TINGKAT EMISI ACUAN (REL, REFERENCE EMISSION LEVELS) BIDANG KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI TENGAH Oleh Rauf Ompo
PENDAHULUAN Sejak Provinsi Sulwesi Tengah ditetepkan sebagai lokasi pilot project REDD melalui surat dari kemeterian Kehutanan No 5.786/II-KLN/20120 tanggal 26 Juni 2010, maka PEMDA menindak lanjuti dengan membentuk kelompok kerja yaitu POKJA REDD Sulawesi Tengah melalui SK Gubernur No 552/84/DISHUTDA-G.ST/2011 tanggal 18 Feruari 2011. Rangkaian dari proses pemebentukan POKJA ini diawali dengan konsultasi publik untuk menelaah keanggotan serta tugas utama dari pokja. Tugas utama dari pokja ini adalah membantu PEMDA Sulawesi Tengah menyiapkan secara teknis dan sosial termasuk infrastruktur dan kapasitas daerah untuk implementasi program REDD+. Berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan oleh POKJA REDD atas dukungan UN-REDD, satu diantaranya adalah penyusunan provisional tingkat emisi acuan (REL) Sulawesi Tengah. REL merupakan bagian penting dari sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV, measuring, reporting and verfication). Nilai REL menjadi dasar untuk dilakukan penilaian apakah terjadi pengurangan emisi atau hal sebaliknya justru terjadi peningkatan emisi setelah implementasi REDD+. Karena itu metode yang digunakan untuk menghitung REL harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan dapat dilakukan pengujian atau verefikasi. Selain itu data input harus memiliki validitas yang tinggi. Secara sederhana REL merupakan jumlah emisi kotor yang dihasilkan oleh suatu daerah selama kurung waktu tertentu yang menjadi refeensi. Tujuan Penetapan Nilai REL 1. Menentukan besaran kuantitatif nilai emisi Sulawesi Tengah dari sektor kehutanan dan lahan gmbut, dan mengidentifikasi fakor pemicunya 2. Memberikan gambaran tentang emisi masa datang dengan tenggang waktu tertentu tanpa ada intervensi mitigasi
METODOLOGI a. Konsepsi Sampai saat ini belum ada satu metode penentuan REL yang disepakati secara internasional, namun dari sejumlah pustaka yang ada, terdapat tiga metode yang banyak digunakan yaitu: 1) Historical Emission seperti yang dilakukan oleh Santilli et al, 2005; Mollicone et al, 2007; Strassburg et al, 2009. Penentuan emisi dari metode ini didasarkan bahwa kejadian masa lalu akan bersfat statis kedepan sehinga sejarah emisi dari masa lalu akan diekstrapolasi
Reference Emission Level (REL)
Halaman 1 dari 8
2) Adjusted Historical Emission. Penentuan REL pada metode ini bahwa emisi masa lalu dapat digunakan untuk menetukan REL tetapi perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang mendrive kejadian emisi masa lalu seperti kepadatan penduduk, kebutuhan lahan untuk pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Metode ini telah digunakan oleh Amano et al., 2008) 3) Forward looking. Penentuan REL pada metode ini didasarkan pada analisis terhadap faktor yang sifatnya memperbesar kejadian deforestasi/kerusakan hutan serta faktor yang berpotensi mengendalikan kejadian tersebut. Metode ini menjadikan sejarah emisi tidak terlalu penting dketahui. Metode tersebut telah digunakan antara lain, oleh Petrova et al. 2007. b. Konstruksi Metode Ketiga metode ini memiliki satu kesamaan yakni membutuhkan input tentang data aktivity dan faktor emisi dari masing masing aktiviti. Untuk mendapatkan data aktiviti dilakukan dengan analisis tutupan lahan sedangkan data faktor emisi diperleh dari hasil penelitian. Secara umum kerangka konstruksi metode perhitungan REL di Sulawesi Tengah disajikan pada Gambar 1.
Activitie Data
Gambar 1.
Diagram of Determining and Analisys of REL
c. Pemilihan Metode Pemilihan metode yang akan dipergunaan untuk menentukan REL didasarkan pada dua pertimbangan utama:
Reference Emission Level (REL) 8
Halaman 2 dari
1) Metode yang dipilih mudah dioperasionalkan baik dari sisi kebutuhan data maupun kebutuhan resource lainnya seperti teknologi, pembiayaan dan sebangainya 2) Memiliki tingkat presesi yang tinggi terhada hasil hutan REL Adapun sruktur kerja dari penyusunan REL di Sulawesi Tengah disajikan pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 3. Alur kegiatan penetapan Provisioanl REL Sulawesi Tengah
Struktur kegiatan penetapan REL Provisonal dimulai dari analisis kebutuhan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki. Tahapan berikutnya adalah telaa dan analisis data beserta ketersediaanya terutama menyangkut validitas data input dan tme seris data. Tahapan selanjutnya adalah melakukan komparasi hasil hitungan dari berbagai metode untuk menentapkan metode yang akan dipilih (optinal). Hasil hitungan dari metode terpilih selanjutnya didiskusikan dengan stakeholder untuk selanjutnya ditetapkan sebagai REL provisonal. Penentuan emisi dilakuakn dengan pendekatan perubahan stock karbon pada priode reference. Bila terjadi peningkatan stock karbron dari priode sebelumnya maka kategorinya adalah squentration, sebaliknya bila terjadi pengurangan stock karbon maka dinyatakan sebagai emisi. Nilai stock karbon merupakan nilai akumulasi dari stock karbon dari keseluruhan data aktiviti, sedangkan stock karbon diperoleh dari perkalian antara luasan akctiviti dengan faktor emisi. Penentuan aktviti data dan perubahannya dilakukan melalui analisis perubahan tutupan lahan dengan menggunakan Remotesensing dan GIS.
Reference Emission Level (REL) 8
Halaman 3 dari
Gambar 4.
Keranga analisis Penentuan REL
Tabel 1. Faktor Emisi untuk Berbagai bentuk Penutupan Lahan Cadangan Tutupan lahan
Ton C / ha
Ton CO2e/ha
Sumber
Hutan Lahan Kering Primer
195.4
716,5
NFI
169.7
622,2
NFI
Bakau primer
170
623,3
NFI
Hutan Rawa Primer
196
718,7
NFI
Hutan Bakau Sekunder
120
440,0
NFI
Hutan Rawa Sekunder
155
568,3
NFI
Hutan Tanaman
100
366,7
NFI
Hutan Lahan Kering Sekunder
Reference Emission Level (REL) 8
Halaman 4 dari
Cadangan Tutupan lahan
Ton C / ha
Ton CO2e/ha
Belukar
15
55,0
Belukar Rawa
15
55,0
Perkebunan
63
231,0
Pemukiman
1
3,7
4.5
16,5
8
29,3
Campur
10
36,7
Sawah
5
18,3
Transmigrasi
10
36,7
Kebun Coklat
8,4 Mg C/ha
Rumput Pertanian Lahan kering
Sumber Wasrin, 2000
Pertanian Lahan Kering
Gravenhos et al
*) Disatarakan dengan CO2dengan faktor koreksi (berat molekul CO2/berat molekul C)
PROVISIONAL REL SULAWESI TENGAH BIDANG KEHUTANAN Data tentang perubahan tutupan lahan melalui analisis citra satelit data record tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2011 menunjukkan pengurangan luas hutan selama priode 2000- 2011 mencapai 184.141 ha sedangkan pengrusakan hutan lebih tinggi yakni mencapai 563.473 ha, selengkapnya disajikan pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Tutupan lahan di Sulawesi Tengah*) Penutupan Lahan
Luas (ha) 2000
2003
2006
2009
2011
59.958
60.273
59.958
59.958
59.958
Bandara
147
147
147
147
147
Belukar
250.781
285.104
350.007
353.739
363.013
920
920
920
941
915
3.100.004
2.779.047
2.590.233
2.567.834 2.535.038
1.328.225
1.602.587
1.712.356
1.712.301
Air
Belukar Rawa Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder
Reference Emission Level (REL) 8
1.710.203
Halaman 5 dari
Luas (ha)
Penutupan Lahan
2000
2003
2006
2009
2011
Hutan Mangrove Primer
21.178
20.981
19.426
19.426
19.426
Hutan Mangrove Sekunder
32.322
32.519
34.073
34.052
34.043
325
325
325
325
325
7.793
7.793
7.717
7.717
7.717
Pemukiman
29.267
29.267
29.267
29.287
29.341
Perkebunan
120.315
120.331
121.115
126.465
126.680
11.271
11.866
11.866
11.866
11.894
409.522
411.313
416.860
417.910
428.397
548.217
557.518
565.219
573.222
587.707
547
232
622
622
622
30.890
30.890
30.890
30.890
30.890
Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder
Pertambangan Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Rawa Rumput *) Suryadi dan Rauf, 2012
Tabeel 3. Luas Deforestasi dan Degradasi Hutan Sulawesi Tengah priode 2000-2011 Priode
Deforestasi Ha
Kerusakan hutan ha/th
Ha
ha/th
2000-2003
46.704
15.568
320.826
106.942
2003-2006
80.031
26.677
187.242
62.414
2006-2009
22.487
7.496
23.884
7.961
2009-2011
34.919
17.460
31.521
10.507
Jumlah Rata-rata
184.141
563.473 16.800
46.956
Identifikasi terhadap faktor yang memicu terjadinya deforestasi dan atau kerusakan hutan melalui review dokumen terkait. Hasil review dokumen terkait seperti RPJM, Laporan statistk dan sebagainya, teridentifikasi bahwa faktor penyebab terjadinya deforestasi dan atau degradasi hutan sebagai berikut : a. Kebutuhan lahan yang meningkat dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari pengembangan ekonomi yang berbasis pada ekstraktif sumber daya alam, b. Adanya kebutuhan lahan untuk permukiman dan lahan usaha yang terus meningkat sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk dan kebutuhan infrastruktur. c. Terbentuknya permukiman sporadisdalam kawasan hutan (inclave)
Reference Emission Level (REL) 8
Halaman 6 dari
d. Luas kawasan hutan mencapai 70 % dari wilayah daratan dan hutan merupakan daerah yang harus dilindungi
50 % dari kawasan
Kondisi di atas menggarbakan bahwa perlu ada strategi yang tepat untuk menentukan kebijakan agar terjadi sinegritas antara pembangunan dan penurunan emisi. Hal yang penting mnjadi fokus adalah kebijakan tersebut bersifat adil bagi masyarakat Sulawesi Tengah. Salah sat instrumen yang penting adalah penentuan besaran nilai REL Integrasi perubahan tutupan lahan selama kurung waktu 2000-2011 dengan faktor emisi maka diperoleh perubahan stock karbon tahunan sebagai sejarah emisi, dan kemudian diproyeksikan sampai pada tahun 2020, disajikan pada Gambar 4.
Emisi CO2e (Ton)
25.000.000 20.000.000 14.346.708
15.000.000 10.000.000 5.000.000
2011-2020
2000-2011
2009-2011
2006-2009
2003-2006
2000-2003
-
T a h u n
Gambar
Emisi Tahunan (Ton CO2e) Bidang Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah
Kegiatan penetapan REL Provisonal Sulawesi Tengah melalui berbagai tahapan 1. Pembahasan tingkat Pakar tentang kebutuhan dan ketersediaan data yang dilaksanakan di Bogor Bulan December 2011 2. Komparasi hasil hitungan berbagai meodologi pada workshop MRV University Formum yang dilaksanakan di Palu pada April 2012 3. Workshop REL Proviosonal yang dilaksanakan pada Agustus 2012 di Palu Rangkaian kegiatan di atas dan setelah dilakukan analisis maka REL Provisional bidang Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah priiode 2012 sampai dengan 2020 adalah 14,3 juta ton CO2eq. Besaran ini merupakan nilai emesi netto sebelum adanya intervensi mitigasi yang dihitung dengan metode histosical base (sejarah emisi).
Reference Emission Level (REL)
Halaman 7 dari 8
KESIMPULAN 1. Penentuan Provisonal REL Sulawesi Tengah digunakan metode sejarah emisi (historical base) yakni mengintegrasikan data aktiviti dan perubahannya dengan faktor emisi dari masing masing data aktiviti. 2. Analisi perubahan tutupan lahan priode 2000 – 2011 dengan penggunaan Remote Sensing dan GIS yang kemudian diproyeksikan sampai pada tahun 2020 maka emisi tahunan (REL) provinsi Sulawesi Tengah dari sekor berbasis lahan adalah 14,3 juta ton CO2e. 3. Sumber utama emisi dari sektor ini adalah deforestasi dan degrdasi hutan sebagai implikasi dari a. Ekstensifikasi kegiatan perekonomian yang berbasis pada extraksi sumberdaya lahan b. Peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman, lahan usaha dan pembangunan imprastruktur c. Belum maksimalnya sinergitas kebijakan pembangunan antar sektor, termasuk implementasi tata ruang wilayah. 4. Diharapkan kebijakan pembangunan daerah Sulwesi Tengah dapat mengakomodir program penurunan emisi GRK bidang kehutana dan sektor terkait untuk mengurangi emisi minimal sampai 26 % terhadap REL. ==============””””=============
Reference Emission Level (REL)
Halaman 8 dari 8