Tingkat Apresiasi Penonton terhadap Pertunjukan Seni Multikultur Oleh: Bakti Utama, S.Ant
I. Pengantar Dalam rangka mendukung Tahun Pendekatan Budaya UNESCO (International
Year for the Rapproachment of Culture) 2010 yang mengusung tema “Reating new mechanisms of public debate and awareness raising, namely trought the media, to build briges between etnic group, religious, and cultural groups,” Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan Pemerintah Kotamadya Pekalongan menggelar sebuah pertunjukan bertajuk “Kreativitas Seni dan Budaya sebagai Jembatan Membangun Kesadaran Multikultur” di lapangan Mataram, Kota Pekalongan pada 28 Mei 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana apresiasi penonton terhadap pertunjukan seni multikultur tersebut dengan menggunakan metoda eksperimental untuk menjawab pertanyaan, antara lain: (1) bagaimana tingkat mengenal responden terhadap kesenian yang dipertunjukan sebelum dan setelah pertunjukan?, (2) apakah kesenian yang ditampilkan mencerminkan keanekaragaman budaya?, dan (3) apakah responden merasa senang dengan pertunjukan seni yang ditampilkan. Kajian ini menjadi penting karena dua hal, yaitu pertama, hingga saat ini penelitian “eksperimental” belum banyak dilakukan. Kedua, usaha ini merupakan langkah strategis untuk mengevaluasi tingkat apresiasi penonton terhadap pertunjukan ini.
II. Sebuah Pisau Bernama Kuantitatif Tulisan ini berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan terintegrasi dalam sebuah pertunjukan seni di Kotamadya Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 28 Mei 2010. Secara historis, lokasi penelitian ini telah menjadi kota pelabuhan bahkan
1
sebelum massa kolonial. Hal ini berarti interaksi antar suku bangsa juga telah terjadi dalam kurun waktu yang lama di kawasan ini. Dengan pertimbangan latar belakang lokasi pertunjukan dengan tingkat keanekaragaman budaya yang tinggi inilah diharapkan penelitian ini menjadi tepat sasaran. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penonton dalam event pertunjukan seni bertajuk “Kreativitas Seni dan Budaya Sebagai Jembatan Membangun Kesadaran Multikultur”. Sementara responden dipilih melalui proses pemilihan sampel acak sederhana. Melalui cara pemilihan sampel seperti ini, semua elemen dalam populasi yang didefinisikan mempunyai kesempatan yang sama, bebas, dan seimbang untuk dipilih menjadi sampel (Silalahi, 2009:261). Data dalam penelitian ini diperoleh dengan penggalian informasi kepada 158 reponden terpilih. Setiap responden mengisi pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner berkait dengan identitas responden, tingkat mengenal beberapa jenis kesenian yang ditampilkan (baik sebelum atau setelah pertunjukan), serta penilaian mereka terhadap pertunjukan seni ini. Bertolak dari pertanyaan-pertanyaan inilah diharapkan pertanyaan dalam penelitian ini akan terjawab. Data yang diperoleh dari jawaban semua responden tersebut kemudian diolah secara statistik dengan bantuan program SPSS (Statistic Product and Service
Solution). Terdapat dua jenis analisis terhadap data yang diperoleh. Pertama, data mengenai identitas responden dan penilaian responden terhadap pertunjukan yang mereka tonton akan dilakukan analisis deskriptif terutama terfokus pada distribusi frekuensinya. Selanjutnya, untuk data mengenai tingkat mengenal responden terhadap jenis kesenian (sebelum dan setelah pertunjukan) akan dilakukan analisis wilcokson. Jenis analisis yang kedua ini digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat mengenal responden terhadap jenis kesenian yang ditampilkan antara sebelum dan setelah menonton pertunjukan.
III. Analisis Data Bagian ini akan menguraikan hasil analisis statistik terhadap jawaban-jawaban responden atas kuesioner yang diberikan. Selain mencoba melihat pengaruh
2
pertunjukan seni terhadap pengetahuan responden terhadap beberapa jenis kesenian yang ditampilkan, bagian ini juga berusaha menguraikan penilaian responden terhadap pertunjukan seni yang mereka tonton. Namun, sebelumnya terlebih dahulu akan diuraikan analisis deskriptif atas identitas para responden.
III.1. Identitas Responden Total responden dalam penelitian ini adalah 158 orang terdiri dari berbagai latar belakang usia, pendidikan, mata pencaharian, dan suku bangsa. Dilihat dari usianya, 32% (51 orang) responden berada pada rentang usia 15-24 tahun; 16% (26 orang) responden berusia 25-34 tahun; 22% (36 orang) responden berusia 35-44 tahun; 23% (37 orang) responden berusia 45-54 tahun; dan 5% (8 orang) responden berusia lebih dari 55 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini relaatif merata pada setiap rentang usia. Berdasarkan latar belakang pendidikannya, responden paling banyak berlatar belakang pendidikan SMU/sederajat yaitu berjumlah 51 orang (32%). Sebanyak 37 orang (23%) responden berlatar belakang pendidikan SMP/sederajat; 29 orang (18%) responden berlatar belakang pendidikan S1; 16 orang (10%) responden berlatar belakang pendidikan SD/sederajat; 10 orang (6%) responden mengaku tidak pernah sekolah; dan 9 orang (6%) responden belakang pendidikan S2/S3. Terakhir, 6 orang (4%) responden berlatar belakang pendidikan diploma. Melalui analisis distribusi frekuensi pada latar belakang pendidikan responden ini tampak pula bahwa responden dalam penelitian ini juga menyebar dalam berbagai latar belakang pendidikan. Selanjutnya, responden penelitian ini juga terdiri dari berbagai latar belakang mata pencaharian seperti: pengusaha/ pedagang (42 orang/27%), PNS/ TNI/ POLRI (41 orang/ 26%), pelajar/ mahasiswa (24 orang/15%), buruh (22 orang/ 14%), swasta (10 orang/ 6%), guru/ dosen (9 orang/ 6%), LSM/ ormas dan BUMN/ BUMD (2 orang/ 1%), DPRD dan Ibu rumah tangga (1 orang/ 0.6%), dan mengaggur (4 orang/ 2%). Berdasar latar belakang pekerjaannya pun tampak bahwa responden dalam penelitian ini terdiri dari bermacam latar belakang pekerjaan.
3
Berdasarkan kesukubangsaannya, sebagian besar (124 orang/78%) responden mengaku
sebagai
mengidentifikasi
diri
orang
Jawa.
sebagai
Sementara
orang
Sunda,
itu,
3
satu
orang orang
(2%)
responden
(0.6%)
responden
mengidentifikasi diri sebagai keturunan Cina, satu orang (0,6%) responden mengidentifikasi diri sebabagai keturunan Jerman, dan 29 orang (18%) responden mengidentifikasi diri sebagai orang Indonesia. Dari angka tersebut tampak bahwa sebagian besar responden didominasi sukubangsa Jawa. Hal ini kemungkinan besar karena lokasi pertunjukan masih dalam lingkup wilayah budaya Jawa.
III.2. Pengaruh Pertunjukan terhadap terhadap Tingkat Mengenal Responden Atas kesenian Yang Ditampilkan. Ditampilkan. Untuk melihat pengaruh pertunjukan seni terhadap tingkat mengenal responden atas kesenian yang ditampilkan, setiap responden diminta untuk menjawab pertanyaan persepsi mereka berkait tingkat mengenal mereka terhadap kesenian sebelum dan setelah pertunjukan. Data yang didapat dari jawaban responden ini kemudian dilakukan analisis wilcoxon untuk mengetahui perbedaan tingkat mengenal mereka terhadap kesenian yang ditampilkan sebelum dan setelah pertunjukan. Tulisan ini akan menguraikan analisis wilcoxon terhadap 4 jenis kesenian yang ditampilkan dalam pertunjukan “Kreativitas Seni dan Budaya Sebagai Jembatan Membangun Kesadaran Multikultur”, yaitu meliputi: Wayang Golek Ajen, Kesenian Sufi, Tari Jaipong, dan Sintren. Berikut adalah tes wilcoxon tersebut.
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N kenal_ajen_sth kenal_ajen_sblm
Negative Ranks Positive Ranks
Mean Rank
Sum of Ranks
a
34.23
445.00
b
38.20
2330.00
13 61
c
Ties
84
Total
158
4
a. kenal_ajen_sth < kenal_ajen_sblm b. kenal_ajen_sth > kenal_ajen_sblm c. kenal_ajen_sth = kenal_ajen_sblm
Tes wilcoxon terhadap persepsi responden atas tingkat mengenal kesenian Wayang Golek Ajen di atas menunjukkan bahwa 13 responden menjadi semakin tidak mengenal Wayang Golek Ajen setelah menonton pertunjukan, 61 responden menjadi semakin mengenal Wayang Golek Ajen setelah menonton pertunjukan, dan 84 responden mempunyai tingkat mengenal
Wayang Golek Ajen yang sama baik
sebelum ataupun setelah menonton pertunjukan. Lebih lanjut, melalui analisis wilcoxon juga didapatkan nilai “p value” sebesar 0.000. angka tersebut berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat mengenal Wayang Golek Ajen sebelum dan setelah menonton pertunjukan.
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N kenal_sufi_sth kenal_sufi_sblm
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank
Sum of Ranks
a
31.92
606.50
b
41.32
2396.50
19 58
c
81
158
a. kenal_sufi_sth < kenal_sufi_sblm b. kenal_sufi_sth > kenal_sufi_sblm c. kenal_sufi_sth = kenal_sufi_sblm
Tabel di atas menunjukan bahwa 19 responden merasa semakin tidak mengenal kesenian Sufi setelah menyaksikan pertunjukan, 58 responden semakin mengenal kesenian sufi setelah menonton pertunjukan, dan 81 responden merasa memiliki tingkat mengenal kesenian Sufi yang sama antara sebelum dan setelah pertunjukan. Melalui analisis wilcoxon ini pula didapatkan nilai “p value” sebesar 0.000. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat mengenal kesenian sufi bagi responden sebelum dan setelah menonton pertunjukan.
5
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N kenal_jaipong_sth kenal_jaipong_sblm
Negative Ranks
Mean Rank a
28
Positive Ranks
b
26
Sum of Ranks
29.84
835.50
24.98
649.50
c
Ties
104
Total
158
a. kenal_jaipong_sth < kenal_jaipong_sblm b. kenal_jaipong_sth > kenal_jaipong_sblm c. kenal_jaipong_sth = kenal_jaipong_sblm
Berdasar tabel di atas, 28 responden merasa semakin tidak mengenal Tari Jaipong setelah menonton pertunjukan, 26 responden merasa semakin mengenal Tari Jaipong setelah menonton pertunjukan, dan 104 responden merasa mempunyai tingkat mengenal Tarian Jaipong yang sama antara sebelum dan setelah menonton pertunjukan. Sementara itu, nilai “p value” untuk uji wilcoxon terhadap tingkat mengenal responden atas Tari jaipong adalah 0.410. Karena angka tersebut jauh di atas 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat mengenal responden atas Tari Jaipong sebelum dan setelah menonton pertunjukan.
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N kenal_sintren_sth kenal_sintren_sblm
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank a
24
b
32
Sum of Ranks
27.83
668.00
29.00
928.00
c
102
158
a. kenal_sintren_sth < kenal_sintren_sblm b. kenal_sintren_sth > kenal_sintren_sblm c. kenal_sintren_sth = kenal_sintren_sblm
Uji Wilcoxon terhadap persepsi tingkat mengenal responden terhadap kesenian Sintren menjukkan bahwa 24 responden merasa semakin tidak mengenal sintren setelah menonton pertunjukan, 32 responden merasa semakin mengenal Sintren, dan
6
102 responden merasa tidak ada perubahan tingkat mengenal kesenian Sintren sebelum dan setelah menonton pertunjukan. Uji wilcoxon ini juga menghasilkan angka “p value” sebesar 0.278. Karena angka ini juga lebih besar dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat mengenal responden atas Kesenian Sintren sebelum dan setelah menonton pertunjukan. Melalui uji wilcoxon yang telah dilakukan, tampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat mengenal responden sebelum dan setelah menonton pertunjukan untuk kesenian yang relatif telah dikenal di masyarakat Pekalongan seperti Tari Jaipong dan Sintren. Sementara untuk kesenian yang relatif belum populer di Pekalongan seperti Wayang Golek Ajen, dan Kesenian Sufi justru menunjukkan andanya perbedaan yang signifikan antara tingkat mengenal responden sebelum dan setelah melihat pertunjukan tersebut.
III.3. Apresiasi Responden Terhadap Pertunjukan “Kreativitas Seni dan Budaya Sebagai Jembatan Membangun Kesadaran Multikultur” Multikultur” Untuk mengetahui apresiasi responden terhadap pertunjukan ini, semua responden diminta untuk memberikan pendapat atas tiga pernyataan yang diberikan. Pernyataan tersebut yaitu: (1) “Tata panggung pertunjukan ini menarik”; (2) “Saya merasa senang dengan pertunjukan seni yang ditampilkan; dan (3) “Seni pertunjukan yang ditampilkan mencerminkan kenekaragaman budaya”. Pendapat responden atas pernyataan tersebut berjenjang dari yang sangat tidak setuju, kurang setuju, ragu-ragu, setuju hingga sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan. Berikut adalah distribusi frekuensi atas jawaban-jawaban responden. Untuk pernyataan “tata panggung pertunjukan ini menarik”, 70 orang (44%) responden menyatakan sangat setuju. Sementara itu 68 (43%) orang mengaku setuju, 9 orang (6%) mengaku ragu-ragu, 4 orang (2%) mengaku kurang setuju, dan 7 orang (4%) responden mengaku sangat tidak setuju bahwa tata panggung dalam pertunjukan ini meanrik. Dari angka tersebut tampak bahwa sebagian besar responden merasa bahwa tata panggun pertunjukan ini menarik.
7
Sebagian
besar
responden
tampaknya
juga
merasa
senang
dengan
pertunjukan seni yang mereka lihat. Distribusi frekusensi atas tanggapan responden terhadap pernyataan: “saya merasa senang dengan pertunjukan seni yang ditampilkan” menunjukkan bahwa 50 orang (32%) resonden sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Disamping itu, 86 orang (54%) responen setuju, 7 orang (4%) responen ragu-ragu, 10 orang (6%) merasa kurang setuju, dan 5 orang (3%) orang merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Selanjutnya,
untuk
pernyataan
“Seni
pertunjukan
yang
ditampilkan
mencerminkan kenekaragaman budaya”, 83 orang (52%) responden memberikan tanggapan sangat setuju, 56 orang (35%) responden menyatakan setuju, 4 orang (2%) responden menyatakan ragu-ragu, 6 orang (4%) menyatakan kurang setuju, dan 9 orang (6%) menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden merasa bahwa pertunjukan seni yang ditampilkan mencerminkan keanekaragaman budaya. IV. Penutup Sebagaimana terurai di awal, tulisan ini ditujukan untuk mengetahui sejauhmana apresiasi penonton terhadap pertunjukan seni multikultur. Dari analisis kuesioner yang telah dilakukan tampak bahwa responden dalam penelitian ini terdiri dari beragam latar belakang usia, pendidikan, pekerjaan, dan suku bangasa. Dari berbagai latar belakang tersebut, sebagian besar responden tampaknya memberikan apresiasi positif baik pada tata panggung (87%)1 ataupun pada “isi” pertunjukan yang mereka saksikan (87%)2. Sementara itu, sebagian besar responden (87%)3 juga menyatakan bahwa seni pertunjukan yang mereka lihat telah mencerminkan keanekaragaman budaya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertunjukan seni membuat penonton lebih mengenal kesenian yang sebelumnya tidak begitu populer di masyakarat Pekalongan. Hal ini tampak pada uji wilcoxon pada tingkat mengenal responden terhadap Wayang 1
Angka ini adalah persentase kumulatif responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju dengan pernyataan bahwa “tata panggung dalam pertunjukan ini menarik”. 2 Angka ini adalah persentase kumulatif responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju dengan pernyataan bahwa “saya merasa senang dengan pertunjukan seni yang ditampilkan”. 3 Angka ini adalah persentase kumulatif responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju dengan pernyataan bahwa “seni pertunjukan yang ditampilkan mencerminkan keanekaragaman budaya”.
8
Golek Ajen dan Kesenian Sufi sebelum dan setelah pertunjukan dimana diperoleh tingkat signifikansi masing-masing sebesar 0.000. Demikianlah kajian ini menunjukkan bahwa pertunjukan seni sebagaimana diadakan di Pekalongan ini sebagai kegiatan yang diapresiasi positif oleh masyarakat dan efektif dalam menujukkan keanekaragaman budaya yang ada, serta menjadikan masyarakat lebih mengenal berbagai kesenian yang sebelumnya kurang populer di daerah mereka.
Daftar Referensi Martono, Nanang. 2010. Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta: Gavamedia. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
9