187.731 4 917.045 5 513.282 8 854.727 7 253.590 6 386.028 4 810.348 4 534.695 5 447.302
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Total per ha (1tahun) (g) 15 172.07 12 739.91 15 249.40 19 706.03 14 850.55 11 800.91 13 231.88 21 251.35 17 408.62 15 326.47 11 544.84 10 883.27 13 073.52
48
Tabel 20 Pengaruh jenis pupuk terhadap simpanan karbon tanaman Perlakuan
Urea Tebar 50% Urea Tebar 100% Urea Benam 50% Urea Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 50% Bungkil Benam 100% Slow Release Tebar 50% Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 50% Slow Release Benam 100% Kontrol Ket
:
Batang
Daun
Tangkai
(g)
(g)
(g)
878.5 675.5 989.6 1 287.8 929.4 681.7 739.6 1 308.5 1 027.4 901.1 662.3 656.1 820.4
181.80 187.26 123.40 154.46 139.27 142.30 173.33 211.25 197.81 179.32 141.78 115.98 85.69
ab ab bc a-c a-c a-c ab a ab ab a-c bc c
54.77 a-d 56.41 a-c 37.17 cd 46.53 a-d 41.95 b-d 42.87 a-d 52.22 a-d 63.64 a 59.59 ab 53.40 a-d 42.71 a-d 34.94 d 38.57 b-d
Total tajuk per tanaman (g) 1 115.1 919.2 1 150.2 1 488.8 1 110.7 866.8 965.1 1 583.4 1 284.8 1 134.4 846.8 807.0 987.0
akar per tanaman
Total per tanaman
(g) 210.03 190.45 186.93 239.52 189.82 163.72 189.19 276.50 236.59 205.34 161.21 144.78 201.13
(g)
Total per ha (5bulan) (kg)
Total per ha (1tahun) (kg)
1 325.13 1 109.65 1 337.13 1 728.32 1 300.52 1 030.52 1 154.29 1 859.90 1 521.39 1 339.74 1 008.01 951.78 1 188.13
3 312.83 2 774.13 3 342.83 4 320.80 3 251.30 2 576.30 2 885.73 4 649.75 3 803.46 3 349.35 2 520.03 2 379.45 2 864.48
7 950.78 6 657.90 8 022.78 10 369.92 7 803.12 6 183.12 6 925.74 11 159.40 9 128.34 8 038.44 6 048.06 5 710.68 6 874.75
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
48
49
Simpanan Karbon dari Serasah Simpanan karbon di lahan juga ditentukan oleh karbon yang tersimpan pada serasah di atas permukaan tanah. Hasil analisis kadar C-organik serasah menunjukkan bahwa kadar bahan organik serasah di permukaan tanah adalah 55.96% dengan kadar N sebesar 0.87 % (Sumber : Hasil analisis laboratorium Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, IPB, Bogor (Lampiran 12)). Berdasarkan data C-organik ini, dapat diketahui bahwa serapan C dari serasah per hektar mencapai 872.98 kg/ha/5 bulan.
Gambar 14 Kondisi serasah di lapangan
Energi
Input Energi Input energi pada budidaya tanaman jarak pagar meliputi 7 unsur yang terdiri dari pupuk dan 6 kegiatan budidaya dengan melibatkan tenaga manusia. Input terbesar terdapat pada penggunaan pupuk. Tenaga manusia dihitung berdasarkan pengukuran energi yang dilakukan oleh Rutger dan Grant dalam O`brien dan Kikuchi (1983), yaitu sebesar 280 Kkal/jam dengan HOK selama 1 hari dihitung selama 7 jam/hari. Pupuk urea dan urea slow release memiliki energi sebesar 14 701 Kkal/kg (O`brien dan Kikuchi 1983). Analisis energi terhadap pupuk bungkil menghasilkan energi sebesar 3 757 kal/g (Sumber : Hasil analisis laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Lampiran 13)).
50
Aktivitas budidaya yang menyumbang input besar adalah pengendalian gulma secara manual. Penggunaan Bungkil Benam 100% selama 5 bulan membutuhkan input yang terbesar hingga 82 603.62 MJ/ha. Penggunaan pupuk urea tebar 50 % dan slow release tebar 50 % membutuhkan input yang rendah yaitu 9 875.55 MJ/ha.
Output Energi Hasil analisis energi pada setiap bagian tanaman menunjukkan bahwa biji jarak memiliki energi tertinggi sebesar 7 320 Kalori/g biji (Gubitz et al. 1998; Becker 2004). Bagian daun memiliki tingkat energi sebesar 3 446 Kal/g. Keseluruhan biomassa yang dihasilkan tanaman merupakan output energi yang dihasilkan tanaman. Tabel 21 Kandungan energi tiap bagian tanaman Bagian Tanaman Batang Daun Tangkai Akar Daging Buah* Biji Jarak *
Energi (Kal/g) 3 134 3 446 3 057 3 363 4 320 7 320
Sumber : Hasil analisis laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (Lampiran 13) *: menurut Gubitz et al. 1998 dan Becker 2004
Total energi output tertinggi dihasilkan pada perlakuan Bungkil Benam 100% sebesar 159 004.30 MJ/ha. Total energi output terendah terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 77 663 MJ/ha.
51
51
Tabel 22 Input energi yang digunakan pada beberapa perlakuan pemupukan selama 5 bulan
Perlakuan Slow Release Tebar 50% Slow Release Benam 50% Urea Tebar 50% Urea Benam 50% Kontrol Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Benam 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 100% Urea Tebar 100% Urea Benam 100%
Pengendalian Gulma Manual Kkal/ha
Tebar
Pembuatan Petak
Pemangkasan Awal
1 470 100.00 1 470 100.00 1 470 100.00 1 470 100.00
6 125.00 12 250.00 6 125.00 12 250.00
76 562.50 76 562.50 76 562.50 76 562.50
38 281.25 38 281.25 38 281.25 38 281.25
382 812.50 382 812.50 382 812.50 382 812.50
287 109.38 287 109.38 287 109.38 287 109.38
95 703.13 95 703.13 95 703.13 95 703.13
2 356 693.75 2 362 818.75 2 356 693.75 2 362 818.75
9 874.55 9 900.21 9 874.55 9 900.21
0.00 2 940 200.00 2 940 200.00 9 392 500.00 9 392 500.00
0.00 8 166.68 16 333.33 9 800.00 29 400.00
76 562.50 76 562.50 76 562.50 76 562.50 76 562.50
38 281.25 38 281.25 38 281.25 38 281.25 38 281.25
382 812.50 382 812.50 382 812.50 382 812.50 382 812.50
287 109.38 287 109.38 287 109.38 287 109.38 287 109.38
95 703.13 95 703.13 95 703.13 95 703.13 95 703.13
880 468.75 3 828 835.43 3 837 002.08 10 282 768.75 10 302 368.75
3 689.16 16 042.82 16 077.04 43 084.80 43 166.93
18 785 000.00 18 785 000.00 2 940 200.00 2 940 200.00
16 333.33 49 000.00 8 166.68 16 333.33
76 562.50 76 562.50 76 562.50 76 562.50
38 281.25 38 281.25 38 281.25 38 281.25
382 812.50 382 812.50 382 812.50 382 812.50
287 109.38 287 109.38 287 109.38 287 109.38
95 703.13 95 703.13 95 703.13 95 703.13
19 681 802.08 19 714 468.75 3 828 835.43 3 837 002.08
82 466.75 82 603.62 16 042.82 16 077.04
Pupuk
Panen
Pengupasan
Buah
Total Input Energi
Total Input Energi (MJ)/ha
52
Tabel 23 Output energi yang dihasilkan pada beberapa perlakuan pemupukan selama 5 bulan
Perlakuan
Batang
Daun
Tangkai
Akar
Biji Jarak
Daging Buah
Total Energi (Kkal)/ha
Total Energi Per Ha (MJ)
Kkal/ha 15 130 725
3 384 550
911 725
10 801 775
284 875
637 100
31 150 750
130 521.64
9 753 500
2 425 825
653 450
7 119 075
86 925
232 100
20 270 875
84 934.97
Urea Benam 50%
12 938 800 14 574 525
3 110 625 2 111 400
837 925 568 750
9 375 325 9 670 225
47 275 108 875
80 125 172 300
26 390 075 27 206 075
110 574.41 113 993.45
Kontrol
12 083 050
2 190 600
590 100
8 298 550
101 250
226 550
23 490 100
98 423.52
Slow Release Tebar 100%
12 687 550
3 033 050
817 025
9 182 300
217 750
486 950
26 424 625
110 719.18
Slow Release Benam 100% Bungkil Tebar 50%
9 663 000 13 688 350
1 984 400 2 382 925
534 550 641 900
6 785 150 9 337 925
152 950 74 425
316 250 226 675
19 436 300 26 352 200
81 438.10 110 415.72
Bungkil Benam 50%
10 892 025
2 965 775
798 900
8 114 250
174 450
405 725
23 351 125
97 841.21
Bungkil Tebar 100%
10 039 425
2 434 750
655 850
7 288 000
305 625
672 750
21 396 400
89 650.92
Bungkil Benam 100% Urea Tebar 100%
19 270 850 9 948 275
3 614 525 3 204 000
973 675 863 075
13 312 325 7 727 825
264 725 517 050
512 400 1 125 425
37 948 500 23 385 650
159 004.22 97 985.87
Urea Benam 100%
18 966 400
2 642 775
711 900
12 517 175
349 150
790 075
35 977 475
150 745.62
Slow Release Tebar 50% Slow Release Benam 50% Urea Tebar 50%
52
53
Efisiensi Energi Efisiensi energi merupakan perbandingan antara produksi yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Efisiensi energi pada tanaman jarak bila dihitung berdasarkan biji dan buah sebagai komponen produksi menunjukkan efisiensi yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan komponen produksi yang sangat rendah. Tabel 24 Perbandingan energi input dan produksi buah jarak
Output Input
Perlakuan Biji Jarak Slow Release Tebar 50% Slow Release Benam 50% Urea Tebar 50% Urea Benam 50% Kontrol Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Benam 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 100% Urea Tebar 100% Urea Benam 100%
284 875 86 925 47 275 108 875 101 250 217 750 152 950 74 425 174 450 305 625 264 725 517 050 349 150
Daging Total Buah Hasil Kkal/ha/5 bulan 637 100 232 100 80 125 172 300 226 550 486 950 316 250 226 675 405 725 672 750 512 400 1 125 425 790 075
921 975 319 025 127 400 281 175 327 800 704 700 469 200 301 100 580 175 978 375 777 125 1 642 475 1 139 225
Perbandingan Output/Input
% 2 356 693.75 2 362 818.75 2 356 693.75 2 362 818.75 880 468.75 3 828 835.43 3 837 002.08 10 282 768.75 10 302 368.75 19 681 802.08 19 714 468.75 3 828 835.43 3 837 002.08
39.12 13.50 5.41 11.90 37.23 18.41 12.23 2.93 5.63 4.97 3.94 42.90 29.69
Energi Bersih yang Dihasilkan Energi bersih yang dihasilkan diperoleh dari output energi setelah dikurangi input yang digunakan. Energi bersih (net energy) juga menunjukkan sejauh mana tanaman dalam menggunakan input untuk menghasilkan output. Berdasarkan perhitungan, dapat diamati bahwa penggunaan Urea Benam 100% lebih efisien dalam menghasilkan energi pada budidaya tanaman jarak. Pengunaan Urea Benam 100% menghasilkan energi bersih sebesar 134 675 MJ/ha selama 5 bulan. Perlakuan Bungkil Tebar 100% menunjukkan tindakan budidaya yang
54
kurang efisien dikarenakan efisiensi energi yang rendah. Energi bersih yang dihasilkan dengan teknik pemupukan ini hanya mencapai 7 175 MJ/ha selama 5 bulan. Tabel 25 Penentuan energi bersih yang dihasilkan per tanaman selama 5 bulan Perlakuan
Input
Output
Energi yang dihasilkan
MJ/ha Slow Release Tebar 50% Slow Release Benam 50% Urea Tebar 50% Urea Benam 50% Kontrol Slow Release Tebar 100% Slow Release Benam 100% Bungkil Tebar 50% Bungkil Benam 50% Bungkil Tebar 100% Bungkil Benam 100% Urea Tebar 100% Urea Benam 100%
9 875 9 900 9 875 9 900 3 700 16 050 16 075 43 075 43 175 82 475 82 600 16 050 16 075
130 525 84 925 110 575 114 000 77 675 110 725 81 450 110 425 97 850 89 650 159 000 97 975 150 750
120 650 75 025 100 700 104 100 73 975 94 675 65 350 67 325 54 675 7 175 76 400 81 950 134 675
55
PEMBAHASAN Pemupukan merupakan suatu kegiatan penambahan hara ke dalam tanah untuk meningkatkan kadar hara tanah. Kadar hara tanah ditingkatkan untuk mendukung suplai hara ke dalam tanaman. Peubah vegetatif dan generatif selama ini masih menjadi tolak ukur keberhasilan pemupukan tanaman. Namun seiring kesadaran lingkungan, pengamatan terhadap tingkat emisi dan pengaruhnya terhadap tanah menjadi sesuatu yang ikut dipertimbangkan.
Pertumbuhan Peubah pertumbuhan vegetatif berupa tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan perlakuan pupuk Bungkil Benam 100% memberikan hasil terbaik. Tinggi tanaman yang dihasilkan oleh perlakuan Bungkil Benam 100% mencapai 123.41 cm atau dengan pertambahan hingga 73.41 cm. Hasil penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya tentang pengaruh pupuk nitrogen pada tanaman jarak pagar. Romli et al. (2006) menyatakan bahwa tinggi tanaman dan jumlah cabang dipengaruhi oleh dosis pupuk N dan dosis pupuk P2O5 tetapi tidak dipengaruhi oleh dosis pupuk K2O. Perhitungan jumlah cabang menunjukkan bahwa jumlah cabang tersier terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100% dengan jumlah cabang sebanyak 20.6 cabang/tanaman. Namun hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk Bungkil Benam 100%. Penggunaan bungkil 100% juga menghasilkan peubah generatif terbaik yaitu persentase tanaman berbunga yang mencapai 80 % pada minggu ke-12. Hal ini juga didukung oleh jumlah cabang produktif yang tidak berbeda nyata dengan hasil penggunaan pupuk Urea Tebar 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan bungkil 100% mampu menggantikan penggunaan pupuk urea baik aplikasi tebar atau aplikasi benam. Peningkatan dosis pupuk N dari 0 hingga 90 kg N/ha dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah tandan, jumlah buah, berat 100 biji, dan hasil biji sebesar 122.18 kg/ha panen pertama (tahun pertama) (Romli et al. 2006).
56
Pengaruh unsur N terlihat sangat nyata pada pertumbuhan vegetatif tanaman terutama pada pertambahan jumlah daun dan biomassa yang terbentuk. Pemberian pemupukan nitrogen mampu memberikan pengaruh positif pada peningkatan jumlah daun yang akhirnya meningkatkan kapasitas penyerapan CO2 dan simpanan C tanaman.
Panen Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil jumlah buah terbanyak dihasilkan dari perlakuan pupuk Urea Tebar 100% sebanyak 28.56 buah. Hasil ini tidak berbeda dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, dan Slow Release Tebar 100% maupun 50%. Bila pada populasi 2 500 per ha, hasil ini lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan Romli et al. (2006) yang pada dosis yang sama yang hanya menghasilkan jumlah buah 22.95 buah. Peubah bobot buah dan jumlah biji dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan. Bobot buah terbanyak diperoleh dari penggunaan pupuk Urea Tebar 100% sebanyak 147.01 g/tanaman. Jumlah biji terbanyak juga dihasilkan dari perlakuan Urea Tebar 100% sebanyak 75 biji/pohon. Hasil tertinggi bobot buah dan jumlah biji pada perlakuan Urea Tebar 100%, tidak berbeda dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, dan Slow Release Tebar 100% maupun 50%. Hasil perhitungan bobot kering biji selama 5 bulan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Urea Tebar 100% memberikan bobot biji kering tertinggi sebesar 70.64 kg/ha selama 5 bulan. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan urea benam 100%, Bungkil Tebar 100%, Bungkil Benam 50%, Bungkil Benam 100%, slow release Urea Tebar 50% dan slow Release Urea Tebar 100%. Hasil produksi tergolong rendah dikarenakan kondisi lahan dengan ketersediaan unsur P dan K yang rendah. Unsur fosfor sangat diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan bunga dan buah. Unsur P yang tinggi di lahan berkapur lebih banyak terikat oleh unsur Ca membentuk Ca-P.
57
Diurnal Change Hasil pengukuran siklus harian gas CH4 dan N2O menggambarkan nilai yang berfluktuasi tergantung pada waktu pengambilan sampel. Emisi CH4 mengalami kenaikan setelah matahari terbit, selanjutnya mengalami nilai yang menurun hingga naik menjelang tengah malam. Pola emisi CH4 yang dihasilkan sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya. Aulakh et al. (2001) menyatakan bahwa pada siklus harian, tingkat emisi CH4 umumnya meningkat dengan cepat setelah matahari terbit, mencapai puncak pada awal sore dan menurun dengan cepat serta mendatar pada malam hari. Buendia et al. (1997) melaporkan bahwa pola emisi diurnal flux CH4 relatif sama pada berbagai lokasi pada iklim yang sama dan tergantung pada fenologi tanaman. Emisi N2O meningkat mulai dari matahari terbit, mulai menurun hingga tengah hari dan naik kembali menjelang sore. Saat matahari terbenam, emisi N2O mulai menurun hingga kisaran rendah yang stabil hinga matahari terbit. Emisi N2O harian menunjukkan adanya dua puncak yang terjadi pada siang hari. Hasil korelasi emisi N2O dan suhu menunjukkan tidak adanya korelasi. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penurunan suhu dapat menurunkan tingkat emisi N2O. Hal ini dikarenakan suhu merupakan faktor utama dalam pengaturan proses nitrifikasi dan denirifikasi (Bing et al. 2006).
Emisi Gas CH4 Emisi gas CH4 dan N2O ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya pH, Eh, dan kadar hara. Analisis emisi pada hari ke-7 dan ke-14 setelah aplikasi pemupukan menunjukkan pengaruh pupuk yang berbeda nyata terhadap emisi CH4 dan N2O. Emisi pada hari ke-3 dan ke-5 tidak berbeda kemungkinan dikarenakan reaksi enzimatik yang memang memerlukan waktu dan kondisi substrat yang dimanfaakan bakteri masih dalam kondisi yang melebihi kemampuan dalam menghasilkan CH4 dan N2O dari bahan yang ada. Emisi gas berbeda nyata mulai 7 hari setelah perlakuan, kemungkinan karena kondisi substrat sudah mulai berbeda sehingga tingkat emisi mulai berbeda.
58
Emisi gas metana tertinggi pada 7 hari setelah pemupukan terdapat pada perlakuan Urea Tebar 100% sebesar 1.126 mg CH4/m2/jam. Emisi CH4 terbentuk melalui proses reduksi gas karbon dioksida yang terjadi dalam suasana reduksi. Proses pembentukan metana melibatkan organism methanogen. Methanogen adalah organisme uniseluler anaerobik yang awalnya digolongkan sebagai bakteri namun saat ini digolongkan sebagai archea (Garcia 1990; Woese et al. 1990). Emisi gas metana tertinggi pada 14 hari setelah pemupukan terdapat pada perlakuan Bungkil Tebar 50%. Hasil uji korelasi menujukkan bahwa kadar amonium berkorelasi posiif dengan emisi gas CH4 pada hari ke-14 setelah pemupukan (p: 0.0487; r: 0.55565). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar amonium akan semakin tinggi pula emisi CH4 yang dihasilkan. Seluruh methanogen menggunakan NH4+ sebagai sumber nitrogen, meskipun kemampuan untuk menangkap molekul nitrogen dan gen nif
terdapat pada ketiga ordo
metanogen (Methanobacteriales, Methanococcales and Methanomicrobiales) (Palmer dan Reeve 1993). Berbagai penelitian sebelumnya juga menguatkan pengaruh amonium terhadap peningkatan emisi CH4. Amonium merupakan penghambat penting dalam proses oksidasi CH4 (Bender dan Conrad 1994; King dan Schnell 1994; Boeckx dan Van Cleemput 1996; Hanson dan Hanson 1996; Hütsch et al. 1996; Kravchenko et al. 2002). Dengan semakin tingginya amonium, penghambatan dalam proses oksidasi CH4 semakin tinggi sehingga emisi CH4 makin tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa penghambatan amonium menjadi faktor penting yang dapat meningkatkan emisi CH4 (Scheutz dan Kjeldsen 2004). Pemupukan N dapat mengurangi serapan CH4 yang berarti meningkatkan emisi bersih CH4 (Steudler et al. 1989; Castro et al. 1994; Jassal et al. 2011). Hal ini dikarenakan oksidasi CH4 oleh methanotrop dihambat oleh N khususnya amonium (Bodelier dan Laanbroek 2004; Steudler et al. 1989; Willison et al. 1995) melalui interaksi kompeitif amonim terhadap sisi aktif enzim MMO (methane monooxygenase) (Hanson dan Hanson 1996). Kemampuan bakteri nitrifikasi untuk mengoksidasi CH4 berkurang pada konsentrasi amonium ≥ 15 ppm (Jones dan Morita 1983).
59
Emisi gas CH4 pada hari ke-14 setelah terdapat pada perlakuan mencapai 1.521 mg CH4/m2/jam. Sedangkan bila dilihat dari rata-rata harian, pengunaan pupuk Urea Benam 100%
mampu mengasilkan emisi hingga 0.909 mg
2
CH4/m /jam atau kehilangan C sebesar 0.163 kg/ha/hari dari emisi CH4. Emisi gas CH4 pada lokasi penelitian ini tergolong rendah dengan rata-rata harian mencapai 0.612 mg CH4/m2/jam atau 14.697 mg CH4/m2/hari. Nilai emisi ini lebih rendah dari emisi CH4 di lahan padi sebesar 18.0 hingga 27.1 mg CH4 /m2/jam di Indonesia (Nugraho et al. 1994), 19.5 hingga 32.2 mg CH4/m2/jam di Thailand (Yagi et al. 1994) dan di daerah Srilangka yang mencapai 0.85-2.2 g CH4/m2/hari (Namaratne, 1997). Penelitian di negara Srilangka lainnya dengan aplikasi pupuk organik dan pupuk kimia pada lahan padi juga menunjukkan emisi yang lebih tinggi yaitu mencapai 0.79-0.84 g CH4/m2/hari (Sirisena et al. 2004). Pengukuran terhadap emisi di lahan padi sawah juga dilakukan oleh Paretta (2009) dengan kisaran nilai emisi harian sebesar -2.169 – 0.623 mg CH4/m2/jam, sedangkan fluks gas metana pada pola penanaman padi PTT mencapai 417.3 mg CH4/m2/hari (non PTT tergenang) dan 207.2 mg CH4/m2/hari (PTT tergenang) (Isminingsih 2009). Emisi CH4 memiliki nilai yang rendah pada lahan kering (Silva et al. 2011) karena CH4 dapat dikonsumsi oleh methanotrop tanah (McLain dan Martens 2006). Kadar air tidak berkorelasi dengan emisi gas CH4. Wu et al. (2010) menyatakan bahwa tingkat flux CH4 pada lahan kering lebih dominan dipengaruhi oleh suhu, hanya panda kondisi ekstrim rendah (stress kekeringan) dan ekstrim tinggi (hambatan difusi gas) kadar kelembaban tanah memiliki pengaruh yang kuat. Namun von Fischer dan Hedin (2007) menyatakan bahwa peningkatan kelembaban tanah pada lahan kering menyebabkan terjadinya peningkatan flux CH4. Nilai pH pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh dan tidak berkorelasi dengan emisi CH4 yang dihasilkan. Hal ini disebabkan hasil pengamatan masih dalam kisaran yang sama dalam rentang yang baik bagi pertumbuhan bakteri penghasil gas CH4. Nilai pH optimum untuk produksi CH4 adalah 6.6-68 (Whittenbury et al. 1970) atau 7.5-8.5 (Parashar et al. 1991). Produksi CH4 pada lahan padi sawah tergenang sangat sensitif terhadap pH
60
dengan nilai optimum berada pada kisaran 6.7 dan 7.1 (Wang et al. 1993). Pengaruh pH tanah terhadap produksi CH4 bervariasi pada empat jenis tanah di India namun mencapai maksimum pada pH sekitar 8.2 (Parashar et al. 1991). Nilai potensial redoks (Eh) yang teramati pada penelitian ini berada pada kisaran -2.73 hingga -43.45 mV. Nilai ini lebih besar dari kondisi reduksi yang memacu inisiasi pembentukan CH4 pada lahan sawah yaitu -100 hingga -200 mV (Yagi dan Minami 1990). Masscheleyn et al. (1993) juga mengemukakan bahwa pada proses inkubasi tanah sawah, CH4 terbentuk pada potensial redoks -150 mV. CH4 dapat diproduksi pada lahan padi pada kisaran -150 hingga -160 mV (IPCC 2001). Nilai potensial redoks pada kisaran -100 mV hingga +200 mV seharusnya dapat mengurangi tingkat emisi CH4 dikarenakan kisaran ini terlalu tinggi bagi produksi CH4 (Hou et al. 2000). Namun, adanya emisi CH4 yang muncul pada kondisi Eh tinggi di atas -100 mV juga dialami pada penelitian yang dilakukan oleh Paretta (2009). Paretta (2009) mengamati adanya emisi gas CH4 di lahan sawah sebesar - 2.169 – 0.623 mg CH4/m2/jam pada kondisi Eh sebesar -133.38 – 31.38 mV. Pengaruh pupuk terhadap emisi CH4 pada hari ke-7 dan hari ke-14 menunjukkan pola yang berbeda. Hal ini menunjukkan pola yang tidak konsisten pada waktu yang berbeda. Pengaruh pupuk N bervariasi terhadap emisi CH4. Pemberian pupuk urea memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap emisi CH4 (Silva et al. 2011). Pemupukan nitrogen tidak mempengaruhi flux CH4 (Kettunen et al. 2005). Aplikasi pupuk urea mampu meningkatkan flux CH4 yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pH yang mengikuti hidrolisis urea dan penurunan potensial redoks, yang menstimulasi aktivitas methanogenik (Wang et al. 1993).
Emisi Gas N2O Emisi gas dinitrogen oksida dapat diproduksi oleh tanah baik melalui proses denitrifikasi pada kondisi anoxia atau melalui nitrifikasi dengan kehadiran O2 (Duxbury et al. 1982). Namun, emisi gas N2O tertinggi dihasilkan pada kondisi anoxia dalam proses denitrifikasi. Nitrifikasi menjadi sumber utama N2O pada konsentrasi O2 lebih besar dari 0.35 kPa (Khalil et al. 2004).
61
Emisi gas N2O pada hari ke-7 setelah perlakuan menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan kontrol pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk nitrogen mampu meningkatkan emisi N2O (Jassal et al. 2011). Dengan penambahan sumber nitrogen, pemberian pupuk mampu meningkatkan emisi gas N2O dari tanah, dengan jumlah gas yang diproduksi dikontrol oleh beberapa faktor, seperti kegiatan budidaya, kondisi iklim dan karakteristik tanah (Aulakh et al. 1992). Pengamatan emisi pada hari ke-14 setelah pemupukan menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar nitrogen akan meningkatkan emisi. Tingginya kadar NH4+ dan NO3-
mampu meningkatkan emisi gas N2O (Bing et al. 2006).
Tingginya kadar NO3- juga berperan penting dalam meningkatkan emisi N2O (Yagi et al. 1997; Luo et al. 1999; Woodward et al. 2009) dikarenakan mampu mendukung proses denitrifikasi (Yagi et al. 1997). Hal ini terlihat dari tingkat emisi pada keseluruhan penggunaan dosis 100% pada ketiga jenis pupuk (urea tebar, urea benam, bungkil tebar, bungkil benam dan slow release tebar) memiliki tingkat emisi yang tinggi melebihi 4.522 mg N2O/m2/jam. Bila dilihat dari jumlah NH4+ dan NO3-, penggunaan pupuk dosis 50% memiliki nilai yang tinggi melebihi 220 ppm kecuali pada perlakuan slow release tebar 50%. Tingginya tingkat emisi ini dapat menunjukkan lemahnya daya serap tanaman (Bing et al. 2006). Ketersediaan NO3 - menjadi sangat penting dalam proses denitrifikasi yang berperan dalam menghasilkan emisi gas N2O. Proses denitrifikasi melibatkan bakteri fakultatif anaerob yang mampu menggunakan NO3- sebagai aksepor elektron proses respirasi pada kondisi oksigen yang rendah atau kondisi anaerob (Hochstein dan Tomlinson 1988). Emisi gas N2O tertinggi pada hari ke-14 terdapat pada perlakuan Slow Release Benam 100%. Hal ini dikarenakan kadar nitrogen yang ketersediaanya lebih tinggi. Aplikasi pupuk dengan metode benam dan jenis pupuk slow release memungkinkan ketersediaan pupuk yang lebih lama. Emisi gas N2O tertinggi pada hari ke-14 setelah pemupukan dicapai oleh penggunaan pupuk Slow Release Benam 100% sebesar 5.913 mg N2O/m2/jam atau 141.919 mg N2O/m2/hari. Bila dilihat dari rataan emisi harian, pengunaan pupuk Slow Release Benam 100% menghasilkan emisi gas N2O tertinggi
62
mencapai 1.913 mg N2O/m2/jam. Hasil ini menujukkan bahwa dengan aplikasi nitrogen sebesar 72 kg N/ha, kehilangan N dari emisi gas N2O dapat mencapai 0.146 kg N/ha/hari. Nilai emisi ini lebih tinggi hingga 16 kali lipat dibandingkan tingkat emisi yang dihasilkan dari lahan budidaya jagung di China yang memiliki emisi harian hanya mencapai 0.121 mg N2O/m2/jam dan 46 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat emisi yang dihasilkan oleh lahan budidaya kedelai di China dengan emisi harian 0.0425 mg N2O/m2/jam (Chen et al. 1997). Emisi yang dihasilkan dari penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan emisi rataan yang dihasilkan dari lahan padi dengan penggenangan kontinyu di Filipina yang hanya mencapai < 2 mg N2O/m2/hari (Abao et al. 2000). Pengamatan terhadap emisi gas N2O lainnya yang dilakukan di lahan padi sawah oleh Paretta (2009) menghasilkan tingkat emisi harian pada kisaran nilai -351.86 – 220.60 μg N/m2/jam atau sebesar 0.693 - 1.106 mg N2O/m2/jam. Penggunaan pupuk slow release 100% memberikan hasil tingkat emisi N2O yang lebih tinggi pada hari ke-14. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dengan aplikasi pupuk urea slow release. Bing et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan pupuk urea bersalut polimer (polymer-coated urea) memberikan tingkat denitrifikasi dan flux N2O yang lebih tinggi pada pertanaman kubis setelah 20 hingga 40 hari setelah penanaman. Sedangkan penggunaan pupuk urea menghasilkan puncak denitrifikasi dan emisi N2O setelah aplikasi pupuk nitrogen. Penggunaan pupuk urea bersalut polimer (polymer-coated urea) tidak menunjukkan pengaruh dalam pengurangan kehilangan denitrifikasi dan emisi gas N2O. Emisi gas N2O pada pengamatan hari ke-3 hingga hari ke-14 menunjukkan peningkatan. Puncak emisi N2O diperoleh pada hari ke-14 dan mungkin juga dapat berlanjut. Hal ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Puncak emisi gas N2O terjadi segera setelah pemberian pupuk N pada musim tanam jagung (Yuan et al. 2006) atau pada penanaman kubis (Bing et al. 2006). Flux N2O tertinggi juga terjadi segera setelah pemupukan pada kondisi kadar air yang tinggi dan terutama pada awal musim tanam saat tidak terjadi kompetisi N vegetatif (Kettunen et al. 2005).
Tingkat emisi yang rendah pada
saat awal, mungkin terjadi karena pengaruh kadar air yang rendah sehingga kadar
63
oksigen tanah menjadi lebih tinggi yang menghambat proses denitrifikasi. Pada konsentrasi O2 yang lebih tinggi, metabolisme aerobik dari denitrifier akan terpacu dan terjadi penghambatan nitrogen oksida reduktase sehingga proses reduksi NO3- tidak dapat terjadi (Knowles 1982; Wrage et al. 2001). Hal ini juga dapat terjadi karena tingginya kadar NO3- dalam tanah. Kadar NO3- yang relatif tinggi memungkinkan dalam menghambat proses reduksi N2O (Zou et al. 2006). Penggunaan pupuk Bungkil Benam 100% yang sebelumnya menghasilkan pertumbuhan dan produksi tinggi, dari segi emisi terlihat bahwa emisi N2O tergolong tinggi. Hal ini didukung oleh kadar nitrat yang tinggi. Perkembangan N2O berhubungan dengan ketersedian NO3- dalam tanah.
Kadar air akan
mempengaruhi ketersediaan substrat dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi, seperti pertukaran O2 dan N2O antara tanah dan atmosfer (Petersen et al. 2008). Banyaknya N2O yang diemisikan akan lebih tinggi bila pH rendah. Hal ini dikarenakan N2O reduktase akan terhambat pada pH rendah (Knowles 1982). Nilai pH optimum untuk proses denitrifikasi bervariasi tergantung sifat tanah. Namun, pada pH diatas 7, N2 merupakan gas penting yang dihasilkan pada proses denitrifikasi dibandingkan N2O (Simek et al. 2002). Pengamatan pH setelah 2 minggu aplikasi pupuk terlihat tidak terdapat pengaruh pemupukan terhadap kadar pH tanah. Hal ini dikarenakan rentang pH yang sama pada nilai yang masih memungkinkan produksi gas N2O. Nilai pH yang optimum untuk pembentukan gas N2O adalah 8.5, dengan penurunan yang tajam pada nilai dibawah 6.5 (Heynes dan Knowles 1984) walaupun masih memungkinkan hingga pH 3.5 (Aulakh et al. 1992). Kadar air pada pengamatan minggu ke-2 setelah aplikasi pupuk tidak menunjukkan adanya korelasi terhadap tingkat emisi N2O. Begitu juga dengan nilai potensial redoks tanah. Perbedaan nyata pada peubah kadar air hanya disebabkan oleh aplikasi pupuk yang berbeda. Hal ini berbeda dengan Maag dan Vinther (1996) yang menyatakan bahwa persentase N2O-N yang diproduksi akan meningkat dengan peningkatan kelembaban tanah dan menurun dengan peningkatan suhu. Perubahan kelembaban tanah menstimulasi nitrifikasi (melalui pengeringan tanah) dan denitrifikasi (melalui peningkatan air tanah) dan oleh
64
karenanya meningkatkan emisi N2O (Bronso et al. 1997; Zheng et al. 1997; Abao et al. 2000). Nilai potensial redoks (Eh) yang teramati pada penelitian ini berada pada kisaran -2.73 hingga -43.45 mV. Produksi N2O secara signifikan terjadi pada potensial redoks diatas +250 mV (Masscheleyn et al. 1993), sedangkan dibawah +200 mV tidak signifikan (Hou et al. 2000). Potensial redoks dalam kisaran 100mV hingga +200 mV seharusnya dapat menurunkan tingkat emisi N2O dikarenakan nilai ini lebih sesuai untuk produksi N2 dibandingkan N2O (Hou et al. 2000).
Pola Emisi Harian Hasil pengamatan pola emisi harian terlihat bahwa pada tren emisi gas CH4 dan N2O memiliki pola yang berbeda. Emisi CH4 menunjukkan pola yang diawali dengan kenaikan emisi, penurunan, kemudian pada hari ke-14 mengalami kenaikan. Apabila dilihat dari peubah lingkungan yang teramati, terlihat bahwa tren yang sama dimiliki oleh suhu tanah. Suhu tanah dan tingkat emisi memiliki tren yang sama walaupun hasil uji korelasi menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p: 0.177; r: 0.822). Emisi CH4 sangat responsif terhadap suhu. Suhu tidak hanya memiliki pengaruh terhadap produksi CH4 itu sendiri namun juga mempengaruhi dekomposisi bahan organik yang digunakan oleh methanogen (Chin dan Conrad 1995). Wassman et al. (1998) mengamati tingkat produksi CH4 yang lebih cepat dan nilai maksimum yang lebih tinggi pada peningkatan suhu antara 25 dan 35oC. Hattori et al. (2001) mencatat suhu optimum sebesar 40oC untuk produksi CH4 pada daerah persawahan Jepang yang disebabkan populasi methanogen yang dominan pada suhu tersebut. Suhu tanah yang teramati memiliki kisaran 28.37-30.32 oC. Hal ini merupakan kisaran yang masih memungkinkan produksi CH4. Kebanyakan methanogen adalah mesofilik, dan dapat berfungsi pada kisaran suhu 20-40oC (Topp dan Pattey 1997). Peubah lingkungan lainnya seperti suhu udara, radiasi matahari dan kadar air, tidak menunjukkan tren yang berhubungan dengan emisi CH4. Radiasi dan suhu udara yang teramati memiliki korelasi positif yang nyata (p:0.020; r:0.979).
65
Emisi N2O tidak menunjukkan tren maupun korelasi pada keseluruhan peubah lingkungan yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pada lokasi pengamatan tidak menunjukkan pengaruh terhadap emisi N2O.
Fluktuasi Peubah Tanah Pada berbagai Kedalaman Kadar nitrogen diamati juga setelah 5 bulan aplikasi pemupukan pada berbagai kedalam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis pupuk masih mempengaruhi simpanan nitrogen anorganik dalam tanah. Penggunaan pupuk bungkil benam masih memberikan ketersediaan nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan pupuk slow release
urea dan urea benam. Penggunaan pupuk
bungkil juga memberikan nilai pH yang lebih tinggi dan kadar air yang lebih tinggi. Kadar air yang lebih tinggi mencipatakan kondisi Eh yang lebih rendah. Apabila dilihat dari tingkat kedalaman lapisan tanah, terlihat bahwa semakin dalam lapisan tanah, nilai pH semakin menurun. Penurunan nilai pH diikuti oleh kenaikan nilai Eh tanah. Hal ini dikarenakan pH dan Eh tanah memiliki korelasi nyata negatif ( p<.0001; r : -0.84013). Namun pada kedalaman yang berbeda ini, kadar air tidak menjadi faktor pembeda antar kedalaman. Kadar nitrat dan amonium antar kedalaman juga tidak berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan pada kedalaman hingga 60 cm masih merupakan zona perakaran atau rhizosfer tanaman jarak, sehingga ketersediaan hara masih tinggi. Kadar amonium tidak berbeda pada saat pengamatan 2 minggu hingga pengamatan lima bulan setelah perlakuan. Namun, kadar nitrat menunjukkan tingkat penurunan yang sangat signifikan. Hal ini dikarenakan nitrat merupakan unsur yang sangat mudah tercuci. Nitrat memiliki muatan negatif yang sama dengan muatan liat tanah. Analisis terhadap kadar karbon organik tanah menunjukkan bahwa dengan penggunaan pupuk mampu meningkatkan kadar C-organik tanah. Apabila dilihat dari kedalaman tanah, semakin dalam lapisan tanah, kadar C-organik semakin menurun. Hal ini dikarenakan pada lapisan atas memiliki material organik yang lebih tinggi baik berupa serasah, bagian tanaman maupun C-organik hasil aktivitas organisme tanah. Apabila dibandingkan berdasarkan perlakuan, terlihat bahwa penggunaan Bungkil Benam 100% mampu memberikan peningkatan kadar C-
66
organik.
Perlakuan
pupuk
Slow
release
100%
memiliki
kemampuan
meningkatkan C-organik terendah, bila dibandingkan dengan penggunaan Bungkil Benam 100% dan Urea benam 100%. Peningkatan
kadar
C-organik
tanah
akibat
penggunaan
pupuk
menunjukkan bahwa dengan dengan adanya penambahan pupuk, kadar hara semakin baik dan kemampuan tanah dalam menyimpan C-organik semakin tinggi. Namun, peningkatan kadar C-organik tanah pada sisi lain juga mampu meingkatkan emisi C dari tanah ke udara. Peningkatan emisi yang mungkin terjadi dikarenakan adanya peningkatan substrat sebagai bahan yang akan direduksi atau dioksidasi yang akhirnya dapat lepas ke udara dalam bentuk CO2 atau CH4. Hal ini terlihat dari emisi yang CH4 yang dihasilkan sejalan dengan kadar C-organik tanah yang teramati. Kadar C-organik tanah tertinggi berturut-turut terdapat pada Bungkil Benam 100%, Urea benam 100%, dan terakhir Slow Release Benam 100%. Emisi yang dihasilkan pada 14 hari setelah perlakuan juga menunjukkan pola yang sama yaitu Bungkil Benam 100% (0.895 CH4/m2/jam), Urea Benam 100% (0.800 CH4/m2/jam) dan Slow Release Benam 100% (0.782 CH4/m2/jam). Pengujian terhadap kadar N-total menunjukkan pola yang sama dengan pengamatan C-organik tanah. Semakin dalam tanah, kadar N-total semakin menurun. Nilai N-total tertinggi berturut-turut terdapat pada Bungkil Benam 100%, Urea benam 100%, dan terakhir Slow release urea benam 100%. Namun, tingginya N-total tidak menunjukkan pola yang sama dengan tingkat emisi yang dihasilkan pada 14 hari setelah perlakuan. Hal ini dikarenakan emisi N2O lebih dipengaruhi oleh kadar N tanah tersedia (nitrat dan amonium).
Kapasitas Serapan CO2 dan Simpanan Karbon Tanaman memiliki kemampuan dalam mengambil CO2 dari udara. Hal ini dapat diamati dari kapasitas fotosintesisnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan jumlah daun tanaman jarak. Hal ini kemungkinan dikarenakan peningkatan kemampuan tanaman dalam mempertahankan kondisi yang optimum untuk menjalankan fotosintesis. Pupuk N merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi klorofil daun yang berperan besar pada proses fotosintesis. Laju fotosintesis tanaman jarak
67
termasuk rendah bila dibandingkan tanaman kedelai. Laju fotosintesis tanaman jarak yang diukur oleh Raden (2009) sebesar 5.39145 μmol CO2/m2/s lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kedelai yang memiliki laju fotosintesis sebesar 20.67 – 25.36 μmol CO2/m2/s (Muhuria 2007). Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan CO2 tertinggi pada umur tanaman 5 bulan terdapat pada perlakuan Bungkil Benam 100% yang mencapai 0.1177 ton CO2/ha/hari. Kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 pertahun (365 hari) dapat mencapai 42.961 ton CO2/ha/tahun pada perlakuan Bungkil Benam 100% atau 42% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kemampuan serapan CO2 pada tanaman jarak tergolong tinggi bila dibandingkan dengan tanaman tahunan lainnya. Tanaman jarak pagar yang digunakan pada penelitian ini ditanam di lahan kapur yang tergolong lahan-lahan marginal. Walupun ditanam di lahan marginal, kemampuan serapan CO2 dapat mencapai 42.96 ton CO2/ha/tahun. Apabila ditumbuhkan pada lahan yang memiliki kondisi optimum, memungkinkan bagi tanaman jarak menyerap hingga dua kali lipat atau mampu mencapai 80 ton CO2/ha/tahun. Tanaman hutan seperti Agathis dammara memiliki kapasitas serapan CO2 sebesar 6.94 ton/ha/tahun, Tectona grandiis (tanaman jati) sebesar 57.5 ton/ha/tahun, Acacia mangium sebesar 251.39 ton/ha/tahun dan Acacia auriculiformis sebesar 20.69 ton CO2/ha/tahun (Ardiansyah 2009). Tanaman E.grandis memiliki kapasitas serapan sebesar 31.95 ton CO2/ha/tahun (Retnowati 1998), tanaman meranti (Shorea sp.) sebesar 18.64 ton CO2/ha/tahun (Heriansyah dan Mindawati 2005). Apabila dilihat dari akumulasi karbon dalam bentuk biomassa tanaman, terlihat bahwa potensi penyerapan CO2 sangat besar, namun akumulasi biomassa sangat kecil. Akumulasi karbon yang mampu ditambat oleh tanaman berdasarkan hasil analisis karbon hanya mencapai nilai rata-rata sebesar 24.03 % dari keseluruhan CO2 yang ditambat melalui proses fotosintesis. Hal ini dikarenakan sebagian besar hasil fotosintesis digunakan untuk menjalankan aktivitas hidup tanaman dan hanya sedikit yang mampu diakumulasi. Hasil fotosintesis digunakan oleh tanaman untuk 1) menghasilkan energi bagi kehidupannya melalui respirasi dengan melepas CO2; 2) mempertahankan hidup dari cekaman lingkungan baik
68
dalam bentuk fisik dengan membentuk organ pertahanan diri maupun dalam bentuk kimia dengan pembentukan senyawa tertentu; 3) dilepas ke tanah dalam bentuk asam-asam organik dalam kegiatan penyerapan hara maupun pertahanan terhadap pathogen tanah dan 4) untuk pertumbuhan atau regenerasi tanaman. Penggunaan pupuk nitrogen secara nyata mampu meningkatan biomassa tanaman. Kemampuan ini didukung oleh nitrogen yang berperan besar mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Proporsi simpanan karbon dalam tanaman terdapat pada batang dengan persentase rata-rata mencapai 80.01 %. Sedangkan daun dan tangkai daun berturut-turut sebesar 15.36 % dan 4.62 %. Penggunaan pupuk Bungkil Benam 100% mampu meningkatkan simpanan karbon hingga 4.65 ton C/ha/5 bulan. Bila diasumsikan peningkatan serapan karbon tiap bulannya adalah sama, maka dalam setahun tanaman jarak mampu menyerap karbon sebesar 11.159 ton C/ha/tahun atau 62.32 % lebih besar dibandingkan tanpa pemupukan.
Energi Energi pada kegiatan budidaya tanaman jarak pagar memiliki kisaran nilai 9 875.55 - 82 603.62 MJ/ha yang dihitung selama 5 bulan. Input energi ini lebih besar bila dibandingkan energi untuk budidaya tanaman kedelai yaitu sebesar 753 359 – 888 474 kkal/ha atau
3 156.57 - 3722.71 MJ/ha selama 1 musim
(Moeljanto 1994). Namun, kegiatan budidaya jarak pagar memiliki input energi yang lebih rendah bila dibandingankan budidaya padi konvensional dengan input sebesar 17 162 407 MJ/ha (Anuar 1994). Input energi pada kegiatan budidaya tumpang sari jagung manis dan kacang hijau dengan olah tanah sempurna sebesar 32 941.74 – 34 423.54 MJ/ha (Santoso 2004). Output energi yang dihasilkan apabila memperhitungkan keseluruhan biomassa, menunjukkan bahwa budidaya tanaman jarak menghasilkan energi yang sangat tinggi sebesar 84 934.97 - 159 004.22 MJ/ha dengan energi bersih sebesar 7 175 - 134 675 MJ/ha. Output energi yang dihasilkan pada kegiatan tumpang sari jagung manis dan kacang hijau dengan olah tanah sempurna sebesar 115 979.26 – 131 449.08 MJ/ha dengan efisiensi biji sebesar 97-105 % dan efisiensi total biomassa sebesar 352 – 382 % (Santoso 2004). Kegiatan budidaya kedelai mampu
69
menghasilkan energi sebesar 3 947.98 – 6 019 MJ/ha/musim dengan efisiensi energi sebesar 1.15 – 1.80 (Moeljanto 1994), sedangkan budidaya padi mampu menghasilkan energi sebesar 40 610 455 MJ/ha (Anuar 1994). Efisiensi kegiatan budidaya jarak dengan memperhitungkan keseluruhan biomassa sebagai komponen hasil mencapai rata-rata 801.41 % selama 5 bulan. Namun, bila hanya memperhitungkan jumlah buah dan biji jarak yang dihasilkan, efisiensi hanya memiliki rataan 17. 53 %. Hal ini karenakan rendahnya produksi buah dan biji karena rendahnya kadar fosfat yang menunjang pembentukan buah dan biji. Penggunaan pupuk Bungkil Benam 100% yang sebelumnya menunjukan pertumbuhan dan produktivitas yang tinggi, justru menghasilkan energi bersih yang tidak terlampau tinggi. Penentuan efisiensi energi menunjukan bahwa walaupun biomassa maupun produktivitas tanaman tinggi, bisa saja efisiensi energinya rendah dikarenakan input yang besar. Energi bersih yang dihasilkan tanaman jarak tergolong besar dan dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Pemanfaatan energi biomassa yang ada dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu 1) direct combustion (pembakaran langsung); 2) memanfaatkanya sebagai pembangkit listrik energi biomassa; 3) pemanfaatan sebagai sumber bahan bakar cair dengan terlebih dulu mengkonversi dalam proses fermentasi; 3) pemanfaatan sebagai sumber bahan bakar gas. Pemanfaatan energi yang dengan direct combustion (pembakaran langsung) akan menghasilkan energi sejumlah energi yang dihasilkan pada total energi output. Metode penggunaannya adalah dengan terlebih dahulu mengeringkan semua bahan biomassa.
Keuntungan Ekonomi Budidaya Jarak Keuntungan ekonomi budidaya jarak dalam penelitian ini dapat dilihat dari efisiensi energi yang dihasilkan dari perbandingan output dalam bentuk biji dan buah dengan input yang digunakan. Penggunaan perbandingan input total dan output total dalam perhitungan ekonomi tidak dapat dilakukan dikarenakan output total berupa biomassa yang dihasilkan belum dapat dikomersilkan. Namun, analisis ekonomi berdasarkan biji dan buah dalam kegiatan penelitian ini belum memberikan keuntungan. Hal ini dikarenakan hasil produksi tergolong rendah
70
dikarenakan kondisi lahan yang marginal dan ketersediaan unsur fosfor yang rendah. Keuntungan ekonomi budidaya jarak pada penelitian ini didapat dalam bentuk lain.
Keuntungan yang diperoleh dirasakan oleh PT Indocement dan
masyarakat sekitar. Bagi PT Indocement, penggunaan tanaman jarak sangat bermanfaat bagi kegiatan revegetasi dan sumber bahan bakar. Tanaman jarak pagar memiliki kemampuan tumbuh membentuk biomassa yang lebih baik dibandingkan tanaman lain. Tanaman jarak memiliki kemudahan tumbuh yang lebih baik,
walaupun dalam media lahan marginal. Kemampuan inilah yang
membuat tanaman jarak dimanfaatkan dalam revegetasi lahan. Biji yang dihasilkan jarak dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar pabrik pengolahan semen. Pemanfaatan jarak bagi masyarakat sekitar lebih banyak dari sisi peningkatan pendapatan dari kegiatan budidaya. Masyarakat sekitar banyak terlibat dalam pemeliharaan lahan dan pemanenan buah jarak. Pemanenan buah jarak harus dilakukan beberapa kali dalam seminggu. Hal ini dikarenakan panen buah jarak yang tidak serempak. Pemanfaatan lahan jarak di sekitar lokasi penelitian juga dilakukan dalam bentuk pemanfaatan lahan sela. Tanaman sela ditanam di lahan sela antar tanaman jarak. Jenis tanaman yang ditanam antara lain palawija (Kedelai, kacang tanah) dan juga sayur-sayuran (daun bawang, kentang hitam, cabai). Penanaman tanaman sela dilakukan dalam bedengan kecil antar tanaman jarak, sehingga tidak mengganggu tanaman utama. Hal ini memberikan manfaat lebih pada lahan budidaya jarak pagar.
Gambar 15 Tanaman sela yang ditanam di antara pertanaman jarak pagar
71
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Penggunaan bungkil tanaman jarak sebagai bahan organik limbah pengepresan minyak jarak berpotensi menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman jarak yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya namun tingkat emisinya masih tinggi. Penggunaan pupuk bungkil benam dengan dosis penuh mampu menyerap CO2 tertinggi hingga mencapai 42.961 ton CO2/ha/tahun dan memiliki simpanan biomassa tertinggi hingga hingga 11 159 kg C/ha/tahun. 2. Emisi CH4 di lokasi penelitian berhubungan dengan tingginya kadar NH4+ dalam tanah. Emisi CH4 di lokasi penelitian memiliki nilai sebesar 0.020 – 1.521
mg CH4/m2/jam. Emisi gas N2O semakin meningkat dengan
peningkatan kadar nitrogen tanah. Emisi gas N2O pada penelitian ini memiliki kisaran nilai antara 0.237- 5.913 mg CH4/m2/jam, dengan nilai tertinggi pada perlakuan pupuk slow release benam 100% pada hari ke-14 setelah perlakuan. 3. Penggunaan pupuk Urea Benam 100% menghasilkan energi tertinggi sebesar 134 675 MJ/ha selama 5 bulan.
Saran 1. Pupuk bungkil jarak pagar dapat digunakan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan jarak pagar dengan aplikasi dua atau tiga kali aplikasi sesuai kebutuhan tanaman. 2. Agar tanaman jarak di daerah berkapur mampu berproduksi tinggi, selain penggunaan pupuk nitrogen juga diperlukan penambahan pupuk fosfor.
72
DAFTAR PUSTAKA Abao EB, Bronson RF, Wassmann R, Singh U. 2000. Simulation records of methane and nitrous oxide emission in rice-based cropping systems under rain fed conditions. Nutrient Cycling in Agroecosystems 58:131-139. Abdalla M, Jones M, Ambus P and Williams M. 2010. Emmisions of nitrous oxide from Iris arable soils : effects of tillage and reduced N input. Nutr Cycl Agroecosyst. 86 : 53-65p Abdullah. 1979. in Moechalil YS. 1983. Pendekatan neraca energi pada budidaya ubikayu (Manihot esculenta) dan beberapa usaha ke arah peningkatan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Agriculture and Agri-Food Canada. 2001. Global Warming and Agriculture Fossil Fuel : 1. Allison LE, Bollen WB, Moodie CD. 1965. Total Carbon. Di dalam: Black et al., editor. Methods of soil analysis, Part 2. Agronomy. Madison, Wis : Am. Soc. Of Agron. Inc. hlm 1346-1366. Allorerung D, Mahmud Z, Rivaie AA, Efendi DS, Mulyani A. 2006. Peta kesesuaian lahan dan iklim jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di dalam : Makalah pada Lokakarya Status Teknologi Budidaya Jarak Pagar; Jakarta, 11-12 April 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Anderson JM. 1991. The effects of climate change on decomposition processes in grassland and coniferous forests. Ecol. Applic. 1 : 326-347. Anuar R. 1994. Analisis energi dan ekonomi pada lima paket teknologi produksi padi sawah. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.102h. Ardiansyah. 2009. Daya Rosot Karbondioksida Oleh Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga. skripsi. Bogor:Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Aulakh MS, Wassmann R, Reenberg H. 2001. Methane emissions from rice fields quantification, mechanisms, role of management and mitigation options. Advances in Agronomy 7: 193-260. Aulakh MS, Doran JW, Moiser AR. 1992. Adv Soil Science 56:95-102. Aulakh MS, Doran JW, Moiser AR. 1992. Soil denitrification-significance, measurement and effect of management. Adv. Soil Science 18:1-57.
73
Aulakh MS, Doran JW, Mosier AR. 1992. Soil denitrification-significance, measurement and effect of management. Adv. Soil Sci. 18 : 1-57. Becker. 2004. Bio-diesel from Jatropa plantations on degraded land. Hohenheim. Bender M, Conrad R. 1994. Microbial oxidation of methane, ammonium and carbon monoxide, and turnover of nitrous oxide and nitric oxide in soils. Biogeochemistry 27:97-112. Bing CAO, Yun HF, Ming XQ, Bin Y, Xin CAIG. 2006. Denitrification losses and N2O emissions from nitrogen fertilizer applied to a vegetable field. Pedosphere 16(3): 390-397. Bodelier PLE, Laanbroek HJ. 2004. Nitrogen as a regulatory factor of methane oxidation in soils and sediments. FEMS Microbiology Ecology 47: 265277. Boeckx P, Van Cleemput O. 1996. Methane oxidation in a neutral landfill cover soil: influence of moisture content, temperature and nitrogen-turnover. Journal of Environmental Quality 25:178-183. Bremner JM, Keeney DR. 1965. Stream distillation methods for determination of ammonium, nitrate and nitrite. Anal. Chim. Ata 32: 485-495. Bremner JM. 1960. Determination of nitrogen in the soil by the Kjeldahl method. J. Agric. Sci. 55:11-33. Bronson KF, Neue HU, Singh U, Abao EBJr. 1997. Automated chamber measurements of methane and nitrous oxide flux in a flooded rice soil : I. Residue, nitrogen and water management. Soil Science Society of America 61:981-987. Brown S, Gaston G. 1996. Estimates of biomass density for tropical forests. World Resources Rev. 4 (3): 366-383. Brown S, Hail CAS, Kanbe W, Raich J, Trexler MC, Woomer P. 1993. Tropical forest: their past, present, and potential future role in the terrestrial carbon budget. Journal of water, air and soil pollution. 70: 71-91. Brown S. 1997. Estimating Biomass and biomasses change of Tropical Forest. A Primer. FAO Forestry Paper. 134. FAO. Rome. Buendia LV, Neue HD, Wassmann RB, Lantin RS, Javellana AM, Yuchang X, Markarim AK, Corton TM, Charoensilp N. 1997. Understanding the nature of methane emission from rice ecosystems as basis of mitigation strategies. Applied Energy 56: 433-444. Castro MS, Peterjohn WT, Melillo JM, Steudler PA, Gholz HL, Lewis D. 1994. Effect of nitrogen fertilization on the fluxes of N2O, CH4, and CO2 from
74
soils in a Florida slash pine plantation. Canadian Journal of Forest Research 24:9-13. Cesylia L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Havea brasiliensis) di perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII kabupaten Pandeglang Banten. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 56 h. Chapman VJ. 1976. Mangrove vegetation. Vaduz. Cramer J. pp:197. Chen GX, Huang GH, Huang B, Yu KW, Wu J, Xu H. 1997. Nitrous oxide and methan emissions from soil-plant systems. Nutrient Cycling in Agroecosystems 49: 41-45. Chin KJ, Conrad R. 1995. Intermediary metabolism in methanogenic paddy soils and the influence of temperature. FEMS Microbiology and Ecology 18: 85-102. Cicerone RJ, Oremland RS. 1988. Biogeochemical aspects of atmospheric methane. Global Biogeochemical Cycles 2: 299-327. [CMDL] Climate Monitoring and Diagnostic Laboratory. 2001. Climate Monitoring and Diagnostic Laboratory (CMDL) of the National Oceanographic and Atmospheric Administration. Boulder, CO, USA. Colourn P, Dowdell RJ. 1984. Denitrification in field soils. Plant Soil 76: 213226. Dlugokencky EJ. 2001. NOAA CMDL Carbon Cycle Greenhouse Gases, Global average atmospheric methane mixing ratios, NOAA CMDL cooperative air sampling network. Http://www.cmdl.noaa.gov/ccg/figures/ch4trendglobal.gif. Dlugokencky EJ. Houweling S, Bruhwiler L, Masarie KA, Lang PM, Miller JB, Tans PP. 2003. Atmospheric methane levels off: Temporarry pause or a new steady state? Geophys. Res. Lett. 30. Duxbury JM, Bouldin DR, Terry RE, Tate III RL. 1982. Emissions of nitrous oxide from soils. Nature 275:602-604. Garcia IL. 1990. Taxonomi and ecology of methanogens. FEMS Microbiological Review 87:297-308. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta. UI Press. 478h. Gates DM. 1993. Climate change and its biological consequences. Sinauer, Sunderland, MA.
75
Greweling T, Peech M. 1960. Chemical soil test. Cornell Univ. Agric. Exp. Stn. Bull no. 960. Gubitz, Mittelbach, Trabi, Graz, Austria. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropa curcas L. 1998. Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi H, Hanafie, Reksowardojo IK, Rivai M, Ihsanur M, Suryadarma P, Tjitrosemito S,Soerawijaja TH, Prawitasari T, Prakoso T, Purnama W. 2006. Jarak pagar tanaman penghasil biodiesel. Jakarta : Penebar Swadaya. Hanson RS, TE Hanson. 1996. Methanotropic bacteria. Microbiology Review 60 :439-471. Hasibuan AB, Pranowo D. 2007. Pengaruh jenis bahan organik terhadap pertumbuhan awal jarak pagar ( Jatropa curcas L. ). Di dalam : Lokakarya II:Status Teknologi Jarak Pagar (Jatropa curcas L.); Bogor, 29 November 2007. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hasnam, Syukur C, Hartati RS, Wahyuni S, Pranowo D, Susilowati E, Puslani E dan Heliyanto B. 2007. Pengadaan bahan tanaman jarak pagar di Indonesia: Desa mandiri energi serta stategi penelitian di masa datang. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Jarak Pagar III. Balittas. Malang, 5 November 2007. Hattori C, Ueki A, Seto T, Ueki K. 2001. Seasonal variations in temperature dependence of methane production in paddy soil. Microbes and Environments 16:227-233. Heller J. 1996. Physic Nut. Jatropha curcas L. – Promoting the Concervation and Use of Underutilized and Neglected Crops. 1. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research, Gatersleben/ International Plant Genetic Resources Institute. Rome. 6p. Henning RK. 1998. Use of Jatropha curcas L. (JCL): A household perspective and its contribution to rural employment creation. Experiences of the Jatropha Project in Mali, West Africa, 1987 to 1997. In: Regional Workshop on the Potential of Jatropha curcas in Rural Development & Environmental Protection. Harare, Zimbabwe: May 1998. Heriansyah I, Muhuria N. 2005. Potensi Hutan Tanaman Marga Shorea dalam Menjerap CO2 Melalui Pendugaan Biomassa di Hutan Penelitian Haurbentes. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2 (2): 105-111. Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Heynes RK, Knowles R. 1984. Canadian Journal of Microbiology 30 : 13971404.
76
Hochstein LI, Tomlinson GA. 1988. The enzymes associated with denitrification. Annual Review of Microbiology 42: 231-261. Hou AX, Chen GX, Wang ZP, Van Cleemput O, Patrick WHJr. 2000. Soil Science Society of American Journal 64: 2180-2186. Houghton RA, Jenkins GJ, Ephramus JJ. 1990. Scientific assessment of climate change. IPCC, Genewa, Switzerland. Hue AX, Chen GX, Wang ZP, Van Cleemput O, Patrick Jr.WH. 2000. Methane and nitrous oxide emissions from a rice field in relation to soil redox and microbiological processes. Soil Sci. Soc. Am.J 64: 2180-2186. Hütsch BW, Russell P, Mengel K. 1996. CH4 oxidation in two temperate arable soils as affected by nitrate and ammonium application. Biology and Fertility of Soils 23: 86-92. [IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change. 1996. Climate change 1995: The science of climate change. Cambridge : Cambridge University Press. [IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change. 2001. Climate Change: A Scientific Basis, Intergovermental Panel on Climate Change (eds Hounghton JT et al.). UK : Cambridge University Press. [IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change. 2001. Climate change 2001, Third Assessment Report of the IPCC. Cambridge : Cambridge University Press. Irmansyah. 2004. Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Isminingsih. 2009. Studi kecenderungan emisi gas rumah kaca (GRK) dan neraca karbon pada berbagai sistem pengelolaan tanaman padi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jassal RS, Black TA, Roy R, Ethier G. 2011. Effect of nitrogen fertilization on soil CH4 and N2O flux, and soil and bole respiration. Geoderma 162 : 182-186. Jenkinson DS, Adams DE, Wild A. 1991. Model estimates of CO2 emissions from soil in response to global warming. Nature 351: 304-306. Jones N, Miller JH. 1992. Jatropha curcas. A Multipurposes Species for Problematic Sites. The World Bank Report. Asia Technical Department. Agriculture Division. Jones RD, Morita RY. 1983. Methane oxidation by Nitrosococcus oceanus and Nitrosomonas europaea. Applied and Environmental Microbiology 45:401-410.
77
June et al. 2008. Di dalam: Syahbuddin H. Potensi Serapan Karbon Jarak pagar. Infotek Jarak Pagar. Kalil K, Mary B, Renault P. 2004. Nitrous oxide production by nitrification and denitrification in soil aggregates as affected by O2 concentration. Soil Biology and Biochemistry 36: 687-699. Keppler F, Hamilton JTG, Bra M, Rockmann T. 2006. Methane emissions from terrestrial plants under aerobic condition. Nature Letters 439: 187-191. Kettunen R, Saarnio S, Martikainen P, Silvola J. 2005. Elevated CO2 concentration and nitrogen fertilization effects on N2O and CH4 fluxes and biomass production of Phleum pretense on farmed peat soil. Soil Biology and Biochemistry 37:739-750. King GM, Schnell S. 1994. Ammonium and nitrite inhibition of methane oxidation by Methylobacter albus BG8 and Methilosinus trichosporium OB3b at low methane concentrations. Applied and Environmental Microbiology 60: 3508-3513. Knowles R. 1982. Denitrification. Microbiological Reviews 46:43-70. Kravchenko I, Boeckx P, Galchenko V, Van Cleemput O. 2002. Short-and medium-term effects of NH4+ on CH4 and N2O fluxes in arable soils with a different texture. Soil Biology and Biochemistry 34 :669-678. Lakitan, B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 204 hal. Lundegardh H. 1972. Carbon dioxide evolution and crop growth. Soil Sci. 23 : 417-453. Luo J, Tillman RW, Ball PR. 1999. Factors regulating denitrification in a soil under pasture. Soil Biology and Biochemistry 31:913-927. Maag M, Vinther FP. 1996. Nitrous oxide emission by nitrification and denitrification in different soil types and at different soil moisture contents and temperature. Applied Soil Ecology 4:5-14. Mahmud Z, Rivaie AA, Allorerung D. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Masscheleyn PH, Delaune RD, Patrick WHJr. 1993. Chemosphere 26 :251-260. Masscheleyn PH, Delaune RD, Patrick WH. 1993. Methane and nitrous oxide emission from laboratory measurements of rice soil suspension. Effect of oil oxidation - reduction status. Chemosphere 26: 251-260.
78
Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan percobaan. Bogor: IPB Press. McLain JET, Martens DA. 2006. Moisture control on trace gas fluxes in semiarid riparian soil. Soil Science Society of American Journal 70:367-377. Moechalil YS. 1983. Pendekatan neraca energi pada budidaya ubikayu (Manihot esculenta) dan beberapa usaha ke arah peningkatan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Moeljanto BD. 1994. Kajian energi pertanian terhadap beberapa paket budidaya kedelai (Glicine max (L.) Merr.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 113h. Mosier A, Wassmann R, Verchot L, King J, Palm C. 2004. Methane and nitrogen oxide fluxes in tropical agricultural soils : sources, sinks and mechanisms. Environment, Development and Sustainability 6 : 11-49. Muhuria L. 2007. Mekanisme fisiologi dan pewarisan sifat toleransi kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap intensitas cahaya rendah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 163 hal. Namaratne SY. 1997. Studies on methane emission from paddy fields in Sri Langka and options for its mitigation. The final report submitted to the United State sountry studies programme. 65pp. Nugraho S, Lumbanjara G, Suprapto I, Sunyoto H, Ardjasa WS, Haraguchi H, Kimura M. 1994. Methane emission from an Indonesian paddy fields subjected to several fertilizers treatments. Soil Science and Plant Nutrition 40: 275-281. O’brien DT, Kikuchi M. 1983. Impact of the changing energy situation in weed control technology. Proc. of weed control in rice. IRRI Los Banos. p: 363384. Palmer RR, Reeve IN. 1993. Methanogene genes and the molecular biology of metham biosynthesis. In: Sebald, M.,(ed.), Genetics and Molecular Biology of Anaerobic Bacteria. Springer-Verlag, Berlin. pp. 13-35. Parashar DC, Rai J, Sharma RC, Singh N. 1991. Indian Journal Radio Space Phys 20: 12-17. Paretta E. 2009. Pengaruh Slag (AgriPower) terhadap pertumbuhan dan produksi padi serta emisi gas rumah kaca (CH4 dan N2O). Skripsi. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67h. Petersen SO, Schjonning P, Thomsen IK, Christensen BT. 2008. Nitrous oxide evolution from structurally intact soil as influenced by tillage and soil water content. Soil Biology and Biochemistry 40:967-977.
79
Pranowo et al. 1999. Pola tanam populasi tinggi berbasis kelapa. Di dalam : Laporan Hasil Penelitian Bagian Proyek Penelitian Pola Tanam Kelapa Pakuwon. Prihandana R, Hambali E, Mujdalipah S, Hendroko R. 2007a. Integrated Utilization of Jatropha curcas : Road to Energy Self Sufficient Villages. Jakarta:Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN)Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi. Prihandana R, Hambali E, Mujdalipah S, Hendroko R. 2007b. Program Pengembangan Bahan Bakar alternatif dari tumbuhan sebagai pengganti minyak bumi dan gas. Jakarta:Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN)-Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi. Putuwigena IG, Purnomo J, Sukristyonubowo. 1998. Pengaruh pengelolaan bahan organik dan tingkat pemupukan dalam usaha mempertahankan produktivitas tanah ultisol Jambi. Di dalam : Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Bogor: Balai Pednelitian Tanah dan Agroklimat. Raden I. 2009. Hubungan arsitektur tajuk dengan fotosintesis, produksi dan kandungan minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.). Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Retnowati, E. 1998. Kontribusi Hutan Tanaman Eucalyptus grandis Maiden Sebagai Rosot Karbon di Tapanuli Utara. Buletin Penelitian Hutan 611:19. Pusat Penelitan dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Rivaie AA. 2006. Anda Bertanya? Kami Menjawab!. Di dalam : Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Volume 1 (7). Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Roberston GP, Paul EA, Harwood RR. 2000. Greenhouse gases in intensive agriculture: contribution of individual gases to the radioactive forcing of the atmosphere. Science. 289: 1922-1925. Robertson GP. 1999. Denitrification. In Summer et al. (ed.), Handbook of Soil science. Boca Raton, FL: CRC Press. p: 181-190. Romli M, Hariyono B, Machfud M. 2006. Pengaruh dosis pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil jarak pagar (Jatropha Curcas L.). Di dalam : Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas L.). Prosiding Lokakarya II. Bogor, 29 November 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hlm. 30-35. Rudolph J. 1994. Anomalous methane. Nature 368: 19-20.
80
Rutger, Grant. in O’brien DT, Kikuchi M. 1983. Impact of the changing energy situation in weed control technology. Proc. of weed control in rice. IRRI Los Banos. p: 363-384. Sahrawat KL, Keeney DR. 1986. Nitrous oxide emission from soils. Adv. Soil Sci. 4: 103-146. Santoso BB, Hasnam, Hariyadi, Susanto S, Purwoko BS. 2008. Potensi hasil jarak (Jatropha curcas L.) pada tahun pertama budidaya di lahan kering Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Buletin Agronomi 36:161-167. Santoso BB. 2009. Karakterisasi morfo-ekotipe dan kajian beberapa aspek agronomi jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 163h. Santoso MB. 2004. Efisiensi energi dan produktivitas pada tumpang sari jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) dan berbagai kerapatan kacang hijau (Vigna radiata L.) dengan pengolahan tanah yang berbeda. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Scheutz C, Kjeldsen P. 2004. Environmental factors influencing attenuation of methane and hydrochoroflourocarbons in landfill cover soil. Journal of Environmental Quality 33 :72-79. Schleser GH. 1982. The response of CO2 evolution of soils to global temperature change. Z. Naterforsch., A : Phys. Sci. 37:287-291. Schlesinger WH. 1991. Biogeochemistry: An analysis of global change. San Diego, CA : Academic Press. Silva NS, Guido ML, Loqueno FF, Marsch R, Bendooven L. 2011. Emission og greenhouse gases from an agricultural soil amenden with urea : aloboratory study. Applied Soil Ecology 47 : 92-97. Simek M, Jicova L, Hopkins DW. 2002. What is the so-called optimum pH for denitrification in soil ? Soil Biology and Biochemistry 34: 1227-1234. Singh JS, Gupta SR. 1977. Plant decomposition and soil respiration in terrestrial ecosystems. Bot. Rev. 43: 449-528. Sirisena DN, Wickramasinghe WMADB, Bandara WMJ, Ranatunge RAND. 2004. Effect of tertilizer management on methane and nitrous oxide from rice fiels in low country intermediate zone of Sri Langka. Annals of the Sri Langka Departement of Agriculture 6:203-216. Steudler PA, Bowden RD, Melillo JM, Aber JD. 1989. Influence of nitrogen fertilization on methane uptake in forest soil. Nature 341: 314-316. Stout BA. 1990. Agricultural energy 1985-2000. Agr. Engr 66: 18-20.
81
Syahbuddin H. 2006. Potensi Serapan Karbon Jarak pagar. Infotek Jarak Pagar. Syahbuddin H. 2008. Potensi Serapan Karbon Jarak pagar. Infotek Jarak Pagar 3. (9). Thalib. 2008. Buah lerak mengurangi emisi gas metana pada hewan ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30: No 2. Tiedje JM. 1988. Ecology of denitrification and dissimilatory nitrate reduction to ammonium. In : Zehnder AJB, editor. Biology of Anaerobic Microorganism. New York :Wiley, pp: 179-244. Tjahjana et al. 2000. Manipulasi jarak dan sistem tanam kelapa sawit untuk polatanam. Laporan Hasil Penelitian Bagian Proyek Penelitian Pola Tanam Kelapa Pakuwon. Tjitrosoepomo G. 1987. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. 266h. Topp E, Pattey E. 1997. Soil as a source and sinks for atmospheric methane. Canadian Journal of Soil Science 77:167-178. Townsend AR, Vitousek PM, Holland EA. 1992. Tropical soils could dominate the shorth-term carbon cycle feedbacks to increase global termeratures. Clim. Change 22 : 293-303. Utomo IH. 1991. Upaya perbaikan budidaya kedelai berdasarkan pertimbangan teknis dan kajian energi pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Von Fischer JC, Hedin LO. 2007. Controls on soil methane fluxes: Tests of biophysical mechanisms using stable isotope tracers. Global Biogeochemical Cycles 21: GB2007, doi:10.1029/2006GB002687. Walter B, Heimann M, Matthews E. 2001. Modelling modern methane emissions from natural wetlands. I. Model description and result. J Geography Res 106 : 34189-34260. Wang ZP, Delaune RD, Masscheleyn PB, Patrick Jr.WH. 1993. Soil redox and pH effects on methane production in a flooded rice soils. Soil Science Society of American Journal 57: 382-385. Wang ZP, Delaune RD, Masscheleyn PB, Patrick JrWH. 1993. Soil redox and pH effects on methane production in a flooded rice soils. Soil Science Society of American Journal 57: 382-385. Wassmann R. Neue HD, Bueno C, Latin RS, Alberto MCR, Buendia LV, Bronson K, Papen H, Rennenberg H. 1998. Methane production
82
capacities of different rice soils derived from inherent and exogenous substrates. Plant and Soil 203: 227-237. Wayhuni, Wihardjaka. 2007. Pengelolaan lahan sawah tadah hujan alam menekan emisi gas nitro-oksida (N2O). Sumber Daya Lahan 1: No. 3. White PL, Plaskett GL. 1981. Biomass as Fuel Scotland. Academic Press. Whittenbury R, Phillips KC, Wilkinson JF. 1970. Enrichment, isolation, and some properties of methane-utilizing bacteria. Journal of Genetica Microbiology 25:225-233. Willison TW, Webster CP, Goulding KWT, Powson DS. 1995. Methane oxidation in temperate soils effects of land use and the chemical foem of nitrogenfertilizer. Chemosphere 30:539-546. Wiroatmojo. 1979. in Utomo IH. 1991. Upaya perbaikan budidaya kedelai berdasarkan pertimbangan teknis dan kajian energi pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. [WMO] World Meteorological Organization. 1995. Scientific assessment of ozone depletion 1994. Global ozone research monitoring project, Report No. 37. Genewa, Switzerland : World Meteorological Organization. Woese CR, Kandler O, Wheelis ML. 1990. Toward a natural system of organism : Proposal for the domain archaea, bacteria and eucarya. Proc Natl Academic Science 87: 4576-4579. Woodward KJ, Fellows CS, Conway CI, Hunter HM. 2009. Nitrate removal, denitrification and nitrous oxide production in the riparian zone of an ephemeral stream. Soil Biology and Biochemistry 41:671-680. Wrage N, Velthof GL, van Betsichem ML, Oenema O. 2001. Role of nitrifier denitrification of nitrous oxide. Soil Biology and Biochemistry 33: 17231732. Wu X, Yao Z, Bruggemann N, Shen ZY, Wolf B, Dannenmann M, Zheng X, Butterbach-Bahl K. 2010. Effects of soil moisture and temperature on CO2 and CH4 soil-atmosphere exchange of various land use/cover types in a semi-arid grassland in Inner Mongolia, China. Soil Biology and Biochemistry 42:773-787. Yagi K, Minami K. 1990. Effects of organic matter application on methane emission from some Japanese paddy fields. Soil Science and Plant Nutrition 36: 599-610.
83
Yagi K, Chairoj P, Tsurata H, Cholitkul W, Minami K. 1994. Methane emission from rice paddy fields in the central plain of Thailand. Soil Science and Plant Nutrition 40: 29-37. Yagi K, Tsuruta H, Minami K. 1997. Nutrient Cycling in Agroecosystems 49:213220. Zheng XH, Wang MX, Wang YS, Heyer J, Kogge, Papen H, Jin JS, Li LT. 1997. N2O and CH4 emissions from rice paddies in Southeasts China. Chinese Journal of Atmospheric Sciences 21: 167-174. Zou GY, Zhang FS, Ju XT, Chen XP, Liu XJ. 2006. Study on soil denitrification in wheat-maize rotation system. Scientia Agricultura Sinica 5(1):45-49.
LAMPIRAN
84
Lampiran 1 Pupuk yang L g Digunakan Jenis Pupuuk
Bungkil Jarrak
Urea
Sllow Release Urea
Gambar
85
Lampiran 2 Emisi gas metana (CH4) dalam satuan ppm 3 HSP Perlakuan UT0.5 UT1 UB0.5 UB1 BT0.5 BT1 BB0.5 BB1 ST0.5 ST1 SB0.5 SB1 K0 Ket
0.344 0.242 0.425 0.464 0.432 0.351 0.426 0.317 0.406 0.293 0.388 0.215 0.209 :
5 HSP 0.361 0.938 0.154 1.033 0.452 0.180 0.506 0.517 0.603 0.257 0.417 0.431 0.383
7 HSP CH4 (ppm) 0.210 b-d 0.888 a 0.016 d 0.740 ab 0.174 cd 0.403 a-d 0.692 a-c 0.305 b-d 0.353 b-d 0.538 a-d 0.662 a-c 0.397 a-d 0.186 cd
14 HSP 0.319 0.514 0.731 0.631 1.200 0.863 0.611 0.706 0.591 1.006 0.435 0.617 0.583
d cd b-d b-d a a-c b-d b-d b-d ab cd b-d b-d
Rata-rata 0.309 0.646 0.332 0.717 0.565 0.449 0.559 0.461 0.488 0.523 0.476 0.415 0.340
UT:Urea Tebar SB:Slow Release Urea Benam UB:Urea Benam KO:Kontrol BT:Bungkil Tebar 1/0.5: Dosis pupuk penuh/setengah dosis BB:Bungkil Benam HSP: Hari setelah perlakuan ST:Slow Release Urea Tebar Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
Lampiran 3 Emisi gas dinitrogen oksida (N2O) dalam satuan ppm Perlakuan
3 HSA
5 HSA
UT0.5 UT1 UB0.5 UB1 BT0.5 BT1 BB0.5 BB1 ST0.5 ST1 SB0.5 SB1 K0
0.091 0.076 0.058 0.099 0.181 0.162 0.099 0.124 0.201 0.103 0.097 0.068 0.186
0.111 0.139 0.119 0.200 0.151 0.100 0.194 0.163 0.169 0.114 0.219 0.150 0.257
Ket
:
7 HAS N2O (ppm) 0.124 a 0.146 a 0.165 a 0.339 a 0.250 a 0.190 a 0.247 a 0.295 a 0.289 a 0.275 a 0.213 a 0.283 a 0.037 b
14 HSA 0.833 1.369 0.796 1.352 1.190 1.510 1.228 1.367 0.500 1.585 1.283 1.700 0.736
b-d a-c b-d a-c a-d a-c a-d a-c d ab a-d a cd
Rataan 0.290 0.433 0.285 0.498 0.443 0.491 0.442 0.487 0.290 0.519 0.453 0.550 0.304
UT:Urea Tebar SB:Slow Release Urea Benam UB:Urea Benam KO:Kontrol BT:Bungkil Tebar 1/0.5: Dosis pupuk penuh/setengah dosis BB:Bungkil Benam HSP: Hari setelah perlakuan ST:Slow Release Urea Tebar Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, berbeda nyata pada uji DMRT 5 %
86
Lampiran 4 Kondisi Cuaca Saat Pengambilan Sampel Gas Diurnal Change Waktu (Jam) 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4 5
Suhu tanah 26.5 26.6 27.1 28.1 29.2 30.6 32.0 32.2 31.6 31.4 31.2 30.6 29.9 29.3 28.7 28.3 28.0 27.8 27.6 27.4 27.2 27.0 26.8 26.6
Suhu udara 24.4 28.3 29.3 31.2 31.2 31.9 32.5 31.1 30.0 30.8 30.2 29.0 27.5 26.0 25.1 24.8 24.8 24.9 24.8 24.5 24.3 24.2 24.2 23.9
Kandungan air (m3/m3) 0.22 0.22 0.22 0.22 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22 0.22
Curah hujan mm/30 menit 0 0 0 0 0 0 0 0 0.2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Solar radiasi 52.50 227.50 250.00 620.00 618.75 842.50 382.50 85.65 126.90 196.25 75.60 10.00 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60
Ket : Hasil diperoleh dari alat Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari)
Lampiran 5 Kondisi Cuaca Saat Pengambilan Sampel Gas Hari Setelah Pemupukan
Suhu Udara (°C)
3 5 7 14
29.86 28.73 26.42 29.36
Suhu Tanah (°C) 29.01 29.58 28.37 30.32
Radiasi Matahari (W/m2) 612.70 473.27 342.86 553.41
Kadar Air Tanah (m3/m3) 0.24 0.25 0.26 0.25
Curah Hujan (mm) 0 0.31 0 0
Ket : Hasil diperoleh dari alat Hoboware Pro (alat pengukur curah hujan, suhu dan radiasi matahari)
87
Lampiran 6 Kadar CH4 dan N2O ambient Diurnal Change N2O
CH4 Jam 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
ppm 5.162 7.619 5.193 5.240 3.820 3.929 3.635 4.660 3.816 5.308 4.241 4.138 4.580 6.164 4.931 5.677 5.353 5.400 6.518 4.577 4.628 6.335 5.524
3.468 2.755 3.613 5.837 0.000 10.198 0.000 0.000 2.710 2.847 0.668 4.581 4.257 0.000 3.783 0.000 2.288 2.819 2.854 0.000 2.738 5.066 5.442
88 89
Lampirran 7 Hasil Anaalisis Bungkil
N (%)
Kadarr air (%))
C-organikk (%)
12.007
48.04
P P2O5
Organik
NH4
NO3
Total
1.1
1.08
0.08
2.26
K2O
C CaO
C/N 21
MgO
Na
S
F Fe
Mn
% 1.69
1.41
1
C Cu
Zn
12
35
ppm 1
00.01
0.06
7 71
25
Ket : Hassil diperoleh berdasarkan analisis yan ng dilakukan di Ballai Tanah
Lampirran 8 Asumsi peengukuran serappan CO2 (1/4 daari keseluruhan jjumlah daun)
89
89
Lampiran 9 Laju fotosintesis tanaman jarak
Sumber : Raden (2009)
90
Lampiran 10 Hasil analisis tanah di lokasi penelitian
91
Lampiran 11 Hasil analisis C-organik dan N-total tanah
92
Lampiran 11 Hasil analisis C-organik dan N-total tanah
93
Lampiran 12 Hasil analisis C-organik tanaman
94
Lampiran 13 Hasil analisis energi
95
Lampiran 13 Hasil analisis energi