SALINAN
BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 58 C TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang
: a. bahwa dengan mempertimbangkan potensi Pajak Restoran yang berkembang dimasing-masing daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten, dipandang perlu pedoman teknis pelaksanaan Pajak Restoran; b. bahwa Pajak Restoran merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah, pelaksanaan pembangunan Daerah dan Pembinaan masyarakat untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggungdjawab; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapakan Peraturan Bupati tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 29 tahun1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tatacara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 6. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 9 Tahun 2000 tentang perubahan Nama Kabupaten Daerah Tingkat II menjadi Kabupaten Tolitoli (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 8 seri D Nomor 8); 7. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan daerah Kabupaten Tolitoli (Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Tahun 2008 Nomor 17, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 37); 8. Peraturan Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 14 Tahun 2011, tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Tahun 2011 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tolitoli Nomor 83).
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN BUPATI KABUPATEN TOLITOLI TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Tolitoli. 2. Pemerintah Daerah adalah Perangkat Daerah sebagai unsur pelaksana Pemerintahan Daerah. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Tolitoli yang selanjutnya disebut Bupati. 4. Dinas Pendapatan Daerah selanjutnya disebut DISPENDA adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tolitoli. 5. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Tolitoli. 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Pajak Restoran adalah pajak yang dipungut atas pelayanan restoran.
8. 9. 10. 11. 12.
13.
14. 15. 16.
17.
18.
19. 20.
21.
22.
Restoran atau Rumah Makan adalah fasilitas penyedia makanan dan minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, cafetaria,kantin,warung dan bar; jasa boga/catering adalah penyedia makanan dan minuman dengan dipungut bayaran yang tidak dikonsumsi ditempat/fasilitas penyedia jasa; Pengusaha Restoran adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek pajak dari subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai penagihan pajak kepada wajib pajak. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak restoran yang terutang. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak restoran, termasuk yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perpajakan Daerah. Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat NPWPD adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan usaha Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Daerah. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek, subjek pajak dan penentuan besarnya pajak yang terutang, sampai dengan kegiatan penagihan pajak serta pengawasan penyetorannya. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau Bank lain yang ditunjuk oleh Bupati. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak, karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Surat Tagihan Pajak Daerah yang yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
BAB II JENIS OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1)
Jenis Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.
(2)
Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain termasuk pelayanan usaha jasa boga atau katering. Pasal 3
(1)
Subyek Pajak Restoran adalah orang Pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran.
(2)
Wajib Pajak Restoran adalah orang Pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran.
(3)
Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.
BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK RESTORAN Pasal 4 Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar pada penyelenggara Restoran. Pasal 5 (1)
Tarif Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada pasal 4 adalah sebesar 10 % (Sepuluh persen).
(2)
Tarif Pajak Restoran untuk pelayanan jasa boga/katering sebesar 5 % (lima persen).
BAB IV WILAYAH PUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 6 Pajak Restoran yang terutang dipungut dalam Wilayah Daerah Kabupaten Tolitoli. Pasal 7 Besarnya Pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
BAB V MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG Pasal 8 Masa Pajak Restoran adalah 1 (satu) bulan kalender setelah pembayaran kepada Restoran yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
BAB VI TATA CARA PENYAMPAIAN SPTPD Bagian Kesatu Umum Pasal 9 Pajak Hiburan dipungut dengan System Self Assessment yaitu dengan memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan dalam pengawasan dan pembinaan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 10 (1)
Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar melaporkan sendiri pajak terutang dengan menggunakan SPTPD.
dan
(2)
SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau yang Kuasakan.
(3)
Wajib Pajak yang menyelenggarakan kegiatan yang meliputi penjualan barang atau jasa yang termasuk objek Pajak Restoran wajib melakukan pemungutan pajak yang bersangkutan pada saat barang atau jasa diserahkan.
(4)
Pengakuan dan Perhitungan pajak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan pengakuan dan perhitungan pendapatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
(5)
Pajak Restoran yang telah dipungut disetor ke kas daerah selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
(6)
Wjib Pajak wajib memperhitungkan dan melaporkan sendiri pajak terutang dengan menggunakan SPTPD.
(7)
Perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak dilakukan setiap bulan. Bagian Kedua Pendaftaran dan Pendataan Paragraf 1 Pendaftaran Pasal 11
(3)
Setiap penyelenggara Restoran wajib mendaftarkan usahanya atau objek
Pajak Restoran dengan menggunakan SPOPD kepada Dinas, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum kegiatan usaha dimulai. (4)
SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diisi dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak dengan melampirkan: a. Fotocopy identitas diri/penanggung jawab/penerima kuasa (KTP, SIM, paspor); b. Fotocopy akte pendirian perusahaan; c. Surat Keterangan domisili tempat usaha; d. Surat izin usaha dari instansi yang berwenang; e. Surat Kuasa apabila pemilik/pengelola usaha/penanggung jawab berhalangan dengan disertai fotocopy KTP, SIM, paspor dari pemberi kuasa. Pasal 12
Wajib Pajak yang telah mendaftarkan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Kepala Dinas menerbitkan: a. Surat Pengukuhan sebagai Wajib Pajak dengan sistem pemungutan pajak yang dikenakan; dan b. NPWPD. Paragraf 2 Pendataan Pasal 13 (1) (2) (3) (4)
Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD setiap awal bulan, wajib mengisi SPTPD masa pajak bulan yang lalu. SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus di isi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Bupati melalui Dinas selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak. Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai lampiran dokumen berupa: a. rekapitulasi omzet penerimaan bulan yang bersangkutan; b. rekapitulasi penggunaan berikut tindasan bon penjualan (bill) atau struk cash register; c. bukti setoran pajak yang telah dilakukan (tindasan SSPD). Bagian Ketiga Penetapan Pajak Pasal 14
(1)
Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Dinas menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(2)
Dinas menetapkan pajak secara jabatan bagi wajib pajak yang tidak mengembalikan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
(3)
Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 15 (1)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, Dinas dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, atau SKPDN.
(2)
SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterbitkan : a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak; b. apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang di tentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua Persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak; c. apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3)
SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan apabila di data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4)
Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah di tentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD di tambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5)
Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(6)
SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Pasal 16
(1)
Pajak terutang dihitung secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c, adalah penetapan besarnya pajak terutang dilakukan oleh Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah.
(2)
Penetapan pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila: a. wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan omzet usahanya; b. wajib pajak menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan tetapi tidak lengkap dan/atau tidak benar;
c. wajib pajak tidak mau menunjukkan pembukuan dan/atau menolak untuk diperiksa dan/atau menolak memberikan keterangan pada saat dilakukan pemeriksaan; d. wajib pajak tidak menggunakan bon penjualan atau bill yang berseri dan bernomor urut dan/atau; e. wajib pajak yang wajib melegalisasi bon penjualan (bill) tidak melegalisasinya tanpa ada persetujuan Kepala Dinas. (3)
Sebelum dikenakan perhitungan pajak secara jabatan, petugas pemeriksa telah melakukan prosedur pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Penetapan pajak secara jabatan dapat didasarkan pada data omzet yang diperoleh melalui salah satu atau lebih dari 3 (tiga) cara/metode pemeriksaan dengan tahapan prioritas sebagai berikut: a. berdasarkan hasil kas opname; b. berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi tempat usaha Wajib Pajak; c. berdasarkan data pembanding.
(5)
Pemeriksaan hasil kas opname sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dilakukan sesuai prosedur yang lazim dan dilakukan sekurang-kurangnya sebanyak 5 (lima) kali kunjungan dengan waktu dan hari yang berbeda.
(6)
Hasil kas opname sebagaimana dimaksud pada ayat (5) akan dipakai sebagai nilai omzet per hari yang merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan penerimaan kas menurut hasil kas opname tersebut.
(7)
Pemeriksaan berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi tempat usaha Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dilakukan dengan tindakan penungguan (penggedokan) sekurang-kurangnya sebanyak 10 (sepuluh) kali sesuai jam operasi baik secara terus menerus maupun berselang.
(8)
Berdasarkan hasil pengamatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (7), omzet/penerimaan ditaksir dan dihitung berdasarkan rata-rata jumlah pengunjung per hari dan rata-rata besarnya pembayaran yang dilakukan perorang/pengunjung dengan Daftar Menu yang ada pada Wajib Pajak.
(9)
Pemeriksaan berdasarkan data pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, dilakukan dengan cara membandingkan kondisi usaha Wajib Pajak dengan kondisi usaha yang sejenis atau sekelas antara lain dari fasilitas, kapasitas, klasifikasi lokasi usaha, dan lain-lain secara proporsional atau kondisi usaha antara tahun atau bulan yang sedang diperiksa dengan tahun atau bulan sebelumnya.
(10) Data pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diperoleh berdasarkan data yang ada di Dinas Daerah, atau sumber lain yang dapat dipercaya.
BAB V TATA CARA PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN Bagian Kesatu Tata Cara Pembayaran Pasal 17 (1)
Pembayaran pajak dilakukan pada Bendahara Penerima atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2)
Apabila pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam jangka waktu lain yang ditentukan oleh Bupati.
(3)
Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD atau dokumen lain yang dipersamakan, serta harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(4)
Pajak terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD, wajib dilunasi dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal diterbitkan.
(5)
Pajak terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sbesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan STPD.
(6)
Apabila batas waktu pembayaran jatuh pada hari libur, maka batas waktu pembayaran jatuh pada hari kerja berikutnya. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pasal 18
(1)
(2)
Kepala Dinas atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang atau menunda pembayaran pajak dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. Tata cara pembayaran angsuran dan penundaan pembayaran pajak terutang diatur sebagai berikut : a. Wajib Pajak yang akan melakukan pembayaran secara angsuran maupun menunda pembayaran pajak, harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas dengan disertai alasan yang jelas dan melampirkan foto copy SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD yang diajukan permohonannya; b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus sudah diterima Dinas paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan; c. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus melampirkan rincian utang pajak untuk masa pajak atau tahun pajak yang bersangkutan serta alasan-alasan yang mendukung diajukannya permohonan;
d. Terhadap permohonan pembayaran secara angsuran maupun penundaan pembayaran yang disetujui Kepala Dinas, dituangkan dalam surat keputusan pembayaran secara angsuran maupun penundaan pembayaran yang ditandatangani bersama oleh Kepala Dinas dan Wajib Pajak yang bersangkutan; e. Pembayaran angsuran diberikan paling lam untuk 10 (sepuluh) kali angsuran dalam jangka waktu 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak tanggal surat keputusan angsuran, kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas berdasarkan alasan Wajib Pajak yang dapat diterima; f. Penundaan pembayaran diberikan untuk paling lama 4 (empat) bulan terhitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran yang termuat dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD, kecuali ditetapkan lain oleh Kepala Dinas berdasarkan alasan Wajib Pajak yang dapat diterima; g. Perhitungan untuk pembayaran angsuran adalah sebagai berikut: 1. perhitungan sanksi bunga dikenakan hanya terhadap jumlah sisa angsuran; 2. jumlah sisa angsuran adalah hasil pengurangan antara besarnya sisa pajak yang belum atau akan diangsur, dengan pokok pajak angsuran; 3. pokok-pokok angsuran adalah hasil pembagian antara jumlah pajak terutang yang akan diangsur, dengan jumlah bulan angsuran; 4. bunga adalah hasil perkalian antara jumlah sisa angsuran dengan bunga sebesar 2% (dua persen); 5. besarnya jumlah yang harus dibayar tiap bulan angsuran adalah pokok pajak angsuran ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen). h. Terhadap jumlah angsuran yang harus dibayar tiap bulan tidak dapat dibayar dengan angsuran lagi, tetapi harus dilunasi tiap bulan. i. Perhitungan untuk penundaan pembayaran adalah sebagai berikut : 1. perhitungan bunga dikenakan terhadap seluruh jumlah pajak terutang yang akan ditunda, yaitu hasil perkalian antara bunga 2% (dua persen) dengan jumlah bulan yang ditunda, dikalikan dengan seluruh jumlah utang pajak yang akan ditunda; 2. besarnya jumlah yang harus dibayar adalah seluruh jumlah utang pajak yang ditunda, ditambah dengan jumlah bunga 2% (dua persen) sebulan; 3. penundaan pembayaran harus dilunasi sekaligus paling lambat pada saat jatuh tempo penundaan yang telah ditentukan dan tidak dapat diangsur. j. Terhadap Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran, tidak dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran untuk surat ketetapan pajak yang sama. BAB VI TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 19 (1)
Kepala Dinas dapat menerbitkan STPD apabila: a. Pajak Daerah tidak atau kurang bayar; b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembyaran sebagai akibat salah tulis dan/ atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi
(2)
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Pasal 20 (1)
Tahapan pelaksanaan penagihan pajak terutang yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo pembayaran, diatur sebagai berikut: a. Surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari kerja sejak saat jatuh tempo pembayaran; b. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang; c. Apabila jumlah pajak yang belum dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Peringatan atau Surat Teguran atau surat lain yang sejenis, Kepala Dinas menerbitkan Surat Paksa setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak Surat Peringatan atau Surat Teguran atau surat lain yang sejenis;
(2)
Ketentuan mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa tidak mengakibatkan penundaan hak Wajib Pajak mengajukan keberatan pajak serta mengajukan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi.
(4)
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Paksa, Kepala Dinas segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pasal 21
Penagihan pajak dapat dilakukan seketika dan sekaligus tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), apabila : a. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; b. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak memindahkan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia; c. terdapat tanda-tanda Wajib Pajak atau Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan usahanya atau memekarkan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk lainnya; d. Badan Usaha akan dibubarkan oleh Negara; e. terjadi penyitaan atas barang Wajib Pajak atau Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Tolitoli.
Ditetapkan di Tolitoli pada tanggal 3 Agustus 2015 BUPATI TOLITOLI TTD MOH. SALEH BANTILAN Diundangkan di Tolitoli pada tanggal 3 Agustus 2015 SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN TOLITOLI TTD ISKANDAR A. NASIR BERITA DAERAH KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2015 NOMOR 74 C Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN,
MUSTARING, SH.,MM.,MH Nip. 19650302 199302 1 006